bab iii perjanjian penetapan harga a. faktor idiil · pdf filehukum sebagai “a tool of...

Download BAB III PERJANJIAN PENETAPAN HARGA A. Faktor Idiil · PDF filehukum sebagai “a tool of ... (hukum,norma dan kontrol sosial) = internalisation. Dalam paradigma sosial Talcott Parsons

If you can't read please download the document

Upload: duongkhanh

Post on 08-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 124

    BAB III

    FAKTOR IDIIL DAN RIIL YANG MENDASARI MAKNA

    DAN FUNGSI ASAS KESEIMBANGAN SEBAGAI TOLOK UKUR

    REGULATIF DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA KHUSUSNYA

    PERJANJIAN PENETAPAN HARGA

    A. Faktor Idiil yang Mendasari Makna dan Fungsi Asas Keseimbangan

    Hukum dan Ekonomi merupakan suatu sub sistem dari suatu sistem

    kemasyarakatan yang saling ber-interaksi antara satu dengan yang lainnya. Di

    satu pihak hukum dapat dilihat sebagai hasil dari berbagai kekuatan sosial dan

    ekonomi yang terdapat dalam proses kemasyarakatan, sehingga hukum itu

    sangat bergantung sekali pada faktor-faktor yang cukup dominan dalam

    kehidupan masyarakat terutama faktor-faktor ekonomi. Dengan demikian,

    hukum itu tempatnya adalah berada di belakang dan mengikuti perkembangan

    ekonomi. Hal ini sangat sesuai dengan anggapan klasik mengenai hukum yang

    berasal dari orang-orang Belanda dahulu yang mengatakan bahwa, het recht

    hink achter de feiten aan (hukum itu ada di belakang dan mengikuti kejadian-

    kejadian). Sementara itu Nicholas Mercuro mengatakan;the law has

    important implication for ekonomic structure, behavior, and performance .1

    Sedangkan Warren J. Samuel menyatakan bahwa: The economy is a system of

    power, of mutual coercion, of reciprocal capacity to receive income and/or to

    1 Nicholas Mercury and Steven G. Medema, 1992, Economic And The Law, From

    Posner To Post Modernis, Princeton University Press, hlm.24.

  • 125

    shift injury whose pattern or structure and consequences are at least partially

    a function of law.2

    Dalam suasana yang demikian, maka hukum itu hanya berfungsi sebagai

    pelayan yang baik dari pada perkembangan ekonomi. Hal ini sangat sesuai

    dengan pendapat Pitlo yang menyatakan bahwa hukum itu mempunyai fungsi

    pengabdian (dienen de functie)3. Apabila suatu proses berubah, maka hukum

    harus diusahakan untuk dapat menampung perkembangan yang baru tersebut.

    Hal ini banyak mengandung konsekuensi dan satu diantaranya yang

    dikemukakan oleh Ali Said, yakni : 4

    Asumsi yang demikian ini melatar-belakangi pemikiran para ahli ekonomi

    bilamana mereka berbicara tentang bagaimana hubungan antara hukum

    dan ekonomi, Sukadji Ranuwihardjo5 menyatakan bahwa hubungan timbal

    balik antara hukum dan ekonomi lebih menekankan terhadap pemikiran

    tentang perlunya ditentukan prioritas mengenai bidang-bidang hukum

    mana yang perlu ditangani terlebih dahulu, berarti misalnya bidang

    kontrak, perseroan,bidang moneter, lokasi industri ,tata guna tanah dan

    sebagainya. Kemudian mengenai persoalan bahwa pada saat sekarang

    terdapat gejala pembinaan ekonomi sering mengalami perubahan dengan

    cepat dan tiba-tiba di dalam masyarakat, sehingga di kalangan pengusaha

    terdapat perasaan ketidakpastian hukum dan keraguan di pihak penegak

    hukum. Kesemuanya ini membayangkan bahwa hukum itu sifatnya harus

    mengikuti perkembangan ekonomi dan tidak menutup kemungkinan

    ditinggalkan oleh perkembangan ekonomi tersebut. Dikatakannya juga

    bahwa tidak setiap pengaturan sistem atau pranata ekonomi dari pihak

    2 Warren J. Samuel 1982, Law and Economics: An Institutional Perspective, Martinus

    Nijhoff Publishing, USA, hlm. 100. 3.Gunawan Wijaya, 2006, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam

    Hukum Perdata, PT. .Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 27. 4 Ali Said, Dalam Pidato Pembukaan Masalah Peralihan Masyarakat Tradisional ke

    Masyarakat Modern dan Pengaruhnya Terhadap Hukum di Ujung Pandang, 09 Maret 1981. 5 Abdurrahman, 1995, Tebaran Pikiran Tentang Studi Hukum Dan Masyarakat, Media

    Sarana Press, Jakarta, hlm. 54.

  • 126

    pemerintah selalu berbentuk peraturan tertulis formal, banyak sekali

    bahkan lebih banyak lagi pengaturan kehidupan ekonomi yang bersumber

    dari tatanan hukum lain ataupun kebijakan lain. Hal ini memberikan kesan

    akan adanya perkembangan ekonomi di luar hukum yang masih perlu

    untuk dipersoalkan lebih jauh. Dapat dikutip dari pemikiran Chiba bahwa

    hukum sebagai suatu struktur, termasuk struktur hukum Indonesia tidak

    dapat dilihat secara monistik saja, tapi sebagai refleksi pluralisme dimana

    sistem hukum yang berbeda-beda bisa berinteraksi satu sama lain secara

    harmonis ataupun berkonflik, yang terdiri dari 3 (tiga) lapis:6

    1. Hukum resmi : Sistem hukum yang disyahkan oleh otoritas negara yang sah. Bersumber dari agama, adat kebiasaan, etnis lokal dan lain-lain

    yang diterima secara resmi oleh negara dan berlaku sesuai dengan

    hukum negara.

