bab iv kebijakan presiden rusia vladimir...

21
20 BAB IV KEBIJAKAN PRESIDEN RUSIA VLADIMIR VLADIMIROVICH PUTIN PADA TAHUN 2000-2008 4.1 Kebijakan pertahanan Putin dari tahun 2000-2008 Valadimir Putin menjabat sebagai Presiden Rusia setelah memenangkan pemilu bulan Maret 2000. Pada awal masa jabatannya, Putin menandatangani dokumen keamanan utama Rusia yaitu konsep keamanan nasional, doktrin militer, dan konsep kebijakan luar negeri. Dokumen yang ditandatangani tersebut merupakan langkah awal bagi kebijakan Putin melakukan reformasi militer untuk memperkuat angkatan bersenjata Rusia. Fokus kebijakan Putin ini, diteruskan dari masa Yeltsin bersama anggota parlemen yang pertama kali membentuk doktrin militer Rusia. Selain berfokus pada militer, kebijakan yang diterapkan Putin juga memaksimalkan semua sumber daya internal yang tersedia untuk menstabilkan kembali Rusia pada bidang politik, ekonomi, dan militer. Salah satu strategi Putin dalam mengeluarkan kebijakan terkait meningkatkan kapabilitas militernya yaitu memperbesar pembiayaan anggaran militer dalam pengembangan militer tersebut. Putin mulai menaikan anggaran militer sebesar 25-30%. Desember 2001, anggaran terhadap satu devisi dalam pasukan dinyatakan sebanyak 500 juta Rubel. Maret 2002, biaya tersebut ditingkatkan menjadi 1 milyar Rubel per devisi, bulan Mei tahun yang sama ditingkatkan lagi menjadi 2,5 milyar Rubel. Semasa pemerintahan Boris Yeltsin hanya menaikan anggaran militer 3% yang berbeda dengan masa Putin. Pada era Yeltsin anggaran militer tidak terlalu maksimal kerena banyak koruptor dan akibat dari paska runtuhnya Uni Soviet membuat perekonomian dan keuangan Rusia menjadi menurun. (Sam Perlo-Freeman & Pieter wezenman, SIPRI fact sheet 2015) Pada tahun 2003 kementerian pertahanan Rusia mempublikasikan Defence White Paper dibawah perintah Vladimir Putin. Di tahun tersebut, setelah menyusun dokumen keamanan, anggaran militer mulai ditingkatkan. Tahun 2004 anggaran militer Rusia mencapai 138 milyar Rubel, tahun 2005 naik menjadi 184 milyar Rubel, dan tahun 2006 menjadi 236 milyar Rubel.

Upload: haanh

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

20

BAB IV

KEBIJAKAN PRESIDEN RUSIA VLADIMIR VLADIMIROVICH

PUTIN PADA TAHUN 2000-2008

4.1 Kebijakan pertahanan Putin dari tahun 2000-2008

Valadimir Putin menjabat sebagai Presiden Rusia setelah memenangkan pemilu bulan

Maret 2000. Pada awal masa jabatannya, Putin menandatangani dokumen keamanan utama

Rusia yaitu konsep keamanan nasional, doktrin militer, dan konsep kebijakan luar negeri.

Dokumen yang ditandatangani tersebut merupakan langkah awal bagi kebijakan Putin

melakukan reformasi militer untuk memperkuat angkatan bersenjata Rusia. Fokus kebijakan

Putin ini, diteruskan dari masa Yeltsin bersama anggota parlemen yang pertama kali membentuk

doktrin militer Rusia. Selain berfokus pada militer, kebijakan yang diterapkan Putin juga

memaksimalkan semua sumber daya internal yang tersedia untuk menstabilkan kembali Rusia

pada bidang politik, ekonomi, dan militer. Salah satu strategi Putin dalam mengeluarkan

kebijakan terkait meningkatkan kapabilitas militernya yaitu memperbesar pembiayaan anggaran

militer dalam pengembangan militer tersebut.

Putin mulai menaikan anggaran militer sebesar 25-30%. Desember 2001, anggaran

terhadap satu devisi dalam pasukan dinyatakan sebanyak 500 juta Rubel. Maret 2002, biaya

tersebut ditingkatkan menjadi 1 milyar Rubel per devisi, bulan Mei tahun yang sama

ditingkatkan lagi menjadi 2,5 milyar Rubel. Semasa pemerintahan Boris Yeltsin hanya

menaikan anggaran militer 3% yang berbeda dengan masa Putin. Pada era Yeltsin anggaran

militer tidak terlalu maksimal kerena banyak koruptor dan akibat dari paska runtuhnya Uni

Soviet membuat perekonomian dan keuangan Rusia menjadi menurun. (Sam Perlo-Freeman &

Pieter wezenman, SIPRI fact sheet 2015)

Pada tahun 2003 kementerian pertahanan Rusia mempublikasikan Defence White Paper

dibawah perintah Vladimir Putin. Di tahun tersebut, setelah menyusun dokumen keamanan,

anggaran militer mulai ditingkatkan. Tahun 2004 anggaran militer Rusia mencapai 138 milyar

Rubel, tahun 2005 naik menjadi 184 milyar Rubel, dan tahun 2006 menjadi 236 milyar Rubel.

21

Terakhir, anggaran ditingkatkan menjadi 300,5 milyar Rubel di tahun 2007. Untuk anggaran

2007, hampir setengahnya digunakan bagi pembelian dan modernisasi peralatan. Kemudian 60

milyar Rubel untuk perawatan dan 97 milyar Rubel untuk riset dan pengembangan. (Global

security.org. 2006) Dibawah ini susunan Dokumen Keamanan Putin dalam masa

pemerintahannya (2000-2008).

Table 1.1 Chronology of Putin’s major security documents and statements (2000–2008).

(Marchel de Haas, 2010).

