bab v analisis dan pembahasan - dspace home

45
54 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Studi Simulasi 5.1.1 Data Lalu Lintas Data lalu lintas ruas Jalan Gading Gledag adalah data sekunder yang didapat dari laporan satuan kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta tahun anggaran 2015. Jalan Gading Gledag dibangun sebagai pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Bantul. Jalan Gading Gledag merupakan jalan nasional dengan lebar 7 meter, memiliki 2 lajur dengan 2 arah. Hasil perhitungan lalu lintas berdasarkan golongan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 5.1 Perhitungan Lalu Lintas Ruas Jalan Gading Gledag No Jenis Kendaraan LHR 2017 1 Sepeda Motor, Mobil Penumpang, Angkutan Umum, Pick-Up, Station Wagon 28643 2 Bus Besar dan Kecil Golongan 5a 245 3 Bus Besar dan Kecil Golongan 5b 145 4 Truk 2as Golongan 6a 250 5 Truk 2as Golongan 6b 566 6 Truk 2as Golongan 7a 59 7 Truk 2as Golongan 7b 0 8 Truk 2as Golongan 7c 24 Sumber: Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta (2017) 5.1.2 Data Nilai CBR Data nilai CBR adalah data sekunder yang didapat dari Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta. Tabel Pengujian CBR menggunakan Dinamic Cone Penetrometer (DCP) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

54

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Studi Simulasi

5.1.1 Data Lalu Lintas

Data lalu lintas ruas Jalan Gading – Gledag adalah data sekunder yang didapat

dari laporan satuan kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional

D.I.Yogyakarta tahun anggaran 2015. Jalan Gading – Gledag dibangun sebagai

pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Bantul. Jalan Gading – Gledag

merupakan jalan nasional dengan lebar 7 meter, memiliki 2 lajur dengan 2 arah.

Hasil perhitungan lalu lintas berdasarkan golongan kendaraan dapat dilihat pada

Tabel 5.1 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 5.1 Perhitungan Lalu Lintas Ruas Jalan Gading – Gledag

No Jenis Kendaraan LHR 2017

1 Sepeda Motor, Mobil Penumpang,

Angkutan Umum, Pick-Up, Station Wagon 28643

2 Bus Besar dan Kecil Golongan 5a 245

3 Bus Besar dan Kecil Golongan 5b 145

4 Truk 2as Golongan 6a 250

5 Truk 2as Golongan 6b 566

6 Truk 2as Golongan 7a 59

7 Truk 2as Golongan 7b 0

8 Truk 2as Golongan 7c 24

Sumber: Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta (2017)

5.1.2 Data Nilai CBR

Data nilai CBR adalah data sekunder yang didapat dari Perencanaan dan

Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta. Tabel Pengujian CBR menggunakan

Dinamic Cone Penetrometer (DCP) dapat dilihat pada Lampiran 2.

55

5.1.3 Data Tebal Perkerasan Eksisting

Ruas Jalan Gading – Gledag merupakan jalan yang dibangun pada tahun 2015

dengan jenis penanganan yaitu peningkatan struktur. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta, tebal

perkerasan Jalan Gading – Gledag dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut.

Gambar 5.1 Tebal Perkerasan Eksisting Ruas Jl. Gading – Gledag

Sumber: Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta (2017)

5.2 Evaluasi Desain Perkerasan Eksisting

Dengan data tebal perkerasan yang diperoleh dari Perencanaan dan

Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta, maka dapat langsung diolah ke

program KENPAVE untuk mengetahui kerusakan yang akan terjadi.

5.2.1 Analisis Beban Lalu Lintas

Perancangan beban lalu lintas menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan

Nomor 04/SE/Db/2017 memerlukan beberapa tahap penyelesaian. Adapun tahapan

dari metode ini adalah sebagai berikut.

1. Umur rencana jalan

Berdasarkan Tabel 3.1, untuk jenis perkerasan lentur dengan elemen perkerasan

aspal menggunakan umur rencana 20 tahun dari tahun 2015 sehingga akan habis

masa pelayanan pada tahun 2035.

2. Nilai faktor laju pertumbuhan lalu lintas (i)

Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa Jalan Gading – Gledag termasuk

kelas kolektor rural daerah Jawa sehingga faktor pertumbuhan lalu lintas (i)

adalah 3,50%.

56

3. Nilai faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R)

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dapat dihitung

menggunakan Persamaan 3.1 berikut.

R =(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅 − 1

0,01𝑖

=(1 + 0,01 × 3,50)20 − 1

0,01 × 3,50

= 28,280%

4. Nilai faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi laju (DL)

Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar

standar (ESA) dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor

distribusi lajur kendaraan niaga (DL). Untuk Jalan Gading – Gledag yang

menggunakan sistem dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil

0,50. Sedangkan untuk faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL), Jalan

Gading – Gledag bernilai 1 didasarkan pada Tabel 3.3 adalah 100% karena

jumlah lajur per arah adalah 1.

5. Perkiraan faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor)

Untuk menghitung faktor kerusakan jalan atau yang biasa disebut dengan

Vehicle Damage Factor (VDF) perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu

kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang ada. Pada Manual Desain

Perkerasan Jalan Lentur No. 02/M/BM/2017, VDF dibedakan menjadi VDF4 dan

VDF5 sehingga nantinya akan membedakan hasil Beban Sumbu Standar

Kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) menjadi CESA4

dan CESA5. CESA4 digunakan untuk menentukan pemilihan jenis perkerasan

sedangankan CESA5 digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur

berdasarkan bagan desain yang disediakan Manual Desain Perkerasan Jalan

Lentur No. 02/M/BM/2017. Untuk menentukan nilai VDF dapat diklasifikasikan

berdasarkan jenis kendaraan yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Berdasarkan

Tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa masing-masing klasifikasi tiap kelas jalan

memiliki VDF4 dan VDF5 yang berbeda-beda dan dapat dilihat pada Tabel 5.2

berikut.

57

Tabel 5.2 Rekapitulasi Nilai VDF4 dan VDF5

Kode Jenis Kendaraan VDF4 VDF5

2, 3, 4

Sepeda Motor, Mobil Penumpang,

Angkutan Umum, Pick-Up,

Station Wagon

0 0

5a Bus Besar dan Kecil Golongan 5a 0 0

5b Bus Besar dan Kecil Golongan 5b 1,0 1,0

6a Truk 2as Golongan 6a 0,55 0,5

6b Truk 2as Golongan 6b 5,3 9,2

7a Truk 2as Golongan 7a 8,2 14,4

7b Truk 2as Golongan 7b 11,8 18,2

7c Truk 2as Golongan 7c 11,0 19,8

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2017)

Dari data-data di atas maka dapat dicari rencana jumlah kendaraan dalam periode

20 tahun. Berikut ini adalah contoh perhitungan kendaraan golongan 5b.

ESA4 = (∑jenis kendaraan LHRT × VDF4) × 365 × DD × DL × R

= (566 × 1) × 365 × 0,5 × 1 × 28,280

= 748351,08

ESA5 = (∑jenis kendaraan LHRT × VDF5) × 365 × DD × DL × R

= (566 × 1) × 365 × 0,5 × 1 × 28,280

= 748351,08

Untuk perhitungan beban selanjutnya dan tahun berikutnya dapat dilihat pada

Tabel 5.3 berikut ini.

