bab iv kebijakan presiden rusia vladimir...
TRANSCRIPT
20
BAB IV
KEBIJAKAN PRESIDEN RUSIA VLADIMIR VLADIMIROVICH
PUTIN PADA TAHUN 2000-2008
4.1 Kebijakan pertahanan Putin dari tahun 2000-2008
Valadimir Putin menjabat sebagai Presiden Rusia setelah memenangkan pemilu bulan
Maret 2000. Pada awal masa jabatannya, Putin menandatangani dokumen keamanan utama
Rusia yaitu konsep keamanan nasional, doktrin militer, dan konsep kebijakan luar negeri.
Dokumen yang ditandatangani tersebut merupakan langkah awal bagi kebijakan Putin
melakukan reformasi militer untuk memperkuat angkatan bersenjata Rusia. Fokus kebijakan
Putin ini, diteruskan dari masa Yeltsin bersama anggota parlemen yang pertama kali membentuk
doktrin militer Rusia. Selain berfokus pada militer, kebijakan yang diterapkan Putin juga
memaksimalkan semua sumber daya internal yang tersedia untuk menstabilkan kembali Rusia
pada bidang politik, ekonomi, dan militer. Salah satu strategi Putin dalam mengeluarkan
kebijakan terkait meningkatkan kapabilitas militernya yaitu memperbesar pembiayaan anggaran
militer dalam pengembangan militer tersebut.
Putin mulai menaikan anggaran militer sebesar 25-30%. Desember 2001, anggaran
terhadap satu devisi dalam pasukan dinyatakan sebanyak 500 juta Rubel. Maret 2002, biaya
tersebut ditingkatkan menjadi 1 milyar Rubel per devisi, bulan Mei tahun yang sama
ditingkatkan lagi menjadi 2,5 milyar Rubel. Semasa pemerintahan Boris Yeltsin hanya
menaikan anggaran militer 3% yang berbeda dengan masa Putin. Pada era Yeltsin anggaran
militer tidak terlalu maksimal kerena banyak koruptor dan akibat dari paska runtuhnya Uni
Soviet membuat perekonomian dan keuangan Rusia menjadi menurun. (Sam Perlo-Freeman &
Pieter wezenman, SIPRI fact sheet 2015)
Pada tahun 2003 kementerian pertahanan Rusia mempublikasikan Defence White Paper
dibawah perintah Vladimir Putin. Di tahun tersebut, setelah menyusun dokumen keamanan,
anggaran militer mulai ditingkatkan. Tahun 2004 anggaran militer Rusia mencapai 138 milyar
Rubel, tahun 2005 naik menjadi 184 milyar Rubel, dan tahun 2006 menjadi 236 milyar Rubel.
21
Terakhir, anggaran ditingkatkan menjadi 300,5 milyar Rubel di tahun 2007. Untuk anggaran
2007, hampir setengahnya digunakan bagi pembelian dan modernisasi peralatan. Kemudian 60
milyar Rubel untuk perawatan dan 97 milyar Rubel untuk riset dan pengembangan. (Global
security.org. 2006) Dibawah ini susunan Dokumen Keamanan Putin dalam masa
pemerintahannya (2000-2008).
Table 1.1 Chronology of Putin’s major security documents and statements (2000–2008).
(Marchel de Haas, 2010).
Date Policy document
10 January 2000 National Security Concept ratified by presidential
decree
21 April 2000 Military Doctrine ratified by presidential decree
28 June 2000 Foreign Policy Concept ratified by presidential
decree
2 October 2003 MoD publication ‘The priority tasks of the
development of the Armed Forces of the Russian
Federation’
27 March 2007 MFA publication ‘Review of foreign policy of the
Russian Federation’
8 february 2008 Speech by President Putin on ‘Strategy for the
development of Russia until 2020’
National Security Concept (NSC)
NSC diproduksi oleh Dewan Keamanan Federasi Rusia (SCRF) yang merupakan
organ kebijakan keamanan tertinggi Rusia. Mulai tahun 1997, konsep keamanan nasional
ini telah memperhatikan tentang posisi Rusia pada perkembangannya di dunia
internasional dan keamanan nasional Rusia untuk menghindari ancaman. Dalam waktu
dua tahun, perspektif ini berubah menjadi radikal akibat dari ancaman militer yang
22
menurut Rusia mulai terlihat dengan munculnya pelebaran keanggotaan oleh NATO. Rusia
menolak konsep strategi yang dikeluarkan NATO terhadap intervensi yang dilakukan di
Kosovo. Untuk menanggapi permasalahan tersebut presiden Putin meratifikasi rancangan
akhir NSC yang ditandatangani pada tanggal 10 Januari 2000 yang dalam dokumen
menyatakan “anti-barat” dan disetujui oleh Federasi Rusia.
Military Doctrine
Doktrin militer dirancang oleh MOD (Ministry of Defence) bekerjasama langsung
dengan anggota militer negara. Setelah direvisi, doktrin militer tersebut ditandatangani
presiden Putin (April 2000). Doktrin tersebut berisi posisi Rusia terhadap barat dan
konsekuensi yang harus ditanggung Rusia sejak berakhirnya konflik ke-2 Chechnya. Selain
kedua hal tersebut dalam doktrin ini dimasukan mengenai hubungan Rusia dengan Belarus.
Hubungan tersebut merupakan pertimbangan Rusia dalam kebijakan mengenai sentralisasi
kekuasaan Rusia. Hubungan Rusia-Belarus diresmikan tahun 1999 dengan memperkuat
aspek militer yang tercantum dalam doktrin. Setelah melakukan kerjasama Rusia-Belarus,
Putin memfokuskan untuk memperkuat dewan keamanan dan kementrian pertahanan Rusia
untuk dapat menjalankan doktrin militer yang telah dipersiapkan.
Foreign Policy Concept (FPC)
Konsep kebijakan luar negeri disusun oleh departemen luar negeri (Ministerstvo
Inostrannykh Del, MID) untuk membahas mengenai politik dan jalan diplomatik Rusia.