Date Policy document

10 January 2000 National Security Concept ratified by presidential

decree

21 April 2000 Military Doctrine ratified by presidential decree

28 June 2000 Foreign Policy Concept ratified by presidential

decree

2 October 2003 MoD publication ‘The priority tasks of the

development of the Armed Forces of the Russian

Federation’

27 March 2007 MFA publication ‘Review of foreign policy of the

Russian Federation’

8 february 2008 Speech by President Putin on ‘Strategy for the

development of Russia until 2020’

National Security Concept (NSC)

NSC diproduksi oleh Dewan Keamanan Federasi Rusia (SCRF) yang merupakan

organ kebijakan keamanan tertinggi Rusia. Mulai tahun 1997, konsep keamanan nasional

ini telah memperhatikan tentang posisi Rusia pada perkembangannya di dunia

internasional dan keamanan nasional Rusia untuk menghindari ancaman. Dalam waktu

dua tahun, perspektif ini berubah menjadi radikal akibat dari ancaman militer yang

22

menurut Rusia mulai terlihat dengan munculnya pelebaran keanggotaan oleh NATO. Rusia

menolak konsep strategi yang dikeluarkan NATO terhadap intervensi yang dilakukan di

Kosovo. Untuk menanggapi permasalahan tersebut presiden Putin meratifikasi rancangan

akhir NSC yang ditandatangani pada tanggal 10 Januari 2000 yang dalam dokumen

menyatakan “anti-barat” dan disetujui oleh Federasi Rusia.

Military Doctrine

Doktrin militer dirancang oleh MOD (Ministry of Defence) bekerjasama langsung

dengan anggota militer negara. Setelah direvisi, doktrin militer tersebut ditandatangani

presiden Putin (April 2000). Doktrin tersebut berisi posisi Rusia terhadap barat dan

konsekuensi yang harus ditanggung Rusia sejak berakhirnya konflik ke-2 Chechnya. Selain

kedua hal tersebut dalam doktrin ini dimasukan mengenai hubungan Rusia dengan Belarus.

Hubungan tersebut merupakan pertimbangan Rusia dalam kebijakan mengenai sentralisasi

kekuasaan Rusia. Hubungan Rusia-Belarus diresmikan tahun 1999 dengan memperkuat

aspek militer yang tercantum dalam doktrin. Setelah melakukan kerjasama Rusia-Belarus,

Putin memfokuskan untuk memperkuat dewan keamanan dan kementrian pertahanan Rusia

untuk dapat menjalankan doktrin militer yang telah dipersiapkan.

Foreign Policy Concept (FPC)

Konsep kebijakan luar negeri disusun oleh departemen luar negeri (Ministerstvo

Inostrannykh Del, MID) untuk membahas mengenai politik dan jalan diplomatik Rusia.

Lebih dari tujuh tahun sejak FPC dikeluarkan (tahun 1993, awal dibentuk FPC), FPC ini

telah dirubah pada pemerintahan Putin dan ditandatangani tanggal 28 Juni 2000.

Peluncuran dokumen baru tersebut dalam kondisi politik internasional yang liberal

membuat Moskow untuk meninjau kebijakan luar negeri dan keamanan. Edisi 2000 FPC

yang telah direvisi tersebut merupakan prinsip dasar kebijakan luar negeri Rusia. Dalam

hal ini, Federasi Rusia adalah kekuatan besar yang mempengaruhi Rusia dalam politik

internasional, kerjasama politik, ekonomi, dan pengintegrasian militer seperti CIS

(Commonwealth Independent State) merupakan prioritas utama bagi Rusia. CIS adalah

kerjasama regional yang dibentuk Rusia pada tahun 1991 yang beranggotakan 12 negara

yaitu : Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Moldova, Rusia, Tajikistan,

23

Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan, Azerbaijan, dan Georgia.1 Kesepakatan kerjasama

CIS memiliki dua tujuan utama : pertama adalah kesepakatan untuk pengakuan perbatasan,

perlindungan etnis minoritas, kerjasama militer, ekonomi, dan pertemuan berkala

pemimpin negara. Kedua, mengakui integritas atas negara-negara yang baru merdeka. Pada

tujuan kedua ini dibentuk untuk bekerjasama dalam membongkar tatanan lama (masa Uni

Soviet).

Inti utama dalam pembentukan konsep militer Rusia tahun 2000 ialah untuk memperkuat

posisi Rusia baik dalam negeri maupun CIS serta menanggapi sikap barat yang mulai menjalin

kerjasama dengan negara-negara di kawasan Eropa Timur. Dalam dokumen keamanan Rusia

yang juga mementingkan untuk memperkuat posisi Rusia di dunia internasional, Rusia

membentuk perjanjian keamanan kolektif (Collective Security Treaty/CST). Tujuan dari

perkanjian ini terutama untuk pencegahan terorisme internasional, eksrimisme serta mencapai

tujuan eksternal Rusia. Vladimir Putin juga mulai menyusun struktur strategi keamanan sampai

tahun 2020, yang mana isi dari konsep tersebut ialah:

Rusia merumuskan agenda internasional dan akan bersaing dalam memperkuat posisi

Rusia sebagai kekuatan global.

Peningkatan kekuatan militer Rusia dan penggunaan kekuatan militer dalam politik

internasional. Kekutan militer ini guna melindungi strategi Rusia dalam kepentingan

ekonomi.

Energi telah menjadi aspek keamanan Rusia karena dua alasan. Pertama, sebagai alat

kekuasaan karena Rusia memiliki sumber daya energi. Kedua, sebagai ancaman, sumber

daya energi Rusia akan menjadikan ancaman bagi Rusia, Rusia memikirkan bahwa

negara-negara lain akan mencoba untuk “merebut” sumber daya tersebut.

Rusia akan melindungi masyarakat yang beretnis Rusia di dalam dan di luar negeri.

Barat dianggap sebagai ancaman nasional sehingga Rusia membuat perjanjian CFE (the

Conventional Armed Forces in Europe), perjanjian tersebut untuk mengantisipasi dua

negara anggota CIS (Georgia dan Ukraina) tidak menjadi anggota NATO.

