bab i_v baru02

76
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Hal ini karena malaria dapat berakibat fatal terutama untuk kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung dapat menyebabkan anemia dan menurunkan produktivitas kerja. 1 David Sullivan (2006) menuliskan bahwa berdasarkan data WHO, terdapat 100 negara yang telah menjadi daerah endemis malaria dengan total kasus mencapai 300-5000 juta per tahunnya. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa penyakit ini telah menyebabkan kematian bagi 102,7 juta anak- anak di seluruh dunia diantaranya bersusia < 5 tahun. 2

Upload: novita-ogino-tilukay

Post on 06-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I_V Baru02

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih

menjadi masalah masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Hal ini karena

malaria dapat berakibat fatal terutama untuk kelompok risiko tinggi yaitu

bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung dapat

menyebabkan anemia dan menurunkan produktivitas kerja.1

David Sullivan (2006) menuliskan bahwa berdasarkan data WHO,

terdapat 100 negara yang telah menjadi daerah endemis malaria dengan

total kasus mencapai 300-5000 juta per tahunnya. Selanjutnya dijelaskan

pula bahwa penyakit ini telah menyebabkan kematian bagi 102,7 juta

anak-anak di seluruh dunia diantaranya bersusia < 5 tahun.2

Menurut data dari UNICEF (2009), malaria menyebabkan

kematian lebih dari 30.000 orang Indonesia dan 10-12 juta orang jatuh

sakit setiap tahunnya. Selain itu di perkirakan 50 persen dari populasi

Indonesia rawan terkena malaria, terutama di daerah pedesaan dan antara

masyarakat miskin.3

Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi

Maluku angka kejadian malaria di Kabupaten Seram bagian Barat 2010

berjumlah 186,353 penduduk dengan 12,396 kasus malaria klinis sehingga

di kabupaten ini masih dikatakan endemis malaria.4

Page 2: BAB I_V Baru02

2

Penyakit ini disebabkan oleh Plasmodium, termasuk dalam famili

Plasmodiae. Parasit ini menyerang manusia dan menginfeksi binatang

seperti burung, reptil, dan mamalia pada manusia Plasmodium

menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati

dan eritrosit. Ada 5 jenis parasit penyebab malaria, yaitu Plasmodium

falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale

dan Plasmodium knowlesi. Jenis Plasmodium knowlesi baru di temukan

pada satu kasus malaria di Kalimatan tetapi masih jarang5

Siklus hidup dari tiap jenis plasmodium pada manusia adalah sama

proses tersebut terdiri atas siklus aseksual atau schizogoni yang terjadi di

tubuh intermediate host dan siklus seksual atau sporogoni yang terjadi di

tubuh nyamuk6. Jenis-jenis Plasmodium tersebut mempunyai karakteristik

demam yang berbeda pula antara lain: P. vivax menyebabkan malaria

tertiana dengan demam yang teratur tiap tiga hari sekali, P. malariae

menyebabkan malaria quartana yang demamnya terjadi tiap empat hari

sekali, P. falciparum menyebabkan malaria tropika dengan demam timbul

tidak teratur tiap 24-48 jam dan P. ovale menimbulkan gejala sama dengan

P. vivax7.

Manifestasi klinis dari penyakit malaria dipengaruhi oleh berbagai

faktor host (manusia), parasit dan lingkungan. Pada manusia faktor yang

berperan adalah misalnya imunitas, sedangkan pada parasit, faktor yang

telah ditemukan berperan adalah misalnya resistensi terhadap obat

antimalaria, laju multiplikasi parasit, jalur invasi, sitoadherens dan

Page 3: BAB I_V Baru02

3

rossetting dan polimorfisme antigen serta toksin dan pada aspek

lingkungan, faktor yang berpengaruh adalah akses terhadap pengobatan,

intensitas transmisi oleh vektor nyamuk, serta kondisi sosial ekonomis.

Pada aspek parasit, manifestasi klinis malaria hampir seluruhnya

disebabkan oleh parasit pada stadium eritrositer. Oleh karena itu upaya

untuk pencegahan terhadap malaria pada saat ini cenderung memberi

perhatian yang cukup banyak pada stadium eritrositer yang meliputih

merozoit, tropozoit, dan skizon.8

Untuk menanggulangi malaria, pemerintah telah menentapkan

bahwa upaya pengendalian malaria dilakukan dalam ranggka eliminasi

malaria di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor

293/MENKES/SK/IV/2009 pada tanggal 28 April 2009. 9

Dalam rencana Strategi Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014,

pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan

untuk menurunkan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk.1

Salah satu dearah di Maluku yang masih kekurangan alat bantu

diagnostik malaria adalah desa Kamal yang terletak di Kabupaten Seram

Bagian Barat. Desa kamal sebagai pusat Kecamatan Kairatu Barat yang

baru mekar selain itu juga desa kamal belum menjadi tempat penelitian

malaria, sehingga informasi yang tersedia tentang malaria di daerah ini

pun masih minim ditambah lagi dengan kenyataan pelayanan kesehatan di

wilaya ini baru mulai ditata dengan baik pada tahun 2011. Hal ini terbukti

dari data yang diperoleh dari puskesmas kairatu barat hanya mencatat

Page 4: BAB I_V Baru02

4

kondisi kesehatan pada tahun 2011 saja yaitu angka kejadian malaria tahun

2011 sebanyak 344 kasus pada beberapa desa yang terdiri dari desa Kamal

148 kasus, desa Waisarissa 48 kasus, desa Nuruwe 51 kasus, desa

Waisamu 34 kasus, desa Waihatu kasus, 33, dan desa Lohiatala 30 kasus

yang datang pada puskesmas dan masih didiagnosis dengan RDT (Rapid

Diagnostic Test) sehingga tidak diketahui jenis Plasmodium yang

menginfeksi penderita malaria.10

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi jenis dan stadium

Plasmodium pada penderita malaria yang berobat di desa kamal Seram

Bagian Barat (SBB) tahun 2012”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukkan, maka

permasalahan yang dapat dikaji sebagai berikut:

a. Jenis Plasmodium apa saja yang teridentifikasi pada penderita

malaria yang berobat di Puskesmas desa Kamal kecamatan

Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat

b. Stadium-stadium Plasmodium apakah yang terindentifikasi pada

penderita malaria yang berobat di puskesmas desa Kamal

kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat

Page 5: BAB I_V Baru02

5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik Plasmodium pada penderita

malaria yang berobat di Puskesmas desa Kamal

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui jenis Plasmodium yang teridentifikasi

pada penderita malaria yang berobat di puskesmas desa

kamal

b. Untuk mengetahui stadium Plasmodium yang terindentifikasi

pada penderita malaria yang berobat di puskesmas desa

Kamal

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak Puskesmas desa Kamal dalam

upaya meningkatkan pelayanan kesehatan untuk penderita malaria

2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi mahasiswa kedokteran dalam

mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang

parasitologi.

3. Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk peneliti lain yang

akan melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

Identifikasi jenis dan fase Plasmodium pada penderita malaria

Page 6: BAB I_V Baru02

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi 11

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh

Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual didalam darah.

B. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada

manusia, Plasmodium terdiri dari 5 spesies, yaitu P. falciparum, P vivax,

P. malariae, P. ovale. Dan P. knowlesi 5. Plasmodium penyebab malaria

yang sering dijumpai di Indonesia ialah P. vivax yang menyebabkan

malaria tertian, dan P. falciparum yang menyebabkan malaria tropika. P.

malaria perna dijumpai juga, jarang. 12

C. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis dan

subtropik serta menyerang negara dengan penduduk padat. Diperkirakan

prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus,

dengan angka kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun, lebih dari

80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun13. P. vivax

mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah

Page 7: BAB I_V Baru02

7

beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropik. Sedangkan P.

falciparum terdapat juga di daerah-daerah tropis. Sedangkan P.

falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin. P.

ovale pada umumnya dijumpai di bagian Afrika yang beriklim tropic,

namun kadang-kadang di jumpai di pasifik barat14. Di Indonesia, malaria

tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda

dan dapat terjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di

atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incident (API) malaria di

pulau Jawa dan Bali pada tahun 2000 ialah 0,81 per 1000 penduduk,

turun menjadi 0, 15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Sedangkan di

luar pulau Jawa dan Bali angka Annual Malaria incident (AMI) tetap

tinggi, yaitu 31, 09 per 1000 penduduk pada tahun 2000, turun menjadi

20,57 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Spesies yang terbanyak

dijumpai adalah P. falciparum dan P. vivax. P. malariae dijumpai di

Indonesia bagian Timur. Angka kesakitan malaria di Jawa-Bali diukur

dengan API, dan untuk luar Jawa-Bali diukur dengan AMI 13

D. Patogenesis 9, 11, 12

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk Anopheles

betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke

dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan

menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel

parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intra-hepatic schizogony

Page 8: BAB I_V Baru02

8

pre-erytrocytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5

hari untuk Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk P. malariae. Setelah

sel parenkim hati terinfeksi terbentuk skizont hati yang apabila pecah akan

mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. P. vivax dan P. ovale,

sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat

bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan

terjadinya relaps pada malaria. Setelah berada di darah merozoit akan

menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada

P. vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen Duffi Fya. Hal ini

menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negative tidak

terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu

glikoprotein, sedangkan pada P. ovale serta P. malariae belum di ketahui

secara pasti. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi

bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang

mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit

tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya

membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara

mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan

dindingnya berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit

membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam

proses cytoadherence dan rosetting. Cytoadherence merupakan

kemampuan eritrosit yang terinfeksi P. falciparum untuk menempel pada

sel-sel endothelial di ujung-ujung oembuluh vena dan kapiler pada

Page 9: BAB I_V Baru02

9

jaringan dalam. Penempelan ini lama-kelamaan akan membentuk

sequester. Sequester dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi, thrombosis

dan iskemia lokal. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah

menjadi schizon, dan bila schizon pecah mengeluarkan 6-36 merozoid dan

siap menginfeksi eritrosit yang lain.

E. Cara Penularan 13,15

Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan

bukan alamiah

1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan

nyamuk anopheles

2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya

ialah:

a. Malaria bawaan/ congenital, disebabkan adanya kelainan

pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi

dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah

F. Gejala Klinis 9, 12, 13

Manifestasi klinis dari penyakit malaria tergantung pada imunitas

penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi

dipengarui oleh jenis Plasmodium, daerah asal infeksi, umur, keadaan

Page 10: BAB I_V Baru02

10

kesehatan dan nutrisi, kemofilaksis dan pengobatan sebelumnya. Gejala

yang klasik yang biasanya disebut trias malaria adalah:

Periode dingin (15-60 menit), mulai menggigil, penderita

sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada

saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling

terantuk diikuti dengan meningkatnya temperature

Periode panas, dimana waja pendrita merah, takikardia, dan

suhu badan tetap tinggi beberapa jam. Diikuti dengan keadaan

berkeringat. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya schizon

darah yang mengelurkan antigen-antigen. demam dimulai pada

saat perasaan dingin sekali berubah menjadi panas sekali, muka

menjadi merah, kulit kering dan terasa panas, sakit kepala

makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi berdenyut

cepat.

Stadium berkeringat, dimana penderita banyak berkeringat dan

temperatur turunm dan penderita merasa sehat.

Di daerah yang endemis malaria berat, ketiga stadium gejala klinis

diatas menjadi tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan

pada penderita. Serangan demam yang pertama di dahului oleh masa

inkubasi. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada

Page 11: BAB I_V Baru02

11

spesies parasit. Masa inkubasi paling pendek pada P. falciparum dan yang

paling panjang pada P. malariae.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria diantaranya: 12

Serangan primer: keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan

mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari

dingin/menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksismal

ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan

parasit dan keadaan imunitas penderita.

Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia

selama terjadinya infeksi malaria

Recrudescense : berulangnya gejala klinik dan parasitemia

dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer,

dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode

latan

Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia

setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.