Lebih dari tujuh tahun sejak FPC dikeluarkan (tahun 1993, awal dibentuk FPC), FPC ini
telah dirubah pada pemerintahan Putin dan ditandatangani tanggal 28 Juni 2000.
Peluncuran dokumen baru tersebut dalam kondisi politik internasional yang liberal
membuat Moskow untuk meninjau kebijakan luar negeri dan keamanan. Edisi 2000 FPC
yang telah direvisi tersebut merupakan prinsip dasar kebijakan luar negeri Rusia. Dalam
hal ini, Federasi Rusia adalah kekuatan besar yang mempengaruhi Rusia dalam politik
internasional, kerjasama politik, ekonomi, dan pengintegrasian militer seperti CIS
(Commonwealth Independent State) merupakan prioritas utama bagi Rusia. CIS adalah
kerjasama regional yang dibentuk Rusia pada tahun 1991 yang beranggotakan 12 negara
yaitu : Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Moldova, Rusia, Tajikistan,
23
Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan, Azerbaijan, dan Georgia.1 Kesepakatan kerjasama
CIS memiliki dua tujuan utama : pertama adalah kesepakatan untuk pengakuan perbatasan,
perlindungan etnis minoritas, kerjasama militer, ekonomi, dan pertemuan berkala
pemimpin negara. Kedua, mengakui integritas atas negara-negara yang baru merdeka. Pada
tujuan kedua ini dibentuk untuk bekerjasama dalam membongkar tatanan lama (masa Uni
Soviet).
Inti utama dalam pembentukan konsep militer Rusia tahun 2000 ialah untuk memperkuat
posisi Rusia baik dalam negeri maupun CIS serta menanggapi sikap barat yang mulai menjalin
kerjasama dengan negara-negara di kawasan Eropa Timur. Dalam dokumen keamanan Rusia
yang juga mementingkan untuk memperkuat posisi Rusia di dunia internasional, Rusia
membentuk perjanjian keamanan kolektif (Collective Security Treaty/CST). Tujuan dari
perkanjian ini terutama untuk pencegahan terorisme internasional, eksrimisme serta mencapai
tujuan eksternal Rusia. Vladimir Putin juga mulai menyusun struktur strategi keamanan sampai
tahun 2020, yang mana isi dari konsep tersebut ialah:
Rusia merumuskan agenda internasional dan akan bersaing dalam memperkuat posisi
Rusia sebagai kekuatan global.
Peningkatan kekuatan militer Rusia dan penggunaan kekuatan militer dalam politik
internasional. Kekutan militer ini guna melindungi strategi Rusia dalam kepentingan
ekonomi.
Energi telah menjadi aspek keamanan Rusia karena dua alasan. Pertama, sebagai alat
kekuasaan karena Rusia memiliki sumber daya energi. Kedua, sebagai ancaman, sumber
daya energi Rusia akan menjadikan ancaman bagi Rusia, Rusia memikirkan bahwa
negara-negara lain akan mencoba untuk “merebut” sumber daya tersebut.
Rusia akan melindungi masyarakat yang beretnis Rusia di dalam dan di luar negeri.
Barat dianggap sebagai ancaman nasional sehingga Rusia membuat perjanjian CFE (the
Conventional Armed Forces in Europe), perjanjian tersebut untuk mengantisipasi dua
negara anggota CIS (Georgia dan Ukraina) tidak menjadi anggota NATO.
1International Democracy Watch. Centro Study Sul Federelismo.Commonwealth of Independent States.
http://www.internationaldemocracywatch.org/index.php/commonwealth-of-indipendent-states diakses pada 23
Maret 2017
24
Memperkuat kerjasama CSTO (Collective Security Treaty Organization) dan SCO
(Sanghai Cooperation Organization) yang merupakan elemen penting kebijakan
keamanan Presiden Vladimir Putin.2
Dalam konsep luar negeri Rusia yang dibentuk juga dicantumkan mengenai integritas
negara-negara yang bergabung dalam CIS (Commonwealth Independent State). Kebijakan yang
dikeluarkan ini tentunya membuat Rusia ingin membangun kembali negara-negara bekas Uni
Soviet untuk dapat bersatu kembali dengan secara tidak langsung kekuatan besar akan berada
ditangan Rusia. Rusia menginginkan kembalinya keadaan pada masa kejayaan Uni Soviet
sebelum mengalami kejatuhan paska perang dingin. Selain membangun integritas dengan CIS,
Rusia juga memperhatikan pembangunan ekonomi dan meningkatkan militer dalam negeri
sebagai tujuan utama Vladimir Putin yang saat itu berkuasa di Rusia. Putin ingin membuktikan
kepada dunia internasional bahwa, Rusia tidak akan jatuh lebih lama melainkan akan bangkit dan
menjadi kuat kembali. Sehingga pada saat Putin menjadi presiden tahun 2000, ia langsung
membuat konsep mengenai pembaharuan doktrin militer, konsep keamanan nasional dan
kebijakan luar negeri.
4.2 Kepemimpinan Putin (regional power)
Pemulihan perekonomian Rusia pulih secara cepat dibawah pemerintahan Vladimir Putin
yang menekankan agar pengurangan ketergantungan Rusia terhadap bantuan pihak asing.
Kebijakan Putin tersebut dilatar belakangi oleh paska runtuhnya Uni Soviet tahun 1990-an pada
perang dingin sehingga berimbas kepada perekonomian Rusia. Rusia pada masa itu mengalami
krisis dan banyak meminta bantuan asing untuk memperbaiki perekonomian dalam negeri. Awal
dinobatkan sebagai presiden, Putin menegaskan kembali bahwa Rusia sebagai kekuatan besar
terutama dalam kebijakan luar negeri dimana kepentingan nasional Rusia menjadi prinsip paduan
utama bagi Putin. Selain memperbaiki kadaan dalam negeri, Putin juga membangun kembali
kerjasama regional (CIS/commonwealth independent state) dan merekrut negara-negara ex-Uni
Soviet untuk bekerjasama.
