bab iv pembahasan & hasil penelitian 4.1 pengaturan...

32
44 BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum terdapat pada ketentuan Undang Undang Dasar 1945, yang menyatakan sebagai berikut: 1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang undang (Pasal 28 UUD 1945). 2. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E UUD 1945). 3. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F UUD 1945). 1 Agar pers berfungsi maksimal maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang pers. Undang-Undang pers dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari 1 Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Upload: hoangcong

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

44

BAB IV

PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN

4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk

kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum terdapat pada ketentuan

Undang – Undang Dasar 1945, yang menyatakan sebagai berikut:

1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan

pendapat dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan

undang – undang (Pasal 28 UUD 1945).

2. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat (Pasal 28E UUD 1945).

3. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang

tersedia (Pasal 28F UUD 1945).1

Agar pers berfungsi maksimal maka perlu dibentuk Undang-Undang

tentang pers. Undang-Undang pers dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari

1 Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Page 2: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

45

perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun,

ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang-

Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat.2

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas

hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional

merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang

saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan

mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.3

Fungsi maksimal pers itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah

salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat

2 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers.

3 hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses

20 desember 2013.

Page 3: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

46

penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

demokratis.4

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat

terjamin, sistem penyelengara Negara yang transparan berfungsi, serta keadilan

dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan

menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi

Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain

yang menyatakan.

“Bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi”

sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia

dalam Pasal 19 berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan

mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat

dengan tidak mendapat gangguan untuk mencari, menerima dan menyampaikan

keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang

batas – batas wilayah”.5

Kemudian bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa,

penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi,

hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik – baiknya berdasarkan

kemerdekaan pers yang professional, sehingga harus mendapat jaminan dan

perlindungan hukum serta bebas dari campur tanggan dan paksaan dari manapun.

4 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers..

5 Ibid.

Page 4: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

47

Dalam rangka mengembangkan pendapat umum yang sehat,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan saling pengertian antar

bangsa di dunia, maka perlu dibentuk badan usaha yang menyelenggarakan usaha

di bidang pers yang dapat melakukan peliputan dan/atau penyebarluasan informasi

yang cepat, akurat dan penting ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan dunia internasional, kemudian dalam rangka mengoptimalkan

fungsi dan peranan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang didirikan

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 307 Tahun 1962 sebagaimana telah

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1966 yang merupakan

kelanjutan dari Kantor Berita Antara yang didirikan pada tanggal 13 Desember

1937, perlu diubah statusnya menjadi Badan Usaha Milik Negara;

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Umum

(Perum) Lembaga Kantor Berita Nasional Antara dengan dasar hukum sebagai

berikut :

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 1966, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4286).

Page 5: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

48

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan,

Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan

(Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan)

Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4305).

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan

dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan

Perusahaan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555).

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4556).6

6 Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2007 tentang Kantor Berita Nasonal Antara.

Page 6: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

49

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial yang sangat penting pula

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi,

nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers

menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang professional

dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain :

oleh setiap orang dijaminnya hak jawab dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga

kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh dewan pers.7

Dewan pers adalah pertama kali dibentuk pada tahun 1968. Pembetukanya

dikala itu berdasar dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang

dewan pers menyatakan bahwa pelaksanaan Undang-undang No. 11 tahun 1966

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 5 tahun 1967 tentang dewan pers, tidak sesuai lagi dengan keadaan

pada dewasa ini dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadakan ketentuan-

ketentuan baru sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967

termaksud. Mengingat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXXII/ MPRS/ 1966

tentang Pembinaan Pers Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pers (Lembaran-Negara tahun 1966 No. 40, Tambahan Lembaran-

Negara No. 2815).8 Maka ditetapkanlah ketentuan Peraturan Pemerintah No. 19

tahun 1970 tentang dewan pers. Terjadinya perubahan fundamental pada tahun 1999,

7 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers.

8www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=http%3

A%2F%2Fwww.bphn.go.id%2Fdata%2Fdocuments%2F70pp019.doc&ei=D8S_Us2xAoePrQfvno

HwCQ&usg=AFQjCNF1-MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacw diakses 28 des 2013.

