bab iii metode penelitian -...
TRANSCRIPT
33
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III berisi penjabaran lebih rinci tentang metodologi penelitian. Bahasan
mengenai metodologi penelitian terdiri dari lokasi, populasi dan sampel
penelitian, pendekatan dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi
operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data dan rumusan Intervensi.
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian adalah siswa Kelas VIII (delapan) SMP SMPN 2
Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelian
dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu
pengambilan anggota sampel secara random tampa pilih bulu, karena setiap
individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan
partisipan penelitian (Hadi, 2006:91).
Latar belakang dipilihnya SMP loksi, populsi, dan sampel penelitian
sebagai berikut.
1. Berdasarkan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling diketahui
bahwa siswa yang pengendalian dirinya rendah adalah pada tingkat kelas
VIII. Maka dipilih 2 kelas pada Kelas VIII (delapan) untuk menjadi
sampel penelitian.
2. Sebagai populasi, pemilihan siswa kelas VIII (delapan) berdasarkan
asumsi bahwa siswa pada tingkatan kelas VIII merupakan bagian dari
masa remaja awal, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja.
Kenakalan siswapun meningkat pada masa remaja, sehingga sulit untuk
mengendalikan diri.
3. Dipilihnya SMP N 2 Batusangkar sebagai lokasi penelitian karena belum
ada penelitian serupa yang dilakukan.
33
34
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Pendekatan dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi
eksperimen. Metode eksperimen kuasi digunakan untuk mengetahui efektivitas
teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Eksperimen
kuasi (quasi experiment) yaitu desain yang mempunyai kelompok kontrol,
tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel
luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiono, 2009: 114).
Desain yang digunakan dalam penelitian adalah “pretest-posttest
equivalent control group design” (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain
penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau
memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-
variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan teknik
modeling dan pada kelompok kontrol diberikan tidak diberikan perlakuan.
Desain ini dilakukan dengan pertimbangan karena kelas eksperimen dan
kontrol memiliki karakteristik yang sama. Kesamaan mereka adalah sama-
sama berada pada kategori pengendalian diri rendah, dan jumlah anggota
kelompok eksperimen dan kontrol sama.
Tabel 3.1
Desain Penelitian Eksperiment kuasi
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test
Eksperiment O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Keterangan:
O1, O2 : Kegiatan Pre-test
O2, O4 : Kegiatan Post-test
X : Perlakuan/Treatment dengan menggunakan teknik modeling
- : Tidak ada perlakuan
Penelitian eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-posttest
control group design melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Desain equivalent pretest-posttest control group design
35
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melakukan pre-test dan post-test pada kedua kelompok untuk mengukur
kontribusi perlakuan terhadap pengendalian diri pada dua kelompok siswa
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok pertama
yaitu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan teknik
modeling dan pada kelompok kedua yaitu kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan. Perbedaan hasil pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dapat menunjukkan efektif atau tidaknya perlakuan (teknik pemodelan) yang
diberikan kepada kelompok eksperimen.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel independen
(bebas) variabel dependen (terikat). Adapun dua jenis variabel tersebut
dipaparkan dalam uraian berikut.
a. Variabel Independen/variabel bebas (X)
Variabel dependen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi penyebab. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel
bebas adalah teknik modeling.
b. Variabel dependen/variabel terikat (Y)
Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang keberadaannya
bergantung pada variabel bebas dengan kata lain variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Dalam penelitian ini yang
dijadikan sebagai variabel terikat adalah pengendalian diri (self-
control).
Hubungan antar kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut.
36
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel diuraikan sebagai berikut.
a. Teknik Modeling
Teknik modeling merupakan suatu upaya bantuan oleh peneliti selaku
konselor kepada siswa untuk mengubah tingkah laku dan pemikiran siswa
ke arah yang lebih baik, melalui pengamatan terhadap model. Pengamatan
terhadap model dilakukan dengan bentuk live modeling dan model
modeling simbolis.
b. Pengendalian Diri
Secara operasional, pengendalian diri yang dimaksud dalam penelitian
adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilakunya yang dapat membawa
kearah lebih positif/baik, yang ditandai dengan dimilikinya oleh siswa
indikator sebagai berikut.
1) Behavioral control
Kemampuan mengontrol perilaku diperinci menjadi dua komponen,
yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan
memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur
pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa
yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu
diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan
mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya
dan apabila tidak mampu individu akan menggunakan sumber
eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan
untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak
dikehendaki dihadapi.
2) Cognitive control
Merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak
37
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan
suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi
psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek cognitive control
terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information
gain) dan melakukan peniaian (appraisal). Dengan informasi yang
dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan keadaan yang
tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan
penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu
keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif
secara objektif.
