bab iv pembahasan dan hasil penelitian 4.1 gerakan pemuda...
TRANSCRIPT
25
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gerakan Pemuda Masih Bersifat Kedaerahan.
Awal perkembangan organisasi pemuda yang berasas kedaerahan berasal
dan tumbuh di Batavia atau Jakarta yang dikenal sekarang ini. Hal ini disebabkan
banyak didirikan sekolah-sekolah lanjutan, baik sekolah-sekolah lanjutan pertama
maupun sekolah-sekolah lanjutan atas, bahkan kemudian juga sekolah-sekolah
tinggi berkembang di Batavia. Keadaan seperti ini menjadi daya tarik serta banyak
mengundang pemuda-pemuda dari pulau Jawa bahkan pemuda-pemuda dari luar
pulau Jawa berdatangan untuk menuntut ilmu di Batavia atau Jakarta.
Salah satu sekolah yang berkembang dan pertama-tama menampung
pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah yaitu STOVIA. School Tot
Opleiding Van Inlandsche Artsen merupakan sekolah pendidikan dokter-dokter
Indonesia yang satu-satunya di Indonesia. Jadi tidak heran banyak pemuda-
pemuda pelajar dari berbagai daerah Indonesia yang tertarik dan berminat untuk
datang dan bertempat tinggal di Batavia. Tujuan pemuda-pemuda pelajar selain
untuk melanjutkan sekolah, pemuda-pemuda ini tertarik karena Batavia juga
menjadi pusat kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya bagi seluruh Indonesia.
(Sagimun 1989 :65).
Pemuda-pemuda pelajar yang datang dari berbagai daerah jumlahnya tidak
sebanyak dengan penduduk Batavia atau Jakarta yang memiliki dorongan untuk
mencari nafkah dan mengadu nasib. Namun, kehadiran pemuda-pemuda pelajar
itu sangat penting artinya dan besar peranannya di dalam sejarah pergerakan
26
nasional Indonesia. Pemuda-pemuda pelajar adalah tulang punggung dan tenaga
pendobrak masyarakat yang sangat militan serta pembaru-pembaru masyarakat
yang gagah berani dan konsekuen. Dari pemuda-pemuda pelajar itulah ternyata
banyak lahir ide-ide atau pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang luhur untuk
memajukkan dan melepaskan bangsanya dari belenggu penjajahan.
Batavia atau Jakarta merupakan tempat bermukim serta tempat tinggal
banyak suku bangsa dari berbagai daerah Indonesia. Keadaan ini memungkinkan
peningkatan kontak atau hubungan diantara para pemuda yang menetap di
Batavia. Bahkan terjadi secara sadar atau tidak sadar apa yang dinamakan
akulturasi antara suku bangsa. Kontak atau komunikasi sosial yang sangat insentif
serta efektif terjadi, terutama dikalangan pemuda-pemuda pelajar itu. Setiap hari
mereka bertemu serta bergaul di sekolah-sekolah. Pergaulan pun terjadi bukan
hanya di sekolah tetapi terjadi pula di asrama. Berbeda-beda daerah asal dan tidak
sama kedudukan orang tuanya tidak menjadi halangan bagi para pemuda itu, di
sekolah maupun di asrama tempat tinggal pemuda-pemuda, semua menjadi sama
derajat dan kedudukannya.
Pertemuan yang sering terjadi antara pemuda-pemuda dari berbagai daerah
itu saling memberikan informasi tentang daerah masing-masing. Menceritakan
keadaan, adat-istiadat, kebudayaan serta pengalaman-pegalaman di daerah
masing-masing. Secara tidak sadar dan tidak disengaja mereka sudah saling
memberi serta menerima informasi dan pengetahuan tentang keadaan sosial-
budaya, bahkan keadaan ekonomi dan politik di daerah mereka masing-masing.
27
Pemuda-pemuda pelajar yang merantau itu, tentu saja merasa lebih dekat
dan lebih akrab dengan pemuda-pemuda sedaerah atau sekampungnya, hal ini
terjadi secara alamiah. Bahasa daerah, adat-istiadat, kesenian dan pakaian daerah
mereka sering merupakan alat pemersatu pemuda-pemuda pelajar. Di rantau
pemuda-pemuda seperti saudara atau keluarga serta pergaulan yang terjadi lebih
mesra. Secara tidak sadar pula Didalam hati pemuda-pemuda pelajar itu sudah
mulai tumbuh rasa bangga sebagi putra-putri suatu daerah tertentu.
Pemuda-pemuda pelajar itu dengan rasa bangga memakai dan
memeragakan pakaian-pakaian daerah yang khas dari daerah masing-masing.
Maka mulai tumbuh rasa nasionalisme daerah. Di antara pemuda-pemuda dan
pemudi-pemudi yang berasal dari satu daerah mulai tumbuh rasa kebersamaan,
rasa solidaritas daerah. Pepatah atau peribahasa kita memang ada yang
mengatakan : “Rasam air ke air, rasam minyak ke minyak”. Artinya yang
sebangsa dengan air berkumpullah dengan air dan yang sebangsa dengan minyak
berkumpul dengan minyak pula. Demikian pula pemuda dan pemudi dari suatu
daerah dengan sendirinya mencari, berkumpul dan bergaul dengan pemuda dan
pemudi sedaerahnya. Silaturahmi dan kunjung-mengunjungi menjadi suatu
kebutuhan dan kebiasaan dan kebutuhan. Makin banyak jumlah mereka makin
terasa perlu serta pentingnya suatu tempat pertemuan. Di tempat itulah mereka
bertemu, bergurau, bersenang-senang serta saling melepaskan rindu masing-
masing. (Sagimun 1989:68).
Pertemuan yang dilakukan pemuda-pemuda sedaerah merupakan ajang
saling memberikan informasi dan menyampaikan berita-berita yang baru diterima
28
dari daerah atau kampung halaman mereka. Berita-berita hangat atau informasi
segar yang diperoleh dari daerah mereka menjadi obat penawar rindu-dendam
bagi mereka yang sudah lama tidak pulang menjenguk kampung halaman dan
keluarga. Di rantau mereka merasa senasib dan sependeritaan dan seperti
bersaudara dalam satu keluarga.
Seiring berjalannya waktu, Para pemuda pelajar itu mulai memikirkan
tentang nasib mereka yang berasal dari satu daerah dengan wadah yang mengikat
dan mengatur, menentukan serta menjadwalkan pertemuan-pertemuan yang
mereka lakukan untuk lebih terarah serta lebih bermanfaat. Mereka mulai
memikirkan untuk mengadakan rapat-rapat, diskusi-diskusi dan untuk
mengadakan pembicaraan-pembicaraan yang lebih serius.
Tegasnya, para pemuda pelajar sedaerah itu membutuhkan suatu wadah
dalam bentuk organisasi atau perkumpulan moderen yang mempunyai asas dan
tujuan serta program kerja yang jelas. Organisasi atau perkumpulan moderen yang
mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Suatu perkumpulan yang
mempunyai pengurus dan anggota-anggota yang tetap serta pembagian tugas atau
pekerjaan tertentu di antara mereka. (Sagimun 1989:70).
Diskusi-diskusi serta memberikan pikiran-pikiran baru yang mereka
peroleh setelah menimba ilmu pengetahuan merupakan kegiatan rutin uyang
dilakukan di perkumpulan atau organisasi yang mereka bentuk itu. Tujuan para
pemuda-pemuda membentuk suatu organisasi yaitu untuk merangkul semua
pemuda yang berasal dari satu daerah. Harapan mereka bagaimana dengan adanya
organisasi itu, bisa memajukkan kampung halaman atau daerah asal mereka dan
29
rakyatnya yang masih diliputi kabut kebodohan dan keterbelakangan, melatih
bakat-bakat kepemimpinan. Dengan sadar atau tidak sadar mereka telah
mempersiapkan diri untuk memimpin masyarakat bangsanya.
Rangkaian kegiatan pemuda dan pemudi inilah maka lahirlah organisasi-
organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda yang merupakan wadah untuk
menampung, membicaraka serta memecahkan persoalan-persoalan bersama yang
mereka sedang hadapi. Wadah-wadah yang mula tumbuh adalah organisasi-
organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda yang masih berasas dan
bersifat kedaerahan. Kegiatan-kegiatan organisasi atau perkumpulan pemuda itu
masih terbatas dibidang sosial budaya saja. Mereka belum banyak melakukan
kegiatan-kegiatan dibidang ekonomi, apalagi dibidang politik. Jadi organisasi atau
perkumpulan pemuda itu selain masih bersifat kedaerahan, mereka juga belum
melakukan kegiatan-kegiatan dibidang politik. Namun latihan-latihan
berorganisasi itu sangat besar faedahnya, jikalau mereka kelak sudah harus terjun
didalam masyarakat untuk memimpin bangsanya. (Sagimun 1989:71).
Nasionalisme yang tumbuh dan berkembang pada saat itu adalah
nasionalisme lokal atau daerah. Nasionalisme nasional Indonesia masih jauh dari
kenyataan. Hal ini disebabkan karena orientasi pemikiran para pemuda saat itu
masih berkutat untuk memperjuangkan daerah mereka masing-masing. Semangat
persatuan dan kesatuan pada waktu itu masih meliputi satu daerah yang sempit
daerah jangkauannya. Jadi nasionalisme regional belum mencakup cakrawala atau
wilayah yang seluas tanah air kita Indonesia yang membentang dari Sabang
sampai Merauke.
30
Jadi, lahirnya organisasi-organisai pemuda yang berasas kedaerahan
disebabkan rasa senasib, sependeritaan serta sepenangungan yang mereka rasakan
didaerah rantau. Rasa solidaritas diantara para pemuda sedaerah memancing
terbentuknya suatu organisasi yang berasas kedaerahan. Organisasi-organisasi ini
lahir dan berkembang di Batavia atau Jakarta, karena bisa dikatakan Batavia
merupakan pusat pendidikan, ekonomi, politik dan sosial budaya.
4.2 Organisasi-Organisasi Pemuda Yang Berasas Kedaerahan.
Lahir dan berkembangnya perkumpulan-perkumupulan atau organisasi-
organisasi pemuda yang berasas kedaerahan merupakan hal yang wajar serta tidak
mengherankan lagi. Pemuda-pemuda dari suatu daerah tentu saja merasa dirinya
lebih dekat dan lebih akrab dengan pemuda-pemuda sesuku atau sedaerah dari
pada dengan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah atau suku lain.