Page 7: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

50

seiring dengan pergantian kekuasan dari orde baru ke era reformasi. Melalui

Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers yang diundangkan pada 23

september 1999 dan ditanda tangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers dikala itu

berubah menjadi dewan pers independen. Pasal 15 ayat 1 “dalam upaya

mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,

dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dibentuk dewan pers independen.9

Sedangkan fungsi dewan pers Pasal 15 ayat 2 menyatakan, dewan pers

melaksanakan fungsi sebagai berikut :

a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tanggan pihak lain.

b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.

c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaiaan pengaduan

masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah.

f. Memfasilitasi organisasi -organisasi pers dalam menyusun peraturan -peraturan

di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

g. Mendata perusahaan pers.10

Pada ranah ilmu hukum, ada yang disebut dengan asas hukum. Asas hukum

merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak yang dijadikan dasar aturan hukum

kongkret. Asas hukum berada di dalam dan dibelakang aturan hukum kongkret yang

9 Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. hlm 137.

10 Ibid. hlm139.

Page 8: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

51

karenanya harus senantiasa dijadikan sebagai acuan dalam merefleksikan hukum

kongkret.11

Dengan demikian asas hukum menjadi acuan dan tanpa asas hukum, aturan

hukum kongkret tidak dapat dipahami. Dalam dimensi etika, asas hukum memberi

makna etis pada hukum kongkret yaitu berupa peraturan perundang-undangan,

ketika ada kasus kongkret yang memerlukan solusi. Secara lebih luas asas hukum

juga menjadi dasar sistem hukum yang menjadi dasar dari sistem hukum yang

dijadikan sebagai acuan dalam oprasionalisasi hukum.12

Pada tataran teoritik normatif, kinerja pers telah memperoleh legitimasi

pengaturanya yaitu dalam UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers. UU ini boleh di

kualifikasikan sebagai pemberi perlindungan (hukum) terhadap kinerja pers.13

Manakala UU pers itu dipandang sebagai lex spesialis hal itu dapat

dimengerti – jika batasannya adalah bahwa di dalamnya ada jaminan dalam

penegakan kemerdekaan pers, spesialisasi penegakan hukum atas kemerdekaan

pers adalah UU pers. Batas ini tentu benar, dalam arti UU pers adalah lex spesialis

derogat legi generali dalam hal penegakan hukum kemerdekaan pers.14

Mencermati materi yang dikandungnya, UU pers No. 40 Tahun 1999

memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers

sebagai Hak Asasi Warga Negara dan wujud kedaulatan rakyat. Bahkan proteksi

11

Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012.

hlm 124.

12 Ibid.

13 Ibid.

14 Ibid.

Page 9: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

52

itu tidak berada pada asas hukum, namun pada aturan hukum kongkret yaitu

disebut pada pasal – pasal dari UU pers itu sendiri.15

Sebagai refleksi perlindungan hukum terhadap kemerdekaan pers itu

disebut pada :

a) Pasal 4 ayat (2) yang secara tegas menolak sejumlah ancaman eksternal

terhadap kebebasan pers, khususnya dalam hal penyensoran, pemberdelan

atau pelanggaran penyiaran.

b) Pasal 4 ayat (3) berupa tindakan yang berakibat menghambat atau

menghalangi pelaksanaan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan

menyebarluaskan gagasan dan informasi.

c) Pasal 18 ayat (1) mengandung prokteksi kongkretnya berupa ancaman

pidana kepada siapa saja yang melakukan ancaman terhadap pers. Dalam

hal ini dapat diancam hukuman paling lama dua tahun penjara atau denda

paling banyak 500 juta.

d) Pasal 18 ayat (2) ancaman internal sebagai tindakan proteksi kepada

masyarakat atau pihak diluar pers ketika menghadapi pers bahwa

perusahaan pers yang melanggar ketentuan16

Sebagai konsekuensi dari perlindungan hukum yang diberikan kepada pers

maka pers berkewajiban antara lain :

a) Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma

kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah ( Pasal 5 ayat 1).

15

Ibid. hlm 125.

16 Ibid. hlm 126.

Page 10: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

53

b) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), hak seseorang atau sekelompok

orang untuk memberikan tangapan atau sangahan terhadap pemberitaan

berupa fakta yang merugikan nama baiknya (Pasal 1 ayat 11).

c) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), hak setiap orang untuk mengoreksi

atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik

tentang dirinya maupun orang lain (Pasal 1 ayat 12).

d) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,

akurat dan benar (Pasal 6 huruf c).

e) Melaksanakan profesinya wartawan memiliki dan harus tunduk pada kode

etik (Pasal 7 ayat 2).