2 Text of newly-approved Russian military doctrine, report by Russian Federetion . Russia Military politics dan
Russia‟s defence 2010-2020”. 5 February 2010.
http://carnegieendowment.org/files/2010russia_military_doctrine.pdf. Diakses pada 13 April 2017.
25
Gambar 4.1
Peta negara anggota CIS (Commonweatlh Independent State)
Sumber : WorldAtlas.com
Pada perjalanan kerjasama CIS tentunya mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut
dirasakan pada kerjasama militer negara anggota CIS yang mulai meratifikasi perjanjian
keamanan kolektif. Perjanjian ini dibentuk untuk membantu menjaga perbatasan setiap negara
anggota yang mengalami konflik dan melakukan pelatihan militer demi meningkatkan
kemampuan militer bagi negara-negara anggota. Contohnya Rusia mengeluarkan kebijakan
melalui CIS untuk megarahkan pasukan perdamaian ke Tajikistan dan Abkhazia (wilayah
Georgia) pada saat Georgia mengalami konflik. Tetapi kerjasama CIS juga pernah mangalami
krisis pada tahun 1992, ketika nilai mata uang Rubel menurun dan negara-negara anggota
mengeluarkan mata uang sendiri. Selain itu kerjasama ekonomi yang dibangun oleh Rusia
dengan Belarus yang menciptakan Uni Bea Cukai, tetapi tidak di setujui oleh sebagian negara
anggota. Seiring berjalannya waktu berapa negara anggota tidak pernah memperhatikan CIS dan
mulai melakukan kerjasama dengan barat, contohnya Ukraina dan Goergia.
26
Putin melihat kerjasama CIS yang berjalan tidak sesuai keinginan yang ingin dicapai
yaitu pembentukan CIS oleh Rusia adalah untuk memastikan negara-negara Eropa Timur yang
lain agar tidak terfokus untuk bekerjasama menjadi aliansi barat. Selain alasan tersebut, Rusia
dibawah pemerintahan Putin ingin mempertahankan pengaruh Rusia dalam kawasan. Karena
setiap kerjasama yang dibangun selalu diusulkan oleh Rusia dan harus persetujuan Rusia. Pada
tahun 2008, Rusia dikejutkan dengan kerjasama negara anggota CIS (Georgia dan Ukraina)
dengan NATO. Putin mulai khawatir dengan kerjasama dua negara anggota yang mulai tidak
memperhatikan CIS. Kekhawatiran Putin membuat ia mengeluarkan kebijakan untuk ikut
campur saat Georgia mengalami konflik pada tahun 2008. Konflik Goergia terjadi diawali
dengan adanya gerakan separatisme diwilayah South Ossetia dan Abkhazia. Kebijakan yang
dikeluarkan Putin bukan untuk mendukung Georgia dalam penyelesaian konflik tetapi Rusia
mendukung gerakan separatisme yang ada. Dukungan Rusia terhadap gerakan separatisme di
Georgia secara tersirat menolak keinginan Georgia yang mulai membicarakan kerjasama
bergabung dengan NATO. Rusia juga mulai khawatir dengan keadaan Ukraina yang mulai
merencanakan kerjasamanya dengan NATO, mengingat bahwa Rusia yang tidak menginginkan
negara anggota CIS untuk tidak berurusan dengan barat, Rusia mulai memperhitungkan kembali
status Crimea yang berada di wilayah Ukraina.
Status Crimea yang pada tahun 1992 telah dibicarakan para politisi Rusia, dibicarakan
kembali pada pemerintahan Putin. Mengingat bahwa Ukraina dengan kebijakannya bekerjasama
dengan barat, Rusia juga mulai menyusun kebijakan untuk mempertahankan Crimea. Alasan
Rusia ingin mempertahankan Crimea dan mencegah Ukraina karena di wilayah Crimea yaitu
Sevastopol ada pangkalan angkatan laut Rusia yang telah dibangun sejak abad 18 (tahun 1700-
an), pangkalan ini telah dibangun Rusia dan telah beroperasi sejak lama sehingga Rusia tidak
menyetujui ketika Ukraina bergabung dengan NATO. Saat Ukraina bergabung dengan NATO,
Crimea akan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan NATO dan membuat Rusia akan
mengalami kesusahan dalam jangkauan terhadap pangkalan angkatan laut di Sevastopol. Tetapi
pada masa pemerintahan Putin yang pertama dan kedua ini, tidak membuat Putin secara langsung
mengambil Crimea untuk menjadi bagian dari wilayah Rusia. Hal tersebut dikarenakan pada
periode awal dan kedua kepemimpinan Putin dihadapi oleh konflik di Georgia dan revolusi-
revolusi oleh negara di Eropa Timur. Selain itu juga Putin masih bertekad untuk membina
kerjasama dengan negara-negara yang tergabung dalam CIS.
27
4.3 Alasan Putin belum fokus ke Crimea-Ukraina tahun 2000-2008
Dalam kepemimpinan Vladimir Putin pada periode pertama dan kedua (2000-2008) tidak
terlalu menfokuskan kebijakan laur negeri Rusia ke Crimea, Ukraina. Pada masa ini, Putin
memfokuskan untuk membangun ketertinggalan Rusia akibat pasca runtuhnya Uni Soviet serta
memperbaiki keadaan ekonomi setelah kepemimpinan Boris yeltsin. Isu mengenai status Crimea
memang sudah mulai dipertimbangkan pada tahun 1992, tetapi Rusia masa pemerintahan Putin
yang pertama dan kedua ini tidak memfokuskan untuk melihat Crimea. Rusia hanya
memfokuskan pada pembangunan domestik dan memeperkuat pengaruh Rusia di kawasan
(membangun CIS).
