bab iv well kick

58
BAB IV WELL KICK 4.1. Definisi Dari Well Kick Well kick adalah masuknya fluida formasi yang tidak diinginkan ke dalam lubang sumur karena tekanan pada formasi lebih besar dari tekanan hidrostatik lumpur. Akibat dengan adanya kick ini antara lain tersitanya waktu operasi, aktivitas dalam rig menjadi lebih berbahaya karena adanya tekanan tinggi, dan ada kemungkinan rusaknya peralatan. Bila kick dapat diantisipasi dan dikontrol tepat waktu, kick akan dapat ditangani dan dapat diatasi dengan aman. Bila kick terus berlanjut dan tidak dapat dikontrol maka akan dapat menyebabkan semburan liar atau blowout. Selain perbedaan antara tekanan formasi dengan tekanan hidrostatik lumpur faktor yang mempengaruhi besarnya kick adalah kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida ( permeabilitas batuan ) dan jumlah ruang pada batuan yang dapat diisi fluida ( porositas batuan ). Batuan dengan permeabilitas dan porositas tinggi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk kick yang besar daripada batuan yang mempunyai permebailitas dan porositas yang lebih kecil. Salah satu contoh batu pasir cenderung mengakibatkan kick yang lebih besar

Upload: mohd-wirawan-putra

Post on 20-May-2017

347 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab IV Well Kick

BAB IV

WELL KICK

4.1. Definisi Dari Well Kick

Well kick adalah masuknya fluida formasi yang tidak diinginkan ke

dalam lubang sumur karena tekanan pada formasi lebih besar dari tekanan

hidrostatik lumpur. Akibat dengan adanya kick ini antara lain tersitanya waktu

operasi, aktivitas dalam rig menjadi lebih berbahaya karena adanya tekanan

tinggi, dan ada kemungkinan rusaknya peralatan. Bila kick dapat diantisipasi dan

dikontrol tepat waktu, kick akan dapat ditangani dan dapat diatasi dengan aman.

Bila kick terus berlanjut dan tidak dapat dikontrol maka akan dapat menyebabkan

semburan liar atau blowout.

Selain perbedaan antara tekanan formasi dengan tekanan hidrostatik

lumpur faktor yang mempengaruhi besarnya kick adalah kemampuan batuan

untuk mengalirkan fluida ( permeabilitas batuan ) dan jumlah ruang pada batuan

yang dapat diisi fluida ( porositas batuan ). Batuan dengan permeabilitas dan

porositas tinggi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk kick yang besar

daripada batuan yang mempunyai permebailitas dan porositas yang lebih kecil.

Salah satu contoh batu pasir cenderung mengakibatkan kick yang lebih besar

daripada batu shale, karena batu pasir mempunyai porositas dan permeabilitas

lebih besar daripada shale.

4.2. Penyebab Terjadinya Kick

Pada saat tekanan formasi lebih besar dari tekanan kolom lumpur,

fluida formasi dapat mengalir dalam sumur. Hal ini diakibatkan oleh beberapa

sebab dibawah ini :

4.2.1. Tidak Cukupnya Densitas Lumpur

Densitas lumpur yang tidak cukup atau lumpur tidak cukup berat

untuk mengontrol tekanan formasi. Kemungkinan besar penyebab tidak cukupnya

densitas lumpur karena pemboran melewati formasi bertekanan abnormal yang

Page 2: Bab IV Well Kick

tidak dapat diduga sebelumnya. Kejadian ini dapat terjadi jika kita menjumpai

kondisi geologi yang tidak dapat ditebak misalnya fault. Tidak cukupnya densitas

lumpur juga disebabkan kesalahan interpretasi parameter pengeboran seperti ROP,

gas content, densitas shale. Hal ini berarti zona transisi terlewati tanpa disadari

dan formasi permeabel pertama yang dijumpai akan mengakibatkan kick. Air

hujan juga sangat berpengaruh pada kandungan lumpur merupakan salah satu

penyebab berkurangnya densitas lumpur. Selain itu pada saat cutting terangkat ke

permukaan yang bercampur dengan lumpur dan tertampung dikolom lumpur juga

harus sangat diperhatikan karena operator akan cenderung manambah air pada

sistem lumpur pada saat sirkulasi, bila terlalu banyak air yang ditambahkan,

tekanan lumpur akan menjadi terlalu rendah, dan kick akan terjadi. Selain itu pada

saat kru mencampur dan menambah volume kolam lumpur, pertambahan volume

kick akan semakin sulit untuk dideteksi dan bila sampai terlambat akan sangat

berbahaya karena kick akan menjadi blow out. Oleh karena itu diperlukan

perhitungan yang tepat pada saat penambahan volume lumpur, air yang digunakan

untuk mengurangi densitas lumpur diambil dari tanki yang telah diketahui

volumenya , dan jumlah air yang digunakan dari tanki tersebut seharusnya sama

dengan pertambahan volume pada kolam lumpur.

Pengamatan densitas lumpur juga sangat diperlukan pada saat proses

penggantian pipa. Pada saat akan dilakukan penggantian pipa ketika sirkulasi

dihentikan bila densitas lumpur tidak mampu mengimbangi tekanan formasi dan

formasi masih mampu mengalir ke dalam lobang bor akan sangat berbahaya bila

dilakukan pencabutan pipa. Ketika pompa untuk sirkulasi lumpur dimatikan,

tekanan sirkulasi akan hilang tekanan dasar sumur akan berkurang dan menjadi

tekanan hidrostatik fluida lumpur di anulus dan berkurangnya tekanan dasar

sumur ini akan mengakibatkan kick. Oleh karena itu sebelum dilakukan

penggantian pipa harus memperhatikan kondisi sumur apakah masih ada aliran

ketika pompa dimatikan, bila masih ada aliran densitas lumpur perlu ditambah.

Kebijaksanaan perusahaan biasanya menentukan waktu untuk mengamati sumur

apakah masih ada aliran atau tidak sebelum penggantian pipa sekitar 15 sampai 30

menit untuk mencegah terjadinya kick dan segala komplikasinya.

Page 3: Bab IV Well Kick

Sebab lain yang menyebabkan densitas lumpur menjadi berkurang

adalah pada saat dilakukan fracturing dan pengasaman dan perubahan fluida

perforasi, fluida komplesi dan fluida packer.

4.2.2. Swabbing dan Surging

Tenaga swab dan surge terjadi ketika pipa bergerak ketika

disekelilingnya masih terdapat fluida. Arah dari pergerakan pipa merupakan

indikasi apakah tenaga swab atau surge yang lebih dominan. Ketika pipa bergerak

keatas ( contohnya ketika pergantian pipa ) tekanan swab akan lebih dominan.

Lumpur sering tidak dapat jatuh kembali kebawah secepat pipa yang ditarik

keatas. Jadi di bawah pipa terdapat berkurangnya tekanan dan akan membuat

fluida formasi masuk ke dalam sumur mengisi kekosongan itu sampai terjadi

keseimbangan tekanan. Hal ini disebut swabbing.

Tekanan surge akan lebih dominan terjadi pada saat memasukkan

kembali pipa (tripping back in). Ketika pipa dimasukkan kembali ke dalam lubang

sumur, fluida disekitar pipa seharusnya akan mengalir keatas akibat beban pipa.

Bila pipa dimasukkan terlalu cepat maka tidak semua fluida lumpur yang dapat

bergerak keatas, sehingga akan mengakibatkan efek seperti piston. Bila tekanan

besar terjadi akibat pemasukan pipa yang terlalu cepat maka akan timbul problem-

problem lain seperti lost circulation, pecahnya formasi.

Tekanan surge juga ada ketika pipa dicabut dari lobang sumur, tetapi

biasanya mempunyai efek yang lebih sedikit daripada swabbing. Lumpur di

sekitar pipa (khususnya diatas BHA) seharusnya ikut naik keatas sesuai dengan

gerak pipa yang ditarik keatas. Namun bila pipa ditarik terlalu cepat maka tidak

semua lumpur yang tertarik keatas. Kenaikan tekanan akan terjadi dan akan

menyebabkan pengurangan tekanan hidrostatik. Ada tiga hal penting yang harus

diperhatikan dalam penarikan pipa yang akan mempengaruhi swabbing dan

surging yaitu besarnya clearance, sifat fluida pemboran dan kecepatan dalam

pencabutan pipa.