Dalam oprasionalisasi kinerja pers, pelaksanaan kemerdekaan pers di

jamin dalam UU itu berhadapan dengan ihwal penegakan hukum kongkret dan

memerlukan solusi. Solusi yang ternyata tidak bisa di akomodasikan sendirian

oleh UU pers.17

Oleh karena itu Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers tidak dapat

dikatagorikan atau bersifat lex spesialis, karena apa yang dimaksud lex spesialis

derogat legi generali merupakan ketentuan yang khusus mengenyampingkan yang

umum menjadi tidak berlaku. Manakala UU pers tidak dapat menyelesaikan

permasalahan yang terjadi, dan harus mengundang sektor hukum lain.18

Dalam pengaturan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers

dijelaskan pada alinea ke empat untuk menghindari pengaturan yang tumpah tindih,

17

Ibid. hlm 127.

18 Ibid.

Page 11: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

54

undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan

perundang-undangan yang lainnya.19

Maknanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999

mengakui bahwa ada bahkan banyak UU lain yang harus berperan serta bahkan

menjadi dasar penyelesaian permasalahan yang muncul dalam kinerja pers.20

Pada penjelasan Pasal 8 tentang perlindungan hukum kepada wartawan

disebutkan bahwa perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan fungsi, hak

dan kewajiban dan perannya, diatur dengan ketentuan peraturan perundang

undangan yang berlaku. Artinya manakala perlindungan hukum itu menyangkut

pidana, diselesaikan berdasar hukum pidana yang berlaku. Manakala muncul

tuntutan ganti kerugian maka dasarnya juga hukum ganti rugi yang berlaku.21

Dalam ketentuan pidana berdasar pada Undang-Undang No. 40 tahun 1999

tentang pers diatur dalam Pasal 18 ayat (1) setiap orang yang secara melawan

hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau

menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun penjara atau denda paling banyak 500

juta.22

Selain ketentuan pidana ternyata terdapat ketentuan lain selain pemidanaan

yaitu secktor hukum perdata yang berkaitan dengan pers berdasarkan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan

19

Penjelasan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers.

20 Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012

hlm 130.

21 Ibid.

22 Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. hlm 202.

Page 12: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

55

melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti

kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap perbuatan melangar hukum yang

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.23

Pengaturan hukum kepada jurnalis antara lain dapat dilihat pada data

kasus Paul Handoko terdakwa kasus pemukulan terhadap jurnalis Miftahudin

Mustofa, yang di sidang di Pengadilan Tinggi Denpasar No. 007/pid.B/2010/ PN.

Dps. Tanggal 1 juli 2010 dituntut oleh jaksa dengan tuntutan pidana

Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010

sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko bersalah melakukan tindak pidana “Secara

melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan

pers” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang - Undang RI No. 40

Tahun 1999 tentang Pers , dalam dakwaan Alternatif Kesatu.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Paul Handoko dengan pidana penjara

selama 6 (enam) bulan .

3. Menetapkan pidana penjara yang di jatuhkan tersebut di atas tidak perlu di

jalankan kecuali apabila Terdakwa melakukan tindak pidana lain berdasarkan

putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum habis masa

percobaan selama 1 (satu) tahun.

4. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) buah camera merk Canon EOS20D Nomor

Body 126061 agar dikembalikan kepada saksi Miftahudin Mustofa Halim.

23

Ibid.hlm 218.

Page 13: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

56

5. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp 5.000, - (lima

ribu rupiah).24

Kemudian membaca putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.

007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai

berikut :

1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja menghambat

/menghalangi kemerdekaan/kebebasan pers ”;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena dengan pidana penjara

selama : 1 (satu) bulan;

3. Memerintahkan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D

Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim;

4. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar 5.000, - (lima ribu

rupiah );25

Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terdakwa Paul Handoko.

Unsur-unsur pertimbangan hakim yang memberatkan terdakwa sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang- Undang No. 40 Tahun 1999

tentang Pers menentukan bahwa terhadap Pers Nasional tidak dikenakan

penyensoran , pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Menimbang, bahwa Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999

tentang pers memberikan jaminan kemerdekaan pers, Pers Nasional

24

Lampiran putusan pengadilan No.472/Pid.Sus/2011.

25 Ibid.

Page 14: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

57

mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan

informasi.

