bab i_v baru02
DESCRIPTION
goodTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Hal ini karena
malaria dapat berakibat fatal terutama untuk kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung dapat
menyebabkan anemia dan menurunkan produktivitas kerja.1
David Sullivan (2006) menuliskan bahwa berdasarkan data WHO,
terdapat 100 negara yang telah menjadi daerah endemis malaria dengan
total kasus mencapai 300-5000 juta per tahunnya. Selanjutnya dijelaskan
pula bahwa penyakit ini telah menyebabkan kematian bagi 102,7 juta
anak-anak di seluruh dunia diantaranya bersusia < 5 tahun.2
Menurut data dari UNICEF (2009), malaria menyebabkan
kematian lebih dari 30.000 orang Indonesia dan 10-12 juta orang jatuh
sakit setiap tahunnya. Selain itu di perkirakan 50 persen dari populasi
Indonesia rawan terkena malaria, terutama di daerah pedesaan dan antara
masyarakat miskin.3
Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi
Maluku angka kejadian malaria di Kabupaten Seram bagian Barat 2010
berjumlah 186,353 penduduk dengan 12,396 kasus malaria klinis sehingga
di kabupaten ini masih dikatakan endemis malaria.4
2
Penyakit ini disebabkan oleh Plasmodium, termasuk dalam famili
Plasmodiae. Parasit ini menyerang manusia dan menginfeksi binatang
seperti burung, reptil, dan mamalia pada manusia Plasmodium
menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati
dan eritrosit. Ada 5 jenis parasit penyebab malaria, yaitu Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale
dan Plasmodium knowlesi. Jenis Plasmodium knowlesi baru di temukan
pada satu kasus malaria di Kalimatan tetapi masih jarang5
Siklus hidup dari tiap jenis plasmodium pada manusia adalah sama
proses tersebut terdiri atas siklus aseksual atau schizogoni yang terjadi di
tubuh intermediate host dan siklus seksual atau sporogoni yang terjadi di
tubuh nyamuk6. Jenis-jenis Plasmodium tersebut mempunyai karakteristik
demam yang berbeda pula antara lain: P. vivax menyebabkan malaria
tertiana dengan demam yang teratur tiap tiga hari sekali, P. malariae
menyebabkan malaria quartana yang demamnya terjadi tiap empat hari
sekali, P. falciparum menyebabkan malaria tropika dengan demam timbul
tidak teratur tiap 24-48 jam dan P. ovale menimbulkan gejala sama dengan
P. vivax7.
Manifestasi klinis dari penyakit malaria dipengaruhi oleh berbagai
faktor host (manusia), parasit dan lingkungan. Pada manusia faktor yang
berperan adalah misalnya imunitas, sedangkan pada parasit, faktor yang
telah ditemukan berperan adalah misalnya resistensi terhadap obat
antimalaria, laju multiplikasi parasit, jalur invasi, sitoadherens dan
3
rossetting dan polimorfisme antigen serta toksin dan pada aspek
lingkungan, faktor yang berpengaruh adalah akses terhadap pengobatan,
intensitas transmisi oleh vektor nyamuk, serta kondisi sosial ekonomis.
Pada aspek parasit, manifestasi klinis malaria hampir seluruhnya
disebabkan oleh parasit pada stadium eritrositer. Oleh karena itu upaya
untuk pencegahan terhadap malaria pada saat ini cenderung memberi
perhatian yang cukup banyak pada stadium eritrositer yang meliputih
merozoit, tropozoit, dan skizon.8
Untuk menanggulangi malaria, pemerintah telah menentapkan
bahwa upaya pengendalian malaria dilakukan dalam ranggka eliminasi
malaria di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 pada tanggal 28 April 2009. 9
Dalam rencana Strategi Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014,
pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan
untuk menurunkan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk.1
Salah satu dearah di Maluku yang masih kekurangan alat bantu
diagnostik malaria adalah desa Kamal yang terletak di Kabupaten Seram
Bagian Barat. Desa kamal sebagai pusat Kecamatan Kairatu Barat yang
baru mekar selain itu juga desa kamal belum menjadi tempat penelitian
malaria, sehingga informasi yang tersedia tentang malaria di daerah ini
pun masih minim ditambah lagi dengan kenyataan pelayanan kesehatan di
wilaya ini baru mulai ditata dengan baik pada tahun 2011. Hal ini terbukti
dari data yang diperoleh dari puskesmas kairatu barat hanya mencatat
4
kondisi kesehatan pada tahun 2011 saja yaitu angka kejadian malaria tahun
2011 sebanyak 344 kasus pada beberapa desa yang terdiri dari desa Kamal
148 kasus, desa Waisarissa 48 kasus, desa Nuruwe 51 kasus, desa
Waisamu 34 kasus, desa Waihatu kasus, 33, dan desa Lohiatala 30 kasus
yang datang pada puskesmas dan masih didiagnosis dengan RDT (Rapid
Diagnostic Test) sehingga tidak diketahui jenis Plasmodium yang
menginfeksi penderita malaria.10
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi jenis dan stadium
Plasmodium pada penderita malaria yang berobat di desa kamal Seram
Bagian Barat (SBB) tahun 2012”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukkan, maka
permasalahan yang dapat dikaji sebagai berikut:
a. Jenis Plasmodium apa saja yang teridentifikasi pada penderita
malaria yang berobat di Puskesmas desa Kamal kecamatan
Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat
b. Stadium-stadium Plasmodium apakah yang terindentifikasi pada
penderita malaria yang berobat di puskesmas desa Kamal
kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik Plasmodium pada penderita
malaria yang berobat di Puskesmas desa Kamal
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jenis Plasmodium yang teridentifikasi
pada penderita malaria yang berobat di puskesmas desa
kamal
b. Untuk mengetahui stadium Plasmodium yang terindentifikasi
pada penderita malaria yang berobat di puskesmas desa
Kamal
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak Puskesmas desa Kamal dalam
upaya meningkatkan pelayanan kesehatan untuk penderita malaria
2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi mahasiswa kedokteran dalam
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
parasitologi.
3. Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk peneliti lain yang
akan melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
Identifikasi jenis dan fase Plasmodium pada penderita malaria
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 11
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual didalam darah.
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada
manusia, Plasmodium terdiri dari 5 spesies, yaitu P. falciparum, P vivax,
P. malariae, P. ovale. Dan P. knowlesi 5. Plasmodium penyebab malaria
yang sering dijumpai di Indonesia ialah P. vivax yang menyebabkan
malaria tertian, dan P. falciparum yang menyebabkan malaria tropika. P.
malaria perna dijumpai juga, jarang. 12
C. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis dan
subtropik serta menyerang negara dengan penduduk padat. Diperkirakan
prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus,
dengan angka kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun, lebih dari
80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun13. P. vivax
mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah
7
beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropik. Sedangkan P.
falciparum terdapat juga di daerah-daerah tropis. Sedangkan P.
falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin. P.
ovale pada umumnya dijumpai di bagian Afrika yang beriklim tropic,
namun kadang-kadang di jumpai di pasifik barat14. Di Indonesia, malaria
tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda
dan dapat terjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di
atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incident (API) malaria di
pulau Jawa dan Bali pada tahun 2000 ialah 0,81 per 1000 penduduk,
turun menjadi 0, 15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Sedangkan di
luar pulau Jawa dan Bali angka Annual Malaria incident (AMI) tetap
tinggi, yaitu 31, 09 per 1000 penduduk pada tahun 2000, turun menjadi
20,57 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Spesies yang terbanyak
dijumpai adalah P. falciparum dan P. vivax. P. malariae dijumpai di
Indonesia bagian Timur. Angka kesakitan malaria di Jawa-Bali diukur
dengan API, dan untuk luar Jawa-Bali diukur dengan AMI 13
D. Patogenesis 9, 11, 12
Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk Anopheles
betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke
dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan
menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel
parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intra-hepatic schizogony
8
pre-erytrocytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5
hari untuk Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk P. malariae. Setelah
sel parenkim hati terinfeksi terbentuk skizont hati yang apabila pecah akan
mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. P. vivax dan P. ovale,
sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat
bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan
terjadinya relaps pada malaria. Setelah berada di darah merozoit akan
menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada
P. vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen Duffi Fya. Hal ini
menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negative tidak
terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu
glikoprotein, sedangkan pada P. ovale serta P. malariae belum di ketahui
secara pasti. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi
bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang
mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit
tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya
membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan
dindingnya berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit
membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam
proses cytoadherence dan rosetting. Cytoadherence merupakan
kemampuan eritrosit yang terinfeksi P. falciparum untuk menempel pada
sel-sel endothelial di ujung-ujung oembuluh vena dan kapiler pada
9
jaringan dalam. Penempelan ini lama-kelamaan akan membentuk
sequester. Sequester dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi, thrombosis
dan iskemia lokal. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah
menjadi schizon, dan bila schizon pecah mengeluarkan 6-36 merozoid dan
siap menginfeksi eritrosit yang lain.
E. Cara Penularan 13,15
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan
bukan alamiah
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan
nyamuk anopheles
2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya
ialah:
a. Malaria bawaan/ congenital, disebabkan adanya kelainan
pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi
dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah
F. Gejala Klinis 9, 12, 13
Manifestasi klinis dari penyakit malaria tergantung pada imunitas
penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi
dipengarui oleh jenis Plasmodium, daerah asal infeksi, umur, keadaan
10
kesehatan dan nutrisi, kemofilaksis dan pengobatan sebelumnya. Gejala
yang klasik yang biasanya disebut trias malaria adalah:
Periode dingin (15-60 menit), mulai menggigil, penderita
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada
saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk diikuti dengan meningkatnya temperature
Periode panas, dimana waja pendrita merah, takikardia, dan
suhu badan tetap tinggi beberapa jam. Diikuti dengan keadaan
berkeringat. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya schizon
darah yang mengelurkan antigen-antigen. demam dimulai pada
saat perasaan dingin sekali berubah menjadi panas sekali, muka
menjadi merah, kulit kering dan terasa panas, sakit kepala
makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi berdenyut
cepat.
Stadium berkeringat, dimana penderita banyak berkeringat dan
temperatur turunm dan penderita merasa sehat.
Di daerah yang endemis malaria berat, ketiga stadium gejala klinis
diatas menjadi tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan
pada penderita. Serangan demam yang pertama di dahului oleh masa
inkubasi. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada
11
spesies parasit. Masa inkubasi paling pendek pada P. falciparum dan yang
paling panjang pada P. malariae.
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria diantaranya: 12
Serangan primer: keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan
mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari
dingin/menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksismal
ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan
parasit dan keadaan imunitas penderita.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia
selama terjadinya infeksi malaria
Recrudescense : berulangnya gejala klinik dan parasitemia
dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer,
dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode
latan
Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia
setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.
Relapse : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang
lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi
primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai
5 tahun), kejadian ini biasanya terjadi pada malaria vivax atau
ovale. Keadaan klinik ini terjadi bila merozoid dari hipnozoid
12
dalam hati pecah, tidak difagositosis dalam aliran darah, dan
menyebabkan infeksi sel darah merah kembali (malaria klinis).
