bab iv

4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1 Hasil Percobaan Pembuatan Yoghurt No Perlakuan Sebelum Pemeraman Setelah Pemeraman 1. 279 gr susu indomilk cair + 21 gr susu bubuk dancow + starter 3% Bentuk : cair pH : 7 Rasa : manis Aroma : susu Bentuk: kental pH : 3,5 Rasa : asam Aroma : masam 2. 54 gr susu bubuk + 246 gr air + starter 3% Bentuk : cair pH : 7 Bentuk : kental pH : 4

Upload: novitawahyunidly

Post on 06-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kih

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Pembuatan Yoghurt

No Perlakuan Sebelum Pemeraman Setelah Pemeraman

1. 279 gr susu

indomilk cair +

21 gr susu bubuk

dancow + starter

3%

Bentuk : cair

pH : 7

Rasa : manis

Aroma : susu

Bentuk: kental

pH : 3,5

Rasa : asam

Aroma : masam

2. 54 gr susu bubuk

+ 246 gr air +

starter 3%

Bentuk : cair

pH : 7

Rasa : manis

Aroma : susu

Bentuk : kental

pH : 4

Rasa : masam

Aroma : susu basi

Page 2: BAB IV

4.2 Pembahasan

Fermentasi adalah salah satu kegiatan mikrobial untuk menggunakan senyawa

organik atau sumber karbon guna memperoleh tenaga bahan metabolismenya dengan

hasil ikutan berupa gas sebagai sumber karbon dalam fermentasi adalah lipida.

Mikrobia yang berperan dalam fermentasi dapat diklasifikasikan dalam golongan

bakteri, kapang dan khamir. Fermentasi susu menjadai yoghurt dilakukan dengan

bantuan bakteri asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus

bulgaricus. Tujuan utama fermentasi adalah untuk memperpanjang daya simpan susu

karena mikroorganisme sulit tumbuh pada suasana asam dan kondisi kental. Susu

fermentasi adalah susu yang berbentuk semi padat dari hasil fermentasi oleh kultur

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus atau penggunaan salah

satu kultur saja.

Keasaman yang tinggi atau pH yang rendah menunjukkan bahwa telah banyak

laktosa yang diubah menjadi asam laktat. Tinggi rendahnya kadar asam laktat dalam

produk susu fermentasi dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membentuk asam

laktat yang digunakan atau ditentukan oleh jumlah dan jenis starter yang digunakan.

Semakin banyak jumlah zat padat dalam susu terutama dalam bentuk zat padat bukan

lemak sampai jumlah tertentu akan menaikan keasaman (Prasetyo, 2010).

Dari percobaan yang dilakukan, untuk perlakuan I diperoleh yoghurt yang telah

mengental, yoghurt yang dihasilkan beraroma susu basi, dan rasa asam serta

memiliki pH 3. Pada perlakuan II diperoleh yoghurt yang kental, beraroma susu basi,

dan rasa masam serta memiliki pH 4. Namun terdapat perbedaan diantara kedua

yoghurt yang dihasilkan pada perlakuan I dan perlakuan II. Pada perlakuan I yoghurt

yang dihasilkan lebih sempurna dibanding perlakuan II, hal ini mungkin dikarenakan

kadar susu bubuk yang berbeda.

Pada percobaan ini dihasilkan keasaman yoghurt yang sama dan kekentalan

yoghurt yang berbeda, dimana yoghurt pada perlakuan I memiliki kekentalan yang

lebih tinggi dibandingkan yoghurt pada perlakuan II. Hal ini mungkin disebabkan

karena adanya perbedaan jumlah susu bubuk pada perlakuan I dan II. Adapun

perbedaan kualitas yoghurt secara praktek dan teori mungkin disebabkan faktor suhu

yang kurang terjaga, kurang steril, nutrisi dan waktu fermentasi juga diakibatkan

Page 3: BAB IV

kandungan laktosa dan kandungan lemak pada susu. Kemudian masalah kebersihan

dalam percobaan dan tempat penyimpanan.

Pada percobaan ini starter yoghurt terdiri dari dua jenis bakteri yaitu

Streptococcusthermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1 : 1,

kedua jenis bakteri hidup dalam simbiosis dan untuk memperolehproduksi asam

yang cepat perbandingan ini harus tetap dipertahankan. Rasio antara Streptococcus

thermophilus dan Lactobacillusbulgaricus dapat dipertahankan dengan mengatur

suhu inkubasi danpersentase inokulum Streptococcus thermophilus menyukai suhu

40 ºC sedangkan Lactobacillus bulgaricus menyukai suhu lebih tinggi dan waktu

inkubasi yang lebih lama. Bila persentase inokulum diturunkan maka diperlukan

waktu inkubasi lebih lama (Suprihatin, 2010).