Relapse : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang

lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi

primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai

5 tahun), kejadian ini biasanya terjadi pada malaria vivax atau

ovale. Keadaan klinik ini terjadi bila merozoid dari hipnozoid

Page 12: BAB I_V Baru02

12

dalam hati pecah, tidak difagositosis dalam aliran darah, dan

menyebabkan infeksi sel darah merah kembali (malaria klinis).

G. Jenis-jenis plasmodium sp.

1. Plasmodium vivax

Keterangan gambar:

No 1: eritrosit normal

2-6: tropozoit muda (stadium

cincin)

7-18: tropozoit

19-27: skizont

28-29: makrogametosit (betina)

30 mikrogametosit (jantan)

Gambar 2.1.Plasmodium Vivax.(sumber; pustaka no. 16)

a. Morfologi 17

Tropozoit muda: sel darah merah mulai membesar,

parasit berbentuk cincin, inti merah, sitoplasma biru,

mulai terdapat titik schuffner pada eritrosit

Tropozoit tua: sitoplasma hampir memenuhi selurh sel

darah merah, pigmen menjadi makin nyata (kuning

tengguli) masih terdapat vakuol

Skizont: inti sudah membelah lebih dari satu,

pigmennya tersebar

Page 13: BAB I_V Baru02

13

Makrogametosit: sitoplasma hampir memenuhi seluruh

sel darah merah, tidak terdapat vakuol, inti padat merah

biasanya di tepi.

Mikrogametosit: sitoplasma hampir memenuhi seluruh

sel darah merah, inti difus di tengah, pigmen tersebar

b. Manifestasi Klinis 12,17,18

Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12 sampai 17

hari,Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal :

sakit kepala, sakit pungung, mual dan malaise. Pada relaps

sindrom prodormal ini ringan atau tidak ada. Demam tidak

teratur pada 2-4 hari pertam, tetapi kemudian menjadi

intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore

hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva

demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan

karena adanya beberapa kelompok parasit yang masing-masing

mempunyai saat sporulasi tersendiri, hingga demam tidak

teratur, tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu

dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam dapat terjadi

siang atau sore hati dan mulai jelas dengan stadium menggisil,

panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai

40,60C atau lebih, Pusing atau gejala lain yang ditimbulkan

oleh iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung

sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum

Page 14: BAB I_V Baru02

14

jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun dapat

menjadi jelas.

2. Plasmodium falciparum

Keterangan gambar:

No 1: eritrosit normal

2-18: tropozoit muda ( stadium

cincin)

19-26: skizont

27-28: makrogametosit matur

29-30: mikrogametosit matur

Gambar 2.2.Plasmodium falciparum (sumber: pustaka no. 16)

a. Morfologi 17

Tropozoit muda: berbentuk cincin, terdapat dua butir

kromatin, bentuk marginal, sel darah merah tidak

membesar

Skizont : pigmen menggumpal di tengah. Skizon muda

berinti < 8 dan skizon tua berinti 8-24

Makrogametosit berbentuk pisang agak langsing, inti

padat di tengah, pigmen mengelilingi inti, sitoplasma

biru kelabu.

Page 15: BAB I_V Baru02

15

Mikrogametosit: berbentuk pisang, inti tidak padat,

pigmen mengelilingi inti, sitoplasma biru pucat

kemerah-merahan.

b. Manifestasi Klinis 12,17,18

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, yang

ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,

parasitemia sering dijumpai dan sering terjadi komplikasi.

Masa inkubasi 9-14 hari, malaria ini mempunyai perlangsungan

yang cepat, dan parasitemia tinggi dan menyerang semua

eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijumpai yaitu sakit

kepala, lesu, perasaan dingin, mual, muntah dan diare, panas

biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi

hiperpireksia dengan temperatur diatas 400C. Gejala lain berupa

konvulsi, banyak keringat walaupun temperatur normal,

splenomegali dan nyeri pada perabaan hati membesar dan dapat

disertai dengan timbulnya ikterus.

Page 16: BAB I_V Baru02

16

3. Plasmodium malariae

Keterangan gambar:

No 1: eritrosit normal

2-5: tropozoit muda ( stadium

cincin)

6-13: tropozoit

14-22: skizont

23: perkembangan gametosit

24: makrogametosit (betina)

25: mikrogametosit (jantan)

Gambar 2.3.Plasmodium malariae (sumber: pustaka no. 16)

a. Morfologi 17

Tropozoit muda: sel darah merah tidak membesar,

berbentuk cincin, jarang terlihat titik Ziemann. bentuk

pita: sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti

membesar, dan pigmen kasar tersebar

Skizon muda: inti kurang dari delapan, pigmen kasar,

dan tersebar

Skizon tua : inti 8-12 tersusun seperti bungah, pigmen

berkumpul di tengah

Mikrogametosit: sel darah merah tidak membesar,

sitoplasma bulat, inti difus di tengah, pigmen kasar

tersebar.

Page 17: BAB I_V Baru02

17

Makrogametosit: sel darah merah tidak membesar,

sitoplasma bulat, inti padat, batas jelas, letak di tepi

b. Manifestasi klinis 12

Masa inkubasi parasit ini berlangsung 18 hari dan kadang-

kadangan sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan

pertama mirip dengan malaria vivax. Serangan demam lebih

teratur dan terjadi disore hari. Perjalanan penyakitnya tidak

teratur, anemia kurang jelas daripada malaria vivax dan

penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran

besar. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam

peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi

parasitemia tidak terlalu tinggi kira-kira 1% sel darah merah

yang diinfeksi. parasit dapat bertahan tergantung pada variasi

antigen yang terus-menerus berubah dan dapat menyebabkan

relaps.

4. Plasmodium ovale

Page 18: BAB I_V Baru02

18

Keterangan gambar:

No 1: eritrosit normal

2-5: tropozoit muda ( stadium cincin)

6-15: tropozoit

16-23: skizont

24: makrogametosit (betina)

25: mikrogametosit (jantan)

Gambar 2.4.Plasmodium ovale (sumber: pustaka no. 16)

a. Morfologi 17

Tropozoit muda: Ukuran eritrosit lebih besar,

berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen

lebih kasar, terlihat dengan jelas titik-titik Schuffner

Skizon: berbentuk bulat mengandung 8-10 meorzoit

yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula

pigmen yang berkelompok di tengah.