Pengertian nasionalisme Indonesia pada saat itu masih samar-samar,
belum sejelas dan sekongkrit seperti sekarang. Kata Indonesia sendiri pada masa
itu juga masih belum begitu dikenal seperti sekarang. Belum ada yang tahu
dengan pasti wilayah mana dan mana batas-batas negeri yang disebut Indonesia.
Semuanya itu masih samar-samar, masih belum sejelas dan sekonkrit sekarang.
Oleh karena itu, maka tidaklah terlalu mengherankan jikalau perkumpulan-
perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda pada masa itu masih berasas
kedaerahan. (Sagimun 1989:73)
Adapun organisasi-organisasi pemuda yang berasas kedaerahan adalah
sebagai berikut :
31
4.2.1 Trikorodarmo yang kemudian menjadi Jong Java.
Organisasi ini didirikan pada 7 Maret 1915 di Jakarta atas inisiatif para
pemuda seperti Satiman, Kadarman, dan Sumardi. Organisasi ini merupakan
organisasi pemuda pertama di Indonesia. Tri Koro Darmo berarti Tiga Tujuan
Mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bakti. Tri Koro Darmo didirikan dan diresmikan di
gedung STOVIA. Organisasi berawal dari anak-anak sekolah menengah dari Jawa
Madura yang bersekolah di Jakarta. Pada tahun 1918, nama Tri Koro Darmo
diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) sehingga anggotanya terbuka bagi
seluruh pemuda Jawa termasuk dari Jawa Barat. Organisasi ini mempunyai asas
dan tujuan, yaitu:
1. Menimbulkan pertalian diantara murid-murid bumiputera dan sekolah-sekolah
menengah dan kursus-kursus kejuruan.
2. Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya.
3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia (= Indonesia). (Sudiyo 2002:46).
Tri Koro Darmo atau Jong Java mulai maju serta berkembang.
Perkumpulan atau organisasi pemuda ini dengan cepat mempunyai cabang-
cabangnya diberbagai kota besar pulau Jawa. Anggota-anggota Jong Java adalah
pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari daerah Jawa, Sunda, Madura, Bali dan
Lombok. Jadi Jong Java berusaha membina persatuan dan persaudaraan Jawa-
Raya melalui suatu ikatan dikalangan pemuda-pemuda pelajar yang disebut Jawa
Raya, yakni daerah Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Daerah-daerah
32
tersebut memang meiliki kebudayaan yang sama yang disebut dengan “ Hindoe-
Javaansch Cultuur”. Artinya kebudayaan Hindu-Jawa. (Sagimun 1989:78 ).
Tujuan lain dibentuknya Jong Java berusaha memajukkan anggota-
anggotanya serta menimbulkan rasa cinta terhadap bahasa dan kebudayaan
sendiri. Kegiatan utama Jong Java adalah dibidang kebudayaan dan kesenian.
Jong Java merupakan perkumpulan atau organisasi pemuda yang tidak
mencampuri urusan politik dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan atau
propaganda politik. Mereka sangat hati-hati dan tidak cepat bergerak kearah
politik.
Namun derasnya pergerakan politik yang terjadi di Batavia tentang
gerakan kebangsaan Indonesia. Maka Jong Java tidak bisa menghindari pengaruh
pergerakan politik yang bergejolak itu.
4.2.2 Jong Sumatranen Bond
Jong Sumatranen Bond berdiri pada tanggal 2 Desember 1917 di Jakarta.
Organisasi ini didirikan oleh para pemuda pelajar yang berasal dari Pulau
Sumatera. Seperti juga Tri Koro Darmo, Jong Sumatranen Bond juga didirikan di
Gedung STOVIA Jakarta. (Sagimun 1989:79).
Keadaan Batavia atau Jakarta sebagai pusat pendidikan, ekonomi, politik
serta sosial budaya, memungkinkan organisasi-organisasi pemuda lahir dan
berkembang pusat disana.
Tujuan dari organisasi ini adalah mempererat hubungan dan persaudaraan
antara pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari pulau Sumatera. Dalam
kegiatannya, Jong Sumatranen Bond berusaha mendidik para pemuda yang
33
berasal dari Sumatera untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Kepada
pemuda ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri.
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Mempererat persaudaraan pemuda pelajar dari Sumatra dan membangkitkan
perasaan bahwa mereka terpanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik
bangsa.
2. Membangkitkan perhatian anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat
istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian, dan sejarah Sumatra Untuk
mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Menghilangkan perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang Sumatra
b. Memperkuat perasaan saling membantu.
c. Bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatera dengan alat
propaganda, kursus, dan ceramah-ceramah.
Berdirinya Jong Sumateranen Bond dapat diterima oleh para pemuda
Sumatra yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat
organisasi ini sudah mempunyai cabang di Bogor, Serang, Sukabumi, Bandung,
Purworejo, dan Bukittinggi. Dari organisasi inilah kemudian muncul tokoh-tokoh
nasional, seperti Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Makin tebalnya
jiwa nasional di kalangan pemuda Sumatera menyebabkan nama Jong
Sumateranen Bond yang menggunakan istilah Belanda diubah menjadi Pemoeda
Soematera. (Mustofa-dkk 2009:202).
34
4.2.3 Jong Minahasa
Setelah lahir dan berkembangnya Jong Java dan Jong Sumatranen Bond,
pada tahun 1918 pemuda-pemuda yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara,
mendirikan perkumpulan atau organisasi pemuda yang terkenal dengan nama Jong
Minahasa atau pemuda Minahasa. Pemuda Minahasa sering pula disebut pemuda-
pemuda Manado, tujuan didirikan organisasi ini adalah menggalang dan
mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan para pemuda pelajar yang
berasal dari Minahasa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Jong Minahasa bergerak
di bidang kesenian, olahraga dan social budaya. Tokoh Minahasa antara lain
adalah, G.R Pantouw. (Sagimun 1989:83)
4.2.4 Jong Celebes
Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para pemuda
pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Jong Celebes berusaha
mengimpun pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi dari seluruh pulau Sulawesi
seperti pemuda-pemuda suku Minahasa, suku Sangir, suku Bolang Mongondow,
suku Gorontalo, bahkan juga dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Selatan.
Jadi, Jong Celebes lebih luas jangkauan dan cakrawalanya daripada Jong
Minahasa. Jikalau Jong Minahasa masih bersifat lokal, maka Jong Celebes
bersifat regional. Maksud dan tujuannya ialah mempererat rasa persatuan dari tali
persasudaraan di kalangan pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi.
Tokoh-tokoh Jong Celebes misalnya Arnlod Monotutu, Waworuntu, dan
35
Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan Ibu Sukanto, Kepala
Kepolisian Wanita Negara RI pertama). (Sagimun 1989:83-84).
4.2.5 Jong Bataks Bond
Jong Bataks Bond merupakan organisasi atau perkumpulan yang didirikan
oleh pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Batak. Jong Bataks Bond artinya
perserikatan atau perhimpunan pemuda-pemuda Batak. Maksud dan tujuan Jong
Bataks Bond adalah membina persatuan dam mempererat tali persaudaraan di
kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari tanah Batak. Tujuan ini merupakan
cita-cita awal mereka sebelum berkembangnya organisasi-organisasi pemuda di
Batavia.
Jong Bataks Bond juga berusaha agar anggota-anggotanya di samping
memajukan pelajarannya juga mencintai kebudayaannya sendiri. Jong Bataks
Bond juga bergerak terutama di bidang social budaya dan tidak mau mencampuri
urusan politik. Tokoh Jong Batak Bond antara lain adalah Amir Syarifudin.
(Sagimun 1989:85)
4.2.6 Sekar Rukun
Sekar Rukun merupakan organisasi atau perkumpulan Pemuda-pemuda
yang berasal dari Pasundan atau Parahiyangan (Jawa Barat). Sekar berarti bunga
atau kusuma. Yang dimaksud dengan sekar, bunga atau kusuma disini tentu saja
sekar, bunga atau kusuma bangsa atau pemuda. Memang pemuda adalah harapan
bangsa, sekarnya atau bunganya bangsa.
Jadi Sekar Rukun dimaksudkan sebagai organisasi atau perkumpulan
pemuda-pemuda yang rukun. Mereka tidak mau bergabung dengan Jong Java,
36
karena mereka ingin berdiri sendiri. Maksud dan tujuan Sekar Rukun adalah
membina persatuan atau kerukunan dan mempererat tali persaudaraan di kalangan
pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Pasundan atau Parahiangan. Sekar Ruku
juga berusaha menambah dan memajukkan pengetahuan serta mencintai bahasa
dan kebudayaan dari daerah mereka. Kegiatan Sekar Rukun bergerak dibidang
sosial budaya dan kesenian.
4.2.7 Jong Ambon
Pemuda-pemuda dari Ambon (Maluku) juga tidak mau kalah dan tidak
mau ketinggalan dari pemuda-pemuda dari daerah lain. Mereka juga mendirikan
sebuah organisasi atau perkumpulan pemuda yang mereka namakan dan kemudian
terkenal dengan nama Jong Ambon. Artinya Ambon Muda atau pemuda-pemuda
Ambon. maksud membina persatuan dan mempererat tali persaudaraan di
kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Ambon. Jong Ambon
bergerak terutama di bidang social Budaya, khususnya di bidang olah raga, seni
music dan seni suara. Tokoh Jong Ambon yang terkenal antara lain adalah J.
Leimena. (Sagimun 1989:85).
4.2.8 Pemuda Kaum Betawi.
Pemuda Kaum Betawi merupakan organisasi atau perkumpulan yang
didirikan Pemuda-pemuda penduduk asli Jakarta yang sering pula disebut dan
menamakan dirinya orang-orang atau kaum Betawi. Sehingga organisasi mereka
dinamakan Pemuda Kaum Betawi.
Maksud dan tujuan Pemuda Kaum Betawi membina persatuan dan
mempererat tali persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda penduduk asli Jakarta
37
atau Batavia. Pemuda Kaum Betawi juga berusaha memajukan pelajaran serta
bergerak di bidang sosial budaya. Salah seorang tokoh Pemuda Kaum Betawi
yang terkenal adalah Mohammad Husni Thamrin yang kemudian terkenal pula di
Volksraad sebagai seorang nasionalis yang disegani baik oleh kawan maupun oleh
lawan. (Sagimun 1989:85).
