bab iv seminar sejarah arsitektur kendal

26
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pergeseran Peran dan Fungsi Alun-Alun Kaliwungu Dari sejarah perjalanan alun-alun Kaliwungu diatas dapat disimpulkan bahwa alun-alun Kaliwungu mengalami beberapa pergantian peran dan juga fungsinya. Untuk lebih mudahnya dapat dikronologiskan sebagai berikut : 4.1.1. Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Pra Kolonialis ( Era Mataram Islam, Abad 16-18 M ) Pada abad ke-16 perkembangan Kerajaan Islam semakin meluas, salah satunya yang ada di pulau Jawa adalah Kerajaan Demak. Peluasan dilakukan dengan penyebaran agama Islam di daerah-daerah sekitar Demak, termasuk wilayah Kendal melalui utusan yang bernama Sunan Katong. Semenjak kedatangan Sunan Katong di Kaliwungu, wilayah Kendal mulai berkembang hingga menjadi sebuah Kabupaten. 52

Upload: miphtahmiph

Post on 22-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pergeseran Peran dan Fungsi Alun-Alun Kaliwungu

Dari sejarah perjalanan alun-alun Kaliwungu diatas dapat disimpulkan

bahwa alun-alun Kaliwungu mengalami beberapa pergantian peran dan juga

fungsinya. Untuk lebih mudahnya dapat dikronologiskan sebagai berikut :

4.1.1. Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Pra Kolonialis ( Era Mataram

Islam, Abad 16-18 M )

Pada abad ke-16 perkembangan Kerajaan Islam semakin meluas,

salah satunya yang ada di pulau Jawa adalah Kerajaan Demak.

Peluasan dilakukan dengan penyebaran agama Islam di daerah-daerah

sekitar Demak, termasuk wilayah Kendal melalui utusan yang bernama

Sunan Katong. Semenjak kedatangan Sunan Katong di Kaliwungu,

wilayah Kendal mulai berkembang hingga menjadi sebuah Kabupaten.

Pada era ini mulai muncul dua alun-alun, yaitu Alun-alun

Wiguntur yang memiliki fungsi sakral dan Alun-alun Bubat sebagai

fungsi profan. Yang dimaksudkan fungsi sakral adalah upacara-upacara

religius dan penetapan jabatan pemerintahan. Sementara fungsi profan

adalah untuk kegiatan pesta rakyat dan perayaan-perayaan tahunan.

Demikian yang ada pada pemerintahan Mataram baik Yogyakarta

maupun Surakarta, yang memiliki dua alun-alun yaitu Alun-alun Lor

dan Alun-alun Kidul.

Sebagai daerah pengembangan dari Kerajaan Demak, Kaliwungu

hanya memiliki satu alun-alun. Dengan demikian fungsi sakral dan

52

Page 2: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

53

profan dijalankan sekaligus di alun-alun Kaliwungu. Fungsi sakral yang

dijalankan seperti kegiatan keagamaan dan upacara-upacara

pemerintahan. Sedangkan fungsi profannya adalah untuk kegiatan

tradisi yang ada di Kaliwungu, yaitu syawalan yang berlangsung

seminggu setelah Hari raya Idul Fitri. Sedangkan pada hari biasa alun-

alun dimanfaatkan untuk kegiatan bersama masyarakat sekitar, seperti

olahraga dan tempat bermain.

Peran alun-alun pada saat itu hanya masih sebagai pusat kegiatan

yang berupa tanah lapang. Alun-alun berada di depan masjid

Kaliwungu, sekarang bernama Masjid Al-Muttaqin yang merupakan

pusat kegiatan syiar agama Islam pada saat itu. Dan sekitarnya masih

berupa pemukiman warga, dan pada saat itu masih belum dibangunnya

Jalan Dendels pada masa pemerintahan Inggris atau yang sekarang

menjadi Jalan Raya Kaliwungu-Kendal.

