bab iv analisis supply demand air baku untuk … · hasil sensus penduduk 2010 dari badan pusat...
TRANSCRIPT
119
BAB IV ANALISIS SUPPLY DEMAND AIR BAKU
UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DKI JAKARTA
4.1 Deskripsi Wilayah
Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi secara umum
memiliki banyak kesamaan dalam berbagai aspek, seperti kondisi geografis, profil
penduduk, serta aktivitas ekonominya. Kesamaan ini terjadi karena wilayah-
wilayah tersebut berbatasan satu sama lainnya, batas-batas wilayah tersebut
semakin manyatu dengan terhubungkannya infrastruktur tranportasi yaitu jaringan
jalan raya, tol dan jaringan rel (kereta apil) antar wilayah. (Legowo, 2009).
Penduduk yang berada di luar kota Jakarta diperkirakan yang bekerja di Jakarta
dengan melaju pulang pergi setiap harinya sebanyak 4 juta orang lebih. Mereka
bekerja dan beraktivitas di siang harinya di Jakarta kemudian pulang di sore atau
malam hari ke wilayah sekitar Jakarta yaitu Tangerang, Depok. Bekasi, dan
Bogor.
Bab ini didahului dengan deskripsi wilayah yang meliputi jumlah populasi
atau jumlah penduduk masing-masing wilayah dikaitkan dengan penyediaan air
bersih oleh Perusahaan Air Minum (PAM) di daerah tersebut serta kebutuhan air
bersih masing-masing wilayah. Kebutuhan air bersih diartikan sebagai air untuk
keperluan sehari hari dan yang dipenuhi oleh PAM sedangkan air tanah tidak
dibahas dalam disertasi ini. Selain itu juga dalam bab ini disajikan beberapa
potensi sumber air yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk keperluan
pemenuhan air bersih wilayah tersbut serta yang dapat dimanfaatkan untuk
pemenuhan air bersih DKI Jakarta melalui berbagai kerjasama PAM.
4.1.1 DKI Jakarta
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada 6 -12 lintang
selatan dan 106º48” Bujur Timur. Luas DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur
Nomor 1227 Tahun 1989, adalah berupa daratan seluas 661.52 km2 (Legowo,
2009). DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia yang letak
120
geografisnya sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur berbatasan
dengan Bekasi (Propinsi Jawa Barat), sebelah selatan berbatasan dengan Kota
Depok dan Bogor (Propinsi Jawa Barat), sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan (Propinsi Banten).
Penduduk Jakarta pada tahun 2000 mencapai 8.383.639 jiwa dan pada
tahun 2010 mencapai 9.588.198 orang. Data tersebut ternyata berbeda dengan data
yang diberikan oleh Suku Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil DKI
Jakarta, menurut Sudin Kependudukan dan Pencacatan Sipil DKI Jakarta, jumlah
penduduk DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 8.524.022 orang. Namun berdasarkan
hasil sensus penduduk 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provisi DKI Jakarta,
jumlah penduduk DKI Jakarta jauh lebih besar yaitu 9.588.198 orang. Hal tersebut
dapat dipahami bahwa sensus BPS tersebut tidak melihat kartu tanda penduduk
(KTP) orang yang disensus, sehingga dimungkinkan bahwa penduduk pendatang
yang tinggal di Jakarta yang belum memiliki KTP DKI Jakarta termasuk dalam
pencatatan sensus penduduk .
Tabel 9. Penduduk DKI Jakarta
Sumber: DKI dalam angka 2009
Jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor (Depok), Tangerang dan Bekasi
dalam kurun waktu tahun 1980 sampai 1995 mengalami pertumbuhan yang
bervariasi pertahunnya. Penyebaran distribusi penduduk di wilayah DKI Jakarta
Tahun Penduduk No. Tahun Penduduk
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
8.379.069 8.603.776 8.725.630 8.864.519 8.961.680 9.064.000 9.146.000 9.223.000 9.588.198 9.022.100* 9.063.000* 9.101.200*
13 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
9.136.800* 9.168.500* 9.193.500* 9.216.400* 9.236.500* 9.252.200* 9.262.600* 9.269.300* 9.273.100* 9.272.900* 9.268.600* 9.259.900*
121
dalam empat periode mengalami penurunan dari 54,6 persen di tahun 1980
menurun hingga 45,2 di tahun 1995. Sebaliknya distribusi penduduk di wilayah
lainnya bertumbuh, misalnya Bekasi tahun 1980 distribusi penduduk diwilayah
ini 9,6 persen dan menjadi 13,7 persen pada tahun 1995. Penurunan distribusi
penduduk di wilayah DKI Jakarta dimungkinkan, karena wilayah ini semakin
diperlukan sebagai tempat aktivitas pusat bisnis, perdagangan dan pemerintahan
(Studi Master Plan Integrasi Transportasi di Jabodetabek, 2001).
Penduduk DKI Jakarta terdiri dari berbagai etnis, sedangkan etnis asli
penduduk DKI Jakarta adalah Betawi. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara RI
yang merupakan negara kepulauan dengan sekitar 13.000 pulau dan penduduk
lebih dari 200 juta. Berikut Tabel 10 yang merupakan data lengkap jumlah
penduduk eksisting dan proyeksi Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 10. Data demografi DKI Jakarta bulan Juli 2010
No Wilayah WNI WNA
Total Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah
1. Jakarta Pusat 502.464 418.170 920.634 189 144 333 920.967
2. Jakarta Utara 776.656 645.203 1.421.859 269 240 509 1.422.368
3. Jakarta Barat 868.853 765.385 1.634.238 334 302 636 1.634.874
4. Jakarta Selatan 1.061.953 831.480 1.893.433 407 250 657 1.894.090
5. Jakarta Timur 1.428.590 1.202.013 2.630.603 124 109 233 2.630.836
6. Kep. Seribu 11.478 10.496 21.974 0 0 0 21.974
TOTAL 4.649.994 3.872.747 8.522.741 1.323 1.045 2.368 8.525.109
Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi
Berdasarkan Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa penduduk DKI Jakarta
berkonsentrasi pada daerah pingiran di Jakarta Selatan, JakartaTimur dan Jakarta
Barat serta Jakarta Utara disusul Jakarta Pusat. Sebaran penduduk DKI Jakarta
seperti kue donat menumpuk dipingiran. Jumlah penduduk menurut kelurahan
dapat dilihat pada Tabel 11.
122
Tabel 1 Jumlah RT, RW DKI Jakarta Juli 2010
Wilayah Kelurahan Penduduk
Wajib KTP
Kartu Keluarga
Jumlah RT
Jumlah RW
Jakarta Pusat
44 920.967 754.796 260.825 4.669 394
Jakarta Utara
31 1.422.368 1.073.677 396.576 5.031 424
Jakarta Barat
56 1.634.874 1.361.365 473.762 6.380 578
Jakarta Selatan
65 1.894.090 1.349.164 460.784 6.118 576
Jakarta Timur
65 2.630.836 1.868.792 699.287 7.863 702
Kep. Seribu
6 21.974 15.432 5.958 122 24
TOTAL 267 8.524.022 6.423.226 2.297.192 30.183 2.698
Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2010.
4.1.2 Kabupaten dan Kota Bekasi
Kabupaten Bekasi berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan
merupakan daerah penyangga Jakarta selain Tangerang dan Bogor, serta Depok.
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebelah utara Laut Jawa,
sebelah selatan Kabupaten Bogor, sebelah barat Kota Jakarta Utara sebelah timur
Kabupaten Kerawang. Kabupaten Bekasi memiliki luas wilayah 127.388 km2.
Kabupaten bekasi terdiri dari 13 kecamatan dengan total penduduk 2.027.902
pada tahun 2008 dan menjadi 2.415.667 jiwa pada tahun 2010.
Kota Bekasi memiliki luas sekitar 210,48 km2 dan berpenduduk 1.663.802
(Sensus Penduduk 2000) dan tersebar di 12 Kecamatan (Kota Bekasi Dalam
Angka, 2006). Data demografi penduduk Kota Bekasi dapat dilihat pada Tabel 12
123
Tabel 12. Perkembangan penduduk Kota Bekasi (2005-2010) No.