58

58

Tabel 5.3 Prediksi Jumlah Kendaraan Selama Umur Rencana (20 Tahun)

Jenis Kendaraan R Jumlah Hari DD DL VDF4 VDF5 ESAL4 ESAL5

Gol 1, 2,

3, 4 28643 28,280 365 0,5 1 0 0 0 0

Gol 5a 245 28,280 365 0,5 1 0 0 0 0

Gol 5b 145 28,280 365 0,5 1 1,0 1,0 748.351 748.351

Gol 6a 250 28,280 365 0,5 1 0,55 0,5 709.643 645.130

Gol 6b 566 28,280 365 0,5 1 5,3 9,2 15.482.094 26.874.578

Gol 7a 59 28,280 365 0,5 1 8,2 14,4 2.496.912 4.384.821

Gol 7b 0 28,280 365 0,5 1 11,8 18,2 0 0

Gol 7c 24 28,280 365 0,5 1 11,0 19,8 1.362.515 2.452.527

CESA 20.799.515 35.105.407

Maka dari perhitungan Tabel 5.3 di atas didapat nilai:

1. CESA4 = 20.799.515 ESAL

2. CESA5 = 35.105.407 ESAL

58

59

5.2.2 Analisis Data Masukan

1. Menentukan detail beban sumbu dan roda

Dalam perhitungan metode mekanistik empirik dibutuhkan dimensi sumbu

kendaraan, tekanan ban, dan jarak ban pada roda ganda. Pada analisis ini nilai

detail beban sumbu dan roda diambil berdasarkan Gambar 3.16 yang merupakan

data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia menurut

Sukirman (1993), sebagai berikut.

a. Beban kendaraan sumbu standar adalah 18000 pon atau 8,16 ton,

b. Tekanan roda satu ban adalah 0,55 MPa = 5,5 kg/cm2,

c. Jari-jari bidang kontak adalah 110 mm atau 11 cm, dan

d. Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda adalah 33 cm.

2. Menentukan parameter tiap lapis perkerasan

Pada analisis material ini, untuk lapis permukaan digunakan bahan viskoelastik,

sedangkan untuk lapis pondasi dan tanah dasar diasumsikan berbahan linier

elastik sehingga parameter yang mempengaruhi hanya modulus elastis dan

Poisson’s Ratio dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Rekapitulasi Parameter Tiap Lapis Perkerasan

Lapis Permukaan Modulus Elastisitas 2.000.000 kPa

Poisson’s Ratio 0,3

Agregat Kelas A Modulus Elastisitas 315.00 kPa

Poisson’s Ratio 0,35

Agregat Kelas B Modulus Elastisitas 210.000 kPa

Poisson’s Ratio 0,35

Subgrade Modulus Elastisitas 150.000 kPa

Poisson’s Ratio 0,45

Sumber: Huang (2004)

60

5.2.3 Input Data

Berikut ini cara input ke program KENPAVE khususnya KENLAYER untuk

perhitungan tegangan dan regangan perkerasan lentur adalah sebagai berikut.

1. LAYERINP

Untuk melalukan input data, klik bagian menu LAYERINP seperti Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Tampilan Menu LAYERINP

(Sumber: Screen picture KENPAVE, diakses Tahun 2018)

Kemudian klik pada menu File lalu pilih New untuk memulai input data baru.

2. General

Pada menu General isi nilai-nilai berdasarkan data yang ada seperti Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Data Input General

Istilah Nilai Keterangan

Title Trial Diisi nama judul yang diinginkan

MATL 1 Pada analisis lapis perkerasan adalah

linier elastis

NDAMA 0 Tidak ada analisis kerusakan

NPY 1 Mengikuti KENPAVE

61

Lanjutan Tabel 5.5 Data Input General

Istilah Nilai Keterangan

NLG 1 Mengikuti KENPAVE

DEL 0,001 Standar akurasi

NL 4

Jumlah lapisan perkerasan pada

analisis adalah 6 (Surface, Base,

Subbase dan Subgrade)

NZ 12 Letak koordinat arah Z yang akan

dianalisis

ICL 80 Mengikuti KENPAVE

NSDT 9 Output berupa vertical displacement,

nilai tegangan dan nilai regangan.

NBOND 1 Semua lapisan saling terikat

NLBT 0

NLTC 0

NUNIT 1 Satuan SI (Standar Internasional)

3. Zcoord

Jumlah point yang ada dalam menu Zcoord sama dengan jumlah NZ pada menu

General. Letak titik respon struktur dilihat pada Gambar 5.3 dan letak titik

kerusakan dapat dilihat pada Gambar 5.4.

62

Gambar 5.3 Letak Titik Respon Struktur Perkerasan

Gambar 5.4 Letak Titik Tinjauan Kerusakan

Pada Gambar 5.4 di atas, titik nomor satu merupakan titik pada dasar lapisan

aspal, titik tersebut adalah analisis kerusakan fatigue cracking (retak lelah) dan

63

rutting (alur). Titik nomor dua merupakan titik yang terletak di permukaan lapis

subgrade, titik tersebut adalah letak analisis kerusakan permanent deformation

(deformasi permanen). Kedalaman yang ditinjau kerusakannya dapat dilihat

pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Data Input Zcoord

No Kedalaman

(cm) Keterangan

1 0 Permukaan AC-WC

2 0,001 AC-WC

3 17,499 Dasar AC-WC

4 17,5 Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas A

5 17,501 Lapis Pondasi Agregat Kelas A

6 37,499 Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas A

7 37,5 Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas B

8 37,501 Lapis Pondasi Agregat Kelas B

9 67,499 Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas B

10 67,5 Permukaan Subgrade

11 67,501 Subgrade

12 100 1 m di bawah lapis permukaan

AC-WC

4. Layer

Parameter yang harus dimasukkan ke dalam KENLAYER adalah tebal perkerasan

dan Poisson’s Ratio. Untuk nilai kedua parameter tersebut didapatkan dari

Huang (2004) dapat dilihat pada Tabel 5.7.

64

Tabel 5.7 Data Input Menu Layer

No Layer Thickness

(cm) Poisson’s Ratio Keterangan

1 17,5 0,3 Lapis Permukaan

2 20 0,35 LPA Kelas A

3 30 0,35 LPA Kelas B

4 ∞ 0,45 Subgrade

5. Moduli

Parameter yang harus dimasukkan dalam KENLAYER adalah modulus resilient

atau modulus elastisitas yang diambil dari Tabel 3.6, dengan Gambar 5.3

modulus elastisitas pada masing-masing lapisan dapat dilihat pada Tabel 5.8

berikut.

Tabel 5.8 Data Input Moduli

No E (kPa) Keterangan

1 2.000.000 Lapis Permukaan

2 315.000 LPA Kelas A

3 210.000 LPA Kelas B

4 150.000 Subgrade

Sumber: Huang (2004)

6. Load

Berikut merupakan cara menentukan data Load pada KENLAYER.

a. Load = 1 (single axle road, roda gandar tunggal)

Digunakan beban sumbu standar 8160 kg

b. CR

Berdasarkan nilai jarak antar ban = 11 cm

c. CP

Berdasarkan nilai tekanan ban = 0,55 MPa = 550 kPa

d. YW dan XW

65

Nilai YW dan XW ditentukan berdasarkan Gambar 5.5 berikut.

Gambar 5.5 Plan View Of Multiple Wheels

(Sumber: Huang, 2004)

Pada analisis ini karena roda merupakan single axle with dual tires, maka nilai

YW sebesar 33 dan XW sebesar 0.

