bab v analisis dan pembahasan - dspace home
TRANSCRIPT
54
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Data Studi Simulasi
5.1.1 Data Lalu Lintas
Data lalu lintas ruas Jalan Gading – Gledag adalah data sekunder yang didapat
dari laporan satuan kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional
D.I.Yogyakarta tahun anggaran 2015. Jalan Gading – Gledag dibangun sebagai
pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Bantul. Jalan Gading – Gledag
merupakan jalan nasional dengan lebar 7 meter, memiliki 2 lajur dengan 2 arah.
Hasil perhitungan lalu lintas berdasarkan golongan kendaraan dapat dilihat pada
Tabel 5.1 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 5.1 Perhitungan Lalu Lintas Ruas Jalan Gading – Gledag
No Jenis Kendaraan LHR 2017
1 Sepeda Motor, Mobil Penumpang,
Angkutan Umum, Pick-Up, Station Wagon 28643
2 Bus Besar dan Kecil Golongan 5a 245
3 Bus Besar dan Kecil Golongan 5b 145
4 Truk 2as Golongan 6a 250
5 Truk 2as Golongan 6b 566
6 Truk 2as Golongan 7a 59
7 Truk 2as Golongan 7b 0
8 Truk 2as Golongan 7c 24
Sumber: Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta (2017)
5.1.2 Data Nilai CBR
Data nilai CBR adalah data sekunder yang didapat dari Perencanaan dan
Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta. Tabel Pengujian CBR menggunakan
Dinamic Cone Penetrometer (DCP) dapat dilihat pada Lampiran 2.
55
5.1.3 Data Tebal Perkerasan Eksisting
Ruas Jalan Gading – Gledag merupakan jalan yang dibangun pada tahun 2015
dengan jenis penanganan yaitu peningkatan struktur. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta, tebal
perkerasan Jalan Gading – Gledag dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut.
Gambar 5.1 Tebal Perkerasan Eksisting Ruas Jl. Gading – Gledag
Sumber: Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta (2017)
5.2 Evaluasi Desain Perkerasan Eksisting
Dengan data tebal perkerasan yang diperoleh dari Perencanaan dan
Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta, maka dapat langsung diolah ke
program KENPAVE untuk mengetahui kerusakan yang akan terjadi.
5.2.1 Analisis Beban Lalu Lintas
Perancangan beban lalu lintas menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan
Nomor 04/SE/Db/2017 memerlukan beberapa tahap penyelesaian. Adapun tahapan
dari metode ini adalah sebagai berikut.
1. Umur rencana jalan
Berdasarkan Tabel 3.1, untuk jenis perkerasan lentur dengan elemen perkerasan
aspal menggunakan umur rencana 20 tahun dari tahun 2015 sehingga akan habis
masa pelayanan pada tahun 2035.
2. Nilai faktor laju pertumbuhan lalu lintas (i)
Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa Jalan Gading – Gledag termasuk
kelas kolektor rural daerah Jawa sehingga faktor pertumbuhan lalu lintas (i)
adalah 3,50%.
56
3. Nilai faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R)
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dapat dihitung
menggunakan Persamaan 3.1 berikut.
R =(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅 − 1
0,01𝑖
=(1 + 0,01 × 3,50)20 − 1
0,01 × 3,50
= 28,280%
4. Nilai faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi laju (DL)
Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar
standar (ESA) dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor
distribusi lajur kendaraan niaga (DL). Untuk Jalan Gading – Gledag yang
menggunakan sistem dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil
0,50. Sedangkan untuk faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL), Jalan
Gading – Gledag bernilai 1 didasarkan pada Tabel 3.3 adalah 100% karena
jumlah lajur per arah adalah 1.
5. Perkiraan faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor)
Untuk menghitung faktor kerusakan jalan atau yang biasa disebut dengan
Vehicle Damage Factor (VDF) perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu
kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang ada. Pada Manual Desain
Perkerasan Jalan Lentur No. 02/M/BM/2017, VDF dibedakan menjadi VDF4 dan
VDF5 sehingga nantinya akan membedakan hasil Beban Sumbu Standar
Kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) menjadi CESA4
dan CESA5. CESA4 digunakan untuk menentukan pemilihan jenis perkerasan
sedangankan CESA5 digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur
berdasarkan bagan desain yang disediakan Manual Desain Perkerasan Jalan
Lentur No. 02/M/BM/2017. Untuk menentukan nilai VDF dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis kendaraan yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Berdasarkan
Tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa masing-masing klasifikasi tiap kelas jalan
memiliki VDF4 dan VDF5 yang berbeda-beda dan dapat dilihat pada Tabel 5.2
berikut.
57
Tabel 5.2 Rekapitulasi Nilai VDF4 dan VDF5
Kode Jenis Kendaraan VDF4 VDF5
2, 3, 4
Sepeda Motor, Mobil Penumpang,
Angkutan Umum, Pick-Up,
Station Wagon
0 0
5a Bus Besar dan Kecil Golongan 5a 0 0
5b Bus Besar dan Kecil Golongan 5b 1,0 1,0
6a Truk 2as Golongan 6a 0,55 0,5
6b Truk 2as Golongan 6b 5,3 9,2
7a Truk 2as Golongan 7a 8,2 14,4
7b Truk 2as Golongan 7b 11,8 18,2
7c Truk 2as Golongan 7c 11,0 19,8
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2017)
Dari data-data di atas maka dapat dicari rencana jumlah kendaraan dalam periode
20 tahun. Berikut ini adalah contoh perhitungan kendaraan golongan 5b.
ESA4 = (∑jenis kendaraan LHRT × VDF4) × 365 × DD × DL × R
= (566 × 1) × 365 × 0,5 × 1 × 28,280
= 748351,08
ESA5 = (∑jenis kendaraan LHRT × VDF5) × 365 × DD × DL × R
= (566 × 1) × 365 × 0,5 × 1 × 28,280
= 748351,08
Untuk perhitungan beban selanjutnya dan tahun berikutnya dapat dilihat pada
Tabel 5.3 berikut ini.
58
58
Tabel 5.3 Prediksi Jumlah Kendaraan Selama Umur Rencana (20 Tahun)
Jenis Kendaraan R Jumlah Hari DD DL VDF4 VDF5 ESAL4 ESAL5
Gol 1, 2,
3, 4 28643 28,280 365 0,5 1 0 0 0 0
Gol 5a 245 28,280 365 0,5 1 0 0 0 0
Gol 5b 145 28,280 365 0,5 1 1,0 1,0 748.351 748.351
Gol 6a 250 28,280 365 0,5 1 0,55 0,5 709.643 645.130
Gol 6b 566 28,280 365 0,5 1 5,3 9,2 15.482.094 26.874.578
Gol 7a 59 28,280 365 0,5 1 8,2 14,4 2.496.912 4.384.821
Gol 7b 0 28,280 365 0,5 1 11,8 18,2 0 0
Gol 7c 24 28,280 365 0,5 1 11,0 19,8 1.362.515 2.452.527
CESA 20.799.515 35.105.407
Maka dari perhitungan Tabel 5.3 di atas didapat nilai:
1. CESA4 = 20.799.515 ESAL
2. CESA5 = 35.105.407 ESAL
58
59
5.2.2 Analisis Data Masukan
1. Menentukan detail beban sumbu dan roda
Dalam perhitungan metode mekanistik empirik dibutuhkan dimensi sumbu
kendaraan, tekanan ban, dan jarak ban pada roda ganda. Pada analisis ini nilai
detail beban sumbu dan roda diambil berdasarkan Gambar 3.16 yang merupakan
data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia menurut
Sukirman (1993), sebagai berikut.
a. Beban kendaraan sumbu standar adalah 18000 pon atau 8,16 ton,
b. Tekanan roda satu ban adalah 0,55 MPa = 5,5 kg/cm2,
c. Jari-jari bidang kontak adalah 110 mm atau 11 cm, dan
d. Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda adalah 33 cm.
