bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 hasil...

25
44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 % dari luas Provinsi Gorontalo. Kota Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Kecamatan dengan luas terbesar adalah kecamatan Kota barat. Secara astronomis, Kota Gorontalo terletak antara 00 0 28’ 17” – 00 0 35’ 56” Lintang Utara dan antara 122 0 59’ 44” – 123 0 05’ 59” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Gorontalo memiliki batas-batas : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Bulango Selatan Kabupaten Bone Bolango 2. Sebelah Selatan : Teluk Tomini 3. Sebelah Barat : Sungai Bulango Kabupaten Gorontalo 4. Sebelah Timur : Kecamatan Kabila Kabupatan Bone Bolango Jumlah penduduk Kota Gorontalo pada tahun 2013 tercatat sebanyak 196.677 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 2.488 per km 2 . Jumlah penduduk untuk wilayah kerja Puskesmas Tamalate adalah 27.387 jiwa atau 13.92% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Untuk wilayah kerja Limba B jumlah penduduk sebanyak 39.286 jiwa atau 19.97% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi dengan jumlah penduduk 18.164 jiwa atau 9.24% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Dulalowo dengan jumlah penduduk 29.537 jiwa atau 15.02% dari

Upload: donguyet

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis

mempunyai luas 79,03 km2 atau 0,65 % dari luas Provinsi Gorontalo. Kota

Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Kecamatan

dengan luas terbesar adalah kecamatan Kota barat. Secara astronomis, Kota

Gorontalo terletak antara 000 28’ 17” – 00

0 35’ 56” Lintang Utara dan antara 122

0

59’ 44” – 1230

05’ 59” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kota

Gorontalo memiliki batas-batas :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Bulango Selatan Kabupaten Bone Bolango

2. Sebelah Selatan : Teluk Tomini

3. Sebelah Barat : Sungai Bulango Kabupaten Gorontalo

4. Sebelah Timur : Kecamatan Kabila Kabupatan Bone Bolango

Jumlah penduduk Kota Gorontalo pada tahun 2013 tercatat sebanyak

196.677 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 2.488 per km2. Jumlah

penduduk untuk wilayah kerja Puskesmas Tamalate adalah 27.387 jiwa atau

13.92% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Untuk wilayah kerja Limba B

jumlah penduduk sebanyak 39.286 jiwa atau 19.97% dari seluruh wilayah kerja

Kota Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi dengan jumlah penduduk

18.164 jiwa atau 9.24% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja

Puskesmas Dulalowo dengan jumlah penduduk 29.537 jiwa atau 15.02% dari

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

45

seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa dengan

jumlah penduduk 9.672 jiwa atau 4.92% dari seluruh wilayah kerja Kota

Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Buladu dengan jumlah penduduk 12.407

jiwa atau 6.31% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja

Puskesmas Dungingi dengan jumlah penduduk 23.551 jiwa atau 11.97% dari

seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Sipatana dengan

jumlah penduduk 18.024 jiwa atau 9.16% dari seluruh wilayah kerja Kota

Gorontalo. Wilayah kerja Puskesmas Dumbo Raya dengan jumlah penduduk

18.649 jiwa atau 9.48% dari seluruh wilayah kerja Kota Gorontalo.

Sarana kesehatan puskesmas yang ada di Kota Gorontalo hingga tahun

2013 sebanyak 9 unit dengan jumlah wilayah kerja bervariasi sebagai berikut :

1. Puskesmas Dumbo Raya mencakup wilayah kerja 5 kelurahan.

2. Puskesmas Tamalate mencakup wilayah kerja 6 kelurahan.

3. Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan.