Page 4: Bab IV Well Kick

Gambar 4.1. Kick akibat adanya swabbing 06

4.2.2.1. Clearance

Clearance adalah jarak atau ruang kosong antara drillstring (tubing,

drillpipe, drill collar, stabiliser ataupun peralatan pemboran lain) dengan dinding

lubang sumur (baik open hole maupun cased hole). Semakin kecil besar clearance

akan meningkatkan kemungkinan swabbing dan surging yang akan

mengakibatkan kick. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya

clearance :

a) Formasi garam atau formasi yang mengembang

Formasi garam bersifat plastik tergantung pada tekanan yang terbeban

padanya. Clearance akan semakin kecil ketika tekanan pompa turun (misalnya

ketika terjadinya penurunan tekanan akibat lost circulation), selain itu adanya

tekanan secara lateral terhadap formasi garam.

Formasi yang mengandung banyak clay yang mudah mengembang

bila terkena air, akan memperkecil jarak clearance dan memungkinkan

terjadinya swabbing ketika pencabutan pipa, akibat lain formasi seperti ini

dapat pula mengakibatkan terjepitnya pipa.

b) Balling

Page 5: Bab IV Well Kick

Balling atau menempelnya material pemboran seperti barite, wall cake

atau material formasi yang menempel pada bit, stabiliser, tool joint dan

bagian-bagian dari drill string akan mengurangi besarnya clearance.

Penyempitan clerance akibat hal ini dapat dilihat pada kenaikan torque atau

naiknya tekanan yang diperlukan untuk mengangkat lumpur.

c) Kemiringan sumur dan Doglegs

Semakin miring arah dari drill string maka semakin kecil clearance

akibat kemiringan sumur khusunya pada daerah dogleg.

d) Panjang BHA

BHA yang semakin panjang akan mengurangi besar clearance dan

mempunyai kemungkinan swabbing dan surging yang lebih besar.

e) Jumlah stabiliser

BHA dengan metode pendulum dengan satu stabiliser mempunyai

kemungkinan kecil swabbingg lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan

beberapa stabiliser. Dan semakin bertambahnya jumlah stabiliser akan diikuti

perubahan besar balling, surge dan swabbing.

4.2.2.2. Sifat Dari Fluida Pemboran

Sifat fluida pemboran akan sangat berpengaruh ketika memasukkan

kembali atau mencabut pipa dari dalam sumur. Berikut ini adalah sifat dari

lumpur yang mempengaruhi adanya efek surging dan swabbing adalah :

- Viscositas, adalah kemampuan lumpur untuk mengalir, dan mungkin

merupakan faktor yang harus diperhatikan dari semua faktor yang

menyebabkan swabbing. Jika lumpur terlalu kental dan viscous, kemampuan

lumpur untuk mengalir kebawah lagi ketika pipa dicabut keatas akan semakin

sulit. Ketika viscositas lumpur terlalu tinggi, perlu adanya pengangkatan yang

lebih lambat dan hati-hati. Dengan pencabutan yang hati-hati kehilangan

tekanan didasar sumur akan menjadi semakin kecil dan sangat berpotensial

mengurangi adanya swabbing.Tes dengan menggunakan Marsh Funnel sangat

diperlukan setiap waktu untuk memeriksa dan menentukan apakah lumpur

cukup bagus kondisinya untuk dilakukan penggantian pipa. Dan jika lumpur

Page 6: Bab IV Well Kick

yang akan digunakan bermaswalah harus dikondisikan dulu sesuai dengan

yang kita inginkan.

- Karena sifat gel strength lumpur

Ketika lumpur dalam keadaan statis atau diam terdapat gaya tarik menarik

antar molekul. Molekul-molekul tersebut akan saling mendekat dan

menggumpal dan menyebabkan terjadinya flokulasi. Karena adanya peristiwa

flokulasi ini akan mengubah sifat lumpur menjadi lebih kental.

- Adanya water loss

Water loss adalah hilangnya cairan lumpur ke dalam formasi. Water loss ini

akan menyebabkan dehidrasi pada lumpur dan membuatnya menjadi lebih

kental dan mengurangi kemampuannya untuk mengalir.

Karena sifat lumpur yang lebih kental ketika pipa dimasukkan kembali ke dalam

sumur, fluida akan terdorong keatas dan akan menaikkan kemungkinan terjadinya

swabbing dan surging, dan akan diikuti oleh naiknya EMW (Equivalent Mud

Weight) dalam berbagai kedalaman.Kenaikan EMW ini selain akan

mengakibatkan fluid loss juga menyebabkan terjadinya pecah formasi.

4.2.2.3. Kecepatan Dalam Mencabut Atau Memasukkan Pipa

Kecepatan gerak pipa pada saat dicabut atau dimasukkan merupakan

faktor terpenting yang mempengaruhi adanya efek surge dan swabbing. Semakin

cepat dalam mencabut atau memasukkan pipa maka akan menyebabkan

kemungkinan efek surge atau swabbing akan semakin tinggi. Dan kemungkinan

terjadi kick akan bertambah tinggi pula.

4.2.3. Kurangnya Tinggi Lumpur

Berkurangnya tinggi lumpur yang berada dalam sumur akibat keluar

sebagian volume dalam pipa bor ketika penggantian bit atau penggantian pipa

sehingga memperkecil tekanan hidrostatik yang diberikan lumpur pada formasi,

maka cairan formasi juga akan mendesak lumpur dalam lumpur tersebut.

Ada dua macam pencabutan dalam pipa yaitu :

1. Tripping Dry Pipe Out

Page 7: Bab IV Well Kick

Adalah pencabutan pipa dalam keadaan tidak ada lumpur yang ikut

terangkat keatas, karena dengan pencabutan secara pelan maka lumpur

akan jatuh ke bawah karena efek gravitasi. Sesuai dengan pengalaman,

pencabutan pipa yang akan mempengaruhi tinggi kolom lumpur ketika

dimulai pencabutan pipa untuk stands ke lima atau lebih.

2. Tripping Wet Pipe Out

Adalah pencabutan pipa dimana masih terdapat lumpur yang terangkat ke

permukaan, dan biasanya dengan tripping wet pipe out akan mengurangi

tinggi lumpur lebih cepat daripada tripping dry pipe out.

Oleh karena itu diperlukan perhitungan yang tepat untuk pengisian

kembali sumur ketika pipa sedang diangkat ke permukaan. Untuk menghitung

berapa barrel lumpur yang akan diisikan ketika pencabutan pipa akan dijelaskan

dengan rumus dibawah ini. Contoh perhitungannya dapat dilihat dalam contoh

perhitungan 1.

Menghitung volume pengisian lumpur pada saat tripping dry pipe out : Volume pengisian (bbls) =Displacement pipa (bbls/ft) x Panjang pipa(ft)..............(4-1)Menghitung volume pengisian lumpur pada saat tripping wet pipe out : Volume pengisian (bbls) = (Displacement pipa (bbls/ft) x Kapasitas pipa

bbls/ft) ) x panjang pipa (ft)..................................................(4-2) Setelah kita mengetahui jumlah volume yang akan diisikan, perhitungan dalam

pengisian akan lebih mudah dan tepat bila menggunakan trip tank atau dengan

sistem perhitungan stroke pompa. Untuk menghitung stroke pompa kita dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :

Stroke pompa = Volume pengisian (bbl) : Output pompa (bbls/strk)..................(4-3)

Contoh perhitungan stroke pompa dapat dilihat pada contoh perhitungan 2.

Harus diperhatikan jika stroke pompa tidak selalu menghasilkan

volume lumpur secara tepat sesuai dengan teori, hal ini disebabkan adanya

renggang waktu yang diperlukan lumpur untuk mengalir melewati sensor aliran.