Nilai NPT adalah 3 karena koordinat yang ditinjau adalah 3. Sehingga, nilai

koordinat tinjauan berdasarkan jenis roda dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan

Tabel 5.9 berikut.

Gambar 5.6 Koordinat Tinjauan Berdasarkan Jenis Roda

66

Tabel 5.9 Data Input NPT

Koordinat

Tinjuan Koordinat (cm)

1 0

2 10

3 16,5

Data yang telah diisi pada semua tampilan menu, selanjutnya disimpan

kemudian kembali ke menu utama. Data akan dieksekusi dengan klik menu

KENLAYER. Setelah itu kembali ke menu utama dan untuk melihat hasil nilai

tegangan dan regangan pilih menu Editor, buka nama file untuk melihat hasilnya.

5.2.4 Hasil Analisis KENLAYER

Output dari analisis menggunakan KENLAYER adalah nilai tegangan dan

regangan yang terjadi pada perkerasan lentur jalan. Hasil analisis KENLAYER untuk

single axle load (roda gandar tunggal), respon yang dapat diidentifikasi dan dapat

dianalisis hanya vertical compressive strain yang terdapat di permukaan tanah dasar

dan horizontal tensile strain yang terletak di bawah aspal. Tabel 5.10 berikut

merupakan output tegangan dan regangan ketika struktur perkerasan jalan sudah

dibebani berdasarkan koordinat yang ditinjau pada Gambar 5.6.

Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER

No.

Koordinat Koordinat Vertikal

Horizontal

Displacement

Vertical

Displacement

1

0 Stress 0,02657 550

Strain 0,0001441 0,0000343

0,001 Stress 0,02703 548,493

Strain 0,0001325 0,00006543

17,499 Stress 0,02454 121,544

Strain -0,0001575 0,0001562

17,5 Stress 0,02454 121,537

Strain -0,0001576 0,0001562

17,501 Stress 0,02454 121,531

67

Lanjutan Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER

No.

Koordinat Koordinat Vertikal

Horizontal

Displacement

Vertical

Displacement

Strain -0,0001576 0,0003799

37,499 Stress 0,01945 48,244

Strain -0,0001038 0,0001891

37,5 Stress 0,01945 48,243

Strain -0,0001038 0,0001891

37,501 Stress 0,01945 48,241

Strain -0,0001038 0,0002368

67,499 Stress 0,01439 21,774

Strain -0,00006601 0,0001293

67,5 Stress 0,01439 21,773

Strain -0,00006601 0,0001293

67,501 Stress 0,01439 21,773

Strain -0,000066 0,0001366

100 Stress 0,01096 12,651

Strain -0,00003806 0,00008128

2

0 Stress 0,02694 550

Strain 0,0001158 0,000009181

0,001 Stress 0,02688 556,297

Strain 0,0001225 0,00006591

17,499 Stress 0,02526 110,612

Strain -0,0001595 0,0001311

17,5 Stress 0,02526 110,607

Strain -0,0001595 0,0001311

17,501 Stress 0,02526 110,607

Strain -0,0001595 0,0003318

37,499 Stress 0,02017 51,925

Strain -0,0001108 0,0002043

37,5 Stress 0,01472 51,925

Strain -0,0001108 0,0002043

37,501 Stress 0,02017 51,922

Strain -0,0001108 0,0002557

67,499 Stress 0,000001472 22,997

Strain -0,00006858 0,0001375

67,5 Stress 0,01472 22,996

Strain -0,00006858 0,0001375

67,501 Stress 0,01472 22,996

68

Lanjutan Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER

No.

Koordinat Koordinat Vertikal

Horizontal

Displacement

Vertical

Displacement

Strain -0,06857 0,0001475

100 Stress 0,01111 13,081

Strain -0,00003891 0,00008458

3

0 Stress 0,0265 0

Strain 0,00009791 -0,00001254

0,001 Stress 0,02551 -2,029

Strain -0,0002024 -0,00007811

17,499 Stress 0,02526 102,177

Strain -0,0001564 0,0001147

17,5 Stress 0,02526 102,175

Strain -0,0001564 0,0001147

17,501 Stress 0,02526 102,172

Strain -0,0001564 0,0002985

37,499 Stress 0,0203 52,459

Strain -0,000112 0,0002064

37,5 Stress 0,0203 52,457

Strain -0,000112 0,0002064

37,501 Stress 0,0203 52,455

Strain -0,000112 0,0002582

67,499 Stress 0,01479 23,227

Strain -0,00006906 0,0001391

67,5 Stress 0,01479 23,227

Strain -0,00006906 0,0001391

67,501 Stress 0,01479 23,226

Strain -0,00006906 0,0001474

100 Stress 0,01114 13,162

Strain -0,00003906 0,00008519

Berdasarkan Tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak

koordinat roda maka regangan vertikal pada dasar lapis permukaan akan semakin

kecil, sedangkan regangan horizontal akan semakin besar, dan regangan vertikal

pada subgrade juga akan semakin besar. Nilai tersebut mempengaruhi besar repetisi

beban yang disebabkan oleh roda gandar tunggal.

69

Nilai tegangan dan regangan pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12 merupakan

tegangan dan regangan terbesar dari setiap layer sub program KENLAYER.

Tabel 5.11 Rekapitulasi Respon Struktur Perkerasan Eksisting

Lokasi Kedalaman

(cm)

Respon Struktur

Perkerasan Eksisting

No.

Koordinat

AC-WC 0,001 σr0 (kpa) = 0,02703 1

Dasar AC-WC 17,499 σr1 (kpa) = 0,02526 2

εt = 0,0001595 2

Lapis Pondasi Agregat

Kelas A 17,501

σz (kpa) = 121,531 1

σ'r1 (kpa) = 0,02526 2

Dasar Lapis Pondasi

Agregat Kelas A 37,499 σr2 (kpa) = 0,0203 3

Lapis Pondasi Agregat

Kelas B 37,501

σz (kpa) = 52,455 3

σ'r2 (kpa) = 0,0203 3

Dasar Lapis Pondasi

Agregat Kelas B 67,499 σr3 (kpa) = 0,01479 3

Permukaan Subgrade 67,501

σz (kpa) = 23,226 3

σ'r3 (kpa) = 0,01479 3

εc = 0,0001475 2

1 m di bawah lapis

permukaan AC-WC 100

σz (kpa) = 13,162 3

σr100 (kpa) = 0,01114 3

Tabel 5.12 Rekapitulasi Nilai Vertical Strain dan Horizontal Strain

Perkerasan Eksisting

No.

Koordinat

Vertical Strain

pada kedalaman

17,499 cm

Vertical Strain

pada kedalaman

67,501 cm

Horizontal Strain

pada kedalaman

17,499 cm

1 0,0001562 0,0001366 0,0001575

2 0,0001311 0,0001475 0,0001595

3 0,0001147 0,0001474 0,0001564

Max 0,0001562 0,0001475 0,0001595

Setelah nilai tegangan dan regangan diperoleh, yang dilakukan selanjutnya

adalah analisis kerusakan fatigue cracking, permanent deformation dan rutting

dalam menentukan jumlah repetisi beban. Repetisi beban dilakukan dengan cara

menghitung nilai Nf (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban

70

pengulangan untuk mengontrol fatigue cracking), Nr (jumlah nilai beban

pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol rutting), dan Nd

(jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk

mengontrol permanent deformation) harus lebih besar dari CESA yang telah

diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari Asphalt Institute.