4. Puskesmas Pilolodaa mencakup wilayah kerja 3 kelurahan.

5. Puskesmas Buladu mencakup wilayah kerja 4 kelurahan.

6. Puskesmas Dungingi mencakup wilayah kerja 5 kelurahan.

7. Puskesmas Dulalowo mencakup wilayah kerja 6 kelurahan.

8. Puskesmas Sipatana mencakup wilayah kerja 5 kelurahan.

9. Puskesmas Wongkaditi mencakup wilayah kerja 6 kelurahan.

4.1.2 Karakteristik Informan

Karakteristik Informan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

46

Tabel 4.1 Karakteristik Informan kunci

NO Kode Informan Jabatan

1 KM Petugas Sanitarian Dinas Kesehatan Kota

Gorontalo

2 FM Kepala Seksi Surveilans Dan Imunisasi Dinas

Kesehatan Kota Gorontalo

3 AT Kepala Puskesmas Dumbo Raya

4 AP Kepala Puskesmas Tamalate

5 MH Kepala Puskesmas Limba B

6 RA Kepala Puskesmas Pilolodaa

7 RP Kepala Puskesmas Buladu

8 LP Kepala Puskesmas Dungingi

9 AL Kepala Puskesmas Dulalowo

10 RP Kepala Puskesmas Sipatana

11 MH Kepala Puskesmas Wongkaditi

Sumber : Data primer, 2013

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Biasa

NO Kode Informan Jabatan

1 EK Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Dumbo

Raya

2 NS Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Tamalate

3 HT Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Limba B

4 LD Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Pilolodaa

5 SJ Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Buladu

6 YA Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Dungingi

7 FD Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Dulalowo

8 AI Pengelola Program Imunisasi Puskesmas Sipatana

9 VP Pengelola Program Imunisasi Puskesmas

Wongkaditi

10 LU Petugas Sanitasi Puskesmas Dumbo Raya

11 NG Petugas Sanitasi Puskesmas Tamalate

12 ZD Petugas Sanitasi Puskesmas Limba B

13 MY Petugas Sanitasi Pilolodaa

14 YT Petugas Sanitasi Puskesmas Buladu

15 ZKL Petugas Sanitasi Puskesmas Dungingi

16 YA Petugas Sanitasi Puskesmas Dulalowo

17 ND Petugas Sanitasi Puskesmas Sipatana

18 RP Petugas Sanitasi Puskesmas Wongkaditi

Sumber : Data primer, 2013.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

47

4.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif yang meneliti tentang

sistem pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi di puskesmas se-Kota

Gorontalo. Adapun puskesmas yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Dumbo

Raya, Tamalate, Limba B, Pilolodaa, Buladu, Dungingi, Dulalowo, Sipatana,

Wongkaditi. Alasan pemilihan limbah imunisasi sebagai objek dalam penelitian

ini karena kegiatan posyandu/imunisasi di puskesmas merupakan kegiatan yang

paling banyak menghasilkan limbah. Selain itu alasan pemilihan wilayah Kota

Gorontalo sebagai lokasi penelitian karena kegiatan posyandu/imunisasi

dilaksanakan setiap hari baik di kelurahan maupun di puskesmas. Kegiatan

posyandu/imunisasi ini dilakukan hampir setiap hari dikarenakan generalisasi

wilayah per kecamatan di kota Gorontalo sangat luas. Karena posyandu/imunisasi

dilaksanakan hampir setiap hari ini menyebabkan banyaknya limbah yang

dihasilkan. Oleh karena itu perlu adanya sistem pengelolaan limbah medis

kegiatan imunisasi yang baik.

Pemerolehan data tentang sistem pengelolaan limbah medis kegiatan

imunisasi disetiap puskesmas yang ada di Kota Gorontalo diperoleh dengan cara

wawancara yang menggunakan panduan wawancara serta observasi keadaan

lingkungan sekitar puskesmas. Data yang diperoleh dipilah berdasarkan tahap

sistem pengelolaan limbah medis.

Sistem pengelolaan limbah medis kagiatan imunisasi yang dilakukan

adalah dengan minimasi limbah, pemilahan, pewadahan dan pemanfaatan kembali

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

48

limbah, memperhatikan tempat penampungan sementara, cara pengangkutan

(transportasi), serta cara pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir.

4.2.1 Minimasi limbah

Minimasi limbah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi

limbah dari sumbernya dengan cara kegiatan perawatan dan pembersihan,

Menggunakan bahan produksi lebih awal, mengecek tanggal kadaluarsa.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, minimasi limbah yang dilakukan di

sembilan puskesmas yang menjadi lokasi penelitian diuraikan berikut ini.

Tahap minimasi limbah telah dilakukan oleh seluruh puskesmas yang ada

di Kota Gorontalo. Kegiatan tahap minimasi limbah yang dilakukan antara lain

kegiatan perawatan dan pembersihan, penggunaan bahan produksi lebih awal, dan

pengecekan tanggal kadaluarsa. Dari ke-9 puskesmas yang ada, seluruh kegiatan

minimasi limbah yang telah disebutkan di atas dilakukan oleh seluruh puskesmas

tersebut (Tabel 1, terlampir).

Dalam kegiatan perawatan dan pembersihan, dalam hal ini untuk vaksin

imunisasi perlu diperhatikan pengelolaan peralatan vaksin. Pada pengelolaannya,

untuk menjaga kualitas vaksin, vaksin harus disimpan pada waktu dan tempat, dan

kendali suhu tertentu sesuai peraturan yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 42

Tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi.Tindakan pengelolaan rantai

vaksin mutlak dilakukan mengingat adanya vaksin yang terbiat dari kuman atau

racun kuman yang hanya dilemahkan dan akan digunakan untuk merangsang

kekebalan tubuh seseorang. Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam

penyimpanan maupun saat transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

49

potensi yang baik (imunogenisitas tinggi). Vaksin adalah produk biologis yang

sentitif terhadap perubahan suhu. Ada vaksin yang sensitif terhadap panas

misalnya vaksin polio, campak dan BCG dan ada juga vaksin yang sensitif

terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT. Oleh karena

itu, setiap puskesmas harus memiliki tempat penyimpanan vaksin seperti lemari

es, vaccine carrier, cold pack., cold box, freeze tag/treeze watch.

Dari sembilan puskesmas yang ada untuk kepemilikan peralatan vaksin

sudah memenuhi tapi untuk puskesmas Dumbo raya belum memiliki lemari es

untuk menyimpan vaksin dan sementara waktu di titipkan di Puskesmas Tamalate.