Page 8: Bab IV Well Kick

Secara praktek di lapangan diperlukan penambahan sekitar 5 – 10 stroke (atau

lebih) untuk pengisian. Untuk penerapan di lapangan dalam pengisisan kembali

lubang sumur agar tinggi kolom lumpur tidak turun adalah setiap penarikan lima

stand pipa atau sebelum tekanan hidrostatik berkurang sebesar 75 psi. Untuk

menghitung panjang pipa yang dapat diangkat sebelum tekanan hidrostatik turun

75 psia adalah sebagai berikut.

a) Untuk dry pipe Panjang max (ft) = ( Penurunan tekanan (psi) : 0,052 : Densitas

lumpur(ppg)) x (Kapasitas casing (bbls/ft) – Displacement pipa (bbl/ft) ) : Displacement pipa (bbl/ft)..................................................................................(4-4)

b) Untuk wet pipe Panjang max (ft) = (Penurunan tekanan (psi) : 0,052 : Densitas

lumpur(ppg) x (kapasitas casing(bbls/ft) – Displacement pipa(bbl/ft) ) : (Displacement pipa(bbl/ft) + Kapasitas pipa(bbl/ft) )...............................(4-5)

Contoh perhitungan panjang maximum pipa dapat dilihat pada contoh

perhitungan3. Pada saat pencabutan dan penggantian drill collar akan dibutuhkan

volume pengisian lima sampai sepuluh kali lebih besar daripada pada saat

penggantian pipa. Kegagalan dalam memperkirakan volume yang akan diisikan

ketika pencabutan dan penggantian collar akan menyebabkan terjadinya kick.

4.2.4. Tekanan Abnormal

Tekanan abnormal dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya kick

karena bila tekanan abnormal tidak dapat diindentifikasi maka ketika pemboran

memasuki daerah ini akan terjadi kenaikan tekanan formasi secara tiba-tiba yang

disebabkan oleh hal-hal yang telah kita jabarkan di bab sebelumnya. Kenaikan

tekanan formasi yang secara tiba-tiba ini memerlukan treatment fluida pemboran

yang mempunyai berat jenis yang lebih besar untuk mengimbanginya, dan untuk

treatment ini memerlukan waktu untuk pencampurannya, dan dalam selang waktu

Page 9: Bab IV Well Kick

itu kick akan terjadi. Jadi diperlukan identifikasi awal mengenai tekanan abnormal

untuk mengurangi resiko terjadinya kick.

4.2.5. Halangan Di Lubang Sumur

Bila di dalam sumur ada sesuatu yang menyumbat atau mengahalangi

maka harus diwaspadai adanya tekanan yang terjebak di balik sesuatu yang

menghalangi tersebut. Penyumbatan tersebut dapat disebabkan karena adanya

packer, plug semen, casing yang rusak dan menutup lubang. Tekanan yang

terjebak tersebut bila tidak segera diwaspadai maka ketika pemboran akan

melewati penyumbatan tersebut akan beresiko terjadi kick..

Contoh suatu kasus bahayanya penyumbatan ini adalah bila ada sebuah

sumur gas yang sebelumnya ditutup dan ditinggalkan namun sekarang akan dibor

kembali. Misalnya sumur mempunyai TVD 7000 feet dan ditutup oleh cementing

plug pada kedalaman 2000 feet dan kita menggunakan tekanan hidrostatik 769 psi

sedangkan ketika pemboran menembus plug tersebut kita akan menemukan

tekanan sebesar 2693 psi atau kira-kira tiga kali lebih besar dari tekanan

hidrostatik yang kita gunakan, sumur akan terjadi kick yang cukup besar

volumenya.

4.2.6. Adanya Kerusakan Pada Alat

Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam operasi pemboran

adalah kesempurnaan kerja alat. Kerusakan pada alat akan berakibat sangat fatal

dan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar. Misalnya terjadi kerusakan

pada pompa ketika mensirkulasikan dan mengkondisikan lumpur , tekanan

sirkulasi di dalam sumur akan hilang dan ini akan sangat berbahaya karena kick

akan mulai terjadi semakin cepat dengan volume yang besar dan tidak bisa

dikendalikan. Ketika dilakukan penutupan BOP tekanan yang besar akan merusak

BOP dan dapat terjadi semburan liar.

Oleh karena itu dalam pemasangan alat diperlukan cadangan peralatan dan

dilakukan pengujian secara rutin untuk mengetahui kerja alat. Dengan pengujian

ini diharapkan kerja alat yang sempurna karena kita tidak dapat memperkirakan

Page 10: Bab IV Well Kick

akan terjadi kerusakan alat. Kerusakan alat dipengaruhi oleh cuaca, lingkungan air

asin, fluida formasi yang bersifat corrosive, gerakan rig dan lain sebagainya.

4.2.7. Lost Circulation

Lost circulation adalah suatu keadaan dimana lumpur hilang ke formasi

yang dapat diakibatkan adanya rekah formasi. Hilangnya lumpur ke formasi ini

akan mengakibatkan berkurangnya lumpur ke dalam formasi dan akhirnya akan

mengurangi tekanan hidrostatik lumour itu sendiri maka cairan formasi akan

mendesak ke dalam sumur dan terjadilah kick.

4.3. Deteksi Adanya Kick

Untuk dapat mematikan kick dan mencegah problem yang akan

ditimbulkannnya kita terlebih dahulu harus mengetahui parameter-parameter yang

akan menunjukkan kick sedang terjadi. Parameter-parameter ini berupa parameter

pemboran yang dapat kita lihat di permukaan.

4.3.1. Perubahan Laju Penembusan

Perubahan laju penembusan menunjukkan adanya perubahan formasi

yang ditembus. Ketika laju penembusan turun menandakan pemboran sedang

menembus formasi yang mempunyai densitas tinggi atau keras dan padat,

sedangkan ketika laju penembusan naik menandakan pemboran sedang melewati

formasi yang lunak dan mempunyai densitas rendah. Istilah drilling break

digunakan ketika laju pemboran naik.

Ketika terjadi Drilling Break harus dilakukan pemeriksaan laju alir

(flowchecks) karena ketika melewati formasi yang mempunyai densitas lebih

rendah mencirikan formasi lunak atau formasi yang mempunyai volume pori yang

lebih besar dan akan menampung jumlah fluida yang lebih besar dan bila fluida

itu tertahan dan bertekanan tinggi kemungkinan terjadi kick akan semakin besar.

Page 11: Bab IV Well Kick

Laju penembusan menjadi naik juga mengidentifikasikan tekanan

differensial di dasar sumur (P) kecil. Tekanan differensial adalah perbedaan

tekanan lumpur dendan tekanan formasi.

.........................................................................................................(4-6)

dimana :

P = Tekanan Differensial

Ph = Tekanan Hidrostatik lumpur

Pf = Tekanan Formasi

Dengan tekanan differensial yang kecil maka tekanan formasi akan membantu

proses pemecahan batuan hal inilah yang menyebabkan laju penembusan menjadi

besar. Selain itu hal ini akan menunjukkan adanya kenaikan tekanan formasi dan

harus diantisipasi adanya fluida yang mengalir kedalam lubang sumur dengan

tekanan tinggi yang dapat menyebabkan kick.

4.3.2. Volume Lumpur di Tanki Lumpur Naik

Masuknya fluida formasi ke dalam sumur maka akan terangkat ke

permukaan dan bercampur dengan lumpur sehingga akan menambah jumlah total

volume lumpur yang akan terukur di tanki lumpur.

4.3.3. Di Flow-line Laju Alir Naik dan Berat Jenis Lumpur Turun

Pada laju alir dari pompa konstan dan dari formasi masuk fluida formasi

kedalam sumur maka akan menambah volume pada annulus sedangkan luasnya

sendiri tetap, maka akibatnya laju alir di annulus begitu pula di flowline relatif

lebih cepat dari laju alir kalau tidak ada cairan formasi yang masuk kedalam

sumur.

Begitu pula berat jenis lumpur yang terukur di flowline akan relatif

lebih kecil, hal ini terjadi pada saat mau masuk daerah abnormal karena biasanya

pahat menembus dulu daerah shale yang banyak mengandung gelembung-

Page 12: Bab IV Well Kick

gelembung gas sehingga bila bercampur dengan lumpur pemboran, akan

menurunkan berat jenisnya. Penurunan berat jenis ini dapat pula dihitung dengan

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

...........................................................................................................(4-7)

dimana :

dmc = Berat jenis lumpur setelah tercampuri gas

= Perbandingan antara volume lumpur dan gas di permukaan

4.3.4 Adanya Aliran Di Dalam Sumur Ketika Pompa Dimatikan

Ketika pompa dimatikan , adanya aliran yang berlanjut dalam sumur

menunjukkan adanya kick. yang sedang terjadi. Aliran ini berasal dari fluida

formasi yang masuk ke dalam sumur akibat berhentinya tekanan sirkulasi lumpur

karena pompa dimatikan.