2. Menentukan parameter tiap lapis perkerasan
Pada analisis material ini, untuk lapis permukaan digunakan bahan viskoelastik,
sedangkan untuk lapis pondasi dan tanah dasar diasumsikan berbahan linier
elastik sehingga parameter yang mempengaruhi hanya modulus elastis dan
Poisson’s Ratio dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Rekapitulasi Parameter Tiap Lapis Perkerasan
Lapis Permukaan Modulus Elastisitas 2.000.000 kPa
Poisson’s Ratio 0,3
Agregat Kelas A Modulus Elastisitas 315.00 kPa
Poisson’s Ratio 0,35
Agregat Kelas B Modulus Elastisitas 210.000 kPa
Poisson’s Ratio 0,35
Subgrade Modulus Elastisitas 150.000 kPa
Poisson’s Ratio 0,45
Sumber: Huang (2004)
60
5.2.3 Input Data
Berikut ini cara input ke program KENPAVE khususnya KENLAYER untuk
perhitungan tegangan dan regangan perkerasan lentur adalah sebagai berikut.
1. LAYERINP
Untuk melalukan input data, klik bagian menu LAYERINP seperti Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Tampilan Menu LAYERINP
(Sumber: Screen picture KENPAVE, diakses Tahun 2018)
Kemudian klik pada menu File lalu pilih New untuk memulai input data baru.
2. General
Pada menu General isi nilai-nilai berdasarkan data yang ada seperti Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Data Input General
Istilah Nilai Keterangan
Title Trial Diisi nama judul yang diinginkan
MATL 1 Pada analisis lapis perkerasan adalah
linier elastis
NDAMA 0 Tidak ada analisis kerusakan
NPY 1 Mengikuti KENPAVE
61
Lanjutan Tabel 5.5 Data Input General
Istilah Nilai Keterangan
NLG 1 Mengikuti KENPAVE
DEL 0,001 Standar akurasi
NL 4
Jumlah lapisan perkerasan pada
analisis adalah 6 (Surface, Base,
Subbase dan Subgrade)
NZ 12 Letak koordinat arah Z yang akan
dianalisis
ICL 80 Mengikuti KENPAVE
NSDT 9 Output berupa vertical displacement,
nilai tegangan dan nilai regangan.
NBOND 1 Semua lapisan saling terikat
NLBT 0
NLTC 0
NUNIT 1 Satuan SI (Standar Internasional)
3. Zcoord
Jumlah point yang ada dalam menu Zcoord sama dengan jumlah NZ pada menu
General. Letak titik respon struktur dilihat pada Gambar 5.3 dan letak titik
kerusakan dapat dilihat pada Gambar 5.4.
62
Gambar 5.3 Letak Titik Respon Struktur Perkerasan
Gambar 5.4 Letak Titik Tinjauan Kerusakan
Pada Gambar 5.4 di atas, titik nomor satu merupakan titik pada dasar lapisan
aspal, titik tersebut adalah analisis kerusakan fatigue cracking (retak lelah) dan
63
rutting (alur). Titik nomor dua merupakan titik yang terletak di permukaan lapis
subgrade, titik tersebut adalah letak analisis kerusakan permanent deformation
(deformasi permanen). Kedalaman yang ditinjau kerusakannya dapat dilihat
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Data Input Zcoord
No Kedalaman
(cm) Keterangan
1 0 Permukaan AC-WC
2 0,001 AC-WC
3 17,499 Dasar AC-WC
4 17,5 Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas A
5 17,501 Lapis Pondasi Agregat Kelas A
6 37,499 Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas A
7 37,5 Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas B
8 37,501 Lapis Pondasi Agregat Kelas B
9 67,499 Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas B
10 67,5 Permukaan Subgrade
11 67,501 Subgrade
12 100 1 m di bawah lapis permukaan
AC-WC
4. Layer
Parameter yang harus dimasukkan ke dalam KENLAYER adalah tebal perkerasan
dan Poisson’s Ratio. Untuk nilai kedua parameter tersebut didapatkan dari
Huang (2004) dapat dilihat pada Tabel 5.7.
64
Tabel 5.7 Data Input Menu Layer
No Layer Thickness
(cm) Poisson’s Ratio Keterangan
1 17,5 0,3 Lapis Permukaan
2 20 0,35 LPA Kelas A
3 30 0,35 LPA Kelas B
4 ∞ 0,45 Subgrade
5. Moduli
Parameter yang harus dimasukkan dalam KENLAYER adalah modulus resilient
atau modulus elastisitas yang diambil dari Tabel 3.6, dengan Gambar 5.3
modulus elastisitas pada masing-masing lapisan dapat dilihat pada Tabel 5.8
berikut.
Tabel 5.8 Data Input Moduli
No E (kPa) Keterangan
1 2.000.000 Lapis Permukaan
2 315.000 LPA Kelas A
3 210.000 LPA Kelas B
4 150.000 Subgrade
Sumber: Huang (2004)
6. Load
Berikut merupakan cara menentukan data Load pada KENLAYER.
a. Load = 1 (single axle road, roda gandar tunggal)
Digunakan beban sumbu standar 8160 kg
b. CR
Berdasarkan nilai jarak antar ban = 11 cm
c. CP
Berdasarkan nilai tekanan ban = 0,55 MPa = 550 kPa
d. YW dan XW
65
Nilai YW dan XW ditentukan berdasarkan Gambar 5.5 berikut.
Gambar 5.5 Plan View Of Multiple Wheels
(Sumber: Huang, 2004)
Pada analisis ini karena roda merupakan single axle with dual tires, maka nilai
YW sebesar 33 dan XW sebesar 0.
Nilai NPT adalah 3 karena koordinat yang ditinjau adalah 3. Sehingga, nilai
koordinat tinjauan berdasarkan jenis roda dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan
Tabel 5.9 berikut.
Gambar 5.6 Koordinat Tinjauan Berdasarkan Jenis Roda
66
Tabel 5.9 Data Input NPT
Koordinat
Tinjuan Koordinat (cm)
1 0
2 10
3 16,5
Data yang telah diisi pada semua tampilan menu, selanjutnya disimpan
kemudian kembali ke menu utama. Data akan dieksekusi dengan klik menu
KENLAYER. Setelah itu kembali ke menu utama dan untuk melihat hasil nilai
tegangan dan regangan pilih menu Editor, buka nama file untuk melihat hasilnya.
5.2.4 Hasil Analisis KENLAYER
Output dari analisis menggunakan KENLAYER adalah nilai tegangan dan
regangan yang terjadi pada perkerasan lentur jalan. Hasil analisis KENLAYER untuk
single axle load (roda gandar tunggal), respon yang dapat diidentifikasi dan dapat
dianalisis hanya vertical compressive strain yang terdapat di permukaan tanah dasar
dan horizontal tensile strain yang terletak di bawah aspal. Tabel 5.10 berikut
merupakan output tegangan dan regangan ketika struktur perkerasan jalan sudah
dibebani berdasarkan koordinat yang ditinjau pada Gambar 5.6.
Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER
No.
