bab iv manajemen pemilu [2]

91
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang 2014 Nur Hidayat Sardini Pemilu dan Partai Politik Managemen Pemilu Bagian Pemilu SPG- 509 SPG-222

Upload: muhammad-salim

Post on 12-Apr-2017

163 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab iv manajemen pemilu [2]

Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Diponegoro Semarang 2014

Nur Hidayat Sardini

Pemilu dan Partai PolitikManagemen PemiluBagian Pemilu

SPG-509

SPG-222

Page 2: Bab iv manajemen pemilu [2]

Bab IVManagemen Pemilu

Pokok Bahasan

Page 3: Bab iv manajemen pemilu [2]

I. Latar Belakang

Page 4: Bab iv manajemen pemilu [2]

Untuk bisa memenangkan suatu Pemilu, kita harus memahami kehidupan sosial manusia. Kita harus tahu juga karakter individualitas seorang manusia. Dalam hal ini, kehidupan sosial manusia pada hakikatnya adalah kehidupan bebas sebagaimana kehidupan mahluk Tuhan pada umumnya.

Walaupun demikian, peradaban manusia juga mengarahkan pada keadaban-keadaban menuju kebaikan-kebaikan. Inilah yang membedakan mahluk manusia dengan mahluk lainnya.

Untuk memahami kehidupan orang sebagai warga pemilih (voters), kita harus menguasai kompleksitas kehidupan manusia. Suatu kehidupan sosial dan individu dengan kompleksitasnya.

Page 5: Bab iv manajemen pemilu [2]

I. Social Complexity

Kehidupan sosial memiliki kompleksitasnya tersendiri. Variabelitas sosial tidak berdiri sendiri. Ia berdiri dengan pengaruh-pengaruh dalam seluruh kompleksitas kehidupan sosial manusia. Seseorang tidak berdiri di ruang hampa. Mereka berinteraksi satu dengan lainnya.

Kompleksitas kehidupan seorang manusia, paling kurang meliputi:

Page 6: Bab iv manajemen pemilu [2]

1. Political Scarcity

Tidak saja dalam bidang ekonomi, di dunia politik juga dikenal adanya “hukum kelangkaan politik” (political scarcity law). Tidak seluruh yang diinginkan para pelaku politik akan terwujud.

Tidak seluruh tujuan atau keinginan (political expectation) bakal terwujud. Mereka yang berminat menduduki/meraih jabatan-jabatan politik, lebih besar daripada tersedianya kursi.

Para kandidat jauh lebih banyak daripada kursi-kursi (legislatif dan eksekutif). Jumlah peminta berbanding terbalik dengan tersedianya kursi-kursi penyelenggara negara.

Page 7: Bab iv manajemen pemilu [2]

2. Political Competitive

Sudah barang pasti, kelangkaan menimbulkan adanya persaingan. Makin banyak peminat, sementara kursi yang tersedia lebih sedikit, maka persaingan makin ketat.

Ketika persaingan diikuti aturan main jelas (predictable), permainan menjadi indah dan menggairahkan. Apabila sebaliknya, kekacauanlah yang terjadi.

Dalam Pemilu, itu disebut free and fair elections. Demikian juga sebaliknya.

Page 8: Bab iv manajemen pemilu [2]

3. Base on social and existing condition

Dalam politik situasi tidak bisa sepenuhnya diperkirakan. Situasi politik sulit diprediksikan (un-predictable). Variabel di dalam politik terlalu luas dan kadang tak bisa dikontrol (independent variables), sementara kehidupan politik sedikit sekali menyediakan hal-hal yang dapat diprediksikan, tapi dari sisa-sisa peluang yang dapat dikontrol (dependent variable).

Page 9: Bab iv manajemen pemilu [2]

4. Human Being Character

Sifat dasariah manusia yang tak seragam. Selera manusia berbeda dalam seluruh hal. Sikap manusia juga bisa berubah sewaktu-waktu. Lagi-lagi tergantung pada situasi dan kondisi yang menghendakinya.

Komitmen orang tergantung faktor-faktor lain, yang luas dan tak terkirakan dan terperikan. Keadaan ini mengharuskan manusia untuk merespon terhadap keadaan yang mengarahkan pada kepentingan dasar manusia.