1International Democracy Watch. Centro Study Sul Federelismo.Commonwealth of Independent States.

http://www.internationaldemocracywatch.org/index.php/commonwealth-of-indipendent-states diakses pada 23

Maret 2017

24

Memperkuat kerjasama CSTO (Collective Security Treaty Organization) dan SCO

(Sanghai Cooperation Organization) yang merupakan elemen penting kebijakan

keamanan Presiden Vladimir Putin.2

Dalam konsep luar negeri Rusia yang dibentuk juga dicantumkan mengenai integritas

negara-negara yang bergabung dalam CIS (Commonwealth Independent State). Kebijakan yang

dikeluarkan ini tentunya membuat Rusia ingin membangun kembali negara-negara bekas Uni

Soviet untuk dapat bersatu kembali dengan secara tidak langsung kekuatan besar akan berada

ditangan Rusia. Rusia menginginkan kembalinya keadaan pada masa kejayaan Uni Soviet

sebelum mengalami kejatuhan paska perang dingin. Selain membangun integritas dengan CIS,

Rusia juga memperhatikan pembangunan ekonomi dan meningkatkan militer dalam negeri

sebagai tujuan utama Vladimir Putin yang saat itu berkuasa di Rusia. Putin ingin membuktikan

kepada dunia internasional bahwa, Rusia tidak akan jatuh lebih lama melainkan akan bangkit dan

menjadi kuat kembali. Sehingga pada saat Putin menjadi presiden tahun 2000, ia langsung

membuat konsep mengenai pembaharuan doktrin militer, konsep keamanan nasional dan

kebijakan luar negeri.

4.2 Kepemimpinan Putin (regional power)

Pemulihan perekonomian Rusia pulih secara cepat dibawah pemerintahan Vladimir Putin

yang menekankan agar pengurangan ketergantungan Rusia terhadap bantuan pihak asing.

Kebijakan Putin tersebut dilatar belakangi oleh paska runtuhnya Uni Soviet tahun 1990-an pada

perang dingin sehingga berimbas kepada perekonomian Rusia. Rusia pada masa itu mengalami

krisis dan banyak meminta bantuan asing untuk memperbaiki perekonomian dalam negeri. Awal

dinobatkan sebagai presiden, Putin menegaskan kembali bahwa Rusia sebagai kekuatan besar

terutama dalam kebijakan luar negeri dimana kepentingan nasional Rusia menjadi prinsip paduan

utama bagi Putin. Selain memperbaiki kadaan dalam negeri, Putin juga membangun kembali

kerjasama regional (CIS/commonwealth independent state) dan merekrut negara-negara ex-Uni

Soviet untuk bekerjasama.

2 Text of newly-approved Russian military doctrine, report by Russian Federetion . Russia Military politics dan

Russia‟s defence 2010-2020”. 5 February 2010.

http://carnegieendowment.org/files/2010russia_military_doctrine.pdf. Diakses pada 13 April 2017.

25

Gambar 4.1

Peta negara anggota CIS (Commonweatlh Independent State)

Sumber : WorldAtlas.com

Pada perjalanan kerjasama CIS tentunya mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut

dirasakan pada kerjasama militer negara anggota CIS yang mulai meratifikasi perjanjian

keamanan kolektif. Perjanjian ini dibentuk untuk membantu menjaga perbatasan setiap negara

anggota yang mengalami konflik dan melakukan pelatihan militer demi meningkatkan

kemampuan militer bagi negara-negara anggota. Contohnya Rusia mengeluarkan kebijakan

melalui CIS untuk megarahkan pasukan perdamaian ke Tajikistan dan Abkhazia (wilayah

Georgia) pada saat Georgia mengalami konflik. Tetapi kerjasama CIS juga pernah mangalami

krisis pada tahun 1992, ketika nilai mata uang Rubel menurun dan negara-negara anggota

mengeluarkan mata uang sendiri. Selain itu kerjasama ekonomi yang dibangun oleh Rusia

dengan Belarus yang menciptakan Uni Bea Cukai, tetapi tidak di setujui oleh sebagian negara

anggota. Seiring berjalannya waktu berapa negara anggota tidak pernah memperhatikan CIS dan

mulai melakukan kerjasama dengan barat, contohnya Ukraina dan Goergia.

26

Putin melihat kerjasama CIS yang berjalan tidak sesuai keinginan yang ingin dicapai

yaitu pembentukan CIS oleh Rusia adalah untuk memastikan negara-negara Eropa Timur yang

lain agar tidak terfokus untuk bekerjasama menjadi aliansi barat. Selain alasan tersebut, Rusia

dibawah pemerintahan Putin ingin mempertahankan pengaruh Rusia dalam kawasan. Karena

setiap kerjasama yang dibangun selalu diusulkan oleh Rusia dan harus persetujuan Rusia. Pada

tahun 2008, Rusia dikejutkan dengan kerjasama negara anggota CIS (Georgia dan Ukraina)

dengan NATO. Putin mulai khawatir dengan kerjasama dua negara anggota yang mulai tidak

memperhatikan CIS. Kekhawatiran Putin membuat ia mengeluarkan kebijakan untuk ikut

campur saat Georgia mengalami konflik pada tahun 2008. Konflik Goergia terjadi diawali

dengan adanya gerakan separatisme diwilayah South Ossetia dan Abkhazia. Kebijakan yang

dikeluarkan Putin bukan untuk mendukung Georgia dalam penyelesaian konflik tetapi Rusia

mendukung gerakan separatisme yang ada. Dukungan Rusia terhadap gerakan separatisme di

Georgia secara tersirat menolak keinginan Georgia yang mulai membicarakan kerjasama

bergabung dengan NATO. Rusia juga mulai khawatir dengan keadaan Ukraina yang mulai

merencanakan kerjasamanya dengan NATO, mengingat bahwa Rusia yang tidak menginginkan

negara anggota CIS untuk tidak berurusan dengan barat, Rusia mulai memperhitungkan kembali

status Crimea yang berada di wilayah Ukraina.

Status Crimea yang pada tahun 1992 telah dibicarakan para politisi Rusia, dibicarakan

kembali pada pemerintahan Putin. Mengingat bahwa Ukraina dengan kebijakannya bekerjasama

dengan barat, Rusia juga mulai menyusun kebijakan untuk mempertahankan Crimea. Alasan

Rusia ingin mempertahankan Crimea dan mencegah Ukraina karena di wilayah Crimea yaitu

Sevastopol ada pangkalan angkatan laut Rusia yang telah dibangun sejak abad 18 (tahun 1700-

an), pangkalan ini telah dibangun Rusia dan telah beroperasi sejak lama sehingga Rusia tidak

menyetujui ketika Ukraina bergabung dengan NATO. Saat Ukraina bergabung dengan NATO,

Crimea akan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan NATO dan membuat Rusia akan

mengalami kesusahan dalam jangkauan terhadap pangkalan angkatan laut di Sevastopol. Tetapi

pada masa pemerintahan Putin yang pertama dan kedua ini, tidak membuat Putin secara langsung

mengambil Crimea untuk menjadi bagian dari wilayah Rusia. Hal tersebut dikarenakan pada

periode awal dan kedua kepemimpinan Putin dihadapi oleh konflik di Georgia dan revolusi-

revolusi oleh negara di Eropa Timur. Selain itu juga Putin masih bertekad untuk membina

kerjasama dengan negara-negara yang tergabung dalam CIS.

