bab iv hasil dan pembahasan...30 bab iv hasil dan pembahasan pada bab ini, peneliti menyajikan data...

72
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan dalam pacaran di kota Salatiga. Analisis data dan pembahasan dilakukan terpisah antara partisipan satu dengan yang lainnya karena masing-masing partisipan memiliki pengalaman pacaran yang berbeda-beda. Selain itu pada bab ini juga terdapat keterbatasan peneliti selama penelitian sebagai gambaran hambatan-hambatan yang telah dialami. 4. 1. Partisipan Pertama Partisipan penelitian pertama diberi nama samaran AN dan saat ini sedang menginjak usia 25 tahun. AN berjenis kelamin perempuan, sedangkan domisili asal di Ambon, namun saat ini merantau di Salatiga karena sedang mengemban kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Selama kuliah AN tetap pacaran dengan pelaku sejak di bangku SMA hingga berpisah. Mereka telah berpisah selama 7 bulan sampai saat AN diwawancarai. Berdasarkan wawancara, AN mengungkapkan bahwa dirinya memutuskan untuk berpisah karena telah dikhinati oleh pelaku. Pelaku telah memiliki hubungan dengan perempuan selama 4 bulan saat mereka masih menjalin hubungan pacaran. Selama pacaran perbincangan dengan nada tinggi dan makian merupakan hal yang wajar bagi mereka berdua. Selama pacaran pelaku tidak pernah melakukan kekerasan fisik atau kekerasan verbal, namun AN mengungkapkan dirinya pernah memarahi pelaku dengan nada tinggi dan sesekali memaki. Pengalaman pacaran AN dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikologis. Hal ini karena AN mengungkapkan dirinya dikhianati, dan dibohongin.

Upload: others

Post on 30-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan

triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan dalam

pacaran di kota Salatiga. Analisis data dan pembahasan dilakukan terpisah

antara partisipan satu dengan yang lainnya karena masing-masing

partisipan memiliki pengalaman pacaran yang berbeda-beda. Selain itu

pada bab ini juga terdapat keterbatasan peneliti selama penelitian sebagai

gambaran hambatan-hambatan yang telah dialami.

4. 1. Partisipan Pertama

Partisipan penelitian pertama diberi nama samaran AN dan saat ini

sedang menginjak usia 25 tahun. AN berjenis kelamin perempuan,

sedangkan domisili asal di Ambon, namun saat ini merantau di Salatiga

karena sedang mengemban kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga. Selama kuliah AN tetap pacaran dengan pelaku sejak di bangku

SMA hingga berpisah. Mereka telah berpisah selama 7 bulan sampai saat

AN diwawancarai.

Berdasarkan wawancara, AN mengungkapkan bahwa dirinya

memutuskan untuk berpisah karena telah dikhinati oleh pelaku. Pelaku

telah memiliki hubungan dengan perempuan selama 4 bulan saat mereka

masih menjalin hubungan pacaran. Selama pacaran perbincangan dengan

nada tinggi dan makian merupakan hal yang wajar bagi mereka berdua.

Selama pacaran pelaku tidak pernah melakukan kekerasan fisik atau

kekerasan verbal, namun AN mengungkapkan dirinya pernah memarahi

pelaku dengan nada tinggi dan sesekali memaki. Pengalaman pacaran AN

dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikologis. Hal ini karena AN

mengungkapkan dirinya dikhianati, dan dibohongin.

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

31

4. 1. 1. Faktor Penyebab

AN diselingkuhi dan dibohongi di akhir-akhir masa pacaran mereka.

Pengakuan perselingkuhan pelaku diakui langsung oleh pacar pelaku pada

AN. AN merasa dikhianati oleh pelaku dan hal tersebut menjadi

pengalaman pahit selama pacaran.

“Dia selingkuh sama ada ditempatku juga toh ada kakak tingkat toh

jadi dia itu kakak tingkat” (AN: 2)

“Telpon lalu langsung dia bilang kata “dek sebenarnya kakak minta

maaf” gitu-gitu “kakak tu pacaran sama cowo mu”” (AN: 2)

Kebohongan yang dilakukan oleh pelaku saat masih pacaran

menjadi penyebab munculnya perasaan kepahitan dalam dirinya.

Membohongi pasangan saat pacaran menjadi salah satu indikasi kekerasan

psikologis yang terjadi dalam hubungan. Keputusan pelaku dilakukan

dengan sengaja, dan memiliki keinginan secara sadar untuk menipu AN.

Pada akhirnya keputusan untuk berpisah harus dilakukan agar tidak

memberikan kepahitan lebih dalam. Kebohongan yang terjadi dalam

hubungan pacaran menumbuhkan luka batin yang mendalam dalam diri

AN sebagai korban. Kebohongan dalam hubungan pacaran bagi banyak

remaja-remaja dianggap sebagai kewajaran dengan alasan yang khilaf.

Sehingga tidak sedikit juga korban tertunduk pada pelaku dan menerima

dengan penuh kepahitan yang terpendam dalam diri korban. Berbeda

dengan AN yang memilih untuk berpisah dan memendam kepahitan

setelah berpisah. Hingga akhirnya dampak yang harus dialaminya dan AN

merasa psikologisnya terganggu dengan emosi yang tidak lagi stabil.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

32

4. 1. 2. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

1. Mengalami kepahitan

AN merasa tersiksa dengan perasaan sakit hatinya pada pelaku dan

merasa sulit untuk mengalami kedamaian dalam dirinya. Perasaan sakit

hati tersimpan dalam dirinya dan terus dirasakan setiap hari. Selain itu

emosi AN tidak dapat dikontrol dengan baik dikesehariannya.

“Pas 1 desember ni sa kirain sakit hati bakalan hilang pada hal

nda, saya semakin tersiksa” (AN: 4)

“Aku kalau udah emosi gitu gak bisa terkontrol” (AN: 18)

AN merasa terganggu dengan memori kepahitannya dan sulit

berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas kuliah. AN mengeluhkan

skripsinya menjadi terganggu dan ingin bermalas-malasan.

“Skripsi ku terganggu banget, aku gak datang, jadi gak bisa

konsentrasi galau kan, gak bisa konsen galau untuk ngerjain trus

bawaannya pengen tidur sama makan doank, males gak bisa ngapa-

ngapain” (AN: 20)

AN menjadi tidak ingin memberikan kesempatan pada pelaku untuk

menemuinya dan memperbaiki hubungan mereka. Egois AN memisahkan

hubungan mereka menjadi tidak dapat dipersatukan untuk menjalin

komunikasi satu sama lain.

“Dia kan mau datang di rumah pas natal gitu toh, sekalian salam

untuk silahturami toh, dia pas mau bilang minta maaf, aku langsung

suruh pulang......., karna aku saking bencinya” (AN: 30)

“Dia mau hubungi aku dengan berbagai cara tapi aku kayak

tembokin gitu loh jadi ada pemisah, pemisahnya egois” (AN: 30)

AN merasa tidak tenang dengan kepahitan yang terpendam dalam

dirinya. AN menyadari dirinya sering marah-marah dan merasa

psikologisnya terganggu. Selain itu juga AN sulit untuk menghilangkan

rasa amarah dalam dirinya dan AN gelisah dengan permasalahan yang

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

33

dialaminya. AN merasa dimusuhin dengan sikap dan perilaku yang

ditunjukan pada orang disekitarnya. AN merasa stres berat ketika sering

dibayang-bayangi oleh memori pengalaman tentang pelaku.

“Aku rasa kayak gak tenang trus kayak marah orang terlalu lama

juga kan bikin sesak, pokoknya psikologisku, jiwaku, kayak hampa.

Maksudnya kan gara-gara masalah sepele orang musuhin kita”

(AN: 54)

“Tapi ada rasa marah itu jadi kayak susah untuk diredam gitu.

Gimana ini? Aku setengah mati ini jiwa ku” (AN: 54)

“Aku makin setengah mati stress” (AN: 52)

Dampak pertama yang tidak dapat dipungkiri akan dialami oleh AN

setelah berpisah dan memendam kepahitan. Perasaan sakit hati, sulit

fokus, dan kemarahan menjadi kepahitan yang dialami oleh AN.

Kepahitan ini menjadi dampak yang dialami setelah memendam dan

menurut AN telah mengganggunya sehari-hari setelah berpisah. Kepahitan

tersebut akan dialami oleh setiap korban kekerasan dalam pacaran jika

tidak dengan segera melepaskannya. Perasaan yang dialami oleh AN

dikarenakan menahan emosi negatif untuk keluar. Sehingga perasaan

tersebut menyelemuti korban KDP dan berdampak pada kesehariannya.

Pengalaman pahit selama pacaran tidak seharusnya dipendam dengan

jangka waktu yang panjang. Hal tersebut akan mempengaruhi emosi

korban KDP dan tidak memberikan kedamaian dalam diri korban KDP.

Sedangkan, kedamaian dibutuhkan oleh setiap korban KDP untuk dapat

menjalani kehidupan dengan tentram dan lebih rileks.

2. Emosi sulit dikendalikan

Kepahitan dalam dirinya berdampak pada perubahan emosi AN

memiliki keinginan untuk memukul wajah pelaku. Hal tersebut

dikarenakan sakit hati dalam dirinya yang masih terpendam. AN ingin

mencakar-cakar pelaku ketika ingat dengan pelaku. AN menjadi lebih

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

34

sensitif pada objek yang berhubungan dengan pelaku dan AN lebih

memilih untuk menyendiri.

“Gila itu uhhhhhhhhh aku tuh waduh kayak kesambet pokoknya

sakit hati orang kalau nampar tu gak sadar tapi gak kerasa kalau

orang nampar gitu” (AN: 2)

“Tidak boleh liat pokoknya nama pun nda boleh namanya pun nda

boleh rasanya tu langsung kayak sakit hati gitu, ihhh pengen cabik-

cabik tapi gak bisa.” (AN: 2)

“Jadi pokoknya mereka tu kan masukin saya ada di grup pemuda

pelajar toh, jadi ada namanya jadi sa keluar, pokoknya sa sensitif

sekali” (AN: 4)

Dampak kepahitan pada korban mengeluarkan kata-kata kasar ketika

emosional pada pelaku. Selain itu juga AN marah dan lebih menyalahkan

Tuhan yang dianggapnya telah memisahkan dirinya dengan pelaku.

“Aku orang emosional, keluarin emosi jadi kayak keluarin kata-kata

kasar” (AN: 12)

“Kalau udah keingat gitu ya udah nangis aja, trus bilang bisa sih

kayak gitu sampe saya pernah marah Tuhan, Tuhan kok tega,

maksudnya kan udah sayang banget udah pacaran lama kenapa

lama-lama trus dipisahkan” (AN: 41)

Selain itu juga dampak yang dialami oleh AN yakni memiliki emosi

yang sulit untuk dikendalikan. AN menjadi pribadi yang sering meledak-

ledak dalam kesehariannya dengan orang tua atau teman-temannya.

Dampak dari pengalaman pahit saat pacaran membuat emosi AN tidak

stabil. Secara tidak sadar AN mengeluarkan emosi negatif berupa

kemarahan dan lain-lain. Emosi sudah seharusnya dikeluarkan, namun

emosi keluar tanpa kesadaran korban KDP hanya akan merugikan dirinya.

Emosi korban KDP seringkali tidak dikendalikan dengan baik dan tidak

dilepaskan dengan baik.

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

35

3. Emosi terpendam

Selain itu juga perasaan sakit hati membuat AN sulit untuk

melepaskan kepahitan pengalaman masa lalu. Terlebih lagi dengan

perasaan sakit hati, jengkel, dan dendam yang dapat merubah persepsi

bahwa pelaku adalah musuh.

“Karna mantanku musuhku, apa lagi yang udah bikin sakit hati gitu,

gak suka sih jengkel nah baru kali ini dendamnya lama banget”

(AN: 51)

Perasaan sakit hati membuat AN sulit untuk melepaskan kepahitan

yang dialaminya. Pengalaman yang membuat AN sangat sakit hati

menjadi penghalangnya untuk merasakan kedamaian. Sakit hati yang

mendalam membuat AN butuh waktu yang panjang untuk melepaskan

kepahitannya. Selain itu perasaan sakit hati selalu dibalut dengan

kemarahan dalam dirinya.

“Aku kalau sakit hati banget bisa lama, lama banget baru sembuh,

lama itu lama banget gak tau move on nya gak tau/ benar-benar

sakit hati banget itu benar-benar sakit hati banget” (AN: 32)

“Marah banget, pokonya marah banget, 100% marah banget,

bencinya 100%” (AN: 34)

Sensitifitas AN juga menuntut pelaku untuk tetap perduli padanya.

Ketika pelaku tidak lagi perduli, AN menjadi lebih menambah perasaan

buruk dalam dirinya. Emosi AN lebih tidak stabil dan mudah untuk

berubah-ubah sikap atau perilaku. Pengalaman pahit yang dialami oleh

AN membuatnya sulit untuk menemui pelaku.

“Pas aku wa-wa dia masa cuman di read langsung aku blokir dari

wa, aku gak mau WA dia lagi, jengkel, jadinya nambah kesalnya”

(AN: 51)

“Kemarin adeknya CD (babtis dewasa umat kristen) jadi aku yang

kayak masih sensitif gitu, kalau liat fotonya itu rasa-rasa kayak

sedih sama marah” (AN: 45)

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

36

Kepahitan tidak seharusnya dipendam-pendam dalam diri, dan juga

emosi negatif tidak seharusnya dipendam. Memendam kepahitan berarti

menimbun emosi negatif dan akan terus menumpuk. Penumpukan tersebut

memiliki batas ruang yang dapat pecah tanpa disadari oleh korban KDP.

Kerugian yang dialami setelah emosi negatif meledak dapat merugikan

dan merubah kehidupan korban KDP. Peledakan emosi secara ringan

dapat berupa kemarahan yang tidak jelas dan menangis secara tiba-tiba.

Selain itu dapat lebih berbahaya ketika AN terlalu lama memendam

kepahitannya. AN dapat melakukan perilaku agresif dengan melakukan

pemukulan hingga melukai fisik atau pembunuhan.

4. Perasaan dilematis

AN menyimpan memori-memori pengalaman pahit di masa lalu

yang membuatnya membenci. Memori tersebut mengganjal kebahagiaan

AN setelah berpisah. AN terus-menerus dibayangi oleh kepahitan yang

dialaminya. Mereka telah berpisah, namun memori pengalamannya

menimbulkan perasaan sakit hati.

“Sa tu orangnya kalau udah benci orang nda bisa” (AN: 4)

“Aku langsung bilang “nda usah ae” maksudnya kan udah ini kan

memang awalnya kan selingkuhnya biasa-biasa aja cuman memang

sakit tapi ini lebih sakit” (AN: 8)

Terdapat kejadian-kejadian yang memunculkan memori kepahitan

pada AN. Kejadian-kejadian tersebut membuat AN menjadi teringat

dengan pelaku.

“Aku kan biasa ingat pas lagi nonton drakor” (AN: 16)

“Aku sering keingat dia ya dengan berbagai hal, apa ya, fotonya

jadi kan tiba-tiba kan trus biasa adeknya bikin status wa” (AN: 41)

“Biar pun adeknya tulis nama kakaknya apa lagi sampe fotonya aku

tu langsung kayak teringat gitu, trus keingat-ingat foto-foto nya liat

fotonya trus apa ya, trus kalau lagi nonton trus misalkannya kan

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

37

tiba-tiba nonton kan piala dunia kemarin tiba-tiba dengar lagunya

tiba-tiba keingat lagi kayak gitu, trus abis itu nonton drakor soalnya

kan ada satu drakor yang kita dua tu kayak sama-sama nonton suka

gitu” (AN: 41)

Dampak yang sering mengganggu pikiran dari korban KDP yakni

bayang-bayang memori pahit saat pacaran. Kejadian-kejadian tidak

terduga muncul dan mengingatkan korban KDP pada pelaku yang telah

memberikan luka. Memori yang muncul ialah memori indah, namun

kepahitan menutupi memori indah tersebut menjadi pengalaman pahit dan

tidak ingin diingat-ingat kembali. Hal seperti ini lumrah terjadi pada setiap

korban yang mengalami pengalaman pahit saat pacaran. Seringkali

memori indah tidak memiliki arti lagi setelah munculnya pengalaman

pahit. Kepahitan dapat lebih dominan dalam diri korban KDP dan

menyingkirkan yang lainnya. Hal ini yang telah dilakukan oleh AN dan

terus dibayangi oleh kepahitan masa lalunya saat pacaran. Hal ini juga

yang menyulitkan banyak korban KDP untuk memaafkan pelaku KDP.

Sehingga, korban KDP hanya akan memendam kepahitan dan terus

menimbun emosi negatifnya.

4. 1. 3. Rekonsiliasi

1. Kebenaran (Truth)

Selain itu AN memiliki pemikiran untuk berhenti memikirkan

pelaku, karena menurutnya pelaku sudah tidak lagi bersamanya dan sudah

memiliki pasangan.

“Jadi ku pikir ngapain juga aku lelah mikirin dia sedangkan dia aku

kayak gimana, sekarang kan dia udah punya pacar” (AN: 20)

AN mengeluarkan emosinya dengan cara berteriak ketika berpisah

dan setelah itu menenangkan dirinya dengan berdoa.

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

38

“Pas setelah putus saya berteriak sampe suara ku sakit sampai

kayak saya lega trus abis itu saya berdoa” (AN: 22)

AN selalu menyangkal kehadiran pelaku dalam kehidupannya

setelah berpisah. AN berupaya menghindari melihat wajah dari pelaku.

AN menyangkal jika dirinya telah tidak lagi memiliki perasaan cinta pada

pelaku. Selain itu juga AN berupaya menghindar dari media sosial agar

tidak dapat mengingat tentang pelaku. Namun, upaya tersebut tidak

berhasil dengan baik dan membuatnya tetap dapat melihat wajah pelaku

melalui teman-temannya.

“Kalau status mereka muncul lagi aku hapus lagi, gitu trus // intinya

aku gak mau liat mukanya” (AN: 45)

“Kalau cinta sih gak sih” (AN: 46)

“Aku coba dengan cara yang menghilang dari medsos gitu ternyata

itu gak berhasil sampai sekarang, karena kan saat ada temannya

upload foto aku ada risih gitu” (AN: 51)

Ungkapan AN mengakui dirinya telah berhenti memikirkan pelaku,

namun disisi lain AN mengakui tidak ingin melihat pelaku dan berusaha

untuk selalu menghindar. Terdapat kontradiksi ungkapan dari AN yang

seharusnya diungkapkan dengan penuh kebenaran. Hal ini menunjukan

AN belum mengungkapkan kebenaran dari perasaan yang sesungguhnya.