Pada tahun 2003 dan 2004 Rusia diperhadapkan dengan Rose Revolution di Georgia dan
Orange Revolution di Ukraina. Revolusi yang terjadi di dua negara tersebut merupakan
serangkaian revolusi yang didoronng oleh tuntutan perubahan dalam pemerintahan, berupa
keinginan demokrasi dan liberalisasi pasar. Vladimir Putin melihat bahwa revolusi ini
merupakan bentuk ancaman terhadap konsistensi pengaruhnya di negara-negara bekas Uni
Soviet. Hal ini mendorong Rusia untuk mengambil kebijakan-kebijakan luar negeri yang mampu
menghalau pergerakan revolusi.
Pada akhir pemerintahan Putin tahun 2008, Rusia dihadapkan dengan konflik di Georgia.
Pada konflik tersebut, Vladimir Putin mengeluarkan kebijakan untuk ikut campur dalam
menyelesaikannnya. Konflik di Georgia terjadi akibat adanya gerakan separatisme yang
dilakukan di South Ossetia dan Abakhzia. Alasan dibalik kebijakan yang dikeluarkan Putin
bukan hanya untuk menyelesaikan konflik tetapi ikut campur Rusia adalah untuk
mengantisispasi wilayah Georgia agar tidak bergabung dengan NATO. Keinginan Rusia dalam
membangun CIS telah mengalami masalah ketika NATO melakukan pelebaran keanggotaan
sampai ke wilayah Eropa Timur. Dari kebijakan NATO tersebut, membuat masalah baru bagi
Rusia yang mana telah membangun integritas kerjasama kawasan (CIS) agar tidak melakukan
kerjasama dengan barat. Vladimir Putin mulai khawatir dengan perluasan NATO, karena selain
Georgia, Ukraina juga berencana Untuk bergabung menjadi aggota dari NATO. Kebijakan
28
NATO membuat Rusia merasakan ancaman, akibat dari dua negara (Goergia dan Ukraina) yang
ingin bergabung dengan NATO adalah anggota dari CIS. Sehingga dalam konflik yang terjadi di
Gorgia, Putin pun ikut campur serta secara tidak langsung mendukung gerakan separatis yang
dilakukan oleh dua wilayah di Gerogia selatan tersebut (South Ossetia dan Abakhazia).
Dalam permasalahan mengenai Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO tidak
membuat Putin untuk berencana mengambil Crimea, karena pada masa tersebut belum ada
perlawanan besar dari masyarakat yang pro-Rusia di Ukraina seperti wilayah yang dominan
dengan etnis Rusia (Crimea) untuk menolak keinginan Ukraina dalam rencana menjadi anggota
NATO. Kekhawatiran Putin pada masa itu (2008) ialah bahwa Ukraina telah menjadi tempat
transit gas Rusia dalam mengirimkan gas ke negara-negara Eropa Barat. Dikarenakan gas
merupakan sumber energi terbesar Rusia dalam membantu Rusia membangun perekonomian
dalam negeri.
29
4.4 Konflik Crimea dan Keterkaitan Crimea-Rusia
4.4.1 Latar belakang konflik di Crimea yang diawali oleh konflik di Ukraina
Gambar 4.1
Peta Crimea
Sumber: Britannica.com
Crimea merupakan wilayah yang terletak di semenanjung antara laut hitam dan laut
Azov yang memiliki luas sebesar 26.100 kilometer persegi dan populasinya dua juta
dengan ibu kota bernama Simferopol. Bahasa resmi Crimea adalah bahasa Ukraina tetapi
banyak penduduk yang berbahasa Rusia. Crimea adalah sebuah republik otonom yang
memiliki parlemen sendiri dibawah kedaulatan Ukraina. Crimea telah ditaklukan oleh
kekaisaran Rusia sejak tahun 1783, perang terus berlanjut di Crimea sampai 1856 ketika
Rusia harus perang melawan Inggris, Perancis, Sardania, dan Turki untuk tetap
mempertahankan posisi Crimea dibawah pengaruh Rusia. Rusia menaklukkan selatan
Ukraina dan Crimea, kemudian merebut mereka dari Kekaisaran Ottoman. Pada tahun
30
1954, Crimea diserahkan ke Ukraina sebagai hadiah oleh pemimpin Soviet Nikita
Khrushchev yang merupakan keturunan Ukraina.
Di dalam sejarah, Crimea pernah dibawah beberapa pemerintahan yakni Yunani,
Bulgar, Scythians, Roma, Gots, Hun, Khazar, Kyivan Rus, Kekaisaran Bizantium, Venice,
Genoa, Suku Kipchak, Mongol Emas Horde, Kekaisaran Ottoman, Kekaisaran Rusia,
Soviet Rusia, Uni Soviet, Jerman, dan Ukraina. Keadaan tersebut terjadi sejak tahun 1954
sampai 2014, ketika pada akhirnya Ukraina melepaskan diri dari Uni Soviet dan wilayah
Crimea menjadi bagian dari Ukraina. Meski sebelumnya Crimea pernah menjadi negara
merdeka meski hanya kurang dari empat dekade (sebelum tahun 1954).
Setelah menang melawan kekaisaran Ottoman, pada 1783 Rusia melebarkan
kekuasaannya dengan menganeksasi wilayah Crimea serta memberi nama baru terhadap
Crimea yakni Taurida Governorate (Gubernur Taurida). Banyak peperangan terjadi pada
masa pemerintahan Rusia atas Crimea pada jaman tersebut dan kemudian sampai pada
pemerintahan Soviet. Kemudian oleh Uni Soviet, aturan baru dikeluarkan untuk mengubah
Crimea secara demografis, budaya, ekonomi, dan politik. Pada masa itu pemerintahan
Rusia banyak melakukan perubahan, eksekusi massa, pengusiran muslim Tatar dan Turki,
pembongkaran sebanyak 160 masjid dan monumen islam serta pembubaran semua
lembaga-lembaga islam. Abad ke-19 dan abad ke-20 para faksi Rusia dari Crimea
melakukan penyebaran agama kristen ortodoks. Mulai tahun 1945, kaum minoritas seperti
orang-orang Tatar, Yunani, dan Bulgaria yang melakukan tindakan peberontakan dikenai
sanksi yaitu dideportasi, sebagian orang-orang yang dideportasi tewas dalam perjalan
menuju Asia Tengah. Penduduk Crimea pada saat itu sepenuhnya Slavicized (bangsa
Slavia)3 dan sebagian besar Russified (orang Rusia). Sejak runtuhnya kekaisaran Rusia,
nama resmi dan status hukum dari semenanjung ini (Crimea) telah berubah-ubah.