Kecamatan 1 2 3 4 5 6 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1. Pondok Gede 251.623 261.569 271.909 282.658 293.832 305.447 2. Jatisampurna 112.796 117.255 121.890 126.709 131.718 136.924 3. Pondok Melati 4. Jatiasih 189.674 197.172 204.966 213.068 221.491 230.247 5. Bantargebang 172.643 179.468 186.562 193.937 201.604 209.573 6. Mustikajaya 7. Bekasi Timur 222.536 231.333 240.478 249.984 259.866 270.139 8. Bekasi Selatan 204.777 212.872 221.287 230.035 239.128 248.581 9. Bekasi Barat 238.855 248.297 258.112 268.316 278.922 289.948 10. Bekasi Utara 255.521 265.622 276.122 287.037 298.384 310.179 11. Rawalumbu 185.832 193.178 200.814 208.752 217.004 225.583 12. Medansatria 155.733 161.889 168.289 174.941 181.857 189.046
TOTAL 1.989.990 2.068.655 2.150.430 2.235.438 2.323.806 2.415.667
Sumber : RPJMD Kota Bekasi Tahun 2008-2013
Isu utama di PDAM Bekasi saat ini adalah, biaya produksi dari air baku
sampai ke konsumen sebesar Rp 2.900. Biaya tersebut termasuk biaya pembelian
air baku dari bendungan. Harga air dari Kali Bekasi yang tahun lalu harganya
sudah naik lebih dari 100%, yaitu dari harga Rp 30 menjadi Rp 65 per meter
kubiknya. Belum lagi harga bahan kimia untuk mengolah air baku menjadi air
bersih juga ikut naik termasuk biaya listrik yang dibebankan kepada PDAM
adalah tarif untuk perusahaan sehingga PDAM harus membayar listrik dengan
biaya yang sangat besar.
4.1.3 Kabupaten dan Kota Tangerang (Propinsi Banten)
Kota Tangerang dahulunya merupakan ibukota Kabupaten Tangerang,
semenjak adanya otonomi daerah maka Kotamadya Tangerang dengan ibukota
Tangerang, Kabupaten Tangerang dengan Ibukota Tigaraksa dan Kabupaten
Tangerang Selatan yang baru berkembang dengan pesat di kawasan Kota Baru
Bumi Serpong Damai sampai ke Daerah Ciputat dan sekitarnya. Tangerang
merupakan daerah yang terdekat dengan Jakarta dan sebagai daerah peyangga
Jakarta selain Bekasi dan Depok.
Daerah Tangerang merupakan wilayah Provinsi Banten yang berbatasan
langsung dengan DKI Jakarta. Kotamadya Tangerang berbatasan langsung dengan
124
daerah Jakarta Barat (Cengkareng dan Kalideres). Sedangkan Kabupaten
Tangerang sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta, sebelah selatan dengan
Tangerang Selatan yang merupakan kabupaten baru pecahan dari Kabupaten
Tangerang yang berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan. Kabupaten
Tangerang memiliki luas 1.110.38 km2 dengan jumlah penduduk sebesar
2.781.428 jiwa (sensus penduduk 2000) yang tersebar di 26 kecamatan. Kota
Tangerang, memiliki luas yaitu 164.31 km2, dengan jumlah penduduk 1.325.854
(Banten Dalam Angka) yang tersebar di 13 kecamatan.
Jika dibandingkan dengan penduduk di kabupaten lain di wilayah Propinsi
Banten, Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk terbesar bahkan lebih
besar dari Kabupaten/Kota Serang. Pada tahun 1961 Kota Serang berpenduduk
terbesar di antara Propinsi Banten (pada saat itu masih termasuk Jawa Barat) yaitu
sebesar 641.115 dan kota Tangerang 643.647. Pada tahun 1980 Kota Tangerang
menempati urutan tertinggi tingkat jumlah penduduknya yaitu sebesar 1.843.755
sedangkan Kota/Kabupaten Serang menempati urutan kedua dengan jumlah
penduduk sebesar 1.244.755 ketiga ditempati oleh Kota Tangerang sebesar
1.537.244, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 2. Jumlah penduduk kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Banten Kabupaten/Kota Regency/Muni-cipolity
1961 1971 1980 1990 2000 2005
Kab/ Reg Pandeglang 440.213 572.628 694.759 858.437 1.011.788 1.106.788Lebak 427.802 546.364 682.868 873.646 1.030.040 1.139.043Tangerang 643.647 789.870 1.131.19
91.843.755 2.781.428 3.324.949
Serang 648.115 766.410 968.358 1.244.755 1.652.763 1.866.512 Kota/ Municipolity
Tangerang 206.743 276.825 397.825 921.848 1.325.854 1.537.244 Cilegon 72.054 93.057 140.825 226.083 294.936 334.408 Banten 2.438.574 3.045.154 4.015.837 5.967.907 8.096.809 9.308.944
Sumber: (Banten Dalam Angka 2005).
4.1.4 Kabupaten dan Kota Bogor serta Kota Depok
Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6o 18” 0”- 6o 47”10
lintang selatan dan 106o 23 ”45” – 107o 13 ”30” bujur timur, yang sebelah utara
125
berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Bogor memiliki luas 298.838,304 Ha
dengan sebelah utara berbatasan dengan Jakarta dan Depok, Tangerang dan
Tangerang Selatan. Sebelah timur berbatasan dengan Cianjur, Bekasi, Kerawang
dan Kabupaten Purwakarta. Sebelah barat berbatasan dengan Tangerang dan
Kabupaten Lebak serta sebelah selatan berbatasan dengan Sukabumi dan Cianjur.
Kabupaten Bogor terdiri dari 40 Kecamatan dan terdiri dari 411 desa serta 17
kelurahan dengan total penduduk pada tahun 2006 mencapai 4.215.585 jiwa dan
pada tahun 2007 mencapai 2.237.962 jiwa.
Kabupaten Bogor memiliki curah hujan yang sangat tinggi dan merupakan
daerah resapan air hujan sebagai akuifer air yang dikonsumsi untuk wilayah
sekitarnya termasuk DKI Jakarta. Bogor merupakan daerah dataran tinggi dengan
memiliki pegunungan seperti Gunung Salak, Gunung Pangrango dan Gunung
Gede dengan potensi air permukaan yang sebagian besar berasal dari sungai-
sungai utama potensial yang dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik maupun
non-domestik. Kondisi sungai dan situ di wilayah Bogor cukup baik dan
memungkinkan mengalir sepanjang tahun. Sungai besar dan kecil yang
kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air yang berasal dari mata air
yang berada di bagian atas daerah atas tersebut seperti Gunung Salak, Gunung
Pangrangro dan Gunung Gede. Pemanfaatan air sungai untuk kebutuhan domestik
dilaksanakan dengan pengambilan langsung dari aliran sungai yang berada di
lereng Gunung Salak dan Panggrango.
Kabupaten Bogor memiliki sejumlah mata air, jumlah mata air yang ada di
seluruh kabupaten yang telah diinventarisasi oleh Bapeda Kabupaten Bogor
terdapat 96 lokasi yang tersebar di 36 Kecamatan. Namun sumber air potensial
untuk air baku berdasarkan laporan dari PDAM Bogor, untuk wilayah Bogor
tengah adalah dari DAS Cisadane dan DAS Ciliwung yang mempunyai potensi air
permukaan yang cukup berlebih.
PAM Tirta Kahuripan memiliki sebelas cabang yang melayani Kota
Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Embrio PAM Tirta Kahuripan
didirikan di Kota Depok pada bulan Juli 1997 oleh PPSAB Jawa Barat. Sebelum
pemekaran Kabupaten Bogor, kantor pusat PDAM Tirta Kahuripan berada di
126
Kota Depok. Oleh karena itu tidak heran jika pelanggan terbesar dari PAM Tirta
Kahuripan berada di Kota Depok.
Cakupan pelayanan PAM Tirta Kahuripan baru mencapai 17% dari total
penduduk Kota Depok. Kota Depok masuk dalam pelanyanan Cabang I, II, III
dan IV dan sebagian besar pelanggan PAM Tirta Kahuripan berada di kota Depok
yaitu kurang lebih 43% dari total pelanggan. Bahkan konstribusi penjualan air
PAM Kota Depok merupakan yang paling tinggi sehingga sumbangannya
terhadap perusahaan cukup besar. Tahun 2004 misalnya, penjualan air kota Depok
mendapat 14 juta m3 dari total penjualan sekitar 29 juta m3.
Sejak pemekaran Kabupaten Bogor menjadi dua daerah pada tahun 1999,
yaitu Kabupaten Bogor sendiri dan Kota Depok, PAM Tirta Kahuripan saat ini
melayani kedua daerah tersebut. Disamping kedua daerah pelayanan utama, PAM
Tirta Kahuripan juga melayani Kota Bogor yang dulunya masuk kedalam wilayah
adminstrasi Kabupaten Bogor. PDAM Tirta Kahuripan melayani kurang lebih
15% pelanggannya yang berada di Kota Bogor yang tersebar di Bogor Utara,
Tanah Sereal dan Bogor Barat dan sebesar 42% pelanggan PAM Tirta Kahuripan
berada di Kabupaten Bogor serta 43% pelanggannya berada di Kota Depok.