G. Jenis-jenis plasmodium sp.
1. Plasmodium vivax
Keterangan gambar:
No 1: eritrosit normal
2-6: tropozoit muda (stadium
cincin)
7-18: tropozoit
19-27: skizont
28-29: makrogametosit (betina)
30 mikrogametosit (jantan)
Gambar 2.1.Plasmodium Vivax.(sumber; pustaka no. 16)
a. Morfologi 17
Tropozoit muda: sel darah merah mulai membesar,
parasit berbentuk cincin, inti merah, sitoplasma biru,
mulai terdapat titik schuffner pada eritrosit
Tropozoit tua: sitoplasma hampir memenuhi selurh sel
darah merah, pigmen menjadi makin nyata (kuning
tengguli) masih terdapat vakuol
Skizont: inti sudah membelah lebih dari satu,
pigmennya tersebar
13
Makrogametosit: sitoplasma hampir memenuhi seluruh
sel darah merah, tidak terdapat vakuol, inti padat merah
biasanya di tepi.
Mikrogametosit: sitoplasma hampir memenuhi seluruh
sel darah merah, inti difus di tengah, pigmen tersebar
b. Manifestasi Klinis 12,17,18
Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12 sampai 17
hari,Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal :
sakit kepala, sakit pungung, mual dan malaise. Pada relaps
sindrom prodormal ini ringan atau tidak ada. Demam tidak
teratur pada 2-4 hari pertam, tetapi kemudian menjadi
intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore
hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva
demam pada permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan
karena adanya beberapa kelompok parasit yang masing-masing
mempunyai saat sporulasi tersendiri, hingga demam tidak
teratur, tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu
dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam dapat terjadi
siang atau sore hati dan mulai jelas dengan stadium menggisil,
panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai
40,60C atau lebih, Pusing atau gejala lain yang ditimbulkan
oleh iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung
sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum
14
jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun dapat
menjadi jelas.
2. Plasmodium falciparum
Keterangan gambar:
No 1: eritrosit normal
2-18: tropozoit muda ( stadium
cincin)
19-26: skizont
27-28: makrogametosit matur
29-30: mikrogametosit matur
Gambar 2.2.Plasmodium falciparum (sumber: pustaka no. 16)
a. Morfologi 17
Tropozoit muda: berbentuk cincin, terdapat dua butir
kromatin, bentuk marginal, sel darah merah tidak
membesar
Skizont : pigmen menggumpal di tengah. Skizon muda
berinti < 8 dan skizon tua berinti 8-24
Makrogametosit berbentuk pisang agak langsing, inti
padat di tengah, pigmen mengelilingi inti, sitoplasma
biru kelabu.
15
Mikrogametosit: berbentuk pisang, inti tidak padat,
pigmen mengelilingi inti, sitoplasma biru pucat
kemerah-merahan.
b. Manifestasi Klinis 12,17,18
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, yang
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemia sering dijumpai dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari, malaria ini mempunyai perlangsungan
yang cepat, dan parasitemia tinggi dan menyerang semua
eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijumpai yaitu sakit
kepala, lesu, perasaan dingin, mual, muntah dan diare, panas
biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi
hiperpireksia dengan temperatur diatas 400C. Gejala lain berupa
konvulsi, banyak keringat walaupun temperatur normal,
splenomegali dan nyeri pada perabaan hati membesar dan dapat
disertai dengan timbulnya ikterus.
16
3. Plasmodium malariae
Keterangan gambar:
No 1: eritrosit normal
2-5: tropozoit muda ( stadium
cincin)
6-13: tropozoit
14-22: skizont
23: perkembangan gametosit
24: makrogametosit (betina)
25: mikrogametosit (jantan)
Gambar 2.3.Plasmodium malariae (sumber: pustaka no. 16)
a. Morfologi 17
Tropozoit muda: sel darah merah tidak membesar,
berbentuk cincin, jarang terlihat titik Ziemann. bentuk
pita: sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti
membesar, dan pigmen kasar tersebar
Skizon muda: inti kurang dari delapan, pigmen kasar,
dan tersebar
Skizon tua : inti 8-12 tersusun seperti bungah, pigmen
berkumpul di tengah
Mikrogametosit: sel darah merah tidak membesar,
sitoplasma bulat, inti difus di tengah, pigmen kasar
tersebar.
17
Makrogametosit: sel darah merah tidak membesar,
sitoplasma bulat, inti padat, batas jelas, letak di tepi
b. Manifestasi klinis 12
Masa inkubasi parasit ini berlangsung 18 hari dan kadang-
kadangan sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan
pertama mirip dengan malaria vivax. Serangan demam lebih
teratur dan terjadi disore hari. Perjalanan penyakitnya tidak
teratur, anemia kurang jelas daripada malaria vivax dan
penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran
besar. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam
peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi
parasitemia tidak terlalu tinggi kira-kira 1% sel darah merah
yang diinfeksi. parasit dapat bertahan tergantung pada variasi
antigen yang terus-menerus berubah dan dapat menyebabkan
relaps.
4. Plasmodium ovale
18
Keterangan gambar:
No 1: eritrosit normal
2-5: tropozoit muda ( stadium cincin)
6-15: tropozoit
16-23: skizont
24: makrogametosit (betina)
25: mikrogametosit (jantan)
Gambar 2.4.Plasmodium ovale (sumber: pustaka no. 16)
a. Morfologi 17
Tropozoit muda: Ukuran eritrosit lebih besar,
berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen
lebih kasar, terlihat dengan jelas titik-titik Schuffner
Skizon: berbentuk bulat mengandung 8-10 meorzoit
yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula
pigmen yang berkelompok di tengah.
Makrogametosit: bentuknya bulat, mempunyai inti
kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru.