Tahap ini untuk melihat keaslian dan kejujuran dari AN dengan

pengalaman pahit yang diungkapkan. Kebenaran dibutuhkan agar dapat

membantunya jujur pada dirinya sendiri dan hal tersebut juga dapat

membantunya memulai melepaskan.

2. Keadilan (Justice)

AN juga tidak dapat melepaskan kepahitannya dengan cepat. Selain

itu juga AN butuh waktu untuk dapat memaafkan pelaku dan

kepahitannya. AN lebih memilih untuk introspeksi diri, tenangkan diri,

mengiklaskan, merelakan dan setelah memaafkan. AN lebih memilih

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

39

untuk menyendiri terlebih dahulu untuk dapat lebih tenang dalam

mengambil keputusan.

“Jadi makanya aku untuk perlahan-lahan untuk, gak bisa yang

sekali untuk maaf gitu jadi maksud ku tu aku tenang trus buat diriku

iklaskan, relakan dulu aku kayak instropeksi diri, pokoknya aku

menyendiri dulu, mencoba untuk memaafkan” (AN: 38)

Upaya AN untuk memulai komunikasi dengan lingkungan sekitar

pelaku yang tidak memiliki hubungan buruk dengannya. AN memiliki

emosi yang tidak stabil, sesekali menghapus kontak lingkungan sekitar

pelaku. Setelah menyadari hal tersebut tidak perlu dilakukan, AN lebih

memilih untuk menyimpan kontaknya kembali.

“Aku save lagi biar ada komunikasi, pikir ku kan aku ada masalah

dengan kakaknya ngapain libatkan adeknya gitu” (AN: 45)

AN mengupayakan balas dendam dengan melampiaskannya pada

teman terdekat pelaku dan berharap pelaku dapat merasakan sakit yang

sama. AN hanya melakukan upaya-upaya pelampiasan saat dirinya

diselingkuhi oleh pelaku. AN telah melakukan pelampiasan selama tiga

kali setelah berpisah dengan pelaku.

“Aku kayak lampiaskan dengan cara pacaran sama orang lain yang

teman dekatnya, tapi bertahanya cuman paling 2 minggu nggak

sampe satu bulan kayak gitu trus udah langsung putus” (AN: 12)

“Itu ku lakukan setelah dia selingkuh sih, sebelumnya sih gak/

pacaran melampiaskan udah tiga kali dan putusnya karna hal

sepele” (AN: 12)

AN mengungkapkan masih belum dapat melepaskan kepahitannya

dan pernah melakukan pelampiasan rasa sakit hatinya. Upaya balas

dendam dilakukannya dengan harapan agar pelaku merasakan sakit hati

yang sama. AN memilih untuk menghindari pelaku agar dapat merasa

tenang dan tidak dibayang-bayangi oleh pelaku. Rasa adil dalam diri AN

belum nampak dan belum terjadi. Hal ini dibuktikan dengan adanya upaya

balas dendam dan berupaya menghindar dari kenyataan yang telah

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

40

dialaminya. Seharusnya AN menghadapi permasalahannya dan

menyelesaikannya. Keadilan yang semestinya terjadi ialah menghadapi,

menyelesaikan, dan mengiklaskan sebagai cara mengampuni pelaku.

Kenyataannya AN belum begitu dan butuh kesadaran dalam dirinya.

3. Belas kasih (Mercy)

AN memiliki cara tersendiri untuk memperbaiki hubunganya dan

berusaha mengelola emosinya agar tidak menjadi bertambah buruk. Butuh

tahapan-tahapan yang panjang untuk membangun hubungan yang baik

setelah terpisah dan memiliki kepahitan. Ketika terlalu cepat juga dapat

tambah merusak hubungan AN dan pelaku. AN memilih untuk menyendiri

dulu untuk menenangkan dirinya dan mengelola emosi agar lebih tenang.

Hal tersebut juga sebagai caranya untuk dapat memaafkan pelaku dan

kepahitan yang dipendamnya. Setelah psikologis AN siap maka penting

untuk bertemu dan berdialog satu sama lain dan menyelesaikan maslah

yang belum terselesaikan.

“Kalau lagi galau gini toh, lagi galau gini aku gak mau langsung

omong gitu, nanti aduhh itu emosi bisa saya pukul betul saking

diluar kendalinya” (AN: 32)

“Aku menyendiri dulu, mencoba untuk memaafkan dia trus nanti

kalau udah selesai aku gak ingat-ingat lagi baru kita ketemu,

memang ketemu sih pasti nanti” (AN: 38)

Selama proses partisipan untuk menemukan kedamaian, AN

menemukan hambatan. Hambatan tersebut membuat AN sulit untuk

berdamai dengan dirinya sendiri dan juga dengan pelaku. AN dihubungi

oleh pacar baru pelaku yang ingin meminta maaf padanya. Perasaan benci

AN menahan dirinya untuk memperbaiki hubungannya dan mencoba

berkomunikasi. Perasaan benci juga membentengi dirinya untuk memulai

menulis pesan pada pelaku dan berusaha mengubur permintaan maaf

pelaku. Selain itu upaya pelaku meminta untuk kembali pacaran

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

41

membuatnya masih tetap dibayang-bayangi oleh kepahitan masa lalu.

Sehingga kepahitan tentang pelaku tetap berputar-putar dikepala AN.

“Cewenya itu cari beta untuk minta maaf dah, sa tu orangnya kalau

udah benci orang nda bisa” (AN: 4)

“Mau chating dia itu kayak mau rasa benci/ kalau dari mantan

cowo ku minta maaf gitu-gitu kan tapi udah lah io sudah apa sudah

terlanjur toh misalnya tak usah lai” (AN: 6)

“Dia sempat minta balikan tapi aku gak mau/ sempat 5 kali aku

langsung bilang “nda usah lae”” (AN: 8)

Hambatan lainnya yakni AN belum dapat memaafkan pelaku sampai

saat terakhir diwawancara. AN masih merasa sakit hati dan memendam

perasaan sakit. Keegoisan masing-masing dari AN dan pelaku

menghambat mereka untuk dapat saling berkomunikasi. Egois mereka

menambah kemarahan dari AN dan akhirnya mempertahankan kepahitan

dalam dirinya.

“Belum bisa memaafkan dia sampe saat ini, gak tau mungkin masih

sakit hati” (AN: 30)

“Aku ngalah gitu, nanti dia gak mau ini, nah nambah marah ku”

(AN: 54)

AN merasa saat dihubungi oleh pelaku dirinya kembali luluh. Hal

tersebut dapat membantu AN untuk memulai komunikasi yang baik,

namun perasaan marah dalam diri AN menahan dirinya untuk tetap pada

keegoisannya.

“Anehnya tu saat dia hubungi baik-baik gitu hatiku kayak jadi luluh

// makanya aku bingung sih antara marah” (AN: 51)

AN mengungkapkan belum dapat memaafkan atau mengampuni

pelaku. AN memilih untuk menghindari atau menyendiri untuk dapat

menenangkan dirinya dan setelah merasa tenang dirinya bersedia untuk

menemui pelaku. Selain itu juga terdapat hambatan-hambatan yang

menghalangi dirinya untuk dapat memulai memaafkan. Dalam setiap

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

42

konflik kekerasan, memaafkan atau mengampuni menjadi bagian

terpenting agar dapat melepaskan kepahitannya. Memaafkan tidak hanya

terjadi melalui mulut atau suara, tetapi harus terjadi juga dalam lubuk hati

yang paling dalam. Mengampuni memiliki pengertian juga mengiklaskan

segala dendam dan segala kepahitan. Setelah itu korban KDP dapat

menerima kenyataan yang telah terjadi padanya. Hal tersebut yang

seharusnya dilakukan pada AN, namun mengampuni juga butuh waktu

yang panjang dan proses yang berlika-liku. Hal yang wajar ketika AN

belum dapat sepenuhnya memaafkan atau mengampuni dengan jangka

waktu dan proses yang singkat. Jika terdapat kesadaran dalam diri AN,

sudah seharusnya dirinya memulai menerima dan mengiklaskan segala

kepahitan yang dialaminya.

4. Kedamaian (Peace)

AN memiliki keinginan awal untuk menjalin komunikasi dengan

pelaku. Keinginan AN menjadi tahap awal untuk dirinya memulai

perbaikan hubungan mereka.

“Pernah mau sempat ku hubungi tapi udah ku blokir sih” (AN: 8)

AN mengupayakan untuk menghubungi lagi pelaku untuk

memperbaiki komunikasi mereka. Selain itu juga untuk menjelaskan

alasannya menghindar, marah, dan melepaskan rasa dendam yang

terpendam dalam dirinya. AN juga berharap pelaku masih mau dihubungi

olehnya dan membalas pesan singkatnya.

“Aku baik-baik kayak gitu supaya sapa tau rasa dendam ku hilang”

(AN: 51)

“Aku mau ngomong baik-baik toh, kenapa aku marah” (AN: 54)

“Setidaknya dia bales, maksudnya sapa tau hubungan ku dan dia

bisa baik-baik saja” (AN: 60)

AN telah meluluhkan egonya untuk berkeinginan memulai

menghubungi pelaku dan dapat saling memaafkan satu sama lain. AN

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

43

berharap dapat bertemu dengan pelaku setelah pesannya diterima dan

dibaca oleh pelaku.

“Dia harus minta maaf sama aku, tapi kalau gak juga ya udah, aku

kayak duluan aja gak apa-apa” (AN: 60)

“Ya saling maaf-maafkan gitu, kalau dia yang tetap gak mau

respon, ya udah aku duluan yang hubungin sih, soalnya aku udah

nekat sih, pokoknya ketemu gitulah” (AN: 62)

AN mengungkapkan bahwa perasaan sakit hatinya tetap

dirasakannya, namun sedikit telah berkurang. Trauma AN setelah

kepahitan pacaran bersama pelaku dan bersikap untuk lebih berhati-hati

untuk menjalin hubungan lagi.

“Sakit hati puji tuhan udah berkurang masih ada dikit” (AN: 12)

“Sekarang udah berkurang sih tapi kalau hilang gak, tapi nanti

diingat-ingat, makanya aku hati-hati banget untuk mulai hubungan

yang baru lagi” (AN: 62)

Hambatan AN untuk menemukan kedamaian dikarenakan dirinya

tidak memiliki kepercayaan dirinya juga dapat terlepas dari kepahitan. AN

merasa dirinya egois dan selalu merendahkan dirinya. AN merasa belum

damai dengan sikap dirinya dan pelaku yang selalu bersikeras dan

memiliki gengsi. AN tidak ingin lagi menjalin hubungan dengan pelaku

dan hanya ingin menjadi teman. Selain itu juga AN yang selalu menghidar

dan menutup diri dari kenyataan permasalahan yang dihadapinya. AN

tidak berusaha untuk menghadapi dan langsung menyelesaikannya. AN

lebih memilih untuk memendam kepahitannya dan menjauhkan diri dari

pelaku.

“Aku orangnya kayak gimana ya egois” (AN: 2)

“Belum, belum bisa damai, karena mantan ku keras kepala juga,

trus gengsi, nah aku juga sama” (AN: 54)

“Iya tapi hanya sebatas teman, kalau balikan gak” (AN: 56)

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

44

“Jadi langsung kayak menutup diri trus tinggal dikamar nangis

trus/ semenjak satu hal itu tidak boleh liat pokoknya nama pun nda

boleh namanya pun” (AN: 2)

AN beranggapan bahwa pelaku akan mendapat karma yang telah

dilakukan padanya. AN berharap pelaku dapat merasakan sakit hati juga

yang sama sepertinya. AN akan merasa senang ketika pelaku merasakan

sakit hati juga dan dirinya beranggapan hal tersebut telah impas.

“Biar dia (mantan pacarnya) merasakan sakit hati yang sama saya

rasakan” (AN: 12)

Dalam pernyataan AN telah menyadari memulai berdamai dengan

pelaku. Telah ada upaya untuk menjalin komunikasi dan keinginan untuk

memperbaiki hubungan mereka. Selain itu juga merasa rasa sakit hatinya

telah berkurang, namun terdapat hambatan yang membuat dirinya tetap

merasakan kebencian pada pelaku. Proses menemukan dan menghasilkan

kedamaian tidak dapat terjadi dengan mudah. Butuh kesukarelaan diri

untuk mengampuni atau memaafkan dengan penuh kejujuran dan memiliki

keadilan tanpa harus membalaskan dendam. Begitu juga dengan AN yang

belum merasakan kedamaian dan belum dapat berdamai dengan pelaku.

Untuk dapat merasakan kedamaian, AN harus dapat memulai dengan

berdamai dengan dirinya sendiri. Hal tersebut sebagai tahapan awal yang

harus dilakukan dan jika berhasil maka berdamai dengan pelaku juga akan

mudah. Jika pelaku menolak upaya perdamaian, AN tetap akan merasakan

kedamaian diri.

4. 1. 4. Pembahasan Kasus Pertama

1. Penyebab

Melalui penjabaran pengalaman kasus AN dalam relasi berpacaran,

AN mengalami kekerasan psikologis karena telah diselingkuhi dan hal

tersebut menjadi penyebab munculnya pengalaman pahit AN. Hal serupa

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

45

juga diungkapkan oleh World Health Organization (2017), juga

mengungkapkan kekerasan dalam pacaran dapat terjadi berupa psikologis.

Murray (2007a, 2007b), menyampaikan bahwa selama masa pacaran

kekerasan dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan kekerasan

memiliki berbagai bentuk kekerasan. Kekerasan psikologis merupakan

salah satu kekerasan yang kerap terjadi pada remaja yang berpacaran.

Bukti nyata terdapat dalam penelitian Cho dan Huang (2017), menunjukan

bahwa pengalaman menjadi korban KDP yang sering dialami yakni

kekerasan psikologis (33.1%), kekerasan seksual (10.4%), kekerasan

teknologi (9.8%), dan kekerasn fisik (9.5%). Dari penelitian tersebut

menunjukan kekerasan psikologis dapat menjadi salah satu penyebab

munculnya KDP.

2. Dampak

Dampak yang dialami oleh AN yakni mengalami kepahitan,

memiliki emosi terpendam dan sulit dikendalikan, dan memiliki perasaan

dilematis. Dampak tersebut menjadi salah satu kejadian kekerasan selama

pacaran dapat menjadi pengalaman pahit setelah berpisah dengan

pasangannya. Pengalaman selama pacaran meninggalkan kenangan yang

dapat membekas dalam memori korban KDP. Pengalaman pahit

berdampak pada korban KDP dan menjadi kepahitan dalam diri korban

KDP (Murray, 2007b). Berbagai dampak dapat muncul dalam diri korban

dengan kondisi sedang mengalami kepahitan. Kepahitan yang terdapat

dalam diri korban terdiri dari sakit hati, penyesalan, dan kebencian.

Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, penelitian Syafira dan Kustanti

(2017), juga mengungkapkan korban KDP secara psikologis akan

mengalami depresi, ketakutan, stress, traumatik yang sering diungkapkan

dalam bentuk tangisan dan kata-kata, kecemasan, dan sulit berkonsentrasi

serta mengalami gangguan tidur.

Sering kali kekerasan psikologis dianggap wajar atau remeh oleh

korban kekerasan dalam pacaran. Hal ini karena kurangnya pengetahuan

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

46

para korban KDP tentang kekerasan psikologis, pengetahuan tentang

kekerasan lebih cenderung pada kekerasan fisik. Sehingga sering kali

kekerasan psikologis dianggap tidak berbahaya bagi korban. Kekerasan

psikologis dapat digambarakan sebagai silent killer kesehatan jiwa bagi

korban-korbannya. Secara perlahan kekerasan psikologis menggrogoti

mental korban KDP hingga akhirnya membunuh kesehatan mental. Salah

satu dampak dari kekerasan psikologis yang dapat membunuh mental ialah

upaya-upaya bunuh diri. Penelitian Espelage, Merrin, dan Hatchel (2017),

menunjukan bahwa dampak yang dirasakan oleh korban KDP memiliki

kecemasan yang tinggi, orientasi seksual menyimpang, mengkonsumsi

obat-obatan, dan upaya-upaya bunuh diri. Penelitian tersebut menunjukan

bahwa dampak pada korban KDP dapat beragam dan yang terberat dapat

melakukan upaya bunuh diri. Upaya bunuh diri dapat terjadi ketika

kepahitan yang dirasakan oleh setiap korban KDP tidak dapat dibendung

dan tidak kuat menahan perasaan sakit hati. Beruntungnya hal ini ini tidak

terjadi pada AN, namun tetap harus dilepaskan agar dampaknya tidak

mengganggu setiap aktivitas AN.

3. Rekonsiliasi

Proses awal rekonsiliasi ialah merubah kondisi emosi korban

kekerasan dalam pacaran kembali menjadi seimbang, sehingga dapat

mengendalikan dirinya sendiri dan dengan demikian korban KDP dapat

melepaskan kepahitan pengalaman masa lalu dengan mudah (Albin, 2007;

Musman, 2017; Phillips, 2004; Rajneesh, 2008; Winch, 2017). Proses

tersebut menjadi penting untuk dilakukan oleh korban KDP sebelum

proses rekonsiliasi korban dan pelaku. Perjalanan korban KDP dalam

meraih kedamaian dirinya dan pelaku hingga mengalami kedamaian

psikologis menjadi sangat panjang dan rumit. Dibutuhkan kesadaran dari

diri korban KDP untuk menurunkan ego dan belajar bersyukur terhadap

kejadian yang pernah dialaminya. Ketika korban KDP telah memiliki

kesadaran untuk memperbaiki diri dan hubungannya dengan pelaku,

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

47

proses rekonsiliasi dapat berjalan dengan mudah dan cepat (Hanh, 2015;

Phillips, 2004)

Hasil penelitian menunjukan sulitnya tercapai kedamaian dalam diri

AN. Hal ini karena pada konsep kebenaran (truth), AN tidak

mengungkapkan kebenaran mengenai pengalaman pahitnya dan terdapat

ketidakjujuran dengan adanya kotradiksi dalam ungkapannya. Sedangkan,

menurut Lederach (1997), truth terdapat pengakuan, transparansi,

pengungkapan dan korban kekerasan dapat memvalidasi pengalaman

menyakitkannya. Hal ini menunjukan bahwa AN belum mengungkapkan

kebenaran yang sesungguhnya mengenai pengalaman yang telah

dialaminya. Dalam rekonsiliasi, truth menjadi salah satu syarat penting

untuk mengetahui kebenaran tentang pengakuan pengalaman korban

kekerasan dalam pacaran. Selain itu juga truth untuk mengungkap detail

kasus kekerasan yang telah terjadi dan dapat menilai kejujuran setiap

korban KDP. Ketika truth tidak diungkapkan dengan transparansi oleh

korban KDP, akan menjadi sulit untuk korban KDP mencapai kedamaian.