Page 10: Bab iv manajemen pemilu [2]

5. Zoon politiconSebagai “binatang politik”, manusia juga punya interest politik (political interest). Kepentingan satu dengan lainnya tidak seragam. Apa yang kita kehendaki, belum tentu sama dengan kehendaknya.

6. Homo Socious

Sifat sosial manusia hidup berkelompok, berinteraksi, dan berkumpul. Kerjasama untuk saling menguntungkan satu dengan lainnya. Hidup bermasyarakat, bisa menguntungkan atau bisa sebaliknya.

Page 11: Bab iv manajemen pemilu [2]

7. Social paradox

Kehidupan sosial manusia penuh dengan paradoksalitas. Di satu sisi mengindahkan norma-norma sosial, hukum, dan agama, di sisi yang lain dorongan dari dalam dirinya mengubah posisi terakhir sehingga menentukan sikap-sikapnya.

Preferensi orang tergantung pada mana-mana yang menguntungkan diri, kelompok, dan golongan-golongannya. Ini karen manusia diatur oleh keinginan dan kehendaknya masing-masing.

Page 12: Bab iv manajemen pemilu [2]

II. Social PatternKendatipun manusia memiliki kompleksitas sosialnya tersendiri, namun terdapat pola-pola keadaban manusia. Keadaban ini membuka peluang orang pada keajegan sikap, keajegan komitmen, dan ketaatan pada komitmen.

Bila demikian halnya, terbuka bagi orang untuk diajak bersama-sama membangun ketertiban sosial (social order), juga kepastian-kepastian sosial lainnya. Dalam kaitan dengan Pemilu, peluang inilah yang membantu bagi kerangka pemenangan dalam suatu kompetisi Pemilu.

Pola-pola tersebut, paling kurang meliputi:

Page 13: Bab iv manajemen pemilu [2]

1. Social taxonomy

Perkembangan peradaban manusia membagi ruang-ruang sosial berdasarkan pekerjaan, cara kerja, managemen, teknologi, dan karya seni.

Perkembangan ilmu pengetahuan, baik di bidang teknik, sosial, dan humaniora, membagi kemampuan manusia sesuai kemampuannya. Hukum alam ditulis, hukum sosial dibukukan, dan karya seni disebarluaskan.

Perkembangan ini timbul dari pola-pola keajegan kehidupan manusia. Lahirlah pemikiran, konsep, hukum, teori, dan perspektif ilmu pengetahuan.

Page 14: Bab iv manajemen pemilu [2]

2. Social differentiationDiferensiasi sosial melahirkan spesialisasi dalam sejumlah bidang sosial. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, melahirkan pemikiran-pemikiran yang terspesialisasi.

Kehidupan manusia terkokohkan oleh kejamakan sosial. Kerangka hidup manusia tidak lagi berburu, meramu, dan bercocok tanam. Akhirnya tidak saja industry, jasa, namun mengubah pola produksi, konsumsi, dan distribusi.

Pembidangan kehidupan distandardisasi dalam sejumlah profesi, sementara profesi diatur dengan standar kompetensi. Bahkan orang dinilai dari standar profesi dan lahirlah jenis-jenis profesi.

Dalam Pemilu, tidak saja penyelenggaranya, penyelenggaraannya, juga perlunya lembaga-lembaga konsultansi. Lahirlah lembaga-lembaga survei dan seterusnya.

Page 15: Bab iv manajemen pemilu [2]

3. Social relationshipPola-pola relasi sosial sejatinya dapat dikelompokkan menjadi sejumlah kategori, yakni individu dengan individu, individu dengan lingkungan sosial terdekat, antara individu dengan lembaga negara.

Pola berikutnya. Individu di tengah-tengah lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan pemerintah. Pola lainnya. Individu di tengah-tengah lingkungan keagamaan, hubungan antarkeyakinan berbeda agama, berbeda suku, berbeda kepentingan politik, golongan politik, partai politik, atau non-partican figure. Pola relasi individu di hadapan atasannya, bersama kesebayaan, dan kepada bawahannya.

Pola-pola relasi tersebut memberi rekomendasi kepada kita bahwa, untuk memengaruhi seseorang maka kita harus mengerti konsep siapa memengaruhi siapa dan dengan cara bagaimana memengaruhinya.

Page 16: Bab iv manajemen pemilu [2]

4. Political Method

Sama dengan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang makin pesat, ilmu-ilmu politik juga memuat khasanah yang mampu meladeni dinamika masyarakat politik yang sedang berkembang tersebut.