4.2.9 Jong Timoreesch Verbond
Pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Timur (Nusa Tenggara Timur)
mendirikan sebuah organisasi atau perkumpulan pemuda yang mereka namakan
dan kemudian terkenal dengan nama Jong Timoreesch Verbond. Artinya
perserikatan pemuda-pemuda timur. Maksud dan tujuan organisasi ini juga
bergerak dibidang sosial budaya. Tokoh Jong Timoreesch Verbond yang terkenal
adalah J.W. Amalo.
Demikian beberapa organisasi atau perkumpulan pemuda yang masih
berasas dan bersifat kedaerahan atau regional. Cakrawalanya masih sangat sempit
dan baru meliputi sebuah daerah yang sempit yang disebut daerah, provinsi atau
suku.
Organisasi-organisasi pemuda berasas kedaerahan dalam perjalanannya
sangat berhat-hati dan tidak cepat bergerak ke arah politik. Hal ini sangat
beralasan karena pengalaman sebelum-sebelumnya organisasi yang bergerak
dibidang politik akan diawasi secara ketat oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Namun derasnya arus pergerakan politik dalam gerakan kebangsaan Indonesia
merubah haluan pemikiran organisasi-organisasi yang berkembang saat itu.
38
Dari pengalaman tersebut, maka organisasi pemuda lebih menitikberatkan
semangat kedaerahan. Pada waktu itu semangat kedaerahan masih sangat
diperlukan karena semangat persatuan nasional belum terbentuk. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa pergerakan untuk melawan penjajah tidak hanya dilakukan
oleh pemuda jawa saja, tetapi daerah-daerah lain merasa tidak senang terhadap
pemerinta Kolonial Belanda. Perjuangan melawan penjajahan tidak dilakukan
melalui kontak fisik, melainkan berjuang secara moral, yang dibina melalui
pendidikan.
Organisasi-organisasi pemuda sebelum tercetusnya sumpah pemuda hanya
bergerak serta berorientasi di dalam tatanan wilayah masing-masing. Wadah
pemersatu organisasi-organisasi yang berkembang saat itu masih jauh dari
harapan serta belum berkembangnya konsep persatuan nasional.
Semangat persatuan yang digaungkan organisasi-organisasi pemuda hanya
semangat persatuan daerah, ini terlihat jelas dari tujuan dibentuknya organisasi-
organisasi pemuda itu. Semua bertujuan memajukan serta memperbaiki daerah
masing-masing.
Organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda itu belum
meliputi dan berorientasi seluruh Nusantara dan belum bersifat, berjiwa serta
bercita-cita nasional Indonesia. Namun organisasi pemuda itu sudah merupakan
organisasi yang sudah mempunyai anggota-anggota dan pengurus-pengurus yang
tetap. Ada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta pembagian kerja yang
tertib bahkan teratur di antara pengurus-pengurusnya. Meskipun masih sangat
39
sederhana, namun organisasi itu sudah mempunyai asas, maksud tujuan, rencana
program kerja yang disusun bersama dan sebagainnya.
4.3 Organisasi- organisasi pemuda yang berasas kebangsaan Indonesia.
Berbeda dengan organisasi pemuda yang berasas kedaerahan dengan
jangkauan cakrawalannya yang masih sempit, organisasi pemuda yang berasas
kebangsaan Indonesia merupakan perkumpulan pemuda-pemuda yang wilayah
jangkauannya sudah meliputi seluruh Indonesia. Organisasi-organisasi pemuda
yang berasas kebangsaan Indonesia diantaranya :
4.3.1. Perhimpunan Indonesia.
Perhimpunan Indonesia biasa disingkat PI merupakan perhimpunan politik
pelajar Indonesia di negeri Belanda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Perhimpunan yang pada mulanya bernama Indisische Vereniging merupakan
organisasi sosial yang bertujuan memperhatikan kepentingan bersama penduduk
Hindia Beleanda di negeri Belanda. Lama kelamaan muncul kepentingan politik
di kalangan mereka dan akhirnya corak perhimpunan ini berubah menjadi corak
politik. (Sudiyo 2002:24).
Pada mulanya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Vereeniging.
Organisasi itu didirikan pada tahun 1908 oleh para mahasiswa pribumi yang
belajar di Negeri Belanda. Mereka itu, antara lain R.P. Sosrokartono, R. Husein
Djajadiningrat, R.N. Noto Suroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada,
Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Indische Vereeniging pada awalnya bergerak
dalam bidang kebudayaan. Namun, sejak mendapat pengaruh dari tiga tokoh
Indische Partij yang diasingkan ke Negeri Belanda mengubah suasana dan
40
semangat kegiatan Indische Vereeniging ke dalam bidang politik. (Mustofa-dkk
2009 : 204).
Sejalan dengan perkembangan ini, pada tahun 1922, Indische Vereniging
berubah nama menjadi Indonesische Vereniging. Bahkan sejak tahun 1925, di
samping nama Indonesische Vereniging, juga digunakan nama perhimpunan
Indonesia, dan lama kelamaan tinggal nama perhimpunan Indonesia saja yang
digunakan. Dengan demikian, Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak di
bidang politik. Asas perhimpunan Indonesia adalah “mengusahakan suatu
pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat
Indonesia, dan hal ini hanya dapat dicapai oleh bangsa Indonesia, tidak
pertolongan apapun”. Untuk mempercepat tercapainya tujuan ini, segala jenis
perpecahan harus dihindarkan.
Meskipun pada hari itu Volksraad telah dibentuk, pemerintah Hindia
Belanda tidak bertanggung jawab kepada Volksraad, melainkan kepada
pemerintah Nederland. Dengan Demikian, jelas bahwa Perhimpunan Indonesia
menuntut Volksraad diganti dengan parlemen yang sebenarnya, sehingga
pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen Indonesia.
Sejak tahun 1923, Perhimpunan Indonesia aktif berjuang untuk tujuan
yang diinginkan, dan sejak tahun ini pula, perhimpunan Indonesia keluar dari
Indonesische Verbond van Stunderenden, suatu perkumpulan gabungan organisasi
mahasiswa Indonesia, Belanda, Indo Belanda dan peranakan Cina yang
berorientasi pada Indonesia dalam satu kerja sama, karena dianggap tidak perlu
lagi. Pada tahun ini pula Perhimpunan Indonesaia menerbitkan sebuah buku yang
41
menggemparkan kolonialis Belanda, berjudul Gedenkboek 1908-1923
Indonesische Vereneging. Majalah bulanan Hindia Putra yang diterbitkan sejak
tahun 1916 kemudian diubah menjadi Indonesia Merdeka.
Politik Perhimpunan Indonesia makin bergeser ke arah perjuangan
kemerdekaan Indonesia terutama sejak datangnya dua meahasiswa yang kemudian
menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, yakni Ahmad Subarjo pada tahun 1919
dan Mohammad Hatta pada tahun 1921. Pada permulaan tahun 1925 disusunlah
suatu anggaran dasar baru yang merupakan penegasan tujuan Perhimpunan
Indonesia, yakni tercapainya kemerdekaan Indonesia. Ditegaskan dalam anggaran
dasar baru ini bahwa kemerdekaan penuh bagi Indonesia hanya akan diperoleh
dengan aksi bersama yang dilakukan serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan
berdasarkan kekuatan sendiri. Untuk itu sangat diperlukan kekompakan seluruh
rakyat.
Karena Perhimpunan Indonesia makin radikal, pemerintah Belanda
mengawasinya dengan ketat. Namun, Perhimpunan Indonesia tetap melakukan
kegiatan politiknya. Dalam usaha memperjuangkan tujuannya, Perhimpunan
Indonesia menyebarkan keyakinan:
1. Perlunya persatuan seluruh nusa bangsa Indonesia;
2. Perlunya seluruh rakyat pribumi diikutsertakan dalam mencapai kemerdekaan;
3. Adanya pertentangan antara penjajah dan terjajah yang tidak boleh
dikuburkan;
4. Perlunya segala cara yang harus ditempuh untuk memulihkan kerusakan
jasmani dan rohani rakyat.
42
Sementara itu, kegiatan Perhimpunan Indonesia meningkat menjadi non-
kooperatif dengan meninggalkan sikap kerja sama dengan kaum penjajah. Di
tingkat nasional, Perhimpunan Indonesia berusaha agar masalah Indonesia
mendapatkan perhatian dunia. Mereka membina hubungan dengan beberapa
organisasi internasional, seperti komintern, Liga Penentang Imperialisme dan
Penindasan Kolonial yang di bentuk di Jerman, dan mengikuti kongres-kongres
internasional yang bersifat humanis. Dalam kongres ke-6 Liga Demokrasi
Internasional yang diadakan di Paris pada bulan Agustus 1926, Mohammad Hatta
dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia.
Kejadian ini menyebabkan pemerintah Belanda mencurigai Perhimpunan
Indonesia. Kecuriagaan ini makin bertambah ketika Mohammad Hatta, atas nama
Perhimpunan Indonesia, menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan
Semaun pada bulan Desember 1926 yang isinya menyatakan bahwa PKI
mengakui kepemimpinan Perhimpunan Indonesia dan bersedia bekerja sama
menghidupkan perjuangan kebangsaan rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan
Perhimpunan Indonesia.
Dalam kongres pertama Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan
Kolonial di Brussels pada bulan Februari 1927 yang dihadiri antara lain oleh
wakil pergerakan negeri-negeri terjajah, Perhimpunan Indonesia atas nama PPPKI
di Indonesia juga mengirimkan wakilnya, yang terdiri atas Mohammad Hatta,
Nazir Pamoncak, Gatot dan Ahmad Subarjo. Kongres antara lain mengambil
keputusan: Menyatakan simpati sebesar-besarnya kepada pergerakan
kemerdekaan Indonesia dan akan menyokong usaha tersebut dengan segala daya
43
dan menuntut dengan keras kepada pemerintah Belanda agar memberikan
kebebasan bekeja untuk pergerakan rakyat Indonesia dan menghapus hukuman
pembuangan dan hukuman mati.
Dalam kongres kedua yang diadakan di Brussels pada 1927, Perhimpunan
Indonesia juga ikut, dan keputusan yang diambil mengenai masalah Indonesia
sebenarnya merupakan ulangan keputusan kongres pada bulan Februari
sebelumnya. Akan tetapi setelah liga didominasi oleh golongan komunis,
Perhimpunan Indonesia segera keluar dari liga.