Koordinat Koordinat Vertikal
Horizontal
Displacement
Vertical
Displacement
1
0 Stress 0,02657 550
Strain 0,0001441 0,0000343
0,001 Stress 0,02703 548,493
Strain 0,0001325 0,00006543
17,499 Stress 0,02454 121,544
Strain -0,0001575 0,0001562
17,5 Stress 0,02454 121,537
Strain -0,0001576 0,0001562
17,501 Stress 0,02454 121,531
67
Lanjutan Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER
No.
Koordinat Koordinat Vertikal
Horizontal
Displacement
Vertical
Displacement
Strain -0,0001576 0,0003799
37,499 Stress 0,01945 48,244
Strain -0,0001038 0,0001891
37,5 Stress 0,01945 48,243
Strain -0,0001038 0,0001891
37,501 Stress 0,01945 48,241
Strain -0,0001038 0,0002368
67,499 Stress 0,01439 21,774
Strain -0,00006601 0,0001293
67,5 Stress 0,01439 21,773
Strain -0,00006601 0,0001293
67,501 Stress 0,01439 21,773
Strain -0,000066 0,0001366
100 Stress 0,01096 12,651
Strain -0,00003806 0,00008128
2
0 Stress 0,02694 550
Strain 0,0001158 0,000009181
0,001 Stress 0,02688 556,297
Strain 0,0001225 0,00006591
17,499 Stress 0,02526 110,612
Strain -0,0001595 0,0001311
17,5 Stress 0,02526 110,607
Strain -0,0001595 0,0001311
17,501 Stress 0,02526 110,607
Strain -0,0001595 0,0003318
37,499 Stress 0,02017 51,925
Strain -0,0001108 0,0002043
37,5 Stress 0,01472 51,925
Strain -0,0001108 0,0002043
37,501 Stress 0,02017 51,922
Strain -0,0001108 0,0002557
67,499 Stress 0,000001472 22,997
Strain -0,00006858 0,0001375
67,5 Stress 0,01472 22,996
Strain -0,00006858 0,0001375
67,501 Stress 0,01472 22,996
68
Lanjutan Tabel 5.10 Hasil Perhitungan KENLAYER
No.
Koordinat Koordinat Vertikal
Horizontal
Displacement
Vertical
Displacement
Strain -0,06857 0,0001475
100 Stress 0,01111 13,081
Strain -0,00003891 0,00008458
3
0 Stress 0,0265 0
Strain 0,00009791 -0,00001254
0,001 Stress 0,02551 -2,029
Strain -0,0002024 -0,00007811
17,499 Stress 0,02526 102,177
Strain -0,0001564 0,0001147
17,5 Stress 0,02526 102,175
Strain -0,0001564 0,0001147
17,501 Stress 0,02526 102,172
Strain -0,0001564 0,0002985
37,499 Stress 0,0203 52,459
Strain -0,000112 0,0002064
37,5 Stress 0,0203 52,457
Strain -0,000112 0,0002064
37,501 Stress 0,0203 52,455
Strain -0,000112 0,0002582
67,499 Stress 0,01479 23,227
Strain -0,00006906 0,0001391
67,5 Stress 0,01479 23,227
Strain -0,00006906 0,0001391
67,501 Stress 0,01479 23,226
Strain -0,00006906 0,0001474
100 Stress 0,01114 13,162
Strain -0,00003906 0,00008519
Berdasarkan Tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak
koordinat roda maka regangan vertikal pada dasar lapis permukaan akan semakin
kecil, sedangkan regangan horizontal akan semakin besar, dan regangan vertikal
pada subgrade juga akan semakin besar. Nilai tersebut mempengaruhi besar repetisi
beban yang disebabkan oleh roda gandar tunggal.
69
Nilai tegangan dan regangan pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12 merupakan
tegangan dan regangan terbesar dari setiap layer sub program KENLAYER.
Tabel 5.11 Rekapitulasi Respon Struktur Perkerasan Eksisting
Lokasi Kedalaman
(cm)
Respon Struktur
Perkerasan Eksisting
No.
Koordinat
AC-WC 0,001 σr0 (kpa) = 0,02703 1
Dasar AC-WC 17,499 σr1 (kpa) = 0,02526 2
εt = 0,0001595 2
Lapis Pondasi Agregat
Kelas A 17,501
σz (kpa) = 121,531 1
σ'r1 (kpa) = 0,02526 2
Dasar Lapis Pondasi
Agregat Kelas A 37,499 σr2 (kpa) = 0,0203 3
Lapis Pondasi Agregat
Kelas B 37,501
σz (kpa) = 52,455 3
σ'r2 (kpa) = 0,0203 3
Dasar Lapis Pondasi
Agregat Kelas B 67,499 σr3 (kpa) = 0,01479 3
Permukaan Subgrade 67,501
σz (kpa) = 23,226 3
σ'r3 (kpa) = 0,01479 3
εc = 0,0001475 2
1 m di bawah lapis
permukaan AC-WC 100
σz (kpa) = 13,162 3
σr100 (kpa) = 0,01114 3
Tabel 5.12 Rekapitulasi Nilai Vertical Strain dan Horizontal Strain
Perkerasan Eksisting
No.
Koordinat
Vertical Strain
pada kedalaman
17,499 cm
Vertical Strain
pada kedalaman
67,501 cm
Horizontal Strain
pada kedalaman
17,499 cm
1 0,0001562 0,0001366 0,0001575
2 0,0001311 0,0001475 0,0001595
3 0,0001147 0,0001474 0,0001564
Max 0,0001562 0,0001475 0,0001595
Setelah nilai tegangan dan regangan diperoleh, yang dilakukan selanjutnya
adalah analisis kerusakan fatigue cracking, permanent deformation dan rutting
dalam menentukan jumlah repetisi beban. Repetisi beban dilakukan dengan cara
menghitung nilai Nf (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban
70
pengulangan untuk mengontrol fatigue cracking), Nr (jumlah nilai beban
pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol rutting), dan Nd
(jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk
mengontrol permanent deformation) harus lebih besar dari CESA yang telah
diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari Asphalt Institute.
1. Perhitungan Nf, Nr dan Nd
a. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking
Nf = 0,0796 (εt)-3,921 | E*|-0,854
= 0,0796 (0,0001595)-3,921 |2.000.000|-0,854
= 256.335.524 ESAL
b. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan rutting
Nr = f4 (εc)-f
5
= 1,365×10-9 (0,0001562)-4,477
= 149.976.316 ESAL
c. Jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation
Nd = f4 (εc)-f
5
= 1,365×10-9 (0,0001475)-4,477
= 193.843.292 ESAL
2. Kontrol prediksi umur pelayanan jalan dengan program KENPAVE
Dari hasil analisis program KENLAYER didapatkan bahwa perkerasan Jalan
Gading – Gledag akan mengalami kerusakan fatigue cracking setelah dilewati
beban repetisi sebanyak 256.335.524 ESAL, kerusakan rutting setelah dilewati
beban repetisi sebanyak 149.976.316 ESAL, dan permanent deformation
sebanyak 193.843.292 ESAL. Dengan nilai CESA pada kerusakan-kerusakan
tersebut dapat diperoleh umur perkerasan dengan data-data yang ada di Bina
Marga 2017, seperti LHR, VDF, faktor distribusi arah, faktor distribusi lajur dan
juga nilai faktor pertumbuhan lalu lintas. Berikut uraiannya.
a. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan fatigue cracking
CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅
0,01𝑖
71
256335524 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
UR = 61 tahun
b. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan rutting
CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅
0,01𝑖
149976316 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
UR = 48 tahun
72
c. Prediksi umur pelayanan jalan akan mengalami kerusakan permanent
deformation
CESA = Σ(LHRTjenis kendaraan × 𝑉𝐷𝐹) × 365 × DD × DL ×(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅
0,01𝑖
193843292 = [28643 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [245 × 0 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [145 × 1 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [250 × 0,5 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [566 × 9,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [59 × 14,4 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [0 × 18,2 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
+ [24 × 19,8 × 365 × 0,5 × 1 ×(1 + 0,01(3,5))𝑈𝑅 − 1
0,01 × 3,5]
UR = 54 tahun
Berdasarkan hasil analisis di atas, evaluasi desain perkerasan eksisting
menggunakan sub program KENLAYER dapat disimpulkan bahwa jumlah repetisi
beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking adalah sebesar 256.335.524 ESAL,
berdasarkan kerusakan rutting sebesar 149.976.316 ESAL, dan berdasarkan
kerusakan permanent deformation sebesar 193.843.292 ESAL. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa repetisi beban pada kerusakan rutting (alur) lebih kecil
daripada repetisi beban pada kerusakan fatigue cracking dan permanent
deformation.