Makrogametosit: bentuknya bulat, mempunyai inti

kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru.

Mikrogametosit: mempunyai inti difus, sitoplasma

berwarna pucat kemerah-merahan, dan berbentuk bulat.

b. Manifestasi Klinis 12

Page 19: BAB I_V Baru02

19

Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivax.

serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara

spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada

dalam darah/periode laten dan mudah di tekan oleh spesies lain

yang lebih virulen. Parasit ini baru tampak lagi setelah spesies

yang lain lenyap. Adapun Perbedaan karakteristik manifestasi

klinis diantara jenis malaria dapat dilihat pada tabel 1.1

Page 20: BAB I_V Baru02

20

Tabel 1.1. Karakteristik manifestasi klinis malaria [Hariyanto PN.

Malaria. Dalam: Sudaya AW, Setiayohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati, editors. buku ajar ilmu penyakit. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:

FKUI; 2006.]

Jenis Plasmodium

Masa Inkubasi (hari)

Tipe panas (Jam)

Relaps Recrudensi

ManifestasiKlinis

Falciparum 12 (9-14)

48 - + Gejala gastrointestinal, hemolisis. Anemia, ikterus, syok, hipoglikemia, gangguan kehamilan, kelainan retina, kematian.

Vivax 13(1217) 12 bulan

48 + - Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa

Ovale 17 (16-18)

48 + - Anemia kronik, splenomegali, rupture limpha

Malariae 28 (18-40)

72 - + Rekrudensi sampai 50 tahun splenomegali menetap, sindrom nefrotik

Page 21: BAB I_V Baru02

21

c. Jenis Plasmodium pada daerah pelayanan Puskesmas Kamal

Tabel 1.2. Jenis Plasmodium berdasarkan data sekunder [sumber:

Riry E. Skripsi. Pola Demam pada Penderita Malaria di Desa Kamal,

Kabupaten Seram Bagian Barat. Ambon. Faakultas Kedokteran

Universitas Pattimura; 2012]

Jenis Plasmodium Jumlah Persentase (%)Plasmodium Falciparum 3 6,67Plasmodium Vivax 41 91.11Plasmodium ovale 0 0Plasmodium Malariae 0 0Campuran Plasmodium falciparum dan Plasmodium Vivax

1 2,22

Jumlah 45 100

Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat diketahui bahwa jenis

Plasmodium yang menginfeksi penderita malaria di desa Kamal

yaitu P. vivax (91.11%), P. falciparum (6,67%) dan campuran

Plasmodium falciparum dan P. vivax (2.22%). P. vivax yang

ditemukan pada sediaan darah, dapat diketahui berdasarkan ciri

eritrosit yang membesar dibandingkan eritrosit normal, dan tampak

titik schuffner berwarna merah mudah yang tersebar dalam eritrosit

yang menjelaskan bahwa pada sediaan eritrosit yang teridentifikasi

P. vivax memiliki lebih besar dari ertitrosit normal. Bentuk tropozoit

cincin atau ring dengan inti merah sitoplasma berwarna biru,

bentuknya tidak teratur atau ameoboid dan intinya lebih besar.

Sedangkan pada P. falciparum terindentifikasi dengan ciri yang

berbeda dimana tidak terjadi pembesaran eritrosit, dan menurut

Page 22: BAB I_V Baru02

22

seorang ahli yaitu Ganda husada bahwa bentuk dan ukuran eritrosit

yang terindentifikasi pada penderita malaria tidak mengalami

perubahan.

H. Diagnosis 12,20,21

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari

penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium20. Diagnosis

malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara

mikroskopik atau dengan rapid diagnositik test 21

1. Anamnesis

Keluhan utama demam, menggigil, berkeringat dan sakit

kepala, mual, muntah, diare dan lain-lain

Riwayat berkunjung dan bermalam selama 1-4 minggu di

daerah yang endemis malaria

Riwayat sakit malaria

Riwayat mendapat tranfusi darah.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Malaria tanpa komplikasi

Demam dengan suhu >37,50C

Konjungtiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa (splenomegali)

Pembesaran hati (hepatomegali)

Page 23: BAB I_V Baru02

23

b. Malaria dengan komplikasi

Gangguan kesadaran

Keadaan umum: lemah

Kejang-kejang

Panas sangat tinggi

Mata ikterus

3. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria 12

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menentukan adanya

parasit malaria sangat penting untuk menegakan diagnosis.

Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan

diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negative

maka diagnosa maka diagnose malaria dapat dikesampingkan21.

Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat

meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Adapun

pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:

a. Tetesan preparat darah tebal.

Tetesan darah tebal Merupakan cara terbaik untuk

menentukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak

dibandingkan dengan tetesan darah tipis. Ketebalan dalam

membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit

malaria. Preparat dikatakan negatif bila setelah diperiksa 200

lapangan pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali

tidak ditemukan parasit.

Page 24: BAB I_V Baru02

24

b. Tetesan darah tipis

Tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis

plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.

Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit

count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang

mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah

parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi berat.

Pengecetan dilakukan dengan cat Giemsa, pengecetan dengan

Giemsa ini umumnya digunakan karena pengecetannya mudah

dan dengan hasil yang baik.

c. Diagnosis malaria dapat sulit dilakukan bila:

Petugas kesehatan yang memeriksa dapat lupa untuk

mempertimbangkan adanya penyakit lain yang tidak memintah

dilakukan tes diagnostik. Petugas laboratorium dapat kurang

berpengalaman terhadap malaria dan gagal mendeteksi parasit

saat menelitih sampel darah dimikroskop. Pada daerah yang

endemis malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan

besar untuk menentukan diagnosis, disertai dengan petugas

kesehatan yang kurang terlati, peralatan kesehatan yang tidak

memadai.

Page 25: BAB I_V Baru02

25

I. Tatalaksana penyakit Malaria 9,21,22

Untuk membunuh semua parasit malaria pada berbagai stadium (di

hati maupun di eritrosit), dilakukan pengobatan radikal. Dengan pengobatan

ini diharapkan terjadi kesembuhan serta terputusnya rantai penularan.