Korban KDP terikat dengan kebohongan dan berusahan membohongi

dirinya sendiri. Kebohongan hanya akan menyulitkan diri korban sendiri

dalam menjalani masa depan yang damai. Hal ini sejalan dengan teori

Lederach (1997), tanpa adanya truth, konflik dalam diri korban KDP dan

konflik dengan pelaku KDP akan mustahil diselesaikan.

AN belum menumbuhkan keadilan (justice) mengenai hubungan

mereka dan berharap melakukan pelampiasan pada pelaku. AN telah

bersedia menemui pelaku, namun terdapat kejadian yang membuatnya

sulit untuk membuka harapan untuk menemui pelaku. Menurut Lederach,

(1997) dan Webel & Galtung (2007), justice merepresentasikan korban

dan pelaku kekerasan menata kembali untuk pemulihan hubungan mereka.

Justice juga digambarkan sebagai upaya memperbaiki kesalahan yang

telah terjadi, dan melakukan pemulihan. Upaya AN untuk memperbaiki

hubungannya dengan pelaku tidak didasari dengan keinginan yang kuat.

Terdapat emosi negatif masa lalu yang terus membayanginya, sehingga

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

48

keinginan untuk bertemu tertahan oleh kemarahan. Pemulihan dan

perbaikan menjadi sulit untuk tercapai jika syarat justice tidak terpenuhi

oleh korban KDP. Harus terdapat keinginan dari korban KDP untuk

memperbaiki diri dan hubungan agar dapat tercapai pemulihan.

AN masih sulit untuk memaafkan (mercy) pelaku dan belum masih

dibayang-bayangi oleh kemarahan dalam dirinya. Menurut Lederach

(1997), mercy adalah upaya menerima, melepaskan dan memulai kembali.

Tanpa adanya mercy hubungan menjadi tidah sehat, selain itu keberhasilan

pemulihan akan menjadi rumit. Sehingga, AN harus dapat mengampuni

kesalahan pelaku. Mercy menjadi kunci utama yang juga penting untuk

keberhasilan rekonsiliasi dan dapat berdampak baik pada kelangsungan

psikologis AN. Selain itu juga mercy menjadi bagian tersulit dilakukan

oleh setiap korban kekerasan. Hal ini karena terdapat perasaan

ketidakadilan jika mengampuni kesalahan pelaku, tetapi pelaku tidak ada

upaya mengakui kesalahannya. Penerimaan sangat dibutuhkan oleh korban

KDP untuk dapat mengampuni kesalahan pelaku. Korban KDP menerima

dan mengiklaskan perbuatan yang membuatnya sakit hati atau marah.

Hanh (2015), juga menyampaikan bahwa dengan kemampuan korban

KDP yang dapat menerima perlakuan tidak baik, akan memudahkannya

untuk dapat mengampuni setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.

Sehingga, AN juga harus dapat menerima dan mengampuni kesalahan

pelaku.

Pada akhirnya AN telah menunjukan bahwa belum dapat mengalami

kedamaian (peace) dalam dirinya, karena belum menunjukan kebenaran,

keadilan dan tetap merasa sulit untuk memaafkan pelaku. Sedangkan

Peace merupakan salah satu bagian dari rekonsiliasi yang dimana terdapat

keharmonisan, kesejahteraan, dan hubungan yang baik antar kedua belah

pihak kekerasan yang berkonflik (Lederach, 1997; Neufeldt et al., 2002;

Webel & Galtung, 2007). Pada suatu kesempatan AN menungkapkan

bahwa telah mengupayakan untuk bersedia berkomunikasi dengan pelaku.

Hal tersebut sulit untuk menjanjikan terjadinya kedamaian dalam diri AN,

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

49

karena AN belum dapat melepaskan kepahitan yang dialaminya. Oleh

karena itu AN masih sulit untuk mengalami kedamaian dalam dirinya.

4. 2. Partisipan Kedua

Partisipan penelitian kedua diberi nama samaran DS dan saat ini

sedang menginjak usia 19 tahun. DS berjenis kelamin laki-laki, sedangkan

domisili asal di Nias, namun saat ini merantau di Salatiga karena sedang

mengemban kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Selama

kuliah DS telah pacaran sebanyak 3 kali dan pacar pertama bagi DS telah

memberikan pengalaman pahit. Mereka telah berpisah selama satu tahun

lima bulan sampai saat partisipan diwawancarai.

Berdasarkan wawancara, DS mengungkapkan bahwa pelaku

memutuskan untuk berpisah tanpa penjelasan pada dirinya. Hingga saat

DS diwawancarai, dirinya masih sering bertanya-tanya alasan pelaku

memutuskan hubungan mereka. Selama pacaran mereka tidak pernah

saling melakukan kekerasan fisik atau verbal satu sama lain. Pengalaman

pacaran DS dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikologis dan

kekerasan ekonomi. Hal ini dikarenakan partisipan merasa dirinya

dimanfaatkan oleh pelaku, dan setelah berpisah partisipan merasa stres

dengan memori buruk selama bersama pelaku.

4. 2. 1. Faktor Penyebab

Penyebab munculnya pengalaman pahit partisipan selama pacaran

berbeda-beda satu sama lain. Salah satu partisipan yakni DS merasa

dimanfaatkan selama pacaran yang terus disesali setelah berpisah. DS

mengakui kesalahan bermula dari dirinya sendiri yang memberikan

peluang untuk dimanfaatkan pelaku. DS mengungkapkan bahwa dirinya

telah memberikan keinginan pelaku, namun tetap saja kurang.

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

50

“Karena metode pacarannya itu kan kayak memanfaatkan, rasa

memanfaatkan itu, saya sudah memberikan dengan baik, tapi malah

dia meminta yang lain lagi” (DS: 4)

“Mungkin dulu aku terlalu memanjakan, mungkin dari aku

masalahnya, gak mungkin kan dia buat kayak gitu kalau bukan kita

yang memulai” (DS: 115)

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh DS yang

merasa dimanfaatkan selama pacaran. Kekerasan tersebut dapat disebut

sebagai kekerasan ekonomi. Kekerasan tersebut menggunakan uang atau

benda bernilai sebagai alat untuk memperalat pasangannya dan

memanfaatkannya. Kekerasan tersebut jarang terdengar, namun sering

terjadi pada hubungan berpacaran. Kekerasan tersebut dilakukan oleh

pelaku dengan sengaja dan sadar untuk memenuhi kebutuhannya. Hal

tersebut sering diawali oleh ketersediaan peluang dari korban dan diterima

oleh pelaku. Sehingga individu yang membuka peluang merasa dirugikan

dan merasa jadi korban. Hal ini juga karena ketidaksadaran korban dari

awal telah dimanfaatkan. Setiap awal pacaran korban berupaya mencuri

perhatian dan ingin memberikan kesenangan pada pasangannya, namun

setelah merasa diabaikan saat tidak memiliki keuangan korban merasa di

tinggalkan. Sehingga korban menyadari hal tersebut dan merasa telah

dimanfaatkan, namun tidak sedikit juga laki-laki atau perempuan

menggunakan ekonominya untuk mendapatkan pasangan dan memilih

untuk bertahan ketika telah mengetahui dirinya dimanfaatkan. Begitu pula

dengan DS memilih bertahan telah dimanfaatkan, namun merasa

kepahitan setelah diputuskan oleh pelaku.

4. 2. 2. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

1. Mengalami kepahitan

DS merasakan dampak kepahitan pengalaman masa lalunya

membuatnya tidak memiliki keberanian untuk menemui pelaku. Selain itu

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

51

DS juga tidak lagi berkeinginan untuk menemui pelaku, dan menjalin

komunikasi yang baik. Perasaan benci telah menyelimuti keinginannya

untuk ingin menemui pelaku.

“Sebenarnya saya juga ingin mendekati dia untuk bisa jadi teman

bicara saja, cuman mau bicara saya sudah segan. Saya gak sejak

putus sampai saat ini” (DS: 15)

“Ya saya mau sih memperbaiki hubungan kami, cuman kan sama-

sama segan juga, kita masih simpan kesalahan orang dia juga

sebaliknya” (DS: 82)

“Gak bakal mungkin ketemu dia, soalnya kan dia udah tau

sebenarnya kalau saya udah terlanjur benci sama dia, makanya gak

bakal mungkin terjadi” (DS: 46)

DS keberatan untuk memaafkan dan berdamai dengan pelaku.

Perasaan sakit hati berdampak pada sulitnya partisipan untuk memaafkan

kesalahan pelaku.

“Kalau dia mau berdamai tanpa pacaran lagi, itu dia yang berat

sama saya, contohnya memaafkan orang yang sudah buat kesalahan

sama saya itu apa lagi bikin sakit hati apa lagi ke orang dekat-dekat

kita itu paling nyesak sekali” (DS: 64)

Dampak yang dialami oleh DS yakni kepahitan yang membuatnya

tidak memiliki keinginan untuk bertemu dengan pelaku. Selain itu juga DS

tidak memiliki keingingan untuk memaafkan pelaku dan berdamai. DS

merasa pelaku yang harus meminta maaf padanya. Hal seperti ini dapat

menjadi dampak dari kepahitan setelah menyadari memiliki pengalaman

yang tidak baik dengan pelaku. Tidak sedikit korban kekerasan dalam

pacaran akan memiliki sikap untuk tidak akan memaafkan. Sulit bagi

banyak korban KDP dengan cepat memaafkan pelaku yang telah

memberika pengalaman pahit. Dampak dari kepahitan salah satunya sakit

hati akan menyelimuti diri korban KDP. Hal ini membuatnya tidak mudah

untuk meluluhkan hati agar bersedia memaafkan. Sikap seperti ini akan

merugikan DS dan sulit merasakan kedamaian dalam dirinya.

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

52

2. Emosi terpendam

Kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh DS menimbulkan

pengalaman pahit di masa lalu selama pacaran. Pengalaman pahit di masa

lalu menyisakan perasaan-perasaan yang harus dirasakan sehari-harinya

oleh DS setelah mereka berpisah. Pengalaman pahit di masa lalu

membuatnya DS berkeinginan untuk membalaskan sebagai upaya balas

dendam. Keinginan balas dendam sebagai upaya pelampiasan rasa benci

dan rasa kecewa.

“Kayak wujud pengalaman lama gitu kak, kayak rasa ingin

membalas” (DS: 2)

“Cuman udah terlanjur ada rasa benci ada rasa kecewa, jadi ingin

melampiaskan hal itu sampai tentram sebenarnya sampai benar-

benar tenang” (DS: 2)

Pengalaman pahit di masa lalu membayangi DS dengan perasaan

sakit hati yang selalu muncul dalam benak pikirannya. DS menganggap

memori yang selalu muncul disebabkan oleh pelaku, sehingga memori

tersebut membuatnya selalu merasa sakit hati pada pelaku.

“Terpikirkan sakit hati meskipun itu karena dia juga jadi masih

ingat-ingat terus” (DS: 8)

Setelah berpisah dengan pelaku hanya menyisakan penyesalan pada

partisipan. Partisipan menyesal dengan hubungan yang telah terjalin antara

mereka berdua. Partisipan menyesali rasa sayang yang diberikannya

hingga menjadi kerugian ekonomi selama pacaran.

“Kalau dibilang menyesal, sih iya, menyesal karna apa ya menyesal

karna aaa oh iya, pertama dulu kasih sayang itu yang pertama

kemudia kerugian” (DS: 28)

Perasaan dendam tumbuh dan mengakar dalam diri DS yang selalu

terlintas dalam pikirannya.

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

53

“Cuman kayak, kalau dibilang dendam kan, kayak kita mau pikir

kan, harusnya, oh iya rasa benci, iya betul sampai sekarang malah

masih menyimpan dendam sama dia” (DS: 36)

DS hanya dapat memendam kepahitan yang dimilikinya dan selalu

membayanginya. Dampak pengalaman pahit saat pacaran hanya

menyisakan penyesalan, sakit hati, dan kebencian dalam diri DS.

Pengalaman pahit tersebut membuat emosi negatif yang terpendam dalam

diri DS dan selalu akan selalu dibayangi. Pengalaman pahit saat pacaran

selalu menjadi emosi yang terpendam dan sering tidak segera dilepaskan.

Hal tersebut hanya akan menyiksa dan akan terus merasakan kepahitan.

Ingatan akan terus muncul dengan memori kepahitan dan membuat DS

merasa tidak akan tenang.

3. Perasaan dilematis

Terdapat kepahitan yang sulit untuk dilepaskan oleh partisipan

setelah berpisah. Kebencian yang menyelimuti perasaan DS menutupi

perasaan sayang yang terdapat dalam dirinya. Kekecewaan membuatnya

sulit untuk menumbuhkan perasaan sayang pada pelaku. Akhirnya DS

merasa bimbang dengan perasaan yang bergejolak dalam dirinya.

“Terlanjur sayang tapi mau dibenci juga susah, mau disayang juga

udah mengecewakan” (DS: 14)

DS memiliki merasakan damapak yang membuatnya

dilematis dan akan muncul dalam memorinya. Perasaan yang

pernah ada dan masih tetap ada tertutupi oleh kebencian yang

menyelimuti DS. Kekecewaan DS membuatnya sulit menyadari

bahwa dirinya masih memiliki perasaan sayang sebelumnya.

Perasaan tersebut seharusnya dapat mebantunya untuk

melunturkan perasaan kepahitan dalam dirinya. Hal seperti ini

sering terjadi, perasaan positif akan diselimuti oleh perasaan

negatif, sehingga yang selalu muncul dalam diri korban KDP

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

54

hanya kepahitan. Hal tersebut hanya akan merugikan DS dan

membuatnya sulit merasakan kedamaian.

4. 2. 3. Rekonsiliasi

1. Kebenaran (Truth)

DS memiliki sedikit pemahaman tentang kedamaian dirinya dan

pelaku. DS beranggapan ketika tidak lagi bertemu dengan pelaku, dirinya

akan lebih merasa damai. DS juga tidak memaksakan pelaku untuk

menghilang disekitaran tempat kuliahnya. DS menyadari dirinya menjadi

kunci utama dalam menemukan kedamaian dengan pelaku dan dirinya

sendiri. DS juga menyadari kepahitannya tidak akan hilang dengan cepat

dan butuh waktu yang cukup panjang.

“Kalau contohnya dia gak situ ya mungkin aku gak ingat-ingat kan

gak ada liat dia lagi tapi ya mau gimana lagi dia kan yang mau

kuliah di situ gak mungkin saya paksa pergi saya gak mau ingat

kamu// kuncinya ya ada sama saya contohnya kalau misalnya dia

ada di situ tapi dia udah gak ingat-ingat sama saya lagi” (DS: 66)

“Otomatis kan gak bisa ilang secepat itu, suatu saat gitu, kalau

missal ilang langsung dalam pikiran, gak mungkin, kecuali saya

sudah amnesia nanti kalau tidak amnesia bakal tidak ilang” (DS:

74)

DS memiliki cara untuk dapat melupakan ingatan tentang pelaku.

DS lebih memilih untuk memadatkan aktivitasnya agar pikirannya tidak

kosong dan akhirnya teringat dengan pelaku, namun hal tersebut

diungkapkannya sebagai cara yang jangka pendek dan tidak dapat

melupakan selamanya.

“Kalau gak bisa dilupain lagi, itu saya tidur, kalau masih saja

mentok kayak gitu gak bisa tidur juga saya keluar, saya ajak teman-

teman kos mungkin jalan-jalan yang penting saya gak ingat-ingat

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

55

dia lagi. Itu berhasil, cuman kayak metode gali lobang tutup lobang

hahaha” (DS: 42)

DS menyangkal dirinya tidak lagi merasa sakit hati dan tidak lagi

merasakan kecewa pada pelaku. Namun, tetap terbayang-bayang oleh

memori tentang pelaku dan tetap ingat dengan pelaku. Hal tersebut

menjadi ungkapan kotradiksi dalam diri korban yang tidak konsisten.

“Sakit hati, kecewa sejauh ini udah enggak lagi, cuman bayang-

bayangnya saja, ingat-ingat terus gitu” (DS: 101)

Dalam pernyataan DS menunjukan dirinya telah mengungkapkan

kebenaran yang dirasakan mengenai kepahitannya. DS mengakui dirinya

masih merasakan kekecewaan dan sering terbayang-bayang dengan

pelaku. DS berupaya melakukan aktivitas lain agar tidak terus-terusan

dibayangi oleh pelaku, namun hal tersebut tidak berjalan dengan baik,

karena DS masih tetap saja terbayang-bayang. DS memiliki pemahaman

yang baik agar tidak dibayang-bayangi oleh pelaku. Kebenaran dalam

pengalaman pahit DS menunjukan permasalahan yang sedang dialaminya

dan upaya-upaya yang telah dilakukannya. Hal ini dapat membantu DS

untuk dapat berdamai dengan dirinya sendiri dan DS tetap butuh

kesadaran yang penuh dalam menyelesaikan permasalahannya.

2. Keadilan (Justice)

DS mengungkapkan dirinya dapat melupakan pelaku ketika tidak

pernah bertemu dengannya. Saat bertemu DS memilih untuk tidak

melakukan komunikasi sapa menyapa pelaku.

“Saya bisa lupa tentang dia kalau misalkan kami tidak pernah

ketemu lagi atau tidak ada lagi disekitar kampus ini.” (DS: 8)

“Kami gak saling sapa, saling lewat aja, anggap tidak pernah

kenal.” (DS: 10)

DS mengungkapkan bahwa dirinya telah memiliki komitmen untuk

serius pada perempuan dan tidak mempermainkan perasaan atau

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

56

melampiaskan rasa sakit hatinya. DS mengungkapkan tidak penting lagi

untuk memendam perasaan pada pelaku. DS lebih memilih untuk

memaafkan pelaku.

“Sekarang udah merasa untuk memiliki komitmen untuk memiliki

hubungan cukup serius pada satu perempuan saja lagi” (DS: 18)

“Jadi ya kenapa harus kita pendam-pendam lagi kan, ya biarin aja,

wong itu dosa nanti kan, katanya maaf tapi juga ujung-ujungnya

nanti masih dendam, mending dimaafin saja” (DS: 34)

DS beranggapan pengalaman pahit dengan pelaku menjadi

pelajaran. Selain itu juga DS berupaya tidak lagi memendam perasaan

pada pelaku.

“Saya akan berusaha sebagaimana pun biar tidak suka lagi,

soalnya kan ini udah belajar dari pengalaman buruk saya” (DS: 60)

Untuk melepaskan kepahitan atau memberikan rasa adil pada

pelaku. DS memilih untuk mengupayakan balas dendam dengan tujuan

menyadarkan atas perilakunya pada DS. DS mengakui dirinya adalah

pribadi yang menuntut balas terhadap rasa sakit yang dialaminya. DS

memiliki keinginan untuk kembali menjali hubungan agar dapat

membalaskan dendamnya. DS menganggap upaya balas dendam menjadi

bagian menerpakan keadilan dengan pelaku. DS berharap pelaku dapat

merasakan kepahitan yang sama seperti dialaminya. DS menganggap

belum lengkap jika pelaku belum merasakan kepahitan yang sama

dengannya.