Setelah dilakukan prediksi umur pelayanan, Jalan Gading – Gledag akan
mengalami kerusakan fatigue cracking setelah 61 tahun, rutting setelah 48 tahun
dan permanent deformation setelah 54 tahun, melampaui angka umur rencana 20
73
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa struktur perkerasan mampu mengakomodasi
beban lalu lintas.
Analisis beban lalu lintas pada jumlah repetisi beban berdasarkan kerusakan
fatigue cracking, rutting dan permanent deformation dapat dilihat pada Tabel 5.13
berikut.
Tabel 5.13 Analisis Beban Lalu Lintas
Beban Lalu Lintas
Rencana (Nrencana) Beban Repetisi (ESAL)
Analisis Beban Lalu
Lintas
35.105.407 ESAL Nf 256.335.524 Nf > Nrencana (Ya)
35.105.407 ESAL Nr 149.976.316 Nr > Nrencana (Ya)
35.105.407 ESAL Nd 193.843.292 Nd > Nrencana (Ya)
Berdasarkan Tabel 5.13 di atas dapat diketahui bahwa jumlah repetisi beban
berdasarkan kerusakan fatigue cracking (Nf), rutting (Nr), dan permanent
deformation (Nd) pada perkerasan eksisting lebih besar daripada beban lalu lintas
selama umur rencana.
5.3 Pengaruh Variasi Tebal Lapis Terhadap Respon Struktur Perkerasan
Lentur dan Beban Repetisi
Tebal lapisan yang dianalisis adalah lapisan permukaan, lapisan pondasi atas,
dan lapisan pondasi bawah. Ketebalan perkerasan eksisting lapis permukaan adalah
17,5 cm, lapis pondasi atas 20 cm, dan lapis pondasi bawah 30 cm. Setiap lapis
perkerasan struktur akan divariasikan ketebalannya. Variasi tebal lapisan dapat
dilihat pada Tabel 5.14, Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 berikut.
74
Tabel 5.14 Variasi Tebal Lapis Permukaan
Penambahan Tebal
Lapis Permukaan Variasi Tebal Lapis Permukaan (cm)
Lapis Permukaan 15,0 16,0 16,5 17,5 18,5 19,0 20
Lapis Pondasi Atas 20 20 20 20 20 20 20
Lapis Pondasi Bawah 30 30 30 30 30 30 30
Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Tabel 5.15 Variasi Tebal Lapis Pondasi Atas
Penambahan Tebal
Lapis Pondasi Atas Variasi Tebal Lapis Pondasi Atas (cm)
Lapis Permukaan 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5
Lapis Pondasi Atas 17 18 19 20 21 22 23
Lapis Pondasi Bawah 30 30 30 30 30 30 30
Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Tabel 5.16 Variasi Tebal Pondasi Bawah
Penambahan Tebal
Lapis Pondasi Bawah Variasi Tebal Lapis Pondasi Bawah (cm)
Lapis Permukaan 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5
Lapis Pondasi Atas 20 20 20 20 20 20 20
Lapis Pondasi Bawah 25,5 27 28,5 30 31,5 33 34,5
Subgrade ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Berdasarkan 5.14 dengan menggunakan sub program KENLAYER,
rekapitulasi hasil respon struktur lapis permukaan dapat dilihat pada Tabel 5.17 dan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
75
75
Tabel 5.17 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Permukaan
15 16 16,5 17,5 18,5 19 20
Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02889 0,02810 0,02773 0,02703 0,02637 0,02606 0,02545
σr1 (kpa) 0,02738 0,02650 0,02608 0,02526 0,02451 0,02415 0,02346
εt 0,0001822 0,0001720 0,0001677 0,0001595 0,0001517 0,0001479 0,0001407
σz (kpa) 148,814 136,946 131,512 121,531 112,596 108,503 100,897
σ'r1 (kpa) 0,02738 0,02650 0,02608 0,02526 0,02451 0,02415 0,02346
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Aσr2 (kpa) 0,02172 0,02114 0,02085 0,0203 0,01978 0,01952 0,01903
σz (kpa) 60,175 56,914 55,372 52,455 49,747 48,467 46,041
σ'r2 (kpa) 0,02172 0,02113 0,02085 0,02030 0,01977 0,01952 0,01903
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Bσr3 (kpa) 0,01553 0,01523 0,01508 0,01479 0,01450 0,01437 0,01410
σz (kpa) 25,683 24,662 24,171 23,226 22,330 21,900 21,073
σ'r3 (kpa) 0,01553 0,01523 0,01508 0,01479 0,01450 0,01437 0,01410
εc 0,0001630 0,0001565 0,0001534 0,0001475 0,0001417 0,0001390 0,0001337
σz (kpa) 13,635 13,446 13,351 13,162 12,972 12,877 12,688
σr100 (kpa) 0,01132 0,01125 0,01121 0,01114 0,01107 0,01103 0,01096
Lapis Perkerasan
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Subgrade
Lokasi Respon StrukturTebal Lapis Permukaan (cm)
Permukaan Subgrade
1 m di bawah lapis permukaan
AC-WC
Dasar AC-WC
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas A
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas B
75
76
Berdasarkan Tabel 5.17 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta
regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal
lapis permukaan dapat dilihat pada Gambar 5.7, Gambar 5.8, dan Gambar 5.9
berikut.
Gambar 5.7 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis
Permukaan
Gambar 5.7 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap
nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC, permukaan
LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade, dan 1 m di
bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis permukaan maka akan semakin
kecil tegangan horizontal yang diperoleh.
Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA
memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA
dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan
subgrade. Namun variasi tebal lapis permukaan tidak mempengaruhi respon
struktur pada subgrade (1 m di bawah Permukaan AC-WC) karena tegangan
horizontal pada lapisan tersebut tidak mengalami penurunan yang terlalu besar.
77
Gambar 5.8 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis
Permukaan
Gambar 5.8 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap
nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan
subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis permukaan
maka tegangan vertikal pada lapisan tersebut akan semakin kecil. Variasi tebal lapis
permukaan diketahui mempengaruhi nilai tegangan vertikal pada lapis pondasi atas
karena pada lapisan tersebut nilai tegangan mengalami penurunan yang signifikan,
sedangkan untuk lapis subgrade variasi lapis permukaan tidak mengalami
penurunan yang terlalu besar pada tegangan vertikal yang terjadi.
Gambar 5.9 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal
Lapis Permukaan
78
Gambar 5.9 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap
nilai horizontal tensile strain (regangan tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC
dan nilai vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada lapis
permukaan subgrade. Semakin tebal lapis permukaan maka akan semakin kecil
nilai regangan tarik yang didapat. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-WC
berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan
rutting, sedangkan perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade
berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation.