Gambar 4.2. Adanya Aliran Ketika Pompa Dimatikan06

4.3.5. Tekanan Pompa Untuk Sirkulasi Turun Dengan Kecepatan Pompa

Naik

Pada saat lumpur di anulus tercampuri fluida formasi yang

menyebabkan turunnya berat jenis lumpur di annulus, maka kesetimbangan antara

Page 13: Bab IV Well Kick

tekanan hidrostatik dalam pipa dengan tekanan hidrostatik annulus terganggu

dimana tekanan hidrostatis di annulus lebih kecil daripada tekanan hidrostatik

dalam pipa bor, sehingga tekanan hidrostatik lumpur dalam pipa bor seolah-olah

ikut membantu mendorong lumpur di annulus sehingga tekanan pompa yang

diperlukan relatip turun dan lumpur di dalam pipa relatip lebih cepat dari kondisi

sebelumnya.

4.3.6. Berat Pahat Bor Berubah dan Putaran Naik

Fluida dalam lubang sumur mempunyai efek bouyancy yang

ditunjukkan pada rumus 3-1 menunjukkan bahwa berat dari drll string berbanding

lurus dengan densitas lumpur. Bila densitas lumpur turun diakibatkan oleh adanya

fluida formasi yang masuk ke dalam sumur maka berat drilstring akan menjadi

lebih besar karena mengecilnya efek bouyancy dari lumpur.

WOB turun juga dapat merupakan indikasi adanya kick. Ketika pahat

bor menembus formasi relatip lebih cepat karena tekanan differensial yang turun

maka pahat tersebut akan lebih cepat “tergantung” sehingga berat pahat bor

(WOB) relatip lebih cepat untuk mengecil, dan putaranpun akan relatip cepat

karena laju penembusan yang naik tersebut. Dan bila volume kick besar dengan

tekanan formasi yang mendorongnya tinggi sehingga fluida formasi dapat naik

keatas ditunjukkan dengan berkurangnya WOB mendadak, maka penutupan

sumur jangan sampai terlambat dan tertunda.

4.3.7. Hadirnya Gelembung-gelembung Gas Pada Lumpur

Proses kejadian ini terjadi pada saat mau memasuki daerah abnormal

dimana sebelumnya pahat bor menembus lapisan shale yang banyak mengandung

gelembung-gelembung gas pada pori-pori impermeabel

4.3.8. Berat Jenis Shale Relatif Turun

Pada kondisi normal, semakin dalam sumur berat jenis shale akan

makin besar karena akan semakin kompak, tetapi ketika mau memasuki daerah

abnormal maka pahat bor memasuki daerah shale yang impermeabel dan

Page 14: Bab IV Well Kick

berporositas tinggi terisi gelembung-gelembung gas sehingga berat jenis relatif

turun dari sebelumnya.

4.3.9. d – Eksponent Relatif Turun

Metode d-Eksponent ini adalah salah satu cara untuk melihat kondisi

pemboran walaupun besarnya putaran, laju penembusan dan berat pahat bor

berubah – ubah besarnya selama pemboran berlangsung.

Dari prinsip ini diharapkan akan menjadi parameter penunjuk adanya

suatu perubahan jenis formasi. Prinsip dasar dalam prinsip ini adalah

....................................................................................(4-8)

akhirnya dikembangkan suatu persamaan d- Eksponent :

......................................................................................................(4-9)

dimana :

R = Laju penembusan , ft/hr

N = Putaran, Rpm

W = Berat pahat bor, lbs

Dpa = Diameter pahat, inch

Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah,

apalagi ketika masuk daerah abnormal, maka harga “d” harus dikoreksi terhadap

perubahan berat jenis lumpur sebagai berikut :

.............................................................................................................(4-10)

Page 15: Bab IV Well Kick

dimana :

dcs = d- Eksponent yang sudah dikoreksi

dmn = berat jenis lumpur normal, ppg

dma = berat jenis lumpur nyata, ppg

4.4. Kondisi Tekanan Pada Sistem Sebelum dan Saat Terjadinya Well-Kick

Sebelum membahas adanya tekanan sistem dalam lubang sumur kita

harus mengetahu terlebih dahulu gambaran sistem dalam lubang sumur. Biasanya

dalam pipa pemboran dan annulus digambarkan sebagai analogi pipa U (analogy

U-tube yang ditunjukkan pada gambar dibawah :

Satu kolom menunjukkan annulus dan kolom yang lain menggambarkan drillpipe.

Dasar dari pipa U menggambarkan dari dasar sumur. Di kedua kolom bekerja

tekanan hidrostatik lumpur dimana. Bila fluida di annulus lebih berat

dibandingkan fluida di drill pipe maka berat fluida di annulsu akan memberikan

tekanan ke arah bawah dan akan mengalir dalam drillstring dan menyebabkan

pendorongan fluida yang lebih ringan dalam drillstring ke permukaan dan level

fluida di annulus akan menjadi turun

4.4.1. Tekanan Operasi Normal

Ketika operasi pemboran berjalan dengan normal tanpa gangguan

apapun, maka pasti tekanan hidrostatik lumpur pemboran masih bisa

mengimbangi tekanan formasi sehingga tidak ada fluida formasi yang mendesak

memasuki sumur pemboran, tetapi tetap tidak terlalu besar perbedaannya (tekanan

differensialnya) supaya tidak terjadi kehilangan sirkulasi (lost circulation) akibat

Page 16: Bab IV Well Kick

masuknya lumpur pemboran kedalam pori formasi, kondisi inilah yang selalu

dinginkan. Kondisi tekanan ketika operasi pemboran berjalan normal adalah

sebagai berikut :

- Besarnya tekanan lumpur yang keluar dari annulus sangat kecil mendekati

nol (untuk selanjutnya dianggap nol) supaya lumpur tersebut tidak

tersembur ketatas tetapi yang dinginkan berupa pengaliran secara gravitasi

dari flowline ke shale shaker, degasser dan alat-alat lainnya saampai jatuh

ke tangki lumpur.

- Karena selama operasi pemboran tersebut lumpur mulai dari pompa sampai

kembali di flowline mengalami kehilangan tekanan (pressure loss) akibat

lumpur bergesekan dengan pipa-pipa dan viscositas lumpur itu sendiri,

sedangkan bila pada keadaan statik tekanan dalam pipa dan annulus pipa di

permukaan sama yaitu nol, maka ketika sirkulasi terjadi pompa harus

memberikan tekanan kepada lumpur sebesar tekanan yang hilang sepanjang

jalan yang dilalui lumpur Lihat gambar

Ploss = Psc + Pdp + Pdc + Pbt + Pdca + Pdpa .........................................................................(4-10)

Dimana :

Psc = Besarnuya kehilangan tekanan, psi

Pdp = Kehilangan tekanan di alat permukaan, psi

Pdc = Kehilangan tekanan di dalam pipa, psi

Pbt = Kehilangan tekanan di dalam collar, psi

Pdca = Kehilangan tekanan di luar collar, psi

Pdpa = Kehilangan tekanan di luar pipa, psi

Secara diagram kelakuan tekanan selama operasi pemboran normal bisa dilihat

pada gambar :

Page 17: Bab IV Well Kick

Keterangan gambar :

1. Tekanan yang diberikan pompa untuk menanggulangi besarnya tekanan

yang hilang selamam perjalanan lumpur

2. Tekanan di dalam pipa, yaitu tekanan pompa dikurangi tekanan yang hilang

ditambah tekann hidrostatik tiap kedalaman tertentu.

3. Tekanan yang hilang di pahat.

4. Tekanan di annulus, yaitu tekanan yang diberikan pahat dikurangi tekanan

yang hilang dan dikurangi tekanan hidrostatik tiap kedalaman tertentu.

5. Tekanan statik lumpur

6. Tekanan statik formasi.

Kondisi tekanan selama operasi pemboran berjalan dengan normal, gradien

tekanan lumpur dinamik di annulus lebih besar sedikit dari gradien tekanan

lumpur statik dan lebih besar dari gradien tekanan formasi.

4.4.2. Tekanan Operasi Ketika ada Kick

Hadirnya kick pada sumur pemboran menunjukkan bahwa gradien

tekanan formasi lebih besar dari gradien tekanan dinamik lumpur yang jelas lebih

besar pula dari tekanan hidrostatik lumpur. Dan diperlihatkan pada gambar :

Gradien statik formasi (6) lebih besar daripada gradien tekanan

dinamik lumpur maupun gradien tekanan statik lumpur sehingga menyebabkan

fluida formasi mendesak masuk ke lubang sumur.