Gambar 4.1 Alun-alun Kaliwungu pada Zaman Pra Kolonial

Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

Alun-alun Kaliwungu

u

Masjid Kaliwungu

u

Page 3: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

54

4.1.2. Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Kolonialis ( Era Hindia

Belanda, Abad 18-19 M )

Dalam sistim pemerintahan kolonial, Jawa dibagi menjadi 3

Propinsi, 18 Karesidenan yang masing-masing dibawahi oleh

soerang residen, serta 66 Kabupaten yang masing-masing dikuasi

secara bersama oleh seorang Asisten Residen (orang Belanda)

dan seorang Bupati (Pribumi). Pada pusat kota Kabupaten

inilah dibakukan semacam lambang pemerintahan bersama antara

Asisten Residen dengan Bupati dalam bentuk phisik. Wujudnya

adalah bentuk phisik tradisional berupa rumah Bupati dengan

pendopo didepannya. Di depan rumah Bupati tersebut terdapat

alun-alun yang ditumbuhi oleh dua buah atau kadang-kadang

sebuah pohon beringin.

Demikian pula dengan Kaliwungu yang pada saat itu menjadi

ibu Kota Kabupaten Kendal. Sehingga peran alun-alun Kaliwungu saat

itu adalah sebagai pusat Kabupaten Kendal. Namun tipolagi alun-alun

Kaliwungu sedikit berbeda dengan alun-alun di Pulau Jawa pada

umumnya. Yaitu disebelah selatan terdapat rumah Bupati dan pendopo

di depannya, disebelah barat terdapat masjid dan pasar, sednagkan

kantor pemerintahan berada disebelah timur.

Page 4: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

55

Gambar 4.2 Alun-alun Kaliwungu pada Zaman Kolonialis

Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

Fungsi alun-alun pada saat itu masih memegang dua fungsi, yaitu

sebagai fungsi kenegaraan seperti upacara dan kegiatan-kegiatan

pemerintahan, dan fungsi social yang dpaat digunakan oleh masyarakat

untuk bermain, berolahraga atau sekedar bersantai.

Pada tahun 1811, pemerintah Inggris membangun jalan raya

Dandels yang melalui Kaliwungu-Kendal. Atas usul Patih

Wiromenggolo, ibukota Kabupaten Kaliwungu akan dipindahkan ke

Kota Kendal dengan alasan:

Letak Kaliwungu kurang strategis karena sering dilanda banjir,

sedangkan sebelah selatan terdiri tanah yang berbukit-bukit.

Kota Kendal tanahnya datar dan cukup luas, letaknya juga dekat

pantai yang baik.

Pada tahun 1812 pemerintah Inggris menyetujui pemindahan

ibukota tersebut. Setelah pemindahan pusat kota Kendal, Kaliwungu

Kantor Kabupaten

Pendopo

Rumah Bupati

Pasar Sore

Alun-alun Kaliwungu

u

Masjid Kaliwungu

u

Page 5: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

56

tidak lagi menjadi ibu kota kabupaten, namun kini menjadi Kawedanan

Kaliwungu yang membawahi dua kecamatan, yaitu kec. Kaliwungu dan

Kec. Brangsong. Dengan demikian alun-alun Kaliwungu perannya tidak

lagi menjadi alun-alun kabupaten, melainkan alun-alun kawedanan.

Namun fungsi alun-alun tidak jauh berbeda dari sebelumnya

hanya statusnya saja yang berbeda. Serta bangunan yang ada

disekitarnya kini berupa, kantor kawedanan, pendopo, kantor DPU, dan

Kantor Kec. Kaliwungu, sedangkan masjid dan pasar masih tetap.

Gambar 4.3 Alun-alun Kaliwungu sebagai pusat Kawedanan

Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

4.1.3. Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Pasca Kolonialis (Era

Kemerdekaan hingga Abad 20 M)

Setelah kemerdekaan, alun-alun masih menjadi unsur yang

cukup dominan di kota-kota Kabupaten sampai sekarang. Peran dan

fungsi alun-alun Kaliwungu juga masih berlangsung sama, sampai pada

tahun 1963 terjadi penghapusan kawedanan. Sehingga tidak ada lagi

Masjid Kaliwungu

u

Alun-alun Kaliwungu

u

Pasar Sore

Rumah Wedana

Pendopo

Kantor Kawedanan

Kantor Kawedanan

Pendopo

Rumah Wedana

Pasar Sore

Alun-alun Kaliwungu

u

Masjid Kaliwungu

u

Page 6: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

57

kawedanan Kaliwungu, yang tersisa adalah Kecamatan Kaliwungu.

Peran alun-alun Kaliwungu kembali berubah menjadi alun-alun

kecamatan.