Berdasarkan 5.15 dengan menggunakan sub program KENLAYER,
rekapitulasi hasil respon struktur lapis pondasi atas dapat dilihat pada Tabel 5.18
dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
79
79
Tabel 5.18 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Pondasi Atas
17 18 19 20 21 22 23
Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02740 0,02727 0,02715 0,02703 0,02691 0,02680 0,02669
σr1 (kpa) 0,02566 0,02553 0,02539 0,02526 0,02514 0,02502 0,02490
εt 0,0001614 0,0001607 0,0001601 0,0001595 0,0001590 0,0001585 0,0001580
σz (kpa) 120,340 120,766 121,163 121,531 121,876 122,197 122,498
σ'r1 (kpa) 0,02566 0,02553 0,02539 0,02526 0,02514 0,02502 0,02490
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Aσr2 (kpa) 0,02129 0,02095 0,02062 0,02030 0,01999 0,01968 0,01939
σz (kpa) 57,298 55,628 54,014 52,455 50,950 49,496 48,093
σ'r2 (kpa) 0,02129 0,02095 0,02062 0,0203 0,01999 0,01968 0,01939
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Bσr3 (kpa) 0,01535 0,01516 0,01497 0,01479 0,01461 0,01443 0,01426
σz (kpa) 24,898 24,322 23,765 23,226 22,705 22,200 21,711
σ'r3 (kpa) 0,01535 0,01516 0,01497 0,01479 0,01461 0,01443 0,01426
εc 0,0001573 0,0001539 0,0001506 0,0001475 0,0001443 0,0001413 0,0001383
σz (kpa) 13,301 13,253 13,206 13,162 13,118 13,076 13,035
σr100 (kpa) 0,01122 0,01119 0,01117 0,01114 0,01112 0,01109 0,01107
Lapis Perkerasan
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Subgrade
Lokasi Respon StrukturTebal Lapis Pondasi Atas (cm)
Dasar AC-WC
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas A
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas B
Permukaan Subgrade
1 m di bawah lapis permukaan
AC-WC
79
80
Berdasarkan Tabel 5.18 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta
regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal
lapis pondasi atas dapat dilihat pada Gambar 5.10, Gambar 5.11, dan Gambar 5.12
berikut.
Gambar 5.10 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis
Pondasi Atas
Gambar 5.10 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi atas
terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC,
permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade,
dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi atas maka akan
semakin kecil tegangan horizontal yang diperoleh.
Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA
memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA
dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan
subgrade. Variasi tebal pondasi atas diketahui mempengaruhi nilai tegangan pada
lapis permukaan LPB karena tegangan horizontal pada lapis tersebut mengalami
penurunan yang sedikit lebih besar dibanding lapisan lainnya.
81
Gambar 5.11 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis Pondasi
Atas
Gambar 5.11 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi atas
terhadap nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan
subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi atas
maka tegangan vertikal pada lapisan tersebut akan semakin besar. Variasi tebal
lapis pondasi atas diketahui tidak mempengaruhi lapisan di bawahnya karena
tegangan vertikal lapisan-lapisan tersebut mengalami penurunan.
Gambar 5.12 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal
Lapis Pondasi Atas
82
Gambar 5.12 di atas menunjukkan bahwa semakin tebal lapis pondasi atas
maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi tebal lapis pondasi atas
mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada
permukaan subgrade karena regangan menurun secara signifikan. Sedangkan
variasi tebal lapis pondasi atas tidak mempengaruhi horizontal tensile strain
(regangan tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC karena nilai regangan tidak
mengalami penurunan yang terlalu besar. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-
WC berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan
rutting, sedangkan perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade
berpengaruh pada repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent deformation.
.
Berdasarkan Tabel 5.16 dengan menggunakan sub program KENLAYER,
rekapitulasi hasil respon struktur lapis pondasi bawah dapat dilihat pada Tabel 5.19
dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
83
83
Tabel 5.19 Rekapitulasi Respon Struktur Penambahan Tebal Lapis Pondasi Bawah
25,5 27 28,5 30 31,5 33 34,5
Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02721 0,02714 0,02709 0,02703 0,02698 0,02692 0,02686
σr1 (kpa) 0,02545 0,02539 0,02532 0,02526 0,02521 0,02515 0,02510
εt 0,0001599 0,0001598 0,0001596 0,0001595 0,0001594 0,0001593 0,0001592
σz (kpa) 121,287 121,375 121,455 121,531 121,602 121,667 121,727
σ'r1 (kpa) 0,02545 0,02538 0,02532 0,02526 0,02521 0,02515 0,02509
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Aσr2 (kpa) 0,02049 0,02042 0,02036 0,0203 0,02024 0,02018 0,02013
σz (kpa) 51,965 52,138 52,302 52,455 52,600 52,735 52,863
σ'r2 (kpa) 0,02049 0,02042 0,02036 0,0203 0,0202 0,02018 0,02013
Dasar Lapis Pondasi Agregat
Kelas Bσr3 (kpa) 0,01556 0,01530 0,01504 0,01479 0,01454 0,01431 0,01408
σz (kpa) 25,612 24,780 23,985 23,226 22,501 21,808 21,145
σ'r3 (kpa) 0,01556 0,01530 0,01504 0,01479 0,01454 0,01431 0,01408
εc 0,0001621 0,0001569 0,0001521 0,0001475 0,0001429 0,0001386 0,0001345
σz (kpa) 13,243 13,215 13,188 13,162 13,136 13,111 13,086
σr100 (kpa) 0,01120 0,01118 0,01116 0,01114 0,01112 0,01111 0,01109
Lapis Perkerasan
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Subgrade
Lokasi Respon Struktur
1 m di bawah lapis permukaan
AC-WC
Tebal Lapis Pondasi Bawah (cm)
Dasar AC-WC
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas A
Permukaan Lapis Pondasi
Agregat Kelas B
Permukaan Subgrade
83
84
Berdasarkan Tabel 5.19 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta
regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi tebal
lapis pondasi bawah dapat dilihat pada Gambar 5.13, Gambar 5.14, dan Gambar
5.15 berikut.
Gambar 5.13 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis
Pondasi Bawah
Gambar 5.13 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi bawah
terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC, dasar AC-WC,
permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB, permukaan subgrade,
dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi bawah maka
akan semakin kecil tegangan horizontal yang diperoleh.
Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA
memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA
dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan
subgrade. Variasi tebal pondasi bawah diketahui mempengaruhi nilai tegangan
pada lapis permukaan subgrade karena tegangan horizontal pada lapis tersebut
mengalami penurunan yang sedikit lebih besar dibanding lapisan lainnya.
85
Gambar 5.14 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Tebal Lapis Pondasi
Bawah
Gambar 5.14 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis pondasi bawah
terhadap nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA, permukaan LPB, permukaan
subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin tebal lapis pondasi
bawah maka tegangan vertikal pada lapisan LPB dan LPA akan semakin besar.
Variasi tebal lapis pondasi bawah diketahui tidak mempengaruhi lapisan subgrade
karena tegangan vertikal lapisan-lapisan tersebut mengalami penurunan.