Page 18: Bab IV Well Kick

Kejadian ini bisa terjadi karena gradien lumpur (4) dan (5) itu sendiri yang

mengecil yang disebabkan oleh beberapa hal seperti yang telah ditunjukkan pada

bab sebelumnya atau gradien formasi itu sendiri yang membesar karena

mendekati daerah abnormal/ masuk daerah abnormal.

Hadirnya kick kedalam lubang sumur dapat diperlihatkan pada gambar

dibawah. Dimana pada kondisi normal, tekanan formasi cukup terpenuhi oleh

tekanan hidrostatik lumpur sehingga tekanan di permukaan berharga nol.

Kemudian pada kondisi kick tekanan formasi dipenuhi oleh tekanan hidrostatik

lumpur dan hidrostatik kick sehingga permukaan menerima tekanan sebesar CP.

CP = Pf – P hid lumpur – P hid kick ................................................................()

Sedangkan pada kondisi blowout besarnya tekanan di permukaan adalah

CP = Pf – P hid kick..........................................................................................()

Dimana :

CP = Tekanan yang diterima di permukaan

Pf = Tekanan formasi

Karena harga P hid kick biasanya sangat kecil dibandingkan harga P hid lumpur

maka harga CP pada blowout jauh lebih besar sedangkan kalau kick tersebut

adalah gas maka harga CP sangat mendekati tekanan formasi.

4.5. System BOP

Fungsi utama dari system BOP adalah menutup lubang bor ketika

terjadi kick. System BOP terdiri dari dua sub komponen utama yaitu BOP stack –

Page 19: Bab IV Well Kick

Accumulator dan Sistem Pendukung yang rterdiri dari Choke Manifold dan Kill

Line.

4.5.1. BOP Stack dan Accumulator

BOP stack merupakan peralatan dengan valve tekanan tinggi yang

didesain untuk menahan tekanan lubang bor bila terjadi kick. BOP stack terdiri

dari beberapa komponen yaitu : Annular Preventer, Ram Preventer, Drilling

spools, Casing Head.

4.5.1.1. Annular Preventer

Annular preventer ditempatkan di paling atas dari susunan BOP stack.

Annular preventer berisi Rubber Packing element yang dapat menutup lubang

annulus baik lubang dalam keadaan kososng ataupun ada rangkaian pipa bor.

Sekarang terdapat banyak macam annular preventer seperti Hydrill GL,

GX dan GK, Cameron D dan DL. Setiap jenis Annular preventer mempunyai

ketentuan atau tekanan yang dianjurkan untuk setiap ukuran pipa. Misalnya pada

tabel IV-1 menunjukkan besarnya tekanan penutupan untuk Annular preventer

Type GL.

Tabel IV-1 13

Tekanan Penutupan Annular Preventer Type GL

Page 20: Bab IV Well Kick

4.5.1.2. Ram Preventer

Ram Preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa

tertentu, atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang. Sebagian besar Ram

preventer ditutup dengan tekanan 1500 psi. Dibagi atas :

a) Pipe rams

Digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor

berada pada lubang.

b) Blind or Blanks Ram

Digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak

berada dalam lubang bor.

c) Shear Rams

Memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor kosong (open hole),

diginakan terutama pada offshore floating rig.

Page 21: Bab IV Well Kick

Gambar 4.3. Bagian-bagian dari Ram Preventer 13

4.5.1.3. Drilling Spools

Drilling spools adalah terletak diantara preventers. Drilling spolls

berfungsi sebagai tempat pemasangan Choke Line (yang mensirkulasikan kick

keluar dari lubang bor) dan kill line (yang memompakan lumpur berat). Ram

Preventer pada sisa-sisanya mempunyai “Outlets” yang digunakan untuk maksud

yang sama.

4.5.1.4. Casing Head

Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi

sebagai pondasi BOP stack.

Accumulator dihidupkan dalam keadaan darurat yaitu untuk menutup

BOP stack. Unit ini dapat dihidupkan dari remote pannel yang terletak pada lantai

bor atau dari accumulator panel pada unit ini terdiri dalam keadaan crew harus

meninggalkan lantai Bor.

Page 22: Bab IV Well Kick

Gambar 4.4. Susunan BOP 06

Keterangan gambar :

A : Annular Preventer

R : Satu macam ram preventer baik Blind Ram atau Pipe Ram

S : Spool yang dihubungkan dengan Choke dan Kill Lines

4.5.2. Sistem Pendukung

4.5.2.1. Choke Manifold

Choke manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa

outlet yang dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP

Stack dengan “High Pressure Line”, disebut Choke Line. Bila dihidupkan, choke

manifold membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah

terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari BOP Stack ke

sejumlah valve (yang membatasi aliran dan langsung ke reserve pits), mud gas

separator atau mud conditioning area Back Pressure dijaga sampai lubang bor

dapat dikontrol kembali.

Page 23: Bab IV Well Kick

Gambar 4.5. Choke Manifold 13

4.5.2.2. Kill Line

Kill Line bekerja pada BOP stack biasanya berlawanan berlangsung

dengan choke manifold (dan choke line). Lumpur berat dipompakan melalui kill

lane ke dalam lubang bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi

tekanan formasi.

4.6. Prosedur Menutup Sumur

Ketika tanda-tanda kick sudah mulai dideteksi hal yang dilakukan

pertama kali adalah menutup sumur. Bila masih ada keragu-raguan dalam

mendeteksi kick dapat dilakukan cek aliran (flow check) setelah dilakukan

penutuipan sumur. Aliran yang terjadi dari dalam sumur baik besar maupun kecil

tidak bisa diremehkan karena keduanya jika tidak segera diatasi dapat

menyebabkan terjadinya Blow Out.

Ada dua cara penutupan sumur yaitu Soft Shut In dan Hard Shut In.

The Hard Shut In adalah penutupan sumur dimana annular preventer dengan

segera ditutup setelah pompa dimatikan. Sedangkan Soft Shut In adalah proses

penutupan sumur dimana choke dibuka terlebih dahulu sebelum penutupan

annular preventer. Alasan penggunaan Soft Shut In adalah untuk mencegah

adanya tumbukan keras dari fluida formasi yang menghantam preventer karena

adanya penutupan yang dilakukan secara tiba-tiba, hal ini disebut sebagai Low

Choke Pressure Method yang akan membuat naiknya tekanan pada casing.

Sebenarnya metode penutupan secara Soft maupun Hard ini tidak

banyak berbeda, keduanya dapat dipakai dan menghasilkan penutupan yang

Page 24: Bab IV Well Kick

bagus. Efek dari hantaman fluida terhadap peralatan maupun efek negatif lain

belum dapat dibuktikan.

Penutupan sumur ketika pipa didalam sumur atau pada waktu drilling

prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Memberi peringatan pada kru

2. Dengan segera tarik kelly keatas sampai tool joint diatas rotary table

3. Menghentikan putaran Rotary table dan mematikan pompa

4. Memerikasa aliran dari dalam sumur dan bila ada aliran kita lakukan

prosedur penutupan sumur yaitu dengan :

a) Metode Hard Shut In

- Membuka Choke Line Valve

- Menutup rangkaian BOP

- Memberitahu personel perusahaan

- Membaca SIDPP dan SICP setiao menit

b) Metode Modifikasi

- Menutup rangkaian BOP

- Membuka Choke Line valve

- Memberitahu personel perusahaan

- Membaca SIDPP dan SICP setiap menit

c) Metode Soft Shut In

- Membuka Choke lIne valve

- Menutup rangkaian BOP

- Menutup Choke dan melihat tekanan casing untuk meyakinkan

tidak ada tekanan yan terjebak.

- Memberitahu personel perusahaan

- Membaca SIDP dan SICP setiap menit

Page 25: Bab IV Well Kick

4.7. Metode Constant Bottomhole Pressure

Di pembahasan-pembahasan diatas telah disinggung bahwa konsep

Constant Bottomhole Pressure adalah sebuah metode dimana total semua tekanan

( tekanan hidrostatik lumpur, tekanan casing dan lain-lain) didasar sumur

dipertahankan sedikit lebih besar dari tekanan formasi untuk mencegah masuknya

fluida formasi ke dalam lubang sumur. Metode Constant Bottom Hole Pressure

dibagi menjadi tiga metode yaitu :

1. Metode satu sirkulasi

Setelah penutupan sumur, mematikan kick dengan memompakan lumpur

berat dengan menggunakan sat sirkulasi. Nama lain metode ini adalah

Metode Wait and weight, metode Engineer’s, metode graphical, atau

metode drill pipe constant.