Hal ini seperti yang dinyatakan oleh salah satu informan

“torang sudah melakukan perawatan vaksin tapi untuk lemari

es kami belum memiliki, untuk sementara vaksin di titipkan di

Puskesmas Tamalate”(ibu Ek, pengelola program imunisasi

Puskesmas Dumbo Raya).

Untuk kegiatan pembersihan di masing-masing puskesmas menjadi

tanggung jawab pengelola program imunisasi di setiap puskesmas. Untuk

pelaksanaan perawatan dan pembersihan pada setiap puskesmas telah ada

peraturannya. Peraturan yang telah disusun tersebut ditempelkan di atas lemari es

agar setiap petugas yang membuka lemari es tersebut tau bagaimana tata cara

pelaksanaan perawatan yang baik.

Selanjutnya cara minimasi limbah dengan penggunaan bahan produksi

lebih awal dan pengecekan tanggal kadaluarsa. Untuk ke dua kegiatan ini hampir

sama karena dilaksanaan secara bersamaan. Pengelolaan pengecekan tanggal

kadaluarsa serta penggunaan bahan produksi lebih awal atau yang disebut first in

first out (fifo) dilakukan agar penggunaan bahan/vaksin tidak akan berisiko fatal

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

50

bagi pasien. Sehingga perlu adanya pengelola program imunisasi yang bertugas

untuk membuat perencanaan vaksin sesuai dengan sasaran dan target cakupan

penentuan target cakupan merupakan bagian penting dari perencanaan karena

target dijadikan sebagai tolak ukur dalam pelaksanaan imunisasi. Jadi banyaknya

vaksin yang akan diambil dari gudang farmasi harus sesuai dengan target cakupan

yang dibuat agar tidak akan terjadi penumpukan vaksin serta harus dibarengi

dengan pengecekan tanggal kadaluarasa vaksin. Karena vaksin yang tidak

terpakai/tidak digunakan nantinya akan menjadi limbah apalagi ketika sudah

melewati batas kadaluarsa barang. Jadi perlu adanya pengelolaan yang baik.

Untuk ke sembilan puskesmas yang menjadi lokasi penelitian ini, sudah

melakukan proses minimasi limbah dengan cara mengelola penggunaan vaksin

lebih awal dan mengecek tanggal kadaluarsa vaksin. Jika masih ditemukan vaksin

yang sudah kadaluarsa di puskesmas, maka akan dilakukan pemusnahan dengan

cara lebih dulu mengirimkan surat ke gudang farmasi yang disusul oleh

pengiriman vaksin yang sudah kadaluarsa untuk dilakukan pemusnahan di gudang

farmasi. Ini berdasarkan hasil wawancara dengan seorang informan yang

mengatakan bahwa

“untuk vaksin yang kadaluarsa kami membuat berita

acara”.(Ibu Ht, pengelola program imunisasi Puskesmas

Limba B)

Pernyataan ini juga di dukung oleh pernyataan oleh informan dari dinas

kesehatan Kota Gorontalo

“Biasanya untuk vaksin yang so expair, pengelola program

imunisasi melakukan konfirmasi dengan gudang farmasi di

puskesmas ,vaksin expair itu so tidak bisa dimasukkan di

kulkas dan di taruh diluar, baru gudang farmasi puskesmas

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

51

konfirmasi dengan gudang farmasi kota gorontalo untuk

dilakukan pemusnahan”. (Ibu FM, Kepala seksi surveilans

dan imunisasi dinas kesehatan Kota Gorontalo)

Untuk kemungkinan adanya limbah vaksin yang kadaluarsa itu sangat

tidak mungkin, karena pengelolaan minimasi limbah dengan cara penggunaan

vaksin lebih awal pelaksanaanya sudah sangat baik. Dimana tiap-tiap puskesmas

mengambil bahan vaksin untuk kebutuhan satu bulan dengan tambahan 10%

vaksin untuk keadaan menunggu sesuai yang telah didaftarkan. Mencegah

terjadinya penumpukan vaksin yang akan menjadi kadaluarsa, teknik pemakaian

yang digunakan adalah mendahulukan vaksin yang lebih dahulu ada dari pada

yang baru diambil. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan dari

dinas yang menyatakan bahwa

“Jadi pihak puskesmas dorang bisa minta vaksin untuk yang

satu bulan berdasarkan indeks pemakaian sesuai dengan

pemakaian sebulan ditambah dengan 10 % untuk keadaan

menunggu. Untuk vaksin keadaan menunggu ditujuakan

untuk menaggulangi keadaan dimana kakosongan/habis

vaksin di dinas. Namun jika tidak, maka untuk penggunaan

vaksin berikutnya, vasin yang dalam keadaan menunggu

akan digunakan lebih dahulu dari pada yang baru”. (Ibu

FM, Kepala Seksi surveilans dan imunisasi dinas kesehatan

Kota Gorontalo).

Jadi untuk kegiatan minimasi limbah medis di puskesmas se-Kota

Gorontalo dari kegiatan perawatan dan pembersihan, penggunaan bahan produksi

lebih awal, dan pengecekan tanggal kadaluarsa sudah terlaksana dengan baik.