“Terima aja, masih terima, cuman kalau dia bilang kembali seperti

awal, saya pasti iyain/ kalau itu terjadi lagi dia minta balikan

berarti saya harus menang artinya berarti kalau saya berhasil buat

dia menyesal dan mungkin saja saya lupakan kejadian itu” (DS: 48)

“Tetap ingat, saya ini orang suka menuntut balas, saya harus balas,

tidak segampang itu/ cuman kalau memang saya bisa lampiaskan

sama dia berarti itu berhasil/ tujuan saya buat kayak gitu biar dia

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

57

sadar saja sebenarnya dengan dia rasakan sedikit rasa sakit tanpa

saya hanya dengar kata-kata maaf dia” (DS: 50)

“Harus 50:50 kao rasakan yang saya rasakan kurasakan apa yang

kao rasakan, 50:50 lah kau senang aku senang aku sedih kao juga

sedih bukan hanya saya saja itu baru adil namanya” (DS: 66)

“Definisi adil bagi saya ya 50:50, dia harus bisa rasakan apa yang

saya rasakan, kalau soal kesenangan ya sama-sama sudah

dirasakan, kesedihan belum tentu/ harusnya kan sesekali coba dikit

lah” (DS: 70)

Upaya melepaskan kepahitan DS dilakukannya dengan cara

melampiaskan perasaan sakit hatinya pada perempuan lain. DS merasa

senang setelah dapat melampiaskan kepahitannya dan merasa hal tersebut

telah impas atau adil.

“…3 atau 4 kali, saya lampiaskan perlakuan mantan saya ke

mereka, dan yang terakhir saat lampiaskan ini adik kelas saya

waktu SMA satu daerah juga” (DS: 17)

“Nah setelah itu nulis status di FB bilang kekecewaan dia pada

saya, disitu saya merasa senang karena bisa membalas perbuatan

dia ke saya dulu tapi disisi lain juga kasihan saya sudah

memberikan harapan palsu kedia. Jadi saya pikir kami sudah impas,

kami sama-sama merasakan hal sama sakitnya setelah diputuskan”

(DS: 17)

Selain itu DS juga telah melakukan serangan terlebih dulu sebelum

dirinya di putuskan oleh pacarnya. DS melakukan tersebut atas dasar ingin

merasakan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pelaku.

“Balas sama orang lain iya jelas, biar saya rasakan juga kan kalau

contohnya bagaiman kasi putus orang itu enaknya gimana sih//

kalau nanti ada orang yang saya sayang tiba-tiba mau kayak gitu

lagi, udah saya perhatikan sebelum dia yang putuskan saya, saya

akan putuskan duluan orang tersebut” (DS: 72)

Dalam pernyataan DS diatas menunjukan terdapat rasa adil dalam

dirinya, namun tetap diikuti dengan hambatan yang membuatnya untuk

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

58

membalas dendam. DS menganggap balas dendam harus terjadi pada

pelaku, karena menurutnya adil ialah sama-sama merasakan kepahitan. DS

memiliki ambisi untuk balas dendam ketika mereka berkesempatan

kembali pacaran lagi. Selain itu juga DS telah melakukan upaya balas

dendam atau pelampiasan pada perempuan lainnya. Hal tersebut

dianggapnya agar dapat merasakan kesenangan ketika melampiaskan sakit

hatinya dan dapat merasa kepuasan. Pembuktian ini menunjukan

ketidakadilan DS lebih dominan ketimbang rasa adilnya. Hal seperti ini

akan mempersulit DS dalam menemukan kedamaian dalam dirinya. Tidak

adanya kesadaran dalam dirinya untuk merelakan dan memaafkan

kesalahan pelaku. Ambisi untuk balas dendam lebih keras dalam dirinya,

sehingga tidak akan mengampuni pelaku. Pemahaman rasa adil seperti DS

membuat banyak korban kekerasan dalam pacaran terjebak dengan

kepahitan masa lalunya. Keadilan yang tidak menuntut balas atas

kesalahan pihak lain berbanding terbalik dengan DS yang lebih ingin

membalas dendam.

3. Belas kasih (Mercy)

DS merasa salah satu dari mereka merelakan diri untuk meminta

maaf, namun DS tidak bersedia jika dirinya meminta maaf terlebih dulu.

DS beranggapan yang seharusnya meminta maaf terlebih dulu ialah yang

melakukan kesalahan.

“Ada salah satu yang mau minta maaf mungkin ya, ya gak mungkin

juga saya minta maaf, soalnya kan gimana ya, aku yang udah baik

masa aku yang minta maaf lagi, gak mau juga otomatis siapa yang

salah itu yang harus lebih sadar diri sebenarnya, nah itu baru bisa

damai” (DS: 38)

DS juga tidak bersedia jika pelaku hanya mengungkapkan

permintaan maaf. DS menganggap permintaan maaf tidak menjadi akhir

permasalahan dan permintaan maaf tidak akan menjadikan DS lupa

dengan kesalahan pelaku. DS mengungkapkan bahwa permintaan maaf

dan penyesalan dari pelaku juga tidak akan melepaskan kepahitannya.

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

59

“Kalau sekedar hanya ngomong aja, dia minta maaf, dia menyesal,

ya iyain aja lah, minta maaf bukan berarti kita lupa, dalam arti apa

yang dia bilang akan saya lupakan, tidak akan” (DS: 50)

Pemahaman DS yang menganggap pelaku yang melakukan

kesalahan, sehingga dirinya tidak bersedia untuk memulai minta maaf.

Selain itu juga DS juga tidak bersedia pelaku hanya meminta maaf melalui

kata-kata semata. DS tidak bersedia memaafkan pelaku dengan mudah dan

dengan hanya ucapan. DS ingin pelaku juga merasakan kepahitan yang

dirasakannya dan setelah tidak akan melupakan permasalahan mereka

dengan mudah. Kesalahan pelaku menjadi amunisi DS untuk berambisi

balas dendam. Pemahaman mengenai individu salah yang harus meminta

maaf tersimpan kuat dalam memori DS. Hal ini menunjukan sulitnya

memperbaiki kerangka berpikir DS. Permintaan maaf, memaafkan atau

mengampuni menjadi salah bagian dalam rekonsiliasi atau kedamaian,

sehingga sulit bagi DS untuk berdamai dengan dirinya sendiri dan pelaku.

Hal yang harus diperbaiki dalam DS ialah pemahaman tentang

mengampuni dan mengiklaskan kesalahan pelaku. Selain itu juga penting

untuk ditumbuhkan kesadaran dalam diri dan menurunkan ego agar tidak

hanya memikirkan dirinya sendiri.

4. Kedamaian (Peace)

Upaya katarsis DS berdampak positif, DS sudah mengurangi

kekesalannya dan mau membuka pembicaraan dengan pelaku saat

berpapasan dijalan. Selain itu berdampak jangka pendek ketika DS

mengingat pelaku. DS tetap dapat mengingat pelaku, namun selang

beberapa menit DS telah melupakannya. Intensi mengingat atau

terpikirkan pelaku juga telah berkurang.

“Cuman kalau saya masih kesal sama dia kemarin, gak saya ajak

bicara lagi” (DS: 56)

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

60

“Kalau ingat, masih, cuman kayak gak dibawa beban gitu. Ya

paling kalau ingat ya ingat saja trus paling gak lama lagi lupa lagi”

(DS: 90)

“Masih ingat-ingat sampai sekarang // cuman ya efeknya ya udah

mulai berkurang” (DS: 91)

DS merasa telah melepaskan kepahitan tentang kerugiannya selama

dimanfaatkan, namun tetap menyimpan perasaan kecewa. DS

mengungkapkan bahwa dirinya telah mulai tenang dan nyaman setelah

melakukan cerita-cerita mengenai permasalahannya.

“Cuman ingat karna kecewa mungkin, ya mungkin itu saja tapi

kalau ingat-ingat karena kerugian kayak bukan, itu udah terlepas,

cuman kayak masih ada bayang-bayangnya” (DS: 101)

“Tadi hanya cerita-cerita, ya lebih enak cerita sih sebenarnya, dari

pada dipendam kayak gitu, gak enak. Perasaan ku lumayan lumayan

tenang sebenarnya, udah agak tenangan” (DS: 117)

Dengan berbagai upaya DS yang ingin balas dendam dan lebih

memilih untuk memendam kepahitannya. DS mengungkapkan pelaku

tidak akan pernah mengakui kesalahannya dan meminta maaf padanya. DS

juga belum mendapat permintaan maaf dari pelaku.

“Gak, gak mungkin kalau ya kalau secara pandang sendiri kan gak

mungkin dia mengakuinya” (DS: 24)

“Minta maaf, gak ada dia pernah minta maaf” (DS: 30)

DS berharap ketika dirinya tidak dapat balas dendam, dirinya

berharap pacar barunya suatu saat nanti yang akan membalaskan

dendamnya. DS mengungkapkan jika definisi damai baginya ialah pelaku

juga merasakan kepahitan yang dengannya. DS merasa dirinya belum

dapat memaafkan dan berdamai dikarenakan ambisinya untuk terus balas

dendam.

“Mudah-mudahan bukan saya yang buat sama dia tapi orang lain

yang buat itu sama dia nanti” (DS: 70)

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

61

“Definisi damai menurut saya sama-sama rasakan” (DS: 76)

“Kalau saya belum sadarkan diri berarti kan saya masih mengejar

ambisi saya biar tercapai” (DS: 80)

“Belum merasa damai // atau mungkin karna ambisi saya dulu

mungkin ya, ya mungkin balas dendam” (DS: 105)

Dengan aktivitas yang padat sedikit dapat membantu DS untuk

mengurangi memori tentang pelaku. Dengan intensitas memori yang

pendek DS menganggap telah merasa tenang. Hambatan yang tetap selalu

muncul ialah pendirian DS yang damai menurutnya sama-sama merasakan

kepahitan. Harapan untuk balas dendam tetap saja diungkapkan yang

dianggapnya memberikan efek pada pelaku. Harapan tersebut ditujukan

pada laki-laki yang menjadi pasangan pelaku selanjutnya. Hal ini hanya

akan membuat DS tersiksa dengan segala ambisi dan dendam yang

dimilikinya. DS dapat mengurangi ingatan tentang pelaku, namun menjadi

mustahil memberikan kedamaian ketika DS masih memendam kepahitan

dan tidak bersedia mengampuni. Kedamaian juga akan sulit dirasakan oleh

DS dan hanya akan terus dibayang-bayangi oleh ambisinya. Kedamaian

dibutuhkan kejujuran pada diri sendiri, butuh rasa adil untuk tidak

membalas kesalahan pelaku, dan dapat mengampuni atau memaafkan

secara iklas atau tulus. DS membutuhkan itu semua jika ingin merasakan

kedamaian dalam dirinya. Butuh kesadaran dari DS bahwa dirinya harus

merelakan kesalahan pelaku dan bersedia mengakui jika dirinya juga

memiliki kesalahan.

4. 2. 4. Pembahasan Kasus Kedua

1. Penyebab

Berdasarkan hasil penjabaran pengalaman kasus DS diatas, DS

mengalami kekerasan ekonomi karena dalam ungkapannya merasa

dimanfaatkan selama pacaran. Hal tersebut dianggap sebagai penyebab

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

62

munculnya pengalaman pahit selama pacaran. Menurut Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

(2018), bahwa kekerasan ekonomi juga dapat terjadi selama masa pacaran.

Selama masa pacaran kejadian tidak terduga dapat terjadi pada pasangan

pacaran. Salah satunya ialah munculnya kekerasan ekonomi selama masa

pacaran. Kekerasan ekonomi juga dianggap sebagai salah satu kekerasan

yang tidak terbiasa di dengar, karena pemahaman tentang kekerasan lebih

sering mengenai kekerasan fisik.

Kekerasan ekonomi dapat muncul jika korban merasa telah

dimanfaatkan selama pacaran dan dilakukan secara sengaja oleh pelaku.

Pelaku hanya menginginkan materi yang dimiliki oleh korban KDP dan

menjalani hubungan pacaran tanpa berlandasan rasa suka atau cinta.

Menurut data dari Komnas Perempuan (2019) dalam catatan tahunan,

kasus kekerasan ekonomi memiliki data sebanyak 1.064 kasus (11%).

Data tersebut menunjukan kekerasan ekonomi juga telah menambah angka

kekerasan di Indonesia. Data tersebut juga menunjukan telah banyak yang

menjadi korban kekerasan ekonomi. DS menjadi salah satu korban

kekerasan ekonomi dan penyumbang angka kekerasan di Indonesia.

2. Dampak

Dampak yang dialami oleh DS yakni mengalami kepahitan,

memiliki emosi terpendam, dan memiliki perasaan dilematis. Terkait

dengan dampak yang dialami oleh DS, Rajneesh (2008) mengungkapkan

bahwa seluruh emosi, sentimen dan pikiran korban kekerasan dalam

pacaran telah dimanipulasi memori kejadian pengalaman pahit masa lalu.

Pengertian emosi menurut Albin (2007), adalah perasaan yang pasti

dialami oleh setiap umat manusia selama masa hidupnya. Perasaan yang

dimaksudkan ialah perasaan sedih, gembira, kecewa, semangat, marah,

benci, dan cinta (Gross, 2012). Perasaan-perasaan tersebut juga yang pasti

dialami oleh setiap pemuda-pemudi yang berpacaran.

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

63

Masa pacaran menjadi salah satu pengalaman yang dialaminya

selama menjalani hidup. Pengalaman pacaran tidak selalu berjalan dengan

indah dan bahagia, begitu pula yang telah terjadi pada DS. Pengalaman

pacaran dapat menjadi pahit ketika mengalami kekerasan dalam pacaran,

sehingga menjadi kepahitan. Pengalaman pahit selama pacaran juga

merekam dan membentuk memori tidak menyenangkan. Salah satu

dampak yang kerap terjadi ialah korban KDP menjadi sering

mengkonsumsi minuman beralkohol dan mengalami depresi (Ngo,

Eisman, Walton, Kusunoki, Chermack, Singh, & Cunningham, 2018).

Ngo et al. (2018), juga menunjukan bahwa dampak KDP pada korban

yang mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 23% di usia 12-17

tahun, dan 38% di usia 18-25 tahun. Pada usia 18-25 menjadi lebih rentan

mengkonsumsi alkohol dan mengalami depresi. Pada usia tersebut remaja

sedang menjalani masa kuliah dan lebih sering dilingkungan yang bebas

atau rentan mempengaruhi korban KDP yang sedang depresi.

3. Rekonsiliasi

Berdasarkan kebenaran (truth) yang diungkapkan oleh DS masih

sering terbayang-bayang dengan pengalaman pahit bersama pelaku.

Menurut Lederach (1997), truth untuk mengetahui kesalahan dan

memvalidasi pengalaman menyakitkan melalui korban secara langsung.

Selain itu juga truth digambarkan kejujuran, kejelasan mengenai

pengakuan, dan rasa tanggungjawab. DS telah mengungkapkan kejelasan

mengenai permasalahannya dan alasan DS belum merasakan damai.

Dengan begitu DS telah mengungkapkan kebenaran mengenai

permasalahannya saat ini, dan transparansi telah tercapai.

Rasa keadilan (justice) DS masih mengharapkan untuk dapat

membalas dendam pada pelaku, selain itu DS juga telah melakukan

pelampiasan sakit hati pada perempuan lainnya. Sedangkan menurut

Lederach, (1997) dan Webel & Galtung (2007), justice merepresentasikan

korban dan pelaku kekerasan menata kembali untuk pemulihan hubungan

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

64

mereka. Justice juga digambarkan sebagai upaya memperbaiki kesalahan

yang telah terjadi dan melakukan pemulihan tanpa menuntu balas dendam.

Hanh (2015) juga berependapat perilaku balas dendam tidak akan

membuat korban KDP menjadi damai, tetapi membuat orang lain

disekitarnya juga mengalami penderitaan. Hanya dikarenakan korban KDP

merasakan kepahitan tidak berarti korban KDP harus terus menerus

membuat pelaku atau orang lain disekitarnya merasakan kepahitan atau

penderitaan yang sama juga. Rekonsiliasi memiliki pemahaman bahwa

melepaskan kecenderungan untuk tidak menghukum atau balas dendam

pada pihak lain (Hanh, 2015). Rekonsiliasi bertentangan dengan segala

bentuk ambisi untuk balas dendam.

Selain itu juga rasa memaafkan atau mengampuni (mercy) belum

muncul, karena DS tidak bersedia memaafkan pelaku dan tetap berambisi

membalaskan dendamnya. Menurut Lederach (1997), mercy adalah upaya

menerima, melepaskan dan memulai kembali. Tanpa adanya mercy

hubungan menjadi tidah sehat, selain itu keberhasilan pemulihan akan

menjadi rumit. Menurut Webel & Galtung (2007), memaafkan atau

mengampuni menjadi salah satu syarat untuk dapat mengalami kedamaian

psikologis. Selain itu juga pentingnya bagi korban KDP tidak memiliki

keinginan untuk membalas kepahitan yang dialaminya pada pelaku dan

melepaskan kepahitan tersebut (Hanh, 2015).

Pada akhirnya kedamaian (peace) dalam diri DS belum dapat terjadi

dan tetap merasakan dampak-dampak pengalaman pahitnya. Hal ini

dikarenakan pemahaman DS tentang keadilan dan damai yang melenceng

dari konsep rekonsiliasi. Pada syarat truth DS dapat mengungkapkan

kebenaran, namun pada syarat justice dan mercy belum tercapai. Hal ini

menunjukan tidak tercapainya kedamaian dalam diri DS. Sedangkan

Peace juga berarti rekonsiliasi dimana telah terjadi keharmonisan,

kesejahteraan dalam diri korban kekerasan, dan hubungan yang baik antar

kedua belah pihak (Lederach, 1997; Neufeldt et al., 2002; Webel &

Galtung, 2007).

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

65

4. 3. Partisipan Ketiga

Partisipan penelitian ketiga diberi nama samaran BG, dan saat ini

sedang menginjak usia 25 tahun. BG berjenis kelamin perempuan,

sedangkan domisili asal di Ambon, namun saat ini merantau di Salatiga

karena sedang mengemban kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga. Selama kuliah BG telah pacaran sebanyak 4 kali dan pacar

keempat yang memberikan pengalaman pahit bagi BG hingga saat

diwawancarai. Mereka telah berpisah selama satu tahun dua bulan sampai

saat BG diwawancarai.