2. Metode dua sirkulasi

Setelah penutupan sumur mengeluarkan fluida kick dengan lumpur lama,

kemudian mensirkulasikan lumpur berat. Nama lain metode ini adalah

metode Driller’s

3. Metode Concurrent

Setelah penutupan sumur lumpur lama dinaikkan sedikit demi sedikit

densitasnya sambil dilakukan sirkulasi.

Page 26: Bab IV Well Kick

4.8. Data-data Awal Yang Harus Diketahui

Data-data awal yang akurat dan terorganisisr dapat mempercepat

dalam mengatasi kick secara lebih cepat. Data-data awal ini dapat ditunjukkan

pada tabel IV-1 yang merupakan data awal yang cukup lengkap.

4.9. Perhitungan-perhitungan Awal Yang Diperlukan Dalam Mengatasi

Kick.

4.9.1. Menghitung Volume Drillstrings dan Besar Stroke Pompa Sampai

Bit

Untuk mematikan sumur, volume lumpur yang akan dipompakan

dihitung dengan menghitung stroke pompa sehingga sangat penting untuk

mengetahau jumlah stroke pompa yang diperlukan untuk memompa lumpur

sampai ke bit atau ujung tubing bagian bawah (EOT).

Perhitungan volume Drill Pipe, Drill Collar jumla stroke surface to bit atau jumlah

stroke pompa samapi EOT dapat dihitung dengan rumus dibawah. Dan untuk

contoh perhitungan dapat dilihata pada contoh perhitungan 4..

Menghitung Volume Drill Pipe

Volume Drill Pipe (bbls) = Panjang DP (ft) + Kapasitas DP (bbls/ft)...........................................(4-11)

Menghitung Volume Drill Collars

Volume DC (bbls) = Panjang DC (ft) + Kapasitas DC (bbls/ft) ....................................................(4-12)

Menghitung Stroke Surface to Bit

Stks Surface to Bit (stks) = [Volume DP (bbls) + Volume DC (bbls) + Surface Line

Volume (bbls)] : Pump Output (bbls/stk)

Page 27: Bab IV Well Kick

= Drill string Volume (bbls) : Pump Output (bbls/stk).........................(4-13)

Menghitung Stroke Pompa sampai EOT (end Of Tubing)

Stks Surface to EOT (stks) = [Panjang Tubing- EOT (ft) x Kapasitas Tubing (bbls/ft)]

: Pump Output (bbls/stk)

= Volume Tubing to EOT (bbls) : Pump Output (bbls/stk)..................(4-

14)

4.9.2. Menghitung Volume Annulus dan Total Stroke Pompa

Rumus-rumus berikut menghitung besarnya volume annulus dan

stroke pompa yang akan digunakan untuk mendorong volume tersebut. Geometri

annulus tergantung dengan ukuran lubang bor, casing dan pipa. Setiap perubahan

diameter antara pipa dengan casing maupun openhole mempunyai kapasitas yang

berbeda-beda. Setiap kapasitas itu dikalikan dengan panjangnya dari tiap section.

Penjumlahan dari volume tiap section akan menghasilkan total volume annulus.

Volume annulus antara Drill Pipe dengan Casing

Vann DP-CSG = Kapasitas Annulus DP-CSG (bbls/ft) x Panjang DP di Casing (ft)

= [(ID casing (inch2) – OD Drill Pipe (inch

2) ) : 1029,4] x Panjang DP...............(4-

15)

Volume annulus antara Drill Pipe dengan Open Hole

V ann DP-OH = Kapasitas Annulus DP-OH (bbls/ft) x Panjang DP di OH (ft)

= [(Ukuran lubang (inch2) - OD Drill Pipe (inch

2) : 1029,4] x Panjang DP

di Open Hole .............................................................................................(4-16)

Volume annulus antara Drill Collars dengan Open Hole

V ann DC-OH = Kapasitas Annulus DC-OH (bbls/ft) x Panjang DC di OH (ft)

= [(Ukuran lubang (inch2) - OD Drill Collars (inch

2) : 1029,4] x Panjand

DC di OH...................................................................................................(4-17)

Volume Annulus Total

V annulus = Vann DP-CSG + V ann DP-OH + V ann DC-OH ......................................................(4-18)

Menghitung besarnya Strokes Pompa dari Bit ke Casing Shoe

Sks Bit-casing soe = [V ann DP-OH + V ann DC-OH] : Output Pompa (bbl/stk) ............................................(4-19)

Page 28: Bab IV Well Kick

Menghitung besarnya stroke pompa dari bit ke permukaan

Stks Bit-permukaan = V annulus : Output Pompa (bbl/stk ...................................................................(4-20)

Total Strokes dari permukaan kembali ke permukaan

Strokes surface-surface = Strokes Surface to bit + strokes Bit to Surface ....................................(4-21)

Contoh perhitungan dapat dilihat pada contoh perhitungan 5.

4.10. Kill Rates dan Kill Rates Pressures

Didalam kegiatan Pengendalian sumur, tidak hanya mencegah adanya

fluida kick yang masuk ke dalam sumur namun juga dapat mengangkat fluida

tersebut dengan mensirkulasikan lumpur dengan pompa dan sebelumnya

menetapkan tekanan kill rates. Kill rate pressures adalah tekanan untuk untuk

mengurangi kendala-kendala dengan menggunakan laju sirkulasi lumpur yang

rendah.

Sirkulasi atau tekanan Kill Rates dapat juga disebut sebagai Slow

Circulating Rates (SCR), Slow Pump Rates (SPR), Reduced Circulating dan

sebagainya, tapi pada dasarnya mereka sama maksudnya. Slow Circulating Rates

dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut :

1) Dengan Slow Circulating Rates akan lebih mudah untuk menambah berat

lumpur sedikit demi sedikit .

2) Reaksi Choke akan bertambah bila mengalirkan lumpur dengan laju tinggi

(high rates).

3) Kemungkinan tenaga pompa yang berlebihan kecil.

4) Kemungkinan terjadinya tekanan surges kecil.

5) Kemungkinan terjadi pecahnya formasi maupun lost sirkulasi kecil.

Slow Circulating Rates atau Kill Rates Pressures dilakukan dalam

operasi pemboran dianjurkan pada saat :

1) Adanya perubahan densitas lumpur dan laju lumpur

2) Adanya penggantian bit dan BHA serta perubahan berat drilling assembly

3) Ketika mengebor lebih dari 500 feet

4) Setelah dilakukan perbaikan pompa.

Page 29: Bab IV Well Kick

4.11. SIDPP (Shut in Drill Pipe Pressures )

SIDPP menunjukkan perbedaan antara tekanan formasi dengan

tekanan hidrostatik lumpur di drillstring. Secara matematis SIDPP dapat

dirumuskan menjadi :

SIDPP = Formation Pressure (psi)– Hydrostatik Pressure of Mud in

Drill String (psi).................................................................................(4-22)

SIDPP dapat dilihat di drilling console di permukaan dan berfungsi untuk

menghitung tekanan formasi, berat lumpur untuk mengatasi kick (kill weight) dan

tekanan pertama saat sirkulasi (initial circulating Pressure). SIDPP diusahakan

lebih rendah dari SICP (shut in Casing Pressure).

SIDPP yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat disebabkan oleh

hal-hal sebagai berikut :

- Dengan adanya kick yang besar

- Adanya tekanan yang terjebak

- Terlalu awal dalam pembacaan SIDPP sebelum tekanan formasi menjadi

stabil.

- Terlambat dalam pembacaan SIDPP sehingga memperlihatkan adanya efek

migrasi gas.

4.12. SICP (Shut in Casing Pressure)

Ketika terjadi kick, fluida formasi masuk ke dalam lubang sumur.