4.2.2 Proses Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang

Pada Kepmenkes RI No. No. 42 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan

imunisasi puskesmas yang menyelenggarakan imunisasi wajib bertanggung jawab

terhadap pengelolaan limbah imunisasi, dalam hal imunisasi wajib dilaksanakan

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

52

diluar puskesmas, pelaksana pelayanan imunisasi bertanggung jawab

mengumpulkan limbah ke dalam safety box untuk selanjutnya di bawa ke

puskesmas setempat, sehingga dapat ditegaskan setiap petugas pelaksana

imunisasi mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap penanganan limbah

medis kegiatan imunisasi terutama menyangkut pemilahan limbahnya. Karena

pada tahap pemilahan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang

dihasilkannya limbah.

Proses Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang

limbah medis sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan. Dalam kegiatan

imunisasi yang dilakukan di seluruh puskesmas di Kota Gorontalo pasti

menghasilkan limbah berupa jarum suntik/ disposable jenis Auto-Disable Syringe

yang hanya dapat dipakai sekali dan dibuang. Gambaran seperti ini menunjukkan

bahwa limbah yang dihasilkan tidak dapat digunakan lagi atau dimanfaatkan

kembali. Oleh karena itu kegiatan imunisasi sangat banyak menghasilkan limbah.

Untuk pengelolaannya, limbah yang dihasilkan ini perlu dilakukan pemilahan dan

pewadahan dengan baik.

Tahap pemilahan telah diakukan oleh seluruh puskesmas meskipun dalam

pelaksanaannya masih tejadi pencampuran antara limbah medis dan limbah medis

non medis. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dari salah satu informan dari

puskesmas Dumbo Raya yang menyatakan bahwa

“untuk pemilahan limbah medis sudah dilakukan tetapi tidak

bisa dipungkiri itu masih juga terjadi pencampuran.” (Ibu

Ek, Pengelola program Imunisasi Puskesmas Dumbo Raya).

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

53

Pada tahap pemilahan ini untuk limbah jarum suntik/ disposable seluruh

puskesmas dipisahkan dengan limbah lainnya. Limbah yang telah dipilah-pilah

berdasarkan jenisnya dimasukkan ke wadah yang disesuaikan dengan jenis limbah

hasil pemilahan. Pewadahan yang dilakukan harus menggunakan wadah berupa

safety box dengan simbol biohazard, hal ini telah sesuai dengan Permenkes RI

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah

sakit yaitu benda tajam sebaiknya ditampung menggunakan safety box atau

terbuat dari bahan yang kuat ( Tabel 2, terlampir).

Hal ini agar benda tajam tidak menembus kebagian luar karena apabila

benda tajam seperti jarum suntik menembus tempat pengumpulan akan

menyebabkan tertusuk kepada tenaga kesehatan yang menangani limbah medis

tersebut.

Sedangkan untuk pemilahan limbah berupa flakon, ampul, kapas,

handscoon telah dilakukan pemilahan yaitu dipisahkan dengan limbah non medis

namun dalam hal ini wadah yang digunakan masih belum sesuai dimana beberapa

puskesmas yaitu Puskesmas Sipatana, Dungingi, Wongkaditi menggunakan safety

box sebagai tempat untuk membuang limbah. Berdasarkan Permenkes RI

1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa wadah yang digunakan belum sesuai,

peraturan di atas didukung oleh pernyataan salah satu informan dari dinas

kesehatan kota Gorontalo yang menyatakan bahwa

“menggunakan safety box sebenarnya bisa tapi dalam

klasifikasinya tidak masuk karena itu hanya khusus untuk

jarum suntik/disposable”(Ibu FM, Kepala seksi surveilans

dan imunisasi dinas kesehatan Kota Gorontalo)

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

54

Di Puskesmas Buladu pewadahannya menggunakan kantong plastik tanpa

simbol biohazard sebagai wadah flakon, ampul, kapas, handscoon dan di

Puskesmas Tamalate, Dumbo Raya, Pilolodaa, Limba B, Dulalowo hanya

menggunakan keranjang sampah biasa sebagai wadah untuk menampung limbah.

Menurut Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 penggunaan kantong plastik

dan keranjang sampah sebagai wadah menampung limbah belum sesuai.

Karena limbah medis imunisasi yang dihasilkan merupakan limbah

infeksius maka untuk kantong plastik yang digunakan berwarna kuning dengan

simbol biohazard. Jadi rata-rata di seluruh puskesmas yang berada di Kota

Gorontalo pewadahannya belum sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam

Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 (Tabel 2, terlampir).

4.2.3 Tempat penampungan

Tempat penampungan sementara, merupakan tempat untuk menampung

limbah sebelum diangkut untuk pemusnahan akhir limbah. Untuk penampungan

sementara sebuah puskesmas minimal mempunyai incinerator di lingkungannya

untuk membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam, dan bagi yang tidak

mempunyai incinerator maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui

kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai incinerator

untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada

suhu ruang.

