bab iii pemetaan entitas-entitas ekosistem · pdf fileparameter pengukuran pemetaan ekosistem...

52
24 BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM LANDAI Pemetaan entitas-entitas ekosistem pesisir memerlukan suatu analisis parameter pengukur pemetaan ekosistem. Parameter pengukuran dapat ditentukan dari faktor abiotik dan biotik ekosistem pesisir. Parameter pengukuran yang digunakan pada faktor abiotik suatu ekosistem pesisir diantaranya yaitu kelerengan, batimetri, hidrologi, geologi dan vulkanologi, iklim serta tanah. Sedangkan parameter pengukuran yang digunakan pada faktor biotik suatu ekosistem pesisir diantaranya yaitu vegetasi dan satwa, baik satwa yang hidup di darat maupun satwa yang hidup di laut. Dari parameter-parameter pengukuran yang ditentukan pada faktor abiotik dan faktor biotik tersebut dapat diuraikan apa-apa saja unit pengukuran atau pengamatan yang digunakan. Parameter pengukuran faktor abiotik suatu ekosistem pesisir yaitu parameter pengukuran kelerengan memiliki unit pengukuran/pengamatan kelas lereng. Maksudnya adalah dengan melakukan pengukuran kelerengan dapat dilakukan klasifikasi kelas lereng dari suatu ekosistem. Kemudian parameter pengukuran batimetri membuat kita mengetahui kelas kedalaman suatu ekosistem pesisir. Parameter pengukuran hidrologi mencakup kualitas air dan kerapatan aliran. Pada parameter pengukuran geologi dan vulkanologi dibahas mengenai jenis batuan dan aktivitas vulkanik. Parameter pengukuran iklim memiliki unit pengukuran curah hujan dan temperatur. Pada parameter pengukuran tanah yang diamati adalah keadaan fisik dan kandungan kimia tanah, jenis tanah, tekstur serta drainase. Dari parameter pengukuran faktor biotik suatu ekosistem pesisir yaitu parameter pengukuran vegetasi dapat diamati jenis vegetasi, diameter vegetasi, tinggi vegetasi, struktur vegetasi dan penutupan tajuk. Sedangkan parameter pengukuran faktor biotik suatu ekosistem pesisir yang lain yaitu parameter pengukuran satwa, hal- hal yang dapat diamati adalah jenis satwa, habitat satwa serta jelajah satwa, baik satwa yang hidup di darat maupun satwa yang hidup di laut. Adapun jenis data yang digunakan dalam pengukuran parameter kelerengan, batimetri, geologi dan vulkanologi adalah data sekunder berupa peta. Jenis data yang digunakan dalam pengukuran parameter iklim dan satwa darat dan laut adalah data sekunder, tidak mesti berbentuk peta. Jenis data yang digunakan dalam pengukuran parameter hidrologi, tanah dan vegetasi adalah data primer.

Upload: vocong

Post on 04-Feb-2018

245 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

24

BAB III

PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM LANDAI

Pemetaan entitas-entitas ekosistem pesisir memerlukan suatu analisis

parameter pengukur pemetaan ekosistem. Parameter pengukuran dapat ditentukan dari

faktor abiotik dan biotik ekosistem pesisir. Parameter pengukuran yang digunakan

pada faktor abiotik suatu ekosistem pesisir diantaranya yaitu kelerengan, batimetri,

hidrologi, geologi dan vulkanologi, iklim serta tanah. Sedangkan parameter

pengukuran yang digunakan pada faktor biotik suatu ekosistem pesisir diantaranya

yaitu vegetasi dan satwa, baik satwa yang hidup di darat maupun satwa yang hidup di

laut. Dari parameter-parameter pengukuran yang ditentukan pada faktor abiotik dan

faktor biotik tersebut dapat diuraikan apa-apa saja unit pengukuran atau pengamatan

yang digunakan.

Parameter pengukuran faktor abiotik suatu ekosistem pesisir yaitu parameter

pengukuran kelerengan memiliki unit pengukuran/pengamatan kelas lereng.

Maksudnya adalah dengan melakukan pengukuran kelerengan dapat dilakukan

klasifikasi kelas lereng dari suatu ekosistem. Kemudian parameter pengukuran

batimetri membuat kita mengetahui kelas kedalaman suatu ekosistem pesisir.

Parameter pengukuran hidrologi mencakup kualitas air dan kerapatan aliran. Pada

parameter pengukuran geologi dan vulkanologi dibahas mengenai jenis batuan dan

aktivitas vulkanik. Parameter pengukuran iklim memiliki unit pengukuran curah hujan

dan temperatur. Pada parameter pengukuran tanah yang diamati adalah keadaan fisik

dan kandungan kimia tanah, jenis tanah, tekstur serta drainase.

Dari parameter pengukuran faktor biotik suatu ekosistem pesisir yaitu

parameter pengukuran vegetasi dapat diamati jenis vegetasi, diameter vegetasi, tinggi

vegetasi, struktur vegetasi dan penutupan tajuk. Sedangkan parameter pengukuran

faktor biotik suatu ekosistem pesisir yang lain yaitu parameter pengukuran satwa, hal-

hal yang dapat diamati adalah jenis satwa, habitat satwa serta jelajah satwa, baik

satwa yang hidup di darat maupun satwa yang hidup di laut.

Adapun jenis data yang digunakan dalam pengukuran parameter kelerengan,

batimetri, geologi dan vulkanologi adalah data sekunder berupa peta. Jenis data yang

digunakan dalam pengukuran parameter iklim dan satwa darat dan laut adalah data

sekunder, tidak mesti berbentuk peta. Jenis data yang digunakan dalam pengukuran

parameter hidrologi, tanah dan vegetasi adalah data primer.

Page 2: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

25

Baik data primer maupun data sekunder dapat diperoleh dari survey

lapangan, Bakosurtanal, Direktorat Geologi Bandung, daerah, serta dari Puslit Tanah.

Parameter Pengukuran pemetaan Ekosistem secara jelas divisualisasikan pada tabel 1.

Tabel 3.1. Analisis Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit

Pengukuran

/Pengamatan

Jenis

Data

Sumber

1. ABIOTIK 1. Kelerengan Kelas lereng Sekunder

(peta)

Bakosurtanal

2. Batimetri Kelas kedalaman Sekunder

(peta)

Bakosurtanal

3. Hidrologi Kualitas air dan

kerapatan aliran

Primer Survei

lapangan

3. Geologi

Dan

Vulkanologi

Jenis batuan dan

aktivitas

vulkanik

Sekunder

(peta)

Direktorat

Geologi

Bandung

5. Iklim Curah hujan dan

temperatur

Sekunder Daerah

6. Tanah Fisik dan kimia,

jenis tanah,

tekstur, drainase

Primer Puslit Tanah

2. BIOTIK 1. Vegetasi Jenis, diameter,

tinggi, struktur,

penutupan tajuk

Primer Survei

lapangan

2. Satwa darat

dan laut

Jenis, habitat,

jelajah

Sekunder Daerah,

Survei

lapangan

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan

pengklasifikasian entitas ekosistem-ekosistem pesisir yang akan dijelaskan secara

lebih mendetail sebagai berikut.

Page 3: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

26

3.1. Entitas Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove)

Karakteristik

Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan pasang surut, hutan payau,

atau hutan bakau. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang

khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang

surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari

gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah

pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak

mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai,

pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di

wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena

kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan

sebagai substrat bagi pertumbuhannya seperti pada Gambar 3.1.

Mangrove sejatinya membentuk struktur hutan yang kompleks dan memiliki

produktivitas tinggi sehingga menjadi daerah mencari makan (feeding grund) dan

daerah pengasuhan (nursery ground) bagi ikan-ikan dan udang yang tinggal dalam

ekosistem mangrove. Mangrove pun berperan sebagai pengikat zat pencemar dengan

kandungan substrat yang dimilikinya. Dengan keberadaan mangrove pula kandungan

oksigen di daerah pesisir menjadi stabil.

Gambar 3.1. Ekosistem Hutan Mangrove (sumber : Microsoft Encarta 2007)

Penting untuk diperhatikan bahwa banyak hal yang dapat mengubah faktor-

faktor tersebut, berasal dari aktivitas manusia yang dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem mangrove. Karenanya, konservasi dan pemanfaatan mangrove tergantung

sepenuhnya terhadap perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan

kebutuhan ekosistem mangrove.

Page 4: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

27

Manusia melakukan berbagai kegiatan di sekitar ekosistem mangrove yang

secara sadar atau tidak telah memberikan dampak yang buruk bagi keberlangsungan

ekosistem tersebut. Menurut Berwick, seorang analis biofisika yang mengkaji sumber

daya pesisir dan laut tropis, memaparkan beberapa dampak dari kegiatan manusia

terhadap ekosistem mangrove. Kegiatan manusia di mangrove antara lain tebang

habis, pengalihan aliran air tawar, konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan,

pembuangan sampah cair dan sampah padat, juga pencemaran minyak akibat

terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besar.

Upaya yang dilakukan manusia dalam melakukan konversi hutan mangrove

menjadi lahan pertanian memunculkan berbagai dampak ikutan. Tebang habis yang

dilakukan oleh manusia yang beraktivitas di dalam hutan mangrove berdampak pada

berubahnya komposisi tumbuhan. Pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh

spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah.dan hutan mangrove yang ditebang

habis tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makanan (feeding ground) dan

daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang

stadium muda yang komersial penting seperti pada Gambar 3.2.

Tabel 3.2. Peran dan manfaat hutan bakau

Peran dan Manfaat Hutan Bakau Jika hutan bakau hilang Pelindung alami yang paling kuat dan praktis

untuk menahan erosi pantai.

Menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti

kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak

kulit, bahan atap, bahan perahu, dll.

Mempunyai potensi wisata.

Sebagai tempat hidup dan berkembang biak

ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa

liar lainnya yang diantaranya endemik.

Abrasi pantai.

Mengakibatkan intrusi air laut lebih

jauh ke daratan.

Mengakibatkan banjir.

Perikanan laut menurun.

Sumber mata pencaharian penduduk

setempat menurun.

Gambar 3.2. Jika Hutan Bakau hilang (sumber : Microsoft Encarta 2007)

Page 5: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

28

Menurut [Dahuri, 2003], Lugo dan Snedaker (1974) dalam Day et al., (1989),

mengklasifikasikan hutan mangrove menjadi 6 tipe komunitas hutan mangrove

berdasarkan pada bentuk hutan dan kaitannya dengan proses geologi serta hidrologi di

Florida, USA, yaitu (1) hutan delta (over wash forest); (2) hutan tepi pantai (fringe

forest); (3) hutan tepi sungai (riverin forest); (4) hutan dataran (basin forest); (5)

hammock forest; dan (6) hutan semak (scrub forest).

Namun Soemodihardjo et al., (1986) mengklasifikasikan hutan mangrove

Indonesia menjadi 4 kelas, yaitu (1) delta, terbentuk di muara sungai yang berkisaran

pasang surut rendah, (2) dataran lumpur, terletak di pinggiran pantai, (3) dataran

pulau, berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul di atas

permukaan air, dan (4) dataran pantai, habitat mangrove yang merupakan jalur sempit

memanjang sejajar garis pantai.

Hutan Mangrove di Indonesia

Kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara merupakan pusat penyebaran

hutan mangrove dunia. Kawasan ini mewakili 41,5% dari luas mangrove dunia.

Sedangkan Indonesia mewakili 25% dari luas mangrove dunia, dan 75% luas

mangrove di Asia Tenggara. Sampai saat ini wilayah Indonesia masih diakui sebagai

wilayah yang memiliki habitat mangrove terluas di dunia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan bakau terluas di dunia.

Luas hutan bakau yang dimiliki Indonesia hampir mencapai 4 juta hektar. Bakau di

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, seluruhnya mencapai 90 jenis

(umumnya tidak berkaitan) dan 40 jenis diantaranya berupa pohon [Sloan, 1993].

Lebar zona hutan mangrove di Indonesia berbeda dari satu daerah ke daerah

lainnya, tergantung dari fisiografi wilayah pesisir dan dinamika pasang surut. Pada

pasar berbentuk lurus, ketebalan hutan mangrove hanya berkisar antara 25 sampai 50

m seperti di pantai Utara Jawa. Pada kawasan estuari dan teluk yang dangkal dan

tertutup, lebar hutan mengrove dapat mencapai beberapa kilometer dan bahkan

mencapai puluhan kilometer, seperti yang terdapat di sungai Sembilang (Sumatera

Selatan) atau Teluk Bintan dari Irian Jaya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ekosistem mangrove merupakan

suatu ekosistem yang kompleks. Kehadiran berbagai organisme yang hidup di hutan

mangrove memberikan gambaran kepada kita bahwa komunitas mangrove

mempunyai keterkaitan yang erat dengan komunitas yang lain, baik yang terdapat

Page 6: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

29

daratan maupun di perairan. Disamping itu, kanopi yang lebat dari vegetasi mangrove

akan menciptakan kondisi yang baik terhadap kualitas udara ambien, sehingga tercipta

iklim mikro yang baik di wilayah pesisir (Dahuri, 2003).

Gambar 3.3. Ekosistem mangrove di Segara Anakan, Cilacap dan pemanfaatannya

(Sumber : www.bbc.co.uk)

Pohon mangrove yang masih muda di Segara Anakan, Cilacap, Indonesia,

tumbuh subur, namun banyak yang sudah tua ditebang oleh masyarakat sekitar.

Segara Anakan merupakan salah satu habitat burung kuntul. Juga masih terlihat

setidaknya dua ekor Bangau Tongtong, yang sudah terancam punah. Banyak warga

Kecamatan Kampung Laut, Segara Anakan, yang menebang pohon mangrove untuk

memasak sejak minyak tanah makin sulit ditemukan sementara bahan bakar gas

belum masuk. Pemukiman penduduk di Segara Anakan membuat perlindungan atas

hutan mangrove menjadi sulit diterapkan seperti pada Gambar 3.3.

Ekosistem mangrove berperan sebagai filter awal dari adanya interaksi

daratan terhadap ekosistem lautan. Bersama-sama dengan ekosistem padang lamun

dan terumbu karang, ekosistem mangrove membentuk suatu sistem yang saling terkait

satu sama lain dilihat dari sudut pandang ekologis. [Pusat Survei Sumber Daya Alam

Laut BAKOSURTANAL, 2006]

Page 7: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

30

Tiga parameter lingkungan utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup

dan pertumbuhan hutan bakau, yaitu [Dahuri dkk, 2004]:

1. Suplai air tawar dan salinitas

Ketersediaan air tawar dan salinitas mengendalikan efisiensi metabolik

(metabolik efficiency) dari ekosistem hutan bakau. Ketersediaan air tawar

tergantung dari:

(a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat

(b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut

(c) tingkat evaporasi ke atmosfir

(d) air hujan

perubahan dari sistem daerah aliran sungai dapat mengakibatkan terjadinya

modifikasi/perubahan masukan air tawar yang tidak hanya akan mengubah

kadar garam, tetapi juga dapat mengubah aliran nutrien dan sedimen.

2. Pasokan nutrien

Pasokan nutrien bagi ekkosistem hutan bakau ditentukan oleh berbagai proses

yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan

organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring

makanan berbasis detrius. Konsentrasi relatif dari rasio optimal dari nutrien

yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem hutan bakau

ditentukan dari :

(a) frekuensi, jumlah, dan lamanya penggenangan oleh air asin atau tawar

(b) dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus

3. Kestabilan substrat

Kestabilan substrat adalah rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen.

Kestabilan substrat ini diatur oleh velositas air tawar, muatan sedimen,

semburan air pasang surut dan gerak angin.

Arti penting dari perubahan sedimentasi terhadap spesies hutan bakau

tergambar dari kemampuan hutan bakau untuk menahan akibat yang menimpa

ekosistemnya. Pokok-pokok perubahan sedimentasi dalam ambang batas kritik

meliputi:

(a) penggumpalan sedimen yang diikuti dengan kolonisasi oleh hutan

bakau

(b) nutrien, bahan pencemar dan endapan lumpur yang dapat menyimpan

nutrien dan menyaring bahan beracun (waste toxic).

Page 8: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

31

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Hutan Mangrove

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK 1. Kelerengan Kelas lereng

(topografi)

Landai dan

curam

2. Batimetri - Pasang (lama,

durasi, rentang)

- Gelombang

- Arus

3. Hidrologi - Kualitas air

(Salinitas) dan

kerapatan aliran

- O2 terlarut - Hara

10-30 ppt

4. Iklim - Cahaya

- Curah hujan

- Temperatur

- Angin

1500-3000 mm/tahun

5. Tanah Fisik dan kimia, jenis

tanah, tekstur,

drainase

2. BIOTIK 1. Vegetasi - Jumlah tegakan

- Diameter dahan

- Jenis, tinggi,

struktur,

penutupan tajuk

> 10 cm

2. Satwa darat

Dan laut

- Jumlah spesies

- Jenis, habitat,

jelajah

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan

pengklasifikasian entitas ekosistem hutan mangrove yang akan dijelaskan secara lebih

mendetail sebagai berikut.

Page 9: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

32

Faktor Abiotik

1. Kelerengan

Kelas Kelerengan (Topografi)

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi

spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi

ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang

terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang

lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi

semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan

lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan

pohon mangrove untuk tumbuh.

2. Oseanografi

Pasang (lama, durasi, rentang)

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan

zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan

ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan

mangrove dijelaskan sebagai berikut [www.ipb.ac.id]:

- Lama pasang :

Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat

mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat

pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut

Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang

merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies

secara horizontal. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air

laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme

- Durasi pasang :

Struktur dan kesuburan mangrove pada kawasan yang memiliki

jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.

Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut

durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan

sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora

mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.

Page 10: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

33

- Rentang pasang :

Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih

tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya

Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada

lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.

Gelombang dan arus

1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem

mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang

cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga

terjadi pengurangan luasan hutan.

2. Gelombang dan arus berpengaruh terhadap distribusi spesies misalnya

buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai

menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya

tumbuh.

3. Gelombang dan arus juga berpengaruh terhadap sedimentasi pantai dan

pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya

sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang

baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove

4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik

melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut.

Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun

yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan

terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.

Page 11: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

34

3. Hidrologi

Salinitas

Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh

berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi

laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi

penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca

panas dan dalam keadaan pasang. Salinitas air tanah lebih rendah dari

salinitas air.

Oksigen terlarut

Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah

karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer

membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting

dalam proses respirasi dan fotosintesis Oksigen terlarut berada dalam

kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari

4. Iklim

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik

(substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui

cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor

tersebut adalah sebagai berikut:

Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi,

fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Intensitas, kualitas, lama (mangrove

adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya

yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan

mempengaruhi pertumbuhan mangrove Laju pertumbuhan tahunan

mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan

sedangkan laju kematian adalah sebaliknya.

Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana

tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan

lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada

tumbuhan yang berada di dalam gerombol.

Page 12: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

35

Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan

tumbuhan mangrove. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi

udara, suhu air, salinitas air dan tanah. Curah hujan optimum pada suatu

lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang

berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

Temperatur

Temperatur Suhu berperan penting dalam proses fisiologis

(fotosintesis dan respirasi). Produksi daun baru Avicennia marina terjadi

pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi

berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh

optimal pada suhu 26-28C. Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C,

dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C.

Angin

Angin Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus.

Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu

terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove.

5. Tanah (substrat)

Fisik dan kimia, jenis tanah, tekstur, drainase

a. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap

pertumbuhan mangrove

b. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang

dalam/tebal dan berlumpur

c. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

d. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan

tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan

debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat

e. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi

hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera

f. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah

g. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

Page 13: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

36

Faktor Biotik

1. Vegetasi

Jumlah tegakan

Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan

keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap

endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai

Diameter batang

Ukuran diameter batang di atas 10 cm berkorelasi positif

terhadap jumlah daun yang yang jatuh ke dalam perairan. Semakin besar

diameter batangnya, semakin banyak daun yang dihasilkan [Twilley

dalam Day et al. 1989].

Jenis

Setiap jenis mangrove memiliki karakteristik masing-masing

dikaitkan dengan daya adaptasi terhadap salinitas, kemampuan menahan

gelombang dan juga dipengaruhi oleh pasang surut serta jenis tanah

tempat spesies mangrove tersebut hidup. [Dahuri, 2003]

Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat

keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sejauh ini di Indonesia

tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari 89 jenis

pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan memanjat (liana), 44 jenis herba

tanah, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit, dan 1 jenis tumbuhan paku.

Dari 202 jenis tumbuhan tersebut, hanya 43 jenis yang merupakan

mangrove sejati (true mangrove). Sementara, tumbuhan mengrove sejati

di dunia tercatat ada 60 jenis. Beberapa genera pohon mangrove yang

umum dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau, api-api, pedada,

tanjang, nyirih, tengar, dan buta-buta.

Jenis penutupan tajuk

Penutupan tajuk (kanopi) yang lebat dari vegetasi mangrove akan

menciptakan kondisi udara yang memiliki kualitas yang baik.Dari luas

lahan mangrove, diidentifikasi pembagian kerapatan tajuk rendah,

kerapatan tajuk sedang, dan kerapatan tajuk tinggi.

Page 14: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

37

Tinggi vegetasi Klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi adalah

sebagai berikut :

1. Overwash mangrove forest Mangrove merah merupakan jenis yang dominan yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m.

2. Fringe mangrove forest Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.

3. Riverine mangrove forest Mangrove riverine ini merupakan daerah pembilasan reguler. Ketiga jenis bakau, yaitu putih (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora mangle) terdapat di dalamnya. Tinggi rata- ratanya mencapai 18-20 m.

4. Basin mangrove forest Kelompok jenis kerdil yang terletak di bagian dalam rawa akibat tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya cekungan atau terusan ke arah pantai. mangrove putih dan hitam lebih mendominasi. Pohon dapat mencapai tinggi 15 m.

5. Hammock forest Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada lokasi sedikit lebih tinggi dari area yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi tingginya jarang lebih dari 5 m.

6. Scrub or dwarf forest Jenis komunitas ini secara khas ditemukan di pinggiran yang rendah. Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.

Page 15: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

38

2. Satwa darat dan laut

Jumlah spesies, jenis, habitat, pola penyebaran

Hutan mangrove merupakan habitat bagi fauna krustasea dan

moluska. Menurut (Kartawinata et al. 1979, Toro, 1979) tercatat ada 80

spesies krustasea dan 65 spesies moluska yang hidup di perairan hutan

mangrove di Indonesia. Hasil penelitian di Laguna Segara Anakan oleh

Tim Peneliti Perikanan (CRMP, 1992), melalui Proyek Pengelolaan

Sumber Daya Pesisir tahun 1986-1991, menemukan berbagai jenis juvenil

ikan, udang, kepiting, dan moluska, baik yang tersebar di dalam laguna

maupun di lepas pantai.

Selanjutnya Tim Perikanan CRMP juga menyebutkan bahwa

fauna ikan yang ditemukan terdiri dari ikan pelagis dan jenis ikan yang

bermigrasi di antara laut dan sistem estuari; seperti ikan tembang, ikan

belanak, ikan layur, tuna, dan ikan petek. Di samping itu cumi-cumi dan

udang panaeid jumlahnya berlimpah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan

Naamin dalam CRMP (1992) bahwa spesies perikanan yang sangat

penting di Segara Anakan terdiri dari 10 jenis ikan, yaitu teri, tembang,

petek, belanak, gulamah, layur, ikan lidah, bloso, parang-parang, dan

lomei; 6 jenis udang yaitu 2 jenis udang jerbung, windu, 2 jenis dogol, dan

krosok; 1 spesies kepiting; serta 4 spesies moluska, yaitu cumi-cumi,

sotong, kerang darah, dan kerang bulu.

Kehadiran berbagai macam spesies biota tersebut sangat

ditentukan oleh adanya vegetasi mengrove yang hidup di daerah pesisir,

terutama yang ada di daratan Cilacap maupun di Pulau Nusakambangan.

Selanjutnya, produktivitas perikanan yang ada di laguna juga dipengaruhi

oleh kondisi daerah pengairan di bagian atas, yang dapat membawa

partikel dan nutrien serta suplai air tawar melalui daerah estuari, seperti

Sungai Citandui. Dinamika ekologi perairan laguna akan mempengaruhi

produktivitas perikanan di lepas pantai.

Di bagian utara Pulau Pari, Kepulauan Seribu, ditemukan 47

spesies ikan yang berasal dari 27 famili (Hutomo dan Djamali, 1984). Di

samping itu, pada ekosistem hutan mangrove juga terdapat berbagai satwa

yang berasosiasi dengannya, seperti jenis burung, mamalia, reptil, dan

amphibi.

Page 16: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

39

3.2. Entitas Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan keunikan diantara asosiasi komunitas lautan

yang seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Struktur terumbu terbentuk melalui

aktifitas kalsifikasi oleh polip karang dengan bantuan alga simbion zooxanthellae

yang hidup di dalam jaringan polip karang seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Ekosistem Terumbu Karang (sumber : Microsoft Encarta 2007)

Pada ekosistem terumbu karang ini terdapat kontur yang berbentuk dinding

hingga rataan dengan tutupan karang dan ribuan asosiasi ikan dan biota laut di

dalamnya. Hal yang menarik dan memiliki karakteristik yang unik dari ekosistem

terumbu karang ini adalah kecepatan arus yang sangat kuat dan banyak yang

mengalami perputaran, serta pembalikan massa air pada waktu-waktu tertentu yang

sangat mempengaruhi ekosistem terumbu karang dan biota lainnya terutama ikan.

[Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut BAKOSURTANAL, 2006]

Profil tipe zona terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5. Profil tipe zona Terumbu Karang

(Sumber: NOAA)

Page 17: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

40

Tipe-tipe terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam

habitat, yang komponen utamanya adalah karang, yaitu organisme yang menghasilkan

kalsium karbonat yang dapat membentuk endapan-endapan masif yang disebut

terumbu.

Terdapat tiga tipe dasar terumbu karang, yaitu :

fringing reef yang terbentuk sepanjang pantai melekat pada daratan,

barrier reef yang terbentuk memisah dari daratan, dan

atoll yang menghasilkan bentukan yang disebut laguna.

Ketiga tipe dasar terumbu karang tersebut divisualisasikan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu fringing reef terumbu karang tepi (kiri),

barrier reef (tengah), dan atoll (kanan). (Sumber:www.ipb.ac.id)

Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang

dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang

sampai sekarang masih secara luas dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah :

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas

pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai

kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut

lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang

ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang

mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas

mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten),

Nusa Dua (Bali).

Page 18: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

41

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau,

sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman

hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon yang lebarnya mencapai

puluhan kilometer. Umumnya karang ini tumbuh di sekitar pulau sangat besar

atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus, contoh

Spermonde (Sulsel), Banggai Kepulauan (Sulteng). (Gambar 3.7)

Gambar 3.7. Barrier Reef melindungi komponen ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang dan badai (kiri) Terumbu karang yang berbentuk cincin disebut Atoll (kanan)

3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari

pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan

dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses

lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45

meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan),

Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua).

Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa

digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe di atas. Dengan demikian, ada satu

tipe terumbu karang lagi yaitu:

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau

datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke

permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau

datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal

dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta),

Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Page 19: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

42

Zonasi terumbu karang

Zonasi terumbu karang berdasarkan hubungannya dengan paparan angin

terbagi menjadi dua (gambar 3.8), yaitu:

1. Windward reef (terumbu yang menghadap angin)

2. Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Gambar 3.8. Zonasi umum terumbu karang terhadap paparan angin

Windward reef

Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini

diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di

reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan

umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter

sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras

yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas

reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit

terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang

alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat)

yang sangat dangkal

Leeward reef

Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini

umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward

reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba

biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan

karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta

sedimentasi yang lebih besar.

Page 20: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

43

Distribusi terumbu karang

Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2.

Terumbu karang dapat ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga

sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan atau dirusak oleh

kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara. Gambar dibawah ini

memperlihatkan peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.

Gambar 3.9. Distribusi terumbu karang dunia

Berdasarkan distribusi geografi pada gambar 3.9 di atas, maka 60% dari

terumbu dunia ditemukan di Samudera Hindia dan Laut Merah, 25% berada di

Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia. Pembagian wilayah terumbu

karang dunia yang lain dan lebih umum digunakan adalah:

a. Indo-Pasifik,

Region Indo-Pasifik terbentang mulai dari Asia Tenggara sampai ke Polinesia

dan Australia, ke bagian barat dari Samudera Pasifik sampai ke Afrika Timur.

Region ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya

dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.

b. Atlantik bagian barat,

Region Atlantik Barat terbentang dari Florida sampai Brazil, termasuk daerah

Bermuda, Bahamas, Karibia, Belize dan Teluk Meksiko.

c. Laut Merah,

Region Laut Merah, terletak di antara Afrika dengan Saudi Arabia.

Page 21: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

44

Dalam ekosistem terumbu karang ada karang yang keras dan lunak. Karang

batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh

binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp)

membentuk koloni karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu

polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah

hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Peran dan manfaat terumbu karang :

Sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak dibutuhkan manusia untuk

pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dll.

Sebagai benteng pelindung pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh

gelombang atau ombak laut bagi ekosistem pesisir lainnya seperti ekosistem

hutan mangrove dan ekosistem padang lamun, serta sebagai benteng pelindung

bagi berbagai macam aktivitas manusia di pesisir, sehingga manusia dapat hidup

di daerah dekat pantai.

Sebagai tempat untuk wisata. Karena keindahan warna dan bentuknya, banyak

orang berwisata bahari. Keindahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. keindahan warna dan bentuk terumbu karang menarik masyarakat berwisata bahari.

Page 22: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

45

Distribusi dan stabilitas ekosistem terumbu karang tergantung dari parameter

fisika dan kimia air laut, yaitu [Dahuri, dkk, 1996] :

(1) Kecerahan

Sinar matahari merupakan faktor penting dalam pembentukan karang.

Penetrasi sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi pada

organisme autotrof dari jaringan terumbu. Oleh karena itu terumbu karang

hanya dapat hidup pada kedalaman efektif sekitar 10 meter dimana sinar

matahari masih dapat menembus sampai kedalaman tersebut.

(2) Temperatur

Pada umumnya, terumbu karang tumbuh secara optimal pada kisaran suhu

antara 25oC - 29oC.

(3) Salinitas

Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar wilayah pesisir pada

salinitas 30 – 35 ppt (o/oo).

(4) Kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi

Adanya kondisi sedimentasi yang tinggi akan menyebabkan turunnya kualitas

terumbu karang. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya suspensi dan

sedimentasi yang mengganggu respirasi dari terumbu karang.

Page 23: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

46

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3.4. Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Terumbu Karang

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK 1. Batimetri Kelas kedalaman < 25 meter

2. Oseanografi - Gelombang - Arus

3. Hidrologi - Salinitas

- Debit

- Sirkulasi

- Sedimentasi

32-35 ‰

4. Iklim - Cahaya

- Kecerahan

- Temperatur

- Paparan udara

15-20% dari

intensitas di

permukaan

23-25 °C

2. BIOTIK 1. Vegetasi dan

Satwa

- Jenis life-form

- tajuk (% penutupan)

- Kondisi

- Jenis, habitat, pola

persebaran

Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang. Parameter pengukuran

pemetaan ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas

ekosistem hutan mangrove yang akan dijelaskan secara lebih mendetail sebagai

berikut ini.

Page 24: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

47

Gambar 3.11. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan

perkembangan terumbu. (Sumber : www.ipb.ac.id)

Faktor Abiotik

1. Batimetri

Kelas kedalaman

Faktor kedalaman berperan penting untuk kelangsungan proses

fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu

yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan

kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di

kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang

hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan

intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

2. Oseanografi

Gelombang

Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang

terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya

gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih

berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang

juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan

membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada polip karang.

Arus

Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif

apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh

karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila

menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi

permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

Page 25: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

48

3. Hidrologi

Salinitas

Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan

salinitas normal 32-35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang

di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai

besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta

sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat

berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang

salinitasnya 42 %.

4. Iklim

Cahaya

Faktor cahaya berperan penting untuk kelangsungan proses

fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Titik

kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah

pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di

permukaan.

Kecerahan

Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan

perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk

memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

Suhu

Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh

permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu

karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh

dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan

23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

Paparan udara (aerial exposure)

Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat

mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.

Page 26: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

49

Faktor Biotik

Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-

ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang

terbagi menjadi empat kelompok berikut:

1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun

terumbu yaitu Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan

Hydrocorallia.

2. Hermatypes-asymbionts.· Kelompok ini merupakan karang dengan

pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa

bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam

perairan yang tidak ada cahaya.

3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain hidup dalam

bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam

pembangun terumbu.

4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini mempunyai polip yang kecil

Page 27: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

50

3.3. Entitas Ekosistem Padang Lamun

Ekosistem padang lamun merupakan tumbuhan berbunga yang sudah

sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Hidupnya di

perairan dangkal agak berpasir, sering pula dijumpai pada terumbu karang. Padang

lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. (Gambar 3.12)

Gambar 3.12. Padang lamun (sumber : ma’ruf_kasim.wordpress.com)

Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan

berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang

lamun antara lain adalah :

1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir

2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran

terumbu karang

3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung

4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan

5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan

tubuhnya terbenam air

6. Mampu hidup di media air asin

Gambar 3.13. Dugong, mamalia laut langka yang hidup di padang lamun (Sumber : ma’ruf_kasim.wordpress.com)

Page 28: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

51

Fungsi dan Peranan

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya,

dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka

ragam biota laut seperti dugong yang dapat dilihat pada Gambar 3.13, ikan, Krustasea,

Moluska, Echinodermata dan cacing (www.ipb.ac.id).

Menurut Azkab (1988) dalam www.ipb.ac.id, ekosistem lamun merupakan

salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem

lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan

jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui bahwa peranan lamun

di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:

1. Sebagai produsen primer

Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan

dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu

karang.

2. Sebagai habitat biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai

hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass

beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan

dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan– ikan karang (coral fishes).

3. Sebagai penangkap sedimen

Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus

dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,

rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga

dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun

yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.

4. Sebagai pendaur zat hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan

elemen-elemen yang langka di lingkungan laut.

Page 29: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

52

Sedangkan menurut Philips & Menez (1988) dalam www.ipb.ac.id,

ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. ekosistem

lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:

1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui I tekanan–

tekanan dari arus dan gelombang.

2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta

mengembangkan sedimentasi.

3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang

berkunjung ke padang lamun.

4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.

5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai

makanan.

Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat

bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat

gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar

pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada

kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem

lain seperti ekosistem terumnbu karang dan mangrove, meskipun merupakan satu

kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya di kawasan pesisir.

Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-

10 m. Namun sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak

terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari.

Habitat lamun dapat dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu

padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling

berhubungan. Habitat lamun dapat juga dipandang sabagai suatu ekosistem, dalam hal

ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dipandang sebagai suatu proses tunggal yang

dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika,

kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati berbagai

habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh. Lamun dapat

hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah pada habitat yang tinggi nutrien.

Page 30: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

53

Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah

pesisir, yaitu [Nybakken, 1992] :

(1) Sumber utama produktivitas primer.

(2) Sumber makanan penting bagi organisme (dalam bentuk detrius).

(3) Menstabilkan dasar yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan

saling menyilang.

(4) Tempat berlindung berbagai jenis organisme.

(5) Tempat pembesaran bagi beberapa spesies yang menghabiskan masa

dewasanya di lingkungan ini, misalnya udang dan ikan beronang.

(6) Sebagai peredam arus sehingga menjadikan perairan di sekitarnya tenang.

(7) Sebagai tudung pelindung dari panas matahari yang kuat bagi penghuninya.

Gambar 3.14. Ekosistem Padang Lamun (Sumber: www.seagrasswatch.org)

Keberadaan ekosistem lamun seperti pada Gambar 3.14, tidak terlepas dan

ganguan atau ancaman terhadap kelansungan hidupnya baik ancaman alami maupun

ancaman dari aktivitas manusia. Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh

aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun. Ekosistem lamun

sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara alami maupun oleh aktifitas

manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis

besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologi.

Perikanan laut yang meyediakan lebih dari 60% protein hewani yang dibutuhkan

dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian tergantung pada ekosistem lamun

untuk produktifitas dan pemeliharaanya. Selain itu kerusakan padang lamun oleh

manusia akibat pemarkiran perahu yang tidak terkontrol.

Page 31: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

54

Ancaman-ancaman alami terhadap ekosistem lamun berupa angin topan,

siklon (terutama di Philipina), gelombang pasang, kegiatan gunung berapi bawah laut,

interaksi populasi dan komunitas (pemangsa dan persaingan), pergerakan sedimen dan

kemungkinan hama dan penyakit, vertebrata pemangsa lamun seperti sapi laut.

Diantara hewan invertebrata, bulu babi adalah pemakan lamun yang utama. Meskipun

dampak dari pemakan ini hanya setempat, tetapi jika terjadi ledakan populasi

pemakan tersebut akan terjadi kerusakan berat. Gerakan pasir juga mempengaruhi

sebaran lamun. Bila air menjadi keruh karena sedimen, lamun akan bergeser ke

tempat yang lebih dalam yang tidak memungkinkan untuk dapat bertahan hidup

(Sangaji, 1994 dalam www.ipb.ac.id).

Selain beberapa ancaman tersebut, kondisi lingkungan pertumbuhan juga

mempengaruhi kelangsungan hidup suatu jenis lamun, seperti yang dinyatakan oleh

Barber (1985) dalam www.ipb.ac.id bahwa temperatur yang baik untuk mengontrol

produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20 sampai dengan 300oC untuk jenis

lamun Thalassia testudinum dan sekitar 300oC untuk Syringodium filiforme.

Intensitas cahaya untuk laju fotosintesis lamun menunjukkan peningkatan dengan

meningkatnya suhu dari 290C sampai 350C untuk Zostera marina, 300C untuk

Cymidoceae nodosa dan 25-300C untuk Posidonia oceanica.

Kondisi ekosistem padang lamun di perarain pesisir Indonesia sekitar 30-

40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami

gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah indusri dan pertumbuhan

penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan. Di

pesisir pulau Bali dan pulau Lombok ganguan bersumber dari penggunaan potassium

sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun

(Fortes, 1989 dalam www.ipb.ac.id).

Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes (1989) dalam www.ipb.ac.id bahwa

rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah terjadi

membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam

mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar 22800-

684.000 US $/ha. Oleh karena itu aktiviras pembangunan di wilayah pesisir

hendaknya dapat memenimalkan dampak negatif melalui pengkajian yang mendalam

pada tiga aspek yang tekait yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan

aspek sosial.

Page 32: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

55

Ancaman kerusakan ekosistem padang lamun di perairan pesisir berasal dari

aktivitas masyarakat dalam mengeksploatasi sumberdaya ekosistem padang lamun

dengan menggunakan potassium sianida, sabit dan gareng serta pembuangan limbah

industri pengolahan ikan, sampah rumah tangga dan pasar tradisional. Dalam hal ini

Fauzi (2000) dalam www.ipb.ac.id menyatakan bahwa dalam menilai dampak dari

suatu akifitas masyarakat terhadap kerusakan lingkungan seperti ekosistem padang

lamun dapat digunakan dengan metode tehnik evaluasi ekonomi yang dikenal dengan

istilah Environmental Impact Assesment (EIA). Metode ini telah dijadikam istrumen

universal dalam mengevaluasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan,

disamping itu metode evaluasi ekonomi dapat menjembatani kepentingan ekonomi

masyarakat dan kebutuhan ekologi dari sumber daya alam.

Distribusi dan Stabilitas Ekosistem

Ditribusi dan stabilitas ekosistem padang lamun tergantung dari berbagai

faktor. Parameter yang paling penting adalah [Dahuri, dkk, 2004] :

1. Kecerahan

Kebutuhan padang lamun akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu

proses fotosintesis diperlihatkan dengan observasi dimana distribusinya

terbatas pada perairan dengan kedalaman tidak lebih dari 10 meter. Tingkat

sedimentasi yang tinggi dapat mengurangi penetrasi cahaya sehingga dapat

mengganggu produktivitas primer dari ekosistem padang lamun.

2. Temperatur

Kisaran temperatur optimal bagi spesies padang lamun adalah 28oC - 30oC.

kemampuan proses fotosintesis dapat menurun tajam apabila temperatur

perairan berada di luar kisaran optimal tersebut.

3. Salinitas

Spesies padang lamun memiliki kisaran salinitas yang lebar, yaitu antara 10 o/oo sampai 40 o/oo. Nilai optimum toleransi terhadap salinitas air laut adalah 35

o/oo. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis ekosistem

padang lamun. Kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh berubahnya

pola suplai air tawar oleh daerah aliran sungai yang mengakibatkan

berubahnya tingkat salinitas secara abnormal.

Page 33: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

56

4. Substrat

Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur

sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40 persen endapan lumpur dan fine

mud. Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang

lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat

dalam stabilitas sedimen mencakup dua hal yaitu pelindung tanaman dari arus

air laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.

5. Kecepatan arus perairan

Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh keadaan kecepatan arus

perairan. Sebagai contoh Turtle grass mempunyai kemampuan maksimal

memproduksi standing crop pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 meter / detik.

Tabel 3.5. Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Padang Lamun

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK 1. Batimetri Kelas kedalaman

2. Hidrologi - Salinitas

- Kecepatan arus perairan

- O2 terlarut

- Nutrien

- Substrat

10 o/oo - 40 o/oo

3. Iklim - Temperatur

- Kecerahan

- Kekeruhan

28oC - 30oC

4. Tanah pH

2. BIOTIK Vegetasi dan

Satwa

Jenis

Ekosistem padang lamun dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan perairan mendukung. Parameter pengukuran pemetaan ekosistem di atas

dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas yang berpengaruh pada ekosistem

hutan mangrove yang akan dijelaskan secara lebih mendetail sebagai berikut ini.

Page 34: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

57

Faktor Abiotik

1. Batimetri

Kelas kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara

vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga

mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir

yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan

Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi

zona intertidal bawah (Hutomo 1997).

Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap

kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan

pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu

tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T.

testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai

pada kedalaman 150 cm [Durako dan Moffler 1985 dalam

www.ipb.ac.id].

2. Hidrologi

Salinitas

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan

umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar

(Zieman, 1986). Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia

dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0.

Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa,

produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun.

Kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun

jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Walker 1985 dalam

www.ipb.ac.id).

Nutrien

Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem

padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor

pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan

yang jernih (Hutomo 1997 dalam www.ipb.ac.id).

Page 35: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

58

Substrat

Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di

Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori

berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu (Kiswara 1997): Lamun

yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran,

puing karang dan batu karang. [www.ipb.ac.id]

Sedangkan di kepulauan Spermonde Makassar, Erftemeijer

(1993) menemukan lamun tumbuh pada rataan terumbu dan paparan

terumbu yang didominasi oleh sedimen karbonat (pecahan karang dan

pasir koral halus), teluk dangkal yang didominasi oleh pasir hitam

terrigenous dan pantai intertidal datar yang didominasi oleh lumpur halus

terrigenous. Selanjutnya Noor (1993) melaporkan adanya perbedaan

penting antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan

sedimen terrigen dalam hal struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa.

3. Iklim

Suhu

Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan

suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi

metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun

(Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al.

(1986) melaporkan bahwa pada kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih

akan meningkat dengan meningkatnya suhu. [www.ipb.ac.id]

Kekeruhan

Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan

lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh

lamun untuk berfotosintesis masuk ke dalam air. Kekeruhan dapat

disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-

partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti

bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya.

Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor

pembatas pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo 1997). Hamid

(1996) melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap

pertumbuhan panjang dan bobot E. acoroides. [www.ipb.ac.id]

Page 36: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

59

Faktor Biotik

Jenis-jenis lamun yaitu, adalah :

1. Enhalus acoroides

2. Halodule uninervis (Gambar 3.15)

3. Thalassia hemprichi,

4. Syringodium isoetifolium

Gambar 3.15. Lamun jenis Halophila sp (Sumber: www.ipb.ac.id)

Page 37: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

60

3.4. Entitas Ekosistem Padang Rumput Laut

Tumbuh pada perairan yang memiliki substrat keras yang kokoh untuk

tempat melekat. Tumbuhan ini hanya dapat hidup pada perairan dimana tumbuhan

mudanya yang kecil cukup mendapatkan cahaya. (Gambar 3.16)

Gambar 3.16. Ekosistem rumput laut (Sumber : Microsoft Encarta 2007)

Salah penyebutan atau salah kaprah istilah rumput laut telah terjadi beberapa

abad silam, sehingga perlu adanya pelurusan pengertian yang benar. Rumput laut

adalah jenis alga (algae) atau ganggang laut, tumbuhan bersel satu maupun bersel

banyak. Rumput laut yang dimaksud adalah terjemahan dari istilah bahasa inggris

seaweed, bukan seagrass. Adapun seagrass diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia

menjadi lamun. Sepintas lalu beberapa jenis alga bersel banyak memang dapat

memperlihatkan sepertinya ada akar, batang, daun, bunga dan buah, padahal semua itu

adalah semu. Rumput laut bukan rumput dan tidak seperti rumput biasa. Dasar

kenampakan seperti rumput itulah para nelayan pada mulanya menyebut rumput laut,

padahal bukan rumput. Salah istilah atau salah kaprah ini susah dibetulkan karena

sudah menyebar luas dan bukan hanya di kalangan nelayan maupun para

pembudidaya rumput laut, tetapi juga kepada para pedagang maupun para

konsumennya.

Page 38: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

61

Gambar 3.17. Rumput laut (Sumber : Microsoft Encarta 2007)

Salah satu fungsi rumput laut (seaweed) pada Gambar 3.17 di atas adalah

sebagai penangkap gas karbon yang dapat mengakibatkan efek global warming.

Pemanfaatan rumput laut yang lazim bagi para nelayan dan diolah secara tradisional

adalah untuk bahan makanan seperti halnya sayur, acar, lalap, manisan, kue dan obat

ataupun makanan ternak. Pengolahan rumput laut dengan cara modern adalah

diekstrak dari getahnya sehingga dapat menghasilkan : karaginan, furcelaran, algin,

porpiran, floridean dan agar-agar. Manfaat utama rumput laut setelah diekstrak adalah

bahan obat-obatan, gel, agar-agar dan bahan kosmetik serta plastik

[BAKOSURTANAL, 2006].

Rumput laut yang memiliki nilai ekonomi telah dibudidayakan oleh

masyarakat di tempat-tempat yang kondisi arusnya relatif tenang, sehingga

produktivitasnya dapat ditingkatkan. Beberapa daerah di indonasia yang memiliki

potensi lahan yang relatif besar untuk pengembangan produksi rumput laut (> 500 ha)

adalah Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB,

NTT, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya (Papua) [Dahuri, 2003].

Rumput laut mendapatkan makanannya langsung dari air laut. Nutrien

dihantarkan melalui upwelling, turbulensi dan masukan dari daratan. Parameter

lingkungan yang utama untuk rumput laut adalah [Dahuri, 2003] :

(1) intensitas cahaya

(2) salinitas

(3) gerakan air

(4) musim dan temperatur

(5) zat hara.

Page 39: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

62

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3.6. Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Padang Rumput Laut

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK 1. Batimetri Kelas kedalaman 20 – 30 m

2. Hidrologi - Kecerahan air

- Kandungan padatan

terlarut dan tersuspensi

- Intensitas cahaya

- Salinitas

- Suhu

- Kecepatan arus

- Gerakan air

- Kandungan Zat Hara

- pH

- Oksigen terlarut

6500 - 7500 lux

15-30 o/oo

24-33 oC

30 – 66 cm/detik

Unsur NH < 0.36 ppm

6.8 – 8.5

> 5 ppm

3. Ikim Musim dan temperatur

2. BIOTIK 1. Vegetasi

Jenis

Ekosistem padang rumput laut dapat berkembang dengan baik apabila

kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhannya. Parameter pengukuran

pemetaan ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas

ekosistem padang rumput laut yang akan dijelaskan berikut ini.

Page 40: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

63

Faktor Abiotik

1. Batimetri

Kelas Kedalaman

Pada perairan yang jernih, rumput laut dapat tumbuh hingga

kedalaman 20 sampai 30 meter. pertumbuhan rumput laut juga

dipengaruhi oleh suhu. Padang rumput laut tumbuh dengan baik pada

perairan yang sejuk.

2. Hidrologi

Intensitas cahaya

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan

pertumbuhan rumput laut. Intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh rumput

laut berbeda menurut jenisnya. Intensitas cahaya 400 lux dapat

merangsang perkembangan spora Glacilaria verucosa dengan baik,

sedangkan pada intensitas cahaya antara 6500 dan 7500 lux pertumbuhan

Ectocarpus dapat berlangsung dengan baik.

Salinitas

Salinitas (kadar garam) yang tinggi, yaitu 30-35 o/oo dapat

menyebabkan kemandulan bagi Gracilaria verucosa. Pertumbuhan

maksimum Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan Pasifik Timur terjadi

pada salinitas 15-30 o/oo, dengan titik optimumnya 25 o/oo.

Gerakan air

Kekuatan gerakan air berpengaruh terhadap pelekatan spora pada

substratnya. Karakteristik spora dari algae yang tumbuh pada daerah

berombak dan berarus kuat umumnya cepat tenggelam dan memiliki

kemampuan menempel dengan cepat dan kuat. Gerakan air juga sangat

berperan dalam mempertahankan sirkulasi zat hara untuk pertumbuhan.

Kandungan zat hara

Kandungan nutrien utama yang diperlukan algae, seperti nitrogen

dan fosfat, sangat berpengaruh terhadap stadia reproduksinya. Apabila

kedua unsur hara tersebut tersedia, maka kesuburan vegetasi meningkat.

Page 41: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

64

3. Iklim

Musim dan temperatur

Musim dan temperatur mempunyai keterkaitan yang erat dan

keduanya sangat mempengaruhi kehidupan rumput laut. Sebagai contoh,

produksi maksimal tetraspora dan kartospora Gracilaria hanya terjadi

pada musim panas. Perkembangan tetraspora Polysiphonia berlangsung

dengan baik pada kisaran temperatur 25-30oC dan sebaliknya

pertumbuhan akan terhambat bila temperatur rendah dan intensitas cahaya

tinggi.

Faktor Biotik

Rumput laut termasuk jenis alga yang hidup di perairan air laut, suatu

organisme yang dikenal sebagai tanaman. Kebanyakan rumput laut berwarna hijau

(sekitar 1200 spesies), berwarna cokelat (sekitar 1750 spesies) atau berwarna merah

(sekitar 6000 spesies) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.18 di bawah ini.

`Gambar 3.18. Warna rumput laut, yaitu : rumput laut berwarna hijau (kiri) rumput laut berwarna

cokelat (tengah) rumput laut berwarna merah (kanan). (Sumber : Microsoft Encarta 2007)

Jenis rumput laut yang banyak dikenal oleh masyarakat secara umum, yaitu :

1. Wracks (alga cokelat, orde Fucales contoh : Fucus)

2. Kelps (alga cokelat, orde Laminariales contoh : Laminaria)

3. Carrageen atau Irish Moss (Alga merah, Chondrus crispus)

4. Dulse atau Dillisik (juga dikenal sebagai alga merah, Palmaria

palmata)

Page 42: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

65

3.5. Entitas Ekosistem Pantai Berpasir

Terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras

sisa-sisa pelapukan batu di gunung, atau sisa-sisa pecahan terumbu karang. Dibatasi

hanya pada daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang

halus dan ringan. Total bahan organik dan organisme hidup di pantai berpasir jauh

lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya. Karena sedimennya yang

kasar, mereka tidak menahan air dengan baik, akibatnya lapisan permukaan bisa

menjadi kering sampai sedalam beberapa sentimeter di bagian atas pantai yang

terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut. Meskipun demikian tempat ini

sering merupakan tempat beberapa biota meletakkan telurnya [Widiastuti, 2004].

Ukuran butir dari material pasir berpengaruh terhadap pantainya dan juga

kandungan faunanya. Namun demikian pantai berpasir tidak terlalu penting bagi

kehidupan binatang, tetapi penting untuk daerah wisata dan untuk proteksi pantai itu

sendiri. Pantai berpasir dengan kemiringan lereng agak curam selalu ditandai oleh

material yang relatif kasar dan merupakan pantai dengan kondisi energi gelombang

agak tinggi [Budiono, 1993 dalam Hagy, 2003].

Berbagai pantai berpasir dapat dilihat pada Gambar 3.19 hingga 3.22.

Gambar 3.19. Pantai berpasir di daerah Saroke di Nias (kiri atas) dan Pantai Pangndaran di Ciamis, Jawa Barat (kanan atas), Pasir putih (kiri bawah), dan Pantai Maluk di Sumbawa Barat (kanan bawah).

(Sumber : www.backpacker-indonesia.info)

Page 43: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

66

Gambar 3.20. Pantai Gili Trawangan (kiri) dan Pantai Mawu (kanan) di Lombok, Nusa Tenggara Barat

(Sumber : www.my-indonesia.info)

Gambar 3.21. Pantai Kuta, Bali (kiri) dan (Sumber : www.my-indonesia.info dan

Pantai Camar Wulan di Kalbar (kanan) www.eljohn.net)

Gambar 3.22. Pantai berpasir (Sumber :Microsoft Encarta 2007)

Page 44: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

67

Parameter utama untuk daerah pantai berpasir, yaitu :

1. Pola arus yang akan mengangkut pasir yang halus.

2. Gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai.

3. Angin yang juga merupakan pengangkut pasir.

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3.7. Analisis Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Pantai Berpasir

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit

Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK Oseanografi 1. Pola Arus

2. Gelombang

3. Angin

2. BIOTIK 1. Vegetasi Jenis

2. Satwa darat

dan laut

Jenis, habitat,

jelajah

Ekosistem pantai berpasir dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan mendukung pertumbuhannya. Parameter pengukuran pemetaan ekosistem

di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas ekosistem pantai berpasir.

Page 45: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

68

3.6. Entitas Ekosistem Pantai Berbatu

Merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam

di air. Batu yang terbenam di air ini membentuk suatu zonasi habitat karena adanya

perubahan naik-turunnya permukaan air laut akibat proses pasang yang

mengakibatkan adanya bagian yang tergenang air, selalu terbuka terhadap matahari,

serta zona diantaranya yang tergenang pada pasang naik dan terbuka pada pasang

surut. Komunitas biota pada pantai berbatu jauh lebih kompleks dari daerah lain

karena bervariasinya relug (niche) ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-

celah batu, permukaan batu, dan sebagainya. (Gambar 3.23)

Gambar 3.23. Ekosistem pantai berbatu (Sumber : FreeNaturePictures.com) Pantai berbatu dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Berbeda dengan

komunitas pantai berpasir, di mana organismenya hidup di bawah substrat, komunitas

organisme pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat

pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan makroorganisme yang paling

tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah dingin dan daerah subtropik.

Pada habitat pantai berbatu terjadi kompetisi yang kuat di antara organisme.

Oleh karena itu, kemampuan untuk melekat pada substrat yang kuat mutlak

diperlukan. Beberapa organisme bentik yang dapat dijumpai antara lain anemon laut,

siput, remis, teritip, bintang laut, sponge, dan berbagai jenis rumput laut. Organisme-

organisme tersebut telah beradaptasi dengan kerusakan fisik yang diakibatkan oleh

gelombang pada saat pasang tinggi dan harus bertahan hidup dari kekeringan,

temperatur yang ekstrem dan perubahan salinitas yang terjadi pada saat surut.

Page 46: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

69

Parameter utama yang sangat mempengaruhi kondisi pantai berbatu adalah :

1. Fenomena pasang surut, dinamikanya sangat berpengaruh terhadap biota

yang menginginkan kondisi alam yang bergantian antara tergenang dan

terbuka.

2. Gelombang, energi yang dihempaskan bisa merusak komunitas biota yang

menempel di batu-batuan, terutama pada batu yang langsung menghadap

ke laut.

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem pantai berbatu dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 3.8. Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Pantai Berbatu

[BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit

Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK Oseanografi Pasang Surut

Gelombang

Geologi Tipe batuan

Iklim Tingkat Curah

Hujan

2. BIOTIK 1. Vegetasi Jenis, diameter,

tinggi, struktur,

penutupan tajuk

(kanopi)

2. Satwa darat

dan laut

Jenis, habitat,

pola persebaran

Ekosistem pantai berbatu dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan perairan mendukung pertumbuhannya. Parameter pengukuran pemetaan

ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas ekosistem

pantai berbatu.

Page 47: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

70

3.7. Entitas Ekosistem Pantai Berlumpur

Terdapat di sekitar muara sungai dimana lumpur banyak dihasilkan dari

sedimen/endapan yang dibawa oleh aliran sungai. (Gambar 3.24)

Gambar 3.24. Ekosistem Pantai berlumpur (sumber : www.discoveringfossils.co.uk)

Pantai berlumpur terdapat di sekitar muara sungai dimana lumpur banyak

dihasilkan dari sedimen/endapan yang dibawa oleh aliran sungai. Ekosistem di pantai

ini sangat dipengaruhi oleh suplai sedimen yang terbawa oleh aliran sungai. Namun

aliran sungai juga dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi ekosistem ini antara

lain oleh adanya transport limbah/sampah beracun dan volume sedimen yang

berlebihan.

Parameter utama yang mempengaruhi adalah :

(1) Arus aliran sungai

(2) Pasang surut

Page 48: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

71

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem pantai berlumpur dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.9. Analisis Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Pantai

Berlumpur [BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit

Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK Hidrologi Arus aliran

sungai

Sedimentasi

Oseanografi Pasang Surut

2. BIOTIK 1. Vegetasi Jenis, diameter,

tinggi, struktur,

penutupan tajuk

2. Satwa darat

dan laut

Jenis, habitat,

pola persebaran

Ekosistem pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan perairan mendukung pertumbuhannya. Parameter pengukuran pemetaan

ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas ekosistem

pantai berlumpur.

Page 49: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

72

3.7. Entitas Ekosistem Laguna dan Estuari

Estuari adalah teluk di pesisir yang sebagiannya tertutup, tempat air tawar

dan air laut bertemu dan bercampur mulai dari hilir sungai. (Gambar 3.25)

Gambar 3. 25. Gualala River estuary (kiri) dan Gualala River lagoon & barrier beach (kanan).

(Sumber : www.gualalariver.org dan www.gualalariver.org)

Karakteristik

Estuari adalah perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan

masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran

antara air tawar dan air laut. Bantuk estuari bervariasi dan sangat tergantung pada

besar kecilnya aliran sungai, kisaran pasang-surut dan bentuk garis pantai. Estuari dari

sungai yang besar dapat memodifikasi garis pantai dan topografi sublittoral melalui

pengendapan dan erosi sedimen, sehingga garis pantai bergerak menjorok beberapa

kilometer ke arah laut (Meadows dan Campbel, 1988 dalam Dahuri, 2003).

Kebanyakan estuari didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari endapan yang

dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang mengendap kebanyakan

bersifat organik, substrat dasar estuari biasanya kaya akan bahan organik. Bahan

organik ini menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuari.

Page 50: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

73

Berdasarkan aliran air dan pencampurannya, estuari menurut Cameron dan

Pritchard dalam Meadows dan Campbel dalam Dahuri (2003) dapat dikelompokkan

menjadi empat tipe, yaitu :

(a) Tipe A

Estuari tipe A memiliki kisaran pasang surut yang kecil namun memiliki

aliran air tawar yang besar. Lapisan air laut ada di bawah lapisan air sungai, sehingga

percampuran secara vertikal di antara keduanya relatif kecil.

(b) Tipe B

Estuari tipe B memiliki kisaran pasang surut yang lebih besar, sehingga

gerakan massa air laut melebihi gerakan air tawar yang masuk melalui badan sungai.

Percampuran antara kedua lapisan tersebut lebih banyak disebabkan oleh adanya

pengaruh gaya Coriolis, sehingga air tawar yang mengalir keluar estuari dibelokkan

ke arah kanan di belahan bumi sebelah utara, dan ke kiri di belahan bumi sebelah

selatan. Sebagai akibatnya, perbatasan daerah air tawar dan air laut bentuknya miring.

(c) Tipe C

Pada estuari C, aliran air tawar berkurang, namun sebaliknya massa air laut

menjadi dominan, terutama pada saat terjadi pasang. Akibatnya, massa air tawar akan

mengalir di sebelah kanan estuari, sehingga lebar estuari akan semakin besar. Proses

percampuran dari kedua massa air tersebut akan menghasilkan suatu batas yang

bentuknya vertikal antara air tawar dan air laut.

(d) Tipe D

Estuari tipe D memiliki aliran pasang surut yang besar, sehingga air tawar

dan air laut dapat bercampur secara sempurna (tidak terstratifikasi). Estuari tipe ini

biasanya dangkal dan memungkinkan proses pengadukan berlangsung secara intensif,

sehingga akan menciptakan kondisi salinitas yang homogen.

Page 51: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

74

Laguna adalah cekungan di pesisir yang merupakan badan air dangkal,

terlindung dan agak tertutup.

Estuari adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan

air laut bertemu dan bercampur. Estuari terletak di daerah pertemuan antara air tawar

dari sungai yang mengalir ke dalam laut, dengan air laut.

Baik laguna maupun estuari, keduanya berfungsi untuk mempertahankan

produktivitas biologis pada tingkat yang sangat tinggi dan mempunyai peran besar

bagi daur hidup jenis-jenis ikan dan kerang ekonomis yang penting dan menyediakan

habitat untuk mencari makan, berkembang biak dan tumbuh.

Peranan ekologis sistem laguna dan estuari meliputi :

• Memberikan zat hara dan bahan organik kepada perairan di luarnya melalui sirkulasi

pasang surut.

• Menjadi habitat bagi sejumlah jenis ikan yang mempunyai nilai penting untuk rekreasi

maupun komersial.

• Memenuhi kebutuhan bagi jenis-jenis ikan oseanis dan dekat pantai yang bermigrasi dan

memerlukan habitat dangkal dan terlindung untuk berkembang biak dan atau

perlindungan bagi anak-anaknya (daerah asuhan).

Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuari adalah :

(1) Aliran sungai yang mengandung limbah, toksikan, sedimen dan nutrien;

(2) Sifat-sifat fisik air laut, seperti pasang surut, arus laut, dan gelombang.

Gambar 3.26. Ekosistem laguna dan estuari (Sumber : Microsoft Encarta 2007)

Pada Gambar 3.26 di atas dapat kita lihat hubungan hulu ke hilir ekosistem.

Page 52: BAB III PEMETAAN ENTITAS-ENTITAS EKOSISTEM · PDF fileParameter pengukuran pemetaan ekosistem hutan bakau dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.3. Parameter Pengukuran Pemetaan

75

Parameter pengukuran pemetaan ekosistem laguna dan estuari dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 3.10. Analisis Parameter Pengukuran Pemetaan Ekosistem Laguna dan

Estuari [BAKOSURTANAL, 2006; www.ipb.ac.id]

No Faktor Parameter

Pengukuran

Unit

Pengukuran

/Pengamatan

Klasifikasi

1. ABIOTIK Hidrologi Aliran Sungai

Sedimen

Kualitas Air

Oseanografi Pasang Surut

Arus

Gelombang

2. BIOTIK 1. Vegetasi Jenis, diameter,

tinggi, struktur,

penutupan tajuk

2. Satwa darat

dan laut

Jenis, habitat,

jelajah

Ekosistem laguna dan estuari dapat berkembang dengan baik apabila kondisi

lingkungan perairan mendukung pertumbuhannya. Parameter pengukuran pemetaan

ekosistem di atas dapat menjadi suatu acuan pengklasifikasian entitas ekosistem

laguna dan estuari.

Fauna di estuari memiliki tiga komponen :

1. Fauna lautan

2. Fauna air tawar

3. Fauna air payau atau estuari Ada tiga komponen fauna di estuari, yaitu fauna lautan, fauna air tawar dan fauna

air payau/estuari. jumlah organisme yang menghuni estuari jauh lebih sedikit dibandingkan

dengan organisme yang hidup di perairan tawar atau laut. Hal ini disebabkan oleh fluktuasi

kondisi lingkungan, terutama fluktuasi salinitas yang sangat besar sehingga hanya beberapa

spesies saja yang mampu bertahan hidup di estuari. Selain miskin dalam jumlah organisme,

estuari juga miskin akan flora.