27

4.3 Alasan Putin belum fokus ke Crimea-Ukraina tahun 2000-2008

Dalam kepemimpinan Vladimir Putin pada periode pertama dan kedua (2000-2008) tidak

terlalu menfokuskan kebijakan laur negeri Rusia ke Crimea, Ukraina. Pada masa ini, Putin

memfokuskan untuk membangun ketertinggalan Rusia akibat pasca runtuhnya Uni Soviet serta

memperbaiki keadaan ekonomi setelah kepemimpinan Boris yeltsin. Isu mengenai status Crimea

memang sudah mulai dipertimbangkan pada tahun 1992, tetapi Rusia masa pemerintahan Putin

yang pertama dan kedua ini tidak memfokuskan untuk melihat Crimea. Rusia hanya

memfokuskan pada pembangunan domestik dan memeperkuat pengaruh Rusia di kawasan

(membangun CIS).

Pada tahun 2003 dan 2004 Rusia diperhadapkan dengan Rose Revolution di Georgia dan

Orange Revolution di Ukraina. Revolusi yang terjadi di dua negara tersebut merupakan

serangkaian revolusi yang didoronng oleh tuntutan perubahan dalam pemerintahan, berupa

keinginan demokrasi dan liberalisasi pasar. Vladimir Putin melihat bahwa revolusi ini

merupakan bentuk ancaman terhadap konsistensi pengaruhnya di negara-negara bekas Uni

Soviet. Hal ini mendorong Rusia untuk mengambil kebijakan-kebijakan luar negeri yang mampu

menghalau pergerakan revolusi.

Pada akhir pemerintahan Putin tahun 2008, Rusia dihadapkan dengan konflik di Georgia.

Pada konflik tersebut, Vladimir Putin mengeluarkan kebijakan untuk ikut campur dalam

menyelesaikannnya. Konflik di Georgia terjadi akibat adanya gerakan separatisme yang

dilakukan di South Ossetia dan Abakhzia. Alasan dibalik kebijakan yang dikeluarkan Putin

bukan hanya untuk menyelesaikan konflik tetapi ikut campur Rusia adalah untuk

mengantisispasi wilayah Georgia agar tidak bergabung dengan NATO. Keinginan Rusia dalam

membangun CIS telah mengalami masalah ketika NATO melakukan pelebaran keanggotaan

sampai ke wilayah Eropa Timur. Dari kebijakan NATO tersebut, membuat masalah baru bagi

Rusia yang mana telah membangun integritas kerjasama kawasan (CIS) agar tidak melakukan

kerjasama dengan barat. Vladimir Putin mulai khawatir dengan perluasan NATO, karena selain

Georgia, Ukraina juga berencana Untuk bergabung menjadi aggota dari NATO. Kebijakan

28

NATO membuat Rusia merasakan ancaman, akibat dari dua negara (Goergia dan Ukraina) yang

ingin bergabung dengan NATO adalah anggota dari CIS. Sehingga dalam konflik yang terjadi di

Gorgia, Putin pun ikut campur serta secara tidak langsung mendukung gerakan separatis yang

dilakukan oleh dua wilayah di Gerogia selatan tersebut (South Ossetia dan Abakhazia).

Dalam permasalahan mengenai Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO tidak

membuat Putin untuk berencana mengambil Crimea, karena pada masa tersebut belum ada

perlawanan besar dari masyarakat yang pro-Rusia di Ukraina seperti wilayah yang dominan

dengan etnis Rusia (Crimea) untuk menolak keinginan Ukraina dalam rencana menjadi anggota

NATO. Kekhawatiran Putin pada masa itu (2008) ialah bahwa Ukraina telah menjadi tempat

transit gas Rusia dalam mengirimkan gas ke negara-negara Eropa Barat. Dikarenakan gas

merupakan sumber energi terbesar Rusia dalam membantu Rusia membangun perekonomian

dalam negeri.

29

4.4 Konflik Crimea dan Keterkaitan Crimea-Rusia

4.4.1 Latar belakang konflik di Crimea yang diawali oleh konflik di Ukraina

Gambar 4.1

Peta Crimea

Sumber: Britannica.com

Crimea merupakan wilayah yang terletak di semenanjung antara laut hitam dan laut

Azov yang memiliki luas sebesar 26.100 kilometer persegi dan populasinya dua juta

dengan ibu kota bernama Simferopol. Bahasa resmi Crimea adalah bahasa Ukraina tetapi

banyak penduduk yang berbahasa Rusia. Crimea adalah sebuah republik otonom yang

memiliki parlemen sendiri dibawah kedaulatan Ukraina. Crimea telah ditaklukan oleh

kekaisaran Rusia sejak tahun 1783, perang terus berlanjut di Crimea sampai 1856 ketika

Rusia harus perang melawan Inggris, Perancis, Sardania, dan Turki untuk tetap

mempertahankan posisi Crimea dibawah pengaruh Rusia. Rusia menaklukkan selatan

Ukraina dan Crimea, kemudian merebut mereka dari Kekaisaran Ottoman. Pada tahun

30

1954, Crimea diserahkan ke Ukraina sebagai hadiah oleh pemimpin Soviet Nikita

Khrushchev yang merupakan keturunan Ukraina.

Di dalam sejarah, Crimea pernah dibawah beberapa pemerintahan yakni Yunani,

Bulgar, Scythians, Roma, Gots, Hun, Khazar, Kyivan Rus, Kekaisaran Bizantium, Venice,

Genoa, Suku Kipchak, Mongol Emas Horde, Kekaisaran Ottoman, Kekaisaran Rusia,

Soviet Rusia, Uni Soviet, Jerman, dan Ukraina. Keadaan tersebut terjadi sejak tahun 1954

sampai 2014, ketika pada akhirnya Ukraina melepaskan diri dari Uni Soviet dan wilayah

Crimea menjadi bagian dari Ukraina. Meski sebelumnya Crimea pernah menjadi negara

merdeka meski hanya kurang dari empat dekade (sebelum tahun 1954).