Untuk Puskesmas Wongkaditi dilihat dari tempat penampungannya telah

memenuhi syarat tapi jika disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO

tempat penampungan sementara yang dimiliki Puskesmas Wongkaditi belum

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

55

sesuai. Adapun tempat penampungan yang sesuai berdasarkan rekomendasi WHO

yaitu :

a. Ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan

kuantitas limbah yang dihasilkan

b. Lantai yang kokoh, impermiebel, drainase baik, dan mudah

dibersihkan / desinfeksi

c. Ruangan penampungan harus tetap di kunci untuk mencegah

masuknya mereka yang tidak berkepentingan.

d. Ruangan harus terlindungi dari sinar matahari.

e. Ruangannya harus terlindung dari serangga, burung dan binatang

lainnya.

f. Pencahayaan ruangan baik fentilasinya pasif

g. Frekuensi pengumpulan limbah.

Di Puskesmas Wongkaditi limbah yang dipilah ditampung di dalam

gudang incinerator, dengan ukuran 2 x 2 meter. Ukuran gudang tempat

penampungan ini sudah sesuai dengan banyaknya limbah yang dihasilkan. Lokasi

gudang yang dijadikan tempat penampungan ini terpisah dari gedung utama

puskesmas sehingga tidak menggangu aktifitas pelayanan puskesmas. Hampir

seluruh persyaratan yang direkomendasikan WHO untuk tempat penampungan

telah sesuai, namun untuk frekuensi penampungan limbah belum sesuai. Dimana

frekuensi penampungan yang ada di puskesmas ini telah melebihi batas waktu

yang telah direkomendasikan yaitu ≤ 27 jam. Artinya untuk penampungan limbah

yang ada sudah mengalami penumpukan (Tabel 3, terlampir). Hal ini terjadi

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

56

diakibatkan oleh incinerator yang dimiliki puskesmas telah rusak. Hal ini sesuai

dengan pernyataan salah satu informan

Sudah lama ditumpuk diruangan incinerator sebagai tempat

penampungan sementara karena tidak diangkut (Ibu

Rp,petugas sanitasi Puskesmas Wongkaditi)

Gambar 4.1 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas

Wongkaditi

Untuk tempat penampungan sementara di Puskesmas Dumbo Raya,

limbah di tampung dalam sebuah ruangan yang berada di dalam puskesmas,

tercampur dengan limbah lain berupa kardus kosong. Ruangan yang digunakan

tidak terkunci sehingga memungkinkan masuknya hewan pengerat atau serangga.

Sedangkan untuk lama penampungan telah >27 jam dan terjadi penumpukan

karena Puskesmas Dumbo Raya tidak memiliki alat pemusnah limbah (Tabel 3,

terlampir). Hal ini seperti yang pernyataan salah satu informan

“Jemputan dari dinas belum ada, sehingga limbah medis

masih menumpuk dipuskesmas” (Ibu Lu, Petugas Sanitarian

Puskesmas Dumbo Raya)

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

57

Gambar 4.2 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas Dumbo

Raya

Sementara di Puskesmas Tamalate tidak memiliki tempat penampungan

sementara limbah. Dari hasil observasi ditemukan bahwa limbah yang dihasilkan

dari kegiatan imunisasi di letakkan dibawah tangga yang ada di puskesmas, dan

lama penampungan limbah sudah >27 jam karena puskesmas tidak memiliki

incinerator (Tabel 3, terlampir). Dengan gambaran lokasi penampungan limbah

yang seperti ini menunjukkan ketidaklayakan tempat dan tidak sesuai dengan apa

yang telah direkomendasikan.

Gambar 4.3 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas

Tamalate

Selanjutnya tempat penampungan limbah yang dihasilkan dari kegiatan

imunisasi di Puskesmas Limba B. untuk limbah yang dihasilkan diletakkan di

salah satu ruangan staf, diletakkan didekat lemari es untuk penyimpanan vaksin.

Dari segi kelayakan tempat penampungan, tempat yang digunakan oleh

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

58

puskesmas ini tergolong tidak layak karena tempat yang digunakan sebagai

tempat penampungan bukan merupakan ruangan khusus yang dibuat untuk

penampungan. Selain itu, lokasinya yang masih berbaur dengan ruangan-ruangan

lain yang ada dipuskesmas juga menggambarkan salah satu bentuk ketidak

layakan tempat penampungan ini. Di Puskesmas Limba B ini sudah memiliki

incinerator tapi alat ini tidak berfungsi lagi, sehingga untuk limbah yang

ditampung perlu dikirim untuk proses pemusnahan nanti. Untuk limbah yang akan

dikirim, minimal lama penampungan di tempat penampungan harus ≤ 27 jam.

Tapi kenyataan menunjukkan bahwa lama penampungan limbah ini sudah >27

jam. Sehingga dari segi lamanya waktu penampungan limbah di puskesmas ini

sudah tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat lagi (Tabel 3, terlampir). Hal ini

juga seperti pernyataan dari salah satu informan

“karena tidak ada pengangkutan berarti sudah lama

tertumpuk di ruang penampungan” (Ibu Zd,Petugasa sanitasi

Puskesmas Limba B)

Gambar 4.4 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas Limba B

Di Puskesmas Pilolodaa tidak memiliki tempat penampungan limbah.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi ini langsung dibawa dan di

masukkan ke tempat sampah medis yang kemudian dibakar. Dengan bentuk

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

59

pemprosesan limbah seperti ini, di Puskesmas Pilolodaa ini otomatis juga sudah

tidak memiliki incinerator sebagai alat pemusnah limbah.