Propaganda selalu dilancarkan oleh Perhimpunan Indonesia. Karena itu,
pemerintah Belanda mengambil tindakan keras pula terhadap Perhimpunan
Indonesia. Pada bulan Juli 1927 dilancarkan penggeledahan di beberapa rumah
kediaman pengurus Perhimpunan Indonesia kemudian dituduh menghasut rakyat
Indonesia untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah, dan pada
tanggal 10 Juni 1927 empat anggota pimpinannya yakni Mohammad Hatta,
Abdulmajid Djojoadiningrat, Nazir Pamoncak, dan Ali Sastromidjojo, ditangkap
dan ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pengadilan tanggal 22
Maret 1928 di Den Haag, mereka dibebaskan dari tuduhan karena tidak terbukti
bersalah.
Di Lingkungan pergerakan Indonesia sendiri, pengaruh Perhimpunan
Indonesia cukup besar antara lain terhadap berbagai pembentukan stidieclub,
seperti Indonesische Studieclub di Surabaya, Algmene Studieclub di Bandung,
studieclub-studieclub di Yogyakarta, Jakarta, Solo, dan sebagainya. Selain itu,
Perhimpuan Indonesia secara langsung mengilhami berdirinya Partai Nasional
44
Indonesia (PNI) pada tahun 1927, Jong Indonesische pada tahun 1927,
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926.
Harus diakui secara jujur dan objektif, bahwa pengaruh Perhimpunan
Indonesia terhadap pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan
di tanah air Indonesia sendiri sangat besar. Banyak ide-ide atau gagasan-gagasan
yang telah dilontarkan, bahkan diputuskan di dalam rapat-rapat perhimpunan
Indonesia di negeri Belanda diambil alih, diteruskan dan diperjuangkan oleh
partai-partai yang ada di Indonesia itu sendiri. Memanglah sebenarnya tokoh-
tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan tanah air
sebagian besar terdiri dari bekas anggota-anggota atau pengurus perhimpunan
Indonesia.
Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan
memerhatikan masalah sosial, ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai
tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai
berikut :
a. Kesatuan nasional
Mengesampingkan pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan
kedaerahan, serta dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna
menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
b. Solidaritas
Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah
dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa
45
membeda-bedakan antarorang Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk
melawan orang kulit putih.
c. Nonkooperasi
Harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu,
hendaklah dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga
yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial
(Volksraad).
d. Swadaya
Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri.
Dengan demikian, perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan
nasional. Politik, sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat
pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial (Ingelson, dalam Sudarmi 2008:
116). Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan
ideologi.
Manifesto politik di atas menggambarkan tujuan yang hendak dicapai
bangsa Indonesia dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia
sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air.Kemerdekaan bangsa
Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan melalui usaha sendiri serta aksi
massa yang sadar. Adanya perjuangan dan asas Perhimpunan Indonesia yang jelas
dan tegas tersebut sangat menggugah semangat perjuangan dan persatuan bangsa
Indonesia, khususnya di kalangan pemuda, sehingga mendorong lahirnya Sumpah
Pemuda.
46
4.3.2 Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia.
Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) lahir pada bulan September
1926 berdasar kebangsaan Indonesia dan atas “koloniale antithesi”, artinya berdiri
atas perbedaan-perbedaan antara kaum yang menjajah (Belanda) dan kaum yang
terjajah (Bangsa Indonesia). Sejak dari pangkalnya, asas dan gerak usaha PPPI
atau perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia semuanya berdasarkan perbedaan
kedudukan antara kaum penjajah dan kaum yang dijajah. PPPI memperhatikan
dan merasakan penderitaan rakyat Indonesia sebagai akibat penjajahan Belanda.
Tegasnya, PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia lahir di tengah-
tengah kehidupan rakyat Indonesia yang menderita akibat penjajahan Belanda.
(Sagimun 1989:141)
Anggota-anggota PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia terdiri
dari pelajar-pelajar. PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia lahir dan
berkembang ditengah-tengah rakyat Indonesia. Organisasi ini selalu berjuang serta
berusaha dengan sekuat tenaga mempersatukan tenaga pemuda-pemuda Indonesia
dalam satu persatuan kebangsaan Indonesia. Selalu menjunjung tinggi semangat
persatuan dan kesatuan serta kesadaran kebangsaan Indonesia.
Politik “devide et impera” atau pecah belah dan jajahlah yang
diperguanakan dengan sangat mahir oleh kaum penjajah untuk mempropokasi dan
menghambat persatuan yang sedang dibangun pemuda-pemuda Indonesia. Ini
merupakan hambatan bagi PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
untuk mewujudkan cita-cita persatuan yang sudah lama didambakan.
47
Mereka berusaha mendidik serta melatih anggota-anggotanya menjadi
calon-calon pemimpin bangsa Indonesia. Tujuan perjuangan PPPI atau
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia adalah menghadapi dan melenyapkan
penjajahan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia ini mempunyai arti dan
kedudukan yang sangat penting didalam pergerakan kebangsaan Indonesia.
Organisasi ini tetap memiliki watak dan asas “nationaal paedagogis”, artinya
bersifat pendidikan nasional.
4.3.3 Pemuda Indonesia.
Organisasi yang berkembang selanjutnya yaitu Pemuda Indonesia. Pemuda
Indonesia merupakan organisasi yang didirikan pemuda yang sudah berjiwa serta
berasas persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh
pemuda-pemuda bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang sudah
menyelesaikan studi atau pelajarannya di negeri Belanda dan mencapai gelar
sarjana.
Pemuda-pemuda itu telah meninggalkan baju kedaerahan atau
kesukuannya. Mereka sudah merasa dirinya sebagai orang-orang Indonesia, bukan
lagi orang Jawa, orang Minagkabau, orang Minahasa dan sebagainnya. Rasa dan
asas persatuan dan kesatuan Indonesia yang mereka junjung tinggi selama mereka
bernaung dibawah panji Perhimpunan Indonesia serta pengalaman-pengalaman
mereka selama berada di negeri Belanda mereka bawa serta pula ke Indonesia.
Tanggal 20 Februari 1927 bekas anggota Perhimpunan Indonesia
mendirikan sebuah organisasi pemuda yang di namakan serta kemudian dikenal
48
dengan nama Jong Indonesia. Asas dan dan tujuan Jong Indonesia adalah
kebangsaan Indonesia. Anggota-anggota Jong Indonesia sudah membuang jauh
dan meninggalkan serta tidak lagi mempergunakan asas dan tujuan kedaerahan
atau kesukuan yang sempit.
Sebagai bekas anggota, apalagi pengurus Perhimpunan Indonesia, tentu
saja mereka membawa pengalaman-pengalaman dan bekal cita-cita serta asas
perjuangan Perhimpunan Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia mereka sudah
berjiwa serta bersemangat persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Mereka
sudah tidak senang kepada organisasi-organisasi pemuda yang masih berasas dan
bertujuan kedaerahan.
Nama Jong Indonesia masih ada bau Belandanya yakni kata “Jong”, maka
dalam kongresnya yang pertama pada bulan Desember 1927 nama “Jong
Indonesia”, diubah dan diganti menjadi “Pemuda Indonesia”. Didalam
kongresnya Anggaran Dasar Pemuda Indonesia ditetapkan dan sebagai tujuan
antara lain disebutkan : menyebarkan dan memperkuat cita-cita persatuan
kebangsaan Indonesia. Usahanya antara lain dengan jalan bekerjasama dengan
perkumpulan-perkumpulan pemuda yang lain memajukan kepanduan kebangsaan
Indonesia. Pemuda Indonesia dengan cepat berkembang di seluruh pulau Jawa.
(Sagimun 1989: 147).
Pemuda Indonesia bukan organisasi politik dan tidak ikut dalam praktek
politik, namun jiwa dan semangat Pemuda Indonesia padat dengan cita-cita
politik. Cakrawala nasionalisme Pemuda Indonesia sudah tidak sempit lagi
jangkauannya. Nasionalisme atau kebangsaan yang dianut oleh Pemuda Indonesia
49
sudah bukan lagi nasionalisme Jawa, nasionalisme Sunda, nasionalisme batak atau
lain-lain sebagainya.
Asas persatuan dan kesatuan Indonesia yang dijunjung tinggi oleh Pemuda
Indonesia, maka kehadiran Pemuda Indonesia di dalam kongres Pemuda
Indonesia yang kedua pada tanggal 28 oktober 1928 sangat penting artinya.
Peranan dan saham Pemuda Indonesia dalam melahirkan Sumpah Pemuda sangat
besar.
4.4 Menuju Sumpah Pemuda
Semangat persatuan dan kesatuan nasional Indonesia makin lama makin
bergelora di dada pemuda-pemuda pelajar Indonesia. Pada awal pertumbuhannya,
pemuda-pemuda tentu saja mencari dan lebih senang berkumpul serta bergaul
dengan pemuda-pemuda sedaerahnya, maka hal itu makin lama makin luntur dan
hilang. Seiring berjalannya waktu pergaulan pemuda-pemuda yang bersifat
kedaerahan semakin luas. Cakrawala pergaulan dan pandangan mereka lebih luas.
Hal ini lebih terasa di rantau yang jauh, misalnya di negeri Belanda.
Pemuda-Pemuda Indonesia banyak yang pergi belajar dan merantau ke negeri
kincir angin itu. Jumlah mahasiswa dan perantau Indonesia di negeri belanda
makin meningkat. Di negeri Belanda pelajar-pelajar Indonesia itu merasa lebih
akrab satu sama lain dan menanggalkan serta meninggalkan rasa kedaerahan
mereka masing-masing. Mereka merasa dari satu negeri asal, yaitu Indonesia yang
pada waktu itu masih disebut Nederlandsch Indie atau sering disingkat menjadi
Indie saja. Oleh karena itu maka perkumpulan yang mereka dirikan dinamakan
“Indische Vereeniging”, artinya perkumpulan atau perhimpunan Indie.
50
Di negeri Belanda, selain bahasa Belanda, bahasa Indonesia yang pada
waktu itu masih disebut bahasa Melayu menjadi bahasa pemersatu dan alat
komunikasi sosial mereka dan terutama para mahasiswa Indonesia yang menjadi
anggota Indische Vereeniging. Jadi bahasa Indonesia sudah mulai berfungsi
sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dan bahasa persatuan para perantau
Indonesia di negeri Belanda.