Sehingga pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi I Denpasar yang

menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah melindungi diri agar hak asasi

terdakwa mendapat perlindungan adalah keliru, karena apa yang dilakukan

saksi Miftahuddin selaku wartawan foto adalah menjalankan Undang-Undang

yang bukan merupakan perbuatan terlarang, dimana apabila Terdakwa Paul

Handoko merasa wartawan telah melakukan pelanggaran kode etik seharusnya

Paul Handoko baik langsung maupun melalui Penasihat Hukumnya dapat

mengadu kepada Dewan Pers, begitu juga kalau merasa dirugikan akibat

pemberitaan yang dimuat dimedia, Paul Handoko juga dapat menggunakan

hak jawab dan apabila wartawan dianggap telah melakukan perbuatan atau

pelanggaran pidana seharusnya Paul Handoko dapat melaporkan hal tersebut

kepada pihak kepolisian, tetapi semua itu tidak pernah dilakukan bahkan

terdakwa Paul Handoko justru melakukan perbuatan main hakim sendiri yang

justru bertentangan dengan hak asasi manusia dalam hal untuk mendapatkan

informasi.

Bahwa apa yang telah dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Denpasar dalam putusannya, mengenai uraian pembuktian unsur Melakukan

Tindakan Yang Berakibat Menghambat /Menghalangi Pelaksanaan Ketentuan

Pasal 4 (2) dan (3) adalah sudah tepat dan benar, terlihat dari pertimbangannya

antara lain menyebutkan :

Page 15: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

58

- Menimbang, bahwa dari kedua rumusan Pasal 4 ayat 2 dan 3 tersebut ,

maka terhadap siapapun tidak dibolehkan/dibenarkan melakukan tindakan

yang dapat/berakibat menghambat/menghalangi kebebasan Pers untuk

mencari, memperoleh atau menyebarluaskan gagasan dan informasi.

- Menimbang, bahwa memperhatikan keterangan saksi ahli Dr. Ida Bagus

Putu Alit, SpF, DFM (ahli forensik) menerangkan bahwa memang benar

saksi telah memeriksa saksi Miftahuddin serta membuat Visum Et

Repertumnya. Disamping itu saksi juga menerangkan bahwa sebagai

wartawan dari segi medis, luka tersebut tidaklah menimbulkan tekanan

psikologis, akan tetapi hanya dapat mengganggu saat akan menggunakan

kamera dan luka tersebut akan sembuh dalam waktu 5-7 hari.

- Menimbang, bahwa sementara itu saksi ahli Abdullah Alamudi (Anggota

Dewan Pers) yang dibacakan di persidangan keterangannya menerangkan

bahwa suatu tindakan pemukulan ataupun upaya menghalangi wartawan

memotret ataupun wawancara, hal itu adalah berhubungan dengan

Undang- Undang No. 40 Tahun 1999, karena kegiatan jurnalistik itu

mencakup kegiatan mencari, memperoleh, menyimpan, menyimpulkan,

mengolah dan menyiarkan berita untuk memenuhi hak masyarakat akan

suatu informasi.

-Menimbang, bahwa pengambilan gambar /wawancara terhadap

narasumber yang terkenal, narasumber tersebut tidak bisa menolak, karena

masyarakat berhak mengetahui informasinya, sedangkan bila

Page 16: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

59

narasumbernya orang tidak terkenal maka ia bisa saja menolak diambil

gambarnya/wawancara.

- Menimbang, bahwa suatu kenyataan bahwa terdakwa adalah seorang

pengusaha terkenal, dan karenanya dapatlah dikatakan sebagai narasumber

yang terkenal dan karenanya ia tidaklah bisa menolak jika diambil

gambarnya oleh wartawan.

- Menimbang, bahwa wartawan Miftahudd mengambil gambar Terdakwa

adalah dalam rangka melaksanakan tugas wartawan (Pers) yaitu untuk

memberikan informasi kepada masyarakat.26

Unsur-unsur pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa sebagai

berikut:

Menimbang, bahwa terdakwa Paul sudah berusia lanjut dan dalam kondisi

sakit-sakitan.

Menimbang, bahwa hukuman yang dijatuhkan dipandang sebagai peringatan

agar dia tidak melakukan perbuatan itu lagi.27

Terlihat dalam penyelesaiaan perkara Paul Handoko di atas bahwa,

putusan pengadilan yang ikut menyertakan sektor hukum lain (KUHukum

perdata) selain ketentuan pidana, yang menyatakan kepada terdakwa

memerintahkan mengembalikan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon

EOS20D Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim.