Lain halnya di Puskesmas Buladu yang memiliki incinerator namun sudah

tidak berfungsi lagi. Untuk tempat penampungan limbahnya digunakan ruangan

incinerator yang jika dilihat dari segi kelayakan tempat sudah sesuai. Tapi dari

hasil observasi, masih juga ditemukan limbah medis berupa jarum

suntik/disposable yang berserakan di tanah yang berada di samping ruangan

incinerator yang terlihat pada gambar 4.5 Kondisi seperti ini tentunya dapat

membahayakan. Sehingga dari bentuk kalayakan tempat penampungan sudah

sangat tidak sesuai.

Gambar 4.5 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas Buladu

Untuk Puskesmas Dungingi, tempat penampungan limbah digunakan

ruangan incinerator tapi ruangan ini tidak terkunci dan sudah ada limbah yang

berserakan atau keluar dari ruangan tersebut. Hal ini diakibatkan terjadi banjir di

Puskesmas Dungingi yang berhasil menerobos masuk ke dalam tempat

penampungan sehingga safety box yang dijadikan sebagai wadah unruk

menampung limbah menjadi basah dan rusak. Jadi keadaan didalam ruangan

penampungan sudah tidak teratur dengan baik. Di puskesmas ini sudah memiliki

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

60

incinerator tapi sudah tidak berfungsi lagi sehingga terjadi penumpukan limbah

dengan lama penampungan >27 jam (Tabel 3, terlampir).

Gambar 4.6 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas

Dungingi

Sementara di Puskesmas Dulalowo dan Sipatana tempat penampungannya

sebagai berikut, untuk Puskesmas Dulalowo tempat penampungan limbah berada

di daerah sekitar puskesmas. Ruangan yang digunakan ini hanya ditutupi dengan

terali besi, sehingga dapat dikatakan bahwa ruangan ini merupakan ruang terbuka

seperti pada gambar 4.7 yang memungkinkan serangga atau hewan pengerat dapat

masuk keruangan tersebut. Di puskesmas ini juga tidak memiliki incinerator dan

lama penampungan limbah yang dilakukan sudah melebihi dari apa yang

ditentukan (Tabel 3, terlampir). Hal ini di karenakan tidak dilakukan pemusnahan

limbah.

Gambar 4.7 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas

Dulalowo

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

61

Sedangkan di Puskesmas Sipatana tidak memiliki tempat atau ruangan

khusus untuk menampung limbah. Tempat yang digunakan sebagai tempat

penampung hanya meminjam bangunan kantor yang berada di depan puskesmas.

Walaupun sudah memiliki tempat penampungan, tapi ruangan ini dibiarkan

terbuka. Sehingga masih dalam kualifikasi tempat yang belum sesuai. Puskesmas

ini juga merupakan salah satu puskesmas yang tidak memiliki incinerator, yang

mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah. Hal ini juga disebabkan oleh

karena lama penampungan yang sudah >27 jam dari apa yang ditentukan (Tabel

3, terlampir).

Gambar 4.8 Kondisi Tempat Penampungan Limbah Medis di Puskesmas Sipatana

Mengacu pada persyaratan tempat penampungan yang telah

direkomendasikan oleh WHO, dari ke sembilan puskesmas yang menjadi tempat

penelitian tidak ada satu pun yang memenuhi syarat yang telah direkomendasikan.

Keadaan seperti ini harus diperhatikan oleh instansi yang bersangkutan untuk

perbaikan dan kelayakan sistem penampungan yang ada di masing-masing

puskesmas.

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

62

4.2.4 Pengangkutan (Transportasi)

Pada proses pengangkutan limbah, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kenderaan

pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan

tertutup.

b) Kantong limbah padat harus aman dari jangkauan manusia

maupun binatang.

c) Petugas yang mengangani limbah, harus menggunakan alat

pelindung diri terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata,

pakaian panjang, apron untuk industry, pelindung kaki/sepatu bot,

dan sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty

gloves)

Untuk pengangkutan jarum suntik/disposable ini diseluruh puskesmas

yang ada tidak menggunakan wadah atau tempat untuk mengumpulkan limbah

melainkan jarum suntik/disposable yang sudah berada di dalam safety box

diangkut ke tempat penampungan sementara maupun ke tempat penangan akhir

limbah (Tabel 4, terlampir). Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan

di puskesmas Wongkaditi mengatakan :

“Untuk mengangkut jarum suntik/disposable tidak

menggunakan wadah lain tapi langsung safety box itu di

angkat dan dipindahkan ke gudang incinerator karena safety

box itu sudah aman ” (Ibu RP, Petugas sanitasi Puskesmas

Wongkaditi)

Sedangkan untuk pengangkutan flakon, ampul, kapas, handscoon di

beberapa puskesmas berbeda, seperti misalnya di puskesmas Dumbo Raya,

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

63

Dungingi, Sipatana, dan Wongkaditi, diangkut menggunakan safety box yang

digunakan untuk menampung limbah tersebut (Tabel 4, terlampir). Untuk

puskesmas Tamalate, Limba B, Pilolodaa, Buladu, Dulalowo menggunakan

tempat sampah untuk mengangkut limbah tersebut ke tempat penampungan

maupun tempat pemusnahan (Tabel 4, terlampir).