Rasa persatuan dan kesatuan nasional Indonesia makin meningkat, ini
terlihat pada awal tahun 1925 nama Indische Vereeniging diubah dan diganti
menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalahnya yang mula-mula memakai nama
Hindia Putera diubah dan diganti namanya menjadi “Indonesia Merdeka”. Tujuan
Indonesia merdeka makin jelas dan tegas, yakni kemerdekaan Indonesia. Tujuan
untuk mencapai Indonesia Merdeka makin nyaring dan makin lantang disuarakan
oleh pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda. Jadi di negeri Belanda pelajar-
pelajar Indonesia jauh lebih dulu maju, jauh lebih dulu berani, dan lebih tegas
menyuarakan Indonesia Merdeka daripada saudara-saudaranya di Indonesia
sendiri.
Hubungan antara pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda dan pemuda-
pemua Indonesia di tanah air tidak putus, bahkan erat sekali melalui surat-
menyurat, pengiriman surat-surat kabar atau majalah-majalah dan lain-lainnya.
Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan dan perjuangan pemuda-
pemuda Indonesia di tanah air. Rasa persatuan dan kesatuan Indonesia makin
menggelora di dada pemuda-pemuda Indonesia.
51
4.4.1 Kongres Pemuda Indonesia I.
Organisasi atau perkumpulan–perkumpulan pemuda yang sudah berasas
persatuan dan kesatuan nasional Indonesia memberi dampak sangat besar bagi
pergerakan kebangsaan di Indonesia. Dalam perkembangannya, mereka berusaha
agar terjadi persatuan dan kesatuan nasional Indonesia dikalangan pemuda-
pemuda pelajar itu. Mereka bertujuan membentuk organisasi-organisasi pemuda
itu dalam bentuk FUSI ataupun FEDERASI.
Anggota-anggota perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda yang
terbentuk saat itu menghendaki FEDERASI atau gabungan antara oragnisasi yang
ada akan tetapi mereka belum siap dan bahkan belum menyadari betul manfaat
persatuan dalam bentuk FEDERASI ataupun FUSI yang saat itu direncanakan
dalam organisasi-organisasi yang ada. Hal ini sangat beralasan karena mereka
masih menganggap perlu adanya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat
kedaerahan itu berdiri sendiri-sendiri dan juga ikut dalam suatu persatuan yang
berbentuk FEDERASI.
Tegasnya, mereka masih mempertahankan organisasi-organisasi pemuda
yang sudah ada dan juga ikut bergabung dalam suatu persatuan yang berbentuk
FEDERASI. Akan tetapi sebagian besar organisasi-organisasi pemuda yang ada,
sudah tidak lagi fanatik dan bersemangat mempertahankan asas dan tujuan
kedaerahan atau kesukuan yang di anut setiap organisasi-organisasi pemuda itu.
Permasalahan yang muncul lagi mereka belum pasti mengenai bentuk persatuan
yang mereka harus ikuti. Hal ini sangat beralasan karena pada saat itu ada dua
52
alternatif atau bentuk persatuan yang harus mereka tentukan yaitu bentuk FUSI
ataukah bentuk FEDERASI.
FUSI artinya organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan
pemuda yang bersifat dan berasas kedaerahan jumlahnya begitu banyak dilebur
menjadi satu organisasi atau perkumpulan pemuda dan juga mempunyai cabang-
cabangnya di seluruh Indonesia. Sedangkan FEDERASI artinya organisasi-
organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang berasas kedaerahan masih
diperlukan dan berdiri sendiri-sendiri akan tetapi tergabung di dalam satu
persatuan yang berbentuk persatuan.
Perlu juga diketahui dalam kongres pemuda I pemerintah kolonial Belanda
masih tetap ikut campur untuk bisa memecah bela persatuan pemuda Indonesia
yang mulai terbangun saat itu. Pemerintah kolonial Belanda melakukan
propaganda terhadap para pemuda, bahwa jika terjadi peleburan organisasi-
organisasi pemuda menjadi satu organisasi, maka organisasi-organisasi pemuda
yang besar akan menguasai organisasi-organisasi pemuda yang kecil. Pemuda-
pemuda yang dari daerah-daerah kecil pasti akan diatur dan ditentukan nasibnya
oleh pemuda-pemuda yang berasal dari daerah-daerah besar.
Propaganda yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda sedikit
banyak mempengaruhi pemuda-pemuda daerah yang tidak mempunyai
kemampuan tetapi mempunyai ambisi yang sangat besar. Akan tetapi hal ini bisa
diatasi dengan adanya semangat persatuan dan kesatuan yang sudah tertanam dan
membara di hati para pemuda-pemuda Indonesia maka para pemuda-pemuda
indonesia melakukan pertemuan besar.
53
Pada tanggal 30 april 1926 sampai tanggal 2 mei 1926 di Jakarta
diselanggarakanlah suatu kerapatan besar pemuda-pemuda Indonesia yang
didalam bahasa belanda disebut. “Eerste Indische Jeugd-Congres”. Didalam
sejarah Indonesia, kerapatan besar pemuda-pemuda Indonesia yang pertama
atau sering disingkat menjdai Kongres Pemuda I.
Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil-wakil organisasi atau
perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond,
Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerende Minahassers, Jong
Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosifi. Kongres pemuda pertama
diselenggarakan oleh sebuah panitia yang terdiri dari sebuah pengurus-pengurus
organsasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda. Kongres ini dipimpin oleh
Mohammad Tabrani. Tujuan utama Kongres pemuda I ini adalah hendak
membentuk dan membina perkumpulan pemuda yang tunggal, yakni sebuah
badan pusat dengan maksud:
1. Memajukan faham persatuan dan kebangsaan.
2. Mempererat hubungan antara sesama perkumpulan-perkumpulan pemuda
kebangsaan. (Sagimun 1989:155).
Namun di dalam pelaksanaan Kongres Pemuda I belum dicapai atau
disepakati satu organisasi atau perkumpulan pemuda tunggal yang sudah
direncanakan semula. Pelaksanaan Kongres Pemuda I menambah semangat
persatuan pemuda-pemuda Indonesia. Mereka tidak merasa putus asa dan
menyadari betapa pentingnya persatuan dan kesatuan nasional Indonesia ntuk
mencapai kemerdekaan tanah air dan bangsa.
54
Kongres Pemuda I menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di dalam
organisasi-organisasi pemuda. Terjadi proses perubahan yang besar mengenai
faham dan jiwa nasionalisme Indonesia. Ini terbukti berbagai perkumpulan seperti
Jong Java dan Jong Sumatranen Bond mereka merubah tujuan perkumpulan yang
hanya memajukkan anggota organisasi masing-masing menjadi berusaha
memajukan rasa persatuan dan kesatuan para anggota dengan semua golongan
bangsa Indonesia.
Hasil utama yang dicapai dalam Kongres Pemuda I itu, antara lain sebagai
berikut :
1. Mengakui dan menerima cita-cita Persatuan Indonesia (walaupun dalam hal
persatuan ini masih tampak samar-samar)
2. Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan
lain-lain.
4.4.2 Kongres Pemuda II.
Didalam pelaksanaan kongres Pemuda Indonesia I belum berhasil
mencapai dan mewujudkan satu bentuk organisasi persatauan dan kesatuan yang
konkret atau nyata, namun semangat persatuan dan kesatuan, kemauan untuk
bersatu di kalangan pemuda-pemuda Indonesia sudah makin bergelora.
Penyebab belum tercapainya cita-cita untuk bersatu dalam kongres
Pemuda I karena perbedaan pendapat diantara pemuda-pemuda Indonesia yang
melaksanakan kongres. Perlu diingat didalam pelaksanaan kongres I ada dua
pendapat yang muncul yaitu FUSI dan FEDERASI. Perbedaan pendapat itu
memang mengganggu terwujudnya cita-cita persatuan pemuda-pemuda Indonesia.
55
Hal ini ditambah lagi dengan adanya campur tangan Pemerintah Kolonial Belanda
yang ingin memecah belah pemuda-pemuda Indonesia.
Sebelum terjadi Kongres Pemuda II, berbagai macam peristiwa yang
terjadi antara pemuda Indonesia dan pemerintah Belanda. Rangkaian peristiwa itu
merupakan usaha pemerintah Kolonial Belanda untuk menggagalkan tujuan
bangsa Indonesia untuk bersatu dan melepaskan diri dari penjajahan Kolonial.
Mereka menyadari bahwa pemuda-pemuda Indonesia adalah tenaga pendobrak
yang militan, gagah berani dan sangat berbahaya dan mengancam bagi kelanjutan
kekuasaan kaum penjajah.
Pada tanggal 23 september 1927 empat orang mahasiswa, tokoh dan
pemimpin perhimpunan Indonesia di negeri Belanda ditangkap dan ditahan oleh
pemerintah Belanda. Mereka dituduh oleh pemerintah belanda menghasut rakyat
Indonesia untuk memberontak. Tuduhan-tuduhan ini alasan untuk menghambat
kemajuan pergerakan kebangsaan Indonesia dan untuk menggagalkan persatuan
dan kesatuan nasional Indonesia.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional yang di tangkap pemerintah Belanda
pada tanggal 23 September 1927 yaitu : Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo,
Abdul Majid Joyoadiningrat dan Nazir Datuk Pamuncak serta pada tanggal 16
Desember 1927 Dokter Cipto Mangunkusumo juga ditangkap. Mereka dituduh
menghasut rakyat Indonesia untuk memberontak ( Sagimun 1989 :161-162 ).
Penangkapan para tokoh pergerakan nasional Indonesia memancing reaksi
pemuda Indonesia, ini terbukti adanya inisiatif PNI di bawah pimpinan Ir
Soekarno lahirlah suatu wadah persatuan perkumpulan-perkumpulan pergerakan
56
kebangsaan Indonesia. Perkumpulan ini yang dikenal dengan PPKI atau
Permufakatan Perhimpunan Politik kebangsaan Indonesia. Dibentuknya
perkumpulan ini merupakan suatu bentuk reaksi terhadap pemerintah Belanda.
Mereka mengadakan rapat umum sebagai pernyataan protes atas penangkapan
keempat orang mahasiswa tersebut.
Semangat persatuan makin bergelora di dada pemuda-pemuda Indonesia.