26

Ibid.

27 www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/07/01/pemukul-wartawan-dihukum-satu-bulan.html.

diakses 18 desember 2013.

Page 17: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

60

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal

1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata

(tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap

perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.28

Maka hakim dalam putusannya Pengadilan Negeri Denpasar No.

007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 telah sesuai mengikut sertakan

ketentuan lain selain pemidanaan sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum

pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010.

Unsur Kepentingan Hakim dalam mengambil Keputusan. Dalam

mengambil keputusan tugas hakim sangatlah berat, karena tidak hanya

mempertimbangkan kepentingan hukum saja dalam putusan perkara yang di

hadapi melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar

terwujud adanya kepastian hukum.29

Putusan hakim memang tetap dituntut oleh masyarakat untuk berlaku adil,

namun sebagai hakim juga manusia dalam putusannya tidaklah mungkin

memuaskan semua pihak, tetapi walaupun begitu hakim tetap diharapkan

menghasilkan putusan yang seadil - adilnya sesuai fakta - fakta hukum di dalam

persidangan yang di dasari pada aturan dasar hukum yang jelas (azas legalitas)

dan disertai dengan hati nurani hakim.30

28

Ibid.hlm 218.

29 www. jbptunikompp-gdl-arirochman-26694-8-unikom_a-v.pdf diakses 10 november 2013.

30 Ibid.

Page 18: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

61

Bahkan hakim juga disebut sebagai wakil Tuhan di dunia dalam arti harus

tercermin dalam putusan perkara yang sedang ditanganinya, maka sebagai seorang

hakim tidak perlu ragu, melainkan tetap tegak dalam garis kebenaran dan tidak

berpihak, namun putusan hakim juga paling tidak dapat dilaksanakan oleh pencari

keadilan atau tidak hanya sekedar putusan yang tidak bisa dilaksanakan.31

Putusan hakim merupakan hasil dari kewenangan mengadili setiap perkara

yang ditangani dan didasari pada surat dakwaan dan fakta - fakta yang terungkap

dipersidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar hukum yang jelas,

termasuk didalamnya berat ringannya penerapan pidana penjara (pidana

perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai asas hukum pidana yaitu asas legalitas

yang diatur pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber

pada undang - undang artinya pemidanaan haruslah berdasarkan Undang -

Undang.32

Penerapan berat ringannya pidana yang dijatuhkan tentu bagi seorang

hakim disesuaikan dengan apa yang menjadi motivasi dan akibat perbuatan si

pelaku, khususnya dalam penerapan jenis pidana penjara, Hakim dihadapkan

dalam praktek peradilan dimana ada yang betul - betul menerapkan aturan hukum

sebagaimana adanya dengan alasan kepentingan undang - undang dan ada juga

sebagian hakim yang menerapkan / menafsirkan undang - undang yang tertulis

31

Ibid.

32 Ibid.

Page 19: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

62

dengan cara memberikan putusan pidana lebih rendah dari batas ancaman minimal

dengan alasan demi keadilan masyarakat.33

Apabila hakim menjatuhkan pidana berupa pidana penjara (perampasan

kemerdekaan), maka ketentuan-ketentuan di atas adalah menjadi dasar hukum

tentang jenis pemidanaan yang akan diterapkan terhadap pelaku kejahatan yang

menurut hukum telah terbukti secara sah dan menyakinkan serta hakim mendasari

pada hati nurani, tanpa ada kepentingan apapun.34

Hakim wajib memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi

wewenangnya yang didasarkan pada ketentuan - ketentuan undang - undang yang

berlaku yang pada akhirnya termuat dalam putusan dimana apabila terdakwa telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah maka putusan hakim dapat berupa

pemidanaan jenis pidana penjara dan pidana denda. seorang hakim terikat dengan

undang - undang yang secara normatif mengatur ancaman pidana minimal baik

pidana penjara maupun pidana denda.35

Putusan hakim akan menjadi putusan majelis hakim dan kemudian akan

menjadi putusan pengadilan yang menyidangkan dan memutus perkara yang

bersangkutan dalam hal ini setelah dilakukan pemeriksaan selesai, maka hakim

akan menjatuhkan vonis berupa :

1. Penghukuman bila terbukti kesalahan terdakwa;

2. Pembebasan jika apa yang didakwakan tidak terbukti atau terbukti tetapi

33

Ibid.