Setelah menang melawan kekaisaran Ottoman, pada 1783 Rusia melebarkan

kekuasaannya dengan menganeksasi wilayah Crimea serta memberi nama baru terhadap

Crimea yakni Taurida Governorate (Gubernur Taurida). Banyak peperangan terjadi pada

masa pemerintahan Rusia atas Crimea pada jaman tersebut dan kemudian sampai pada

pemerintahan Soviet. Kemudian oleh Uni Soviet, aturan baru dikeluarkan untuk mengubah

Crimea secara demografis, budaya, ekonomi, dan politik. Pada masa itu pemerintahan

Rusia banyak melakukan perubahan, eksekusi massa, pengusiran muslim Tatar dan Turki,

pembongkaran sebanyak 160 masjid dan monumen islam serta pembubaran semua

lembaga-lembaga islam. Abad ke-19 dan abad ke-20 para faksi Rusia dari Crimea

melakukan penyebaran agama kristen ortodoks. Mulai tahun 1945, kaum minoritas seperti

orang-orang Tatar, Yunani, dan Bulgaria yang melakukan tindakan peberontakan dikenai

sanksi yaitu dideportasi, sebagian orang-orang yang dideportasi tewas dalam perjalan

menuju Asia Tengah. Penduduk Crimea pada saat itu sepenuhnya Slavicized (bangsa

Slavia)3 dan sebagian besar Russified (orang Rusia). Sejak runtuhnya kekaisaran Rusia,

nama resmi dan status hukum dari semenanjung ini (Crimea) telah berubah-ubah.

3Bangsa Slavia merujuk pada kelompok etnis dan bahasa yang tergolong di dalam keluarga Indo-Eropa, yang

mayoritas tinggal di Eropa Timur. Mulai dari abad ke-6 lagi, mereka mulai berpindah dari tanah air mereka untuk

tinggal di bagian paling timur di Eropa Tengah, area Eropa Timur lainnya dan juga sekitar Semenanjung Balkan.

Banyak yang kemudian terus tinggal di wilayah yang kini dikenal sebagai Siberia dan juga Asia Tengah atau

berhijrah ke area lain di seluruh dunia.

Kelompok etnis ini kini tinggal dan membentuk mayoritas di banyak negara seperti Rusia, Ukraina, Polandia

(termasuk kelompok minoritas Kashubi), Ceko, Belarus , Slowakia, Slovenia, Kroasia, Serbia, Montenegro,

31

Sampai pada tahun 2014, Dunia internasional dikejutkan dengan referendum

Crimea yang ingin bergabung menjadi bagian dari Rusia. Padahal Crimea semenjak tahun

1991 sudah menjadi bagian dari wilayah Ukraina. Referendum Crimea terjadi karena

terjadi konflik di Crimea yang diawali oleh konflik di Ukraina. Konflik Ukraina mulai

serius ketika terjadi aksi protes massa yang dimulai pada 21 November 2013 di ibu kota

Kiev dan wilayah-wilayah lainnya di Ukraina. Aksi tersebut dikenal dengan aksi unjuk rasa

Euromaidan yang merupakan respon dari ketidak setujuan massa atas dibatalkannya

penandatanganan perjanjian kerjasama Ukraina dengan Uni Eropa oleh pemerintah

Ukraina. Pemerintah Ukraina tidak menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Uni

Eropa dalam pertemuan Eastern Partnership Summit yang diselenggarakan di Vilnius,

Lituania pada tanggal 28 sampai 29 November 2013. Pemerintah Ukraina lebih cenderung

untuk memilih tawaran pinjaman dana yang diberikan oleh Rusia. Keputusan Ukraina

tersebut menyebabkan terjadinya aksi protes massa besar-besaran terhadap sikap yang

dilakukan pemerintah Ukraina. Aksi protes para demonstran tersebut terjadi di wilayah

Kiev. Untuk menghentikan aksi demonstran tersebut pemerintah Ukraina mencoba

melakukan pengusiran kemah-kemah para demonstran yang berada di sepanjang jalan.

Bulgaria, Republik Macedonia dan Bosnia-Herzegovina. Negara-negara lain seperti Kazakhstan, Libya, Moldova,

Lithuania, Estonia dan Latvia juga memiliki bangsa Slavia dalam jumlah yang agak besar.

32

Gambar 4.2

Krisis di Ukraina

Sumber: “Ukraine Crisis in Maps, BBC News 2015 http://www.bbc.com/news/world-

europe-27308526

Dari gambar 4.2 diatas merupakan gambar tempat terjadinya krisis yang terjadi di

Ukraina, khususnya ibu kota Ukraina Kiev. Pada tanggal 16 Maret 2014, parlemen

Ukraina, Verkhovnaya Rada perwakilan bidang hukum menyatakan akan memberi sanksi

berat untuk pelaku kerusuhan yang terjadi di Kiev. Atas pernyataan tersebut semakin

memicu amarah para demonstran anti pemerintah yang lebih besar sehingga

mengakibatkan penggulingan terhadap presiden Victor Yanukovich yang menjabat saat itu.

Berkepanjangan konflik dari aksi demonstran tersebut menjatuhkan banyak korban, 80

tewas, 700 luka-luka, 108 polisi ditembak, dan 63 dalam keadaan yang kritis. Dari konflik

Politik tersebut berimbas sampai ke krisis ekonomi bagi Ukraina. Nilai mata uang Ukraina

Hryvna (HRV) mengalami penurunan 28%, devisit PDB 9% tertinggi diantara negara-

negara kawasan. Kekacauan tersebut membuat ketidakstabilan bagi pemerintahan Ukraina

dan berimbas sampai ke wilayah Crimea. Konflik yang dirasakan di Crimea

mengakibatkan terjadinya demonstrasi besar-besaran bagi masyarakat Pro-Rusia (Crimea)

karena pada masa itu banyak oposisi yang ingin melengserkan kepemimpinan Yakunovich

33

yang Pro-Rusia. Sehingga terjadi tindak kekerasan dan diskriminasi bagi orang-orang

yang beretnis Rusia.