    2. Hukum tidak resmi : adalah hukum yang tidak di sahkan oleh otoritas negara yang sah, tapi di dalam praktiknya didukung oleh kelompok

    masyarakat tertentu.

    3. Postulat Hukum7 : sistem hukum yang berhubungan dengan hukum resmi dan hukum tidak resmi tertentu yang bertindak untuk

    menjastifikasi dan mengarahkan efektifitas hukum-hukum tersebut

    dengan cara tertentu sehingga menentukan corak hubungan kedua

    hukum tersebut.

    Lebih lanjut Emil Salim8 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi

    menimbulkan perubahan dalam masyarakat dan perubahan lazimnya

    menimbulkan instabilitas. Dalam proses perubahan dan instabilitas ini semakin

    menonjol perlunya kaedah-kaedah hukum yang disatu pihak turut

    membendung berbagai akibat dari pada perubahan dan instabilitas dimaksud,

    6. Ratno Lukito, 2008, Hukum Sakral Dan Hukum Sekuler.Studi Tentang Konflik Dan

    Resolusi Dalam Sistem Hukum Indonesia, Pustaka Alfabet, Jakarta, hlm. 3.

    7 Postulat hukum terbentuk dari gagasan hukum yang sudah mapan, ajaran dan

    pemahaman keagamaan , postlat sosial dan budaya yang berhubungan dengan struktur sosial yang

    fondamental. Jadi dengan bantuan teori Chiba gambaran pluralisme hukum di negara multikultural

    seperti Indonesia tidak bisa dikatakan hanya terdiri dari hukum negara,dan tatanan hukum non negara,karena disamping itu terdapat banyak norma ,gagasan, dan nilai-nilai yang hidup di tengah-

    tengah masyarakat yang menciptakan postulat hukum efektif. 8 Emil Salim, 1977, Pembinaan Hukum Ekonomi Nasional, BPHN Bina Cipta, Bandung,

    hlm 112.

  • 127

    dan di lain pihak menetapkan kesadaran dan kepastian hukum pada tingkat

    yang lebih tinggi. Disini terkesan adanya pandangan yang menilai bahwa

    hukum itu lebih banyak berperan sebagai penampung suatu akibat saja. Lebih

    lanjut Emil Salim mengatakan , apabila tantangan pembangunan menghendaki

    dirombaknya struktur ekonomi dan struktur sosial nasional , maka hukum

    ekonomi nasional harus diarahkan kejurusan yang dapat menciptakan iklim

    perombakkan. Namun, ada hal yang perlu diperhatikan bahwa Hukum

    Ekonomi Nasional harus memuat prinsip bahwa perubahan secara semena-

    mena di luar jalur konstitusional dan hukum yang mengatur pembangunan

    ekonomi tidak sah. Hal ini juga berarti bahwa produk-produk hukum yang

    dihasilkan harus mampu menguatkan dasar kepercayaan masyarakat akan

    hukum, mengokohkan kesadaran hukum (rechtbewustzijn) dan perasaan

    keadilan masyarakat (Rechtsgevoel). Sehingga produk hukum harus

    mengandung unsur-unsur yang memperkuat hukum yang mencerminkan

    kepentingan masyarakat.

    Dengan adanya pembangunan ekonomi yang dimaksud, maka output

    atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah. Di

    samping itu, kebahagiaan penduduk akan bertambah pula, dikarenakan

    pembangunan ekonomi tersebut menambah kesempatan untuk mengadakan

    pilihan yang lebih luas. Selain manfaat yang ditimbulkan oleh pembangunan

    ekonomi, kerugian yang ditimbulkannya berupa cara berfikir masyarakat yang

  • 128

    lebih mementingkan diri sendiri.9 Sehingga gotong royong yang merupakan

    ciri khas negara berkembang (termasuk Indonesia), akan tergerus oleh

    pembangunan ekonomi.

    T. Mulya Lubis sebagaimana dikutip Sumantoro, bahwa interaksi

    pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi sangatlah penting. Bukan

    hal yang tidak mungkin, jika fondasi hukum yang kuat tidak dibarengi

    pembangunan ekonomi. Sesuatu yang paling ideal adalah jika interaksi

    pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi tersebut saling menunjang.

    Atas dasar hal tersebut, peranan hukum ekonomi dalam pembangunan

    mencakup aspek-aspek hukum sebagai agent of modernization dan juga

    hukum sebagai a tool of social engineering yang secara keseluruhan

    menjadi hukum ekonomi pembangunan. Arah pembangunan Indonesia

    menciptakan pemerataan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, interaksi

    pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi sangat penting dan peranan

    ahli hukum dalam pembangunan ekonomi pun menjadi unsur yang mutlak

    harus ada.10

    Sunaryati Hartono menyatakan bahwa antara sistem hukum dan sistem

    ekonomi sesuatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan pengaruh

    timbal balik. Apabila ada suatu pihak pembaharuan dasar-dasar pemikiran di

    bidang ekonomi ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum

    9 Irawan dan M. Suparmoko, 1995, Ekonomi Pembangunan, BPFE, Yogyakarta, hlm.7-

    10.

    10

    Sumantoro, 2008, Hukum Ekonomi, UI-Press, Jakarta, hlm. 14.

  • 129

    yang bersangkutan, maka pene