Cakupan pelayanan PAM Tirta Kahuripan di daerah pelayanan Kabupaten
Bogor, mencapai 15% penduduk. Pertambahan pelanggan baru per tahun, juga
masih dibawah angka pertumbuhan penduduk, sehingga sulit sekali untuk
mengejar target 80% cakupan pelayanan , dalam waktu lima tahun kedepan.
Sebanyak 42% pelanggan PAM Tirta Kahuripan masuk dalam pengelolaan
Kantor Cabang V, VI, VII, VIII, IX, X dan XI. Khusus Kantor Cabang VI dan VII
disamping melayani pelanggan di Kabupaten Bogor, juga melayani pelanggan di
Kota Bogor.
PAM Tirta Kahuripan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan menggunakan
tiga sumber air yaitu air permukaan (sungai), mata air dan sumur bor dengan
kaulitas air dan sistem pengolahan yang berbeda-beda. Sumber mata air dan
sumur bor mempunyai kualitas air yang relatif baik dibandingkan dengan sumber
air permukaan. Jumlah kapasitas terpasang rata-rata dari ketiga sistem pengolahan
tersebut adalah 2.126,5 l/detik termasuk unit sumur bor di Kota Wisata.
127
4.2 Analisis Kebutuhan Air Jakarta dan Sekitarnya
Dalam rangka memenuhi kebutuhan yang direncanakan, perlu
mempertimbangkan pemilihan jenis sumber daya air yang tepat, sesuai dengan
peruntukan kebutuhan tersebut. Setiap jenis sumber daya air mempunyai
kelebihan dan kekurangan apabila dibudidayakan untuk memenuhi suatu
kebutuhan dengan peruntukan tertentu. Tabel 25 memperlihatkan secara umum
perbandingan keuntungan dan kekurangan air permukaan dan air tanah.
Menimbang kelebihan dan kekurangan air tanah tersebut dibandingkan
dengan air permukaan, serta tuntutan penyediaan pasokan air yang terus
meningkat, sementara sumber lain tidak/belum tersedia, maka pengguna air masih
sangat mengandalkan sumber daya air tanah. Berdasarkan beberapa data yang ada,
diperkirakan 70 % kebutuhan pasokan air untuk keperluan domestik di Indonesia
masih mengandalkan air tanah. Saat ini, lebih dari satu setengah milyar penduduk
perkotaan di seluruh dunia menggantungkan pasokan air dari air tanah
(Anonymous, 1999).
Jakarta sebagai Ibukota Negara RI merupakan kota terbesar dengan jumlah
penduduknya terpadat di seluruh Indonesia dengan kebutuhan air eksisting,
kebutuhan air proyeksi, dan ketersediaan air baku yang tinggi per kapitanya.
Seperti yang diketahui, sejak 1998, jumlah pelanggan yang tercatat sebanyak
200.000, sedangkan air baku sebesar 8.500 liter/detik. Pasa saat jumlah pelanggan
sudah menjadi 420.000 orang pada 2010, air bakunya tetap sama yakni 8.500
liter/detik. Pada Tabel 14 dipaparkan kebutuhan air di Jakarta serta pada wilayah
sekitar DKI Jakarta. Kebutuhan air DKI Jakarta dewasa ini telah berkembang
secara luar biasa dan akan berada pada kedudukan terdepan di Asia pada
dasawarsa mendatang. Sehingga perencanaan dalam pengelolaan air bersih lintas
wilayah berkelanjutan, perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam. Sebagai contoh
kasus bahwa tingkat kehilangan air PT.Aetra pada akhir 2010 mencapai 49,24
persen. Pada bulan April 2011 PT. Aetra telah menurunkan tingkat kehilangan air
tersebut menjadi 47,38%.
128
Tabel 3. Perkiraan kebutuhan air baku untuk air minum dan industri Lokasi Pusat Pengembangan
Perkiraan kebutuhan air baku untuk air minum dan industri (ton kubik)
2005 2025 Jakarta Bogor Tangerang Tangsel Bekasi Depok Cikarang
36,43 2,35 3,04 1,74 1,13 0,61 0,69
55,13 4,26 5,56 4,00 2,43 1,39 1,47
TOTAL 45,99 74,24 Sumber : Cisadane River Basin JICA, 2003 (diolah)
4.2.1 Kebutuhan Air Wilayah Tangerang
Kebutuhan air bersih penduduk kota dan Kabupaten Tangerang saat ini
dilayani oleh PAM Tirta Benteng Kota Tangerang dan PAM Kabupaten
Tangerang yang memanfaatkan sumber air baku dari Sungai Cisadane. Hulu
Sungai Cisadane berada di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Adapun
kebutuhan air bersih untuk Kota Tangerang adalah sebagaimana digambarkan
pada Tabel 15 .
Tabel 4. Perkembangan kebutuhan air bersih kota Tangerang No Tahun Jumlah (liter) 1 1998 2.570.236 2 1999 2.661.2363 2000 2.754.666 4 2001 2.843.874 5 2002 2.975.368
Sumber: PAM Kota Tangerang, 2003 (diolah)
Tabel 15 menunjukkan bahwa kebutuhan air Kota Tangerang masih belum
begitu besar karena kebutuhan air penduduk Tangerang baik kabupaten maupun
Kota Tangerang dan juga Kota Tangerang Selatan masih banyak diambil dari air
tanah. Jika penduduk Tangerang membutuhkan air per hari rata-rata sebanyak
100 liter maka kebutuhan air bersih Kota Tangerang saja sebesar 2.781.428 org X
100 liter = 200.781.428 liter/hari. Kebutuhan air tersebut belum termasuk
kebutuhan air untuk industri, komersil dan lain- lain mengingat Kota Tangerang
dan Kabupaten Tangerang adalah daerah industri.
129
Kebutuhan air untuk Kabupaten Tangerang guna keperluan sehari-hari
adalah 1.311.746 org X 100 liter/orang/hari = 100.311.746 liter/hari. Khusus
untuk Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang meliputi Kota Satelit Bintaro,
Ciputat dan Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD City), diperkirakan kebutuhan
air penduduk Kota Tangsel melebihi 100 liter/orang / hari. Jumlah penduduk
Kota Tangsel belum dapat disajikan dalam disertasi ini karena belum tersedia data
karena kota Tangsel merupakan kota baru pecahan dari Kabupaten Tangerang
(Pada tahun 2009 Tangsel memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang).
4.3 Suplai
4.3.1 Suplai Air Baku dan produksi Air Bersih DKI Jakarta
PAM Jaya dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk Wilayah Jakarta
mengandalkan sumber air baku dari DAS Citarum yang disuplai oleh PJT II
(Waduk Jatiluhur) yang lokasinya di Daerah Purwakarta dengan hulu Sungai
Gunung Wayang. Selain DAS Citarum PAM Jaya juga membeli air curah dari
PAM Tangerang dengan sumber air baku dari DAS Cisadane. Walau terdapat 13
sungai yang mengalir di DKI Jakarta seperti Sungai Ciliwung, Kali Pesanggrahan,
Kali Krukut, Kali Angke, Kali Sunter, Kali Baru dan lain-lain saat ini
pemanfaatannya masih sedikit sekali. Beberapa sungai yang ada memang sudah
tercemar bahkan menurut BPLHD Jakarta, hampir seluruh sungai yang ada di
DKI Jakarta telah tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi (BPLHD DKI
Jakarta, 2006). Alokasi air dari PJT II (Waduk Jari luhur) dapat dilihat pada Tabel
16 beikut ini .
130
Tabel 16. Alokasi air PJT II
No Uraian Kebutuhan Air m3/detik
1 DI Jatiluhur Rendeng 2009/2010 41,908
2 Gadu 2010 35,279 3 PAM DKI Jakarta 16,4 4 PAM Bekasi 0,60 5 PAM Karawang + Industri 2,00 6 Industri 3,43 7 Saluran Tarum Barat - 8 Palawija - 9 DI Selatan Jatiluhur Rendeng 2009/2010 -
10 Gadu 2010 4,58
Sumber : PJT II 2010.
PJT II selain mensuplai air untuk kebutuhan PDAM juga mensuplai air
untuk keperluan pertanian dan industri. Alokasi air untuk pertanian sebesar 80%
dari total kapasitas air baku PJT II. Kebutuhan air untuk PAM Jaya sebesar 16,3
m3/detik dan untuk PAM Bekasi 0,60 m3/detik, PAM Kerawang dan Industri
Kerawang sebesar 2,0 m3/detik. Sedangkan debit pengambilan minimun , debit
pengambilan maksimum dan realisasi dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 5. Realisasi air PJT II
No Uraian
Debit Pengambilan
Air Maksimum
(m3)
Debit Pengambilan Air Minimun
(m3)
Realisasi (m3) Selisih (m3)
1 Total Kapasitas 59.574.014,00
49.828.246,20 48.136.165,45
6.564.964,65
2 Air Untuk PAM DKI JAKARTA
42.275.520,00
35.935.192,00 37.648.216,00
1.457.140,00
3 Air lainnya 7.013.692,00
5.718.524,00 4.958.852,00
1.407.256,00
4. Air Untuk Industri 10.284.802,00
8.175.530,20 5.529.097,85
3.701.068,25 Sumber: PJT II 2010.