Asalkan dengan metode yang benar, bertanggung jawab, seseorang atau partai politik dapat diprediksikan kemenangannya. Seperti dilakukan Gallup Poll dan Social Weather Stations di Amerika, umumnya hasilnya benar dan kredibel. Sejumlah lembaga survei di Indonesia.

Untuk mengetahui kehendak jutaan pemilih, kita tak perlu menanyakan seorang demi seorang. Ibaratnya, kita cukup minum semangkuk untuk mengetahui rasa segentong sop tersebut.

Page 17: Bab iv manajemen pemilu [2]

2. Rumus Pemenangan

Page 18: Bab iv manajemen pemilu [2]

■ Rumus

Routes

Electability

Likeability

Popularity

DescriptionKetika orang sudah mengenal, juga

sudah cocok dengannya, lalu dengan rela akan memilih kepada sang

calon. Elektabilitas juga menyangkut ketiadaan faktor-faktor yang

membuat orang tak memasalahkannya lagi.

Masyarakat pemilih bisa saja mengenal kandidat. Namun apabila

tidak menyukainya, muskil akan menjatuhkan pilihan kepadanya. Suka adalah bersesuaian antara

pikiran dengan tindakan. Kesukaan juga terkait persesuaian program.

Pertama-tama, secara umum orang mengenal siapa diri calon. Mengenal latar belakang. Sulit seseorang akan memilih kepada seseorang apabila tak mengenalnya. Mengenal kita adalah sosok, bibit, bebet, dan

bobotnya. Juga track record-nya.

Frame Programme

Komitmen para pemilih berasal dari dua langkah pertama. Maka

perbesar komitmen agar tak pindah ke lain pilihan. Juga aksi-aksi yang bisa saja mengganggu,

seperti pencegahan terhadap politik uang.

Expectancy mesti dibangun, melalui engagement, micro

messaging dari program yang dijalankan. Dari sini terbangun

image positif kepada calon atau partai politik. Public image

opinion building mutlak adanya.

Strategi dirancang setepat mungkin. Dilakukan secara

mediated exposure, baik offline maupun online. Kampanye

massa, canvassing, door to door campaign, interaction,

relationship, gamification.

Page 19: Bab iv manajemen pemilu [2]

■ Bagaimana Memenangkan Pemilu?

● Bagaimana agar setiap orang yang hadir dan memberikan suaranya di TPS, adalah untuk memilih dirinya? ● Strategi apa yang mesti dilakukannya Bagaimana caranya?● Bagaimana persiapan, pelaksanaan, dan cara mengamankan perolehan suara?Managemen Kampanye diperlukan untuk menjawab itu semua.

Pertanyaan yang selalu menggelayut dalam

benak setiap kandidat:

Page 20: Bab iv manajemen pemilu [2]

● Perlunya Managemen Kampanye

Dengan mendasarkan pada Rute Kemenangan yang dirumuskan di atas, untuk memenangkan Pemilu maka sangat tergantung pada bagaimana memanage pemenangan Pemilu.

Ada sejumlah langkah yang harus diperhatikan, agar kampanye yang dilakukan mencapai tujuan dan target yang diinginkan. Target yang diinginkan adalah kemenangan calon atau kandidat.

Langkah-langkah tersebut adalah:

Page 21: Bab iv manajemen pemilu [2]

3. Pengorganisasi

Kampanye

Page 22: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 23: Bab iv manajemen pemilu [2]

● SWOT Analysis

Page 24: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 25: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 26: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 27: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 28: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 29: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 30: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 31: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 32: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 33: Bab iv manajemen pemilu [2]

4. Pemetaan Pemilih

Page 34: Bab iv manajemen pemilu [2]

Steffen W Schmidt, Mack C

Shelley, and Barbara A

Bardes, dalam buku ”American Government and

Politics Today: 2004-2005 Brief

Edition”. Belmont:

Wadsworth Group.

Page: 196-2001

Page 35: Bab iv manajemen pemilu [2]

■ Factors influencing who votesA clear association exist between voters participation and the following characteristic:

1. Age, is a strong factor in determining voter turnout on election day. The reported turnout increases with older age groups. Greater participation with age is very likely due to the fact that older voters are more settled in their lives, are already registered, and have had more time to experience voting as an expected activity;

2. Educational attainment. Education also influence voter turnout. In general, the more education you have, the more likely you are to vote.