Mereka sudah lama meninginkan sebuah wadah yang dapat mempersatukan
mereka dalam satu ikatan persatan dan kesatuan nasional Indonesia. Mereka tetap
yakin, bahwa pada suatu saat wadah yang mereka inginkan pasti akan terwujud.
Berbagai macam pertemuan diadakan para pemuda untuk mencapai cita-
cita yang sudah lama didambakan. Pada tanggal 15 agustus 1926 diadakan
pertemuan antara perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda dan panitia
kongres Pemuda I untuk membicarakan kelanjutan dari rencana mereka. Akan
tetapi pertemuan ini belum membawa hasil positif karena belum terjadi
kesepakatan.
Pada tanggal 20 Februari 1927 sekali lagi diadakan pertemuan antara
organisasi-organisasi pemuda. Rapat ini sudah mulai maju dari rapat yang
sebelumnya, karena di dalam rapat sudah mulai dibahas usul fusi. Jadi pertemuan
itu sudah membicaraka soal peleburan organisasi-organisasi pemuda yang cukup
banyak jumlahnya itu menjadi satu wadah persatuan.
Kemudian pada tanggal 23 april 1927 diadakan lagi pertemuan diantara
anggota-anggota pengurus organisasi-organisasi pemuda. Pertemuan ini berhasil
merumuskan beberapa keputusan yang penting antara lain :
57
1. Indonesia Merdeka harus menjadi cita-cita perjuangan seluruh pemuda
Indonesia.
2. Semua perkumpulan pemuda harus berdaya upaya menuju ke persatuan di
dalam satu perkumpulan.
Rangkaian pertemuan yang diadakan membuka cakrawala nasionalisme
Indonesia makin meluas dan menguak serta menjebol tembok lingkar kesukuan
dan kedaerahan yang makin terasa sempit oleh pemuda-pemuda patriot pejuang
persatuan dan kesatuan nasional Indonesia.
Dari peristiwa-peristiwa tersebut, maka usaha untuk pembentukkan badan
fusi atau badan federasai pemuda semakin dipercepat. Pada bulan juni 1928
dibentuk sebuah panitia Persiapan Kongres Pemuda II. Susunan panitia Kongres
Pemuda II itu adalah sebagai berikut :
Ketua : Sugondo Djojopuspito dari PPPI, mahasiswa Fakultas Hukum
Wakil Ketua : Djoko Marsaid Dari Jong Java
Sekretaris : Moh.Yamin dari Jong Sumateranen Bond
Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataks Bond
Pembantu I : Djohan Moh. Tjai, dari Jong Islamieten Bond
Pembantu II : Kotjosungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes
Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V : Rohjani dari Pemuda Kaum Betawi. (Sudiyo 2004:142).
Sejak terbentuknya, panitia kongres itu bekerja keras demi suksesnya
Kongres Pemuda II yang telah direncanakan. Didalam usaha panitia tersebut
58
banyak mendapat dukungan dan nasihat-nasihat dari tokoh-tokoh yang
berpengaruh. Tugas selanjutnya panitia Kongres Pemuda II adalah
mempersiapkan agenda yang harus dilaksanakan dalam kongres nanti.
Acara yang sudah disusun oleh panitia direncanakan mulai tanggal 27-28
Oktober 1928. Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 1928 jam
19.30-23.30 bertempat digedung Perhimpunan Pemuda-Pemuda Katolik. Acara
ini hanya pembukaan Kongres Pemuda II. Dilanjutkan dengan sidang kedua pada
tanggal 28 Oktober 1928 jam 08.00-12.00 di gedung Oost-Java, Koningsplein
Noord. Acara ini membicarakan tentang perkara pendidikan. Kemudian sidang
ketiga pada tanggal 28 Oktober 1928 jam17.30-19.30 di Gedung Indonesische
Clubhuis. (Sagimun 1989 : 167). Sidang ketiga pada tanggal 28 Oktober 1928
merupakan peristiwa tercetusnya Ikrar Pemuda atau dikenal dengan Sumpah
Pemuda.
Kongres ini dihadiri oleh seluruh wakil-wakil dari berbagai organisasi
pemuda seluruh Indonesia, yaitu : Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pemuda
Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islameiten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes,
Pemuda Kaum Betawi, Jong Ambon, dan PPPI. (Sudiyo 2004 : 143).
Suasana persatuan dan kesatuan nasional sangat mewarnai kongres
pemuda itu. Semangat nasionalisme semakin menggelora didada para pemuda-
pemuda yang hadir didalam kongres tersebut. Namun suasana kongres pun
diwarnai ketegangan antara para pemuda peserta kongres dan wakil-wakil
pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan mengawal jalannya kongres.
59
Didalam kongres ini pun pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia
Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman yang sampai sekarang ini menjadi lagu
kebangsaan Indonesia. Lagu ini menambah semangat pemuda-pemuda yang hadir
dalam kongres itu. Setelah lagu Indonesia Raya diperdengarkan kemudia
diumumkan keputusan-keputusan Kongres Pemuda II sebagai berikut :
“Kerapatan Pemuda-Pemuda Indonesia yang berdasarkan kebangsaan,
dengan namanya Jong Java, Jong Sumatranen Bond (Pemuda Sumatera), Pemuda
Indonesia, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Jong Islamieten
Bond, Jong Bataks Bond, dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia membuka
rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Jakarta; (Sagimun
1989:175).
Kerapatan lalu mengambil keputusan :
PERTAMA :KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU
BERTUMPAH DARAH YANG SATU, TANAH AIR INDONESIA
KEDUA : KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU
BERBANGSA SATU, BANGSA INDONESIA.
KETIGA :KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENJUNJUNG
BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONEESIA.
Setelah mendengar putusan ini , kerapatan mengeluarkan keyakinan atas
ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia.
Mengeluarkan keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan memperhatikan
dasar persatuannya:
KEMAUAN
60
SEJARAH
BAHASA
HUKUM ADAT
PENDIDIKAN DAN KEPANDUAN;
Dan mengeluarkan pengharapan, supaya putusan ini disiarkan dalam
segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat perkumpulan-perkumpulan kita.
Kemudian putusan ini disahkan oleh kongres, kongres pemuda II yang
diadakan pada tanggal 27 dan 28 oktober 1928 telah berhasil dengan sangat
gilang-gemilang. Mereka telah berhasil mendirikan dan menegakkan sebuah
tonggak yang didalam sejarah nasional Indonesia dikenal sebagai peristiwa
sumpah pemuda. Peristiwa ini adalah sebuah peristiwa puncak didalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.
Sumpah Pemuda yang berintikan SATU NUSA, SATU BANGSA, DAN
SATU BAHASA kemudian selalu menggelora didada pemuda–pemudi, bahkan
didada seluruh rakyat Indonesia dari sabang samapai kemerauke.
Sumpah Pemuda tanggal 28 oktober 1928 mempunyai arti yang besar dan
kedudukan yang sangat penting bagi perkembangan perjuangan bangsa
Indonesia. Selanjutnya, bangsa Indonesia menjadi satu bangsa, mempunyai satu
tanah air, yaitu tanah air Indonesia, dan menjunjung satu bahasa yaitu bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Sebuah fenomena sejarah yang merupakan momentum sangat penting
dalam proses penguatan konsep wawasan kebangsaan Indonesia terjadi pada
tanggal 28 Oktober 1928. Itulah modal yang sangat berharga bagi terbentuknya
61
sebuah “Nation-State” telah disepakati. Adanya kehendak bersama untuk bersatu
itu akan mengatasi alasan-alasan seperti kedaerahan, kesukuan, keturunan,
keagamaan, dan sejenisnya dengan tetap menghormati perbedaan-perbedaan yang
ada. Sejak peristiwa tahun 1928 itu, dunia dikejutkan oleh kemampuan dan
kesanggupan bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam kemajuan.
Namun demikian, sepantasnya harus dihargai bahwa dalam proses
penyatuan dari berbagai sifat kedaerahan menjadi sifat nasional merupakan suatu
proses integrasi yang nilainya sangat dalam. Hal ini berlaku dengan teori
nasonalisme, didalamnya termuat bahwa rasa senasib dan sepenanggungan suatu
bangsa menyebabkan timbulnya semangat persatuan untuk membentuk suatu
negara kebangsaan.(Mustofo dkk 2009:173) Oleh karena itu, tidak mengherankan
bahwa sejak selesainya kongres pemuda kedua tersebut, organisasi-organisasi
pemuda kedaerahan mulai memproses untuk “bersatu menjadi satu wadah”, dan
baru berhasil secara tuntas, yaitu pada tanggal 31 Desember 1930 dengan nama
organisasi “Indonesia Muda”.
4.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Sumpah Pemuda yang dicetuskan pemuda 1928 memiliki peranan yang
sangat penting. Terutama dalam proses mempersatukan bangsa Indonesia. Melalui
Sumpah Pemuda, tanah air, bangsa dan bahasa dapat diwujudkan untuk bersatu.
Dengan sumpah pemuda pula perjuangan yang dilakukan oleh bangsa indonesia
tidak lagi bersifat kedaerahan, namun sifatnya sudah nasionalis hingga akhirnya
kemerdekaan dapat dicapai.
62
Adapun nilai luhur yang terkandung dalam Sumpah Pemuda adalah
sebagai berikut ini:
4.6 Nilai Patriotisme.
Patriotisme adalah sikap dan perilaku seseorang yang dilakukan dengan
penuh semangat rela berkorban untuk kemerdekaan, kemajuan, kejayaan dan
kemakmuran bangsa.
Menurut Stanford Encycloedia of Philosophy, patriotisme bisa didefinisikan
sebagai kecintaan terhadap bangsa dan negara, rasa kebanggaan sebagai warga
negara, serta perhatian khusus terhadap sisi positif dari negara dan rakyatnya.
Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban
demi bangsa dan negara. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta
benda maupun jiwa raga. (Dalam Wikipedia 2012)
Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik, ditandai oleh adanya:
1. Rasa cinta pada tanah air,
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara,
3. Menempatkan persatuan, kesatuan,serta keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi dan golongan,
4. Berjiwa pembaharu,
5. Tidak mudah menyerah. (Nur Wahyu Rochmadi 2008 :114).
Dalam peristiwa Sumpah Pemuda ada ikrar satu tanah air, satu bangsa dan
satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Inilah wujud dari rasa cinta bangsa dan tanah
air, rela berkorban, serta berjiwa pembaharu pada pemuda zaman dahulu. Cinta
terhadap bangsa dan tanah air artinya kita setia terhadap bangsa dan Negara
Indonesia. Kita berbuat sesuatu yang baik ditujukan demi kemajuan bangsa dan
63
kemajuan masyarakat Indonesia. Disamping itu kita juga dapat merasakan sedih
jika bangsa ini tidak mengalami kemajuan.