34 Ibid.

35 Ibid.

Page 20: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

63

bukan perbuatan pidana melainkan perdata;

3. Dilepaskan dari tuntutan hukum bila terdakwa ternyata tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara rohaninya (ada gangguan jiwa) atau juga

ternyata pembelaan yang memaksa.36

Putusan hakim juga berpedoman pada 3 (tiga) hal yaitu :

1. Unsur yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama;

2. Unsur filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan;

3. Unsur sosiologis yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat.37

Demikian juga halnya putusan pemidanaan yang berdasar pada yuridis

formal dalam hal ini putusan hakim yang menjatuhkan hukuman pemidanaan

kepada seseorang terdakwa yaitu berisi perintah untuk menghukum terdakwa

sesuai dengan ancaman pidana yang tertuang dalam pasal pidana yang

didakwakan.38

Di akui memang bahwa undang - undang memberikan kebebasan terhadap

hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman yaitu minimal atau maksimal

namun kebebasan yang dimaksud adalah haruslah sesuai dengan Pasal 12 KUHP

yaitu :

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

36

Ibid.

37 Ibid.

38 Ibid.

Page 21: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

64

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama

lima belas tahun berturut-turut.

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun

berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih

antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu

tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama

waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab

tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan

Pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua

puluh tahun.39

Berdasarkan hal - hal tersebut di atas dan berpedoman pada unsur - unsur

yang ada dalam setiap putusan, tentunya hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan adalah haruslah sesuai dengan bunyi pasal dakwaan dalam arti hakim

terikat dengan batas minimal dan batas maksimal sehingga hakim dinilai telah

menegakkan Undang - Undang dengan tepat dan benar.40

Hakim adalah pelaksana undang - undang sehingga putusannya harus

berdasarkan pada hukum yang normatif yaitu hukum positif, sehingga penerapan

ancaman pidana minimal dalam putusan hakim adalah sesuai atas legalitas. Hakim

dalam menjatuhkan putusannya selain berdasarkan hukum yang normatif juga

39

Ibid.

40 Ibid.

Page 22: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

65

berdasarkan rasa keadilan yaitu nilai - nilai yang hidup di masyarakat dan juga

pada hati nurani (keadilan objektif dan subjektif).41

4.2 Wujud Perlindungan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap

Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Undang – undang pers merupakan penegasan bahwa kemerdekaan pers

adalah wujud kedaulatan rakyat dan penerapan demokrasi. Undang – Undang pers

No. 40 Tahun 1999 itu diharapkan dapat mengatur kerja pers tetapi tidak

membatasi kemerdekaan pers. Di harapkan undang – undang pers bisa efektif

melindungi pers, agar karya jurnalistiknya tidak mudah di kriminalisasikan serta

agar jurnalis dalam menjalankan profesinya terlindunggi.42

Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat

perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam

bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya

dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang

tersedia.43

Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan

dibayangi oleh kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan

sering mendapat ancaman serta kekerasan fisik yang dialami oleh wartawan, yang

41

Ibid.

42 Idri Shafaat, Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi Pustaka,

2008. hlm 88.

43 altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6

november 2013.

Page 23: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

66

dilakukan oleh masyarakat dan warga yang merasa dirugikan akibat pemberitaan

yang ditulis oleh wartawan tersebut sehingga melakukan perhitungan diluar

hukum (main hakim) oleh sebab itu Undang - Undang No. 40 Tahun 1999 ini

dibuat yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.44

Dari data yang dihimpun (AJI) Aliansi Jurnalis Independent data kasus

kekerasan pada jurnalis pada tahun ke tahun sejak adanya Undang-Undang No. 40

tahun 1999 tentang pers cenderung banyak namun tidak stabil pada 1999 ada 74

kasus, kemudian meningkat pada tahun 2000 yang mencapai jumlah 115, setelah

itu menurun kembali pada 2001 yaitu 95 kasus 2002 ada 70, 2003 ada 59 kasus.45

a). Bentuk kekerasan terhadap jurnalis/wartawan :

1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan, penganiayaan berat,

penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.

2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan,

penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.

3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

4. Upaya menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, seperti merampas

peralatan kerja wartawan atau tindakan lain yang merintangi wartawan

sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.

44

Ibid.