Paska krisis tersebut membuat pihak oposisi menduduki kursi pemerintahan dan

memegang kendali atas palemen Ukraina. Kemudian Verkhovnaya Rada4 mengumumkan

bahwa Oleksander Turchinov sebagai presiden pelaksana sementara Ukraina dan Arseniy

Yutsenchuk menjabat sebagai perdana menteri Ukraina. Sementara, Victor Yanukovich

langsung bergegas dan melarikan diri dari Kiev serta meminta perlindungan dari Rusia.

Melihat krisis yang terjadi di Ukraina, Rusia memposisikan dirinya untuk ikut andil

dalam menyelesaikan krisis tersebut. Rusia mulai mengeluarkan kebijakan untuk

mengirimkan pasukan militernya ke wilayah Crimea yang merupakan wilayah kedaulatan

Ukraina. Pemerintah Rusia mulai meluncurkan pasukan militer dengan misi “membela

diri” ke wilayah Crimea. Dengan cepat tindakan yang dilakukan ialah memblokir semua

yang berhubungan dengan Ukraina (darat, laut dan udara). Rusia juga mengambil kontrol

atas semua pelabuhan dan bandara Crimea, stasiun radio dan televisi serta memblokir

semua instalasi angkatan darat dan laut Ukraina. Rusia juga mengambil ahli militer

Crimea, sebanyak 2.000 marinir ditempatkan di Sevastopol, sekitar 7000 pasukan khusus

dibawa ke Crimea pada awal Maret, serta sekitar 15.000 diangkut dengan kapal feri ke

selat Kerch. Unit-unit tambahan juga dikirimkan dari Russian Southern Military District.

Operasi oleh militer Rusia berhasil hanya dalam waktu tiga minggu, hal ini

dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, marinir Rusia secara hukum telah sah telah

ditempatkan di Sevastopol, karena pangkalan angkatan laut yang di sevastopol adalah

milik Rusia. Kedua, jarak ke lokasi-lokasi strategis yang paling penting di Crimea

termasuk bandara Simferopol sangat cepat untuk memungkinkan dapat menjangkau Rusia

dengan peralatan militer yang canggih. Ketiga, perintah langsung oleh pemerintah Kiev

Ukraina ke militer Ukraina yang ditempatkan di Crimea untuk tidak melawan dan

menyerah serta menyerahkan semua 190 instilasi militer dan senjata. Dengan demikian,

4 Verkhovnaya Rada adalah parlemen unikameral Ukraina. Rada Verkhovna terdiri dari 450 deputi, yang

dipimpin oleh seorang ketua (pembicara). Gedung Rada Verkhovna berada di ibukota Ukraina Kiev.

34

sekitar 20.000 personil militer Ukraina menyerah dan dipulangkan sampai ke daratan

Ukraina.5

Dari pengiriman militer Rusia di Crimea, membuat pemerintah Ukraina tidak setuju

dan memeberikan perlawanan dengan mengirimkan pasukan militer di wilayah Crimea.

Konflik semakin serius dengan kebijakan Rusia yang ikut andil dalam proses

penyelesaian. Dengan kedatangan militer Ukraina, Vladimir Putin tetap untuk

mempertahankan pasukan yang ada di wilayah Crimea tanpa perlawanan sedikit pun.

Pertahanan militer Rusia tersebut membuahkan hasil pada 16 Maret 2014, Crimea

menyatakan kemerdekaannya dan meminta Federasi Rusia untuk dapat bergabung sebagai

bagian didalamnya. Tanggal 18 Maret 2014, perjanjian penggabungan Crimea dan

Sevastopol ditandatangani di Moskow. Hanya dalam waktu lima hari, secara hukum

konstitusi Federasi Rusia mengakui republik Crimea dan menetapkan “New Constituent

Entities” kepada Republik Crimea dan wilayah federal Sevastopol. Perjanjian tersebut

diselesaikan oleh majelis federal Rusia dan ditandatangani oleh Presiden Rusia dan mulai

diberlakukan pada saat penandatanganan tersebut.

4.4.2 Kepentingan strategis Rusia di Crimea

Crimea merupakan wilayah yang dinginkan Rusia karena salah satu wilayah

semenanjung Crimea berada kota yang bernama Sevastopol. Sevastopol merupakan kota

yang berdekatan dengan laut hitam dan berada di barat daya pesisir semenanjung

Crimea. Sevastopol ditemukan oleh Kaisar Rusia yaitu Yekaterina yang Agung pada

masa Uni Soviet tahun 1783. Kota Sevastopol memiliki arti kata “Kota suci nan

megah” yang diberi nama oleh Kaisar Yekaterina. Ia tertarik pada pelabuhan lautnya

karena memiliki kedalaman 30 meter, sehingga sangat ideal untuk dijadikan pangkalan

angkatan laut. Ketika terjadi peperangan di Sevastopol, Uni Soviet menaklukan

Sevastopol antara bulan September 1854 hingga bulan September 1855. Namun, pada

saat perang dunia kedua kota Sevastopol mengalami krisis keamanan. Pasukan tentara

5 Anton Alex Babler. Crimea and the Russian-Ukrainian Conflict” . Security Policy Lobrary. The Norwegian

Atlantic Comitte. 2015. Page 10.

http://www.atlanterhavskomiteen.no/files/dnak/Documents/Publikasjoner/2015/Spb_1-15.pdf. Diakses pada 13

April 2017 .

35

merah dan pasukan armada laut hitam dari tahun 1941 sampai 1942 berhasil

mempertahankan kota tersebut dalam pertempuran 250 hari melawan Nazi Jerman.

Jerman berhasil mengalahkan pasukan militer Rusia, tetapi pasukan Jerman kewalahan

dengan perlawanan warga kota Sevastopol. Dari perlawanan tersebut membuat

pemerintah Repubilk Sosial Federal Soviet Rusia memberikan status sebagai kota

istimewa bagian dari Uni Soviet. Pada tahun 1954, Nikita Khrushchev sebagai

pemimpin Uni Soviet memberikan Sevastopol dan seluruh wilayah Crimea kepada

Republik Sosialis Soviet Ukraina yang juga merupakan bagian dari Uni soviet.