1. Perhitungan Nf, Nr dan Nd

a. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking

Nf = 0,0796 (εt)-3,921 | E*|-0,854

= 0,0796 (0,0001595)-3,921 |2.000.000|-0,854

= 256.335.524 ESAL

b. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan rutting

Nr = f4 (εc)-f

5

= 1,365×10-9 (0,0001562)-4,477

= 149.976.316 ESAL

c. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation

Nd = f4 (εc)-f

5

= 1,365×10-9 (0,0001475)-4,477

= 193.843.292 ESAL

2. Kontrol prediksi umur pelayanan jalan dengan program KENPAVE

Dari hasil analisis program KENLAYER didapatkan bahwa perkerasan Jalan

Gading – Gledag akan mengalami kerusakan fatigue cracking setelah dilewati

beban repetisi sebanyak 256.335.524 ESAL, kerusakan rutting setelah dilewati

beban repetisi sebanyak 149.976.316 ESAL, dan permanent deformation

sebanyak 193.843.292 ESAL. Dengan nilai CESA pada kerusakan-kerusakan

tersebut dapat diperoleh umur perkerasan dengan data-data yang ada di Bina

Marga 2017, seperti LHR, VDF, faktor distribusi arah, faktor distribusi lajur dan

juga nilai faktor pertumbuhan lalu lintas. Berikut uraiannya.

a. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan fatigue cracking

CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅

0,01𝑖

71

256335524 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

UR = 61 tahun

b. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan rutting

CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅

0,01𝑖

149976316 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

UR = 48 tahun

72

c. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan permanent

deformation

CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅

0,01𝑖

193843292 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1

0,01 × 3,5]

UR = 54 tahun

Berdasarkan hasil analisis di atas, evaluasi desain perkerasan eksisting

menggunakan sub program KENLAYER dapat disimpulkan bahwa jumlah repetisi

beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking adalah sebesar 256.335.524 ESAL,

berdasarkan kerusakan rutting sebesar 149.976.316 ESAL, dan berdasarkan

kerusakan permanent deformation sebesar 193.843.292 ESAL. Dari hasil tersebut

dapat diketahui bahwa repetisi beban pada kerusakan rutting (alur) lebih kecil

daripada repetisi beban pada kerusakan fatigue cracking dan permanent

deformation.

Setelah dilakukan prediksi umur pelayanan, Jalan Gading – Gledag akan

mengalami kerusakan fatigue cracking setelah 61 tahun, rutting setelah 48 tahun

dan permanent deformation setelah 54 tahun, melampaui angka umur rencana 20

73

tahun. Hal ini menunjukkan bahwa struktur perkerasan mampu mengakomodasi

beban lalu lintas.

Analisis beban lalu lintas pada jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan

fatigue cracking, rutting dan permanent deformation dapat dilihat pada Tabel 5.13

berikut.

Tabel 5.13 Analisis Beban Lalu Lintas

Beban Lalu Lintas

Rencana (Nrencana) Beban Repetisi (ESAL)

Analisis Beban Lalu

Lintas

35.105.407 ESAL Nf 256.335.524 Nf > Nrencana (Ya)

35.105.407 ESAL Nr 149.976.316 Nr > Nrencana (Ya)

35.105.407 ESAL Nd 193.843.292 Nd > Nrencana (Ya)

Berdasarkan Tabel 5.13 di atas dapat diketahui bahwa jumlah repetisi beban

berdasarkan kerusakan fatigue cracking (Nf), rutting (Nr), dan permanent

deformation (Nd) pada perkerasan eksisting lebih besar daripada beban lalu lintas

selama umur rencana.

5.3 Pengaruh Variasi Tebal Lapis Terhadap Respon Struktur Perkerasan

Lentur dan Beban Repetisi

Tebal lapisan yang dianalisis adalah lapisan permukaan, lapisan pondasi atas,

dan lapisan pondasi bawah. Ketebalan perkerasan eksisting lapis permukaan adalah

17,5 cm, lapis pondasi atas 20 cm, dan lapis pondasi bawah 30 cm. Setiap lapis

perkerasan struktur akan divariasikan ketebalannya. Variasi tebal lapisan dapat

dilihat pada Tabel 5.14, Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 berikut.

74

Tabel 5.14 Variasi Tebal Lapis Permukaan

Penambahan Tebal

Lapis Permukaan Variasi Tebal Lapis Permukaan (cm)

Lapis Permukaan 15,0 16,0 16,5 17,5 18,5 19,0 20

Lapis Pondasi Atas 20 20 20 20 20 20 20

Lapis Pondasi Bawah 30 30 30 30 30 30 30

Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞

Tabel 5.15 Variasi Tebal Lapis Pondasi Atas

Penambahan Tebal

Lapis Pondasi Atas Variasi Tebal Lapis Pondasi Atas (cm)

Lapis Permukaan 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5

Lapis Pondasi Atas 17 18 19 20 21 22 23

Lapis Pondasi Bawah 30 30 30 30 30 30 30

Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞

Tabel 5.16 Variasi Tebal Pondasi Bawah

Penambahan Tebal

Lapis Pondasi Bawah Variasi Tebal Lapis Pondasi Bawah (cm)

Lapis Permukaan 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5

Lapis Pondasi Atas 20 20 20 20 20 20 20

Lapis Pondasi Bawah 25,5 27 28,5 30 31,5 33 34,5

Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞

Berdasarkan 5.14 dengan menggunakan sub program KENLAYER,

rekapitulasi hasil respon struktur lapis permukaan dapat dilihat pada Tabel 5.17 dan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

75

75

Tabel 5.17 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Permukaan

15 16 16,5 17,5 18,5 19 20

Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02889 0,02810 0,02773 0,02703 0,02637 0,02606 0,02545

σr1 (kpa) 0,02738 0,02650 0,02608 0,02526 0,02451 0,02415 0,02346

εt 0,0001822 0,0001720 0,0001677 0,0001595 0,0001517 0,0001479 0,0001407

σz (kpa) 148,814 136,946 131,512 121,531 112,596 108,503 100,897

σ'r1 (kpa) 0,02738 0,02650 0,02608 0,02526 0,02451 0,02415 0,02346

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Aσr2 (kpa) 0,02172 0,02114 0,02085 0,0203 0,01978 0,01952 0,01903

σz (kpa) 60,175 56,914 55,372 52,455 49,747 48,467 46,041

σ'r2 (kpa) 0,02172 0,02113 0,02085 0,02030 0,01977 0,01952 0,01903

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Bσr3 (kpa) 0,01553 0,01523 0,01508 0,01479 0,01450 0,01437 0,01410

σz (kpa) 25,683 24,662 24,171 23,226 22,330 21,900 21,073

σ'r3 (kpa) 0,01553 0,01523 0,01508 0,01479 0,01450 0,01437 0,01410

εc 0,0001630 0,0001565 0,0001534 0,0001475 0,0001417 0,0001390 0,0001337

σz (kpa) 13,635 13,446 13,351 13,162 12,972 12,877 12,688

σr100 (kpa) 0,01132 0,01125 0,01121 0,01114 0,01107 0,01103 0,01096

Lapis Perkerasan

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Subgrade

Lokasi Respon StrukturTebal Lapis Permukaan (cm)

Permukaan Subgrade

1 m di bawah lapis permukaan

AC-WC

Dasar AC-WC

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas A

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas B

75

76

Berdasarkan Tabel 5.17 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta

regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal

lapis permukaan dapat dilihat pada Gambar 5.7, Gambar 5.8, dan Gambar 5.9

berikut.