Gambar 5.15 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Tebal
Lapis Pondasi Bawah
86
Gambar 5.15 di atas menunjukkan bahwa semakin tebal lapis pondasi bawah
maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi tebal lapis pondasi bawah
mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal) pada
permukaan subgrade karena regangan menurun secara drastis. Sedangkan variasi
tebal lapis pondasi bawah tidak mempengaruhi horizontal tensile strain (regangan
tarik horizontal) pada dasar lapis AC-WC karena nilai regangan hampir sama atau
tidak mengalami penurunan yang besar. Perubahan regangan pada dasar lapis AC-
WC berpengaruh pada kerusakan fatigue cracking dan rutting, sedangkan
perubahan regangan pada lapis permukaan subgrade berpengaruh pada kerusakan
permanent deformation.
Repetisi beban dilakukan dengan cara menghitung nilai Nf (jumlah nilai
beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol fatigue
cracking), Nr (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan
untuk mengontrol rutting), dan Nd (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan
beban pengulangan untuk mengontrol permanent deformation) harus lebih besar
dari CESA yang telah diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari
Asphalt Institute. Jumlah repetisi beban pada berbagai lapis perkerasan dan umur
perkerasan dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut.
87
Tabel 5.20 Repetisi Beban Berdasarkan Analisis Kerusakan Retak lelah,
Alur dan Deformasi Permanen beserta Umur Perkerasan
Variasi Tebal
Perkerasan* (cm)
Repetisi Beban
Umur Rencana*
Fatigue Cracking
(ESAL)
Rutting
(ESAL)
Permanent
Deformation
(ESAL)
Lapis Permukaan (LPA & LPB
konstan pada tebal
20 cm & 30 cm)
15 152.132.948 70.820.724 123.927.802
48 tahun 31 tahun 43 tahun
16 190.689.338 96.167.395 148.693.486
53 tahun 38 tahun 47 tahun
16,5 210.590.761 111.779.188 162.626.950
56 tahun 41 tahun 50 tahun
17,5 256.335.524 149.976.316 193.843.292
61 tahun 48 tahun 54 tahun
18,5 312.024.711 199.837.784 231.979.620
66 tahun 55 tahun 58 tahun
19 344.657.903 230.519.393 252.845.594
68 tahun 58 tahun 60 tahun
20 419.152.726 303.955.497 300.913.964
74 tahun 65 tahun 65 tahun
Lapis Pondasi
Atas (LP & LPB
konstan pada tebal
17,5 cm & 30 cm)
17 244.705.488 146.585.127 145.337.659
60 tahun 47 tahun 47 tahun
18 248.911.636 147.845.719 160.274.839
60 tahun 47 tahun 49 tahun
19 252.589.352 149.119.599 176.607.951
60 tahun 47 tahun 51 tahun
20 256.335.524 149.976.316 193.843.292
61 tahun 48 tahun 54 tahun
21 259.510.735 151.272.712 213.844.107
61 tahun 48 tahun 56 tahun
22 262.735.464 152.144.597 234.934.173
61 tahun 48 tahun 59 tahun
23 266.010.643 153.022.636 258.625.743
62 tahun 48 tahun 61 tahun
Lapis Pondasi
Bawah (LP & LPA
konstan pada tebal
17,5 cm & 20 cm)
25,5 253.830.395 149.119.599 127.038.130
61 tahun 47 tahun 44 tahun
27 254.453.786 149.547.207 147.003.858
61 tahun 48 tahun 47 tahun
28,5 255.706.343 149.547.207 168.942.984
61 tahun 48 tahun 50 tahun
30 256.335.524 149.976.316 193.843.292
88
Lanjutan Tabel 5.20 Repetisi Beban Berdasarkan Analisis Kerusakan Retak
lelah, Alur dan Deformasi Permanen beserta Umur Perkerasan
Variasi Tebal
Perkerasan* (cm)
Repetisi Beban
Umur Rencana*
Fatigue Cracking
(ESAL)
Rutting
(ESAL)
Permanent
Deformation
(ESAL)
61 tahun 48 tahun 54 tahun
31,5 256.966.648 150.406.933 223.384.669
61 tahun 48 tahun 57 tahun
33 257.599.725 150.839.063 256.128.950
61 tahun 48 tahun 61 tahun
34,5 258.234.760 150.839.063 292.983.380
61 tahun 48 tahun 64 tahun
*Catatan: Lapis perkerasan yang tidak dianalisis memiliki ketebalan yang sama dengan tebal
perkerasan eksisting.
Asumsi angka pertumbuhan lalu lintas = 3,5% per tahun, sesuai MDPJ 2017 Tabel 3.2
untuk Pulau Jawa
Pada Tabel 5.13 telah menjelaskan bahwa perkerasan eksisting dengan tebal
lapis permukaan 17,5 cm, lapis pondasi atas 20 cm, dan lapis pondasi bawah 30 cm
sehingga didapat repetisi beban untuk kerusakan retak lelah sebesar 256.335.524
ESAL, untuk kerusakan alur 149.976.316 ESAL dan untuk kerusakan deformasi
permanen 193.843.292 ESAL. Tebal perkerasan eksisting tersebut memiliki beban
repetisi yang lebih besar dari beban kendaraan selama umur rencana sebesar
35.105.407 ESAL. Kemudian dilakukan variasi tebal lapis perkerasan untuk
mengetahui efek tebal lapisan pada setiap lapis sehingga diketahui besar repetisi
beban pada kerusakan retak lelah, alur dan deformasi permanen.
Tabel 5.20 menunjukkan pengaruh variasi tebal lapis permukaan, lapis
pondasi atas dan lapis pondasi bawah terhadap nilai repetisi beban berdasarkan
kerusakan lelah retak lelah, alur dan deformasi permanen serta umur rencana
perkerasan. Diketahui semakin tebal lapis perkerasan maka jumlah repetisi beban
berdasarkan kerusakan yang dianalisis akan semakin besar sehingga umur rencana
juga akan semakin besar. Seluruh variasi tebal perkerasan di atas memiliki beban
repetisi yang lebih besar daripada beban kendaraan selama umur rencana sebesar
89
35.105.407 ESAL. Tetapi dari ketiga variasi tebal lapis perkerasan, hanya variasi
tebal pada lapis permukaan yang berdampak besar pada jumlah repetisi beban. Oleh
karena itu Tabel 5.20 dapat digunakan sebagai referensi pemilihan struktur
perkerasan empat lapis dengan material linear elastis berdasarkan nilai repetisi
beban yang diinginkan. Namun bila struktur perkerasan menggunakan material
viskoelatis maka jumlah repetisi beban yang dihasilkan akan berbeda.
5.4 Pengaruh Variasi Modulus Elastisitas Terhadap Respon Struktur
Perkerasan Lentur dan Beban Repetisi
Nilai modulus elastisitas yang dianalisis adalah lapisan pondasi atas dan
lapisan pondasi bawah. Nilai-nilai tersebut diasumsikan dan diambil dari Tabel 3.6.
Lapis permukaan tidak dianalisis karena menggunakan bahan perkerasan yang
sama yaitu berbahan aspal beton. Simulasi 1 merupakan nilai modulus awal lapis
permukaan sebesar 2.000.000 kPa, lapis pondasi atas 315.000 kPa, dan lapis
pondasi bawah 210.000 kPa. Simulasi 2 – 4 merupakan variasi modulus elastisitas
pada pondasi atas, sedangkan Simulasi 5 – 7 merupakan variasi modulus elastisitas
pada pondasi bawah. Modulus elastisitas divariasikan berdasarkan bahan
perkerasan seperti pada Tabel 2.21, Tabel 2.22 dan Tabel 2.23 berikut.