Berdasarkan wawancara, BG memutuskan untuk berpisah karena

tidak terima dan tidak ingin lagi dipukul oleh pelaku. Pelaku dijebloskan

kedalam penjara sebagai ganjaran atas perbuatannya. Selama pacaran

perbincangan dengan nada tinggi dan makian merupakan hal yang wajar

bagi mereka berdua. Kekerasan fisik tidak sering dilakukan oleh keduanya,

namun pernah dilakukan pada satu sama lain. Pengalaman pacaran BG

dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik, verbal, dan psikologis. Hal ini

dikarenakan BG pernah mengalami kekerasan fisik saat pacaran oleh

pelaku, dan setelah berpisah partisipan merasa tertekan memori masa

lalunya.

4. 3. 1. Faktor Penyebab

Selain itu terjadinya kekerasan fisik saat pacaran menjadi salah satu

penyebab munculnya pengalaman pahit partisipan. BG mendapati pelaku

melakukan chatingan dengan perempuan lain dan secara reflek BG

mendorong pelaku. Setelah itu terjadi tindak kekerasan fisik yang dialami

oleh BG dan terus terjadi hingga pulang.

“Pada waktu kami jalan-jalan ke borobudur dengan teman ku juga,

dia ketahuan balas-balas chat cewe lain, ya udah dengan emosinya

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

66

aku pukulnya dan dorong-dorong juga. Setelah itu dia kan gak terima

jadi mulai mukul-mukul aku juga” (BG: 7)

BG memiliki dua peran, awal pertama menjadi pelaku kekerasan fisik

dan kedua partisipan menjadi korban setelah pelaku melakukan kekerasan

fisik balasan. Selain itu BG juga melontarkan kata-kata makian terhadap

pelaku. Fenomena pelaku atau korban menjadi sulit menentukan pelaku

atau korban utama kekerasan, dan disisi lain muncul peran ganda yakni

korban menjadi pelaku atau pelaku menjadi korban.

“Sebenarnya salah ku juga sih, awalnya aku suka mukul dan maki

dia, karena, dia ketahuan balas-balas chat cewe lain/ ya udah dengan

emosinya aku pukulnya dan dorong-dorong juga” (BG: 7)

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh BG yakni

kekerasan fisik. Kekerasan terjadi saat masih menjalin hubungan pacaran.

Pelaku melakukan pemukulan pada wajahnya. Pemukulan tersebut diawali

dengan perilaku kekerasan oleh BG pada pelaku yang diindikasikan telah

berselingkuh, sehingga pelaku melakukan pembalasan dan berhasil

melakukan pemukulan pada wajah BG. Kekerasan ini juga kerap terjadi

pada pasangan berpacaran dan sering terjadi saling membalas pemukulan.

Saat seperti ini sulit untuk menentukan korban dan pelaku, karena keduanya

melakukan kekerasan. Sehingga penyebab awalnya dapat disimpulkan ialah

indikasi perselingkuhan oleh pelaku dan berlanjut pemukulan satu sama

lain.

4. 3. 2. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

1. Mengalami kepahitan

BG masih menyimpan perasaan sakit hatinya dan masih sering

muncul dalam pikirinya sehari-hari. BG menjadi emosi ketika pelaku

masih tetap berupaya menghubunginya.

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

67

“Ya dulu pas awal-awal sakit hati dengan perlakuan dia, untuk

sekarang masih ada sih sedikit rasa sakit hatinya.” (BG: 9)

“Masih sih sering kepikiran kadang-kadang” (BG: 12)

“Misal ketemu dia atau macam kasi kabar lagi, kan emosi lagi,

macam jengkel gitu toh” (BG: 24)

Dampak yang harus dialami oleh BG ialah kepahitan dengan

perasaan sakit hati dan bayang-bayang tentang pelaku. Selain itu juga BG

mengalami emosi ingin marah ketika tetap dihubungi oleh pelaku.

Dampak seperti ini akan dialami oleh korban KDP dan pengalaman

tersebut membuat kenangan yang buruk.

4. 3. 3. Rekonsiliasi

1. Kebenaran (Truth)

BG mengharapkan kedamaian dalam dirinya agar tidak bertemu

dengan pelaku dan tidak lagi dihubungi oleh pelaku. BG merasa tidak ada

lagi yang mengganjal dalam dirinya ketika pelaku tidak menghubunginya

lagi. Selain itu BG merasa sudah damai dengan tidak adanya kabar dari

pelaku. BG sudah mengurangi memori tentang pelaku karena tidak lagi

bertemu dan dihubungi.

“Kalau sekarang udah gak sih merasa ganjal dengan perilaku dia

dulu, dia kan udah tidak kasi-kasi kabar lagi toh” (BG: 22)

“Aku sendiri sih udah damai, tapi kalau misal gak tau sih, misal

ketemu dia atau macam kasi kabar lagi” (BG: 24)

“Gak teringat dia lagi” (BG: 16)

Kebenaran yang diungkapkan oleh BG yang menginginkan tidak

lagi bertemu atau kabar dari pelaku. BG menganggap pelaku yang selalu

menghubunginya akan membuatnya merasa tidak damai. Selama pelaku

tidak memberikan kabar, dirinya dapat merasa damai. Hal seperti ini

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

68

hanya membantu sementara BG, namun ketika dihubungi kembali oleh

pelaku, BG kembali dibayangi oleh pelaku. Sehingga BG belum dapat

merasa damai seutuhnya, karena pelaku diindikasikan dapat

menghubunginya suatu saat tanpa disadarinya. Pengakuan kebenaran BG

bersifat kedamaian sementara dan tidak dapat menunjang dirinya merasa

damai selamanya.

2. Keadilan (Justice)

BG memilih untuk mengakhiri hubungannya agar tidak

mendapatkan perlakuan kekerasan fisik. BG juga melaporkan pelaku pada

kakaknya dan dipenjara sebagai ganjaran telah melakukan kekerasan.

“Karena dia suka gitu aku gak suka, jadi aku putusin aja.” (BG: 4)

“Karena sakit hati aku itu, trus aku laporin dia ke kakak ku juga

yang tentara di Pati, trus dia penjara karena tentara gak boleh

kasar.” (BG: 10)

BG melakukan perilaku memaki pada pelaku ketika dirinya terus-

menerus dihubungi oleh pelaku. BG melakukan hal tersebut disebabkan

karena tekanan dari pelaku dan merasa dirinya harus melepaskan diri dari

pelaku.

“Kalau dia telpon-telpon trus aku gak jawab lagi, pas aku jawab

paling aku maki/ maki kayak binatang stop telpon-telpon” (BG: 26)

BG memilih mengakhiri hubungannya dan pelaku, selain itu juga

BG akan melakukan makian ketika pelaku tetap terus menerus

menghubunginya. Keputuasan yang dilakukan oleh BG untuk mengakhiri

hubungan menjadi keputusan yang tepat, agar tidak diperlakukan kasar

lagi. Setelah berpisah rasa adil yang dialaminya tidak juga berakhir,

pelaku selalu menghubunginya dan membuatnya merasa tidak damai.

Keputusan BG untuk melakukan makian ketika dihubungi kembali oleh

pelaku tidak tepat, karena hanya akan membuatnya BG lebih merasa tidak

damai. BG akan dibayangi secara terus-menerus oleh pelaku dan BG juga

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

69

akan sulit memaafkan pelaku. Rasa adil yang harus dilakukan oleh BG

ialah memberikan penjelasan pada pelaku bahwa dirinya tidak kembali

berpacaran karena ketakutan akan terjadi kekerasan kembali dan BG

memberikan maaf dengan iklas. Keadilan akan tercipta dalam diri BG dan

dirinya dapat merasakan damai.

3. Belas kasih (Mercy)

Secara tidak langsung BG merasa telah memberikan maaf. BG juga

mengharapkan dirinya tidak lagi sakit hati, kepahitan dalam dirinya dapat

dilepaskan, dan tidak lagi terbayang-bayang dengan pelaku.

“Kalau kasih maaf iya udah aku maafin tu gak sih cuman kalau

dalam hati udah gak sih/ tapi kalau macam bicara langsung ke dia

ya udah aku maafin gitu tapi dalam hati udah maafkan” (BG: 20)

BG mengungkapkan dirinya telah memaafkan pelaku dan tanpa

pertemuan, namun BG merasa terganggu dengan perilaku pelaku yang

terus-menerus menghubunginya. Hal itu membuat BG merasa tidak dapat

damai dan selalu dibayangi oleh pelaku. Dapat disimpulkan BG belum

memaafkan pelaku dengan iklas karena masih merasa terganggu dengan

pelaku yang selalu menghubunginya. BG dapat dinyatakan telah

memaafkan pelaku ditunjukan dengan sikapnya yang tidak

mempermasalahkan pelaku yang masih ingin menghubunginya kembali.

Kata maaf dapat diucapkan melalui kata-kata, namun belum dipastikan

telah memaafkan secara iklas dan tulus. Hal seperti ini yang sering

dilakukan oleh korban KDP dan tidak memberikan maaf secara tulus.

Sehingga merasa terganggu ketika pelaku berusaha menghubunginya

kembali.

4. Kedamaian (Peace)

Godaan dari pelaku yang selalu tetap menghubunginya dan meminta

untuk kembali pacaran. Hal tersebut menjadi hambatan yang selalu

dirasakan mengganggu BG. BG merasa trauma dengan perilaku pelaku

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

70

yang memaksa untuk kembali pacaran. Selain itu juga pelaku berupaya

menemuinya secara langsung dan ditolak oleh BG yang saat itu

membuatnya menangis. BG merasa tidak penting lagi saling menghubungi

ketika telah berpisah satu sama lain. Hal tersebut menurutnya membuat

tidak tenang dirinya dan mengganggu dirinya.

“Kami sekarang masih kontak-kontak sih karena dia suka nelpon

terus, pada hal aku gak suka di telpon-telpon dia lagi” (BG: 6)

“Dia sering telpon-telpon aku untuk minta balikan lagi, itu juga

bikin aku trauma dengan dia, maksa untuk balikan” (BG: 14)

“Aku rasa gak damai di telpon-telpon dia terus, pada hal kan kita

udah putus, ya udah gitu gak usah ganggu-ganggu aku lagi” (BG:

14)

“Sempat datang minta ketemu toh ngomong baik-baik cuman gak

mau lagi trus aku sempat ada menangis-nangis juga toh” (BG: 18)

“Udah tenang-tenang kan dia datang lagi trus kasi kabar lagi”

(BG: 24)

Ungkapan BG diatas menunjukan bahwa dirinya belum merasakan

kedamaian dan belum dapat berdamai dengan pelaku. Bayang-bayang

mengenai pelaku dan upaya pelaku yang selalu menghubungi BG

dianggapnya sebagai gangguan. BG dapat merasa damai ketika tidak

bertemu, dan dihubungi oleh pelaku. Hal tersebut disimpulkan bahwa BG

belum dapat berdamai dengan situasi yang telah terjadi dan sedang

dialaminya. BG tidak seharusnya menjawab upaya pelaku yang terus

menghubungi, dan tidak perlu terbawa perasaan ketika tidak ingin kembali

berhubungan dengan pelaku. BG seharusnya mencoba untuk memaafkan

pelaku atau mengampuni pelaku, sehingga upaya dari pelaku tidak harus

dianggap sebagai gangguan, tetapi dianggap sebagai teman yang sedang

ingin berbincang-bincang. Kepahitan membuat BG menjadi sulit untuk

memaafkan pelaku dan juga membuat suasana mereka menjadi seperti

tidak ada masalah. Kunci memperbaiki hubungan BG dan pelaku ialah BG

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

71

mengampuni dengan iklas dan tulus, sehingga dapat terjalin hubungan

yang baik kembali.

4. 3. 4. Pembahasan Kasus Ketiga

1. Penyebab

Penjabaran kasus BG diatas telah menunjukan bahwa kekerasan

fisik menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam pacaran. BG

mengungkapkan telah dipukul dibagian wajah saat sedang bersama

pelaku, dikarenakan pelaku diindikasikan telah berselingkuh, sehingga BG

melakukan dorongan dan pelaku membalas dengan pemukulan. Hal serupa

dalam hasil penelitian Evendi (2018), juga menunjukan bahwa bentuk

kekerasan yang dialami oleh korban KDP dapat berupa kekerasan fisik

dan non fisik. Kekerasan fisik diantaranya tindakan menampar,

menendang ataupun memukul yang menimbulkan dampak secara fisik

kepada korban kekerasan. Kekerasan yang diluapkan oleh pelaku berupa

kekerasan fisik dan juga perilaku agresi psikologis secara sengaja untuk

melukai lawan jenisnya (Witte et al., 2015). Kekerasan fisik telah menjadi

kekerasan yang sering terjadi pada setiap konflik dalam ranah berpacaran.

Kekerasan fisik selalu menghiasi setiap kasus yang dialami korban KDP,

hal ini karena pelaku merasa lebih puas ketika dapat melakukan kekerasan

fisik. Kekerasan fisik selalu bersaing dengan kekerasan psikologis untuk

dapat menjadi penyebab utama kekerasan.

2. Dampak

Dampak yang dialami oleh BG yakni mengalami kepahitan dalam

dirinya karena sering dibayang-bayangi oleh pelaku yang sering

menghubunginya. Dampak tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bliton

et al. (2016), korban KDP menunjukan emosional sesaat setelah berpisah

dengan pelaku dan selalu dibayangi oleh kengangan-kenagan pahit.

Page 43: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

72

Korban mengungkapkan perilaku emosional pada orang-orang

disekitarnya dan menunjukan perubahan emosi dengan jangka waktu yang

cepat. Penelitian Karsberg, Bramsen, Lasgaard, dan Elklit (2018),

mengungkapkan hasil serupa yakni pengalaman pahit selama pacaran

dapat merubah emosi korban KDP. Dengan emosional yang buruk, korban

KDP kerap menunjukan temperamental saat mengalami tekanan. Selain

itu juga korban KDP dapat menjadi sangat sedih hingga menangis ketika

merasa terpuruk saat teringat dengan perlakuan pelaku yang tidak

menghargainya selama pacaran.

Penelitian Bliton et al. (2016), juga mengungkapkan hasil penelitian

yang serupa bahwa korban dapat menjadi pelaku dengan melakukan

perilaku agresi psikologis pada pasangannya/pelaku dan pada

pasangannya yang baru. Hal ini sebagai upaya korban untuk membalas

dendam pengalaman pahitnya selama berpacaran menerima perlakuan

kekerasan. Dampak lainnya yang ditunjukan pada hasil penelitian yakni

sikap dan perilaku emosional korban KDP. Penelitian lain yang

mendukung hasil penelitian yakni Aizpitarte, Alonso-Arbiol, dan Van de

Vijver (2017), mengungkapkan korban KDP memiliki emosional yang

tidak stabil dan menunjukan perilaku agresif.

3. Rekonsiliasi

Pada tahap kebenaran (truth) BG mengungkapkan merasa hanya

tidak ingin dihubungi kembali oleh pelaku yang dianggapnya tidak

merasakan damai. Ungkapan tersebut telah sejalan dengan Lederach

(1997), bahwa truth untuk mengetahui kesalahan mengenai permasalahan

korban kekerasan dan dinilai kebenaran pengalaman menyakitkan. Selain

itu juga truth digambarkan kejujuran, kejelasan mengenai pengakuan, dan

rasa tanggungjawab. BG telah mengungkapkan kebenaran yang telah

dialaminya dan secara jujur dirinya menyampaikan merasa tidak damai

jika pelaku terus-menerus menghubunginya. Hal ini menjadi salah satu

tahap yang dapat membantu BG untuk menyelesaikan permasalahannya.

Page 44: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

73

Secara tidak sadar BG telah berupaya melepaskan kepahitannya dengan

ungkapan kejujurannya dan transparansinya. Upaya pelaku untuk

menghubungi juga tidak salah, namun intensitas yang terlalu sering akan

membuat BG merasa terganggu. Selain itu juga BG harus menjelaskan

pada pelaku bahwa tidak perlu menghubunginya secara terus menerus,

karena BG akan menerima tapi tidak setiap saat.

Rasa keadilan (justice) dalam diri BG belum muncul karena

berharap akan memaki pelaku ketika tetap terus-menerus dihubungi oleh

pelaku. Sedangkan pemahaman justice merepresentasikan korban dan

pelaku kekerasan dapat menata kembali hubungan mereka (Lederach,

1997; Webel & Galtung, 2007). Justice juga digambarkan sebagai upaya

memperbaiki kesalahan yang telah terjadi dan melakukan pemulihan

dalam diri korban kekerasan. Sikap yang ditunjukan oleh BG tidak dapat

diterima oleh pemahaman justice yang sebenarnya. Hal ini bertentangan

dengan pemahaman justice dan akan mengganggu kestabilan capaian

rekonsiliasi. Justice dianggap dapat menetralkan kondisi yang sedang

konflik antara korban dan pelaku kekerasan (Webel & Galtung, 2007).

Tidak seharusnya ada upaya makian dalam diri BG dan sudah seharusnya

mejawab panggilan dari pelaku. BG disarankan mendiskusikan

permasalahan mereka dan memberi solusi satu sama lain.

Keinginan memaafkan atau mengampuni (mercy) hanya sebatas

ucapan lewat mulut, namun ketulusan kata maaf tersebut masih diragukan.

Menurut Lederach (1997), mercy adalah upaya menerima, melepaskan dan

memulai kembali hubungan yang telah bertikai. Tanpa adanya mercy

hubungan menjadi tidah sehat, selain itu keberhasilan pemulihan akan

menjadi rumit. Dengan ungkapan BG yang telah memaafkan pelaku, maka

sudah seharusnya dirinya tidak mempermasalahkan pelaku

menghubunginya. Hal tersebut baik untuk mereka berdua agar dapat

berdiskusi dengan baik. Tanpa adanya penolakan dan makian dari BG.

Ungkapan BG mengenai mercy bertentangan dengan konsep justice yang

kotradiksi. Sehingga dapat diindikasikan bahwa BG belum dapat

Page 45: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

74

memaafkan pelaku. Hal yang sangat menunjukan BG telah memaafkan

atau belum ialah sikap menerima. Penerimaan ialah upaya untuk

melepaskan kepahitan yang dialaminya (Hanh, 2015; Lederach, 1997).

Bertentangan dengan kenyataannya bahwa BG menunjukan belum dapat

menerima upaya pelaku untuk menghubunginya.