Rata-rata untuk petugas yang menangani limbah di puskesmas melekat

pada tugas dari petugas sanitasi yang ada dipuskesmas. Namun di puskesmas

Tamalate dan Pilolodaa yang bertugas mengangkut limbah adalah cleaning

service, sehingga banyak kendala yang dihadapi dalam pengangkutan limbah

(Tabel 5, terlampir). Seperti yang diutarakan oleh informan dari Puskesmas

Pilolodaa.

“karena petugas yang mengangkut limbah adalah cleaning

service, jadi pemahaman tentang pengelolaan limbah sangat

kurang” (Bpk My, Petugas sanitasi Puskesmas Pilolodaa)

Sehingga perlu adanya pelatihan atau pengetahuan bagi mereka akan

bahaya-bahaya apabila tidak berhati-hati dalam melakukan penangan limbah.

seperti agar tidak terkontaminasi oleh limbah harus menggunakan alat pelindung

diri yang sesuai standar. Sebab dari hasil wawancara ada juga petugas yang

menangani limbah tidak menggunakan alat pelindung. Seperti yang diutarakan

oleh salah satu informan yang mengatakan bahwa

“petugas yang mengangkut limbah medis, pada saat

pengangkutan sama sekali tidak menggunakan alat pelindung

sesuai yang direkomendasikan” (Bpk My, Petugas sanitasi

Puskesmas Pilolodaa)

Hanya di Puskesmas Dumbo Raya, Tamalate, Limba B, dan Buladu yang

menggunakan handscoon disaat menangani limbah. Itu pun belum sesuai karena

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

64

handscoon yang digunakan masih saja bisa ditembus oleh benda tajam (Tabel 5,

terlampir).

Pengangkutan limbah medis hanya di lakukan dari sumber penghasil

limbah ke tempat penampungan sementara maupun ketempat penanganan akhir

karena ada beberapa puskesmas yang menangani limbah dengan cara

dibakar/ditimbun dilingkungan sekitar puskesmas. Keadaan ini terjadi karena

incinerator yang berada di puskesmas maupun di dinas kesehatan dalam keadaan

rusak.

Jadi untuk pengangkutan limbah, di Sembilan puskesmas ini belum

memperhatikan hal-hal atau standar yang ditentukan dalam pengangkutan, karena

masih banyak hal-hal yang belum sesuai seperti alat yang digunakan untuk

mengangkut serta alat pelindung yang digunakan.

4.2.5 Pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah medis padat

Untuk penanganan akhir jarum suntik/disposable di Puskesmas Dumbo

Raya dan Limba B pernah dimusnahkan dengan cara dibakar/ditimbun ada juga

yang dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan karena puskesmas ini tidak memiliki

fasilitas atau alat untuk memusnahkan limbah atau memiliki alat namun sudah

tidak dapat difungsikan (Tabel 6, terlampir). Namun saat ini penanganan seperti

ini tidak dilanjutkan lagi karena lahan yang digunakan untuk penimbunan dan

pembakaran sudah tidak ada lagi sehingga terjadi penumpukan. Hal ini seperti

yang di kemukan oleh salah satu informan di puskesmas

“dulunya ketika masih ada lahan, penanganan akhir jarum

suntik/disposable dimusnahkan dengan cara

dibakar/ditimbun, Karena sudah tidak ada lahan jadi

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

65

dibiarkan menumpuk di tempat penampungan”.(Ibu ZD,

Petugas sanitasi Puskesmas Limba B)

Di Puskesmas Dulalowo pemusnahannya hampir sama dengan puskesmas

Dumbo Raya dan Limba B. Bedanya di puskesmas sama sekali tidak memiliki

alat pemusnah limbah. Mereka hanya mengandalkan alat yang berada di dinas

kesehatan. Kondisi ini didukung dengan adaya pernyataan dari salah satu

informan yaitu

“Karena limbah medis di puskesmas paling banyak adalah jarum suntik

sehingga penanganannya sederhana, tidak memerlukan peralatan dan

tenaga yang fungsional, seharusnya limbah itu dimusnahkan lewat

incinerator tapi incinerator di kota tidak ada jadi kita hanya

menggunakan galian dan dibakar” (Bpk Al, Kepala Puskesmas Dulalowo)

Pernyataan ini juga dibenarkan oleh informan dari dinas kesehatan yang

menyatakan bahwa

“Tahapan akhir pembuangan limbah medis terjadi

penumpukan limbah medis padat di puskesmas karena tidak

ada incinerator ”. (Bpk KM, Petugas sanitarian dinas

kesehatan Kota Gorontalo)

Cara penanganan yang seperti ini tidak sesuai dengan

Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa benda tajam harus diolah

dengan incinerator . Penggunaan incinerator dipilih untuk mengolah limbah

yang tidak dapat didaur ulang, tidak dapat dimanfaatkan kembali, atau dibuang di

lokasi landfill. Incinerator yang dioperasikan harus pada suhu antara 1000 0C dan

1200 0C sampai limbah benar-benar musnah dan residunya aman untuk dibuang.