Mengingat sifatnya iritatif, semua obat antimalaria sebaiknya tidak

diberikan dalam kondisi perut kosong. Penderita harus makan terlebih

dahulu sebelum minum obat antimalaria.

1. Pengobatan

Ada beberapa obat antimalaria kombinasi yang digunakan di dunia

a. Artesunat - Amodiaquine

Setiap kemasan Atesunate + Amodiakuin terdiri dari 2 blister,

yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg dan

153 mg amodiakuin basa dan blister artesunat terdiri dari 12

tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga

hari dengan dosis tunggal harian, sebagai berikut:

Amodiakuin basa 10 mg/kg bb

Artesunat 4 mg/kg bb

b. Dihydroartemisinin + Piperaquin

Fixed Dose Combination (FDC) 1 tablet mengandung 40 mg

dihydroartemisinin dan 320 mg piperaquin. Obat ini diberikan

per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai

berikut:

Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB

Page 26: BAB I_V Baru02

26

Piperaquin dosis 16-32 mg/kgBB

2. Pengobatan malaria tanpa komplikasi

a. Pengobatan Malaria falciparum.

Pengobatan lini pertama untuk kelompok umur:

Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini

pertama Malaria falsiparum digunakan obat

Artemisinin Combination Therapy (ACT) yaitu:

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau yang

tersedia saat ini adalah sediaan artesunate-amodiaquin

dan dihydroartemisinin- piperaquin. Setiap kemasan

artesunate – amodiaquin terdiri dari 2 blister, yaitu

blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa

153 mg) 12 tablet dan blister artesunat 50 mg 12 tablet.

Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal

harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4

mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg BB.16

Tabel 1.3. Pengobatan lini pertama malaria falciparum

dengan artesunat- amodiakuin-primakuin berdasarkan

umur.

Page 27: BAB I_V Baru02

27

(Sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan,

pencegaan dan pemberantasannya)

Pengobatan lini kedua

Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis

tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang

(persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka

diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat

lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin

/Tetrasiklin + Primakuin. Kina diberikan per oral, 3 kali

sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari.

Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina

yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung

200mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di

Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung

50mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan

2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa

adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14

Page 28: BAB I_V Baru02

28

tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin

dapat digunakan tetrasiklin.Tetrasiklin diberikan 4 kali

sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB.

Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis

maksimal primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa.15,16

Tabel 1.4. Pengobatan lini kedua malaria falciparum

kombinasi kina-doksisiklin berdasarkan umur

(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan

dan pemberantasannya

b. Pengobatan Malaria vivax dan malaria ovale

Lini pertama pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

adalah klorokuin+ primakuin. Pemberian klokuin bertujuan

membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.

Sedangkan pemberian primakuin bertujuan untuk

membunuh hipnozoit di sel hati dan parasit aseksual di

eritrosit. Klorokuin difosfat 250mg setara dengan klorokuin

150mg diberikan 1 kali per hari selama 3 hari dengan dosis

Page 29: BAB I_V Baru02

29

total 25 mg/kgBB. Dosis primakuin 0,25mg/kgBB per hari

selama 14 hari diberikan bersama klorokuin. Klorokuin

tidak boleh diberikan kepada ibu hamil15,16

Tabel 1.5. Pengobatan malaria vivax dan ovale

(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan dan

pemberantasannya

Catatan: Pemakaian klorokuin tidak dianjurkan untuk

daerah yang resisten, sebaiknya menggunakan

artesunat+amodiakuin

Pengobatan malaria vivaks yang relaps: Pengobatan kasus

malaria vivaks yang relaps (kambuh), sama dengan regimen

sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan. Primakuin

diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg /kg BB/hari.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat

diketahui melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat urin

coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,

Page 30: BAB I_V Baru02

30

primakuin, kina, klorokuin atau obat lain), maka

pengobatan diberikan secara mingguan. Klorokuin

diberikan 1 kali perminggu selama 8-12 minggu, dengan

dosis 10 mg basa/kg BB/kali pemberian. Primakuin

diberikan bersamaan dengan klorokuin dengan dosis 0,75

mg/kg BB/kali pemberian. 16

d. Pengobatan Malaria malariae

Pengobatan malaria malariae cukup dengan klorokuin 1 kali

per hari selama 3 hari, dengan dosis 25 mg/kgBB

Tabel 1.6. Pengobatan malaria malariae

(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan

dan pemberantasannya)

Page 31: BAB I_V Baru02

31

J. Kerangka Konsep

Variabel yang ditelitiVariabel yang tidak di teliti

Agen

Jenis Plasmodium Stadium Plasmodium

Penyakit malaria

Lingkungan

Host

Page 32: BAB I_V Baru02

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan desain

cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil darah tepi,

kemudian diperiksa dan diidentifikasi spesies plasmodium.17

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas desa Kamal, kabupaten Seram

Bagian Barat, sedangkan proses identifikasi untuk mengetahui jenis dan

stadium Plasmodium dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ambon.

Waktu penelitian dilakukan satu bulan mula dari 16 juni sampai 16 juli.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah penderita malaria yang berobat di

Puskesmas desa Kamal. Sampel adalah pasien malaria yang memiliki

kriteria inklusi.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi: Penderita malaria yang berobat di desa Kamal yang di

diagnosa oleh dokter

2. Kriteria Ekslusi

a. Penderita Malaria dengan riwayat penyakit infeksi lain atau

penyakit HIV

b. Penderita malaria yang tidak bersedia untuk diperiksa

Page 33: BAB I_V Baru02

33

E. Alat dan Bahan 24

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Mikroskop

b. Kaca Objek + penutup kaca objek

c. Pipet tetes

d. Rak pengeringan/Rak pewarnaan

e. Kotak slide

f. Pensil kaca

g. Lanset

h. Sarung tangan

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. Minyak Emersi

b. Giemsa untuk pewarnaan

c. Kapas Alkohol

d. Kapas kering

e. Alkohol 70%

f. Sampel darah

Hapusan darah penderita malaria

Page 34: BAB I_V Baru02

34

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memakai data primer yang diperoleh

dari pengambilan darah pada penderita malaria yang berobat di puskesmas

Kamal selama masa penelitian. Dengan prosedur kerjanya sebagai berikut:

1. Membuat surat ijin penelitian

2. Informed consent

Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta izin kepada

responden secara lisan atas kesediaannya menjadi responden dan

menandatangani surat persetujuan sebagai respoden

3. Pembuatan sampel darah 25

a. Pengambilan sediaan darah pada penderita malaria

Untuk pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari

Pegang tangan pasien dengan posisi telapak tangan menghadap

ke atas

Pilih jari tangan atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan darah

diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi < 6 bulan darah diambil

dari tumit)

Bersihkan jari dengan kapas alkohol untuk menghilangkan

kotoran dan minyak yang menempel pada jari tersebut

Setelah kering jari ditekan agar darah banyak terkumpul di

ujung jari

Tusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) secara

cepat dengan menggunakan lancet

Page 35: BAB I_V Baru02

35

Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas

kering, untuk menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol

Tekan kembali ujung jari sampel darah keluar, ambil objek gelas

bersih (pegang objek glass di bagian tepinya). Posisi objek gelas

berada di bawah jari tersebut

Teteskan 1 tetes darah di bagian tengah objek glass untuk

sediaan darah tipis selanjutnya 2-3 tetes darah yang lebih besar

untuk sediaan darah tebal

Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas

Letakkan objek gelas yang bersisi tetesan darah diatas meja atau

permukaan yang rata

Untuk membuat sediaan darah tipis, ambil objek gelas yang baru

(objek gelas yang kedua) tetapi bukan cover glas. tempelkan di

ujungnya pada tetes darah kecil sampai darah tersebut menyebar

sepanjang sisi objek glas

Dengan sudut 450 geser objek gelas tersebut dengan cepat

kearah yang berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga

didapatkan sediaan hapus seperti bentuk lida.

Untuk sediaan dara tebal, ujung objek glas kedua ditempelkan

pada ketiga tetes darah tebal. darah dibuat homogeny dengan

cara memutar ujung objek gelas searah jarum jam. sehingga

terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm

Page 36: BAB I_V Baru02

36

Pemberian label/etiket dilakukan pada bagian pangkal sedian

darah tipis yang sudah kering dengan pensil. tuliskan nama

penderita. nomor dan tanggal pembuatan.

Proses pengeringan SD harus dilakukan perlahan-lahan di

tempat yang datar. Tidak dianjurkan menggunakan lampu

karena dapat menyebabkan sel darah retak. kipas angin dapat

digunakan untuk mengeringkan

Selama proses pengeringan SD dihindarkan dari gangguan

serangan serangga

b. Pewarnaan sediaan darah

Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat

pewarnaan

Fiksasi sediaan apus dengan methanol absolute 2-3 menit

Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa dengan

menggunakan pipet tetes sebanyak 9 tetes dan biarkan 20-30

menit

Setelah 30 menit, sediaan tersebut dibilas dengan air dan

dikeringkan diatas rak pengering

Setelah sediaan sudah kering sediaan ditetesi minyak imersi dan

sediaan tersebut siap diamati dengan mikroskop dengan

pembesaran 100x, untuk menentukan jenis dan fase plasmodium

Page 37: BAB I_V Baru02

37

G. Variabel Penelitian

1. Variabel dependen: Penderita malaria yang berobat di desa Kamal

2. Variabel Independen:

a. Jenis Plasmodium: Plasmodium vivax, plasmodium falciparum,

plasmodium malariae, plasmodium ovale

b. Stadium Plasmodium sp

Ring

Tropozoit

Schizon

Gametosit

H. Defenisi Operasional

1. Penderita Malaria adalah pasien yang berobat di puskesmas desa

Kamal tahun 2012 dan dinyatakan menderita penyakit malaria

berdasarkan diagnosis dokter.

2. Jenis-jenis Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria yang

berbeda-beda diantaranya penyakit malaria tropika disebabkan oleh

Plasmodium falciparum, penyakit malaria tertiana disebabkan oleh

Plasmodium vivax, penyakit malaria Quartana disebabkan oleh

Plasmodium malariae, dan penyakit malaria ovale disebabkan oleh

Plasmodium ovale.

Page 38: BAB I_V Baru02

38

3. Stadium-stadium Plasmodium dapat dialami oleh semua jenis

plasmodium diantaranya stadium cincin, stadium tropozoit, stadium

sizon dan stadium gametosit.

I. Pengolahan Dan Penyajian Data

Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan program

Microsoft Office Excel. Kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel

Page 39: BAB I_V Baru02

39

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Profil Umum desa Kamal

Desa kamal merupakan daerah pusat pemerintahan Kecamatan

Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Desa Kamal memiliki sistem

pemerintahan Negeri adat, yang dipimpin oleh seorang raja. Jarak

tempuh yang diperlukan untuk tempuh desa ini dari ibu kota

Kabupaten Seram Bagian Barat kurang lebih 1 jam perjalanan dengan

menggunakan kendaraan bermotor.

Puskesmas Kairatu Barat ini mempunyai wilayah kerja di 6 desa

diantaranya: Waisarissa, Nurue, Waihatu, Kamal, Waisamu, luhiatala.

Pada Puskesmas ini jenis penyakit yang terbanyak diantaranya: Ispa,

Anemia, Penyakit sistem otot dan jaringan, kecelakaan, penyakit lain

pada saluran pernapasan bagian atas, gastritis, cares gigi, hipertensi,

penyakit kulit, dan diare.

Luas wilayah kerja Puskesmas 102 km2. Dengan Jumlah

penduduk 13. 922 yang terdiri dari 7.134 laki-laki dan 6788

perempuan. Moyoritas dari penduduk laki-laki di desa ini berprofesi

sebagai petani, sementara penduduk perempuan berprofesi sebagai ibu

rumah tangga.

Page 40: BAB I_V Baru02

40

Kondisi alam di desa kamal masih sangat alami dan lembab.