131
4.3.1.1 Produksi Air Bersih PAM Jaya
Kapasitas prdoduksi air bersih PAM JAYA dari tahun ke tahun tidak
mengalami peningkatan yang signigikat dikarena pasokan air baku juga tidak
mengalami peningkatan atau penambahan. PT. Palyja selain mendapatkan
pasokan air baku dari PJT II juga membeli air curah dari PDAM Tangerang (DAS
Cisadane), sedangkan PT. Aetra hanya mengandalkan pasokan air dari PJT II.
Produksi air baku dari PT. Palyja dan PT. Aetra dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 6. Kapasitas produksi PAM JAYA. No PERUSAHAAN KAPASITAS
(M3) PENDUDUK TERLAYANI
(orang)
JUMLAH KEBUTUHAN
(Orang) 1 PT. Palyja 247.617.201 2.851.400 2 PT. Aetra 261.814.733 2.654.348 Total 509.431.934 5.505.748 9.000.000 Catatan kebutuah air
minum 150 lcpd
Sumber: PAM Jaya 2010
Suplai air bersih dari PJT II diolah di beberapa instalasi pengelolaan yaitu
Instalasi Pengeloloaan Air (IPA) Pejompongan I, Pejompongan II, Pulogadong
dan IPA Buaran. Pengelolaan dan distribusi air bersih saat ini dilaksanakan oleh
dua perusahaan swasta sebagai operatornya yaitu PT.Palyja dan PT.Aetra.
Kapasitas produksi PT. Palyja pada tahun 2010 sebesar 247.617.201 m3 dan
PT.Aetra sebesar 261.814.934 m3 (Tabel 18 di atas) total produksi sebesar
509.431.932 m3 dengan total kapasitas pelayanan sebesar 5.505.748
orang/penduduk yaitu kurang lebih 60% dari penduduk DKI Jakarta. Adapun
kapasitas produksi PAM Jaya dapat terlihat pada Tabel 19.
Tabel. 19 Kapasitas Produksi PAM Jaya (m3)
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PT. PALYJA 261.740.105 257.458.324 248.611.912 251.241.679 247.617.201
PT. AETRA 280.199.709 281.365.604 261.310.024 266.722.860 261.814.733
Total 541.939.814 538.823.928 509.921.936 517.964.539 509.431.934
Sumber: PAM Jaya, 2010.
132
Suplai air bersih sangat tergantung kepada kapasitas produksi dan suplai air
baku. Dari data yang ada menunjukkan kapasitas air produksi PAM Jaya dari
tahun ke tahun mengalami penurunan dikarenakan penurunan pasokan/suplai air
baku, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 19 di atas. Adapun cakupan pelayanan
dari PT.Palyja dan PT. Aetra serta standar kualitas air produksi PAM Jaya
nampak pada 20 berikut ini.
Tabel 20. Cakupan pelayanan dan standar kualitas air
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PT. PALYJA 54,55% 55,48% 58,99% 61,85% 64,04%
PT. AETRA 66,45% 57,26% 66,08% 65,28% 59,67%
Standar
Kualitas air Air bersih Air besih Air bersih Air bersih Air bersih
Sumber: PAM Jaya, 2010.
Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa kualitas air produksi PAM Jaya
adalah kualitas dengan standar air bersih bukan air minum. Sedangkan cakupan
layanan masing-masing mitra kerja PAM Jaya nampak pada bahwa cakupan
pelayanan antara 50% sampai 60% dengan rata-rata cakupan pelayanan 60%.
4.3.1.2 Kebocoran Air Bersih
Kebocoran air atau unaccounted for water (UFW) masih besar dan
menjadi komponen utama. Kebocoran air di tingkat nasional masih cukup besar
yaitu sekitar 40% bahkan untuk DKI Jakarta tingkat kebocoran melebihi angka
40%. Kehilangan air PAM Jaya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 dapat
dilihat pada Tabel 21.
133
Tabel 7. Kebocoran air PAM Jaya 2003-2009.
Tahun Produksi PAM Jaya Air Terjual m3 Kebocoan (%)
2003 497.662.644 274.102.317 44,92
2004 518.990.345 270.908.830 47,80
2005 536.650.419 267.080.481 50,23
2006 534.987.620 261.856.133 48,94
2007 509.921.936 252.757.335 50,43
2008 517.964.539 258.940.000 50,01
2009 509.431.934 275.433.234 45,93
Sumber: Jakarta dalam angka dan Statistik air bersih, 2010. (diolah)
Untuk negara kebocoran air dapat ditekan sampai dengan 15%. Sebagai contoh di
Singapura yang dikategorikan negara maju pada tahun 1989 total kebocoran air
bisa ditekan sampai 11%. Besarnya prosentasi jumlah air yang tidak tercatat
dapat diambil sebagai patokan dari tingkat kemampuan sistem pengadaan air
bersih. Sistem yang mempunyai 10%-15% kebocoran toal, dianggap
berkemampuan bagus, dan sistem distribusi air dengan kebocoran airnya 10%-
20% masih dianggap pantas. Sedangkan kebocoran di atas 30% dianggap buruk
dan harus dilakukan upaya-upaya untuk menguranginya.
4.3.1.3 Kualitas Air Produksi PAM Jaya
Kualitas air hasil produksi PAM Jaya memenuhi persyaratan sebagaimana yang
diatur pada PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pencemaran Air dan
Pengendalian Pencemaran. Data hasil pemantauan kualitas air IPA Pejompongan
menunjukkan bahwa tingkat kekeruan berbeda tiap bulan. Sedangkan pH masih
diambang batas normal. Menurut Adeyemo et al. (2008), pertumbuhan
organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 8,2.
Kategori pH dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤ 6
(bersifat asam) atau mendekati nilai ≥ 9 (bersifat basa).
Hasil pengamatan air di lima lokasi DKI Jakarta terhadap kualitas air bersih
produksi PAM Jaya menunjukkan parameter pH sebesar 7,35 di Jakbar, 7,19 di
134
Jakut, 7,48 di Jaksel, 7,32 di Jakpus dan 7,02 di Jaktim. Sedangkan kandungan
BOD pada air produksi PAM Jaya tertinggi di Jakpus sebesar 2,33 mg/l. Dan
terendah di Jaktim 0,46 mg/l. Menurut persyaratan air minum yang dikeluarkan
Kementrian Kesehatan, persyaratan BOD tertinggi sebesar 6 mg/l. Menurut Luo
et al. (2005), nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya
kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan
petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan.
Hasil pemantauan PAM Jaya di bulan Januari s.d. April 2010 di IPA
Pejompongan menunjukkan bahwa kandungan BOD berbeda setiap bulannya
walau perbedaan tersebut tidak begitu besar yaitu bulan Januari sebesar 11 mg/l,
Februari 13 mg/l, dan Maret sebesar 10.mg/l. Menurut Abowei dan George
(2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara
signifikan antar musim dan antara hulu – hilir.
Kualitas air bersih produksi PAM Jaya hasil uji laboratorium di lima titik
pengambilan sampel bervariasi yaitu di Jakbar 26,92 mg/l, Jakut 23,08 mg/l,
21,15 mg/l dan Jaktim sebesar 34 mg/l. Sedangkan hasil pengamatan di IPA
Pejompongan tertinggi di bulan Maret sebesar 31 mg/l. Menurut Abdel et al.
(2010), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD
mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia
terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable.
Menurut Akan et al. (2010) standar DO yang ditentukan untuk
keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai
tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan . Hasil pemantauan di IPA
Pejompongan kandungan DO sebesar 3,38 pada bulan Januari, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini.