3Bangsa Slavia merujuk pada kelompok etnis dan bahasa yang tergolong di dalam keluarga Indo-Eropa, yang
mayoritas tinggal di Eropa Timur. Mulai dari abad ke-6 lagi, mereka mulai berpindah dari tanah air mereka untuk
tinggal di bagian paling timur di Eropa Tengah, area Eropa Timur lainnya dan juga sekitar Semenanjung Balkan.
Banyak yang kemudian terus tinggal di wilayah yang kini dikenal sebagai Siberia dan juga Asia Tengah atau
berhijrah ke area lain di seluruh dunia.
Kelompok etnis ini kini tinggal dan membentuk mayoritas di banyak negara seperti Rusia, Ukraina, Polandia
(termasuk kelompok minoritas Kashubi), Ceko, Belarus , Slowakia, Slovenia, Kroasia, Serbia, Montenegro,
31
Sampai pada tahun 2014, Dunia internasional dikejutkan dengan referendum
Crimea yang ingin bergabung menjadi bagian dari Rusia. Padahal Crimea semenjak tahun
1991 sudah menjadi bagian dari wilayah Ukraina. Referendum Crimea terjadi karena
terjadi konflik di Crimea yang diawali oleh konflik di Ukraina. Konflik Ukraina mulai
serius ketika terjadi aksi protes massa yang dimulai pada 21 November 2013 di ibu kota
Kiev dan wilayah-wilayah lainnya di Ukraina. Aksi tersebut dikenal dengan aksi unjuk rasa
Euromaidan yang merupakan respon dari ketidak setujuan massa atas dibatalkannya
penandatanganan perjanjian kerjasama Ukraina dengan Uni Eropa oleh pemerintah
Ukraina. Pemerintah Ukraina tidak menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Uni
Eropa dalam pertemuan Eastern Partnership Summit yang diselenggarakan di Vilnius,
Lituania pada tanggal 28 sampai 29 November 2013. Pemerintah Ukraina lebih cenderung
untuk memilih tawaran pinjaman dana yang diberikan oleh Rusia. Keputusan Ukraina
tersebut menyebabkan terjadinya aksi protes massa besar-besaran terhadap sikap yang
dilakukan pemerintah Ukraina. Aksi protes para demonstran tersebut terjadi di wilayah
Kiev. Untuk menghentikan aksi demonstran tersebut pemerintah Ukraina mencoba
melakukan pengusiran kemah-kemah para demonstran yang berada di sepanjang jalan.
Bulgaria, Republik Macedonia dan Bosnia-Herzegovina. Negara-negara lain seperti Kazakhstan, Libya, Moldova,
Lithuania, Estonia dan Latvia juga memiliki bangsa Slavia dalam jumlah yang agak besar.
32
Gambar 4.2
Krisis di Ukraina
Sumber: “Ukraine Crisis in Maps, BBC News 2015 http://www.bbc.com/news/world-
europe-27308526
Dari gambar 4.2 diatas merupakan gambar tempat terjadinya krisis yang terjadi di
Ukraina, khususnya ibu kota Ukraina Kiev. Pada tanggal 16 Maret 2014, parlemen
Ukraina, Verkhovnaya Rada perwakilan bidang hukum menyatakan akan memberi sanksi
berat untuk pelaku kerusuhan yang terjadi di Kiev. Atas pernyataan tersebut semakin
memicu amarah para demonstran anti pemerintah yang lebih besar sehingga
mengakibatkan penggulingan terhadap presiden Victor Yanukovich yang menjabat saat itu.
Berkepanjangan konflik dari aksi demonstran tersebut menjatuhkan banyak korban, 80
tewas, 700 luka-luka, 108 polisi ditembak, dan 63 dalam keadaan yang kritis. Dari konflik
Politik tersebut berimbas sampai ke krisis ekonomi bagi Ukraina. Nilai mata uang Ukraina
Hryvna (HRV) mengalami penurunan 28%, devisit PDB 9% tertinggi diantara negara-
negara kawasan. Kekacauan tersebut membuat ketidakstabilan bagi pemerintahan Ukraina
dan berimbas sampai ke wilayah Crimea. Konflik yang dirasakan di Crimea
mengakibatkan terjadinya demonstrasi besar-besaran bagi masyarakat Pro-Rusia (Crimea)
karena pada masa itu banyak oposisi yang ingin melengserkan kepemimpinan Yakunovich
33
yang Pro-Rusia. Sehingga terjadi tindak kekerasan dan diskriminasi bagi orang-orang
yang beretnis Rusia.
Paska krisis tersebut membuat pihak oposisi menduduki kursi pemerintahan dan
memegang kendali atas palemen Ukraina. Kemudian Verkhovnaya Rada4 mengumumkan
bahwa Oleksander Turchinov sebagai presiden pelaksana sementara Ukraina dan Arseniy
Yutsenchuk menjabat sebagai perdana menteri Ukraina. Sementara, Victor Yanukovich
langsung bergegas dan melarikan diri dari Kiev serta meminta perlindungan dari Rusia.