Selain itu jika limbah jarum suntik/ disposable ini langsung dibuang ke TPA

tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dapat membahayakan

diantaranya bahaya kematian yaitu dengan membiarkan jarum bekas berada di

tempat atau tanah terbuka menimbulkan resiko bagi masyarakat. Paling sering,

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

66

anak-anak menjadi korban terkena luka tusukan jarum akibat pembuangan jarum

yang di lakukan sembarangan. Begitu juga pemulung di lokasi pembuangan akhir

limbah. Selain itu penularan penyakit dapat terjadi mengingat virus hepatitis B

dan C dapat bertahan sampai 1 minggu pada tetesan darah yang berada dalam

jarum suntik.

Lain halnya dengan Puskesmas Pilolodaa yang melakukan pemusnahan

jarum suntik menggunakan nidle destroyer untuk menghancurkan jarum suntik ini

sudah tepat dan untuk dispo dibakar dengan limbah lainnya di tempat sampah

medis yang telah disediakan di puskesmas (Tabel 6, terlampir).

Sedangkan untuk Puskesmas Tamalate, Buladu, Dungingi, Sipatana, dan

Wongkaditi tidak melakukan pemusnahan, dimana limbah dibiarkan menumpuk

di tempat penampungan sementara karena puskesmas tidak memiliki fasilitas yang

mendukung pengelolaan limbah dan ada juga incinerator yang mereka miliki

sudah tidak berfungsi lagi (Tabel 6, terlampir). Hal ini dibenarkan dari hasil

wawancara Kepala Puskesmas Dungingi yang menyatakan bahwa

“sarana tidak bisa difungsikan lagi, sehingga limbah medis

menjadi tertumpuk”. (Ibu Lp, Kepala Puskesmas Dungingi)

Hal yang sama juga di nyatakan oleh salah satu informan

“Kendalanya itu karena setelah mau dikelola alatnya rusak

jadi sekarang torang masih tampung di safety box” (Ibu Rp,

Kepala Puskesmas Sipatana)

Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hampir seluruh puskesmas di

Kota Gorontalo belum melakukan pemusnahan limbah dengan baik, kecuali

Puskesmas Pilolodaa (Tabel 6, terlampir).

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

67

Seperti halnya penanganan jarum suntik/disposable untuk penanganan

akhir flakon, ampul, kapas, handscoon di Puskesmas Dumbo Raya, Pilolodaa, dan

Wongkaditi dimusnahkan dengan cara dibakar/ditimbun seperti hasil wawancara

dengan salah satu informan yang mengatakan

“untuk flakon, ampul, kapas, handscoon dimusnahkan

dengan cara dibakar di dalam tempat sampah medis”.(Bpk,

My, Petugas Sanitasi Puskesmas Pilolodaa)

Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004

bahwa untuk limbah infeksius sebaiknya di musnahkan menggunakan incinerator,

karena ampul dan flakon terbuat dari bahan kaca/tajam maka tidak akan cepat

musnah jika tidak dilakukan pembakaran dengan suhu yang tepat Hal ini

dibenarkan oleh informan dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo

“pembakaran yang dilakukan mesti diawasi dan dijaga

sampai hancur karena ini kaca tidak cepat membaur dengan

tanah, itu pentingya incinerator karena semua limbah

flakon, ampul yang dimasukkan semuanya dibakar

habis”.(Ibu Fm, Kepala seksi surveilans dan imunisasi dinas

kesehatan Kota Gorontalo)

Sedangkan untuk Puskesmas Limba B membuang limbah ke TPA, hal ini

dapat menimbulkan resiko penularan penyakit kepada masyarakat, karena

beberapa vaksin yang pada dasarnya adalah virus atau bakteri yang dilemahkan

seperti virus hepatitis sangat persisten di udara kering dan dapat bertahan hidup

selama beberapa minggu diatas tanah dan vektor seperti tikus, lalat, dan kecoa

yang makan maupun bertelur pada sampah organik, disebut sebagai carrier pasif

mikroba patogen, jumlahnya akan meningkat tajam jika terjadi kekeliruan dalam

pengelolaan limbah (Tabel 7, terlampir).

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/7045/9/2013-2-2-13201-811409016-bab4... · Puskesmas Limba B mencakup wilayah kerja 10 kelurahan. 4. Puskesmas

68

Untuk puskesmas lainnya seperti Puskesmas Buladu, Tamalate, Dungingi,

Dulalowo, Sipatana, untuk limbah ini tidak dilakukan pemusnahan tetapi

dibiarkan menumpuk di tempat penampungan atau ruang incinerator (Tabel 7,

terlampir).

Jadi untuk cara pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah

medis padat di Sembilan puskesmas se-Kota Gorontalo belum sesuai dengan apa

yang di rekomendasikan dalam Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004.