Rela berkorban adalah kesediaan dan keikhlasan memberikan segala
sesuatu yang dimiliki untuk orang lain atau untuk masyarakat walaupun hal itu
akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Pengutamaan kepentingan
pribadi di atas kepentingan umum akan menimbulkan ketegangan dalam
kehidupan masyarakat. Untuk itu, perlu adanya keberanian seseorang
mengorbankan sebagian miliknya kepada orang lain. Artinya, setiap pribadi tidak
menuntut hak secara utuh, melainkan harus melihat kepentingan orang lain.
(Kansil 1996:177).
4.6.1 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi.
Informan Tanggapan
Positif Negatif
1
√
2 √
3
√
4
√
5
√
6 √
7
√
8
√
9 √
10 √
Presentase
64
Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme
dalam kehidupan sosial-ekonomi masih kurang nampak pada masyarakat
indonesia, ini terlihat dengan presentase 40%. 60% informan memberikan
pandangan bahawa masyarakat kurang menggunakan produk-produk buatan
Indonesia dibandingkan dengan produksi luar negeri. Hal ini didukung oleh
beberapa pernyatan dari informan anatara lain :
Menurut Fitri pemudi asal Sulawesi Utara (Wawancara tanggal 01 Juli
2013) mengatakan bahwa: di era globalisasi ini masyarakat lebih banyak
menggunakan produk-produk buatan luar negeri, ini disebabkan oleh beberapa
faktor misalnya banyak produk-produk luar negeri yang beredar bebas di pasaran
dan juga pengaruh budaya konsumtif yang tinggi dari masyarakat. Perilaku
konsumtif bangsa Indonesia ini menjadi sasaran empuk para produsen luar
negeri.
Senada dengan Fitri, akan tetapi Heriyanto pemuda asal Gorontalo
(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : kehidupan sosial-
ekonomi di Indonesia tidak begitu menampakkan lagi nilai-nilai patriotisme. Jiwa
patriotisme dizaman sekarang mulai luntur. Di era globalisasi ini membawa
dampak bagi Indonesia. Salah satu contoh, berkembangnya budaya konsumerisme
di masyarakat. Konsumerisme merupakan penggunaan barang dan jasa yang
berlebihan yang dilakukan oleh konsumen.
Lebih lanjut Heriyanto mengatakan bahwa budaya konsumerime dapat
dijumpai pada masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat menggunakan produk-
produk buatan luar negeri. Misalnya kehadiran produk smart phone di Indonesia,
65
masyarakat rela antri berjam-jam demi mendapatkan produk tersebut walaupun
harganya berkisar pada angka 5-10 jutaan.
Berbeda dengan pernyataan dari Ramli pemuda asal Maluku Utara
(wawancara tanggal 01Juli 2013) mengatakan bahwa: kekayaan sumber daya alam
Indonesia harus bisa diimbangi oleh sumber daya manusianya agar menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat. Di perlukan juga campur tangan pemerintah dalam
meningkatkan produk-produk dalam negeri.
Dari hasil wawancara ini bisa disimpulkan bahwa nilai patriotisme dalam
kehidupan sosial-ekonomi masih kurang nampak di masyarakat, ini bisa terlihat
masyarakat lebih banyak menggunakan barang-barang impor yang kualitasnya
lebih baik dibandingkan kualitas produk dalam negeri.
Menurut Penulis, solusi untuk menigkatkan rasa patriotisme dalam
kehidupan sosial ekonomi yaitu selain dimulai dari diri kita sendiri, harus ada
campur tangan dari Pemerintah dalam upaya peningkatan ini, yaitu dengan cara:
Pemerintah harus menunjukkan kecintaanya terhadap produk dalam negeri
Menaikkan harga barang produk dari luar negeri yang hendak dipasarkan di
Negara Indonesia.
Mengurangi komoditas Impor
Merangsang masyarakat untuk memproduksi produk dalam negeri (dengan
memberikan kemudahan-kemudahan, seperti izin membuka usaha,
menurunkan harga barang-barang baku).
Mencintai dan menggunakan produk-produk dalam negeri merupakan
bagian dari cinta tanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri berarti kita
66
memberi keuntungan kepada warga Indonesia sendiri. Baik pembuatnya ataupun
pedagangnya, berarti juga memberi keuntungan kepada negara. Sebenarnya
produk-produk dalam negeri tak takkalah dengan produk luar negeri. Bahkan
banyak produk-produk asli buatan Indonesia yang ditiru orang luar negeri
Dengan demikian, mudah-mudahan secara perlahan masyarakat akan
mencintai produk dalam negeri dan meningkatkan perekonomian Negara
Indonesia sehingga kita tidak akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki
rasa patriotisime.
4.6.2 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Politik
Informan Tanggapan
Positif Negatif
1
√
2
√
3
√
4
√
5 √
6
√
7 √
8
√
9
√
10 √
Presentase
Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme
dalam kehidupan sosial-politik masih kurang nampak pada wakil rakyat di
pemerintahan, ini terlihat dengan nilai presentase 30%. 70% informan
memberikan pandangan bahwa wakil rakyat di pemerintahan lebih mementingkan
67
kepentingan pribadi atau golongan mereka. Hal ini didukung oleh beberapa
pernyatan dari informan yang diwawancarai anatara lain :
Menurut Sabahrudin pemuda asal Sulawesi Tenggara (Wawancara tanggal
01 Juli 2013) mengatakan bahwa: Kehidupan sosial-politik di Indonesia lebih
menunjukkan dominasi dan kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Terlihat
jelas dengan adanya peningkatan korupsi di Indonesia. Para koruptor hanya
mementingkan dirinya sendiri tanpa memperhatikan rakyat Indonesia.
Senada dengan Sabahrudin, Amri pemuda asal Sulawesi Tengah
(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : kegiatan partai politik
di Indonesia hanya memikirkan bagaimana rasa persatuan dan kesatuan di
golongan mereka. kepentingan rakyat lebih banyak diabaikan. Hal ini
menunjukkan kurangnya rasa patriotisme pada kehidupan politik di Indonesia.
Berbeda dengan pernyataan dari Amri, I Made pemuda asal Sulawesi
Tengah (wawancara tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa: tidak semua partai
politik di indonesia yang hanya mementingkan kepentingan golongan mereka,
tetapi ada juga yang rela berkorban demi kepentingan rakyat diatas kepentingan
pribadi. Namun hal ini tidak begitu nampak karena citra partai politik di Indonesia
lebih dikenal dengan korupsi.
Lanjut I Made menambahkan bahwa: korupsi yang merajalela saat ini
terang-terangan sangat merugikan bangsa Indonesia. Kita seyogyanya harus
berusaha keras untuk melawan kemauan korupsi yang bersemayam dalam jiwa.
Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai
patrotisme dalam kehidupan sosial-politik masih kurang nampak, ini disebabkan
68
perilaku oknum-oknum yang hanya mementingkan kepentingan pribadi. Untuk itu
perlu adanya kesadaran dari setiap orang yang terjun ke dunia politik untuk lebih
mengutamakan kepentingan orang banyak. Nasib rakyat adalah yang benar-benar
harus dibela serta diperjuangkan dan bukan diposisikan sebagai obyek untuk
meraih keuntungan. Sudah menjadi kewajiban utama bagi siapapun yang berkuasa
untuk senantiasa memihak kepada rakyat. Harus ada pemahaman bahwa rakyat
harus benar-benar diposisikan sebagai pemegang kedaulatan. Pendelegasian
kekuasaan oleh rakyat hendaknya tak diartikan menghilangkan kedaulatannya.
4.6.3 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Budaya
Informan Tanggapan
Positif Negatif
1 √
2
√
3
√
4
√
5 √
6
√
7 √
8
√
9
√
10 √
Presentase
Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme
dalam kehidupan sosial-budaya masih kurang nampak pada pemuda Indonesia
sekarang. 60% informan memberikan pandangan bahwa pemuda saat ini kurang
69
menjaga serta kurang mencintai budaya-budaya lokal di indonesia. Hal ini
didukung oleh beberapa pernyatan dari informan yang diwawancarai anatara lain :
Menurut I Komang pemuda asal Sulawesi Tengah (Wawancara tanggal 01
Juli 2013) mengatakan bahwa: Realita membuktikan bahwa pemuda saat ini telah
banyak yang lupa serta tak acuh atas eksistensi budaya Indonesia. Kebudayaan
yang asli dari leluhur banyak dipinggirkan, terkalahkan oleh budaya barat.
Lebih lanjut I Komang menambahkan bahwa Jika dari para pemuda tidak
menghargai, sudah pasti kebudayaan bangsa menjadi hal yang rapuh termakan
faktor internalnya. Negara lainlah yang akhirnya memanfaatkan budaya kita.
Senada dengan I Komang, Farlina pemudi asal Gorontalo (Wawancara
tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa : kenyataan yang ada sekarang ini
banyak budaya Indonesia yang dikalim negara lain. Misalnya belum lama ini,
Malaysia mengklaim tari Pendet sebagai bagian dari budaya mereka. Klaim ini
tentu sangat mengejutkan bangsa Indonesia. Akan tetapi ini merupakan cerminan
sikap acuh tak acuh rakyat indonesia dalam melestarikan budaya-budaya lokal.
Lebih lanjut Farlina menambahkan bahwa tindakan klaim ini sebenarnya
bukan sepenuhnya salah negara tetangga Para pemuda harus sadar, klaim budaya
oleh bangsa lain adalah akibat ketidakpedulian pemuda Indonesia dalam menjaga
serta melestarikan kebudayaan sendiri.
Berbeda dengan pernyataan dari Farlina, Riske Pemudi asal Sulawesi
Utara (Wawancara tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa masih banyak
masyarakat yang melestarikan dan mencintai budaya-budaya lokal Indonesia.
Salah satu contoh budaya daerah Bali yang terkenal sampai ke manca Negara.