Melihat krisis yang terjadi di Ukraina, Rusia memposisikan dirinya untuk ikut andil
dalam menyelesaikan krisis tersebut. Rusia mulai mengeluarkan kebijakan untuk
mengirimkan pasukan militernya ke wilayah Crimea yang merupakan wilayah kedaulatan
Ukraina. Pemerintah Rusia mulai meluncurkan pasukan militer dengan misi “membela
diri” ke wilayah Crimea. Dengan cepat tindakan yang dilakukan ialah memblokir semua
yang berhubungan dengan Ukraina (darat, laut dan udara). Rusia juga mengambil kontrol
atas semua pelabuhan dan bandara Crimea, stasiun radio dan televisi serta memblokir
semua instalasi angkatan darat dan laut Ukraina. Rusia juga mengambil ahli militer
Crimea, sebanyak 2.000 marinir ditempatkan di Sevastopol, sekitar 7000 pasukan khusus
dibawa ke Crimea pada awal Maret, serta sekitar 15.000 diangkut dengan kapal feri ke
selat Kerch. Unit-unit tambahan juga dikirimkan dari Russian Southern Military District.
Operasi oleh militer Rusia berhasil hanya dalam waktu tiga minggu, hal ini
dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, marinir Rusia secara hukum telah sah telah
ditempatkan di Sevastopol, karena pangkalan angkatan laut yang di sevastopol adalah
milik Rusia. Kedua, jarak ke lokasi-lokasi strategis yang paling penting di Crimea
termasuk bandara Simferopol sangat cepat untuk memungkinkan dapat menjangkau Rusia
dengan peralatan militer yang canggih. Ketiga, perintah langsung oleh pemerintah Kiev
Ukraina ke militer Ukraina yang ditempatkan di Crimea untuk tidak melawan dan
menyerah serta menyerahkan semua 190 instilasi militer dan senjata. Dengan demikian,
4 Verkhovnaya Rada adalah parlemen unikameral Ukraina. Rada Verkhovna terdiri dari 450 deputi, yang
dipimpin oleh seorang ketua (pembicara). Gedung Rada Verkhovna berada di ibukota Ukraina Kiev.
34
sekitar 20.000 personil militer Ukraina menyerah dan dipulangkan sampai ke daratan
Ukraina.5
Dari pengiriman militer Rusia di Crimea, membuat pemerintah Ukraina tidak setuju
dan memeberikan perlawanan dengan mengirimkan pasukan militer di wilayah Crimea.
Konflik semakin serius dengan kebijakan Rusia yang ikut andil dalam proses
penyelesaian. Dengan kedatangan militer Ukraina, Vladimir Putin tetap untuk
mempertahankan pasukan yang ada di wilayah Crimea tanpa perlawanan sedikit pun.
Pertahanan militer Rusia tersebut membuahkan hasil pada 16 Maret 2014, Crimea
menyatakan kemerdekaannya dan meminta Federasi Rusia untuk dapat bergabung sebagai
bagian didalamnya. Tanggal 18 Maret 2014, perjanjian penggabungan Crimea dan
Sevastopol ditandatangani di Moskow. Hanya dalam waktu lima hari, secara hukum
konstitusi Federasi Rusia mengakui republik Crimea dan menetapkan “New Constituent
Entities” kepada Republik Crimea dan wilayah federal Sevastopol. Perjanjian tersebut
diselesaikan oleh majelis federal Rusia dan ditandatangani oleh Presiden Rusia dan mulai
diberlakukan pada saat penandatanganan tersebut.
4.4.2 Kepentingan strategis Rusia di Crimea
Crimea merupakan wilayah yang dinginkan Rusia karena salah satu wilayah
semenanjung Crimea berada kota yang bernama Sevastopol. Sevastopol merupakan kota
yang berdekatan dengan laut hitam dan berada di barat daya pesisir semenanjung
Crimea. Sevastopol ditemukan oleh Kaisar Rusia yaitu Yekaterina yang Agung pada
masa Uni Soviet tahun 1783. Kota Sevastopol memiliki arti kata “Kota suci nan
megah” yang diberi nama oleh Kaisar Yekaterina. Ia tertarik pada pelabuhan lautnya
karena memiliki kedalaman 30 meter, sehingga sangat ideal untuk dijadikan pangkalan
angkatan laut. Ketika terjadi peperangan di Sevastopol, Uni Soviet menaklukan
Sevastopol antara bulan September 1854 hingga bulan September 1855. Namun, pada
saat perang dunia kedua kota Sevastopol mengalami krisis keamanan. Pasukan tentara
5 Anton Alex Babler. Crimea and the Russian-Ukrainian Conflict” . Security Policy Lobrary. The Norwegian
Atlantic Comitte. 2015. Page 10.
http://www.atlanterhavskomiteen.no/files/dnak/Documents/Publikasjoner/2015/Spb_1-15.pdf. Diakses pada 13
April 2017 .
35
merah dan pasukan armada laut hitam dari tahun 1941 sampai 1942 berhasil
mempertahankan kota tersebut dalam pertempuran 250 hari melawan Nazi Jerman.
Jerman berhasil mengalahkan pasukan militer Rusia, tetapi pasukan Jerman kewalahan
dengan perlawanan warga kota Sevastopol. Dari perlawanan tersebut membuat
pemerintah Repubilk Sosial Federal Soviet Rusia memberikan status sebagai kota
istimewa bagian dari Uni Soviet. Pada tahun 1954, Nikita Khrushchev sebagai
pemimpin Uni Soviet memberikan Sevastopol dan seluruh wilayah Crimea kepada
Republik Sosialis Soviet Ukraina yang juga merupakan bagian dari Uni soviet.
Pemberian wilayah ini dikarenakan Khrushchev memiliki darah keturunan Kiev
(Ukraina). Tetapi pada tahun 1991, Ukraina telah merdeka ketika Uni Soviet runtuh dan
Crimea menjadi wilayah bagian Ukraina.
Status kepemilikan Ukraina atas Crimea pun diakui oleh Rusia, meskipun Rusia
masih memiliki kepentingan atas semenanjung Crimea sebagai pangkalan armada laut
hitamnya. Awalnya pasukan militer armada laut hitam Rusia sudah ada di Crimea
semenjak tahun 1783 ketika pangeran Grigory mendirikan pelabuhan Sevastopol.