Gambar 5.7 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis

Permukaan

Gambar 5.7 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap

nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC, permukaan

LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade, dan 1 m di

bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis permukaan maka akan semakin

kecil tegangan horizontal yang diperoleh.

Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA

memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA

dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan

subgrade. Namun variasi tebal lapis permukaan tidak mempengaruhi respon

struktur pada subgrade (1 m di bawah Permukaan AC-WC) karena tegangan

horizontal pada lapisan tersebut tidak mengalami penurunan yang terlalu besar.

77

Gambar 5.8 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis

Permukaan

Gambar 5.8 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap

nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan

subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis permukaan

maka tegangan vertikal pada lapisan tersebut akan semakin kecil. Variasi tebal lapis

permukaan diketahui mempengaruhi nilai tegangan vertikal pada lapis pondasi atas

karena pada lapisan tersebut nilai tegangan mengalami penurunan yang signifikan,

sedangkan untuk lapis subgrade variasi lapis permukaan tidak mengalami

penurunan yang terlalu besar pada tegangan vertikal yang terjadi.

Gambar 5.9 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal

Lapis Permukaan

78

Gambar 5.9 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap

nilai horizontal tensile strain (regangan tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC

dan nilai vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada lapis

permukaan subgrade. Semakin tebal lapis permukaan maka akan semakin kecil

nilai regangan tarik yang didapat. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-WC

berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan

rutting, sedangkan perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade

berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation.

Berdasarkan 5.15 dengan menggunakan sub program KENLAYER,

rekapitulasi hasil respon struktur lapis pondasi atas dapat dilihat pada Tabel 5.18

dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

79

79

Tabel 5.18 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Pondasi Atas

17 18 19 20 21 22 23

Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02740 0,02727 0,02715 0,02703 0,02691 0,02680 0,02669

σr1 (kpa) 0,02566 0,02553 0,02539 0,02526 0,02514 0,02502 0,02490

εt 0,0001614 0,0001607 0,0001601 0,0001595 0,0001590 0,0001585 0,0001580

σz (kpa) 120,340 120,766 121,163 121,531 121,876 122,197 122,498

σ'r1 (kpa) 0,02566 0,02553 0,02539 0,02526 0,02514 0,02502 0,02490

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Aσr2 (kpa) 0,02129 0,02095 0,02062 0,02030 0,01999 0,01968 0,01939

σz (kpa) 57,298 55,628 54,014 52,455 50,950 49,496 48,093

σ'r2 (kpa) 0,02129 0,02095 0,02062 0,0203 0,01999 0,01968 0,01939

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Bσr3 (kpa) 0,01535 0,01516 0,01497 0,01479 0,01461 0,01443 0,01426

σz (kpa) 24,898 24,322 23,765 23,226 22,705 22,200 21,711

σ'r3 (kpa) 0,01535 0,01516 0,01497 0,01479 0,01461 0,01443 0,01426

εc 0,0001573 0,0001539 0,0001506 0,0001475 0,0001443 0,0001413 0,0001383

σz (kpa) 13,301 13,253 13,206 13,162 13,118 13,076 13,035

σr100 (kpa) 0,01122 0,01119 0,01117 0,01114 0,01112 0,01109 0,01107

Lapis Perkerasan

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Subgrade

Lokasi Respon StrukturTebal Lapis Pondasi Atas (cm)

Dasar AC-WC

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas A

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas B

Permukaan Subgrade

1 m di bawah lapis permukaan

AC-WC

79

80

Berdasarkan Tabel 5.18 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta

regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal

lapis pondasi atas dapat dilihat pada Gambar 5.10, Gambar 5.11, dan Gambar 5.12

berikut.

Gambar 5.10 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis

Pondasi Atas

Gambar 5.10 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi atas

terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC,

permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade,

dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi atas maka akan

semakin kecil tegangan horizontal yang diperoleh.

Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA

memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA

dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan

subgrade. Variasi tebal pondasi atas diketahui mempengaruhi nilai tegangan pada

lapis permukaan LPB karena tegangan horizontal pada lapis tersebut mengalami

penurunan yang sedikit lebih besar dibanding lapisan lainnya.

81

Gambar 5.11 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis Pondasi

Atas

Gambar 5.11 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi atas

terhadap nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan

subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi atas

maka tegangan vertikal pada lapisan tersebut akan semakin besar. Variasi tebal

lapis pondasi atas diketahui tidak mempengaruhi lapisan di bawahnya karena

tegangan vertikal lapisan-lapisan tersebut mengalami penurunan.

Gambar 5.12 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal

Lapis Pondasi Atas

82

Gambar 5.12 di atas menunjukkan bahwa semakin tebal lapis pondasi atas

maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi tebal lapis pondasi atas

mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada

permukaan subgrade karena regangan menurun secara signifikan. Sedangkan

variasi tebal lapis pondasi atas tidak mempengaruhi horizontal tensile strain

(regangan tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC karena nilai regangan tidak

mengalami penurunan yang terlalu besar. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-

WC berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan

rutting, sedangkan perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade

berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation.

.

Berdasarkan Tabel 5.16 dengan menggunakan sub program KENLAYER,

rekapitulasi hasil respon struktur lapis pondasi bawah dapat dilihat pada Tabel 5.19

dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

83

83

Tabel 5.19 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Pondasi Bawah

25,5 27 28,5 30 31,5 33 34,5

Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02721 0,02714 0,02709 0,02703 0,02698 0,02692 0,02686

σr1 (kpa) 0,02545 0,02539 0,02532 0,02526 0,02521 0,02515 0,02510

εt 0,0001599 0,0001598 0,0001596 0,0001595 0,0001594 0,0001593 0,0001592

σz (kpa) 121,287 121,375 121,455 121,531 121,602 121,667 121,727

σ'r1 (kpa) 0,02545 0,02538 0,02532 0,02526 0,02521 0,02515 0,02509

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Aσr2 (kpa) 0,02049 0,02042 0,02036 0,0203 0,02024 0,02018 0,02013

σz (kpa) 51,965 52,138 52,302 52,455 52,600 52,735 52,863

σ'r2 (kpa) 0,02049 0,02042 0,02036 0,0203 0,0202 0,02018 0,02013

Dasar Lapis Pondasi Agregat

Kelas Bσr3 (kpa) 0,01556 0,01530 0,01504 0,01479 0,01454 0,01431 0,01408

σz (kpa) 25,612 24,780 23,985 23,226 22,501 21,808 21,145

σ'r3 (kpa) 0,01556 0,01530 0,01504 0,01479 0,01454 0,01431 0,01408

εc 0,0001621 0,0001569 0,0001521 0,0001475 0,0001429 0,0001386 0,0001345

σz (kpa) 13,243 13,215 13,188 13,162 13,136 13,111 13,086

σr100 (kpa) 0,01120 0,01118 0,01116 0,01114 0,01112 0,01111 0,01109

Lapis Perkerasan

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Subgrade

Lokasi Respon Struktur

1 m di bawah lapis permukaan

AC-WC

Tebal Lapis Pondasi Bawah (cm)

Dasar AC-WC

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas A

Permukaan Lapis Pondasi

Agregat Kelas B

Permukaan Subgrade

83

84

Berdasarkan Tabel 5.19 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta

regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal

lapis pondasi bawah dapat dilihat pada Gambar 5.13, Gambar 5.14, dan Gambar

5.15 berikut.