70
Senada dengan Farlina, Nurfitriani pemudi asal Sulawesi Tengah
(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : perlu adanya gebrakan
pemuda penerus bangsa untuk melestarikan budaya sebagai identitas bangsa
Indonesia. Dengan partisipasi aktif kebudayaan oleh pemuda pun akhirnya akan
menjadikan bangsa ini semakin kuat di dunia Internasional, serta harus ada
campur tangan pemerintah dalam menjaga dan memperkenalkan budaya-budaya
yang dimiliki Indonesia ke masyarakat luas.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa nilai patriotisme
dalam kehidupan sosial-budaya perlu ditingkatkan lagi terutama oleh pemuda
penerus bangsa. Bangsa yang maju berawal dari keperdulian para pemudanya
dalam melestarikan kebudayaan.
Ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah
termasuk juga masyarakat secara umum, dalam upaya pelestarian budaya nasional
pada saat era globalisasi ini untuk bisa menegakkan nilai-nilai patriotisme yang
mulai luntur. Indonesia memiliki budaya yang beranekaragam yang masing-
masing daerah memiliki ciri khas budaya sendiri namun mengalami hambatan,
misalnya kurangnya kesadaran seseorang dalam upaya melestarikan budaya dan
masih banyaknya masyarakat yang kurang pengetahuan.
Agar ini semua tidak terjadi lagi, upaya yang harus dilakukan adalah
mengajak para pemuda untuk tetap selalu melestarikan budaya bangsa. Ini adalah
sebuah keharusan karena pemuda adalah sosok utama yang diberikan tanggng
jawab untuk melanjutkan sejarah suatu bangsa. Jika pemudanya perduli untuk
71
mengembangkan budaya, maka kebudayaan suatu bangsa akan terus berlnjut dan
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari penjelasan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Patriotisme merupakan sikap kecintaan terhadap bangsa dan negara yang
diwujudkan dalam bentuk rasa bangga sebagai warga negara. Implementasinya
adalah kerelaan untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Namun, jiwa patriotisme ini sepertinya sudah
mulai luntur dari hati dan sanubari rakyat Indonesia. Konflik antargolongan,
kejahatan korupsi, dan kecenderungan masyarakat untuk mengikuti western style,
merupakan sebagian kecil dari fenomena di masyarakat yang menunjukkan
lunturnya jiwa patriotisme tersebut. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja
karena jiwa patriotisme bagaimana pun sangat diperlukan karena menjadi
pengikat warga negara dengan negara yang didirikannya.
Patriotisme yang diaktualisasi dan dikontekstualisasi ini akan berkaitan
dengan rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara. Maksudnya, kita perlu menilik
kembali nilai positif apa yang membuat bangsa dan negara Indonesia ini pantas
untuk kita cintai, kita bela, dan kemudian kita bangga menjadi warga negaranya.
Hal ini bisa menjadi alternatif baru bagi implementasi jiwa dan semangat
patriotisme yang menitikberatkan pada rasa kecintaan kita atas bangsa dan negara
tersebut.
Nilai patriotisme yang terpatri dalam jiwa pemuda 1928 perlu
dinampakkan lagi pada jiwa pemuda sekarang. Perjuangan pemuda Indonesia
melawan penjajahan Kolonial Belanda membentuk karakter bangsa yang kuat.
72
Dari peristiwa kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda hingga peristiwa
Kemerdekaan Indonesia membentuk yang namanya karakter atau jati diri bangsa
Indonesia itu sendiri.
Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui
pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan,
menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku kita.
Jadi, karena karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan
untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam diri kita, yang akan melandasi sikap
dan perilaku kita, tentu karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus
kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan kita bangun.
Nilai patriotisme yang terkandung dalam sumpah pemuda merupakan
pondasi kuat yang dibentuk pemuda 1928. Kenyataan yang ada, nilai patriotisme
dalam jiwa pemuda zaman sekarang masih kurang nampak di beberapa aspek.
Misalnya dalam kehidupan sosial-ekonomi, politik dan budaya. Hal ini perlu
perhatian penuh untuk lebih meningkatkan jiwa patriotisme pemuda zaman
sekarang.
Menggunakan produk-produk buatan dalam negeri merupakan bagian dari
rasa patriotisme, dengan kebiasaan menggunakan produk-produk dalam negeri
membentuk karakter pemuda lebih mencintai bangsa indonesia.
Bidang politik, masih perlu kesadaran orang-orang yang berkecimpung
dalam bidang tersebut. Citra Indonesia tercoreng oleh para koruptor yang
merajalela, Indonesia merupakan peringkat keenam di dunia yang korupsi. Hal ini
sangat mencengangkan, untuk itu perlu menanamkan kembali rasa patriotisme
73
didalam diri masing-masing individu. Dengan demikian terbentuk namanya
karakter bangsa dalam melawan korupsi.
Bidang sosial-budaya, Indonesia terkenal akan keragaman budaya, dengan
keragaman ini banyak budaya Indonesia yang mulai tersisikan, yang paling
mencengangkan beberapa budaya yang dimiliki Indonesia mulai diklaim oelh
bangsa lain, hal ini perlu juga perhatian kita semua, dengan melestarikan budaya-
budaya ini, dapat menanmpakkan identitas bangsa indonesia itu sendiri.
Hal yang paling mendasar dalam pembentukan karakter bangsa yaitu
melalaui bahasa. Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun
karakter bangsa. Penggunaan bahasa dalam berbagai cara kreatif dan sesuai
dengan kondisi bangsa dapat mengembalikan nilai-nilai karakter bangsa yang
hilang. Peristiwa sumpah pemuda dapat mengingatkan kita akan hal ini.
Peran bahasa dalam membangun karakter bangsa juga dapat kita telusuri
dari penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial. Tanpa bahasa dan
penggunaannya, kehidupan sosial tidak akan terjadi. Masyarakat menggunakan
bahasa dalam membangun kebudayaannya.
Pembentukkan karakter bangsa diupayakan pemerintah sekarang ini
melalui jalur pendidikan. Namun pembangunan karakter bangsa ini kerap kali
hanya bersifat teoritis ketika dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Terlepas
dari berbagai masalah pendidikan yang menghambat proses membangun karakter
bangsa, nilai-nilai dalam karakter bangsa memang sudah mulai terdegradasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menekankan pentingnya
membangun karakter bangsa. Aksi kekerasan yang dilakukan generasi muda
74
marak terjadi, Angka korupsi semakin tinggi, dan kita akan sering menemui
kepentingan kelompok atau individu didahulukan dalam negeri ini. Karakter
bangsa yang mulai hilang ini harus dibangun kembali dengan cara-cara yang
tepat.
Hal yang perlu dilakukan pemuda zaman sekarang agar nilai-nilai sumpah
pemuda tetap lestari yaitu antara lain :
1. Menghargai sesama bangsa Indonesia, melalui pasal 27 UUD 1945 bahwa : 1).
Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya. 2). Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kita memahami mengapa kita
harus saling menghargai. Ada banyak sikap yang menggambarkan hal ini.
Misalnya, kita menghargai prestasi siapa saja yang bisa memimpin, kita akui
kepemimpinannya tanpa memandang suku, agama, keturunan, kita
mengormati siapa saja yang berjasa untuk Negara, kita menmberi penghargaan
yang setinggi-tingginya bagi siapa saja yang mengharumkan nama bangsa dan
Negara.
2. Kita semua, tanpa terkecuali, mengakui Indonesia sebagai tanah air bersama.
Disebutkan dalam pasal 26 UUD 1945 bahwa 1). Yang menjadi warga negara
ialah orang-orang bangsa indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 2). Syarat-syarat yang
mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. Semua
mempunyai hak yang sama untuk hidup didaerah manapun di Indonesia ini.
75
walaupun leluhurnya berasal dari luar negeri, kalau sudah sah menjadi warga
Negara Indonesia, ia harus mengakui Indonesia sebagai tanah airnya. Ia harus
mencintai dan harus rela berkorban baginya. Semua harus merasa berbangsa
dan bertanah air Indonesia.
3. Setiap warga Negara Indonesia mengguakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dengan baik dan benar. Kalau kita betul-betul merasa berbangsa dan
bertanah air Indonesia, kita sangat berkepentingan menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Tuntutan ini sangat wajar sebab siapa lagi
yang akan menjunjung tinggi bahasa Indonesia kalau bukan warganya sendiri.
Kenyataannya, masih banyak orang, terutama yang berdiam di daerah-daerah
dan pedalaman, tidak bisa berbahasa Indonesia. Untuk meraka, pemerintah
menggalakan program pemberantasan buta aksara dan buta berbahasa
Indonesia.
4. Kita harus menggalakan integrasi golongan dalam masyarakat. Maksud
integrasi dalam hai ini adalah pembauran, penyatuan, atau penggabungan
dalam satu wadah, yaitu Negara, guna mencapai tujuan yang sama demi
kesejahteraan. Sedangkan golongan atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat seperti pribumi, nonpribumi, agama, kepartaian dan sebagainya
harus berpegang pada prinsip yang sama, yaitu bahwa semua unsur yang
berbeda-beda itu dibenarkan demi tercapainya kemajuan bangsa, bukan demi
perpecahan. (Kansil 1996: 169-170).
Posisi dan kedudukan pemuda yang mulia sebagai tulang punggung
bangsa seharusnya menjadi kenderaan hati nurani rakyat. Artinya, tantangan
76
terbesar dari perjuangan kebangsaan Indonesia sekarang ini adalah menghapus
penjajahan bangsa dan Negara oleh bangsa kita sendiri dalam bentuk kolusi,
korupsi dan nepotisme. Inilah yang tidak diaktualisasi optimal oleh pemuda ketika
mereka berinteraksi dengan kekuasaan dan kelompok-kelompok kepentingan
politik.
Kita tidak dapat memungkiri peran fungsi pemuda dalam berbagai dimensi
pembangunan, tetapi perannya dalam menyucikan cita-cita perjuangan
kepemudaan 1928 tidak berhasil dilakukan. Untuk saat sekarang, bertanah air dan
berbangsa satu, perlu diarahkan oleh barisan pemuda sebagai upaya bersama
untuk membentuk karakter pemuda pada zaman sekarang. Sementara berbahasa
satu, keberanian untuk satu bahasa dan tindakan dalam menentang korupsi oleh
barisan pemuda sangatlah penting sebagaimana semangat sumpah pemuda 1928
dalam menentang kolonialisme. Namun, semuanya tak berlangsung lama
sebagaimana harapan rakyat untuk posisi pemuda sebagai tulang punggung
bangsa.