Pengakuan atas kemerdekaan Ukarina ini tidak berlangsung lama, akibat dari kedua
negara (Rusia-Ukraian) mulai berselisih tentang penempatan armada kapal Rusia di laut
Hitam. Pada tahun 1997, perselisihan tersebut berakhir dengan kesepakatan antara Rusia
dan Ukraina tentang perjanjian yang berkaitan dengan armada laut hitam Rusia di
Crimea. Parlemen Rusia dan Ukraina pada tahun 1999 melakukan perjanjian dengan
pemerintah Rusia membayar sebanyak 526,7 USD dolar ke Ukraina terhadap
kepemilikan 81,7% armada kapal Rusia.
Berdasarkan perjanjian tersebut, armada laut hitam Rusia berhak menetap di
Crimea hingga tahun 2017. Dengan perpanjangan kepemilikan Rusia terhadap Armada
Laut Hitam, Rusia dapat meningkatkan angkatan lautnya di sepanjang Laut Hitam
sampai ke Mediterania dengan menempatkan kekuatan militernya di Crimea. Pada masa
kepemimpinan mantan Presiden Ukraina Victor Yaukovich yang pro-Rusia, kota
Sevastopol menjadi pangkalan dan sebagai wilayah beroperasi armada laut hitam Rusia.
Rusia berusaha menekan angkatan militer Ukraina di Sevastopol dengan mengambil
alih wilayah Crimea pada bulan Maret 2014. Selain armada laut hitam Rusia di Crimea,
36
Rusia dalam mendukung referendum Crimea dilandaskan karena Crimea memeberikan
kontribusi bagi kemajuan Rusia. Kontribusi yang dimaksud ialah wilayah Crimea dan
sekitarnya terdapat jalur pipa gas seperti gambar berikut ini.
Gambar 4.3
Jalur pipa gas Rusia
sumber: The National Gas Union of ukraine
Dari gambar 4.3 diatas yaitu Ukraina dan Crimea terdapat jalur pipa gas Rusia
yang terhubung langsung dengan negara-negara di Eropa Barat. Secara umum lebih dari
60% impor energi Ukraina berasal dari Rusia, termasuk 100% dari bahan bakar nuklir,
50% gas alam dan 70% minyak. Selain itu, adanya pelabuhan Sevastopol yang juga
menjadi jalur pipa gas Rusia dan bila pelabuhan ini dikuasai Rusia, maka penyaluran
gas Rusia bisa langsung menyeberangi laut hitam dan menuju Bulgaria di selatan
Moldova. Jika Crimea bergabung dengan Rusia, yang paling pertama bermanfaat bagi
37
Rusia adalah armada laut hitam Rusia akan semakin kuat, yang bisa berdampak pada
pertahanan dan keamanan Rusia.
Dari poisisi strategis mengenai wilayah Crimea yang berdekatan dengan laut
hitam serta merupakan tempat bagi jalur pipa gas Rusia memebuat Rusia terlibat dalam
konflik yang terjadi di Crimea. Pemerintah Rusia dibawah Putin mulai memikirkan cara
untuk merebut Crimea dari Ukraina. Dalam hal ini, Vladimir Putin dengan
keinginannya untuk mengambil Crimea juga didukung oleh politisi Rusia yang
menyatakan bahwa bahwa Crimea adalah bagian dari sejarah dan wilayah integral
Rusia. Federasi Rusia juga sulit untuk menerima kemerdekaan Ukraina setelah
pecahnya Uni Soviet. Persepsi ini diyakini oleh kelompok komunis dan nasionalis
radikal Rusia. Deputi Komunis Duma (Majelis Rusia) dan Deputi Komite Duma untuk
geopolitik, Yuri Nikiforenko memberikan penjelasan mengenai reunifikasi Rusia dan
Ukraina dalam debat pada bulan Maret 1998 mengenai ratifikasi Perjanjian
Persahabatan Rusia-Ukraina. Nikiforenko menegaskan bahwa Rusia tidak
menginginkan separuh Ukraina, melainkan seluruh Ukraina termasuk rakyatnya agar
mendukung reunifikasi tersebut. Walikota St. Petersburg, Anatoly Sobchak, berargumen
bahwa Crimea tidak pernah menjadi bagian dari Ukraina dan tidak ada dasar hukum
atau moral bagi Ukraina untuk mengklaim Crimea. Opini publik Rusia tampaknya juga
setuju dengan pandangan nasionalistik ini. Dalam poling yang diadakan pada 1992,
sebanyak 51% responden berpendapat bahwa Rusia dan Ukraina seharusnya tergabung
dalam satu negara, dan 31% berpandangan kedua negara tetap terpisah tapi dengan
perbatasan terbuka. Hanya 8% yang berpandangan bahwa kedua negara harus
mengembangkan hubungan yang normal seperti dengan negara lain.6
Pertengahan tahun 1992, Komite Hubungan Luar Negeri dan Hubungan
Ekonomi eksternal diketuai oleh Vladimir Lukin, adalah salah satu pendiri partai liberal
demokratik Rusia. Lukin mendistribusikan mosinya yaitu “mengusulkan bahwa dalam
rangka Rusia menekan Ukraina terhadap klaim untuk Laut Hitam di sevastopol, Rusia
6 Elena mizrokhi . 2009.“ Russian „separatism‟ in Crimea and NATO : Ukraine‟s big hope, Russia‟s grand gamble “
. Research assistant for the Chaire de recherche du Canada sur les conflits identitaires et le terrorisme and for the
Programme Paix et sécurité internationales, Institut québécois des hautes études internationales (HEI) MA student in
International Studies at Laval University, Quebec city August 2009. Diakses pada 27 April 2017
38
harus mengetahui seberapa besar kontrol Ukraina terhadap Crimea serta meminta
kepada Parlemen Rusia untuk menyelidiki kembali pemindahan wilayah Crimea dari
Rusia ke Ukraina tahun 1945”.7 Mosi tersebut ditujukan kepada para penegak hukum
Rusia bahwa keputusan yang dibuat parlemen tertinggi Soviet Rusia tahun 1954 adalah
invalid dan tidak memiliki kekuatan hukum. Sebagai konsekuensinya, parlemen Rusia
melakukan pemungutan suara untuk mengadopsi resolusi yang menginstruksikan dua
komitenya meninjau kembali konstitusionalitas dari keputusan 1954. Selama kurun
waktu 1992-1993, parlemen Rusia meningkatkan tuntutannya atas Crimea dan
Sevastopol. Akhirnya pada 23 Januari 1992, Duma dan Kementerian Luar Negeri
menentang transfer Crimea ke Ukraina, yang menimbulkan protes keras dari Ukraina.