BG mengungkapkan dirinya akan merasa damai (peace) ketika tidak

lagi dihubungi oleh pelaku dan tetap merasa tidak damai jika tetap

dihubungi oleh pelaku. Hal tersebut menunjukan bahwa BG belum

merasakan kedamaian karena tetap merasa dibayang-bayangi oleh

pengalaman pahitnya. Selain itu juga BG belum memenuhi syarat konsep

justice dan mercy yang bertentangan saat diungkapkannya, selain itu pada

konsep truth dapat diragukan kebenarannya. Pemahaman mengenai Peace

ialah rekonsiliasi dimana korban kekerasan telah merasakan

keharmonisan, kesejahteraan, dan telah memperbaiki hubungannya dengan

pelaku (Lederach, 1997; Neufeldt et al., 2002; Webel & Galtung, 2007).

4. 4. Partisipan Keempat

Partisipan penelitian keempat diberi nama samaran DT, dan saat ini

sedang menginjak usia 20 tahun. DT berjenis kelamin laki-laki, sedangkan

domisili asal di Kalimantan Barat, namun saat ini merantau di Salatiga

karena sedang mengemban kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga. Selama kuliah DT telah berpacaran sebanyak 5 kali dan pacar

yang dianggap telah memberikan pengalaman pahit ialah pacar pertama

sejak dibangku SMA hingga kuliah. Mereka telah berpisah selama satu

tahun sampai saat DT diwawancarai.

Berdasarkan wawancara, DT mengungkapkan bahwa pelaku

memutuskan hubungan pacaran mereka, karena rasa cemburu DT yang

dianggap pelaku berlebihan. Selang sehari berpisah, pelaku menjalin

hubungan pacaran dengan teman laki-lakinya. Hal ini membuat DT semakin

curiga jika pelaku selama pacaran jarak jauh telah menjalin kedekatan

Page 46: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

75

dengan laki-laki lain. Selama pacaran DT merasa sering diintimidasi oleh

pelaku karena sikap posesif dan DT merasa tidak bebas. Pelaku selalu

meminta password sosial medianya dan begitu juga dengan DT sebagai rasa

keadilan dalam hubungan mereka. Pengalaman pacaran DT dapat

dikategorikan sebagai kekerasan psikologis. Hal ini dikarenakan DT merasa

tertekan selama pacaran dengan perilaku intimidasi dari pelaku, dan setelah

berpisah DT tetap dibayang-bayangi oleh memori buruk selama pacaran.

4. 4. 1. Faktor Penyebab

Selain itu juga DT merasa selama pacaran diintimidasi oleh pelaku.

Selama pacaran DT merasa tidak bebas dilarang-larang, dicemburuin, dan

hal tersebut membuat DT tertekan selama pacaran. DT berupaya untuk

menyelesaikan hubungannya, namun pelaku melakukan ancaman padanya

yang membuat DT tetap bertahan. DT juga tetap bertahan karena beralasan

telah mengenal keluarga pelaku dan diminta untuk tidak berpisah.

“Aku ngerasa selalu disalahkan, dilarang-larang, dicemburui. Apa

aja yang ku lakukan selalu aja salah dimatanya, walau pun aku benar

dia gak mau mengakui kesalahannya, jadinya aku yang terpaksa

ngalah agar gak ada cekcok dengan dia. Waktu aku main atau

ngumpul dengan teman-temanku, dia pasti nanya-nanya aku di

chatingan dengan siapa aja, cowo apa cewe, sebelahan sama cowo

apa cewe.// Aku kan punya hobi naik gunung dan suka traveling, itu

pun juga dilarangnya, katanya takut aku kenapa-napa, ya aku

ngerasa jadi aneh aja, gak bebas, di kekang sama pasangan sendiri”

(DT: 2)

“Pernah sekali aku bilang mau putus, dia malah ancam-ancam gak

mau idup lagi gitu katanya//Trus juga aku udah dikenalkan sama

orang tuanya, ya dia bilang jangan sampe putus gitu” (DT: 14)

“Dia yang suka bikin aku tertekan kayak larang-larang waktu

pacaran” (DT: 18)

Page 47: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

76

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh DT yang kerap

dialami oleh setiap hubungan dalam pacaran. Kekerasan ini sering tidak

disadari oleh setiap pasangan yang pacaran, dan lebih sering anggap wajar.

Kekerasan psikologis dianggap wajar dikarenakan banyak pasangan yang

tidak mengenali sebagai kekerasan. Kekerasan psikologis memiliki

pemilihan konsep yang membuat korbannya akan menurutinya, sehingga

banyak korban KDP lebih terperangkap dengan konsep tersebut dan

dibutakan. Dampaknya akan dirasakan setelah berpisah dan merasakan

kepahitan. Kekerasan psikologis seperti yang dirasakan oleh DT dianggap

sebagai permasalahan biasa, namun dampaknya akan menyakitkan. Tidak

adanya kebebasan dalam hubungan pacaran, tidak adanya teman sebaya

hanya ada pacar, pembatasan aktivitas hobi atau kegiatan lainnya, dan

hubungan dengan sekitar lingkungan akan dibatasi. Hal seperti akan terjadi

pada setiap pasangan dengan konsep salah ditanamkan dalam diri korban

KDP.

4. 4. 2. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

1. Mengalami kepahitan

DT mengakui selama pacaran tertekan dan berkeinginan untuk

selalu marah. Hal tersebut dikarenakan DT tidak merasa bebas selama

pacaran. DT masih memendam perasaan sakit hati pada pelaku. Selain itu

berdampak pada hubungan pacaran yang baru, yang menilai perempuan

sama saja dengan pelaku. Selalu membanding-bandingkan pacar barunya

dengan pelaku dan DT sulit untuk fokus pada pasangannya. Hal tersebut

karena bayang-bayang dari pelaku yang selalu muncul dalam pikirannya.

DT menjadi bermalas-malasan untuk beraktivitas dalam keseharinnya.

“Selama pacaran aku tertekan, pengennya marah-marah trus sama

siapa aja, mana gak bisa bebas pergi ngumpul atau ngelakuin

hobiku sendiri” (DT: 2)

“Karna akunya jadi lebih posesif sama dia, jadi cowo-cowo yang

chatingan sama dia aku yang balas trus ku tanya-tanyain” (DT: 4)

Page 48: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

77

“Sakit banget perasaan ku waktu tu, sampai sekarang aja aku masih

sering kebayang-bayang sama semuanya” (DT: 6)

“Aku rasanya ngefek banget sih, aku jadi cepat bosan pacaran// aku

juga nilai perempuan itu sama aja semuanya, trus sering kebayang-

bayang dia, aku pasti selalu membanding-bandingkan pacarku yang

baru sama dia” (DT: 8)

“Aku jadi malas-malasan sama aktivitas” (DT: 16)

Dampak pertama yang dialami oleh DT yakni kepahitan setelah

berpisah. Kepahitan membuatnya merasa tertekan, memiliki perubahan

sikap, merasakan sakit hati, dan menjadi sulit untuk serius dalam menjalin

hubungan pacaran. Dampak seperti ini yang akan dirasakan oleh setiap

korban KDP setelah berpisah dengan pelaku. Hal ini juga karena sering

dibayang-bayangi oleh pengalaman pahit selama pacaran. Sering kali

korban KDP menyepelekan dampaknya dan akan dipendam. Setiap korban

KDP seharusnya dapat melepaskan diri dari dampak yang telah

dirasakannya. Aktivitas menjadi tidak produktif dan lebih memiliki

keinginan untuk tidak melakukan aktivitas. Hal ini juga berdampak pada

hubungan pacaran yang baru, kebosanan akan menghantui dan menjadi

trauma akan diperlakukan seperti sebelumnya. Selain itu juga dapat terjadi

indikasi akan melakukan perlakuan yang sama pada pasangan yang baru.

2. Emosi sulit dikendalikan

DT ketika mengingat pelaku menjadi lebih emosional dan memiliki

keinginan untuk melakukan pemukulan pada pelaku. Emosional DT

muncul karena rasa sakit hati dengan sikap dan perilaku pelaku selama

pacaran dan juga setelah berpisah.

“Dia itu perempuan busuk! Karna dia aku gak lulus satu matakuliah

karna gak bisa konsentrasi kepikiran sakit hati sama galau di

putusin dia” (DT: 16)

“Rasanya uuuhhhhhh pengen ku pukul trus ku maki dia” (DT: 16)

Page 49: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

78

Emosi DT menjadi sulit dikendalikan, dampakanya DT memiliki

sikap dan perilaku yang agresif. Perilaku tersebut tanpa disadarinya dapat

dilakukannya ketika bertemu dengan pelaku. Dampak seperti ini membuat

setiap korban KDP menjadi lebih agresif dan sering dengan sengaja

melakukan kekerasan kembali pada siapa pun. Emosi yang sulit

dikendalikan dapat merugikan korban KDP. Emosi yang tidak dapat

dilakukan pada pelaku dapat terjadi pada pasangannya yang baru, dan juga

ketika menikah hal tersebut dapat terjadi tindak kekerasan pada anak atau

istri. Sehingga korban KDP dapat menjadi pelaku KDP hingga pada

pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

3. Emosi terpendam

Pengalaman selama pacaran hanya menyisakan perasaan benci pada

pelaku dengan semua kenyataan yang telah dialaminya setelah berpisah.

DT tidak dapat menerima kenyataan mengenai pelaku yang mudah

berpaling setelah memutuskan untuk berpisah. Sedangkan dirinya harus

terbayang-bayang dengan pengalaman yang pahit dan perasaan kebencian.

“Aku udah benci banget sama dia. Eh tau dia ada pacar baru, aku

tambah sakit hati banget sama dia, jadi ya udah tambah benci”

(DT: 12)

Setelah berpisah dengan pelaku hanya menyisakan penyesalan pada

DT. DT menyesal dengan hubungan yang telah terjalin antara mereka

berdua. DT menyesali rasa sayang yang diberikannya hingga menjadi

kerugian ekonomi selama pacaran.

“Yang paling ku sesali sampai sekarang ya hubungan kami dulu.

Aku selalu keingat penyesalan kenapa aku kok bodoh” (DT: 16)

Hal-hal yang berhubungan dengan pelaku disingkirkan. DT menjadi

lebih sensitif pada objek yang berhubungan dengan pelaku. DT selalu

berusaha untuk tidak melihat, dan mendengar tentang pelaku. DT lebih

cenderung untuk bersembunyi dari kenyataan yang dialaminya. Perasaan

Page 50: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

79

yang dialami DT saat melihat atau mendengar tentang pelaku, dirinya

akan teringat yang dapat merubah emosi menjadi buruk seperti sedih dan

marah-marah.

“Trus apa aja yang berhubungan dengan dia ku hapus termasuk

pertemanan di media sosial, sampe sekarang aku gak mau hubungin

dia. Aku udah nutup gak mau komunikasi dengan dia lagi” (DT: 12)

Emosi terpendam menjadi dampak selanjutnya yang dialami oleh

DT. Penyesalan hubungan pacaran dengan pelaku, kebencian, dan

berupaya memutuskan hubungan komunikasi dengan pelaku. Hal tersebut

menjadi emosi negatif yang terpendam dalam diri DT. Emosi negatif

terpendam tidak baik untuk kesehatan psikologis korban KDP.

Memendam emosi negatif hanya akan menumpuk emosi negatif. Suatu

saat dapat meledak dan dapat merugikan korban KDP. Seharusnya emosi

negatif dilepaskan dengan menerima kenyataan, mengiklaskan,

mengampuni dan katarsis positif yakni sharing pengalaman.

4. Perasaan dilematis

Terdapat kejadian-kejadian yang memunculkan memori kepahitan

pada DT. Kejadian-kejadian tersebut membuat DT tetap terbayang-

bayang, sehingga membuat DT merasa hidupnya menjadi berantakan.

“Aku selalu kebayang-bayang kenangan pahit trus, hidup ku

berantakan” (DT: 16)

Dampak lainnya yakni memiliki perasaan yang dilematis dengan

bayang-bayang kenangan pahit. DT selalu terbayang-bayang dengan

pengalaman pahit selama pacaran yang membuatnya merasa berantakan.

Perasaan seperti ini juga dialami oleh setiap korban KDP lainnya.

Dampaknya membuat korban KDP merasa kepahitan terus menerus. Hal

ini menjadi negatif untuk keseharian korban KDP dan merubahnya

menjadi tidak fokus.

Page 51: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

80

4. 4. 3. Rekonsiliasi

1. Kebenaran (Truth)

Pemahaman DT yang menganggap dirinya telah merasa damai tanpa

harus bertemu dengan pelaku. DT mengungkapkan ketika tidak bertemu

pelaku sebagai caranya mendamaikan dirinya. Upaya tersebut sebagai cara

DT menyangkal bahwa dirinya dapat berdamai dan pertemuan hanya akan

membuatnya tidak damai.

“Damai gimana? Dengan aku gak liat dia lagi aja aku udah damai

kok mas, gak perlu ketemu dia” (DT: 22)

DT menyangkal tetap menyimpan kepahitannya dan belum dapat

berdamai. DT merasa memori tentang pelaku hanya lewat kedalam

pikirannya dan hal tersebut tidak diinginkannya. DT mengungkapkan

dirinya telah berupaya melupakan dengan cara memadatkan aktivitas dan

berupaya berbagi cerita dengan temannya yang membuatnya merasa lega,

namun tetap saja memori tentang kepahitannya selalu masuk kedalam

pikirannya.

“Ya terlintas sendiri kok, aku gak juga gak pengen ingat-ingat lagi.

Aku berusaha lupain dengan menyibukan diri tapi tetap aja

terlintas, terlintas lagi. Aku udah cerita-cerita ke teman ku yang

mau dengar biar plong perasaan ku, tapi juga tetap terlintas lagi

sehabis cerita dengan teman ku tu” (DT: 24)

DT menyangkal bahwa dirinya tidak memiliki keinginan untuk

melampiaskan rasa sakit hatinya pada pacar barunya. DT mengakui

dirinya hanya merasa tidak adanya kecocokan, sehingga tidak dapat

melanjutkan hubungannya.

“Gak. Aku gak ada niat mau melampiaskan rasa sakit hati ke

mereka, pas pacaran emang udah rasa gak cocok aja, jadi cepat

putus, jadi keliatan aja kayak main-main pada hal gak kok” (DT:

40)

Page 52: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

81

Dalam pernyataan DT menunjukan kebenaran bahwa dirinya telah

merasa damai ketika tidak lagi melihat pelaku, namun pernyataan tersebut

terlihat seperti penyangkalan. DT selalu menyangkal bahwa dirinya tidak

memiliki permasalahan. DT menyangkal dirinya tidak membutuhkan

orang lain untuk dapat merasakan damai. Pernyataan-pernyataan DT

menunjukan sedang tidak jujur pada dirinya sendiri dan tidak bersedia

mengakui permasalahannya. DT menjadi salah satu contoh korban KDP

yang menganggap dirinya tidak memiliki permasalahan, dan berusaha

menyangkal. Sering kali korban KDP tidak membutuhkan bantuan dari

orang lain dengan permasalahannya. Selain itu juga tidak mengakui

kelemahannya dan merasa telah menyelesaikan masalahannya. Korban

KDP sulit untuk menunjukan kebenaran dari kejujuran dan cenderung

menutupinya. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan untuk

menemukan kedamaian.

2. Keadilan (Justice)

DT mengakui harapan untuk dapat balas dendam sebagai cara agar

memberikan kepahitan yang sama dengannya. DT berharap pacar barunya

melakukan karma pada pelaku.

“Bukan balas dendam juga sih, cuman pengen dia juga rasain sakit

yang pernah ku rasain, gak perlu aku yang ngelakuin tapi berharap

ada cowo lain yang ngelakuin hal yang sama kayak yang dia lakuin

ke aku” (DT: 34)

Harapan DT untuk tetap membalas dendam menunjukan tidak ada

rasa keadilan dalam dirinya. Balas dendam menjadi keinginannya setelah

berpisah dan menghiraukan dampak lain ketika dirinya membalas dendam.

Keadilan menuntut agar tidak membalas dendam terhadap kesalahan pihak

lain. Seharusnya memaafkan dan mengampuni kesalahan agar terjadi rasa

adil dalam permasalahan mereka. Menuntut balas tidak akan

menyelesaikan permasalahan, tetapi hanya akan menambah permasalahan

baru. Hal tersebut tidak sadari pada korban KDP dan balas dendam akan

Page 53: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

82

merugikan dirinya. Seringkali keadilan diartikan sebagai sama-sama

merasakan, namun konsep rekonsiliasi keadilan lebih mengutamakan

keiklasan dalam merelakan kenyataan yang dialaminya.

3. Belas kasih (Mercy)

DT mengharapkan dirinya tidak lagi sakit hati, kepahitan dalam

dirinya dapat dilepaskan, dan tidak lagi terbayang-bayang dengan pelaku.

“Gimana ya? Aku juga bingung, yang pasti aku udah gak sakit hati

lagi dengannya kayaknya, perasaan ku plong sampai aku gak

kebayang-bayang dengan dia lagi, mungkin gitu kali caranya, ntah

lah aku pun bingung juga” (DT: 32)

DT tidak akan memaafkan pelaku dengan alasan telah membenci

dan mengungkapkan dirinya dapat mengucapkan kata maaf. Namun,

dirinya sulit untuk menghilangkan perasaan sakit hatinya dan

kepahitannya. DT mengungkapkan bahwa permintaan maaf tidak akan

dapat menghilangkan atau melepaskan perasaan sakit hatinya dan segala

kepahitan yang telah terpendam dalam diri DT.

“Gak. Gak akan ku maafkan dia” (DT: 26)

“Aku udah terlanjur benci sama dia” (DT: 28)

“Setelah dia minta maaf, emangnya rasa sakit yang udah rasain

selama satu tahun bakal ilang gitu aja, mulutku bisa aja maafkan

dia tapi hati gak akan bisa maafkan dia” (DT: 30

DT mengungkapkan agar dirinya tidak merasakan sakit hati dan

tidak lagi terbayang-bayang dengan kepahitannya. Dalam diri DT tidak

ada keinginan untuk memperbaiki hubungan mereka, namun berharap agar

kepahitannya hilang. DT hanya berharap, namun tidak ingin melakukan

upaya melepaskan kepahitannya. Tidak juga berharap atau berkeinginan

untuk memaafkan atau mengampuni pelaku. DT bersikeras tidak akan

memaafkan kesalahan dari pelaku, dan kebencian telah menyelimuti

dirinya. Anggapan permintaan maaf tidak cukup untuk menyelesaikan

Page 54: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

83

masalah mereka. DT menekankan untu tetap adanya balas dendam. Dalam

konsep rekonsiliasi memaafkan atau mengampuni menjadi salah satu

kunci untuk dapat melepaskan kepahitan. Hal tersebut akan membantunya

menemukan kedamaian dalam dirinya.

4. Kedamaian (Peace)

DT beranggapan bahwa pelaku akan mendapatkan karma atas apa

yang telah dilakukannya. DT berharap pelaku dapat merasakan sakit hati

juga yang sama sepertinya. DT akan merasa senang ketika pelaku

merasakan sakit hati juga dan dirinya beranggapan hal tersebut telah

impas.