Tabel 5.21 Nilai Modulus Elastisitas Pada Lapis Perkerasan Eksisting
Lapis Perkerasan
Lapis Permukaan
Simulasi 1
Bahan E (kPa)
Aspal Beton 2.000.000
Lapis Permukaan Aspal Beton 2.000.000
Lapis Pondasi Atas Unbound Granular
Materials 315.000
Lapis Pondasi
Bawah
Unbound Granular
Materials 210.000
Subgrade Fine Grained/Natural
Subgrade Materials 150.000
Sumber: Huang (2004)
90
Tabel 5.22 Variasi Modulus Elastisitas Pada Lapis Pondasi Atas
Lapis
Perkerasan
Lapis Pondasi Atas
Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4
Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)
Cement Treated
Granular Base 500.000
Asphalt Treated
Base 1.500.000
Cement Agregat
Mixture 3.500.000
Lapis
Permukaan Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000
Lapis
Pondasi Atas
Cement Treated
Granular Base 500.000
Asphalt Treated
Base 800.000
Cement Agregat
Mixture 3.500.000
Lapis
Pondasi Bawah
Unbound
Granular
Materials
210.000
Unbound
Granular
Materials
210.000
Unbound
Granular
Materials
210.000
Subgrade
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Sumber: Huang (2004)
Tabel 5.23 Variasi Modulus Elastisitas Pada Pondasi Bawah
Lapis
Perkerasan
Lapis Pondasi Bawah
Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7
Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)
Lime Stabilized 140.000
Bituminous
Stabilized
Mixture
380.000 Cement Agregat
Mixture 3.500.000
Lapis Permukaan
Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000 Aspal Beton 2.000.000
Lapis
Pondasi Atas
Unbound
Granular
Materials
315.000
Unbound
Granular
Materials
315.000
Unbound
Granular
Materials
315.000
Lapis
Pondasi Bawah
Lime Stabilized 140.000
Bituminous
Stabilized
Mixture
380.000 Cement Agregat
Mixture 3.500.000
Subgrade
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Fine
Grained/Natural
Subgrade
Materials
150.000
Sumber: Huang (2004)
Dari ketiga Tabel 5.1, Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 di atas, dengan menggunakan
Program KENPAVE, rekapitulasi hasil respon struktur dapat dilihat pada Tabel 5.26
dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.
91
91
Tabel 5.24 Rekapitulasi Respon Struktur pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas
Lapis
Perkerasan Lokasi
Respon
Struktur
Variasi Modulus Elastisitas
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah
Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7
Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)
Aspal
Beton 2.000.000
Cement
Treated
Granular
Base
500.000
Asphalt
Treated
Base
1.500.000
Cement
Agregat
Mixture
3.500.000 Lime
Stabilized 140.000
Bituminous
Stabilized
Mixture
380.000
Cement
Agregat
Mixture
3.500.000
Lapis
Permukaan
Permukaan AC-WC σr0 (kpa) 0,02703 0,02488 0,02295 0,01845 0,02901 0,02465 0,01931
Dasar AC-WC σr1 (kpa) 0,02526 0,02295 0,02089 0,01608 0,02738 0,02272 0,01701
εt 0,0001595 0,0001230 0,0000880 0,0000102 0,0001657 0,0001513 0,0001346
Lapis
Pondasi Atas
Permukaan Lapis
Pondasi Agregat Kelas
A
σz (kpa) 121,531 140,050 160,340 222,661 117,330 127,390 142,157
σ'r1 (kpa) 0,02526 0,02295 0,02089 0,01608 0,02738 0,02272 0,01701
Dasar Lapis Pondasi
Agregat Kelas A σr2 (kpa) 0,0203 0,01940 0,01841 0,01539 0,02237 0,01778 0,01173
Lapis
Pondasi
Bawah
Permukaan Lapis
Pondasi Agregat Kelas
B
σz (kpa) 52,455 49,079 44,604 29,981 47,319 59,737 83,153
σ'r2 (kpa) 0,02030 0,01940 0,01841 0,01539 0,02237 0,01778 0,01173
Dasar Lapis Pondasi
Agregat Kelas B σr3 (kpa) 0,01479 0,01421 0,01366 0,01217 0,01506 0,01421 0,01120
Subgrade
Permukaan Subgrade
σz (kpa) 23,226 21,525 19,845 15,352 23,447 22,167 14,077
σ'r3 (kpa) 0,01479 0,01421 0,01366 0,01217 0,01506 0,01421 0,01120
εc 0,0001475 0,00013770 0,00012610 0,00009005 0,00014620 0,00013920 0,00006934
1 m di bawah lapis
permukaan AC-WC
σz (kpa) 13,162 12,319 11,576 9,759 13,532 12,529 9,243
σr100
(kpa) 0,01114 0,01081 0,01052 0,009800 0,011400 0,010760 0,009250
91
92
Berdasarkan Tabel 5.24 di atas, nilai tegangan horizontal dan vertikal serta
regangan untuk respon struktur perkerasan eksisting pada berbagai variasi modulus
elastisitas dapat dilihat pada Gambar 5.16 sampai Gambar 5.21 berikut.
Gambar 5.16 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Modulus
Elastisitas Lapis Pondasi Atas
Gambar 5.16 di atas menunjukkan pengaruh variasi modulus elastisitas lapis
pondasi atas terhadap nilai tegangan horizontal pada lapis permukaan AC-WC,
dasar AC-WC, permukaan LPA, dasar LPA, permukaan LPB, dasar LPB,
permukaan subgrade, dan 1 m di bawah permukaan AC-WC. Semakin besar
modulus elastisitas bahan pada pondasi atas maka akan semakin kecil tegangan
horizontal yang diperoleh.
Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA
memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA
dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan
subgrade. Namun variasi modulus elastisitas lapis pondasi atas tidak
mempengaruhi respon struktur pada lapisan subgrade karena tegangan horizontal
tidak mengalami penurunan yang terlalu besar.
93
Gambar 5.17 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas
Lapis Pondasi Atas
Gambar 5.17 di atas menunjukkan pengaruh variasi lapis permukaan terhadap
nilai tegangan vertikal pada permukaan LPA (17,501 cm), permukaan LPB (37,501
cm), permukaan subgrade (67,501 cm), dan 1 m di bawah permukaan AC-WC.
Semakin besar modulus elastisitas bahan pada pondasi atas maka tegangan vertikal
pada lapisan tersebut akan semakin besar. Namun variasi modulus pada pondasi
atas tidak mempengaruhi respon struktur untuk lapisan di bawah pondasi atas
karena tegangan vertikal pada lapis pondasi bawah dan subgrade mengalami
penurunan.
Gambar 5.18 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Modulus
Elastisitas Lapis Pondasi Atas
94
Gambar 5.18 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas
pada lapis pondasi atas maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi modulus
elastisitas lapis pondasi atas disimpulkan mempengaruhi horizontal tensile strain
(regangan tarik horizontal) pada kedalaman 17,499 cm (Dasar AC-WC). Simulasi 4
berbahan Cement Aggregate Mixture dengan modulus elastisitas yang cukup besar
yaitu 3.500.000 kPa maka regangan menurun secara drastis. Variasi modulus
elastisitas juga mempengaruhi vertical compressive strain (regangan tekan vertikal)
pada kedalaman 67,501 cm (subgrade) namun penurunan regangan tidak sebesar
penurunan pada kedalaman 17,499 cm (Dasar AC-WC).
Gambar 5.19 Tegangan Horizontal pada Berbagai Variasi Modulus
Elastisitas Lapis Pondasi Bawah
Gambar 5.19 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas
maka nilai tegangan horizontal akan semakin kecil. Simulasi 5 berbahan Lime
Stabilized dengan modulus elastisitas 140.000 kPa lebih kecil daripada modulus
elastisitas perkerasan eksisting yang berbahan Unbound Granular Material dengan
modulus elastisitas 210.000 kPa.