Page 36: Bab iv manajemen pemilu [2]

3. Minority status. Race and ethnicity are important, too, in determining the level of votes turnout;

4. Income level. Whealthier people tend to be overrepresented among voters who turout on election day; and

5. Two-party. Another factor in voter turnout is the extent to which elections are competitive within a state. More competitive states generally have higher turnout rates, and turnout increases considerably in states where there is a higly competitive race in a particular year.

Page 37: Bab iv manajemen pemilu [2]

■ How do voters decide?Generally, the factors that influence voting decisions can be divide into two groups: Sosio-economic and demographic factors, and psy-chological factors.

■ Socioeconomic and demographic Factorsa number of socioeconomic and demographic factors appear to influence voting behavior, including:

1. Education2. Income and socioeconomic status3. Religions4. Race5. Gender6. Geographic region.

Page 38: Bab iv manajemen pemilu [2]

■ Psychological factors

1. Party identification. With the possible exception of race, party identification has been the most importanty determinant of voting vehavior in national elections.

2. Perception of the candidates. The image of the candidate also seems to be important in a voter’s choice for president. To same excent, voter attitudes toward candidates are based on emotions (such as trust) rather than on any judgment about experience or policy.

3. Issue preferences. Issues make difference in presidential and congressional elections. Although personality or image factors may be very persuasive, most voters have some nation of how the candidates differ on basic issues or at least know which candidate want a change in the direction of government policy.

Page 39: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 40: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 41: Bab iv manajemen pemilu [2]

5. Strategi

Page 42: Bab iv manajemen pemilu [2]

Joy Cushman (ed.). 2012., dalam buku

”Campaigning To Engage And Win A Guide to Leading Electoral

Campaigns”. New York:

New Organizing Institute.Page: 5

Page 43: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 44: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 45: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 46: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 47: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 48: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 49: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 50: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 51: Bab iv manajemen pemilu [2]

6. Media Massa

Page 52: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 53: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 54: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 55: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 56: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 57: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 58: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 59: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 60: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 61: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 62: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 63: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 64: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 65: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 66: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 67: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 68: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 69: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 70: Bab iv manajemen pemilu [2]

7. Targetting Voters

Page 71: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 72: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 73: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 74: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 75: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 76: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 77: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 78: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 79: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 80: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 81: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 82: Bab iv manajemen pemilu [2]

8. Fund Raising

Page 83: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 84: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 85: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 86: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 87: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 88: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 89: Bab iv manajemen pemilu [2]
Page 90: Bab iv manajemen pemilu [2]

90

Page 91: Bab iv manajemen pemilu [2]

BIO DATA ● Nur Hidayat Sardini, Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang; ● Tempat dan Lahir, Pekalongan 10 Oktober 1969; ● Pengampu Mata Kuliah, Pemilu dan Partai Politik, Pengantar Negosiasi, Analisi Kebijakan Infrastruktur, Pemikiran Politik Islam, Pengantar Informasi dan Teknologi, pernah pula mengajar Sejarah Indonesia, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemikiran Politik Klasik, Pemikiran Politik Kontemporer, Sistem Politik Indonesia; ● Pengalaman, Ketua Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu, 2008-2011], anggota dan juru bicara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP, 2012-2017], Ketua Panwaslu Jawa Tengah dalam Pemilu 2004; ● Pendidikan, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah (MIS) Kertoharjo Buaran Pekalongan, SMP Islam Simbang Wetan Buaran Pekalongan, SMA Negeri 2 Pekalongan, Jur Ilmu Pemerintahan Fisip Undip, Jurusan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta, dan Mahasiswa Disertasi Ilmu Politik Universitas Padjajaran; Buku, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia [2012], Menuju Pengawasan Pemilu Efektif, dan Kepemimpinan Pengawasan Pemilu, dan tulisan di media massa dan jurnal; ● Alamat Kampus Fisip Undip, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Jalan Prof Sudharto, Tembalang, Semarang; Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP], Gedung BAWASLU lantai 5 Jalan MH Thamrin 14 Jakarta Pusat; ● Kontak, 0813.1969.1969, akun twitter @nurhidayatsardi, email [email protected], [email protected], facebook Nur Hidayat Sardini, web www.nurhidayatsardini.com ■