Kali ini fisik alun-alun juga mengalami perubahan. Bangunan

perkantoran disebelah timur alun-alun dirobohkan, karena sudah tidak

lagi digunakan. Sedangkan untuk kantor Kecamatan Kaliwungu

dipindahka di lahan kosong yang ada di selatan alun-alun, bersamaan

juga dengan dipindahkannya kantor Kelurahan Kutoharjo disebelah

kantor kecamatan. Sehingga luas alun-alun Kaliwungu semakin

bertambah.

Keterangan :

A : Alun-Alun Kaliwungu D : Kantor Kec. Kaliwungu

B : Pasar Sore E : Pendopo

C : Masjid Kaliwungu F : Lahan Kosong

Gambar 4.4 Alun-alun Kaliwungu sebagai pusat Kecamatan

Sumber : olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

F

E\

D

BC

A

Page 7: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

58

4.1.4. Alun-Alun Kaliwungu Sekarang ini (Era Abad 20 M)

Pada tahun 2001 kantor Kecamatan Kaliwungu dilakukan

pengembangan sehingga dipindahkan di lahan yang lebih luas. Pada saat

itu pula diiringi dengan pengalihan fungsi lahan Pasar Sore sebagai

parkiran masjid. Para pedagang yang sebelumnya ada di Pasar Sore

dipindahkan di Pasar Pagi Kaliwungu dan Pasar Gladak. Bersamaan

dengan itu pula pemerintah Kab. Kendla menetapkan alun-alun

Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka Hijau. Ketika kebijakan baru itu

ditetapkanlah, sebenarnya titik balik dari terjadinya pergeseran peran dan

fungsi alun-alun Kaliwungu.

Keterangan :

A : Alun-Alun Kaliwungu B : Parkiran Masjid C : Masjid Kaliwungu

D : Kantor Kelurahan Kutoharjo E : Pendopo F : Lapangan Volly

G : Tempat menaruh lapak pedagang kaki lima

Gambar 4.5 Alun-alun Kaliwungu saat ini

Sumber : olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

G

Dd

F

E\

BC

A

Page 8: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

59

Pemindahan Pasar Sore tersebut tidak berjalan seperti yang

diharapkan. Tempat yang baru dirasa kurang menguntungkan oleh para

pedagang, akibatnya bebeapa dari mereka kembali lagi. Mereka mulai

membuka lapak di trotoar alun-alun, pada awalnya hanya 5-6 pedagang

saja namun lama-kelamaan jumlahnya semakin bertambah. Hal tersebut

juga dikarenakan tidak adanya upaya pencegahan oleh pemerintah,

padahal pemerintah sendiri yang menetapkan alun-alun sebagai ruang

terbuka hijau. Hingga akhirnya seluruh area alun-alun Kaliwungu kini

penuh dengan lapak pedagang kaki lima yang beroperasi mulai pukul

14.00- 23.00 WIB.

Alun-alun yang seharusnya mewadahi kegiatan masyarakat , kini

hanya terpaku pada satu kegiatan saja yaitu kegiatan ekonomi. Apalagi

jika melihat kembali pada fungsi seharusnya yang ditetapkan sebagai

Ruang Terbuka Hijau, hal ini sama sekali tidak sesuai. Karena tidak

dapat dipungkiri dengan keberadaan para pedagang kaki lima tersebut

akan menghalangi pewujudan alun-alun Kaliwungu sebagai runag

terbuka hijau.

Keberadaan para pedagang tersebut semakin menguat dengan

adanya organisasi yang mereka dirikan, yaitu PEPAK (Persatuan

Pedagang Alun-alun Kaliwungu). Mereka juga menyelenggarakan

kegiatan rutin baik bulanan manupun tahunan. Pada setiap hari Jum,at

Kliwon pagi mereka melakukan gotong-royong untuk mempbersihkan

aluna-alun. Sedangkan untuk agenda tahunan berupa jalan sehat dan

pengajian yang diselenggarakan di alun-alun Kaliwungu. Hal tersebut

Page 9: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

60

seolah-olah menguatkan esistensi mereka sebagai pengguna ruang publik

tersebut.

4.2. Peran dan Fungsi Alun-alun Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka Publik

Saat ini

4.2.1. Peran Alun-Alun Kaliwungu

Dari waktu ke waktu peran alun-alun mengalami banyak

perubahan. Pada zaman pra kolonial antara alun- alun, kraton dan

mesjid mempunyai konsep keselarasan yang jelas. Maksudnya komplek

tersebut memang merupakan wujud dari konsep keselarasan antara

mikrokosmos dan makrokosmos, yang diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari orang Jawa. Oleh sebab itu meskipun terdapat transformasi

bentuk alun-alun dari jaman Majapahit sampai Mataram, tapi

terlihat adanya kontinuitas konsep pemikiran tentang penataannya.