“Rasa-rasanya ingin ku dia juga rasakan yang ku rasakan dulu tapi

agak sulit ya, ya aku harap nanti dia bakalan dapat karmanya”

(DT: 30)

“Iya bakalan senang kalau dia ngerasain sakit hati juga. Aku rasa

impas ya kalau bisa kayak gitu, sama-sama rasa” (DT: 36)

DT mempertahankan keegoisannya untuk tidak bertemu dengan

pelaku. DT beralasan masih emosi dan dapat berperilaku kekerasan jika

bertemu dengan kondisi emosi. DT bersikeras untuk tidak melihat wajah

pelaku dan juga bertemu satu sama lain. Selain itu juga DT beralasan

seiring berjalannya waktu dirinya akan merasa damai. Seiring berjalannya

waktu dia merasa akan dapat melupakan kepahitan dalam dirinya dan

dapat merasa tenang. Pemirikran-pemikiran tersebut dapat menjadi

hambatan yang membuatnya tetap sulit untuk menemukan kedamaian.

“Ohhh gak. Gak. Gak, pokoknya gak ya mas. Aku yang ada bakalan

emosi banget sama dia, bisa-bisa aku ngelakuin pukul dia atau

maki-maki dia. Pokoknya aku gak mau liat muka dia dulu saat

sekarang” (DT: 20)

“Aku rasa iya nanti bakalan damai, karena kan disitu aku ngerasa

senang dan puas, jadi bisa aja setelah itu aku bisa lupain kenangan

pahit dengannya” (DT: 38)

Page 55: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

84

DT menolak untuk melakukan pertemuan dan melakukan konseling.

DT merasa dirinya dapat berdamai dengan dirinya sendiri dan tidak butuh

bantuan dari psikolog professional. DT merasa seiring dengan berjalan

waktu dapat melupakan pelaku.

“Gak usah aja deh mas, aku gak apa-apa kok, aku bisa dengan

sendirinya ngelupain rasa sakit hati ku nanti dikit-dikit” (DT: 46)

“Iya yakin kok mas, dikit-dikit nanti aku bakalan damai juga dengan

sendirinya, ya memang sekarang mungkin belum karna aku masih

sering kebayang-bayang dengan dia, tapi nanti juga bisa lupa kok”

(DT: 50)

DT mengungkapkan tidak ingin melakukan pertemuan dengan

pelaku dan selain itu juga menolak untuk melakukan konseling. Selain itu

juga mengharapkan karma terjadi pada pelaku. DT tidak merelakan

kesalahan pelaku dan tetap bersikeras agar pelaku merasakan kepahitan

yang sama sepertinya. Ungkapan-ungkapan DT menunjukan sulit baginya

untuk merasakan kedamaian dalam diri dan sulit untuk berdamai dengan

pelaku. DT tidak mengungkapkan kejujuran, tidak memiliki rasa adil, dan

tidak memiliki keinginan mengampuni atau memaafkan pelaku. Hal

tersebut menjadi indikator bahwa DT sulit untuk merasakan kedamaian

dengan kepahitan yang dialaminya. Terlebih dahulu pola pikir DT harus

dirubah dan diberikan pemahaman yang positif tentang mengampuni atau

memaafkan. Setelah hal tersebut tercapai, maka akan mudah bagi DT

untuk berdamai dengan dirinya sendiri dan berdamai dengan pelaku.

4. 4. 4. Pembahasan Kasus Keempat

1. Penyebab

Melalui penjabaran pengalaman kasus DT menunjukan bahwa

kekerasan psikologis menjadi penyebab kekerasan dalam pacarannya. Hal

ini dibuktikan melalui ungkapannya yang merasa diintimidasi,

Page 56: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

85

dicemburui, selalu disalahkan dan dilarang-larang. Kekerasan tidak selalu

dipandang sebagai kekerasan fisik semata, namun kekerasan dapat terjadi

dengan berbagai bentuk. Perilaku pasangan yang melarang-larang dengan

alasan tidak ingin dtinggalkan, perilaku tersebut dianggap wajar oleh

pasangan pacaran, namun tidak secara langsung telah melakukan

kekerasan psikologis yang tidak membebaskan dan membuat tertekan

karena merasa terisolir dari teman-teman atau keluargannya.

Hal serupa dalam hasil penelitian Evendi (2018), menunjukan

bentuk kekerasan yang telah dialami oleh banyak korban berupa kekerasan

fisik dan non fisik. kekerasan non fisik seperti kekerasan verbal (memaki,

membentak, menghina, memfitnah, meneriaki, menuduh, menyebar gosip,

dipermalukan di depan umum dengan lisan, menolak dengan kata-kata

kasar) dan kekerasan psikis (memandang penuh ancaman, memandang

sinis, mendiamkan, mempermalukan, memandang yang merendahkan,

mengucilkan, memelototi dan mencibir). Pengalaman perlakuan yang

dialami oleh korban KDP yang dialami oleh para remaja juga dapat berupa

kekerasan psikologis atau emosi sebanyak 490 kasus (17.5%), kekerasan

fisik sebanyak 316 kasus (11.2%), kekerasan seksual sebanyak 79 kasus

(2.8%), dan pengalaman kekerasan lainnya sebanyak 306 kasus (10.6%)

(Karsberg et al., 2018).

Berdasarkan data diatas membuktikan bahwa kekerasan psikologis

lebih tinggi persentase menjadi penyebab kekerasan dalam pacaran.

Kekerasan psikologis seperti mengintimidasi atau sikap posesif saat

pacaran telah menjadi kebiasaan yang sering terjadi. Sering kali juga

diacuhkan oleh korban KDP karena lebih memilih untuk mengalah, namun

saat berpisah penyesalan lebih cenderung menghiasi korban KDP. Rasa

penyesalan tersebut dapat berubah menjadi kemarahan pada pengalaman

masa lalunya (Albin, 2007; Rajneesh, 2008; Winch, 2017). Oleh karena itu

kekerasan psikologis yang dialami oleh DT akan lebih dirasakan ketika

berpisah.

Page 57: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

86

2. Dampak

Dampak yang dialami oleh DT yakni mengalami kepahitan,

memiliki emosi terpendam dan sulit dikendalikan, dan memiliki perasaan

dilematis. Dampak yang dialami oleh DT dikarenakan memori memori

yang membentuk emosi negatif yang tertanam dan tumbuh dalam diri

korban KDP. Emosi negatif yang terperangkap dan terpendam dalam diri

korban, dan sehari-hari secara tidak sadar memutar kembali memori

pengalaman pahit. Hal tersebut dapat membuat korban KDP tertekan dan

berulang kali hingga perasaan korban KDP semakin terluka setiap kali

memori tersebut muncul (Winch, 2017).

Perasaan yang tertekan dan terluka membuat perubahan emosional

pada korban KDP. Korban KDP cenderung selalu berkeinginan untuk

marah tanpa alasan yang tidak jelas. Marah adalah salah satu reaksi

alamiah yang diekspresikan ketika terjadi perubahan emosi (Gross, 2012).

Perubahan emosi lainnya yakni korban KDP dalam hitungan detik dapat

menangis dan tertawa secara tidak jelas. Tekanan dan luka yang

mendalam dapat merubah emosi korban KDP menjadi lebih agresif seperti

perilaku memukul, melukai dan membunuh (Rajneesh, 2008). Selain itu

ketika mekanisme koping korban KDP tidak dapat dikelola dengan baik

dapat mengarahkannya pada upaya bunuh diri. Hal seperti ini sangat

berbahaya ketika dapat terjadi pada setiap korban KDP dan terkhusus pada

DT.

Selain itu kemarahan juga dapat menjadi salah satu usaha yang nyata

terjadi dan secara cepat dialami oleh korban KDP (Phillips, 2004).

Menurut pemaparan Rajneesh (2008), amarah menjadi salah satu bagian

dari kehidupan yang alamiah dialami oleh setiap individu. Memori

pengalaman pahit selama pacaran korban memicu perubahan emosi

menjadi negatif sehingga korban mengeluarkan emosi berupa kemarahan

(Albin, 2007). Memori pengalaman pahit korban KDP selama pacaran

dimunculkan setelah mereka berpisah dan korban KDP mengalami

Page 58: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

87

perubahan emosi dalam dirinya. Ingatan dalam memori korban KDP

tentang pengalaman pahit membuat kekacauan emosi dalam dirinya.

Emosi korban KDP dapat berubah dengan cepat dari stu situasi ke situasi

lain dan perubaha juga terjadi pada perilaku (Rajneesh, 2008). Dalam

situasi tersebut korban dapat menunjukan perilaku kesedihan, kemarahan,

berkeinginan menarik diri dan menangis secara nyata.

3. Rekonsiliasi

Kebenarannya (truth) yang diungkapkan oleh BG terlihat tidak jujur

dan berusaha untuk menyangkal. Sedangkan, menurut Lederach (1997),

truth agar dapat mengetahui kesalahan dari transparansi dan memvalidasi

kebenaran mengenai pengalaman menyakitkan bagi korban kekerasan.

Selain itu juga truth digambarkan kejujuran, kejelasan mengenai

pengakuan, dan rasa tanggungjawab. Upaya menyangkal DT menunjukan

ketidakjujurannya berusahan menutupi permasalahannya. Hal ini

mempersulit dirinya sendiri untuk dapat melepaskan kepahitan yang

dialaminya. Dengan ungkapan yang jujur dari DT seharusnya dapat

membantunya mengeluarkan emosi negatif dalam dirinya. Selain itu juga

dapat membantu fasilitator rekonsiliasi mengetahui langkah-langkah yang

harus dilakukan. Upaya untuk menutupi permasalahan hanya akan

merugikan DT dan membohongi dirinya sendiri. Transparansi dan

kejujuran saat mengungkapkan dapat mencerahkan akar permasalahan

konflik dan dapat terselesaikan dengan baik. Lederach (1997), juga

mengungkapkan bahwa tanpa adanya truth konflik kekerasan akan

menjadi terselesaikan.

Rasa keadilannya (justice) tidak muncul karena memiliki

pemahaman untuk membalaskan dendam. Lederach, (1997) dan Webel &

Galtung (2007), justice merepresentasikan korban dan pelaku kekerasan

menata kembali untuk pemulihan hubungan yang telah bertikai. Justice

juga digambarkan sebagai upaya memperbaiki kesalahan yang telah terjadi

dan melakukan pemulihan. Pemulihan dan proses untuk menata kembali

Page 59: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

88

hubungan DT dan pelaku menjadi mustahil, jika DT memiliki keinginan

untuk membalas dendam. Hanh (2015), menyampaikan bahwa justice

tidak menuntut balas atas kesalahan orang lain. Sehingga upaya balas

dendam DT hanya akan mempersulit dirinya mencapai kedamaian dan

mengarahkan dirinya untuk terus menerus terikat dengan kepahitan.

Permasalahan yang dihadapi oleh DT ialah perasaan benci dan

bayang-bayang pengalaman pahit semasa pacaran. Salah satu hambatan

proses rekonsiliasi ketika korban tetap berhadapan dengan pengalaman

menyakitkan (Winch, 2017). Persepsi keliru terjadi dalam diri korban

KDP karena ketika seringnya terperangkap dalam bayang-bayang

kepahitan masa lalu dan korban KDP dan akhirnya bereaksi dengan emosi

yang tidak stabil (Hanh, 2015). Reaksi tersebut tidak membuat korban

KDP dapat merasa damai tapi lebih banyak menciptakan penderitaan

dalam dirinya. Persepsi korban KDP harus membalaskan dendam pada

pelaku yang sama atau mencari pasangan lain sebagai pelampiasan akan

lebih menyiksa. Sebaliknya ketika tidak adanya persepsi keliru pada

korban KDP maka kemarahan, kepahitan, dan kebencian juga akan lenyap

(Hanh, 2015).

DT tidak bersedia untuk memaafkan atau mengampuni (mercy)

karena menurutnya pelaku berhak mendapatkan kepahitan yang sama

dengannya. Sedangkan pemahaman mercy adalah upaya menerima,

melepaskan dan memulai kembali (Hanh, 2015; Lederach, 1997; Webel &

Galtung, 2007). Tanpa adanya mercy hubungan menjadi tidah sehat, selain

itu keberhasilan pemulihan akan menjadi rumit. Hal terpenting yang

seharusnya dimiliki oleh DT ialah penerimaan dan melepaskan. Menerima

dapat membawa setiap korban kekerasan dalam pacaran lebih mudah

melepaskan kepahitannya. Melepaskan kepahitan dapat membawa korban

KDP pada tahapan untuk memulihkan dirnya. Kepahitan yang telah

terpendam lama dalam diri korban, harus segera dilepaskan. Setelah dapat

melepaskan kepahitan dimasa lalu, korban KDP dapat dengan mudah

melakukan rekonsiliasi dengan pelaku.

Page 60: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

89

Kesimpulannya DT belum dapat mencapai kedamaian (peace)

karena terdapat ketidakjujuran dalam konsep truth, berharap balas dendam

pada konsep justice, dan tidak bersedia mengampuni pelaku dalam konsep

mercy. Sedangkan Peace ialah rekonsiliasi dimana korban kekerasan dapat

merasakan keharmonisan, kesejahteraan, dan memperbaiki hubungan yang

baik (Lederach, 1997; Neufeldt et al., 2002; Webel & Galtung, 2007)

Rekonsiliasi menurut Lederach (1997), adalah mempertemukan kedua

belah pihak yang sedang bertikai setelah dilakukan negosiasi untuk

melepaskan kepahitan masa lalu. Negosiator menyediakan tempat untuk

korban dan pelaku KDP dapat melakukan proses rekonsiliasi. Keduanya

harus bersedia berkomitmen untuk memperbaiki hubungan mereka dan

berdamai (Lederach, 1997; Webel & Galtung, 2007). Jika pelaku tidak

bersedia untuk bertemu dengan korban dan proses rekonsiliasi tetap dapat

terjadi. Menurut Hanh (2015), terjadinya rekonsiliasi atau berdamai tidak

selalu dengan pihak pelaku, tetapi dengan rekonsiliasi diri juga sudah

cukup. Rekonsiliasi diri menekankan korban KDP dapat bersedia

menemukan kedamaian psikologisnya dan terjadi pada dirinya sendiri

tanpa melakukan pertemuan. Namun dalam kasus DT rekonsiliasi tidak

akan tercapai dengan pemahaman yang salah dan kurangnya kesadaran.

Page 61: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

30

Tabel 4.1. Rangkuman Analisis Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Pacaran.

Penyebab

Partisipan

Kekerasan Ekonomi Kekerasan Psikologis Kekerasan fisik

Nama: AN

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

Kebohongan yang dilakukan oleh mantan

pacar AN saat masih pacaran menjadi

penyebab munculnya perasaan kepahitan dalam dirinya. Membohongi pasangan

saat pacaran menjadi salah satu indikasi

kekerasan psikologis yang terjadi dalam

hubungan. Keputusan mantan pacar AN dilakukan dengan sengaja, dan terdapat

keinginan secara sadar untuk menipu AN.

Pada akhirnya keputusan untuk berpisah harus dilakukan agar tidak memberikan

kepahitan lebih dalam. Kebohongan yang

terjadi dalam hubungan pacaran menumbuhkan luka batin yang mendalam dalam diri AN sebagai korban KDP.

Nama: DS

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh DS

yang merasa dimanfaatkan selama

pacaran. Kekerasan tersebut dapat disebut sebagai kekerasan

90

Page 62: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

31

Usia: 19 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Nias

Domisili saat ini: Salatiga

ekonomi. Kekerasan tersebut

menggunakan uang atau benda

bernilai sebagai cara untuk memperalat pasangannya dan

memanfaatkannya. Kekerasan

tersebut jarang terdengar, namun sering terjadi pada hubungan

berpacaran. Kekerasan tersebut

juga dilakukan oleh pelaku dengan sengaja dan sadar untuk memenuhi kebutuhannya.

Nama: BG

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang dialami oleh BG

yakni kekerasan fisik. Kekerasan

terjadi saat masih menjalin hubungan pacaran. Mantan BG

melakukan pemukulan pada

wajahnya. Pemukulan tersebut

diawali dengan perilaku kekerasan oleh BG pada

mantannya yang diindikasikan

telah berselingkuh, sehingga mantannya melakukan

pembalasan dan berhasil

melakukan pemukulan pada wajah BG.

91

Page 63: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

32

Nama: DT

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Usia: 20 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Kalimantan Barat

Domisili saat ini: Salatiga

Penyebab kekerasan dalam pacaran yang

dialami oleh DT ialah kekerasan

psikologis, yang juga kerap dialami oleh setiap hubungan dalam pacaran.

Kekerasan ini sering tidak disadari oleh

setiap pasangan yang pacaran, dan lebih sering anggap wajar. Kekerasan

psikologis dianggap wajar dikarenakan

banyak pasangan yang tidak mengenali sebagai kekerasan.

Tabel 4.2. Rangkuman Analisis Dampak Kekerasan Dalam Pacaran.

Dampak

Partisipan

Mengalami Kepahitan Emosi sulit

dikendalikan Emosi terpendam Perasaan dilematis

Nama: AN

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan:

Dampak pertama yang tidak dapat

dipungkiri akan dialami oleh AN

setelah berpisah dan memendam kepahitan. Perasaan sakit hati,

sulit fokus, dan kemarahan

menjadi kepahitan yang dialami

oleh AN. Kepahitan ini menjadi dampak yang dialami setelah

Selain itu juga dampak

yang dialami oleh AN

yakni memiliki emosi yang sulit untuk

dikendalikan. AN

menjadi pribadi yang

sering meledak-ledak dalam kesehariannya

Kepahitan tidak seharusnya

dipendam-pendam dalam diri, dan

juga emosi negatif tidak seharusnya dipendam.

Memendam kepahitan berarti

menimbun emosi negatif dan akan

terus menumpuk. Penumpukan tersebut memiliki batas ruang

Dampak yang sering

mengganggu pikiran dari AN

yakni bayang-bayang memori pahit saat pacaran. Kejadian-

kejadian tidak terduga muncul

dan mengingatkan korban

KDP pada mantannya yang telah memberikan luka.

92

Page 64: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

33

Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

memendam dan menurut AN telah

mengganggunya sehari-hari

setelah berpisah. Kepahitan tersebut kerap dialami oleh setiap

korban kekerasan dalam pacaran

jika tidak dengan segera melepaskannya. Perasaan yang

dialami oleh AN dikarenakan menahan emosi negatif.

dengan orang tua atau

teman-temannya.

Dampak dari pengalaman pahit saat

pacaran membuat emosi AN tidak stabil.

yang dapat pecah tanpa disadari

oleh korban KDP. Hal tersebut

yang dilakukan oleh AN setelah berpisah.