Mikrogametosit: mempunyai inti difus, sitoplasma
berwarna pucat kemerah-merahan, dan berbentuk bulat.
b. Manifestasi Klinis 12
19
Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivax.
serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara
spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada
dalam darah/periode laten dan mudah di tekan oleh spesies lain
yang lebih virulen. Parasit ini baru tampak lagi setelah spesies
yang lain lenyap. Adapun Perbedaan karakteristik manifestasi
klinis diantara jenis malaria dapat dilihat pada tabel 1.1
20
Tabel 1.1. Karakteristik manifestasi klinis malaria [Hariyanto PN.
Malaria. Dalam: Sudaya AW, Setiayohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati, editors. buku ajar ilmu penyakit. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
FKUI; 2006.]
Jenis Plasmodium
Masa Inkubasi (hari)
Tipe panas (Jam)
Relaps Recrudensi
ManifestasiKlinis
Falciparum 12 (9-14)
48 - + Gejala gastrointestinal, hemolisis. Anemia, ikterus, syok, hipoglikemia, gangguan kehamilan, kelainan retina, kematian.
Vivax 13(1217) 12 bulan
48 + - Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa
Ovale 17 (16-18)
48 + - Anemia kronik, splenomegali, rupture limpha
Malariae 28 (18-40)
72 - + Rekrudensi sampai 50 tahun splenomegali menetap, sindrom nefrotik
21
c. Jenis Plasmodium pada daerah pelayanan Puskesmas Kamal
Tabel 1.2. Jenis Plasmodium berdasarkan data sekunder [sumber:
Riry E. Skripsi. Pola Demam pada Penderita Malaria di Desa Kamal,
Kabupaten Seram Bagian Barat. Ambon. Faakultas Kedokteran
Universitas Pattimura; 2012]
Jenis Plasmodium Jumlah Persentase (%)Plasmodium Falciparum 3 6,67Plasmodium Vivax 41 91.11Plasmodium ovale 0 0Plasmodium Malariae 0 0Campuran Plasmodium falciparum dan Plasmodium Vivax
1 2,22
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat diketahui bahwa jenis
Plasmodium yang menginfeksi penderita malaria di desa Kamal
yaitu P. vivax (91.11%), P. falciparum (6,67%) dan campuran
Plasmodium falciparum dan P. vivax (2.22%). P. vivax yang
ditemukan pada sediaan darah, dapat diketahui berdasarkan ciri
eritrosit yang membesar dibandingkan eritrosit normal, dan tampak
titik schuffner berwarna merah mudah yang tersebar dalam eritrosit
yang menjelaskan bahwa pada sediaan eritrosit yang teridentifikasi
P. vivax memiliki lebih besar dari ertitrosit normal. Bentuk tropozoit
cincin atau ring dengan inti merah sitoplasma berwarna biru,
bentuknya tidak teratur atau ameoboid dan intinya lebih besar.
Sedangkan pada P. falciparum terindentifikasi dengan ciri yang
berbeda dimana tidak terjadi pembesaran eritrosit, dan menurut
22
seorang ahli yaitu Ganda husada bahwa bentuk dan ukuran eritrosit
yang terindentifikasi pada penderita malaria tidak mengalami
perubahan.
H. Diagnosis 12,20,21
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari
penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium20. Diagnosis
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara
mikroskopik atau dengan rapid diagnositik test 21
1. Anamnesis
Keluhan utama demam, menggigil, berkeringat dan sakit
kepala, mual, muntah, diare dan lain-lain
Riwayat berkunjung dan bermalam selama 1-4 minggu di
daerah yang endemis malaria
Riwayat sakit malaria
Riwayat mendapat tranfusi darah.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Malaria tanpa komplikasi
Demam dengan suhu >37,50C
Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hati (hepatomegali)
23
b. Malaria dengan komplikasi
Gangguan kesadaran
Keadaan umum: lemah
Kejang-kejang
Panas sangat tinggi
Mata ikterus
3. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria 12
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menentukan adanya
parasit malaria sangat penting untuk menegakan diagnosis.
Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan
diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negative
maka diagnosa maka diagnose malaria dapat dikesampingkan21.
Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat
meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:
a. Tetesan preparat darah tebal.
Tetesan darah tebal Merupakan cara terbaik untuk
menentukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak
dibandingkan dengan tetesan darah tipis. Ketebalan dalam
membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit
malaria. Preparat dikatakan negatif bila setelah diperiksa 200
lapangan pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali
tidak ditemukan parasit.
24
b. Tetesan darah tipis
Tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis
plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.
Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit
count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang
mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah
parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi berat.
Pengecetan dilakukan dengan cat Giemsa, pengecetan dengan
Giemsa ini umumnya digunakan karena pengecetannya mudah
dan dengan hasil yang baik.
c. Diagnosis malaria dapat sulit dilakukan bila:
Petugas kesehatan yang memeriksa dapat lupa untuk
mempertimbangkan adanya penyakit lain yang tidak memintah
dilakukan tes diagnostik. Petugas laboratorium dapat kurang
berpengalaman terhadap malaria dan gagal mendeteksi parasit
saat menelitih sampel darah dimikroskop. Pada daerah yang
endemis malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan
besar untuk menentukan diagnosis, disertai dengan petugas
kesehatan yang kurang terlati, peralatan kesehatan yang tidak
memadai.
25
I. Tatalaksana penyakit Malaria 9,21,22
Untuk membunuh semua parasit malaria pada berbagai stadium (di
hati maupun di eritrosit), dilakukan pengobatan radikal. Dengan pengobatan
ini diharapkan terjadi kesembuhan serta terputusnya rantai penularan.
Mengingat sifatnya iritatif, semua obat antimalaria sebaiknya tidak
diberikan dalam kondisi perut kosong. Penderita harus makan terlebih
dahulu sebelum minum obat antimalaria.