Fluida formasi biasanya lebih ringan dari densitas lumpur, dan akan mengurangi

tekanan keseluruhan di dalam annulus. Total tekanan hidrostatik di annulus akan

lebih rendahdaripada tekanan hidrostatik di drill string karena lumpur di annulus

akan tercampur atau tergantikan oleh fluida formasi. Hal inilah yang

mengakibatkan berkurangnya berat lumpur, besarnya tinggi kolom lumpur atau

bahkan keduanya. Ketika fluida formasi mendorong baik didalam drill string

maupun dia annlus dan tekanan hidrostatik di annulus turun, maka akan timbulu

harga SICP yang tinggi. Bagaimanapun juga bila tekanan hidrostatik di annulus ,

Page 30: Bab IV Well Kick

dan jumlah cutting dan influx lebih besar dari drill string maka akan didapatkan

harga SICP yang lebih rendah dari harga SIDPP.

Secara matematis harga SICP dapat ditentukan sebagai berikut :

SICP = Formation Pressures (psi) – Hydrostatik Pressure of Mud in

Annulus (psi) - Hydrostatic Pressures of Influx (psi).............................(4-23)

4.13. Sirkulasi Untuk Mematikan Sumur

Untuk mencegah pertambahan influx ketika akan mematikan sumur,

Bottom Hole Pressure harus dijaga sedikit lebih besar dari tekanan formasi.

Macam tekanan sirkulasi tersebut adalah :

4.13.1. Tekanan Sirkulasi Awal (Initial Circulating Pressure)

Tekanan sirkulasi awal adalah kombinasi dari SIDPP ditambah dengan

tekanan yang diperlukan lumpur untuk sirkulasi dengan laju tertentu. Besarnya

SIDPP berfungsi untuk mencegah lebih banyak masuknya fluida formasi ke dalam

lubang sumur dan tekanan sirkulasi lumpur adalah tekanan untuk mengangkat

fluida formasi yang telah masuk ke dalam sumur. Initial Circulating Pressure

dapat dirumuskan sebagai berikut :

ICP = SIDPP + Kill Rate Pump Pressure (KRP)........................................(4-24)

4.13.2. Tekanan Sirkulasi Akhir (Final Circulating Pressure)

Final Circulating Pressure adalah tekanan untuk mensirkulasikan

lumpur berat untuk mngatasi kick. Data yang diperlukan adalah SIDPP,

kedalaman dan densitas lumpur baru dan lama. Densitas lumpur baru atau disebut

juga sebagai kill mud weight dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :

Kill Mud Weight = SIDPP (psi) : 0,052 : TVD (ft) + Densitas lumpur

lama (ppg) .......................................................................(4-25)

Untuk menentukan besar FCP dapat digunakan rumus sebagai berikut :

FCP = Kill Rates Pump Pressure (psi) x Kill Mud Weight (ppg) : Berat

lumpur lama (ppg) ..............................................................................(4-26)

Page 31: Bab IV Well Kick

4.13.3. Menggambar Grafik Penurunan Tekanan dan Pembuatan Tabelnya

Grafik ini disebut juga grafik Tekanan Sirkulasi yang menunjukkan

apa yang terjadi pada tekanan tubing atau tekanan drillpipe untuk interval waktu

ketika lumpur berat baru dipompakan kedalam drilstring. Grafik tersebut

menunjukkan Tekanan Awal Sirkulasi (Initial Circulating Pressure) yang secara

berangsur-angsur berubah menjadi tekanan akhir sirkulasi (Final Circulating

Pressure) dalam jangka waktu tertentu atau stroke yang digunakan. Fungsi

pembuatan grafik ini adalah untuk mempermudah dalam sirkulasi lumpur. Cara

pembuatan grafik adalah sebagai berikut :

1. Untuk mempersiapkan grafik mengeplot Intial Circulating Pressure pada

titik disebelah kiri dari margin grafik.

2. Menghitung stroke yang diperlukan setiap lima menit pemompaan, samapi

mencapai total waktu yang diperlukan untuk mendorong lumpur.

Mengalikan waktu yang diperlukan dengan stroke rete (spm) untuk

mendapatkan nilai total stroke.

3. Menggambar garis vertikal berdasarkan waktu dan stroke pompa yang

diperlukan untuk mendorong fluida lumpur.

4. Setelah didapatkan garis yang kita buat, menggambar final circulating

pressure.

5. Hubungkan titik Initial Circulating Pressure dengan Final Circulating

Pressure.

Contoh soal pembuatan grafik adalah sebagai berikut :

Diketahui :

ICP (initial Circulating Pressure) = 1300 psi

Waktu untuk sampai ke bit = 29,5 menit

FCP (final Circulating Pressure) = 1048 psi

Stroke untuk sampai ke bit = 886 strokes

Kill Rate = 30 stks/menit

Hasil grafik yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Page 32: Bab IV Well Kick

Beberapa operator memilih untuk pembuatan tabel daripada pembuatan grafik.

Prinsip yang digunakan juga hampir sama, yaitu tekanan sirkulasi dengan waktu

dan stroke pompa. Bentuk tabelnya adalah sebagai berikut :

Keterangan tabel :

1. Awal dari tabel stroke diisi dengan angka nol dan dibawah tabel merupakan

jumlah stroke untuk mencapai bit. Membagi stroke dengan 10 sehingga

baris dibawah angka nol akan menjadi 1/10 dikalikan jumlah total stroke,

baris berikutnya adalah 2/10 dikalikan dengan jumlah total stroke. Jumlah

total stroke akan menjadi sepuluh pembagian.

2. Untuk kolom tekanan, baris pertama merupakan ICP dan baris terakhir

merupakan FCP. Kurangi FCP dengan ICP dan dibagi dengan 10, hal ini

akan menunjukkan jumlah tekanan pada setiap pemerikasaan.

4.14. Menghitung Jumlah Barite Yang Ditambahkan

Dalam mengatasi kick untuk pembuatan lumpur berat diperlukan

perhitungan penambahan barite (additive untuk menambah densitas) yang teliti.

Perhitungan penambahan barite dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

dibawah ini :

Menghitung jumlah sack barrel untuk menambah densitas.

Jumlah sacks barite (sxs/bbl) = KMW (ppg) - PMW (ppg) x14,7 : (35 –

KMW (ppg) )...................................................(4-27)

Dimana :

Page 33: Bab IV Well Kick

KMW (Kill Mud Weight) = Berat lumpur baru yang ditambahkan

untuk mengatasi kick

PMW (Present Mud Weight) = Berat lumpur lama

14,7 = Konversi dari ppg/bbl menjadi sacks/bbl

Menghitung jumlah total barite yang diperlukan

Untuk mengetahui jumlah total barite yang akan digunakan, kita harus

menghitung dahulu jumlah volume total dari sistem dan dapat dicari dengan

rumus dibawah ini :

Volume System (bbl) = Vp (bbl) + Vdp (bbl) + Vann (bbl) + Vdp-riser (bbl).................(4-

28)

Dimana :

Vp = Volume dalam active pits

Vdp = Volume drill pipe

Vann = Total volume annulus

Vdp-riser = Volume antara DP dengan riser khusus untuk pemboran

lepas pantai

Total barite yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus :

Total barite (sxs) = Volume system (bbl) x jumlah sacks barite (sxs/bbl)

.............................................................................................................................................(4-29)

Setelah mengetahui jumlah total barite yang ditambahkan kita akan dapat

mengetahui penambahan volume system setelah ditambah barite yaitu :

Penambahan volume (bbl) = Total barite (sxs) : 14,7 .............................................(4-30)

Setelah mengetahui jumlah barite yang ditambahakan hala penting lainnya yang

harus diperhatiakan dalam pembuatan lumpur berat adalah jumlah air yang

ditambahkan untuk pencampurannya.

Menghitung jumlah air yang ditambahkan

Volume air (bbls) = MW in pit (ppg) – KMW(ppg) x Volume in pits (bbls) : (KMW

(ppg) – 8,33)................................................................................(4-31)

Keterangan :

MW in pit = Berat lumpur yang berada dalam mud pits

Page 34: Bab IV Well Kick

KMW = Kill Mud Weight

8,33 = Densitas air murni (ppg)

4.15. Metode Pengendalian Sumur

4.15.1. Metode Driller’s

Prinsip pelaksanaan metode driller’s didalam mengatasi well kick

adalah sebagai berikut :

- Sirkulasi pertama : mengeluarkan fluida kick dengan lumpur lama

- Sirkulasi kedua : mengganti lumpur lama dengan lumpur baru yang berat

jenisnya sudah ditentukan berdasarkan dari data-data yang didapat pada saat

penutupan sumur.