Tegangan horizontal pada dasar lapis AC-WC dengan permukaan LPA
memiliki nilai yang sama, begitu pula dengan nilai tegangan pada dasar LPA
dengan permukaan LPB serta tegangan pada dasar LPB dengan permukaan
subgrade. Variasi modulus elastisitas disimpulkan mempengaruhi nilai regangan
95
pada lapis AC-WC sampai lapis pondasi bawah, namun tidak mempengaruhi lapisan
subgrade karena nilai regangan tidak mengalami penurunan yang terlalu besar
seperti lapisan-lapisan di atasnya.
Gambar 5.20 Tegangan Vertikal pada Berbagai Variasi Modulus Elastisitas
Lapis Pondasi Bawah
Gambar 5.20 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas
pada lapis pondasi bawah, maka tegangan vertikal pada lapis pondasi atas dan lapis
pondasi bawah akan semakin besar. Simulasi 7 memiliki modulus yang cukup besar
yaitu 3.500.000 kPa karena lapisan berbahan Cement Aggregate Mixture, oleh
karena itu regangan vertikal pada simulasi tersebut mengalami kenaikan yang
cukup tinggi. Sedangkan lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah mengalami
kenaikan pada berbagai variasi modulus elastisitas, lapisan subgrade tidak
mengalami perubahan karena tegangan vertikal hampir sama atau tidak menurun
terlalu besar.
96
Gambar 5.21 Horizontal dan Vertical Strain pada Berbagai Variasi Modulus
Elastisitas Lapis Pondasi Bawah
Gambar 5.21 di atas menunjukkan bahwa semakin besar modulus elastisitas
pada lapis pondasi bawah maka nilai regangan akan semakin kecil. Variasi modulus
elastisitas lapis pondasi bawah disimpulkan mempengaruhi vertical compressive
strain (regangan tekan vertikal) pada kedalaman 67,501 cm (subgrade). Simulasi 7
berbahan Cement Aggregate Mixture dengan modulus 3.500.000 kPa maka
regangan menurun secara drastis. Variasi modulus elastisitas juga mempengaruhi
horizontal tensile strain (regangan tarik horizontal) pada kedalaman 17,499 cm
(Dasar AC-WC) namun penurunan regangan tarik tidak sebesar penurunan pada
kedalaman 67,501 cm (subgrade).
Repetisi beban dilakukan dengan cara menghitung nilai Nf (jumlah nilai
beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan untuk mengontrol fatigue
cracking), Nr (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan beban pengulangan
untuk mengontrol rutting), dan Nd (jumlah nilai beban pengulangan yang diijinkan
beban pengulangan untuk mengontrol permanent deformation) harus lebih besar
dari CESA yang telah diprediksi. Untuk nilai f4 dan f5 mengikuti rekomendasi dari
Asphalt Institute. Jumlah repetisi beban pada berbagai lapis perkerasan dan umur
perkerasan dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut. Jumlah repetisi beban pada variasi
modulus elastisitas dapat dilihat pada Tabel 5.25 berikut.
97
97
Tabel 5.25 Repetisi Beban Berdasarkan Kerusakan Retak lelah, Alur dan Deformasi Permanen pada Berbagai Variasi
Modulus Elastisitas
Repetisi Beban
Umur Rencana*
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas*
(LP & LPB konstan pada modulus elastisitas 2.000.000 kPa & 105.000
kPa)
Lapis Pondasi Bawah*
(LP & LPA konstan pada modulus elastisitas 2.000.000 kPa & 315.000
kPa)
Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7
Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa) Bahan E (kPa)
Aspal
Beton 2.000.000
Cement
Treated
Granular
Base
500.000
Asphalt
Treated
Base
1.500.000
Cement
Agregat
Mixture
3.500.000 Lime
Stabilized 140.000
Bituminous
Stabilized
Mixture
380.000
Cement
Agregat
Mixture
3.500.000
Fatigue Cracking
(ESAL)
256.335.524 710.093.455 2.641.824.440 12.286.933.753.198 220.734.337 315.271.719 498.709.650
61 tahun 88 tahun 125 tahun 370 tahun 57 tahun 66 tahun 78 tahun
Rutting (ESAL) 149.976.316 254.480.794 450.106.063 1.765.668.014 137.731.589 167.952.002 206.060.633
48 tahun 61 tahun 76 tahun 114 tahun 46 tahun 50 tahun 55 tahun
Permanent
Deformation (ESAL)
193.843.292 263.709.273 391.049.026 1.765.668.014 201.680.200 251.223.230 5.689.158.216
54 tahun 61 tahun 72 tahun 114 tahun 55 tahun 60 tahun 147 tahun
*Catatan: Lapis perkerasan yang tidak dianalisis memiliki modulus elastisitas yang sama dengan modulus elastisitas perkerasan eksisting (Simulasi 1).
Asumsi angka pertumbuhan lalu lintas = 3,5% per tahun, sesuai MDPJ 2017 Tabel 3.2 untuk Pulau Jawa
97
98
Simulasi 1 merupakan modulus elastisitas yang digunakan pada perkerasan
eksisting, lapis permukaan menggunakan bahan aspal beton dengan modulus
sebesar 2.000.000 kPa, lapis pondasi atas merupakan unbound granular materials
sebesar 315.000 kPa dan lapis pondasi bawah merupakan unbound granular
materials sebesar 210.000 kPa. Tabel 5.13 merupakan hasil repetisi beban untuk
modulus elastisitas perkerasan eksisting berdasarkan kerusakan retak lelah sebesar
256.335.524 ESAL, kerusakan alur 149.976.316 ESAL dan kerusakan deformasi
permanen 193.843.292 ESAL. Kemudian dilakukan variasi modulus elastisitas lapis
pondasi atas dan pondasi bawah untuk mengetahui efek modulus pada setiap lapis
sehingga diketahui besar repetisi beban pada kerusakan retak lelah, alur dan
deformasi permanen.
Tabel 5.25 di atas menunjukkan pengaruh variasi modulus elastisitas terhadap
nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan retak lelah, alur dan deformasi permanen
serta umur perkerasan. Diketahui semakin besar modulus elastisitas maka jumlah
repetisi beban berdasarkan kerusakan yang dianalisis dan umur perkerasan akan
semakin besar. Seluruh variasi modulus elastisitas di atas memiliki beban repetisi
yang lebih besar daripada beban kendaraan selama umur rencana sebesar
35.105.407 ESAL. Oleh karena itu Tabel 5.25 dapat digunakan sebagai referensi
pemilihan struktur perkerasan empat lapis berdasarkan nilai repetisi beban yang
diinginkan.
Variasi modulus elastisitas pada lapis pondasi atas diketahui mempengaruhi
repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking (retak lelah) pada Simulasi
4 menggunakan bahan cement aggregate mixture sebesar 3.500.000 kPa, sedangkan
variasi modulus elastisitas pada pondasi bawah diketahui mempengaruhi repetisi
beban berdasarkan kerusakan permanent deformation pada Simulasi 7
menggunakan bahan cement aggregate mixture sebesar 3.500.000 kPa. Bila ingin
memperbesar nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan fatigue cracking dan
rutting, pondasi atas lebih baiknya memiliki nilai modulus elastisitas yang besar
atau bila ingin memperbesar nilai repetisi beban berdasarkan kerusakan permanent
deformation, pondasi bawah lebih baiknya memiliki nilai modulus elastisitas yang
besar.