Gambar 5.13 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis

Pondasi Bawah

Gambar 5.13 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi bawah

terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC,

permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade,

dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi bawah maka

akan semakin kecil tegangan horizontal yang diperoleh.

Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA

memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA

dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan

subgrade. Variasi tebal pondasi bawah diketahui mempengaruhi nilai tegangan

pada lapis permukaan subgrade karena tegangan horizontal pada lapis tersebut

mengalami penurunan yang sedikit lebih besar dibanding lapisan lainnya.

85

Gambar 5.14 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis Pondasi

Bawah

Gambar 5.14 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi bawah

terhadap nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan

subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi

bawah maka tegangan vertikal pada lapisan LPB dan LPA akan semakin besar.

Variasi tebal lapis pondasi bawah diketahui tidak mempengaruhi lapisan subgrade

karena tegangan vertikal lapisan-lapisan tersebut mengalami penurunan.

Gambar 5.15 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal

Lapis Pondasi Bawah

86

Gambar 5.15 di atas menunjukkan bahwa semakin tebal lapis pondasi bawah

maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi tebal lapis pondasi bawah

mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada

permukaan subgrade karena regangan menurun secara drastis. Sedangkan variasi

tebal lapis pondasi bawah tidak mempengaruhi horizontal tensile strain (regangan

tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC karena nilai regangan hampir sama atau

tidak mengalami penurunan yang besar. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-

WC berpengaruh pada kerusakan fatigue cracking dan rutting, sedangkan

perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade berpengaruh pada kerusakan

permanent deformation.

Repetisi beban dilakukan dengan cara menghitung nilai Nf (jumlah nilai

beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol fatigue

cracking), Nr (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan

untuk mengontrol rutting), dan Nd (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan

beban pengulangan untuk mengontrol permanent deformation) harus lebih besar

dari CESA yang telah diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari

Asphalt Institute. Jumlah repetisi beban pada berbagai lapis perkerasan dan umur

perkerasan dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut.

87

Tabel 5.20 Repetisi Beban Berdasarkan Analisis Kerusakan Retak lelah,

Alur dan Deformasi Permanen beserta Umur Perkerasan

Variasi Tebal

Perkerasan* (cm)

Repetisi Beban

Umur Rencana*

Fatigue Cracking

(ESAL)

Rutting

(ESAL)

Permanent

Deformation

(ESAL)

Lapis Permukaan (LPA & LPB

konstan pada tebal

20 cm & 30 cm)

15 152.132.948 70.820.724 123.927.802

48 tahun 31 tahun 43 tahun

16 190.689.338 96.167.395 148.693.486

53 tahun 38 tahun 47 tahun

16,5 210.590.761 111.779.188 162.626.950

56 tahun 41 tahun 50 tahun

17,5 256.335.524 149.976.316 193.843.292

61 tahun 48 tahun 54 tahun

18,5 312.024.711 199.837.784 231.979.620

66 tahun 55 tahun 58 tahun

19 344.657.903 230.519.393 252.845.594

68 tahun 58 tahun 60 tahun

20 419.152.726 303.955.497 300.913.964

74 tahun 65 tahun 65 tahun

Lapis Pondasi

Atas (LP & LPB

konstan pada tebal

17,5 cm & 30 cm)

17 244.705.488 146.585.127 145.337.659

60 tahun 47 tahun 47 tahun

18 248.911.636 147.845.719 160.274.839

60 tahun 47 tahun 49 tahun

19 252.589.352 149.119.599 176.607.951

60 tahun 47 tahun 51 tahun

20 256.335.524 149.976.316 193.843.292

61 tahun 48 tahun 54 tahun

21 259.510.735 151.272.712 213.844.107

61 tahun 48 tahun 56 tahun

22 262.735.464 152.144.597 234.934.173

61 tahun 48 tahun 59 tahun

23 266.010.643 153.022.636 258.625.743

62 tahun 48 tahun 61 tahun

Lapis Pondasi

Bawah (LP & LPA

konstan pada tebal

17,5 cm & 20 cm)

25,5 253.830.395 149.119.599 127.038.130

61 tahun 47 tahun 44 tahun

27 254.453.786 149.547.207 147.003.858

61 tahun 48 tahun 47 tahun

28,5 255.706.343 149.547.207 168.942.984

61 tahun 48 tahun 50 tahun

30 256.335.524 149.976.316 193.843.292

88

Lanjutan Tabel 5.20 Repetisi Beban Berdasarkan Analisis Kerusakan Retak

lelah, Alur dan Deformasi Permanen beserta Umur Perkerasan

Variasi Tebal

Perkerasan* (cm)

Repetisi Beban

Umur Rencana*

Fatigue Cracking

(ESAL)

Rutting

(ESAL)

Permanent

Deformation

(ESAL)

61 tahun 48 tahun 54 tahun

31,5 256.966.648 150.406.933 223.384.669

61 tahun 48 tahun 57 tahun

33 257.599.725 150.839.063 256.128.950

61 tahun 48 tahun 61 tahun

34,5 258.234.760 150.839.063 292.983.380

61 tahun 48 tahun 64 tahun

*Catatan: Lapis perkerasan yang tidak dianalisis memiliki ketebalan yang sama dengan tebal

perkerasan eksisting.

Asumsi angka pertumbuhan lalu lintas = 3,5% per tahun, sesuai MDPJ 2017 Tabel 3.2

untuk Pulau Jawa

Pada Tabel 5.13 telah menjelaskan bahwa perkerasan eksisting dengan tebal

lapis permukaan 17,5 cm, lapis pondasi atas 20 cm, dan lapis pondasi bawah 30 cm

sehingga didapat repetisi beban untuk kerusakan retak lelah sebesar 256.335.524

ESAL, untuk kerusakan alur 149.976.316 ESAL dan untuk kerusakan deformasi

permanen 193.843.292 ESAL. Tebal perkerasan eksisting tersebut memiliki beban

repetisi yang lebih besar dari beban kendaraan selama umur rencana sebesar

35.105.407 ESAL. Kemudian dilakukan variasi tebal lapis perkerasan untuk

mengetahui efek tebal lapisan pada setiap lapis sehingga diketahui besar repetisi

beban pada kerusakan retak lelah, alur dan deformasi permanen.

Tabel 5.20 menunjukkan pengaruh variasi tebal lapis permukaan, lapis

pondasi atas dan lapis pondasi bawah terhadap nilai repetisi beban berdasarkan

kerusakan lelah retak lelah, alur dan deformasi permanen serta umur rencana

perkerasan. Diketahui semakin tebal lapis perkerasan maka jumlah repetisi beban

berdasarkan kerusakan yang dianalisis akan semakin besar sehingga umur rencana

juga akan semakin besar. Seluruh variasi tebal perkerasan di atas memiliki beban

repetisi yang lebih besar daripada beban kendaraan selama umur rencana sebesar

89

35.105.407 ESAL. Tetapi dari ketiga variasi tebal lapis perkerasan, hanya variasi

tebal pada lapis permukaan yang berdampak besar pada jumlah repetisi beban. Oleh

karena itu Tabel 5.20 dapat digunakan sebagai referensi pemilihan struktur

perkerasan empat lapis dengan material linear elastis berdasarkan nilai repetisi

beban yang diinginkan. Namun bila struktur perkerasan menggunakan material

viskoelatis maka jumlah repetisi beban yang dihasilkan akan berbeda.