135
Tabel 8. Data hasil pemantauan kualitas air IPA Pejompongan
NO. Parameter PP No 82 Tahun 2011 Unit Jan Feb Mar
1. Kekeruhan - NTU 1 278 3062. pH 6,0-9,0 - 7,3 7,3 7,3 3. Temperatur Deviasi 3 oC 27,0 26,6 27,9 4. Warna - TCU 5 5 65. DHL - µs/cm 268 251 255 6. Ammonium 0,5 mg/l mg/l 0,24 0,19 <0,02 7. Besi 0,3 mg/l mg/l <0,02 <0,03 <0,028. E. Coli 100 jml/100 jml Jml/100 ml - - - 9. Total Coliform 1000 jml/100 jml Jml/100 ml 0 102,321 80,000 10. Hardness - mg/l 82,2 22,0 91,0
11. Mangan 0,1 mg/l mg/l 0,267 0,301 0,338
12. Nitrit 0,06 mg/l mg/l 0,29 0,026 0,044
13. Nitrat 10,0 mg/l mg/l 1,03 0,90 1,50
14. Suspended Solid 50 mg/l mg/l 224 234 370
15. Zat Organik - mg/l 17,74 16,9 31,00
16. TDS (zat pdt terlarut)
1000 mg/l mg/l 134,3 118,0 122,4
17. DO 6,0 mg/l mg/l 3,78 3,3 3,18
18. BOD 2 mg/l mg/l 11 13 10
19. COD 10 mg/l mg/l 18 24 31
20. Detergen 0,2 mg/l mg/l 0,044 0,106 0,053
21. Sulfat 400 mg/l mg/l 47 35 27
Sumber: PAM JAYA 2010.
Hasil pengamatan kualitas air yang dilakukan oleh peneliti di lokasi yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 memperlihatkan bahwa kualitas air
produksi PAM Jaya cukup bagus. Pengambilan sampel air produksi PAM Jaya
dilakukan di lima titik yang diteliti yaitu Jakarta Barat yaitu di Daerah Kalideres,
Jakarta Pusat di Daerah Pangeran Jayakarta, Jakarta Selatan di Daerah Jalan
Patimura (Komplek Perkantoran Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta Utara di
daerah pemukiman penduduk daerah Semper, Tanjung Priok dan Jakarta Timur di
Daerah Pulogadung. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa kualitas air produksi
PAM Jaya cukup bagus dan memenuhi standar serta persyaratan baku mutu.
Parameter yang diamati yaitu BOD, COD, Cd, Hg, Pb, pH, detergen MBAS dan
coliform tinja. Kualitas air bersih PAM Jaya di lima wilayah DKI Jakarta tidak
tercemar oleh bakteri coliform tinja, begitu pula tentang pH air tersebut masih
136
baik dan sesuai dengan persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Walau kualitas air produksi PAM Jaya cukup bagus, masyarakat lebih
memilih menggunakan air tanah. Beberapa alasan penggunaan air tanah antara
lain harga air tanah relatif murah serta tidak membutuhkan investasi yang besar.
Tabel 23. Hasil uji laboratorium terhadap air bersih PAM Jaya No Parameter Jakbar Jakut Jaksel Jakpus Jaktim
1 Ph 7,35 7,19 7,48 7,32 7,02 2 BOD 0,76 0,91 2,28 2,33 0.46 3 COD 26,92 23,08 21,15 34,62 4 Kadmium (Cd) <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 5 Raksa Total (Hg) <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 6 Timbal (fb) <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 7 Detergen-MBAS <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 <0,05 8 Coliform Tinja 0 0 0 0 0
Sumber: Laboratorium PPLH IPB , Tahun 2011.
Berdasarkan hasil laboratorium, air bersih produksi PAM Jaya pada bulan
September Tahun 2011 (saat pengambilan sample) dalam kondisi baik dan sesuai
baku mutu air bersih (PP Nomor 81 Tahun 2001 dan Permenkes Nomor 492
Tahun 2010).
4.3.2 Potensi Sumber Air baku di Bodetabek
Sumber air baku yang dimanfaatkan oleh PAM Tirta Kahuripan adalah DAS
Ciliwung, Sungai Cihoe dan Sungai Cikeas dan lain lain. Dalam rangka melayani
Kota Bogor dan sekitarnya. Wilayah Bogor memiliki sumber air terbanyak baik
dari DAS yang mengalir di wilayah ini maupun dari sumur bor dan sumber air
lainnya. Kelebihan potensi air yang dimiliki wilayah Bogor, baik kuantitas
maupun kualitas, menjadikan PAM Tirta Kahuripan memiliki potensi untuk
menjadi PAM dengan kinerja terbaik. Sumber air yang melimpah di wilayah
Bogor ini dapat juga disharing kepada wilayah lain yang membutuhkan dengan
kompensasi perbaikan jasa lingkungan yang harus dibayar oleh penerima manfaat
air (akan dibahas pada bab selanjutnya).
Wilayah Kabupaten Bogor terbagi dalam tujuh DAS utama yakni DAS
Cidurian, Ciujung, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Kali Bekasi dan DAS
Citarum Hilir. Volume air permukaan tiap DAS/Sub DAS ditampilkan pada
137
Tabel 24 Volume air permukaan terbesar dimiliki oleh DAS Cisadane dan
Citarum Hilir. Sungai Cisadane hilirnya di Bogor Povinsi Jabar dan hulunya
berada di wilayah Tangerang Provinsi Banten. Propinsi DKI Jakarta harus
bekerjasama dengan Propinsi Jabar (Pemerintah Bogor) karena wilayah Bogor
paling banyak memiliki sumber air baik air sumur, air dari sumber mata air
maupun air permukaan. Beberapa sungai potensial seperti Sungai Ciliwung,
Sungai Ciujung, Cimanceuri, Citarum hilir dan Sungai Cisadane yang hilirnya
berada di wilayah Tangerang, hulunya berada di wilayah Bogor. Selain sumber air
baku dari air permukaan DAS , Bogor memiliki sumber lain yaitu dari sumber
mata air, nampak pada Tabel 24.
Tabel 24 Sumber air baku wilayah Bogor No
Instalasi
Kapasitas (m3) Sumber Air Baku
Terpasang Terpakai Sisa
1 Legong 430 363 67 Sungai Ciliwung 2 Citayam 160 107 1 Sungai Ciliwung 3 Cibinong 200 176 24 Sungai Ciliwung 4 Kedung Halang 70 71 1 Sungai Ciliwung 5 Ciampea 5 2 3 Sungai Cipatujah 6 Satwalpres Jonggol 10 6 4 Sungai Cihoe 7 Cibungbulang 30 27 3 Sungai Cianten 8 Leuwiliang 20 18 2 Sungai Citeureup 9 Parung Panjang Kabasiran 100 50 50 Sungai Cimanceri 10 Gunung Putri 100 104 4 Sungai Cikeas 11 Bukit Golf 50 11 39 Sungai Cikeas 12 Sawangan 10 9 1 Sungai Angke
Sub total 1 (air sungai) 1.180 891 289 Sumber : Master Plan PDAM Bogor, 2002
Tabel 25 Volume air permukaan tiap DAS dan sub DAS No DAS/Sub DAS Luas
(Ha) Curah hujan (mm/tahun)
Volume Air Permukaan
(juta m3/tahun) 1. Cisadane 124.013 3.500 1.775 2 Ciliwung 28.634 3.500 410 3 Kali Bekasi 41.173 3.500 590 4 Citarum Hilir 85.196 3.500 1.220 5 Cidurian 44.454 3.500 635 6 Ciujung 9.670 4.000 175 7 Cimanceuri 22.498 3.000 245
Sumber: Master plan PDAM Bogor 2007.
138
Tabel 9. Air baku dari sumber mata air
No Instalasi Kapasitas (m3) Sumber Air Baku Terpasang Terpakai Sisa
1 Sumur Air Ciampea 59 55 4 MataAir Cibutu 2 Mata Air Brujul 15 15 0 Mata Air Brujul 3 Mata Air Cikara/ Cijeruk 40 11 29 Mata Air Cikara 4 Mata Air Citis 14 5 9 Mata Air Citis 5 Mata Air Cibedug 8 11 -3 Mata Air Cisalada 6 Mata Air Katulampa 15 11 4 Mata Air Cikondang 7 Mata Air GSP 5 2 3 Mata Air Gunung Salak7 Mata Air Ciburial 500 489 11 Mata Air Ciburial 8 Mata Air Cikahuripan 125 128 -3 Mata Air Cikahuripan Sub Total 2 781 727 54Sumber: Master plan PDAM Bogor. 2007
Bogor memiliki sumber mata air yang bagus dan juga sumber air baku dari
DAS yang ada, wilayah Bogor juga memiliki sumber air baku dari sumur bor.
Jumlah sumur bor mencapai 2.507 yang terpasang dan terpakai sebanyak 1.750
sumur bor , sisanya sebesar 356 sumur bor.