Hubungan Rusia-Ukraina memburuk setelah Crimea menjadi bagian Ukraina
tahun 1954. Wakil Presiden Rusia Alexander Rutskoi mengunjungi Crimea pada 1992
dan menyerukan pemisahan wilayah dari Ukraina dan sebulan kemudian parlemen
Rusia mengeluarkan resolusi mendeklarasikan bahwa transfer Crimea ke Ukraina pada
1954 adalah ilegal. Aktifnya seruan Duma bagi kemerdekaan Crimea serta reunifikasi
dengan Rusia muncul setelah Meschkov8 memegang kekuasaaan di Crimea. Keberadaan
Meschkov di Crimea membuat kegiatan Rusia menjadi termudahkan karena Meschkov
memiliki alur pikir yang sama dengan Rusia serta membangun kerjasama dalam proses
reunifikasi Crimea ke Rusia. Kerjasama antara Crimea dan Rusia ini memberikan
tekanan ganda kepada Kiev. Namun, politisi Rusia tidak tertarik untuk mengusung
persoalan status Crimea dalam Ukraina, dan lebih mengutamakan status stasiun Armada
Laut Hitam Rusia di Sevastopol. Dalam hal ini, Presiden Rusia Boris Yeltsin, menjaga
jarak dari resolusi parlemen. Kenyataannya, anggota elit politik Rusia yang mendukung
gerakan separatis Rusia di Crimea merupakan pengkritik pemerintahan Yeltsin.
Sementara pemerintah Rusia menerapkan kebijakan moderat dalam persoalan di
semenanjung Crimea, namun Yeltsin, melalui Dubes Rusia di Ukraina, berpandangan
bahwa Sevastopol, stasiun Armada Laut Hitam harus disewakan kepada Rusia.
7 Ibid. hlm. 8.
8 Yuriy Meschkov adalah mantan politisi separatis di Rusia dan ukraina. Ia menjabat sebagai presiden Crimea (
seebuah republik otonom Ukraina) tahun 1994-1995.
39
Dalam beberapa kesempatan, Yeltsin menegaskan bahwa persoalan Crimea
merupakan masalah internal Ukraina. Namun, kebijakan aktual Kremlin, seringkali
kontradiktif dengan posisi resmi pemerintah dalam persoalan Crimea. Misalnya, pada
Mei 1992, perjanjian pembagian kekuasaan akhirnya tercapai antara delegasi parlemen
Crimea dan Ukraina. Untuk merespons hal ini, Yeltsin, mengutus Rutskoi ke Crimea,
sebagai ketua delegasi. Di Sevastopol, Rutskoi menegaskan kembali klaim Rusia atas
Crimea, bahwa pandangan umum menyatakan bahwa semenanjung Crimea merupakan
bagian dari Rusia. Dalam hal ini, netralitas Yeltsin dipertanyakan dengan melihat
pernyataan utusannya sendiri. Pada pertengahan Juli 1993, ketika parlemen Rusia
mengeluarkan instruksi untuk mempersiapkan draft Undang-undang tentang “untuk
mengabadikan status federal dari kota Sevastopol dalam Konstitusi Federasi Rusia”.
Dari UU tersebut terdapat 166 suara mendukung, dan 1 suara menolak. Perubahan ini
terjadi setelah kemenangan partai Komunis dan nasionalis ekstrim pada pemilu Duma
Rusia, Desember 1993. Tentu saja, retorika Rusia atas isu Crimea ditujukan untuk
“konsumsi” domestik di Rusia, khususnya untuk kemenangan pemilu. Persepsi patriot
Rusia bahwa Armada Laut Hitam dan persoalan Crimea saling berkaitan. Salah satunya
dipengaruhi oleh publikasi kutipan surat yang dikirim oleh Lukin kepada Ruslan
Khasbulatov, ketua Parlemen Tertinggi Soviet Rusia yang merekomendasikan Crimea
sebagai “jaminan” dalam perselisihan mengenai armada.
Dalam konteks ini, para elit politik Rusia paska runtuhnya Uni Soviet ingin
memberi tekanan kepada Ukraina melalui ancaman konflik sosial di Crimea
(keterlibatan militer Rusia didalamnya) dalam rangka mengamankan aksesnya ke
Sevastopol. Ketegangan politik pun mulai dirasakan antara dua negara yang bertetangga
ini Rusia dan Ukraina, tentunya hal ini berkaitan dengan status Crimea. Setelah
pecahnya Soviet, pembagian armada diberikan kepada dua negara, dimana Rusia dapat
membangun armada di laut hitam, Sevastopol. Rusia membangun fasilitas militer di
wilayah bagian Crimea tesebut. Sejak 1991, moskow telah memberikan dukungan
secara diam-diam mengendalikan gerakan separatisme di Crimea. Rusia juga
mempertahankan pasukan khusus bagian sipil (FSB/Federal’naya Sluzhba
Besopasnosti/ Federal Security Service of the Russian Federation) dan agen intelijen
militer (GRU/Glavnoje Razvedyvatel’noje Upravlenije/Main Intelligence Directorate of