5.4 Pengaruh Variasi Modulus Elastisitas Terhadap Respon Struktur

Perkerasan Lentur dan Beban Repetisi

Nilai modulus elastisitas yang dianalisis adalah lapisan pondasi atas dan

lapisan pondasi bawah. Nilai-nilai tersebut diasumsikan dan diambil dari Tabel 3.6.

Lapis permukaan tidak dianalisis karena menggunakan bahan perkerasan yang

sama yaitu berbahan aspal beton. Simulasi 1 merupakan nilai modulus awal lapis

permukaan sebesar 2.000.000 kPa, lapis pondasi atas 315.000 kPa, dan lapis

pondasi bawah 210.000 kPa. Simulasi 2 – 4 merupakan variasi modulus elastisitas

pada pondasi atas, sedangkan Simulasi 5 – 7 merupakan variasi modulus elastisitas

pada pondasi bawah. Modulus elastisitas divariasikan berdasarkan bahan

perkerasan seperti pada Tabel 2.21, Tabel 2.22 dan Tabel 2.23 berikut.

Tabel 5.21 Nilai Modulus Elastisitas Pada Lapis Perkerasan Eksisting

Lapis Perkerasan

Lapis Permukaan

Simulasi 1

Bahan E (kPa)

Aspal Beton 2.000.000

Lapis Permukaan Aspal Beton 2.000.000

Lapis Pondasi Atas Unbound Granular

Materials 315.000

Lapis Pondasi

Bawah

Unbound Granular

Materials 210.000

Subgrade Fine Grained/Natural

Subgrade Materials 150.000

Sumber: Huang (2004)

90

Tabel 5.22 Variasi Modulus Elastisitas Pada Lapis Pondasi Atas

Lapis

Perkerasan

Lapis Pondasi Atas

Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4

Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)

Cement Treated

Granular Base 500.000

Asphalt Treated

Base 1.500.000

Cement Agregat

Mixture 3.500.000

Lapis

Permukaan Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000

Lapis

Pondasi Atas

Cement Treated

Granular Base 500.000

Asphalt Treated

Base 800.000

Cement Agregat

Mixture 3.500.000

Lapis

Pondasi Bawah

Unbound

Granular

Materials

210.000

Unbound

Granular

Materials

210.000

Unbound

Granular

Materials

210.000

Subgrade

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Sumber: Huang (2004)

Tabel 5.23 Variasi Modulus Elastisitas Pada Pondasi Bawah

Lapis

Perkerasan

Lapis Pondasi Bawah

Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7

Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)

Lime Stabilized 140.000

Bituminous

Stabilized

Mixture

380.000 Cement Agregat

Mixture 3.500.000

Lapis Permukaan

Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000

Lapis

Pondasi Atas

Unbound

Granular

Materials

315.000

Unbound

Granular

Materials

315.000

Unbound

Granular

Materials

315.000

Lapis

Pondasi Bawah

Lime Stabilized 140.000

Bituminous

Stabilized

Mixture

380.000 Cement Agregat

Mixture 3.500.000

Subgrade

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Fine

Grained/Natural

Subgrade

Materials

150.000

Sumber: Huang (2004)

Dari ketiga Tabel 5.1, Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 di atas, dengan menggunakan

Program KENPAVE, rekapitulasi hasil respon struktur dapat dilihat pada Tabel 5.26

dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.

91

91

Tabel 5.24 Rekapitulasi Respon Struktur pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas

Lapis

Perkerasan Lokasi

Respon

Struktur

Variasi Modulus Elastisitas

Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah

Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7

Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)

Aspal

Beton 2.000.000

Cement

Treated

Granular

Base

500.000

Asphalt

Treated

Base

1.500.000

Cement

Agregat

Mixture

3.500.000 Lime

Stabilized 140.000

Bituminous

Stabilized

Mixture

380.000

Cement

Agregat

Mixture

3.500.000

Lapis

Permukaan

Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02703 0,02488 0,02295 0,01845 0,02901 0,02465 0,01931

Dasar AC-WC σr1 (kpa) 0,02526 0,02295 0,02089 0,01608 0,02738 0,02272 0,01701

εt 0,0001595 0,0001230 0,0000880 0,0000102 0,0001657 0,0001513 0,0001346

Lapis

Pondasi Atas

Permukaan Lapis

Pondasi Agregat Kelas

A

σz (kpa) 121,531 140,050 160,340 222,661 117,330 127,390 142,157

σ'r1 (kpa) 0,02526 0,02295 0,02089 0,01608 0,02738 0,02272 0,01701

Dasar Lapis Pondasi

Agregat Kelas A σr2 (kpa) 0,0203 0,01940 0,01841 0,01539 0,02237 0,01778 0,01173

Lapis

Pondasi

Bawah

Permukaan Lapis

Pondasi Agregat Kelas

B

σz (kpa) 52,455 49,079 44,604 29,981 47,319 59,737 83,153

σ'r2 (kpa) 0,02030 0,01940 0,01841 0,01539 0,02237 0,01778 0,01173

Dasar Lapis Pondasi

Agregat Kelas B σr3 (kpa) 0,01479 0,01421 0,01366 0,01217 0,01506 0,01421 0,01120

Subgrade

Permukaan Subgrade

σz (kpa) 23,226 21,525 19,845 15,352 23,447 22,167 14,077

σ'r3 (kpa) 0,01479 0,01421 0,01366 0,01217 0,01506 0,01421 0,01120

εc 0,0001475 0,00013770 0,00012610 0,00009005 0,00014620 0,00013920 0,00006934

1 m di bawah lapis

permukaan AC-WC

σz (kpa) 13,162 12,319 11,576 9,759 13,532 12,529 9,243

σr100

(kpa) 0,01114 0,01081 0,01052 0,009800 0,011400 0,010760 0,009250

91

92

Berdasarkan Tabel 5.24 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta

regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi modulus

elastisitas dapat dilihat pada Gambar 5.16 sampai Gambar 5.21 berikut.

Gambar 5.16 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Modulus

Elastisitas Lapis Pondasi Atas

Gambar 5.16 di atas menunjukkan pengaruh variasi modulus elastisitas lapis

pondasi atas terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC,

dasar AC-WC, permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB,

permukaan subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin besar

modulus elastisitas bahan pada pondasi atas maka akan semakin kecil tegangan

horizontal yang diperoleh.

Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA

memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA

dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan

subgrade. Namun variasi modulus elastisitas lapis pondasi atas tidak

mempengaruhi respon struktur pada lapisan subgrade karena tegangan horizontal

tidak mengalami penurunan yang terlalu besar.

93

Gambar 5.17 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas

Lapis Pondasi Atas

Gambar 5.17 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap

nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA (17,501 cm), permukaan LPB (37,501

cm), permukaan subgrade (67,501 cm), dan 1 m di bawah permukaan AC-WC.

Semakin besar modulus elastisitas bahan pada pondasi atas maka tegangan vertikal

pada lapisan tersebut akan semakin besar. Namun variasi modulus pada pondasi

atas tidak mempengaruhi respon struktur untuk lapisan di bawah pondasi atas

karena tegangan vertikal pada lapis pondasi bawah dan subgrade mengalami

penurunan.

Gambar 5.18 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Modulus

Elastisitas Lapis Pondasi Atas

94

Gambar 5.18 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas

pada lapis pondasi atas maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi modulus

elastisitas lapis pondasi atas disimpulkan mempengaruhi horizontal tensile strain

(regangan tarik horizontal) pada kedalaman 17,499 cm (Dasar AC-WC). Simulasi 4

berbahan Cement Aggregate Mixture dengan modulus elastisitas yang cukup besar

yaitu 3.500.000 kPa maka regangan menurun secara drastis. Variasi modulus

elastisitas juga mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal)

pada kedalaman 67,501 cm (subgrade) namun penurunan regangan tidak sebesar

penurunan pada kedalaman 17,499 cm (Dasar AC-WC).