Pemberian wilayah ini dikarenakan Khrushchev memiliki darah keturunan Kiev

(Ukraina). Tetapi pada tahun 1991, Ukraina telah merdeka ketika Uni Soviet runtuh dan

Crimea menjadi wilayah bagian Ukraina.

Status kepemilikan Ukraina atas Crimea pun diakui oleh Rusia, meskipun Rusia

masih memiliki kepentingan atas semenanjung Crimea sebagai pangkalan armada laut

hitamnya. Awalnya pasukan militer armada laut hitam Rusia sudah ada di Crimea

semenjak tahun 1783 ketika pangeran Grigory mendirikan pelabuhan Sevastopol.

Pengakuan atas kemerdekaan Ukarina ini tidak berlangsung lama, akibat dari kedua

negara (Rusia-Ukraian) mulai berselisih tentang penempatan armada kapal Rusia di laut

Hitam. Pada tahun 1997, perselisihan tersebut berakhir dengan kesepakatan antara Rusia

dan Ukraina tentang perjanjian yang berkaitan dengan armada laut hitam Rusia di

Crimea. Parlemen Rusia dan Ukraina pada tahun 1999 melakukan perjanjian dengan

pemerintah Rusia membayar sebanyak 526,7 USD dolar ke Ukraina terhadap

kepemilikan 81,7% armada kapal Rusia.

Berdasarkan perjanjian tersebut, armada laut hitam Rusia berhak menetap di

Crimea hingga tahun 2017. Dengan perpanjangan kepemilikan Rusia terhadap Armada

Laut Hitam, Rusia dapat meningkatkan angkatan lautnya di sepanjang Laut Hitam

sampai ke Mediterania dengan menempatkan kekuatan militernya di Crimea. Pada masa

kepemimpinan mantan Presiden Ukraina Victor Yaukovich yang pro-Rusia, kota

Sevastopol menjadi pangkalan dan sebagai wilayah beroperasi armada laut hitam Rusia.

Rusia berusaha menekan angkatan militer Ukraina di Sevastopol dengan mengambil

alih wilayah Crimea pada bulan Maret 2014. Selain armada laut hitam Rusia di Crimea,

36

Rusia dalam mendukung referendum Crimea dilandaskan karena Crimea memeberikan

kontribusi bagi kemajuan Rusia. Kontribusi yang dimaksud ialah wilayah Crimea dan

sekitarnya terdapat jalur pipa gas seperti gambar berikut ini.

Gambar 4.3

Jalur pipa gas Rusia

sumber: The National Gas Union of ukraine

Dari gambar 4.3 diatas yaitu Ukraina dan Crimea terdapat jalur pipa gas Rusia

yang terhubung langsung dengan negara-negara di Eropa Barat. Secara umum lebih dari

60% impor energi Ukraina berasal dari Rusia, termasuk 100% dari bahan bakar nuklir,

50% gas alam dan 70% minyak. Selain itu, adanya pelabuhan Sevastopol yang juga

menjadi jalur pipa gas Rusia dan bila pelabuhan ini dikuasai Rusia, maka penyaluran

gas Rusia bisa langsung menyeberangi laut hitam dan menuju Bulgaria di selatan

Moldova. Jika Crimea bergabung dengan Rusia, yang paling pertama bermanfaat bagi

37

Rusia adalah armada laut hitam Rusia akan semakin kuat, yang bisa berdampak pada

pertahanan dan keamanan Rusia.

Dari poisisi strategis mengenai wilayah Crimea yang berdekatan dengan laut

hitam serta merupakan tempat bagi jalur pipa gas Rusia memebuat Rusia terlibat dalam

konflik yang terjadi di Crimea. Pemerintah Rusia dibawah Putin mulai memikirkan cara

untuk merebut Crimea dari Ukraina. Dalam hal ini, Vladimir Putin dengan

keinginannya untuk mengambil Crimea juga didukung oleh politisi Rusia yang

menyatakan bahwa bahwa Crimea adalah bagian dari sejarah dan wilayah integral

Rusia. Federasi Rusia juga sulit untuk menerima kemerdekaan Ukraina setelah

pecahnya Uni Soviet. Persepsi ini diyakini oleh kelompok komunis dan nasionalis

radikal Rusia. Deputi Komunis Duma (Majelis Rusia) dan Deputi Komite Duma untuk

geopolitik, Yuri Nikiforenko memberikan penjelasan mengenai reunifikasi Rusia dan

Ukraina dalam debat pada bulan Maret 1998 mengenai ratifikasi Perjanjian

Persahabatan Rusia-Ukraina. Nikiforenko menegaskan bahwa Rusia tidak

menginginkan separuh Ukraina, melainkan seluruh Ukraina termasuk rakyatnya agar

mendukung reunifikasi tersebut. Walikota St. Petersburg, Anatoly Sobchak, berargumen

bahwa Crimea tidak pernah menjadi bagian dari Ukraina dan tidak ada dasar hukum

atau moral bagi Ukraina untuk mengklaim Crimea. Opini publik Rusia tampaknya juga

setuju dengan pandangan nasionalistik ini. Dalam poling yang diadakan pada 1992,

sebanyak 51% responden berpendapat bahwa Rusia dan Ukraina seharusnya tergabung

dalam satu negara, dan 31% berpandangan kedua negara tetap terpisah tapi dengan

perbatasan terbuka. Hanya 8% yang berpandangan bahwa kedua negara harus

mengembangkan hubungan yang normal seperti dengan negara lain.6

Pertengahan tahun 1992, Komite Hubungan Luar Negeri dan Hubungan

Ekonomi eksternal diketuai oleh Vladimir Lukin, adalah salah satu pendiri partai liberal

demokratik Rusia. Lukin mendistribusikan mosinya yaitu “mengusulkan bahwa dalam

rangka Rusia menekan Ukraina terhadap klaim untuk Laut Hitam di sevastopol, Rusia

6 Elena mizrokhi . 2009.“ Russian „separatism‟ in Crimea and NATO : Ukraine‟s big hope, Russia‟s grand gamble “

. Research assistant for the Chaire de recherche du Canada sur les conflits identitaires et le terrorisme and for the

Programme Paix et sécurité internationales, Institut québécois des hautes études internationales (HEI) MA student in

International Studies at Laval University, Quebec city August 2009. Diakses pada 27 April 2017

38

harus mengetahui seberapa besar kontrol Ukraina terhadap Crimea serta meminta

kepada Parlemen Rusia untuk menyelidiki kembali pemindahan wilayah Crimea dari

Rusia ke Ukraina tahun 1945”.7 Mosi tersebut ditujukan kepada para penegak hukum

Rusia bahwa keputusan yang dibuat parlemen tertinggi Soviet Rusia tahun 1954 adalah

invalid dan tidak memiliki kekuatan hukum. Sebagai konsekuensinya, parlemen Rusia

melakukan pemungutan suara untuk mengadopsi resolusi yang menginstruksikan dua

komitenya meninjau kembali konstitusionalitas dari keputusan 1954. Selama kurun

waktu 1992-1993, parlemen Rusia meningkatkan tuntutannya atas Crimea dan

Sevastopol. Akhirnya pada 23 Januari 1992, Duma dan Kementerian Luar Negeri

menentang transfer Crimea ke Ukraina, yang menimbulkan protes keras dari Ukraina.