Metode driller’s adalah teknik yang digunakan untuk mengatasi kicl

dengan atau tanpa mematikan sumur. Sering digunakan untuk mengatasi kick

yang diakibatkan karena swabbing pada saat penggantian pipa. Dalam kasus-

kasus tertentu metode driller’s akan meyebabkan tekanan casing yang lebih tinggi

daripada teknik yang lain selain itu membutuhkan lebih banyak waktu. Metode

driller’s jarang digunakan untuk sumur yang rawan terkena lost circulation.

Dari gambar terlihat bahwa Tekanan drill pipe tidak turun pada

sirkulasi pertama karena lumpur berat belum ditambahkan pada tahap itu,

sedangkan ketika pada sirkulasi kedua terjadi penurunan tekanan drillpipe karena

telah disirkulasikan lumpur berat terlihat pada Initial circulating pressure (titik

nomor 1) sampai final circulating pressure (titik nomor 2).

Prosedur pelaksanaan metode driller’s dapat dijelaskan dengan

menggunakan contoh soal dengan data dibawah ini.

Page 35: Bab IV Well Kick

Prosedur pelaksanaan metode driller’s

1. Menutup sumur

2. Mencatat harga SIDPP dan SICP

Dari soal diketahui harga SIDPP = 520 psi

Harga SICP = 820 psi

3. Memulai sirkulasi dengan Circulation Pressure (CP) atau ICP (Initial

Circulation Pressure), dalam contoh soal besarnya circulation pressure adalah

1290 psi (didapat dari jumlah SIDPP + Tekanan pompa pada 24 spm sebesar

770 psi)

4. Tekanan sirkulasi dipertahankan konstan dengan cara menyetel choke atau

mengatur laju pompa konstan (24 spm) sampai fluida kick dapat diangkat

keatas. Bila tekanan sirkulasi tidak benar/konstan kita harus mempertahankan

sesuai dengan nilai yang diinginkan. Perubahan tekanan yang meyebabkan

perbedaan tekanan kurang dari 50 psi dapat diabaikan. Bila lebih besar dari

nilai tersebut harus diperhatikan dan dilakukan penambahan tekanan atau

pengurangan dengan memperhatikan Lag Time. Lag Time adalah waktu yang

diperlukan ketika terjadi perubahan tekanan pada penunjuk tekanan

dipermukaan sehingga didapatkan tekanan yang akurat.. Terdapat rumus

praktis dalam lag time ini yaitu menunggu waktu sekitar 2 detik untuk setiap

kedalaman 1000 feet.

5. Setelah kick dapat teratasi dan terangkat ke permukaan ada dua pilihan untuk

tindakan lebih lanjut. Tindakan pertama adalah menutup sumur. Ketika

menutup sumur tekanan casing harus dipertahankan sama dengan tekanan

drillpipe mula-mula (dalam soal adalah 520 psi), untuk mencegah masuknya

fluida kick lagi. Pilihan kedua adalah tetap dilakukan sirkulasi dimana dalam

pit dilakukan penambahan densitas untuk sirkulasi selanjutnya, keuntungannya

adalah mengurangi kemungkinan terjadinya pipa terjepit. Namun bila

Page 36: Bab IV Well Kick

dilakukan sirkulasi dibutuhkan grafik atau tabel sirkulasi yang telah dijelaskan

sebelumnya, hal ini akan menyebabkan kemungkinan adanya hitungan-

hitungan yang lebih banyak.

6. Memulai sirkulasi kedua dengan menggunakan lumpur berat. Kita dapat

menggunakan grafik atau tabel yang telah dijelaskan diatas atau

mempertahankan tekanan casing konstan sampai lumpur sampai ke bit. Kali

ini jangan mempertahankan tekanan drillpipe konstan karena harus berubah

akibat adanya perubahan tekanan hidrostatik dan friksi yang disebabkan

dorongan lumpur baru terhadap lumpur lama.

7. Sirkulasi dilanjutkan dengan lumpur berat (905 strokes), tekanan sirkulasi

berangsur-angsur berubah dari Initial Circulating Pressure menjadi Final

Circulating Pressure dan tekanan akan menjadi 832 psi , pertahankan harga

FCP sampai lumpur berat sampai ke permukaan. Ketika lumpur berat

mencapai annulus akanada kenaikan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan

tekanan drillpipe naik, pengaturan choke diperlukan untuk mempertahankan

FCP konstan.

8. Ketika lumpur berat sampai di permukaan menutup sumur untuk yang ketiga

kalinya tunggu 15 sampai 30 menit bila tidak ada aliran mungkin kick telah

mati, bila belum adakan sirkulasi lagi dengan menggunakan lumpur berat

secara tepat.

4.15.2. Metode Wait and Weight Method (Engineer’s Method)

Metode Wait and Weight dapat disebut juga metode satu sirkulasi

(One Circulation Method) secara prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut

setelah sumur ditutup, kemudian dilakukan pembuatan lumpur baru, kemudian

kick dikeluarkan dengan lumpur baru tersebut. Metode ini memerlukan waktu

yang paling sedikit dan tetap menjaga tekanan di permukaan lebih rendah bila

dibandingkan metode-metode yang lain.

Kelakuan tekanan pada metode Wait and Weight diperlihatkan pada

gambar dibawah :

Page 37: Bab IV Well Kick

Pada nomor 1 SIDPP digunakan untuk menghitung lumpur berat. Ketika lumpur

berat dipompakan kedalam drillpipe tekanan static drillpipe akan turun secara

linier samapi di titik nomor 2 dan tekanan drillpipe akan menjadi nol. Titik nomor

3 menggambarkan tekanan pompa mula-mula didalam drillpipe yang merupakan

jumlah total dari SIDPP dengan tekanan sirkulasi untuk mengatasi kick (kill rate

pressure). Ketika lumpur berat dipompakan kedalam drillpipe akan terjadi

penurunan tekanan sampai FCP (Final Circulation Pressure) dan dipertahankan

konstan sampai fluida kick terangkat kepermukaan.

Prosedur pelaksanaan metode wait and weight sesuai dengan contoh

yang digunakan diatas.adalah sebagai berikut:

1. Menutup sumur dan mencatat SIDPP, SICP dan ukuran kick.

2. Melakukan sirkulasi pertama dengan menggunakan lumpur berat, merupakan

harga ICP yang merupakan jumlah total anatara SIDPP dengan Tekanan

pompa (didalam soal adalah 1290 psi).

9. Selama dalam proses sirkulasi tekanan drilpipe akan turun dari ICP hingga

menjadi FCP (832 psi), dan pertahankan tekanan konstan pada harga FCP

sampai lumpur berat telah merata diseluruh sumur dan pompa dimatikan. Bila

tekanan sirkulasi tidak benar/konstan kita harus mempertahankan sesuai

dengan nilai yang diinginkan. Perubahan tekanan yang meyebabkan perbedaan

tekanan kurang dari 50 psi dapat diabaikan. Bila lebih besar dari nilai tersebut

harus diperhatikan dan dilakukan penambahan tekanan atau pengurangan

dengan memperhatikan Lag Time. Lag Time adalah waktu yang diperlukan

ketika terjadi perubahan tekanan pada penunjuk tekanan dipermukaan

sehingga didapatkan tekanan yang akurat.. Terdapat rumus praktis dalam lag

time ini yaitu menunggu waktu sekitar 2 detik untuk setiap kedalaman 1000

feet.

Page 38: Bab IV Well Kick

3. Jika terjadi gas kick atau adanya gas yang ikut dengan fluida maka tekanan

casing dan drilpipe akan turun.choke segera harus dilakukan pengaturan choke

untuk mengembalikan tekanan casing seperti semula. Dan kemudian mengatur

agar tekanan drilpipe juga kembali seperti semula sampai kick dapat

dihilangkan.

4. Ketika lumpur berat sampai di permukaan, dilakukan penutupan sumur tunggu

15 sampai 30 menit bila tidak ada aliran (ditandakan tidak ada kenaikan

tekanan pada gauge atau berharga nol) mungkin kick telah mati, bila belum

adakan sirkulasi lagi dengan menggunakan lumpur berat secara tepat.

Metode Concurrent

Metode concurrent yang merupakan