Gambar 5.19 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Modulus

Elastisitas Lapis Pondasi Bawah

Gambar 5.19 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas

maka nilai tegangan horizontal akan semakin kecil. Simulasi 5 berbahan Lime

Stabilized dengan modulus elastisitas 140.000 kPa lebih kecil daripada modulus

elastisitas perkerasan eksisting yang berbahan Unbound Granular Material dengan

modulus elastisitas 210.000 kPa.

Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA

memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA

dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan

subgrade. Variasi modulus elastisitas disimpulkan mempengaruhi nilai regangan

95

pada lapis AC-WC sampai lapis pondasi bawah, namun tidak mempengaruhi lapisan

subgrade karena nilai regangan tidak mengalami penurunan yang terlalu besar

seperti lapisan-lapisan di atasnya.

Gambar 5.20 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas

Lapis Pondasi Bawah

Gambar 5.20 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas

pada lapis pondasi bawah, maka tegangan vertikal pada lapis pondasi atas dan lapis

pondasi bawah akan semakin besar. Simulasi 7 memiliki modulus yang cukup besar

yaitu 3.500.000 kPa karena lapisan berbahan Cement Aggregate Mixture, oleh

karena itu regangan vertikal pada simulasi tersebut mengalami kenaikan yang

cukup tinggi. Sedangkan lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah mengalami

kenaikan pada berbagai variasi modulus elastisitas, lapisan subgrade tidak

mengalami perubahan karena tegangan vertikal hampir sama atau tidak menurun

terlalu besar.

96

Gambar 5.21 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Modulus

Elastisitas Lapis Pondasi Bawah

Gambar 5.21 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas

pada lapis pondasi bawah maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi modulus

elastisitas lapis pondasi bawah disimpulkan mempengaruhi vertical compressive

strain (regangan tekan vertikal) pada kedalaman 67,501 cm (subgrade). Simulasi 7

berbahan Cement Aggregate Mixture dengan modulus 3.500.000 kPa maka

regangan menurun secara drastis. Variasi modulus elastisitas juga mempengaruhi

horizontal tensile strain (regangan tarik horizontal) pada kedalaman 17,499 cm

(Dasar AC-WC) namun penurunan regangan tarik tidak sebesar penurunan pada

kedalaman 67,501 cm (subgrade).

Repetisi beban dilakukan dengan cara menghitung nilai Nf (jumlah nilai

beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol fatigue

cracking), Nr (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan

untuk mengontrol rutting), dan Nd (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan

beban pengulangan untuk mengontrol permanent deformation) harus lebih besar

dari CESA yang telah diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari

Asphalt Institute. Jumlah repetisi beban pada berbagai lapis perkerasan dan umur

perkerasan dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut. Jumlah repetisi beban pada variasi

modulus elastisitas dapat dilihat pada Tabel 5.25 berikut.

97

97

Tabel 5.25 Repetisi Beban Berdasarkan Kerusakan Retak lelah, Alur dan Deformasi Permanen pada Berbagai Variasi

Modulus Elastisitas

Repetisi Beban

Umur Rencana*

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas*

(LP & LPB konstan pada modulus elastisitas 2.000.000 kPa & 105.000

kPa)

Lapis Pondasi Bawah*

(LP & LPA konstan pada modulus elastisitas 2.000.000 kPa & 315.000

kPa)

Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7

Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)

Aspal

Beton 2.000.000

Cement

Treated

Granular

Base

500.000

Asphalt

Treated

Base

1.500.000

Cement

Agregat

Mixture

3.500.000 Lime

Stabilized 140.000

Bituminous

Stabilized

Mixture

380.000

Cement

Agregat

Mixture

3.500.000

Fatigue Cracking

(ESAL)

256.335.524 710.093.455 2.641.824.440 12.286.933.753.198 220.734.337 315.271.719 498.709.650

61 tahun 88 tahun 125 tahun 370 tahun 57 tahun 66 tahun 78 tahun

Rutting (ESAL) 149.976.316 254.480.794 450.106.063 1.765.668.014 137.731.589 167.952.002 206.060.633

48 tahun 61 tahun 76 tahun 114 tahun 46 tahun 50 tahun 55 tahun

Permanent

Deformation (ESAL)

193.843.292 263.709.273 391.049.026 1.765.668.014 201.680.200 251.223.230 5.689.158.216

54 tahun 61 tahun 72 tahun 114 tahun 55 tahun 60 tahun 147 tahun

*Catatan: Lapis perkerasan yang tidak dianalisis memiliki modulus elastisitas yang sama dengan modulus elastisitas perkerasan eksisting (Simulasi 1).

Asumsi angka pertumbuhan lalu lintas = 3,5% per tahun, sesuai MDPJ 2017 Tabel 3.2 untuk Pulau Jawa

97

98

Simulasi 1 merupakan modulus elastisitas yang digunakan pada perkerasan

eksisting, lapis permukaan menggunakan bahan aspal beton dengan modulus

sebesar 2.000.000 kPa, lapis pondasi atas merupakan unbound granular materials

sebesar 315.000 kPa dan lapis pondasi bawah merupakan unbound granular

materials sebesar 210.000 kPa. Tabel 5.13 merupakan hasil repetisi beban untuk

modulus elastisitas perkerasan eksisting berdasarkan kerusakan retak lelah sebesar

256.335.524 ESAL, kerusakan alur 149.976.316 ESAL dan kerusakan deformasi

permanen 193.843.292 ESAL. Kemudian dilakukan variasi modulus elastisitas lapis

pondasi atas dan pondasi bawah untuk mengetahui efek modulus pada setiap lapis

sehingga diketahui besar repetisi beban pada kerusakan retak lelah, alur dan

deformasi permanen.

Tabel 5.25 di atas menunjukkan pengaruh variasi modulus elastisitas terhadap

nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan retak lelah, alur dan deformasi permanen

serta umur perkerasan. Diketahui semakin besar modulus elastisitas maka jumlah

repetisi beban berdasarkan kerusakan yang dianalisis dan umur perkerasan akan

semakin besar. Seluruh variasi modulus elastisitas di atas memiliki beban repetisi

yang lebih besar daripada beban kendaraan selama umur rencana sebesar

35.105.407 ESAL. Oleh karena itu Tabel 5.25 dapat digunakan sebagai referensi

pemilihan struktur perkerasan empat lapis berdasarkan nilai repetisi beban yang

diinginkan.

Variasi modulus elastisitas pada lapis pondasi atas diketahui mempengaruhi

repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking (retak lelah) pada Simulasi

4 menggunakan bahan cement aggregate mixture sebesar 3.500.000 kPa, sedangkan

variasi modulus elastisitas pada pondasi bawah diketahui mempengaruhi repetisi

beban berdasarkan kerusakan permanent deformation pada Simulasi 7

menggunakan bahan cement aggregate mixture sebesar 3.500.000 kPa. Bila ingin

memperbesar nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan

rutting, pondasi atas lebih baiknya memiliki nilai modulus elastisitas yang besar

atau bila ingin memperbesar nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent

deformation, pondasi bawah lebih baiknya memiliki nilai modulus elastisitas yang

besar.