45 Edy Sutanto.Op.cit. hlm 60.

Page 24: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

67

5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam

pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.46

Hal di atas mengambarkan bahwa kasus – kasus kekerasan yang dialami

jurnalis harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk menjamin perlindungan

hukum terhadap jurnalis/wartawan. Dalam hal ini jurnalis/wartawan yang

menjalankan profesinya perlu mendapat perlindungan dari pemerintah kepada

wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai

dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku yakni Undang - Undang

No. 40 Tahun 1999, dalam Undang - Undang Pers No. 40 tahun 1999, secara

eksplisit hanya dinyatakan dua organisasi pers. Pada Pasal 1 ayat 5 berbunyi :

Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

Dalam Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa perusahaan pers adalah badan hukum

Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak,

media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara

khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

Empat organisasi pers yang sampai sekarang masih menyelenggarakan

pers adalah47

:

1. Organisasi wartawan seperti : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),

2. Organisasi perusahaan pers seperti : Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS),

3. Organisasi grafika pers seperti : Serikat Grafika Pers (SGP),

46

www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014.

47 Ibid.

Page 25: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

68

4. Organisasi media periklanan seperti : Persatuan Perusahaan Periklanan

Indonesia (PPPI).

a. Tanggung jawab perusahaan pers48

:

1. Menjadi pihak pertama yang segera memberikan perlindungan terhadap

wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik wartawan yang berstatus

karyawan maupun nonkaryawan. Tanggung jawab perusahaan pers

meliputi:

a) menanggung biaya pengobatan, evakuasi, dan pencarian fakta;

b) berkoordinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan

penegak hukum;

c) memberikan pendampingan hukum.

2. Tetap melakukan pendampingan, meskipun kasus kekerasan terhadap

wartawan telah memasuki proses hukum di kepolisian atau peradilan.

3. Memuat di dalam kontrak kerja, kewajiban memberikan perlindungan

hukum dan jaminan keselamatan kepada wartawan baik wartawan yang

berstatus karyawan maupun non karyawan.

4. Menghindari tindakan memaksa wartawan atau ahli warisnya untuk

melakukan perdamaian dengan pelaku kekerasan ataupun untuk

meneruskan kasus.

5. Menghindari perdamaian atau kesepakatan tertentu dengan pelaku

kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban kekerasan atau ahli

warisnya.

48

www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014..

Page 26: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

69

b. Tanggung jawab organisasi profesi wartawan yaitu49

:

1. Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarga yang menjadi

korban kekerasan, termasuk ketika kasus kekerasan telah memasuki proses

hukum. Pendampingan mengacu kepada langkah-langkah penanganan

kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Bab V

Pedoman ini.

2. Mengambil peran lebih besar dan bertindak proaktif untuk melakukan

advokasi terhadap wartawan korban kekerasan atau keluarganya bagi

pengurus organisasi di tingkat lokal.

3. Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk penanganan kasus

kekerasan terhadap wartawan.

4. Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu atas

terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum melakukan proses

pengumpulan dan verifikasi data.

c. Tanggung jawab dewan pers50

:

1. Mengoordinasikan pelaksanaan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan

Terhadap Wartawan ini dengan perusahaan pers dan organisasi profesi

wartawan.

2. Mengingatkan tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi profesi

wartawan sebagaimana diatur dalam Pedoman ini.

49

Ibid.

50 Ibid.

Page 27: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

70

3. Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menangani kasus

kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum dinyatakan selesai.

4. Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah

penanganan yang dibutuhkan untuk melindungi wartawan korban

kekerasan atau keluarganya, serta memastikan penegak hukum memproses

pelaku kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.

5. Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan mengawal

proses hukum kasus kekerasan terhadap wartawan dan mengambil

langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mempercepat prosesnya.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi wartawan

Indonesia yang tertua, didirikan tanggal 9 Februari 1946 di Kota Solo, Jawa

Tengah dalam kongres pertamanya tanggal 9 – 10 Februari 1946, sesuai dengan

Keputusan Presiden No. 5 tahun 1985 ditetapkan hari jadi Persatuan Wartawan

Indonesia Tanggal 9 Februari 1946 sebagai Hari Pers Nasional.51

PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) merupakan wadah dari lembaga

organisasi bagi wartawan – wartawan yang ada. Sebenarnya ada 4 organisasi

wartawan yang ada, namun karena PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) lebih

eksis dan banyak dikenal oleh masyarakat. Pemberian perlindungan hukum bagi

wartawan adalah salah satu wujud dari hak asasi manusia untuk mendapatkan

perlindungan hukum. Peran PWI selain memberikan bantuan hukum kepada

anggotanya dalam menjalankan profesi kewartawanannya, juga membantu

perselisihan dengan manajemen media massa dimana tempatnya bekerja. Adapun

51

Ibid.