Pada jaman kolonial kelihatan adanya diskontinuitas tentang

pemikiran konsep penataan alun-alun. Tapi secara halus Belanda

berhasil membuat konsep baru dalam penataan alun-alun kota untuk

disesuaikan dengan sistim pemerintahannya pada waktu itu.

Sehingga muncul istilah kota-kota “Indisch”, karena munculnya

kebudayaan ‘Indisch’, yaitu percampuran antara kebudayaan Jawa

dan Kebudayaan Belanda. Begitu pula yang terjadi dengan peran alun-

alun Kaliwungu sebagai runag terbuka publik. Mulai dari

kemunculnya sebagai ruang sosial yang terbentuk karena adanya

pemusatan kegiatan masyarakat. Sebagaimana alun-alun yang ada di

Page 10: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

61

pulau Jawa, alun-alun Kaliwungu juga berperan dalam mewujudkan

kebutuhan akan fungsi sacral maupun profannya.

Kemudian pada zaman Kolonial yang mencoba menciptakan

bentuk baru dengan memasukan unsur kebudayaan yang ada, dengan

mengolah alun-alun yang dikelilingi oleh beberapa kantor

pemerintahan. Peran alun-alun disini sedikit bergeser fungsi sakralnya

dari keagamaan menjadi kenegaraan. Sedangkan fungsi profannya

msiah tetap terjaga, guna memelihara kebudayaan yang ada.

Meskipun terjadi beberapa perubahan peran, mulai drai alun-alun

Kabupaten, menjadi alun-alun Kawedanan, hingga kini menjadi alun-

alun Kecamatan. Alun-alun Kaliwungu tetap memiliki peran yang

penting sebagai pusat kota di kecamatan Kaliwungu. Meskipun

perannya sebagai ruang terbuka hijau belum dapat sepenuhnya terwujud.

Keberadaannya tidak dapat tergantikan karena menyangkut sumber

perekonomian masyarakat. Meskipun demikian hakikatnya sebagai

ruang terbuka publik, sebuah alun-alun harus memiliki peran yang dapat

mewadahi kebutuhan masyarakat akan semua fungsi ruang terbuka

publik. Bukan hanya satu fungsi saja yang berjalan.

Gambar 4.6 Peran alun-alun Kaliwungu saat ini

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Page 11: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

62

4.2.2. Fungsi Alun-alun Kaliwungu

Jika ditinjau dari fungsi alun-alun sebagairuang terbuka publik,

maka alun-alun Kaliwungu seharusnya memiliki fungsi sosial dan

fungsi ekologi, yaitu sebagai berikut (Hakim, 1993) :

Fungsi Sosial ruang terbuka :

Tempat bermain, berolahraga

Fungsi alun-alun sebagai ruang terbuka publik yang dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan bermain dan olahraga, kini tidak

lagi dapat dilakukan di alun-alun Kaliwungu. Selain tidak

adanya fasilitas yang memadahi. Adanya kegiatan perdagangan

juga mengakibatkan kondisi alun-alun menjadi sangat buruk.

Banyak dijumpai umpak-umpak yang digunakan untuk

mndirikan tenda. Hal tersebut sangat mengganggu jika

digunakan untuk bermain maupun olahraga.

Gambar 4.7 Kondisi Alun-alun Kaliwungu saat ini

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Page 12: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

63

Tempat bersantai

Meskipun sudah tersedia beberapa tempat duduk yang dapat

digunakn untuk kegiatan bersantai atau duduk-duduk. Namun

kondisi kebersihan kurang mendukung. Pasalnya masih banyak

sampah yang berserakan bekas kegiatan pasar dimalam hari.

Gambar 4.8 Fasilitas tempat duudk di Alun-alun Kaliwungu

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Jika pada pagi hari masih memungkinkan alun-alun sebagi

tempat bersantai, namun tidak pada malam hari Karena sudah

dipenuhi lapak para pedagang kaki lima.