Hubungan Rusia-Ukraina memburuk setelah Crimea menjadi bagian Ukraina

tahun 1954. Wakil Presiden Rusia Alexander Rutskoi mengunjungi Crimea pada 1992

dan menyerukan pemisahan wilayah dari Ukraina dan sebulan kemudian parlemen

Rusia mengeluarkan resolusi mendeklarasikan bahwa transfer Crimea ke Ukraina pada

1954 adalah ilegal. Aktifnya seruan Duma bagi kemerdekaan Crimea serta reunifikasi

dengan Rusia muncul setelah Meschkov8 memegang kekuasaaan di Crimea. Keberadaan

Meschkov di Crimea membuat kegiatan Rusia menjadi termudahkan karena Meschkov

memiliki alur pikir yang sama dengan Rusia serta membangun kerjasama dalam proses

reunifikasi Crimea ke Rusia. Kerjasama antara Crimea dan Rusia ini memberikan

tekanan ganda kepada Kiev. Namun, politisi Rusia tidak tertarik untuk mengusung

persoalan status Crimea dalam Ukraina, dan lebih mengutamakan status stasiun Armada

Laut Hitam Rusia di Sevastopol. Dalam hal ini, Presiden Rusia Boris Yeltsin, menjaga

jarak dari resolusi parlemen. Kenyataannya, anggota elit politik Rusia yang mendukung

gerakan separatis Rusia di Crimea merupakan pengkritik pemerintahan Yeltsin.

Sementara pemerintah Rusia menerapkan kebijakan moderat dalam persoalan di

semenanjung Crimea, namun Yeltsin, melalui Dubes Rusia di Ukraina, berpandangan

bahwa Sevastopol, stasiun Armada Laut Hitam harus disewakan kepada Rusia.

7 Ibid. hlm. 8.

8 Yuriy Meschkov adalah mantan politisi separatis di Rusia dan ukraina. Ia menjabat sebagai presiden Crimea (

seebuah republik otonom Ukraina) tahun 1994-1995.

39

Dalam beberapa kesempatan, Yeltsin menegaskan bahwa persoalan Crimea

merupakan masalah internal Ukraina. Namun, kebijakan aktual Kremlin, seringkali

kontradiktif dengan posisi resmi pemerintah dalam persoalan Crimea. Misalnya, pada

Mei 1992, perjanjian pembagian kekuasaan akhirnya tercapai antara delegasi parlemen

Crimea dan Ukraina. Untuk merespons hal ini, Yeltsin, mengutus Rutskoi ke Crimea,

sebagai ketua delegasi. Di Sevastopol, Rutskoi menegaskan kembali klaim Rusia atas

Crimea, bahwa pandangan umum menyatakan bahwa semenanjung Crimea merupakan

bagian dari Rusia. Dalam hal ini, netralitas Yeltsin dipertanyakan dengan melihat

pernyataan utusannya sendiri. Pada pertengahan Juli 1993, ketika parlemen Rusia

mengeluarkan instruksi untuk mempersiapkan draft Undang-undang tentang “untuk

mengabadikan status federal dari kota Sevastopol dalam Konstitusi Federasi Rusia”.

Dari UU tersebut terdapat 166 suara mendukung, dan 1 suara menolak. Perubahan ini

terjadi setelah kemenangan partai Komunis dan nasionalis ekstrim pada pemilu Duma

Rusia, Desember 1993. Tentu saja, retorika Rusia atas isu Crimea ditujukan untuk

“konsumsi” domestik di Rusia, khususnya untuk kemenangan pemilu. Persepsi patriot

Rusia bahwa Armada Laut Hitam dan persoalan Crimea saling berkaitan. Salah satunya

dipengaruhi oleh publikasi kutipan surat yang dikirim oleh Lukin kepada Ruslan

Khasbulatov, ketua Parlemen Tertinggi Soviet Rusia yang merekomendasikan Crimea

sebagai “jaminan” dalam perselisihan mengenai armada.

Dalam konteks ini, para elit politik Rusia paska runtuhnya Uni Soviet ingin

memberi tekanan kepada Ukraina melalui ancaman konflik sosial di Crimea

(keterlibatan militer Rusia didalamnya) dalam rangka mengamankan aksesnya ke

Sevastopol. Ketegangan politik pun mulai dirasakan antara dua negara yang bertetangga

ini Rusia dan Ukraina, tentunya hal ini berkaitan dengan status Crimea. Setelah

pecahnya Soviet, pembagian armada diberikan kepada dua negara, dimana Rusia dapat

membangun armada di laut hitam, Sevastopol. Rusia membangun fasilitas militer di

wilayah bagian Crimea tesebut. Sejak 1991, moskow telah memberikan dukungan

secara diam-diam mengendalikan gerakan separatisme di Crimea. Rusia juga

mempertahankan pasukan khusus bagian sipil (FSB/Federal’naya Sluzhba

Besopasnosti/ Federal Security Service of the Russian Federation) dan agen intelijen

militer (GRU/Glavnoje Razvedyvatel’noje Upravlenije/Main Intelligence Directorate of

40

Russian Federation). Rencana Rusia untuk melakukan aneksasi di Crimea telah

disiapkan selama dua dekade terakhir. Pada Juni 1993, negara Rusia menyetujui resolusi

Duma, yang isinya menyatakan bahwa Sevastopol sebagai bagian dari Rusia.