Kelembaban ini juga turut dipengarui oleh cuaca, dimana curah hujan

di desa ini sedang meningkat pada saat dilakukan penelitian. Kondisi

ini merupakan salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan

vektor malaria.

2. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik sampel penelitian meliputih umur, jenis kelamin,

pekerjaan dan jangka waktu terakhir menderita malaria dapat dilihat

pada tabel 1. 6

Tabel 1.7. Identifikasi sampel penderita berdasarkan umur, jenis

kelamin

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

1. Umur

0-10 3 8,57

11-20 10 28, 57

21-30 2 5,71

31-40 9 25,71

41-50 6 17,14

>51 5 14,28

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 14 40

Perempuan 21 60

Berdasarkan tabel 1.5 terlihat bahwa frekuensi umur sampel

penderita paling banyak berumur 11-20 tahun yaitu, sebanyak 10

orang (28,57%), selanjutnya berumur 31-40 (25,71%), sedangkan

Page 41: BAB I_V Baru02

41

frekuensi umur sampel penelitian yang paling sedikit berumur 0-10

tahun dengan jumlah 3 orang (8, 57%)

Dari data hasil penelitian, dapat dilihat pula bahwa sampel yang

terlibat dalam penelitian ini lebih banyak didominasi oleh perempuan,

yaitu sebanyak 21 orang (60%).

3. Jenis Plasmodium

Jenis plasmodium dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

mikrospkopis melalui apusan darah tipis dan apusan darah tebal yang

didapatkan dari pengambilan darah kapiler pada penderita yang

berobat dipuskesmas. Sesuai dengan hasil pengamatan secara

mikroskopis pada 42 preparat sampel penderita yang datang berobat

di puskesmas kamal ditemukan yang positif malaria berjumlah 35

orang. Jenis Plasmodium yang teridentifikasi pada apusan darah tipis

dan apusan darah tebal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.8. Persentase jenis Plasmodium pada penderita malaria yang

berobat di Puskesmas kamal

No Jenis Plasmodium sp Jumlah %1. Plasmodium falciparum 17 48,572. Plasmodium vivax 18 51,433. Plasmodium ovale 0 04. Plasmodium malariae 0 0

Jumlah 35 100

Berdasarkan tabel 1.7. dapat dilihat bahwa jenis plasmodium

yang lebih banyak ditemui pada penderita malaria yang berobat di

puskemas adalah Plasmodium vivax sebesar 51.43% sedangkan

Page 42: BAB I_V Baru02

42

untuk penderita yang terindefikasi Plasmodium falciparum sebesar

48, 57%.

4. Stadium Plasmodium

Dari hasil pengamatan pada apusan darah tipis dan apusan darah tebal

terlihat stadium-stadium dari plamodium seperti ring, dan tropozoit. Yang

akan disajikan pada tabel-tabel di bawah ini:

Tabel 1.9. Persentase fase Plasmodium pada penderita malaria yang berobat

di Puskesmas kamal

Jenis PlasmodiumStadium Plasmodium

RingTropozoit Tua

SizonGametosit

Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%)1 Plasmodium Vivax 17 51,52 1 50 0 0 0 02 Plasmodium Falciparum 16 48,48 1 50 0 0 0 03 Plasmodium ovale 0 0 0 0 0 0 0 04 Plasmodium malariae 0 0 0 0 0 0 0 05 Plasmodium knowlesi 0 0 0 0 0 0 0 0

JUMLAH 33 100 2 100 0 0 0 0

Dari tabel diatas dijelaskan, stadium yang paling banyak dijumpai pada

penderita malaria adalah fase ring untuk Plasmodium vivax sebesar 51,52%,

dan yang pada stadium tropozoit jumlah sedikit yaitu 50%, selanjutnya

Plasmodium falciparum sebesar 48,48% dan stadium tropozoit dengan

jumlah 50

Page 43: BAB I_V Baru02

43

B. PEMBAHASAN

Pada Penelitian ini jenis plasmodium yang paling banyak

ditemukan di Kabupaten Seram Bagian Barat Kecamatan Kairatu Barat

desa Kamal yaitu jenis P. vivax. Hasil penelitian tidak berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Riry tahun 2012 di tempat yang sama,

yakni P. vivax lebih banyak menginfeksi masyarakat setempat sebesar

91,11%. Selain itu Penelitian yang di lakukan oleh Patma tahun 2010 di

kota ambon jenis P. vivax banyak menginfeksi masyarakat sebesar 92,

59%.

Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan

antara lain: 9, 11

1. Kelembaban; Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi

lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan

penularan malaria.

2. Hujan; Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Sehingga dapat meningkatkan

penularan penyakit malaria.

3. Lingkungan Sosial Budaya: Sosial budaya juga berpengaruh terhadap

kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam,

dimana vektornya bersifat eksofilik

4. Status gizi: Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah

endemis lebih rentan terhadap infeksi malaria.

Page 44: BAB I_V Baru02

44

Meningkatnya jenis P. vivax disebabkan karena daerah penyebaran dari P.

vivax ini luas dan biasanya berada pada daerah tropis dan subtropis7. Kabupaten

Seram Bagian Barat (SBB) merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Maluku

termasuk kategori daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Secara geografis,

wilayah adminsitratif Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) meliputi sebagian

besar daerah pesisir pantai yang banyak ditumbuhi pohon bakau, bentangan

sungai, sawah, irigasi, rawa dan selebihnya merupakan daerah pegunungan. Data

Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2006 dilaporkan bahwa

Annually Malaria Incidence (AMI) sebesar 47,92 per seribu penduduk dan

Annually Parasit Incidence (API) sebesar 46,20 per seribu penduduk26. Selain itu

sesuai dengan pernyataan dari Kepada Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tahun

2011 dalam berita ANTARA yaitu sebagian besar temuan malaria di Maluku yang

terbanyak adalah kasus malaria vivax kecuali di Kabupaten Maluku Barat Daya

(MBD) jenis temuannya adalah malaria falciparum27.