Page 28: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

71

tugas, wewenang dan tanggung jawab dari Ketua Tim Pembelaan Wartawan yakni

diantaranya52

:

1. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus

delik pers, baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap persidangan di

tingkat pengadilan negeri sampai dengan kasasi dan grasi,

2. Mewakili PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam menyelesaikan

perselisihan antara wartawan dengan manajemen media tempatnya

bekerja, termasuk pemberian bantuan hukum,

Dari hal di atas menunjukkan bahwa dengan adanya Undang - Undang No.

40 Tahun 1999. Bahwa kemerdekaan pers yakni sebagai wujud kedaulatan rakyat

yang berasaskan prinsip - prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum

(Pasal 2 Undang - Undang No. 40 Tahun 1999).

Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik telah

menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan

Bangsa-Bangsa (United Nations Human Rights Council) di Wina, Austria, dalam

resolusi yang disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk

pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur

fundamental kebebasan ekspresi.53

Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada

negara-negara di dunia agar ”mengembangkan lingkungan yang aman bagi para

wartawan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaan secara

52

Ibid.

53 www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014.

Page 29: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

72

independen.” Resolusi ini juga menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku

kekerasan terhadap wartawan dengan melakukan investigasi yang tidak memihak,

cepat, dan efektif.54

Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia.

Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap wartawan atau media. Aspek

yang menonjol dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan

adalah belum adanya pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme yang dapat

menjadi rujukan bagi berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, perlu disusun

pedoman penanganan yang memadahi. Pedoman ini diharapkan dapat melengkapi

ketentuan yang telah ada dalam rangka menyelesaikan kasus-kasus pers

berdasarkan semangat dan isi UU Pers No. 40 Tahun 1999.55

Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud di dalam Pedoman ini

adalah kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan pekerjaan

jurnalistik atau kekerasan akibat karya jurnalistik.56

Adapun pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan meliputi

a. Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan.57

1. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan atas

persetujuan korban atau ahli waris.

54

Ibid.

55 Ibid.

56 Ibid.

57 Ibid.

Page 30: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

73

2. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan

secepatnya.

3. Penanganan kasus kekerasan yang berhubungan dengan kegiatan

jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi

profesi wartawan, dan Dewan Pers.

4. Penanganan kasus kekerasan yang tidak berhubungan dengan kegiatan

jurnalistik menjadi tanggung jawab langsung penegak hukum.

5. Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus bersikap adil dan

memberikan sanksi tegas jika ditemukan bukti-bukti bahwa wartawan

melanggar kode etik jurnalistik dan atau turut menyebabkan terjadinya

kasus kekerasan.

6. Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi profesi

wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan tindak

kekerasan terhadap wartawan. Dewan Pers memfasilitasi pembentukan

lumbung dana taktis tersebut.

7. Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus kekerasan terhadap

wartawan yang dapat menghambat penanganan masalah, termasuk

mempersulit evakuasi dan perlindungan korban.

b. Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagai

berikut58

:

58

Ibid.

Page 31: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

74

1. Pengumpulan informasi, yaitu membuat kronologi, menentukan pihak-

pihak yang terlibat, baik korban dan pelaku maupun saksi mata, serta

mengumpulkan bukti-bukti.

2. Verifikasi untuk menentukan:

a) Kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan kegiatan jurnalistik

atau tidak.

b) Wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut berkontribusi

pada terjadinya kekerasan.

3. Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan, keselamatan,

dan kemungkinan evakuasi korban atau keluarganya.

4. Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi:

a) Langkah litigasi.

b) Langkah nonlitigasi.

5. Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional yang

melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan bekerja, Dewan

Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.

6. Pengumpulan dana untuk penanganan jika diperlukan.

Proses evakuasi korban atau keluarganya harus didahulukan dalam

penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan jika kondisi mengharuskan

demikian.

Dari penjelasan diatas bentuk perlindungan hukum mengenai tindak

kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu

adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan

Page 32: BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan …eprints.ung.ac.id/7635/9/2013-2-74201-271409020-bab4... · 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis

75

hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu

mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik

dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi.