bab iii pemodelan perubahan penggunaan...
TRANSCRIPT
BAB III PEMODELAN PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN
31
BAB III
PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
Pemodelan perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini dilakukan
melalui serangkaian tahapan. Tahapan penelitian dilaksanakan mengikuti diagram
pada Gambar 3.1. Penjelasan rinci mengenai setiap tahap diuraikan di setiap sub bab.
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Peta Perubahan PL 1981-2000 (Berubah & Tidak Berubah )
Overlay & Analisis
Peta-Peta Variabel Prediktor
Peta-Peta Variabel Prediktor Terpilih
Uji Korelasi & Independensi
Peta Probabilitas Perubahan PL
Analisis Hasil Pemodelan
Analisis Density & Distance)
Foto Udara 1981Peta RBI 1:25.000
Peta PL 1981- Lahan Terbangun - Bukan Lahan Terbangun
Peta PL 2000- Lahan Terbangun - Bukan Lahan Terbangun
Peta Lokasi - Jaringan Jalan - CBD, Perg. Tinggi
Koreksi Geometrik & Interpretasi
Sampling & Logistic Regression Analysis
Model Binary Logistic Regression
Validasi
Foto Udara 1981
32
3.1. Penyusunan Peta Perubahan Penggunaan Lahan
Peta perubahan penggunaan lahan adalah peta yang menunjukkan distribusi
spasial dari lahan yang berubah dan yang tidak berubah penggunaannya. Elemen
dalam peta ini hanya terdiri dari dua kategori yaitu berubah dan tidak berubah. Peta
perubahan penggunaan lahan dalam penelitian disusun melalui beberapa tahapan.
Tahapan yang dimaksud adalah: penentuan klasifikasi penggunaan lahan yang diacu
berdasarkan studi literatur, koreksi geometrik foto udara, interpretasi penggunaan
lahan dari foto udara dan analisis perubahan penggunaan lahan. Tahapan penyusunan
peta perubahan penggunaan lahan ditunjukkan pada Gambar 3.1. Penjelasan dari
setiap tahapan diuraikan secara lebih rinci pada sub bab berikut ini.
3.1.1. Klasifikasi Penggunaan Lahan
Klasifikasi pada hakekatnya merupakan pengelompokan terhadap data
dengan tujuan agar data lebih mudah dipahami oleh penggunanya. Berdasarkan
pertimbangan atau asumsi tertentu, jenis-jenis penggunaan lahan dapat
dikelompokkan menjadi sejumlah kategori atau kelas. Pertimbangan dan asumsi
yang digunakan dalam menyusun klasifikasi penggunaan lahan , seperti halnya pada
data lain, seringkali tidak sama. Sebagai akibatnya, terdapat beberapa sistem
klasifikasi penggunaan lahan yang berbeda.
Di Indonesia, belum terdapat suatu sistem klasifikasi penggunaan lahan yang
baku yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun peta penggunan lahan.
Sistem klasifikasi yang ada disusun dan digunakan oleh sejumlah lembaga
pemerintah secara sektoral. Lembaga pemerintah yang dimaksud diantaranya,
BAKOSURTANAL, Departemen Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional.
Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai
dengan tujuan dari penelitian, mengacu pada sistem klasifikasi level I dari
Anderson. Penggunaan lahan di daerah penelitian hanya dibedakan menjadi dua
kategori yaitu lahan terbangun dan bukan lahan terbangun. Lahan terbangun terdiri
dari penggunaan lahan yang secara umum berupa bangunan dan lahan disekitarnya
33
yang menjadi bagian dari bangunan tersebut (Anderson, 1967). Lahan dengan
kategori bukan lahan terbangun terdiri dari lahan pertanian, hutan dan perairan.
Dasar klasifikasi penggunaan lahan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi Penggunaan Lahan
Kelas Penggunaan Lahan Dalam Penelitan
Kelas Penggunaan Lahan Level I Menurut Anderson
Lahan Terbangun Urban atau Built-up Land
Bukan Lahan Terbangun
1. Agriculture Land 2. Rangeland 3. Forest Land 4. Water 5. Wetland 6. Barren Land 7. Tundra 8. Perennial Snow
Sumber: Anderson (1976)
Penggunaan dua kategori penggunaan lahan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
penyederhanaan, sehingga penelitian dapat lebih terfokus pada pemodelan perubahan
(prediksi perubahan) penggunaan lahan .
3.1.2. Interpretasi Penggunaan Lahan dari Foto Udara
Penyusunan peta perubahan lahan memerlukan peta penggunaan lahan multi
temporal dengan interval waktu tertentu. Sehubungan dengan tidak tersedianya data
tersebut di daerah penelitian, digunakan citra penginderaan jauh dan Peta Rupabumi
Indonesia skala 1: 25.000 sebagai alternatif sumber data. Citra penginderaan jauh
yang digunakan adalah foto udara tahun pemotretan 1981 dan 2000. Skala foto udara
tahun 1981 adalah 1: 30.000, sedangkan foto tahun 2000 mempunyai skala 1: 20.000.
Jumlah total foto udara yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 lembar.
Jumlah tersebut terdiri dari 8 lembar untuk foto tahun 1981 dan 22 lembar untuk foto
tahun 2000. Nomor foto udara yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada
Tabel 3.2.
34
Tabel 3.2. Nomor Lembar Foto Udara Tahun 1981 dan Tahun 2000
Nomor Foto Udara
Tahun 1981 Skala 1: 30.000 Tahun 2000 Skala 1: 20.000
217B-14 217B-16 218B-04 218F-07 218F-11 220F-06 220F-08 220F-10
10B-15 10B-17 10B-18 11B-09 11B-12 11B-13 11B-14 11B-15 12B-02 12B-04 12C-03 12C-06 12C-07 13B-10 13B-11 13B-14 13B-15 13B-16 14B-07 14B-09 14B-11 14B-12
Data penggunaan lahan di peroleh dari foto udara melalui kegiatan
interpretasi. Elemen penggunaan lahan yang terdapat dalam Peta Rupabumi
Indonesia skala 1: 25.000, digunakan sebagai referensi dalam proses interpretasi.
Teknik interpretasi yang digunakan adalah interpretasi secara visual dikombinasikan
dengan teknik digitasi layar (on screen digitizing). Hasil interpretasi sekaligus
digitasi dengan menggunakan dua teknik tersebut adalah data spasial digital dalam
format vektor (Arcview shape file). Data spasial digital yang dimaksud adalah data
penggunaan lahan tahun 1981 dan data penggunaan lahan tahun 2000.
Teknik interpretasi secara visual yang digabungkan dengan teknik digitasi
layar, membutuhkan foto udara dalam format digital. Untuk memperolehnya, foto
udara format cetak (hardcopy) dikonversi terlebih dahulu melalui proses penyiaman
(scanning). Resolusi penyiaman dipilih yang tertinggi yang mampu dihasilkan dari
35
scanner yang digunakan. Foto udara yang telah dalam format digital selanjutnya
digeoreferensi melalui proses koreksi geometrik menggunakan perangkat lunak
ENVI 4.2. Gambar 3.2 menunjukkan contoh foto udara sebelum dan sesudah
koreksi geometrik. Foto udara pada contoh tersebut adalah foto udara skala 1: 2000
tahun pemotretan 2000 dengan nomor lembar foto 11B-14.
Gambar 3.2. Foto Udara Tahun 2000 Nomor 11B-14 Sebelum Koreksi Geometrik (a) dan Sesudah Koreksi Geometrik (b)
Proses interpretasi foto udara sekaligus digitasi dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak ArcView 3.3. Interpretasi dilakukan pada foto udara yang telah
digeoreferensi atau dikoreksi geometri. Foto udara yang telah dikoreksi ditampilkan
sebagai layer dan berlaku sebagai backdrop image. Delineasi batas penggunaan lahan
dilakukan di atas backdrop image, dan hasilnya disimpan sebagai layer data digital.
Gambar 3.3. mengilustrasikan proses interpretasi foto udara. Foto udara yang
digunakan dalam ilustrasi tersebut adalah foto udara tahun 2000 skala 1: 20.000,
nomor lembar foto 14B-11. Gambar bagian kiri menunjukkan foto udara yang
berlaku sebagai backdrop image. Garis berwarna kuning pada gambar bagian kanan
menunjukkan batas delineasi penggunaan lahan.
(a) (b)
36
Gambar 3.3. Proses Interpretasi Foto Udara
Peta penggunaan lahan tahun 1981 dan tahun 2000 hasil interpretasi foto
udara ditunjukkan pada Gambar 3.4 dan 3.5. Distribusi spasial penggunaan lahan di
daerah penelitian pada tahun 1998 dan tahun 2000 dapat diamati secara visual pada
kedua peta. Penggunaan lahan pada peta tersebut dibedakan menjadi dua kategori
yaitu lahan terbangun dan bukan lahan terbangun. Lahan terbangun direpresentasikan
dengan warna merah, sedangkan bukan lahan terbangun direpresentasikan dengan
warna hijau.
Luas setiap kategori penggunaan lahan pada tahun 1981 dan tahun 2000
diperoleh dari analisis terhadap atribut data spasial. Ovelay antara peta penggunaan
lahan dan batas administrasi menghasilkan informasi luas penggunaan lahan per
wilayah kecamatan. Luas setiap kategori penggunaan lahan pada setiap kecamatan di
daerah penelitian pada tahun 1981 dan tahun 2000 ditunjukkan pada Tabel 3.3.
37
Gambar 3.4. PETA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 1981
38
Gambar 3.5. PETA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2000
39
Tabel 3.3. Luas Penggunaan Lahan Tahun 1981 dan Tahun 2000 di Daerah Penelitian
Kecamatan
Luas Penggunanaan Lahan (Ha)
Tahun 1981 Tahun 2000 Total
LT BLT LT BLT Kecamatan
Mlati 1.094,15 1.784,79 1.233,65 1.645,29 2.878,94
Depok 1.496,23 1.917,26 1.810,19 1.603,30 3.413,49
Gamping 954,18 2.008,90 1.059,98 1.903,10 2.963,08
Kasihan 1.125,84 2.076,71 1.270,62 1.931,93 3.202,55
Banguntapan 850,98 1.971,13 950,39 1.871,72 2.822,11
Sewon 865,43 1.920,51 939,42 1.846,52 2.785,94
Total Daerah Penelitian 6.386,81 11.679,30 7.264,25 10.801,86 18.066,11
Sumber: Hasil Analisis
3.1.3. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Peta perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini diperoleh dengan
melakukan analisis terhadap peta penggunaan lahan tahun 1981 dan peta penggunaan
lahan tahun 200. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan teknik overlay
ataupun menggunakan query aljabar peta (map algebra). Cara pertama lazim
digunakan untuk data format vektor sedangkan cara kedua umumnya digunakan
untuk data format raster atau grid.
Format data digital yang digunakan dalam penelitian ini adalah grid (raster).
Data yang semula dalam format vektor (Arcview shape file) terlebih dahulu
dikonversi menjadi format grid. Konversi dilakukan menggunakan fasilitas yang
terdapat dalam perangkat lunak ArcView dengan tambahan ekstensi spatial analyst.
Konversi ini mengubah setiap elemen data vektor menjadi sel dengan ukuran
tertentu. Ukuran sel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 x 10 m.
Peta perubahan penggunaan lahan diperoleh dengan menerapkan operator
matematika “tidak sama dengan” pada peta penggunaan lahan tahun 1981 dan peta
penggunaan lahan tahun 2000. Operator matematika dituliskan dalam fasilitas map
calculator yang terdapat pada perangkat lunak ArcView 3.3. Penyusunan peta
perubahan penggunaan lahan dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
40
Peta Perubahan = [Peta PL1981] <> [Peta PL2000]
Berdasarkan persamaan di atas, map calculator akan mencari piksel pada peta
penggunaan lahan tahun 1981 yang nilainya tidak sama dengan nilai piksel pada
peta penggunaan lahan tahun 2000. Piksel yang memenuhi kriteria akan diberi nilai
1, sedangkan yang tidak memenuhi kriteria akan diberi nilai 0. Proses analisis
perubahan penggunaan lahan diilustrasikan pada Gambar 3.6, sedangkan hasil
analisis (eta perubahan penggunaan lahan 1981 – 2000) ditunjukkan pada Gambar
3.7.
Gambar 3.6. Ilustrasi Proses Analisis Perubahan Penggunaan Lahan (1981-2000)
41
Gambar 3.7. PETA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 1981-2000
42
3.2. Identifikasi dan Penyusunan Peta Variabel Perubahan Penggunaan Lahan
Asumsi yang melandasi model prediksi perubahan penggunaan adalah
adanya hubungan antara terjadinya perubahan dengan sejumlah faktor. Faktor yang
dimaksud dapat berupa kondisi atau sifat tertentu dari lahan yang lazim disebut
karakteristik lahan (Briassoulis, 2000, Almeida et al, 2002, dan Aguayo et al, 2007).
Karakterisik lahan dapat berupa karakteristik fisik (misal geologi, tanah, lereng,
jarak), maupun karakteristik sosial ekonomi dan demografi dari penduduk yang
berada pada lahan tersebut. Karakteristik lahan yang dipandang memiliki keterkaitan
dengan terjadinya perubahan dapat digunakan untuk menduga atau memprediksi
terjadinya perubahan di masa yang akan datang. Karakteristik lahan berlaku sebagai
prediktor,terjadinya perubahan penggunaan lahan berlaku sebagai respon.
Menggunakan matematika sebagai pendekatan, hubungan antara prediktor dan
respon dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan matematis.
Variabel prediktor perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini
diidentifikasi melalui exploratory analysis yang mendasarkan pada dugaan awal (a
priori). Kombinasi studi literatur, pengetahuan lokal daerah yang dikaji (local
knowledge) dan logika berdasarkan pengalaman (empiris) digunakan sebagai dasar
untuk pemilihan beberapa variabel dari sejumlah besar variabel yang mungkin
digunakan. Pemilihan yang didasarkan pada dugaan awal, selanjutnya diuji dengan
menggunakan metode statistik tertentu untuk menentukan variabel yang sesuai
digunakan dalam pemodelan.
3.2.1. Peta Jarak
Peta jarak dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel prediktor yang
mewakili faktor aksesibilitas. Jarak yang digunakan sebagai variabel meliputi: jarak
terhadap jalan utama (arteri dan kolektor), jarak terhadap jalan lokal, jarak terhadap
perguruan tinggi, jarak terhadap pusat perekonomian, dan jarak terhadap lahan
terbangun (existing). Jarak suatu sel terhadap obyek (misal jalan) dihitung
43
berdasarkan jarak lurus (euclidean distance). Jarak minimum suatu sel ke obyek
digunakan sebagai nilai dari sel tersebut.
Jarak euclidean secara formal didefinisikan sebagai panjang dari suatu garis
lurus yang menghubungkan dua obyek yang memiliki posisi geografis yang tetap
(Gatrell, 1983; dalam Moore, 2002) Menggunakan dua titik, (xi, yi) dan (xj, yj),
yang diambil dari sejumlah titik yang bereferensikan pada sistem koordinat kartesius
(Cartesian coordinates), jarak euclidean dapat dituliskan dengan formula sebagai
berikut:
dE(i,j) = √[(xi-xj)2 + (yi-yj)
2]
Selain jarak euclidean, terdapat beberapa tipe jarak lainnya dengan tingkat akurasi,
relatif terhadap jarak euclidean, yang berbeda. Tipe jarak yang dimaksud adalah
Manhattan, Chessboard, Hexagonal, Octagonal / Chamfer 3-4 dan Chamfer 5-7-11.
Gambar 3.8 berikut ini mengilustrasikan keenam tipe jarak tersebut.
Gambar 3.8. Enam Tipe Jarak: (a) Euclidean; (b) Manhattan; (c) Chessboard; (d) Hexagonal; (e) Octagonal / Chamfer 3-4 dan (f) Chamfer 5-7-11
a b c
d e f
44
Peta jarak dalam penelitian ini diperoleh dari hasil analisis spasial
menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3. Jarak terhadap obyek (jalan, bangunan
dan sebagainya) ditentukan menggunakan metode jarak euclidean dan hasilnya
disimpan sebagai data spasial berformat raster dengan ukuran sel 10 meter. Setiap sel
pada data raster hasil analisis, akan memiliki nilai berupa jarak (dalam satuan meter)
terhadap suatu obyek dengan kisaran 0 hingga nilai tertentu. Nilai 0 dimiliki oleh sel
yang berada pada obyek itu sendiri, sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh sel
yang berlokasi paling jauh dari obyek. Gambar 3.9 mengilustrasikan proses analisis
jarak. Jarak yang dianalisis dalam contoh tersebut adalah jarak terhadap jalan utama..
Gambar 3.9. Proses Analisis Jarak Terhadap Jalan Utama
Analisis jarak dilakukan terhadap 5 (lima) obyek yang berbeda. Obyek
tersebut adalah: jalan utama (arteri dan kolektor), jalan lokal, lahan terbangun, pusat
perekonomian dan perguruan tinggi. Hasil yang diperoleh dari analisis jarak adalah
adalah peta jarak terhadap setiap obyek. Sesuai dengan jumlah obyek yang dianalisis,
peta jarak yang dihasilkan berjumlah lima peta. Lima peta jarak hasil analisis
ditunjukkan pada Gambar 3.10 sampai dengan Gambar 3.11.
45
Gambar 3.10. PETA JARAK TERHADAP JALAN UTAMA
46
Gambar 3.11. PETA JARAK TERHADAP JALAN LOKAL
47
Gambar 3.12. PETA JARAK TERHADAP LAHAN TERBANGUN
48
Gambar 3.13. PETA JARAK TERHADAP LAHAN CBD
49
Gambar 3.14. PETA JARAK TERHADAP LAHAN PERGURUAN TINGGI
50
3.2.2. Peta Kepadatan
Variabel kepadatan yang digunakan dalam penelitian ini adlah kepadatan
jaringan jalan. Kepadatan jaringan jalan mencerminkan banyaknya jalan yang bisa
digunakan untuk menuju suatu lokasi. Semakin banyak jaringan jalan yang terdapat
pada suatu lokasi, semakin tinggi kepadatan jalan di lokasi tersebut, yang berarti
semakin banyak alternatif yang bisa digunakan untuk menuju lokasi yang dimaksud.
Kepadatan jaringan jalan dapat dianalogikan dengan kepadatan aliran (drainage
density) dalam kajian daerah aliran sungai (DAS).
Kepadatan jaringan jalan dihitung mengacu pada konsep atau prinsip
perhitungan kepadatan garis (line density). Gambar 3.15. mengilustrasikan konsep
atau prinsip perhitungan kepadatan garis. Suatu lingkaran dengan radius (jari-jari)
tertentu dari suatu sel digunakan sebagai basis perhitungan. Total panjang garis yang
berada dalam lingkaran (L1 dan L2 pada gambar) dihitung kemudian dibagi dengan
luas lingkaran, sehingga menghasilkan nilai kepadatan tertentu. Kepadatan
dinyatakan dengan satuan panjang per luas, misal meter per meter persegi (m/m2)
atau meter per kilometer persegi (m/km2). Secara matematis, perhitungan kepadatan
pada contoh gambar dapat dituliskan atau dinyatakan dengan formula:
Density = ((L1 * V1) + (L2 * V2)) / (area of circle)
Nilai V1 dan V2 pada formula di atas menunjukkan bobot yang diberikan pada
segmen garis L1 dan L2. Pemberian bobot dalam perhitungan kepadatan bersifat
opsional.
Gambar 3.15. Prinsip Perhitungan Kepadatan Garis (Line Density)
51
Variabel kepadatan jaringan jalan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menerapkan analisis kepadatan menggunakan algoritma circular moving window
atau disebut juga kernel density estimator (Schadt et al. 2002, Naves et al. 2003
dalam Aguayo et al, 2007). Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
ArcGIS 9.2. Hasil analisis berupa data spasial kepadatan jaringan jalan dalam format
raster dengan ukuran sel 10 meter.
Sel pada data raster hasil analisis akan memiliki nilai berupa kepadatan
jaringan jalan (dalam satuan m/m2) dengan kisaran 0 hingga nilai tertentu. Nilai
minimum atau 0 dimiliki oleh sel yang pada radius tertentu, tidak terdapat obyek
jalan. Nilai maksimum dimiliki oleh sel yang disekelilingnya banyak terdapat obyek
jalan. Gambar 3.16. mengilustrasikan proses analisis kepadatan jaringan jalan.
Gambar 3.16. Proses Analisis Kepadatan Jaringan Jalan
Peta kepadatan jaringan jalan di daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar
3.17. Kepadatan jaringan jalan direpresentasikan dengan gradasi tiga warna yaitu
merah, kuning dan hijau. Warna merah mewakili nilai minimum sedangkan warna
hijau mewakili nilai maksimum. Nilai kepadatan diantara minimum dan maksimum
ditunjukkan dengan warna kuning.
52
Gambar 3.17. PETA KEPADATAN JARINGAN JALAN
53
3.3. Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi nilai
variabel prediktor dan variabel respon. Kombinasi nilai tersebut digunakan dalam
analisis untuk penyusunan model regresi logistik biner. Unit terkecil dari sampel
adalah piksel berukuran 10 x 10 m.
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah stratified random
sampling. Strata (stratum) merupakan bagian (subset) dari populasi yang secara
umum dapat dibedakan karakteristiknya. Laki dan perempuan, pegawai dan bukan
pegawai merupakan dua contoh strata. Kategori perubahan lahan (berubah dan tidak
berubah) digunakan sebagai strata untuk memisahkan variabel respon. Sampel yang
diambil harus mewakili atau berasal dari dua kategori atau strata tersebut. Titik
sampel ditentukan secara acak pada setiap strata dan diusahakan terdistribusi secara
merata di seluruh daerah penelitian.
Gambar 3.18. Overlay Data Perubahan Penggunaan Lahan dengan Grid
54
Penentuan titik sampel dilakukan dengan bantuan grid berukuran 100 m x
100 m. Grid dioverlay dengan data spasial perubahan penggunaan lahan. Gambar
3.18 mengilustrasikan overlay antara data spasial perubahan penggunaan lahan
dengan grid. Bagian (A) menunjukkan data perubahan penggunaan lahan di daerah
penelitian. Lahan dengan kategori berubah ditunjukkan dengan warna merah
sedangkan lahan dengan kategori tidak berubah ditunjukkan dengan warna abu-abu.
Bagian (B) adalah perbesaran dari bagian (A) pada lokasi yang dibatasi dengan kotak
berwarna biru. Bagian (C) menunjukkan hasil overlay antara data perubahan
penggunaan lahan dengan grid pada lokasi yang sama dengan bagian (B).
Gambar 3.19. Distribusi Spasial Lokasi Titik Sampel di Daerah Penelitian
Sampel diambil pada setiap kategori lahan dengan mempertimbangkan
distribusinya di daerah penelitian. Gambar 3.19 (A) menunjukkan distribusi lokasi
sampel di seluruh daerah penelitian. Bagian (B) merupakan perbesaran dari bagian
(A) pada area yang dibatasi kotak biru. Perbesaran dimaksudkan untuk memperjelas
gambar dari titik sampel yang dipilih. Pada gambar bagian (B), sampel terlihat
55
berupa kotak kotak berwarna hijau. Kotak tersebut adalah grid berukuran 100 m x
100 m.
Jumlah total sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 32.000 piksel.
Jumlah tersebut mewakili dua kategori lahan dengan pembagian seimbang yaitu
16.000 piksel untuk lahan yang berubah dan 16.000 piksel untuk kategori lahan yang
tidak berubah. Nilai variabel prediktor dan variabel respon pada setiap lokasi sampel
diperoleh dengan cara overlay antara data spasial lokasi sampel, data spasial variabel
prediktor dan data spasial perubahan penggunaan lahan. Atribut data spasial hasil
overlay adalah tabel yang berisikan kombinasi nilai variabel respon dan variabel
prediktor pada setiap titik sampel, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kombinasi Variabel Respon dan Prediktor Pada Setiap Titik Sampel
Sampel Variabel * Ke: Ubah** Jr_Jalut Jr_Jalok Jr_Kamp Jr_Bang Jr_CBD Kpdt_Jl
1 1 2.046 36 5.964 0 5.654 8
2 1 2.038 41 5.955 0 5.648 8
3 1 2.030 36 5.947 0 5.642 8
4 1 2.022 28 5.939 0 5.636 9
5 1 2.013 22 5.931 0 5.630 9
...
... 31998 0 864 371 7.583 167 7.390 3
31999 0 873 373 7.587 170 7.386 3
32000 0 883 374 7.590 174 7.383 4
* Variabel :
Ubah : variabel kategori perubahan
Jr_Jalut : variabel jarak terhadap jalan utama
Jr_Jalok : variabel jarak terhadap jalan lokal
Jr_Bang : variabel jarak terhadap lahan terbangun (existing)
Jr_CBD : variabel jarak terhadap pusat perekonomian (CBD)
Jr_Kamp : variabel jarak terhadap perguruan tinggi (kampus)
Kpdt_Jl : variabel kepadatan jaringan jalan
** : variabel yang bersifat kategorikal dan hanya mempunyai dua nilai
0 mewakili kategori berubah, 1 mewakili kategori tidak berubah
56
3.4. Pemilihan Variabel untuk Pemodelan
Faktor yang dipilih sebagai variabel dalam pemodelan, berdasarkan
pendugaan awal (a priori), belum tentu memberikan kontribusi yang signifikan
dalam model yang akan disusun. Model perubahan penggunaan lahan, yang akan
disusun dalam penelitian ini, menggunakan variabel respon yang bersifat dichotomus
atau biner berkaitan dengan terjadinya perubahan. Kategori yang mungkin bagi
variabel respon adalah berubah (dinotasikan dengan 1) dan tidak berubah
(dinotasikan dengan 0). Rata-rata (mean) nilai variabel prediktor harus berbeda
secara signifikan pada lokasi dimana terjadi perubahan dan pada lokasi dimana tidak
terjadi perbedaan. Perbedaan rata-rata nilai variabel prediktor pada dua kategori
variabel respon (berubah atau tidak berubah) diharapkan dapat menjelaskan
terjadinya perubahan melalui pemodelan yang akan disusun. Variabel prediktor yang
akan digunakan sebaiknya (preferably) tidak saling berkorelasi. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari bias (over fitting) pada hasil pemodelan.
3.4.1. Uji Beda (Mann Whitney U)
Perbedaan variabel prediktor pada dua kategori variabel respon diuji
menggunakan statistik non parametrik Mann Whitney U (disebut juga Mann-
Whitney-Wilcoxon (MWW), Wilcoxon rank-sum test, atau Wilcoxon-Mann-Whitney
test). Statistik non parametrik ini digunakan untuk menilai apakah dua sampel
pengamatan berasal dari distribusi yang sama atau berbeda. Hipotesis 0 dalam
statistik ini adalah: dua sampel berasal dari populasi tunggal sehingga distribusi
probabilitas keduanya adalah sama.
Uji beda dengan metode Mann-Whitney di dasarkan pada perhitungan nilai
statistik yang disebut dengan U. Nilai U untuk setiap variabel prediktor dihitung
pada dua kategori variabel respon. Kategori variabel respon disini adalah kategori
perubahan penggunaan lahan yang dibedakan menjadi dua yaitu: berubah dan tidak
berubah. Kategori berubah adalah lokasi dimana terjadi perubahan penggunaan lahan
sedangkan kategori tidak berubah adalah lokasi dimana tidak terjadi perubahan
57
penggunaan lahan. Kategori berubah dapat disebut sebagai kategori1 sedangkan
kategori tidak berubah dapat dapat disebut sebagai kategori2.
Nilai U dihitung berdasarkan rangking dari nilai variabel prediktor pada dua
kategori. Nilai variabel prediktor pada dua kategori digabungkan, kemudian
diurutkan (dirangking) dengan urutan dari nilai yang paling kecil ke ke nilai yang
paling besar. Rangking kemudian dijumlah untuk setiap kategori sehingga diperoleh
jumlah rangking (sum of the ranks) dari variabel prediktor pada dua kategori variabel
respon. Nilai U untuk kategori1 (disebut dengan U1) dihitung dengan persamaan
berikut:
n1 (n1+1) U1 = R1 - (3.1) 2 dimana:
R1 : jumlah rangking variabel pada kategori1
n1 : jumlah sampel kategori1
Nilai U untuk kategori2 (disebut dengan U2) dihitung dengan cara yang sama seperti
perhitungan U1 dan dapat dituliskan dengan persamaan:
n2 (n2+1) U2 = R2 - (3.2) 2 Jumlah dari nilai U untuk dua kategori (U1 dan U2) sama dengan perkalian jumlah
sampel (n) dari kedua kategori (n1 dan n2). Jumlah nilai U dapat dituliskan dengan
persamaan:
U1 + U2 = n1n2 (3.3)
Jumlah nilai U (U1 + U2) merupakan nilai U maksimum yang dapat dicapai
pada satu kategori. Pada kondisi dimana U suatu kategori bernilai maksimum, maka
nilai U pada kategori lainnya akan bernilai 0. Nilai variabel prediktor pada dua
kategori variabel respon dikatakan berbeda apabila nilai U1 dan U2 berbeda secara
signifikan.
58
Analisis statisitik metode Mann-Whitney, dalam penelitian ini, dilakukan
dengan bantuan perangkat lunak SPSS 15. Hasil analisis dengan perangkat lunak
tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk tabel dan terdiri dari dua buah tabel.
Tabel pertama berisikan nilai rangking (mean dan sum) setiap variabel pada dua
kategori, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5. Tabel kedua berisikan nilai statistik U
(Mann-Whitney) dan W (Wilcoxon) untuk setiap variabel, termasuk estimasi nilai Z
dan signifikansinya, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.5. Representasi Rangking Setiap Variabel Pada Setiap Kategori Pada Hasil Analisis
Metode Mann_Whitney dengan SPSS 15
Variabel Kategori N Mean Rank Sum of Ranks
Variabel a 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2 Variabel b 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2 Variabel c 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2 Variabel d 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2 Variabel e 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2 Variabel f 1 n1 R1/n1 R1 2 n2 R2/n2 R2 total n1 + n2
Nilai rangking rata-rata (mean rank) dapat digunakan sebagai indikasi ada
tidaknya perbedaan nilai variabel prediktor pada dua kategori. Perbedaan nilai mean
rank yang relatif besar mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan nilai variabel
59
kategori lahan yang berbeda (lahan yang berubah dan lahan yang tidak berubah).
Signifikansi perbedaan dapat dilihat pada nilai Asymp. Sig yang terdapat pada Tabel
3.6. Nilai variabel dikatakan berbeda secara signifikan apabila nilai Asymp. Sig
relatif kecil (<0,05).
Tabel 3.6. Representasi Nilai Statistik U dan W dan Signifikansinya Pada Hasil Analisis
Metode Mann_Whitney dengan SPSS 15
Nilai Statistik Varabel
a Variabel
b Variabel
c Variabel
d Variabel
e Variabel
f
Mann-Whitney U Ua Ub Uc Ud Ue Uf
Wilcoxon W Wa Wb Wc Wd We Wf
Z Za Zb Zc Zd Ze Zf
Asymp. Sig. (2-tailed) Sig.a Sig b Sig c Sig d Sig e Sig f
Hasil uji statistik metode Mann-Whitney dapat dilihat Bab IV
3.4.2. Uji Korelasi (Spearman rho)
Korelasi antar variabel prediktor diuji dengan analisis bivariate menggunakan
uji korelasi berjenjang (Spearman’s rank correlation) atau disebut juga dengan
Spearman rho. Analisis ini merupakan analisis statistik non parametrik. Nilai dari
variabel yang diuji korelasinya disusun dalam bentuk rangking. Koefisien korelasi
Spearman (r’) dihitung berdasarkan perbedaan rangking antar variabel dan dapat
ditulis dalam bentuk persamaan:
(3.4)
dimana:
d = perbedaan rangking dari setiap nilai variabel yang dianalisis
N = jumlah sampel
60
Analisis korelasi dengan metode Spearman, dalam penelitian ini, dilakukan
dengan bantuan perangkat lunak SPSS 15. Hasil analisis direpresentasikan dalam
bentuk tabel seperti ditunjukkan pada Tabel 3.7. Pada tabel tersebut terdapat enam
variabel yang di analisis atau diuji korelasinya. Variabel-variabel yang di analisis
ditempatkan pada kolom dan baris. Koefisien korelasi ditempatkan pada setiap sel
yang merupakan pertemuan kolom dan baris. Sel diagonal selalu bernilai 1 karena
menunjukkan korelasi suatu variabel dengan variabel itu sendiri. Nilai koefisien
korelasi di atas sel diagonal merupakan cermin dari nilai koefisien di bawah sel
diagonal.
Tabel 3.7. Representasi Hasil Analisis Korelasi Metode Spearman dengan SPSS 15
Variabel a B c d e f
a 1 r’ab r’ac r’ad r’ae r’af
b r’ba 1 r’bc r’bd r’be r’bf
c r’ca r’cb 1 r’cd r’ce r’cf
d r’da r’db r’dc 1 r’de r’df
e r’ea r’eb r’ec r’ed 1 r’ef
f r’fa r’fb r’fc r’fd r’fe 1
Hasil analisis korelasi metode Spearman dapat dilihat pada Bab IV
Nilai koefisien korelasi Spearman berkisar antara -1 hingga 1. Tanda di
depan koefisien korelasi menunjukkan sifat hubungan. Tanda minus (-) menunjukkan
hubungan yang bersifat negatif (berkebalikan), sedangkan tanda plus (+)
menunjukkan hubungan yang bersifat positif. Besarnya nilai koefisien korelasi ( -
ataupun +) menunjukkan tingkat hubungan atau korelasi. Tidak ada batasan yang
tegas berapa nilai koefisien korelasi yang digunakan sebagai dasar untuk memilih
variabel. Beberapa peneliti diantaranya (Aguayo, 2007; Almeida, 2002)
menggunakan nilai koefisien korelasi sebesar 0,65 sebagai batasan untuk memilih
variabel.
61
3.5. Penyusunan Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan
Model prediksi perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini disusun
melalui dua tahapan utama. Tahap pertama adalah analisis regresi logistik biner
sedangkan tahap kedua adalah integrasi hasil analisis regresi logistik biner dengan
Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil yang diperoleh pada tahap pertama adalah
model prediksi dalam bentuk persamaan regresi logistik. Model prediksi ini bersifat a
spasial, karena hanya menghasilkan nilai probabilitas perubahan tanpa tahu
distribusinya secara keruangan (spasial). Hasil yang diperoleh pada tahap kedua
adalah model prediksi dalam bentuk peta probabilitas perubahan penggunaan lahan.
Sesuai dengan namanya, model prediksi ini bersifat spasial. Nilai probabilitas
perubahan dan distribusinya secara keruangan dapat ditunjukkan pada peta.
3.5.1. Analisis Regresi Logistik Biner
Analisis regresi logistik biner dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
SPSS 15. Masukan dalam proses analisis ini adalah nilai-nilai variabel prediktor dan
variabel respon pada lokasi sampel. Metode analisis yang dipilih adalah forward
conditional, yaitu analisis secara bertahap. Perangkat lunak SPSS 15 akan
menghitung skor statistik setiap variabel prediktor. Variabel prediktor dengan skor
tertinggi akan diproses dalam analisis tahap pertama. Tahap kedua, analisis
dilakukan dengan menambahkan variabel yang skornya berada pada urutan kedua.
Analisis tahap kedua akan menghasilkan persamaan regresi dengan dua variabel
prediktor dan nilai konstanta. Proses diulang sampai seluruh variabel prediktor
digunakan dalam analisis untuk menghasilkan persamaan regresi.
Regresi logistik biner (binary logistic regression) bekerja dengan variabel
respon (dependent) yang bersifat biner atau dichotomy dan sejumlah variabel
prediktor yang berupa semua tipe data. Bentuk persamaan regresi logistik biner pada
hakekatnya adalah sama dengan persamaan regresi umum. Persamaan regresi umum
dapat dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3.... + βnXn (3.5)
62
Pada persamaan regresi di atas, Y adalah variabel respon, α adalah konstanta regresi,
X1 adalah variabel prediktor ke 1, β1 adalah koefisien dari variabel X1, X1 adalah
variabel prediktor ke n dan βn adalah koefisien dari variabel Xn. Pada regresi logistik,
nilai Y yang digunakan adalah logit dari probabilitas (pi), sehingga persamaan regresi
logistik biner dituliskan sebagai berikut:
Logit (pi) = α + β1X1 + β2X2 + β3X3.... + βnXn (3.6)
Logit (pi) adalah logaritma normal (Ln) dari Odd, yaitu rasio antara pi dengan 1- pi.
Hubungan ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:
pi Logit (pi) = Ln (3.7) (1- pi)
Nilai konstanta dan koefisien regresi setiap variabel prediktor diperoleh
melalui analisis regresi logistik biner dengan bantuan perangkat lunak SPSS 15.
Perangkat lunak SPSS 15 menyusun tabel yang berisikan nilai konstanta dan
koefisien variabel seperti ditunjukkan pada Tabel 3.8. Nilai konstanta dan koefisien
regresi ditunjukkan pada kolom B sedangkan standard error dari nilai koefisien
ditunjukkan pada kolom SE. Kolom Wald merupakan rasio antara B dan SE yang
dikuadratkan. Kolom Sig menunjukkan signifikan tidaknya kontribusi variabel dalam
model. Kolom Exp (B) menunjukkan prediksi perubahan Odd dengan meningkatnya
nilai pada variabel prediktor.
Tabel 3.8. Perolehan Nilai Konstanta dan Koefisien Regresi Logistik dengan SPSS 15
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Jr_Jalut .0003 .000 107.924 1 .000 1.000
Jr_Jalok .0007 .000 104.282 1 .000 1.001
Jr_Kmps -.0002 .000 452.765 1 .000 1.000
Jr_Bang -.0200 .000 5742.398 1 .000 .980
Jr_CBD -.0002 .000 210.560 1 .000 1.000
Kpdt_Jl .3551 .009 1533.661 1 .000 1.426
Constant .8963 .106 71.803 1 .000 2.451
Sumber: Hasil Analisis
63
Model regresi logistik biner yang dihasilkan dalam penelitian ini, berdasarkan Tabel
3.8, adalah persamaan regresi dengan enam variabel prediktor. Model tersebut dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:
Y = 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6 (3.8)
dimana:
Y : logit perubahan
X1 : Jarak terhadap lahan terbangun (existing)
X2 : Kepadatan jaringan jalan
X3 : Jarak terhadap perguruan tinggi
X4 : jarak terhadap pusat perekonomian (CBD: central business district)
X5 : Jarak terhadap jalan utama
X6 : Jarak terhadap jalan lokal
3.5.2. Integrasi Model Regresi Logistik Biner dengan SIG
Integrasi model regresi logistik biner dengan SIG dimaksudkan untuk
menghasilkan prediksi perubahan penggunaan lahan yang bersifat spasial. Integrasi
dilakukan dengan mengaplikasikan konsep aljabar peta (map algebra). Variabel –
variabel prediktor yang berwujud data spasial (peta) disubstitusikan pada persaman
regresi logistik biner yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Substitusi ini akan
menghasilkan peta probabilitas perubahan penggunaan lahan.
Proses penyusunan peta probabilitas perubahan penggunaan lahan terdiri dari
empat tahapan. Tahapan tersebut merupakan penjabaran dari prinsip model regresi
logistik dalam menghasilkan nilai probabilitas. Berdasarkan hubungan antara
persamaan (3.5), persamaan (3.6) dan persamaan (3.7), model regresi logistik biner
yang dihasilkan dapat dituliskan menjadi:
pi Ln = 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6 (3.9) (1-pi)
pi = Exp.(0,8963- 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6) (3.10) (1-pi)
64
Exp.(0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6) pi = (3.11) 1 + Exp.(0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6) Peta variabel prediktor (X1 sampai dengan X6) pada persamaan regresi di atas
ditunjukkan pada Gambar 3.20.
Gambar 3.20. Peta Variabel Prediktor Pada Model Regresi Logistik Biner
X1 X2
X3 X4
X5 X6
65
Tahap pertama penyusunan peta probabilitas perubahan penggunaan lahan
adalah mensubstitusikan peta variabel prediktor ke persamaan (3.9). Substitusi
tersebut menghasilkan nilai logit (pi) dalam bentuk data spasial (Gambar 3.21).
Gambar 3.21. Data Spasial Nilai logit (pi)
Tahap kedua adalah implementasi persamaan (3.10). Implementasi persamaan (3.10)
akan menghasilkan nilai Odd perubahan dalam bentuk data spasial Gambar 3.22.
Gambar 3.22. Data Spasial Nilai Odd (pi /1- pi)
0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6
Exp. 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6
66
Tahap ketiga adalah menambahkan bilangan 1 pada nilai Odd. Tahap ini
menghasilkan data spasial Odd + 1 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.23.
Gambar 3.23. Data Spasial Nilai Odd +1
Tahap keempat atau terakhir adalah mengimplementasikan persamaan (3.11).
Tahap ini menghasilkan data spasial probabilitas perubahan penggunaan lahan
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.24 dan Gambar 3.25
Gambar 3.24. Data Spasial Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan
1 + Exp. 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6
Exp. 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6
1 + Exp. 0,8963 - 0,0200X1 + 0,3551X2 - 0,0002X3 - 0,0002X4 + 0,0003X5 + 0,0007X6
67
Gambar 3.25. PETA PROBABILITAS PERUBAHAN
68
3.6. Validasi Hasil Pemodelan
Validasi merupakan proses untuk mengetahui apakah hasil pemodelan dapat
merepresentasikan secara akurat fenomena sesungguhnya (real world) sesuai dengan
tujuan dari pemodelan itu sendiri. Tujuan dari pemodelan dalam penelitian ini adalah
menyusun prediksi spasial perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 sampai
dengan tahun 2000 di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Validasi terhadap model
yang disusun dapat dilakukan dengan membandingkan hasil prediksi perubahan
penggunaan lahan dengan perubahan aktual yang terjadi. Perbandingan hasil prediksi
dengan kondisi aktual disebut juga dengan uji ketelitian.
Prediksi perubahan penggunaan lahan hasil pemodelan dengan binary logistic
regression direpresentasikan dalam bentuk peta probabilitas perubahan penggunaan
lahan. Probabilitas adalah data kuantitatif yang bersifat kontinyu dengan rentang nilai
dari 0 sampai dengan 1. Perubahan penggunaan lahan aktual, di sisi lain, adalah data
kategorikal yang mempunyai dua nilai yaitu 0 (tidak berubah) dan 1 (berubah).
Probabilitas perubahan perlu dikonversi atau diklasifikasikan menjadi kategori
perubahan agar hasil pemodelan dapat dibandingkan dengan kondisi aktual. Konversi
dilakukan menggunakan nilai tertentu sebagai batas (cut value atau treshhold).
Gambar 3.26 mengilustrasikan proses konversi nilai probabilitas menjadi prediksi
kategori perubahan menggunakan cut value atau treshhold sebesar 0,5.
Gambar 3.26. Konversi Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Menjadi Kategori Perubahan Penggunaan Lahan
69
3.6.1. Analisis ROC (Relative Operating Characteristic)
Probabilitas perubahan penggunaan lahan dikonversi menjadi prediksi
kategori perubahan penggunaan lahan berdasarkan nilai cut value atau treshhold.
Nilai treshhold yang digunakan dalam konversi atau klasifikasi menentukan
ketelitian prediksi perubahan penggunaan lahan yang dihasilkan. Penentuan nilai
threshhold yang menghasilkan prediksi dengan ketelitian tertinggi didasarkan pada
analisis ROC (Relative Operating Characteristic).
Analisis ROC didasarkan pada kombinasi nilai probabilitas perubahan
dengan nilai perubahan aktual. Kombinasi nilai tersebut diperoleh melalui proses
overlay antara peta probabilitas perubahan dengan peta perubahan aktual. Kombinasi
nilai terdapat pada attribut data spasial hasil overlay. Proses perolehan kombinasi
nilai probabilitas perubahan penggunaan lahan dan kategori perubahan penggunaan
lahan aktual diilustrasikan pada Gambar 3.27. Hasil yang diperoleh dari proses
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 3.27. Proses Perolehan Kombinasi Nilai Probabilitas dan Perubahan Aktual
70
Analisis ROC dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 15. Hasil
analisis yang diperoleh adalah kurva ROC dan titik-titik koordinat penyusun kurva
tersebut. Kurva ROC menghubungkan nilai yang disebut dengan sensitivity dan nilai
yang disebut dengan 1-specifity. Nilai sensitivity dan nilai 1-specificity dalam analisis
ROC merepresentasikan prosentase ketelitian aktual (actual agreement) antara hasil
prediksi dengan kondisi aktual. Titik-titik koordinat kurva ROC berisikan nilai
sensitivity dan nilai 1- specificity pada berbagai cut value atau treshhold. Titik
koordinat kurva hasil analisis ROC dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai sensitivity dan nilai 1- specificity pada setiap treshhold dapat digunakan
untuk mengestimasi actual agreement dan chance agreement pada treshhold
tersebut. Hasil estimasi actual agreement dan chance agreement selanjutnya
digunakan untuk estimasi nilai koefisien statistik Kappa. Estimasi koefisien statistik
Kappa digunakan sebagai dasar untuk menentukan tresshold dalam proses konversi
peta probabilitas menjadi peta prediksi. Cara perhitungan dan estimasi nilai Kappa
pada setiap treshhold dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai Kappa tertinggi
diestimasikan dapat tercapai dengan menggunakan treshhold probabilitas 0,95.
3.6.2. Koefisien Statistik Kappa ()
Koefisien statistik Cohen’s Kappa ( ), atau sering disebut dengan Kappa
saja, dihitung berdasarkan tabulasi silang (cross tabulation) antara peta prediksi
perubahan dengan peta perubahan aktual. Peta probabilitas perubahan dikonversi
menjadi peta prediksi perubahan menggunakan treshhold hasil analisis ROC yaitu
0,95. Konversi dengan nilai tersebut akan mengklasifikasikan piksel dengan nilai
probabilitas kurang dari 0,95 menjadi kategori tidak berubah (0), sedangkan piksel
dengan nilai probabilitas lebih besar atau sama dengan 0,95 diklasifikasikan menjadi
kategori berubah (1). Tabulasi silang diperoleh dengan cara overlay antara peta
prediksi perubahan penggunaan lahan dengan peta perubahan penggunaan aktual.
Proses tabulasi silang antara peta prediksi perubahan penggunaan lahan dengan
perubahan aktual diilustrasikan pada Gambar 3.29.
71
Gambar 3.28. PETA PREDIKSI PERUBAHAN
72
Gambar 3.29. Proses Tabulasi Silang Peta Prediksi Perubahan dan Peta Perubahan Aktual
Hasil tabulasi silang adalah tabel atau matriks yang berisi dua data yang diuji
atau dibandingkan. Tabel ini disebut juga dengan matriks kesalahan atau error
matrix (Congalton dan Green, 1999). Menggunakan notasi matematis, error matrix
dapat direpresentasikan dengan nilai-nilai seperti ditunjukkan pada Gambar 3.28.
Kondisi Aktual
1 2 k
Has
il P
red
iksi
1 n11 n12 n1k n1+
2 n21 n22 n2k n2+
k nk1 nk2 nkk nk+
n+1 n+2 n+k n
Gambar 3.30. Representasi Error Matrix secara Matematis
Nilai ketelitian hasil pemodelan (P0) diperoleh dengan menjumlahkan nilai-
nilai sel diagonal pada Gambar 3.30 (nii) kemudian membaginya dengan jumlah total
(n). Nilai ketelitian dihitung menggunakan persamaan (3.12)
73
(3.12)
Nilai P0 disebut dengan juga dengan actual agreement atau observed agreement atau
overall accuracy. Selain nilai P0, juga dihitung nilai Pc yang disebut sebagai
expected agreement atau chance agreement. Nilai Pc dihitung dengan menggunakan
persamaan (3.13).
(3.13)
Koefisien statistik Kappa dihitung berdasarkan nilai P0 dan nilai Pc dengan
menggunakan persamaan (3.14)
(3.14)
Hasil analisis tabulasi silang antara peta prediksi perubahan penggunaan dan
perubahan penggunaan lahan aktual ditunjukkan pada Tabel 3.9. Peta prediksi
perubahan penggunaan lahan disusun menggunakan treshhold atau cut value sebesar
0,95. Berdasarkan data pada Tabel 3.9 tersebut, ketelitian aktual atau actual
agreement (Po) dari peta prediksi adalah 88,1%, chance agreement 83,7% dan
koefisien statistik Kappa ( )sebesar 0,269.
Tabel 3.9. Tabulasi Prediksi Perubahan dengan Treshhold 0.95 dan Perubahan Aktual
Prediksi Aktual
Total Prediksi 1 2
1 34.740 83.285 118.025
2 55.855 994.050 1.049.905
Total Aktual 90.595 1.077.335 1.167.930
Sumber: Hasil Analisis
κ :
Po – Pc 1 - Pc
Po =
Pc =
k nii i = 1 ----------- n
k ni+ n+i i = 1 ----------- n