Tabel 27 Air baku dari sumur bor
No Instalasi Kapasitas (m3) Sumber Air Baku
Terpasang Terpakai Sisa 1 Sumur Bor Limus Nunggal 15 12 3 Sumur Bor Limus Nunggal 2 Sumur Bor Cimanggis 5 0 5 Sumur Bor Cimanggis 3 Sumur Bor Permata Puri 10 7 3 Sumur Bor Permata Puri 4 Sumur Bor Permata Puri
Laguna 10 3 7 Sumur Bor Permata Puri
Laguna 4 Sumur Bor Cinangka 8 2 6 Sumur Bor Cinangka 5 Sumur Bor Cilungsi 31 19 12 Sumur Bor Cileungsi 6 Sumur bos Kota Wisata 71 44 27 Sumur Bot Kota Wisata Sub Total 3 (sumur bor) 116 104 12 Total (1+2+3) 2.057 1.701 356 Sumber: Master plan PDAM Bogor. 2007
4.3.3 Penggunaan Air Tanah untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih
Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat pedesaan bahkan
masyarakat kota seperti Jakarta sebagian besar masih memilih menggunakan air
tanah. Penggunaan air tanah oleh masyarakat Jakarta sebagaimana nampak pada
cukup besar yaitu pada tahun 2009 sebesar 205.373.193 m3. Sedangkan industri di
Kabupaten Tangerang 90 persen dari 4.008 saat ini menggunakan air bawah tanah
dengan menggunakan sumur bor. Pengambilan air secara besar-besaran dan tidak
terkendali itulah yang menjadi penyebab merosotnya kuantitas dan kualitas air di
139
Kabupaten Tangerang. Hampir sebagian besar industri itu berada di wilayah
Tangerang bagian tengah, seperti Cikupa, Balaraja, Pasar Kemis, Curug,
Tigaraksa, dan Legok. "Penggunaan air tanah sudah tidak sesuai dengan
kapasitas," kata Ujang Sudiartono, Kepala Seksi Air Bersih, Dinas Lingkungan
Hidup, Kabupaten Tangerang. (http://pengolahanairbaku.blogspot.com).
Penggunaan air tanah didorong beberapa alasan antara lain suplai air bersih
PAM belum menjangkau (memenuhi kebutuhan) seluruh masyarakat DKI Jakarta.
Alasan lain penggunaaan air tanah tidak memerlukan investasi yang cukup besar
dan air yang dihasilkan cukup stabil. Perbedaan kelebihan dan kekurangan air
tanah dan air permukaan dapat dilihat pada Tabel 24 .
Kondisi air tanah di DKI Jakarta telah tercemar oleh bakteri E coli dan
deterjen dan dalam kategori yang sangat mengkawatirkan. Bahkan beberapa tahun
ke depan Jakarta bakal mengalami krisis air. Kepala Bidang Pencegahan Dampak
Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Perkotaan BPLHD DKI Jakarta,
Wiwekowati (Majalah Building edisi 35/2010) mengatakan mencegah terjadinya
krisis air dan penurunan permukaan tanah, Pemprov DKI Jakarta akan menaikan
pajak penggunaan air tanah untuk rumah tangga mewah dan industri. Kenaikan itu
untuk menekan penggunaan air tanah yang selama ini semakin tak terkendali,
sehingga menyebabkan turunnya permukaan tanah di Jakarta. Kenaikan pajak di
dasarkan kajian BPLHD dengan para pakar adalah pajak penggunaan air untuk
rumah tangga mewah akan naik 16 kali lipat, dari Rp 525 menjadi Rp. 8,800
rupiah per meter kubik. Pada kategori industri, pajak air tanah akan dinaikkan
sekitar tujuh kali lipat dari Rp 3.300 menjadi Rp 23.000,- per meter kubik.
Perhitungan kenaikan ini, sudah termasuk potensi kerugian kerusakan lingkungan
akibat pengunaan air tanah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur tentang instrumen
ekonomi lingkungan. Instrumen tersebut termasuk asuransi lingkungan, insentif
dan diinsentif bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib dikembangkan
dan diterapkan dalam upaya melestarikan lingkungan hidup.
Berapa kelebihan dari penggunaan air tanah dan air permukaan. Masyarakat
banyak menggunakan air tanah, namun penggunaan air tanah yang berlebihan
dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengakibatkan land subsiden.
140
Walau demikian penggunaan air tanah masih menjadi pilihan utama dikarenakan
harga air bersih masih dirasakan tinggi oleh golongan masyarakat tertentu, tidak
memerlukan pengolahan lebih lanjut dan memiliki kandungan mineral yang
cukup tinggi.
Tabel 28. Perbedaan air tanah dan permukaan No Air Tanah Air Permukaan
1 Kelebihan Karena air tanah tersimpan alam lapisan pembawa air (akuifer), maka tidak diperlukan pembuatan reservoir, yang harus menyita lahan yang luas.
Kekurangan Membutuhkan lahan yang luas untuk membangun reservoir yang baru.
2 Penguapan rendah hingga tidak ada. Langsung dapat dimanfaatkan di titik pengambilan, tidak membutuhkan sistem pembawa (conveyance).
Hilang karena penguapan sangat tinggi, bahkan di iklim basah
3 Tidak membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Air harus dibawa dengan sistem
4 Aman terhadap pencemaran Membutuhkan pengolahan sebelum digunakan.
5 Kekurangan
Umumnya diperlukan pompa untuk
memanfaatkannya.
Rentan terhadap pencemaran.
6 Air tanah mungkin mengandung mineral yang tinggi.
Kelebihan Air tersedia dengan gravitasi, tanpa memerlukan pompa .Air permukaan umumnya mengandung mineral relatif rendah
7 Pengisian kembali (recharge) membutuhkan air yang perlu diolah lebih dahulu dengan biaya mahal.
Tidak dibutuhkan pengolahan.
8 Sukar dan perlu biaya mahal untukmenyelidiki dan mengelolanya
Relatif mudah untuk
mengevaluasi, menyelidiki dan mengelolanya
Sumber: Kodoatie(2004)
Penggunaan air tanah di DKI Jakarta diperkirakan mencapai 50% dari
kebutuhan. Kebutuhan air masyarakat DKI Jakarta mencapai angka 773.499.977
m3 pada tahun 2009 dengan pasokan air bersih produksi PAM Jaya sebesar
509.431.934 dari PJT II dan air curah dari PAM Tangerang sebesar 58.779.967
m3, jadi terdapat kekurangan air yang dipenuhi dari air tanah sebesar
205.373.193 m3. Namun data lain menyebutkan kebocoran air bersih PAM Jaya
sebesar 35% dari produksi, jadi pasokan air bersih ke masyarakat sebesar
331.130.753 m3 ditambah air curah dari PAM Tangerang 58.779.967 m3,
sehingga total air yang dapat dikonsumsi masyarakat sebesar 389.910.724 m3 atau
141
51% dari kebutuhan. Jadi secara sebenarnya kekurangan air bersih sebesar
383.589.253 m3 atau 49% s.d 50% dari kebutuhan masyarakat DKI Jakarta yang
dipenuhi dari air tanah dan air permukaan.
Tabel 29 Jumlah sumur bor dan pengambilan air tanah Lokasi Jumlah 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Jakarta Jumlah sumur bor kumulatif
3.600 3.117 3.224 3.257 3.474 3.493
Pengambilan Air Tanah (juta m3)
16,8 16,4 17,5 18 21,4 23,2
Botabek Jumlah Sumur Bor Kumulatif
2.600
2.700
Pengambilan Air Tanah (juta m3)
60,8
58,4
Bandung Jumlah Sumur Bor Kumulatif
2.397 2.415 2.484 2.484 2.252 2.258
Pengambilan Air Tanah (juta m3)
41,7
45,4 46,6 46,6 47,4 50,6
Semarang Jumlah Sumur Bor Kumulatif
1.060
1.029 903 1.044 1.044
Pengambilan Air Tanah (juta m3)
39,9 39,2
20,4 23,2 39,4
Sumber : KLH, 2003.
Tabel 29 menunjukkan bahwa pengambilan air tanah terbesar adalah Kota
Jakarta, Bandung dan Semarang serta Botabek. Bahkan pengambilan air tanah
melalui sumur bor oleh masyarakat dan DKI Jakarta terus mengalami
peningkatan. Bahkan pada tahun 2003 sudah mencapai angka 23 juta meter3
sedangkan pada tahun 2009 mencapai angka 25 juta m3 dan total pengambilan air
tanah dangkal dan air tanah dangkal mencpai 200 juta meter3 lebih. Potensi air
tanah dalam sebesar 77 juta meter3 sedangkan pada tahun 2010 pemakaian air
tanah dalam sudah mencapai 73 juta m3. Dampak pengambilan air tanah yang
berlebihan telah dirasakan oleh masyarakat Jakarta yaitu berupa intrusi air laut
dan penurunan tanah (land subsiden) sebesar 10 cm setiap tahunnya.
Penggunaan air tanah dangkal dan air tanah dalam selain mengakibatkan
penurunan muka air tanah juga mengalami kendala antara lain yaitu masalah
krisis air tanah baik kuantitas maupun kualitas. Air tanah di DKI Jakarta sebagian
besar sudah tercemar oleh bakteri coli dan detergen. Hasil pemantauan BPLHD
DKI Jakarta, menunjukkan bahwa 67% sumur mengandung bakteri coliform dan
142
58% mengandung fecal coli melebihi baku mutu. Bakteri tersebut berasal dari air
buangan rumah tangga, sungai dan septic tank, bakteri tersebut mengakibatkan
diare, sakit perut, muntah, dan mulas-mulas.
Selain krisis kualitas, air tanah juga mengalami krisis kuantitas.
Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta tahun 2004 membagi
zona sangat kritis dan zona kritis, zona rawan dan sangat rawan. Kawasan dengan
kedalaman muka air tanah lebih dari 16 meter dengan fluktuasi muka air tanah
lebih dari delapan meter merupakan zona sangat kritis, sedangka zona kritis yaitu
yang memiliki kedalaman muka air tanah 12-16 meter dengan fluktuasi muka air
tanah 6-8 meter. Daerah Setiabudi, Kebayoran lama, Tana Abang, Duren Sawit,
Kembangan, Jagakarsa, Cempaka Putih, Pasar Rebo, Kampung Makasar dan
Cipayung merupkan daerah kritis dan sangat kritis. Sedangkan daerah yang
termasuk zona rawan dan sangat rawan adalah Cengkareng, Gambir, Taman sari,
Kebon Jeruk, Johar Baru, Petamburan, Kembangan, Pulo Gadung, Cakung serta
Menteng.
Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan kebijakan Pajak atau restribusi
air tanah guna pengendalian penggunaan air tanah. Pengendalian penggunaan air
tanah juga mengacu kepada Keputusan Menteri Energi dan Sumbe Daya Mineral
No. 1541K/10/MEN/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Tanah khususnya Lampiran X dan
Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Restribusi Daerah serta
PP Nomor 2001 tentang Pajak Daerah. Tarif pajak air permukaan harus
dibayarkan oleh wajib pajak sebesar 10% dari nilai perolehan air dan tarif pajak
air tanah sebesar 20%.
Selain mengeluarkan kebijakan pajak restribusi air, pemda DKI juga
mengeluarkan program-program gerakan kepedulian terhadap air tanah melalui
konsep 5 R yaitu reduce, reuse, recycle, recharge (mengisi kembali) dan recovery
(memfungsikan kembali). Program penghematan air melalui 3R sudah sangat
mendesak mengingat adanya keterbatasan air baku yang disuplai dari Jatiluhur,
bahkan PJT II mengeluhkan besarnya pemakaian air masyarakat DKI Jakarta dan
menyarankan untuk melakukan penghematan air. Dalam rangka melakukan
143
penghematan air, Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Pertambangan DKI Jakarta
mencanangkan Gerakan Peduli Sumur Resapan “Selamatkan Air Tanah Jakarta.
4.4 Neraca Supply Demand
Dalam melakukan analisis supply demand terlebih dahuluh dilakukan analisis
kebutuhan dan juga harus dibahas pula tentang perencanaan kebutuhan. Dalam
manajemen kita mengenal fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan dan
pengendalian (controlling). Fungsi-fungsi manajemen tersebut dapat diberlakukan
dalam pengelolaan sumber daya air. Perencanaan adalah fungsi paling
menentukan di dalam pengelolaan sumber daya air yang berwawasan
kesinambungan pemanfaatan. Perencanaan yang baik pada dasarnya adalah
setengah dari keberhasilan sudah dicapai. Dalam kaitan dengan perencanaan
pemenuhan kebutuhan akan air, perencanaan dimaksudkan sebagai segala
tindakan untuk menghasilkan suatu rencana sebagai dasar, acuan, maupun
pedoman bagi kegiatan-kegiatan selanjutnya untuk mewujudkan sasaran yang
ingin dicapai yaitu terpenuhinya kebutuhan air bersih sesuai dengan kuantitas dan
kualitas. Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pemenuhan kebutuhan
air adalah asas perencanaan, asas pemanfaatan, asas kelestariaan. Sebelum suatu
perencanaan dilaksanakan harus ditentukan asas dari perencanaan. Perencanaan
harus berasaskan pada asas kemanfaatan, keseimbangan, dan kelestarian.
Perencanaan harus bertujuan memberikan kemanfaatan baik bagi
masyarakat maupun pemerintah (asas kemanfaatan). Bagi pemerintah
perencanaan tersebut harus dapat dimanfaatkan bagi dasar pengengembangan
sumber daya air baik nasional maupun lokal, terutama bagi alokasi pemanfaatan
air yang didasarkan atas pemanfaatan air saling menunjang (conjunctive use)
antara air permukaan dan air tanah serta usaha konservasi sumber daya air untuk
menjamin keberlanjutan ketersediaannya, baik jumlah maupun mutunya, dalam
batasan ruang dan waktu tertentu. Bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin,
perencanaan tersebut harus mencakup kemudahan masyarakat miskin
mendapatkan kemudahan akses pada pasokan air dan memanfaatkannya bagi
144
kepentingan mereka. Kemanfatan bagi masyarakat hanya dapat dipenuhi dengan
melibatkan masyarakat itu sendiri, para akar rumput (grass roots), dan pihak yang
terkait (stake holders).
4.4.1 Gap antara Kebutuhan dan Suplai
Kebutuhan air untuk masyarakat Jakarta sangat besar dan terus meningkat
seiring dengan perkembangan penduduk baik yang diperanguhi oleh kelahiran
maupun tingginya angka imigrasi penduduk dari luar DKI Jakarta. Kebutuhan air
bersih untuk industri dan komersil serta hotel dan wisata juga cukup besar yaitu
melebihi angka 30% (perkiraan para pakar kebutuhan air bersih untuk non
domestik sebesar 30%) dari kebutuhan domestik. Kebutuhan air bersih dan suplai
air bersih dapat dilihat pada Tabel 30 di bawah ini.
Tabel 30 Neraca air bersih DKI Jakarta 2009
Permintaan (Demand) Volume m3 Suplai Volume m3
Domestik
Industri dan komersil
Hotel dan mall
Sosial
493.959.756
153.653.760
83.471.323
42.499.977
PJT 2
PAM Tangerang
Selisih
(penggunaan air
tanah)
509.431.934
58.779.907
205.373.193
Total Demand 773.585.198 Total Suplai 773.585.034
Sumber: PAM Jaya dan BPS Jakarta Dalam Angka.(diolah).
Tabel 29 di atas menunjukkan gap neraca air sebesar 205.373.193 m3 per
tahun (pada tahun 2009). Pasokan air dari PJT II sebesr 509.431.934 ke PAM Jaya
ternyata juga mengalami kebocoran ditingkat distribusi (pipa distribusi)
diperkirakan sebesar 40% sampai 50% atau Selisih atau kekurangan pasokan air
untuk kebutuhan masyarakat DKI Jakarta dipenuhi dengan pengambilan tanah
dangkal (sumur masyarakat) dan tanah dalam oleh industri dan hotel serta mal-
mal. Pemenuhan kebutuhan air bersih dengan menggunakan air tanah dangkal dan
air tanah dalam cukup begitu besar dan dapat mengakibatkan penurunan muka air
tanah dan dapat mengakibatkan penurunan muka tanah.
145
4.4.2 Rencana Pemenuhan Gap
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang selama ini masih kurang (gap)
maka perlu dilakukan upaya pemanfaatan sumber lain melalui kerjasama lintas
wialayah. Kerjasama lintas wilayah tersebut tetap mengikuti kebijakan nasional
atau aturan yang berlaku saat ini (era otonomi daerah). Kerjasama lintas wilayah
dalam pengelolaan air baku untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta mengacu
kepada beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan peraturan dibawahnya PP No. 42 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Air Tanah, PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM serta Permen
PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyenggaraan SPAM , Permen PU Nomor
20/PRT/M/2006 tentanng KNSP-SPAM. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan dibawahnya yaitu PP Nomor 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintahan Daerah Propinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota .
Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta saat ini masih
mengandalkan pasokan air baku dari PJT II (Sungai Citarum) dan dari air curah
pembelian dari PAM Tangerang (Sungai Cisadane) serta air curah dari Mata Air
Ciburial. Untuk memenuhi gap kebutuhan air bersih yang cukup besar , misalnya
tahun 2009 sebesar 205.373.193 m3 dan pada tahun 2010 mengalami gap
(kekurangan pasokan air bersih) sebesar 281.050.524 m3 dan akan mengalami
peningkatan terus mnerus seiringi peningkatan jumlah penduduk, maka
diperlukan suatu terobosan baru yaitu dengan melakukan perbagai upaya antara
lain:
1. Mencari sumber lain selain dari yang telah ada saat ini yaitu 13 sungai
lainnya yang mengalir di DKI Jakarta. Pemanfaatan 13 sungai lainnya
untuk air baku air bersih, perlu dibarengi dengan perbaikan kondisi
sungai baik di hulu dan di hilir dengan melakukan kerjasama lintas
wilayah. Kerjasama lintas wilayah tersebut perlu dilakukan untuk
menjaga kestabilan debit air dan menjamin pasokan air baku untuk air
bersih baik kuantitas maupun kualitas. Kerjasama dapat dilakukan
146
dengan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi
maupun kerjasama dengan Propinsi Jabar secara lebih luas.
2. Mencari sumber lain dari mata air yang belum dimanfaatkan oleh
Pemda Bogor. Berdasarkan analisa potensi sumber air di Kabupaten
Bogor cukup besar baik dari sumber mata air maupun dari sungai yang
mengalir di Wilayah Bogor serta Sungai Lintas Propinsi yang melalui
Kabupaten Bogor maupun potensi sumur bor yang belum
dimanfaatkan oleh Kabupaten Bogor.
3. Pemanfaatan Banjir Kanal Tikur (BKT). Pemanfaatan BKT untuk
sumber air baku air bersih dengan membangun Instalasi Pengelolahan
Air (IPA) yang baru.
4. Mengurangi tingkat kebocoran air bersih. Untuk dapat mengurangi
tingkat kebocoran air bersih baik kebocoran administrasi, kebocoran
meteran, kehilangan karena pencurian serta kebocoran pada pipa
distribusi perlu dilakukan suatu perbaikan pipa distribusi dan
pengawasan serta penegakan hukum. Perbaikan pipa distribusi yang
rusak dan pipa distribusi yang berumur di atas 15 tahun diperlukan
dalam rangka mengurangi tingkat kebocoran air bersih yang cukup
besar yaitu hingga 40%..
5. Mengurangi tingkat kehilangan air baku dari PJT II dengan
membangun pipa dalam tanah. Dengan membangun pipa dalam tanah
sepanjang kurang lebih 87 KM tersebut maka akan menjaga kuantitas
dan kualitas pasokan air baku untuk air bersih dari LPJT II.
6. Memanfaatkan air laut untuk keperluan air bersih dengan teknologi
modern. Pemanfaatan air laut untuk keperluan air bersih telah dicoba
di daerah Bali dan hasilnya cukup baik untuk mencukupi kebutuhan air
bersih.
7. Peningkatan alokasi dana dari Pemda DKI untuk pemenuhan
kebutuhan air bersih dan juga alokasi dana untuk pembayaran jasa
lingkungan (paymen environment service) dari pemda DKI kepada
pemda pemberi manfaat air bersih (pasokan air baku untuk air bersih).
147
4.4.3 Kebijakan Air Tanah
Kebijakan air tanah sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomo 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, pada Pasal 5 ayat
(1) Kebijakan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ditujukan sebagai arahan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah,
pengendalaian daya rusak air tanah, dan sistem informasi air tanah yang disusun
dengan memprihatikan kondisi air tanah setempat. Pada ayat (2) Kebijakan
pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan
secara integrasi dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air. Jadi kebijakan
pengelolaan air tanah tidak terpisah dengan kebijakan pengelolaan sumber daya
air bahkan terintegrasi dengan kebijakan pengelolaan sumber daya air, yaitu
Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No. 42
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air .
Kebijakan tentang pengelolaan sumber daya air dijabarkan lebih lanjut
kedalam kebijakan teknis pengelolaan air tanah. Kebijakan teknis pengelolaan air
tanah terdiri dari :
a. Kebijakan teknis pengelolaan air tanah nasional;
b. Kebijakan teknis pengelolaan air tanah provinsi; dan
c. Kebijakan teknis pengelolaan air tanah kabupaten/kota.
Kebijakan teknis pengelolaan air tanah nasional disusun oleh Menteri dengan
mengacu pada kebijakan nasioanl sumber daya air. Gubernur menyusun dan
menetapkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah provinsi dengan mengacu pada
kebijakan tanah nasional. Sedangkan bupati/walikota menyusun dan menetapkan
kebijakan teknis pengelolaan air tanah kabupaten/kota dengan mengacu kepada
kebijakan teknis pengelolaan air tanahd provinsi.
Pada PP Nomor 43 tahun 2008 Pasal 18 ayat (1) pengelolaan air tanah
diselenggarakan berlandaskan pada strategi pelaksanaan pengeloaan air tanah
dengan prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air
tanah. Pada ayat (2) Pengelolaan air tanah meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi air tanah dan
pengendalian daya rusak air tanah. Rencana pengelolaan air tanah melaui tahapan
inventarisasi air tanah, penetapan zona konservasi air tanah dan penyusunan dan
148
penetapan rencana pengelolaan air tanah. Sedangkan pemantauan pelaksanaan
pengelolaan air tanah dilakukan melalui pengamatan, pencatatan, perekeman,
pemeriksaan laporan dan atau peninjauan secara langsung. Pemantauan
pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berkewajiban melaksanakan pemantauan
pelaksanaan pengelolaan air tanah dan dapat pula menugaskan pihak lain.
Pemanfaatan air tanah di DKI Jakarta sudah melampaui ambang batas,
yaitu sudah melampui 50% dari kapasitas atau cadangan air tanah dalam yaitu 77
juta m3. Pemanfaatan air tanah dalam oleh industri dan perhotelan serta komersil
pada tahun 2005 mencapai 23 juta m3 dan pada tahun 2011 sudah mencapi angka
70 juta m3. Kenaikan penakaian air tanah dalam yang cukup besar tersebut
disebabkan oleh kenaikan jumlah penduduk, kenaikan jumlah mal-mal dan hotel
serta industri disisi lain pasokan air bersih tidak mengalami kenaikan yang berarti.
Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pemantauan air tanah dengan
mengukur dan merekan kedudukan muka air tanah; memeriksa sifat fisika,
kandungan unsur kimia, biologi atau radioaktif dalam air tanah; mencacat jumlah
volume air tanah yang dipakai atau diusahakan; dan atau mengukur dan merekam
perubahan lingkungan air tanah seperti amblesan tanah. Hasil pemantauan Pemda
DKI tahun 2009 menunjukan bahwa pemakaian air tanah dalam telah
mengakibatkan penuranan muka air tanah dan amblesan tanah. Pemakaian air
tanah dangkal oleh sumur penduduk, sebagaian besar telah tercemar bakteri coli
dan detergen.
Pemakaian air tanah dalam yang begitu besar tanpa dibarengi dengan
konservasi air, telah mengakibatkan penurunan permukaan tanah akibat
menurunnya muka air tanah . Penurunan permukaan tanah terjadi di daerah
Jakarta khususnya daerah Kalideres, Kota, Harmoni dan Thamrin, penurunan
permukaan tanah bahkan telah mencapai 10 cm setiap tahunnya. Selain
mengakibatkan penurunan permukaan tanah, pemakaian air tanah dalam secara
berlebihan telah mengakibatkan instrusi air laut bahkan diperkirakan pada tanhu
2025 instrusi air laut akan mencapai daerah semanggi Jakarta Selatan.
Melihat kondisi penggunaan atau eksploitasi air tanah dalam dan air tanah
dangkal yang begitu besar , maka perlu dilakukan kebijakan pengendalian
149
penggunaan air tanah. Kebijakan pengendalian penggunaan air tanah dapat
dilakukan dengan cara ;
a. Menjaga keseimbangan antara pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah.
b. Menerapkan perizinan dalam penggunaan air tanah;
c. Membatasi penggunaan air tanah dengan tetap mengutamakan
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari;
d. Mengatur lokasi dan kedalaman penyadapan akuifer;
e. Mengatur jarak antara sumur pengeboran atau penggalian air tanah;
f. Mengatur kedalaman pengeboran atau pengendalian air tanah; dan
g. Menerapkan tarif progresif dalam penggunaan air tanah sesuai dengan
tingkat konsums
Untuk mengurangi penggunaan air tanah Pemda DKI Jakarta berencana
mengeluarkan kebijakan peningkatan tarif dan bersifat progresif penggunaan air
tanah dan peningkatan pajak air tanah . Hal tersebut dimaksudkan agar
pemanfaatan air tanah dapat dilakukan secara efisiensi dan terkendali. Pemerintah
DKI Jakarta akan melakukan pengetatan ijin penggunaan air tanah dalam. Maka
jika memungkinkan akan melakukan evaluasi terhadap pemakaain air tanah dalam
pada tahun-tahun kedepan.