Memori yang muncul ialah

memori indah, namun

kepahitan menutupi memori indah tersebut menjadi

pengalaman pahit dan tidak

ingin diingat-ingat kembali. Hal seperti ini lumrah terjadi

pada setiap korban yang

mengalami pengalaman pahit saat pacaran.

Nama: DS

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Usia: 19 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Nias

Domisili saat ini: Salatiga

Dampak yang dialami oleh DS

yakni kepahitan yang membuatnya tidak memiliki

keinginan untuk bertemu dengan

mantannya. Selain itu juga DS tidak memiliki keingingan untuk

memaafkan mantannya dan juga

tidak ingin berdamai. DS merasa

mantannya yang harus meminta maaf padanya. Hal seperti ini

dapat menjadi dampak dari

kepahitan setelah menyadari memiliki pengalaman yang tidak baik dengan mantannya.

DS hanya dapat memendam

kepahitan yang dimilikinya dan yang selalu membayanginya.

Dampak pengalaman pahit saat

pacaran hanya menyisakan penyesalan, sakit hati, dan

kebencian dalam diri DS.

Pengalaman pahit tersebut

membuat emosi negatif yang terpendam dalam diri DS dan selalu akan selalu dibayangi.

DS memiliki merasakan

dampak yang membuatnya dilematis dan akan muncul

dalam memorinya. Perasaan

yang pernah ada dan masih tetap ada tertutupi oleh

kebencian yang menyelimuti

DS. Kekecewaan DS

membuatnya sulit menyadari bahwa dirinya masih memiliki

perasaan sayang sebelumnya.

Perasaan tersebut seharusnya dapat mebantunya untuk

menghilangkan perasaan kepahitan dalam dirinya.

93

Page 65: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

34

Nama: BG

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

Dampak yang harus dialami oleh

BG ialah kepahitan dengan

perasaan sakit hati dan bayang-bayang tentang mantan pacarnya.

Selain itu juga BG mengalami

emosi yang membuatnya ingin marah ketika tetap dihubungi oleh mantannya.

Nama: DT

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Usia: 20 Tahun

Domisili asal: Kalimantan Barat

Domisili saat ini: Salatiga

Dampak pertama yang dialami

oleh DT yakni kepahitan setelah

berpisah. Kepahitan membuatnya merasa tertekan, memiliki

perubahan sikap, merasakan sakit

hati, dan menjadi sulit untuk

serius dalam menjalin hubungan pacaran.

Emosi DT menjadi sulit

dikendalikan,

dampakanya DT memiliki sikap dan

perilaku yang agresif.

Perilaku tersebut tanpa

disadarinya dapat dilakukannya ketika

bertemu dengan mantannya.

Emosi terpendam menjadi

dampak selanjutnya yang dialami

oleh DT. Penyesalan hubungan pacaran dengan mantannya,

membuatnya merasakan

kebencian, dan berupaya

memutuskan hubungan komunikasi dengan mantannya.

Hal tersebut menjadi emosi

negatif yang terpendam dalam diri DT.

Dampak lainnya yakni

memiliki perasaan yang

dilematis dengan bayang-bayang kenangan pahit. DT

selalu terbayang-bayang

dengan pengalaman pahit

selama pacaran yang membuatnya merasa berantakan.

94

Page 66: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

35

Tabel 4.3. Rangkuman Analisis Rekonsiliasi Kekerasan Dalam Pacaran.

Aspek Rekonsiliasi

Partisipan

Truth Justice Mercy Peace

Nama: AN

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

Ungkapan AN mengakui

dirinya telah berhenti

memikirkan mantannya, namun disisi lain AN

mengakui tidak ingin

melihat mantannya dan

berusaha untuk selalu menghindar.

AN mengungkapkan masih

belum dapat melepaskan

kepahitannya dan pernah melakukan pelampiasan rasa

sakit hatinya. Upaya balas

dendam dilakukannya

dengan harapan agar mantannya merasakan sakit

hati yang sama. AN memilih

untuk menghindari mantannya agar dapat merasa

tenang dan tidak dibayang-bayangi oleh mantannya.

AN mengungkapkan belum

dapat memaafkan atau

mengampuni mantannya. AN memilih untuk menghindari

atau menyendiri untuk dapat

menenangkan dirinya dan

setelah merasa tenang dirinya bersedia untuk menemui

mantannya. Selain itu juga

terdapat hambatan-hambatan yang menghalangi dirinya

untuk dapat memulai memaafkan.

Dalam pernyataan AN telah

menyadari memulai berdamai

dengan mantannya. Telah ada upaya untuk menjalin

komunikasi dan keinginan

untuk memperbaiki hubungan

mereka. Selain itu juga merasa rasa sakit hatinya telah

berkurang, namun terdapat

hambatan yang membuat dirinya tetap merasakan kebencian pada mantannya.

Nama: DS

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Usia: 19 Tahun

Dalam pernyataan DS

menunjukan dirinya telah

mengungkapkan kebenaran yang dirasakan mengenai

kepahitannya. DS

mengakui dirinya masih merasakan kekecewaan dan

Dalam pernyataan DS

menunjukan terdapat rasa

adil dalam dirinya, namun tetap diikuti dengan

hambatan yang membuatnya

untuk membalas dendam. DS menganggap balas dendam

Pemahaman DS yang

menganggap mantannya

yang melakukan kesalahan, sehingga dirinya tidak

bersedia untuk memulai

minta maaf. Selain itu juga DS juga tidak bersedia

Dengan aktivitas yang padat

sedikit dapat membantu DS

untuk mengurangi memori tentang mantannya. Dengan

intensitas memori yang pendek

DS menganggap telah merasa tenang. Hambatan yang tetap

95

Page 67: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

36

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Nias

Domisili saat ini: Salatiga

sering terbayang-bayang

dengan mantannya. DS

berupaya melakukan aktivitas lain agar tidak

terus-terusan dibayangi

oleh mantannya, namun hal tersebut tidak berjalan

dengan baik, karena DS

masih tetap saja terbayang-bayang.

harus terjadi pada

mantannya, karena

menurutnya adil ialah sama-sama merasakan kepahitan.

DS memiliki ambisi untuk

balas dendam ketika mereka berkesempatan kembali

pacaran lagi. Selain itu juga

DS telah melakukan upaya balas dendam atau

pelampiasan pada perempuan lainnya.

mantannya hanya meminta

maaf melalui kata-kata

semata. DS tidak bersedia memaafkan mantannya

dengan mudah dan dengan hanya ucapan.

selalu muncul ialah pendirian

DS yang damai menurutnya

sama-sama merasakan kepahitan. Harapan untuk

balas dendam tetap saja

diungkapkan yang dianggapnya memberikan efek pada mantannya.

Nama: BG

Jenis Kelamin: Perempuan

Usia: 25 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Ambon

Domisili saat ini: Salatiga

Kebenaran yang

diungkapkan oleh BG yang

menginginkan tidak lagi bertemu atau kabar dari

mantannya. BG

menganggap mantannya

yang selalu menghubunginya akan

membuatnya merasa tidak damai

BG memilih mengakhiri

hubungannya dan

mantannya, selain itu juga BG akan melakukan makian

ketika mantannya tetap terus

menerus menghubunginya.

Keputuasan yang dilakukan oleh BG untuk mengakhiri

hubungan menjadi keputusan

yang tepat, agar tidak diperlakukan kasar lagi.

BG mengungkapkan dirinya

telah memaafkan mantannya

dan tanpa pertemuan, namun BG merasa terganggu dengan

perilaku mantannya yang

terus-menerus

menghubunginya. Hal itu membuat BG merasa tidak

dapat damai dan selalu dibayangi oleh mantannya.

Ungkapan BG diatas

menunjukan bahwa dirinya

belum merasakan kedamaian dan belum dapat berdamai

dengan mantannya. Bayang-

bayang mengenai mantannya

dan upaya mantannya yang selalu menghubungi BG

dianggapnya sebagai

gangguan. BG dapat merasa damai ketika tidak bertemu,

dan dihubungi oleh mantannya.

96

Page 68: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

37

Nama: DT

Jenis Kelamin: Laki-Laki

Usia: 20 Tahun

Pekerjaan: Mahasiswa

Domisili asal: Kalimantan Barat

Domisili saat ini: Salatiga

Dalam pernyataan DT

menunjukan kebenaran

bahwa dirinya telah merasa damai ketika tidak lagi

melihat mantannya, namun

pernyataan tersebut terlihat seperti penyangkalan. DT

selalu menyangkal bahwa

dirinya tidak memiliki permasalahan. DT

menyangkal dirinya tidak

membutuhkan orang lain

untuk dapat merasakan damai.

Harapan DT untuk tetap

membalas dendam

menunjukan tidak ada rasa keadilan dalam dirinya. Balas

dendam menjadi

keinginannya setelah berpisah dan menghiraukan

dampak lain ketika dirinya membalas dendam.

DT mengungkapkan agar

dirinya tidak merasakan sakit

hati dan tidak lagi terbayang-bayang dengan kepahitannya.

Dalam diri DT tidak ada

keinginan untuk memperbaiki hubungan

mereka, namun berharap agar kepahitannya hilang.

DT mengungkapkan tidak

ingin melakukan pertemuan

dengan mantannya dan selain itu juga menolak untuk

melakukan konseling. Selain

itu juga mengharapkan karma terjadi pada mantannya. DT

tidak merelakan kesalahan

mantannya dan tetap bersikeras agar mantannya

merasakan kepahitan yang sama sepertinya.

97

Page 69: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

30

4. 5. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, keempat partisipan memiliki variasi

sudut pandang pada rekonsiliasi. Kedua partisipan merasa mustahil untuk

memaafkan pelaku yang telah memberikan luka. Salah satu partisipan

merasa dirinya dapat merasakan damai ketika mendapat kabar dan bertemu

lagi dengan pelaku. Satu partisipan lagi telah bersedia untuk menurunkan

ego nya dan berupaya memperbaiki hubungan mereka, namun partisipan

sulit untuk dinegosiasi untuk melakukan rekonsiliasi diri. Sering kali terjadi

perubahan kesadaran diri partisipan untuk bersedia memaafkan dan setelah

berlalu partisipan kembali lagi untuk tidak bersedia memaafkan. Salah satu

partisipan berambisi untuk membalas dendam pada pelaku dan bersedia

kembali pacaran agar dapat membalaskan dendamnya.

Beberapa partisipan berkeinginan untuk dapat melepaskan kepahitan

yang dialaminya. Partisipan berupaya tidak memberikan peluang bayangan

masa lalu menghampirinya dengan cara memadatkan aktivitasnya. Hal

tersebut dianggapnya dapat mengurangi ingatan bayang-bayang masa lalu,

namun upaya tersebut membantunya dengan jangka waktu yang pendek dan

partisipan tetap dibayangi oleh pengalaman pahit masa lalu. Partisipan juga

berupaya mengisolir dirinya dari sosial media yang berhubungan dengan

manatannya. Selain itu juga partisipan menghindar dari teman-teman.

Partisipan berupaya tidak menghiraukan pelaku yang berusaha untuk

menghubunginya.

Permasalahan yang dihadapi oleh keempat partisipan ialah perasaan

benci dan bayang-bayang pengalaman pahit semasa pacaran. Salah satu

hambatan proses rekonsiliasi ketika korban tetap berhadapan dengan

pengalaman menyakitkan (Winch, 2017). Persepsi keliru terjadi dalam diri

korban KDP karena ketika seringnya terperangkap dalam bayang-bayang

kepahitan masa lalu dan korban KDP dan akhirnya bereaksi dengan emosi

yang tidak stabil (Hanh, 2015). Reaksi tersebut tidak membuat korban KDP

dapat merasa damai tapi lebih banyak menciptakan penderitaan dalam

98

Page 70: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

31

dirinya. Persepsi korban KDP harus membalaskan dendam pada pelaku

yang sama atau mencari pasangan lain sebagai pelampiasan akan lebih

menyiksa. Sebaliknya ketika tidak adanya persepsi keliru pada korban KDP

maka kemarahan, kepahitan, dan kebencian juga akan lenyap (Hanh, 2015).

Menurut Webel dan Galtung (2007), memaafkan atau mengampuni

(mercy) menjadi salah satu syarat untuk dapat mengalami kedamaian

psikologis. Selain itu juga pentingnya bagi korban KDP tidak memiliki

keinginan untuk membalas (justice) kepahitan yang dialaminya pada pelaku

dan melepaskan kepahitan tersebut (Hanh, 2015). Menurut Hanh perilaku

balas dendam tidak akan membuat korban KDP menjadi damai, tetapi

membuat orang lain disekitarnya juga mengalami penderitaan. Hanya

dikarenakan korban KDP merasakan kepahitan tidak berarti korban KDP

harus terus menerus membuat pelaku atau orang lain disekitarnya

merasakan kepahitan atau penderitaan yang sama juga. Rekonsiliasi

memiliki pemahaman bahwa melepaskan kecenderungan untuk tidak

menghukum atau balas dendam pada pihak lain (Hanh, 2015). Rekonsiliasi

bertentangan dengan segala bentuk ambisi untuk balas dendam.

Melepaskan kepahitan dapat membawa korban KDP pada tahapan

untuk memulihkan dirinya. Kepahitan yang telah terpendam lama dalam

diri korban, harus segera dilepaskan. Setelah dapat melepaskan kepahitan

dimasa lalu, korban KDP dapat dengan mudah melakukan rekonsiliasi

dengan pelaku. Rekonsiliasi menurut Lederach (1997), adalah

mempertemukan kedua belah pihak yang sedang bertikai setelah dilakukan

negosiasi untuk melepaskan kepahitan masa lalu. Negosiator menyediakan

tempat untuk korban dan pelaku KDP dapat melakukan proses rekonsiliasi.

Keduanya harus bersedia berkomitmen untuk memperbaiki hubungan

mereka dan berdamai (peace) (Lederach, 1997; Webel & Galtung, 2007).

Jika pelaku tidak bersedia untuk bertemu dengan korban dan proses

rekonsiliasi tetap dapat terjadi. Menurut Hanh (2015), terjadinya

rekonsiliasi atau berdamai tidak selalu dengan pihak pelaku, tetapi dengan

rekonsiliasi diri juga sudah cukup. Rekonsiliasi diri menekankan korban

99

Page 71: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

32

KDP dapat bersedia menemukan kedamaian psikologisnya dan terjadi pada

dirinya sendiri tanpa melakukan pertemuan.

4. 6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian terbatas pada beberapa partisipan yang tidak

terlalu koorperatif dalam proses wawancara dan proses kegiatan riset aksi.

Sulitnya memilih jadwal pertemuan dan tidak terlaksananya kegiatan riset

aksi terjadi pada semua partisipan penelitian. Partisipan sulit dihubungi

setelah satu atau dua kali wawancara dan akhirnya menghilang saat akan

ditindak lanjuti. Sulitnya melakukan pendekatan pada partisipan untuk

melakukan rekonsiliasi dengan pelaku dan membantunya untuk

merekonsiliasi dirinya sendiri. Partisipan DS selalu mengiyakan saat diajak

untuk melakukan riset aksi seperti rekonsiliasi atau terapi menulis. Setelah

beberapa hari dilakukan perjanjian akan melakukan rekonsiliasi kedua,

namun saat harus dibatalkan karena salah satu partisipan tidak dapat

dihubungi. Pada saat itu konselor juga sudah bersedia meluangkan

waktunya untuk mengkonseling partisipan, namun harus dibatalkan karena

waktu yang dijanjikan telah melewati batas selama dua jam. Pada hari-hari

selanjutnya peneliti mencoba menghubungi salah satu partisipan untuk

melakukan riset aksi, namun pesan whatsapp hanya dibaca dan tidak

dibalas. Bergitu juga di hari-hari setelahnya untuk mencoba

menindaklanjuti dan hasilnya juga sama. Akhirnya peneliti memilih untuk

menyelesaikan penelitian dengan salah satu partisipan dan melanjutkan

menganalisa data yang tersedia.

Kesulitan pada partisipan AN juga hampir sama yakni partisipan

mengiyakan ajakan peneliti untuk melakukan wawancara. Partisipan selalu

sulit ditemui pada awal-awal pendekatan karena partisipan sedang sering

melakukan bimbingan skripsi dan partisipan juga sedang ingin menyendiri.

Peneliti harus menunggu selama dua bulan untuk menunggu kesanggupan

partisipan secara lebih lanjut. Setelah sekian lama menunggu partisipan

bersedia untuk menemui peneliti selama tiga kali. Selama tiga kali

100

Page 72: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, peneliti menyajikan data hasil penelitian dan triangulasi data mengenai pengalaman pahit korban kekerasan

33

pertemuan dengan jangka waktu yang panjang, karena partisipan tetap sulit

ditemui dan selalu memiliki alasan sedang melakukan bimbingan skripsi.

Partisipan selalu memberikan harapan palsu pada peneliti untuk bertemu

dan akhirnya dibatalkan secara sepihak oleh partisipan. Setelah pertemuan

ketiga partisipan tidak dapat dihubungi dan tidak pernah membalas pesan

whatsapp peneliti. Hingga akhirnya peneliti lebih memilih untuk

mengakhiri penelitian dengan partisipan AN dan melanjutkan menganalisa

data yang tersedia.

Pada partisipan BG dan DT tidak memiliki kesulitan yang sama pada

partisipan AN dan DS. Partisipan BG dan DT mengakui untuk tidak dapat

melanjutkan proses wawancara lebih lanjut, karena mereka memiliki

kesibukan yang tidak dapat diintervensi oleh peneliti. Selain itu juga

peneliti merasa data yang diberikan oleh partisipan BG dan DT cukup baik

sehingga dapat membantu menambah data yang telah tersedia. Hingga

akhirnya partisipan juga lebih memilih untuk mengakhiri penelitian dengan

partisipan BG dan DT, dan melanjutkan menganalisa data yang telah

tersedia.

Mengingat jangka waktu peneliti yang telah berlangsung panjang,

maka peneliti memutuskan menggunakan data wawancara yang telah

tersedia. Peneliti juga harus menggabungkan hasil wawancara dari keempat

partisipan untuk mengetahui kualitas informasi penelitian. Selama

penelitian, peneliti harus tetap bersabar menghadapi sikap partisipan yang

beragam. Selain itu juga tidak sedikit calon partisipan secara terbuka

menolak untuk dijadikan partisipan dan secara tidak langsung menghidar

dari peneliti. Tema tentang kekerasan dalam pacaran menjadi tantangan

bagi peneliti, karena banyak para calon partisipan menganggap wajar terjadi

pengalaman pahit yang dialaminya. Selain itu juga calon partisipan

menutup diri atau memprivasi pengalamannya selama pacaran, sehingga

tidak bersedia bercerita dan memiliki sudut pandang yang berbeda

mengenai pacaran.

101