1. Pengobatan
Ada beberapa obat antimalaria kombinasi yang digunakan di dunia
a. Artesunat - Amodiaquine
Setiap kemasan Atesunate + Amodiakuin terdiri dari 2 blister,
yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg dan
153 mg amodiakuin basa dan blister artesunat terdiri dari 12
tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga
hari dengan dosis tunggal harian, sebagai berikut:
Amodiakuin basa 10 mg/kg bb
Artesunat 4 mg/kg bb
b. Dihydroartemisinin + Piperaquin
Fixed Dose Combination (FDC) 1 tablet mengandung 40 mg
dihydroartemisinin dan 320 mg piperaquin. Obat ini diberikan
per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai
berikut:
Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB
26
Piperaquin dosis 16-32 mg/kgBB
2. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
a. Pengobatan Malaria falciparum.
Pengobatan lini pertama untuk kelompok umur:
Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini
pertama Malaria falsiparum digunakan obat
Artemisinin Combination Therapy (ACT) yaitu:
Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau yang
tersedia saat ini adalah sediaan artesunate-amodiaquin
dan dihydroartemisinin- piperaquin. Setiap kemasan
artesunate – amodiaquin terdiri dari 2 blister, yaitu
blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa
153 mg) 12 tablet dan blister artesunat 50 mg 12 tablet.
Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal
harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4
mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg BB.16
Tabel 1.3. Pengobatan lini pertama malaria falciparum
dengan artesunat- amodiakuin-primakuin berdasarkan
umur.
27
(Sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan,
pencegaan dan pemberantasannya)
Pengobatan lini kedua
Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis
tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang
(persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka
diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat
lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin
/Tetrasiklin + Primakuin. Kina diberikan per oral, 3 kali
sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari.
Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina
yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung
200mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di
Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung
50mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan
2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa
adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14
28
tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin
dapat digunakan tetrasiklin.Tetrasiklin diberikan 4 kali
sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB.
Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis
maksimal primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa.15,16
Tabel 1.4. Pengobatan lini kedua malaria falciparum
kombinasi kina-doksisiklin berdasarkan umur
(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan
dan pemberantasannya
b. Pengobatan Malaria vivax dan malaria ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
adalah klorokuin+ primakuin. Pemberian klokuin bertujuan
membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.
Sedangkan pemberian primakuin bertujuan untuk
membunuh hipnozoit di sel hati dan parasit aseksual di
eritrosit. Klorokuin difosfat 250mg setara dengan klorokuin
150mg diberikan 1 kali per hari selama 3 hari dengan dosis
29
total 25 mg/kgBB. Dosis primakuin 0,25mg/kgBB per hari
selama 14 hari diberikan bersama klorokuin. Klorokuin
tidak boleh diberikan kepada ibu hamil15,16
Tabel 1.5. Pengobatan malaria vivax dan ovale
(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan dan
pemberantasannya
Catatan: Pemakaian klorokuin tidak dianjurkan untuk
daerah yang resisten, sebaiknya menggunakan
artesunat+amodiakuin
Pengobatan malaria vivaks yang relaps: Pengobatan kasus
malaria vivaks yang relaps (kambuh), sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan. Primakuin
diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg /kg BB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat
diketahui melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat urin
coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,
30
primakuin, kina, klorokuin atau obat lain), maka
pengobatan diberikan secara mingguan. Klorokuin
diberikan 1 kali perminggu selama 8-12 minggu, dengan
dosis 10 mg basa/kg BB/kali pemberian. Primakuin
diberikan bersamaan dengan klorokuin dengan dosis 0,75
mg/kg BB/kali pemberian. 16
d. Pengobatan Malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup dengan klorokuin 1 kali
per hari selama 3 hari, dengan dosis 25 mg/kgBB
Tabel 1.6. Pengobatan malaria malariae
(sumber: buku Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegaan
dan pemberantasannya)
31
J. Kerangka Konsep
Variabel yang ditelitiVariabel yang tidak di teliti
Agen
Jenis Plasmodium Stadium Plasmodium
Penyakit malaria
Lingkungan
Host
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan desain
cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil darah tepi,
kemudian diperiksa dan diidentifikasi spesies plasmodium.17
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas desa Kamal, kabupaten Seram
Bagian Barat, sedangkan proses identifikasi untuk mengetahui jenis dan
stadium Plasmodium dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ambon.