Selain itu juga pada Plasmodium ini memiliki sifat yang khusus dari jenis

Plasmodium yang lain diantaranya memiliki hipnozoit hati hal ini menimbulkan

relaps pada penderita malaria yang mengalami penurunan ketahanan sistem imun,

namun jenis plasmodium ini jarang menyebabkan kematian8.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa stadium plasmodium

yang banyak ditemukan adalah stadium ring hal ini menunjukan bahwa terjadi

fase aseksual dimana fase aseksual terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic

schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hati (exo-

erythrocytic schizogony).

Page 45: BAB I_V Baru02

45

Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian sebelumnya pada

tahun 2010 oleh Patma yang dilakukan di Puskesmas kota ambon yakni stadium

ring banyak ditemukan dibandingkan stadium lainnya.

Page 46: BAB I_V Baru02

46

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dismpulkan

beberapa hal antara lain:

1. Prevalensi jenis Plasmodium yang menginfeksi penderita malaria

di desa Kamal yaitu P. vivax (___%) dan P. falciparum (__%).

2. Stadium P. vivax dan P.falciparum yang ditemukan pada

penderita malaria di desa Kamal yakni P. vivax dengan stadium

ring (__%) dan tropozoit tua (___%) sedangkan P. falciparum

dengan stadium ring (___%) dan tropozoit tua (___%).

B. Saran

Setelah melakukan penelitian dan membahasnya dari beberapa

literatur, penulis ingin member saran, antara lain

1. Perlu dilakukan penyemprotan foging (oleh….) secara berkala

tiga bulan sekali selama setahun (di mana sebut tempat) untuk

mengurangi prevalensi penyakit malaria.

2. Perlu perhatian terhadap arsip data laporan rutin dan data survei

di Puskesmas Kamal agar kondisi sebaran malaria di desa Kamal

dapat diketahui dengan baik.

Page 47: BAB I_V Baru02

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat data dan informasi direktorat pengendalian penyakit bersumber

binatang. epidemiologi malaria di Indonesia. dalam: bulletin jendela data

dan informasi kesehatan. Kementrian kesehatan RI.2011)

2. Sullivan D. Malariology overview: history, lifecycle, epidemiology,

pathology, and control. the Johns Hopkins University; 2006)

3. Unicef. Lembar fakta malaria. [serial online]. 2009 juni [cited 2012 juni

2]; [1 screen] available from: URL: http://www.unicef.org/indonesi.org

4. Dinas Kesehatan Propinsi Maluku. Jumlah malaria klinis dan positif di

obati dari hasil kegiatan rutin puskesmas, pustu dan bidan didesa. 2010.)

5. (Perez-Jorge EV. Malaria. [serial] [online]. 2012 Apr 10 [cited 2012 juni

8]; [1 screen] available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview)

6. .Pribadi w. Parasit malaria. dalam buku Parasitologi kedokteran.

Deparetemen FK UI: Jakarta; 2008. hal 189

7. Gradahusada S, Ilahude HHD, pribadi W. Parasitologi kedokteran. Edisi

ke-3. FKUI. Jakarta: 2000

8. Rumaikewi JP, Sorontou Y, Kadiwaru S, Sapari W. Identifikasi species

plasmodium malaria di koya timur distrik muara jayapura papua. [serial

online] 2008. [cited 2012 jun 10]: [9 screens]. Available from: URL.

http://www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11082836. pdf

Page 48: BAB I_V Baru02

48

9. Laihad FJ. Pengendalian malaria dalam era otonomi dan desemtralisasi

menuju eliminasi malaria 2030 di Indonesia. dalam bulletin jendela data

dan informasi kesehatan Kementrian kesehatan RI 2011

10. Puskesmas Kamal. Arsip pasien malaria. 2011

11. Yawan SF. Analisis faktor risiko kejadian malaria di wilayah kerja

puskesmas bosnik kecamatan biak timur kabupaten biak-numfor [serial

online] 2006. [cited 2012 jun 11]: [137 screens]. Available from: URL.

http://eprints.undip.ac.id/15808/1/Semuel_Franklyn_Yawan.pdf

12. Hariyanto PN. Malaria. Dalam: Sudaya AW, Setiayohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati, editors. buku ajar ilmu penyakit. Jilid III. Edisi

IV. Jakarta: FKUI; 2006. hal 2813

13. Hariyanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Editors. Malaria dari

Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009. hal 159

14. Hiswani. Gambaran penyakit dan vector malaria di Indonesia. Sumatera

utara: USU Digital Library;2004

15. Rampengan T.H. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta:

EGC; 2007

16. Kumar N. Malariology: biology of the parasite. The Johns Hopkins

university; 2006.

17. Prianto Juni L.A. dkk. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta:PT.

Gramedia Pustaka Utama; 2008

Page 49: BAB I_V Baru02

49

18. heymneman D, Parasitologi Kedokteran. dalam. brooks GF, Butel JS,

Morse SA, editor. Mikrobiology kedokteran jewetz, melnick dan adelberg.

Ed 23. Jakarta: EGC; 2008

19. Riry E. Skripsi. Pola Demam pada Penderita Malaria di Desa Kamal,

Kabupaten Seram Bagian Barat. Ambon. Faakultas Kedokteran

Universitas Pattimura; 2012

20. David Sullivan. Diagnostic and clinical complications. Johns Hopkins

Bloomberg school of public health. 2006

21. Kementrian kesehatan RI. Epidemiologi malaria di indonesia. [serial

online]. 2011 [cited 2012 juni 11]; [40 screen] available from: URL:

http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN

%20MALARIA.pdf

22. Widoyo. Malaria. dalam buku penyakit tropis epidemiologi, Penularan,

Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta; 2008. hal 112

23. Budiarto Eko. Metodologi penelitian kedokteran. EGC: Jakarta; 2004. hal

46

24. Dirtjen bina kefarmasian dan alat keseahatan departemen keseahatan RI.

Pelayanan kefarmasian untuk penyakit malaria. [serial online]. 2008 [cited

2012 juni 10]; [175 screen] available from: URL:

http://binfar.depkes.go.id/download/YANFAR_UNTUK_PENYAKIT_M

ALARIA.pdf

25. Diktat kulia Patologi klinik.

26. BKBN

Page 50: BAB I_V Baru02

50

27. BERITA ANTARA

Page 51: BAB I_V Baru02

51