Tempat komunikasi sosial

Sebagai ruang publik tentunya alun-alun memiliki fungsi

dalam menyediakan ruang bagi masyarakat untuk saling berinteraksi

atau bersosialisasi. Meski sudah disediakan fasilitas pada alun-alun

Kaliwungu, namun kondisinya kurang terawat. Sehingga masyarakat

juga enggan menggunakannya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa

sebagai pusat kota, keberadaan alun-alun Kaliwungu dijadikan pusat

Page 13: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

64

kegiatan atau pertemuan masyarakat. Meski dengan kondisi yang

tidak nyaman.

Gambar 4.9 Alun-alun Kaliwungu sebagai tempat komonukasi sosial

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Tempat peralihan, tempat menunggu

Meski hanya sebagian kecil yang memanfaatkan, fungsi alun-

alun Kaliwungu sebagai ruang peralihan atau yang biasa dijadikan

untuk tempat menunggu sudah berjalan. Seperti yang terlihat pada

gamabar, beberapa anak sekolah menunggu angkutan di area alun-

alun.

Gambar 4.10 Alun-alun Kaliwungu sebagai tempat komonukasi sosial

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Page 14: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

65

Tempat mendapatkan udara segar dari lingkungan

Meskipun kedudukannya dinyatakan sebagai ruang terbuka

hijau, namun untuk fungsi yang satu ini belum berjalan sepenuhnya.

Dapat dilihat pada gambar, kondisi alun-alun yang masih jauh dari

kata “hijau”.

Gambar 4.11 Kondisi Alun-alun Kaliwungu sebagi ruang terbuka hijau

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Pembatas atau jarak antar massa bangunan

Sebagai ruang terbuka, alun-alun Kaliwungu mampu

menjalankan sebagai pembatas atau pemberi jarak dengan bangunan-

bangunan disekitarnya. Meskipun beberapa fungsi yang lain belum

mampu berjalan maksimal, tetapi bentuk fisiknya sebagai area

lapang masih dapat dipertahankan. Sehingga mampu menjalankan

fungsinya sebagai pembatas antar massa bangunan.

Page 15: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

66

Fungsi Ekologi ruang terbuka :

Penyegaran udara

Pemerintah Kabupaten Kendal dalam hal ini yang dikelola oleh

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, mengaku bahwa upaya untuk

mewujudkan kembali alun-alun Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka

Hijau sudah pernah dilakukan. Namun kembali terbentur pada

permasalahan pemindahan para pedaganga kaki lima yang sudah

menetap disana. Proses pewujudan tersebut sudah sampai pada

perencanaan alun-alun, namun syaangnya desain pengembangan

tersebut hanya sebatas rencana yang belum dapat direalisasikan.

Gambar 4.12 Tanaman yang ada di Alun-alun Kaliwungu

terganggu oleh lapak pedagang kaki lima

Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Page 16: BAB IV SEMINAR SEJARAH ARSITEKTUR KENDAL

67

Menyerap air hujan

Sebagaimana fungsi penyegaran udaranya yang tidak berjalan

maksimal, begitu pula dengan fungsi penyerapan air hujan. Karena

masih kurangnya penghijauna yang ada pada area alun-alun

Kaliwungu. Namun dengan kondisi alun-alun yang masih berupa

tanah, setidaknya hal tersebut membantu peresapan air hujan.

Jika dilihat dengan kondisi sekarang yang ada, dari sekian

fungsi tersebut belum ada yang terwujud secara baik. Apalagi jika

dilihat dari statusnya sebagai ruang terbuka hijau, maka hal ini lebih

jauh lagi perwujudannya. Dari fungsi sosial, belum sepeuhnya

kegiatan dapat berlangsung karena masih kurangnya fasilitas.

Sedangkan dari fungsi ekologi juga masih jauh dari fungsi yang

diharapkan. Bahkan masih sangat jauh dari kesan asri.

Hingga pada saat ini pemerintah masih dalam proses

perancangan yang ditargetkan tahun 2015 mendapat sudah selesai

gambar DED Alun-alun Kaliwungu, dan 2016 sudah dapat dibangun

rancangan tersebut. Namun masalah benar terealisasi atau tidak,

kembali lagi seberapa besar upaya pemerintah dalam pendekatan

kepada para pedagang. Dan penyelesaian masslah, yaitu mencarikan

ruang ganti untuk mereka berdagang. Karena kalau tidak, kesalahan

tiga belas tahun lalu akan terulang kembali. Namun upaya

pemeliharaan pemerintah masih terus dilakukan, seperti pengecetan

kembali setiap tahunnya.