Waktu penelitian dilakukan satu bulan mula dari 16 juni sampai 16 juli.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah penderita malaria yang berobat di
Puskesmas desa Kamal. Sampel adalah pasien malaria yang memiliki
kriteria inklusi.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi: Penderita malaria yang berobat di desa Kamal yang di
diagnosa oleh dokter
2. Kriteria Ekslusi
a. Penderita Malaria dengan riwayat penyakit infeksi lain atau
penyakit HIV
b. Penderita malaria yang tidak bersedia untuk diperiksa
33
E. Alat dan Bahan 24
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mikroskop
b. Kaca Objek + penutup kaca objek
c. Pipet tetes
d. Rak pengeringan/Rak pewarnaan
e. Kotak slide
f. Pensil kaca
g. Lanset
h. Sarung tangan
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Minyak Emersi
b. Giemsa untuk pewarnaan
c. Kapas Alkohol
d. Kapas kering
e. Alkohol 70%
f. Sampel darah
Hapusan darah penderita malaria
34
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan memakai data primer yang diperoleh
dari pengambilan darah pada penderita malaria yang berobat di puskesmas
Kamal selama masa penelitian. Dengan prosedur kerjanya sebagai berikut:
1. Membuat surat ijin penelitian
2. Informed consent
Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta izin kepada
responden secara lisan atas kesediaannya menjadi responden dan
menandatangani surat persetujuan sebagai respoden
3. Pembuatan sampel darah 25
a. Pengambilan sediaan darah pada penderita malaria
Untuk pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari
Pegang tangan pasien dengan posisi telapak tangan menghadap
ke atas
Pilih jari tangan atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan darah
diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi < 6 bulan darah diambil
dari tumit)
Bersihkan jari dengan kapas alkohol untuk menghilangkan
kotoran dan minyak yang menempel pada jari tersebut
Setelah kering jari ditekan agar darah banyak terkumpul di
ujung jari
Tusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) secara
cepat dengan menggunakan lancet
35
Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas
kering, untuk menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol
Tekan kembali ujung jari sampel darah keluar, ambil objek gelas
bersih (pegang objek glass di bagian tepinya). Posisi objek gelas
berada di bawah jari tersebut
Teteskan 1 tetes darah di bagian tengah objek glass untuk
sediaan darah tipis selanjutnya 2-3 tetes darah yang lebih besar
untuk sediaan darah tebal
Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas
Letakkan objek gelas yang bersisi tetesan darah diatas meja atau
permukaan yang rata
Untuk membuat sediaan darah tipis, ambil objek gelas yang baru
(objek gelas yang kedua) tetapi bukan cover glas. tempelkan di
ujungnya pada tetes darah kecil sampai darah tersebut menyebar
sepanjang sisi objek glas
Dengan sudut 450 geser objek gelas tersebut dengan cepat
kearah yang berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga
didapatkan sediaan hapus seperti bentuk lida.
Untuk sediaan dara tebal, ujung objek glas kedua ditempelkan
pada ketiga tetes darah tebal. darah dibuat homogeny dengan
cara memutar ujung objek gelas searah jarum jam. sehingga
terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm
36
Pemberian label/etiket dilakukan pada bagian pangkal sedian
darah tipis yang sudah kering dengan pensil. tuliskan nama
penderita. nomor dan tanggal pembuatan.
Proses pengeringan SD harus dilakukan perlahan-lahan di
tempat yang datar. Tidak dianjurkan menggunakan lampu
karena dapat menyebabkan sel darah retak. kipas angin dapat
digunakan untuk mengeringkan
Selama proses pengeringan SD dihindarkan dari gangguan
serangan serangga
b. Pewarnaan sediaan darah
Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat
pewarnaan
Fiksasi sediaan apus dengan methanol absolute 2-3 menit
Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa dengan
menggunakan pipet tetes sebanyak 9 tetes dan biarkan 20-30
menit
Setelah 30 menit, sediaan tersebut dibilas dengan air dan
dikeringkan diatas rak pengering
Setelah sediaan sudah kering sediaan ditetesi minyak imersi dan
sediaan tersebut siap diamati dengan mikroskop dengan
pembesaran 100x, untuk menentukan jenis dan fase plasmodium
37
G. Variabel Penelitian
1. Variabel dependen: Penderita malaria yang berobat di desa Kamal
2. Variabel Independen:
a. Jenis Plasmodium: Plasmodium vivax, plasmodium falciparum,
plasmodium malariae, plasmodium ovale
b. Stadium Plasmodium sp
Ring
Tropozoit
Schizon
Gametosit
H. Defenisi Operasional
1. Penderita Malaria adalah pasien yang berobat di puskesmas desa
Kamal tahun 2012 dan dinyatakan menderita penyakit malaria
berdasarkan diagnosis dokter.
2. Jenis-jenis Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria yang
berbeda-beda diantaranya penyakit malaria tropika disebabkan oleh
Plasmodium falciparum, penyakit malaria tertiana disebabkan oleh
Plasmodium vivax, penyakit malaria Quartana disebabkan oleh
Plasmodium malariae, dan penyakit malaria ovale disebabkan oleh
Plasmodium ovale.
38
3. Stadium-stadium Plasmodium dapat dialami oleh semua jenis
plasmodium diantaranya stadium cincin, stadium tropozoit, stadium
sizon dan stadium gametosit.
I. Pengolahan Dan Penyajian Data
Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan program
Microsoft Office Excel. Kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel
39
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Profil Umum desa Kamal
Desa kamal merupakan daerah pusat pemerintahan Kecamatan
Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Desa Kamal memiliki sistem
pemerintahan Negeri adat, yang dipimpin oleh seorang raja. Jarak
tempuh yang diperlukan untuk tempuh desa ini dari ibu kota
Kabupaten Seram Bagian Barat kurang lebih 1 jam perjalanan dengan
menggunakan kendaraan bermotor.
Puskesmas Kairatu Barat ini mempunyai wilayah kerja di 6 desa
diantaranya: Waisarissa, Nurue, Waihatu, Kamal, Waisamu, luhiatala.
Pada Puskesmas ini jenis penyakit yang terbanyak diantaranya: Ispa,
Anemia, Penyakit sistem otot dan jaringan, kecelakaan, penyakit lain
pada saluran pernapasan bagian atas, gastritis, cares gigi, hipertensi,
penyakit kulit, dan diare.
Luas wilayah kerja Puskesmas 102 km2. Dengan Jumlah
penduduk 13. 922 yang terdiri dari 7.134 laki-laki dan 6788
perempuan. Moyoritas dari penduduk laki-laki di desa ini berprofesi
sebagai petani, sementara penduduk perempuan berprofesi sebagai ibu
rumah tangga.
40
Kondisi alam di desa kamal masih sangat alami dan lembab.
Kelembaban ini juga turut dipengarui oleh cuaca, dimana curah hujan
di desa ini sedang meningkat pada saat dilakukan penelitian. Kondisi
ini merupakan salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan
vektor malaria.
2. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik sampel penelitian meliputih umur, jenis kelamin,
pekerjaan dan jangka waktu terakhir menderita malaria dapat dilihat
pada tabel 1. 6
Tabel 1.7. Identifikasi sampel penderita berdasarkan umur, jenis
kelamin
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1. Umur
0-10 3 8,57
11-20 10 28, 57
21-30 2 5,71
31-40 9 25,71
41-50 6 17,14
>51 5 14,28
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 14 40
Perempuan 21 60
Berdasarkan tabel 1.5 terlihat bahwa frekuensi umur sampel
penderita paling banyak berumur 11-20 tahun yaitu, sebanyak 10
orang (28,57%), selanjutnya berumur 31-40 (25,71%), sedangkan
41
frekuensi umur sampel penelitian yang paling sedikit berumur 0-10
tahun dengan jumlah 3 orang (8, 57%)
Dari data hasil penelitian, dapat dilihat pula bahwa sampel yang
terlibat dalam penelitian ini lebih banyak didominasi oleh perempuan,
yaitu sebanyak 21 orang (60%).
3. Jenis Plasmodium
Jenis plasmodium dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
mikrospkopis melalui apusan darah tipis dan apusan darah tebal yang
didapatkan dari pengambilan darah kapiler pada penderita yang
berobat dipuskesmas. Sesuai dengan hasil pengamatan secara
mikroskopis pada 42 preparat sampel penderita yang datang berobat
di puskesmas kamal ditemukan yang positif malaria berjumlah 35
orang. Jenis Plasmodium yang teridentifikasi pada apusan darah tipis
dan apusan darah tebal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.8. Persentase jenis Plasmodium pada penderita malaria yang
berobat di Puskesmas kamal
No Jenis Plasmodium sp Jumlah %1. Plasmodium falciparum 17 48,572. Plasmodium vivax 18 51,433. Plasmodium ovale 0 04. Plasmodium malariae 0 0
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 1.7. dapat dilihat bahwa jenis plasmodium
yang lebih banyak ditemui pada penderita malaria yang berobat di
puskemas adalah Plasmodium vivax sebesar 51.43% sedangkan
42
untuk penderita yang terindefikasi Plasmodium falciparum sebesar
48, 57%.
4. Stadium Plasmodium
Dari hasil pengamatan pada apusan darah tipis dan apusan darah tebal
terlihat stadium-stadium dari plamodium seperti ring, dan tropozoit. Yang
akan disajikan pada tabel-tabel di bawah ini:
Tabel 1.9. Persentase fase Plasmodium pada penderita malaria yang berobat
di Puskesmas kamal
Jenis PlasmodiumStadium Plasmodium
RingTropozoit Tua
SizonGametosit
Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%)1 Plasmodium Vivax 17 51,52 1 50 0 0 0 02 Plasmodium Falciparum 16 48,48 1 50 0 0 0 03 Plasmodium ovale 0 0 0 0 0 0 0 04 Plasmodium malariae 0 0 0 0 0 0 0 05 Plasmodium knowlesi 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 33 100 2 100 0 0 0 0
Dari tabel diatas dijelaskan, stadium yang paling banyak dijumpai pada
penderita malaria adalah fase ring untuk Plasmodium vivax sebesar 51,52%,
dan yang pada stadium tropozoit jumlah sedikit yaitu 50%, selanjutnya
Plasmodium falciparum sebesar 48,48% dan stadium tropozoit dengan
jumlah 50
43
B. PEMBAHASAN
Pada Penelitian ini jenis plasmodium yang paling banyak
ditemukan di Kabupaten Seram Bagian Barat Kecamatan Kairatu Barat
desa Kamal yaitu jenis P. vivax. Hasil penelitian tidak berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Riry tahun 2012 di tempat yang sama,
yakni P. vivax lebih banyak menginfeksi masyarakat setempat sebesar
91,11%. Selain itu Penelitian yang di lakukan oleh Patma tahun 2010 di
kota ambon jenis P. vivax banyak menginfeksi masyarakat sebesar 92,
59%.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan
antara lain: 9, 11
1. Kelembaban; Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi
lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan
penularan malaria.
2. Hujan; Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Sehingga dapat meningkatkan
penularan penyakit malaria.
3. Lingkungan Sosial Budaya: Sosial budaya juga berpengaruh terhadap
kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam,
dimana vektornya bersifat eksofilik
4. Status gizi: Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah
endemis lebih rentan terhadap infeksi malaria.
44
Meningkatnya jenis P. vivax disebabkan karena daerah penyebaran dari P.
vivax ini luas dan biasanya berada pada daerah tropis dan subtropis7. Kabupaten
Seram Bagian Barat (SBB) merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Maluku
termasuk kategori daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Secara geografis,
wilayah adminsitratif Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) meliputi sebagian
besar daerah pesisir pantai yang banyak ditumbuhi pohon bakau, bentangan
sungai, sawah, irigasi, rawa dan selebihnya merupakan daerah pegunungan. Data
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2006 dilaporkan bahwa
Annually Malaria Incidence (AMI) sebesar 47,92 per seribu penduduk dan
Annually Parasit Incidence (API) sebesar 46,20 per seribu penduduk26. Selain itu
sesuai dengan pernyataan dari Kepada Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tahun
2011 dalam berita ANTARA yaitu sebagian besar temuan malaria di Maluku yang
terbanyak adalah kasus malaria vivax kecuali di Kabupaten Maluku Barat Daya
(MBD) jenis temuannya adalah malaria falciparum27.
Selain itu juga pada Plasmodium ini memiliki sifat yang khusus dari jenis
Plasmodium yang lain diantaranya memiliki hipnozoit hati hal ini menimbulkan
relaps pada penderita malaria yang mengalami penurunan ketahanan sistem imun,
namun jenis plasmodium ini jarang menyebabkan kematian8.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa stadium plasmodium
yang banyak ditemukan adalah stadium ring hal ini menunjukan bahwa terjadi
fase aseksual dimana fase aseksual terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic
schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hati (exo-
erythrocytic schizogony).
45
Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian sebelumnya pada
tahun 2010 oleh Patma yang dilakukan di Puskesmas kota ambon yakni stadium
ring banyak ditemukan dibandingkan stadium lainnya.
46
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dismpulkan
beberapa hal antara lain:
1. Prevalensi jenis Plasmodium yang menginfeksi penderita malaria
di desa Kamal yaitu P. vivax (___%) dan P. falciparum (__%).
2. Stadium P. vivax dan P.falciparum yang ditemukan pada
penderita malaria di desa Kamal yakni P. vivax dengan stadium
ring (__%) dan tropozoit tua (___%) sedangkan P. falciparum
dengan stadium ring (___%) dan tropozoit tua (___%).
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan membahasnya dari beberapa
literatur, penulis ingin member saran, antara lain
1. Perlu dilakukan penyemprotan foging (oleh….) secara berkala
tiga bulan sekali selama setahun (di mana sebut tempat) untuk
mengurangi prevalensi penyakit malaria.
2. Perlu perhatian terhadap arsip data laporan rutin dan data survei
di Puskesmas Kamal agar kondisi sebaran malaria di desa Kamal
dapat diketahui dengan baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat data dan informasi direktorat pengendalian penyakit bersumber
binatang. epidemiologi malaria di Indonesia. dalam: bulletin jendela data
dan informasi kesehatan. Kementrian kesehatan RI.2011)
2. Sullivan D. Malariology overview: history, lifecycle, epidemiology,
pathology, and control. the Johns Hopkins University; 2006)
3. Unicef. Lembar fakta malaria. [serial online]. 2009 juni [cited 2012 juni
2]; [1 screen] available from: URL: http://www.unicef.org/indonesi.org
4. Dinas Kesehatan Propinsi Maluku. Jumlah malaria klinis dan positif di
obati dari hasil kegiatan rutin puskesmas, pustu dan bidan didesa. 2010.)
5. (Perez-Jorge EV. Malaria. [serial] [online]. 2012 Apr 10 [cited 2012 juni
8]; [1 screen] available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview)
6. .Pribadi w. Parasit malaria. dalam buku Parasitologi kedokteran.
Deparetemen FK UI: Jakarta; 2008. hal 189
7. Gradahusada S, Ilahude HHD, pribadi W. Parasitologi kedokteran. Edisi
ke-3. FKUI. Jakarta: 2000
8. Rumaikewi JP, Sorontou Y, Kadiwaru S, Sapari W. Identifikasi species
plasmodium malaria di koya timur distrik muara jayapura papua. [serial
online] 2008. [cited 2012 jun 10]: [9 screens]. Available from: URL.
http://www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11082836. pdf
48
9. Laihad FJ. Pengendalian malaria dalam era otonomi dan desemtralisasi
menuju eliminasi malaria 2030 di Indonesia. dalam bulletin jendela data
dan informasi kesehatan Kementrian kesehatan RI 2011
10. Puskesmas Kamal. Arsip pasien malaria. 2011
11. Yawan SF. Analisis faktor risiko kejadian malaria di wilayah kerja
puskesmas bosnik kecamatan biak timur kabupaten biak-numfor [serial
online] 2006. [cited 2012 jun 11]: [137 screens]. Available from: URL.
http://eprints.undip.ac.id/15808/1/Semuel_Franklyn_Yawan.pdf
12. Hariyanto PN. Malaria. Dalam: Sudaya AW, Setiayohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati, editors. buku ajar ilmu penyakit. Jilid III. Edisi
IV. Jakarta: FKUI; 2006. hal 2813
13. Hariyanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Editors. Malaria dari
Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009. hal 159
14. Hiswani. Gambaran penyakit dan vector malaria di Indonesia. Sumatera
utara: USU Digital Library;2004
15. Rampengan T.H. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2007
16. Kumar N. Malariology: biology of the parasite. The Johns Hopkins
university; 2006.
17. Prianto Juni L.A. dkk. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama; 2008
49
18. heymneman D, Parasitologi Kedokteran. dalam. brooks GF, Butel JS,
Morse SA, editor. Mikrobiology kedokteran jewetz, melnick dan adelberg.
Ed 23. Jakarta: EGC; 2008
19. Riry E. Skripsi. Pola Demam pada Penderita Malaria di Desa Kamal,
Kabupaten Seram Bagian Barat. Ambon. Faakultas Kedokteran
Universitas Pattimura; 2012
20. David Sullivan. Diagnostic and clinical complications. Johns Hopkins
Bloomberg school of public health. 2006
21. Kementrian kesehatan RI. Epidemiologi malaria di indonesia. [serial
online]. 2011 [cited 2012 juni 11]; [40 screen] available from: URL:
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN
%20MALARIA.pdf
22. Widoyo. Malaria. dalam buku penyakit tropis epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta; 2008. hal 112
23. Budiarto Eko. Metodologi penelitian kedokteran. EGC: Jakarta; 2004. hal
46
24. Dirtjen bina kefarmasian dan alat keseahatan departemen keseahatan RI.
Pelayanan kefarmasian untuk penyakit malaria. [serial online]. 2008 [cited
2012 juni 10]; [175 screen] available from: URL:
http://binfar.depkes.go.id/download/YANFAR_UNTUK_PENYAKIT_M
ALARIA.pdf
25. Diktat kulia Patologi klinik.
26. BKBN
50
27. BERITA ANTARA
51