3) Decisional control
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Kendali diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan
adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri
individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
D. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Penyusunan Instrumen
Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian, digunakan
instrumen berupa angket. Intrumen yang digunakan dalam penelitian
adalah intrumen yang disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan
teori mengenai pengendalian diri. Butir-butir pernyataan dalam intrumen
merupakan gambaran tentang bagaimana pengendalian diri siswa. Angket
menggunakan skala ordinal yang terdiri dari Ya dan Tidak.
2. Pengembangan Kisi-kisi
Kisi-kisi intrumen untuk mengungkapkan bagaimana pengendalian diri
siswa dikembangkan dari definisi opreasional variabel penelitian. Kisi-
kisi dari intrumen disajikan pada tabel selanjutnya yang berjudul: Kisi-
38
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kisi intrumen pengendalian diri siswa.
3. Pedoman Skoring
Penyekoran intrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala
ordinal. Skala ordinal didasarkan pada peringkat yang diurutkan dari
jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya.
Semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi tingkat
kecenderungan pengendalian diri siswa dan semakin rendah alternatif
jawaban siswa maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan tingkat
pengendalian diri siswa
Tabel 3.2
Kategori pemberian skor alternatif jawaban
Jawaban alternative Pemberian skor
Ya 1
Tidak 0
Menguraikan sub variabel, dan indikator ke dalam kisi-kisi. Kisi-kisi
instrumen penelitian sebagai berikut.
4. Kisi-kisi Intrumen
Alat pengumpulan disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen agar peneliti
dapat menyusun intrumen dengan tepat. Jadi, intrumen penelitian adalah
suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati Sugiono (2009:102). Aspek pengendalian diri
meliputi: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan.
Tabel 3. 3
Kisi-kisi Instrumen Pengendalian Diri
Aspek
Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Behavior
Control
(Kontrol
Perilaku)
Mengatur
pelaksanaan
Kemampuan
mengendalikan situasi
atau keadaan menurut
dirinya sendiri
2 1, 3, 4 4
39
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemampuan
mengendalikan situasi
atau keadaan menurut
sesuatu di luar dirinya
5, 8 6, 7, 9 5
Aspek
Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Memodifikasi
stimulus
Kemampuan untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak
dikehendaki dengan
cara yang tepat
10, 11 12 3
Kemampuan untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak
dikehendaki pada waktu
yang tepat
13, 15,
16
14, 17 5
Cognitive
Control
(Kontrol
Kognitif)
Memperoleh
Informasi
Mengantisipasi keadaan
atau peristiwa yang
tidak menyenangkan
dengan berbagai
pertimbangan
18, 21 19, 20 4
Menginterpretasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan
22, 24,
25
23 4
Melakukan
penilaian
Menilai suatu keadaan
atau peristiwa dengan
cara memperhatikan
segi-segi positif secara
27 26, 28 3
40
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
subjektif
Aspek
Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Menafsirkan suatu
keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan segi-
segi positif secara
subjektif
30 29 2
Decisional
Control
(Kontrol
keputusan)
Memilih
tindakan
Kesempatan untuk
memilih berbagai
kemungkinan suatu
tindakan
31, 33,
34
32, 35 5
Kebebasan untuk
memilih berbagai
kemungkinan suatu
tindakan
37, 38,
39
36, 40 5
Memilih hasil Kemungkinan untuk
memilih berbagai hasil
tindakan
41 42 2
Jumlah 42
1. Mengadopsi dan adaptasi pernyataan-pernyataan instrumen atas dasar sub
variabel dan indikator.
41
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Melaksanakan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item yang
telah diadopsi untuk menghasilkan validitas konstruk, isi, dan bahasa.
Pernyataan item kemudian diuji oleh tiga orang ahli sebagai penimbang.
3. Mengujicobakan instrumen kepada satu angkatan siswa SMP yang memiliki
karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Ujicoba dilakukan untuk
mendapatkan gambaran validitas dan reliabilitas instrumen.
E. Uji Coba Instrumen
1. Uji Kelayakan Instrumen
Sebelum dilakukan pengujian secara komputerisasi, instrumen diuji
secara rasional oleh kelompok penilai dari dosen Bimbingan dan konseling
yang berkompeten untuk memvalidasi materi (content), konstruk (construct)
dan redaksi instrumen.
Hasil penilaian dari uji validitas ini berupa penilaian pada setiap item
instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak
memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi M dapat langsung
digunakan untuk mencari data penalitian yang dibutuhkan, sedangkan dalam
pernyataan yang termasuk dalam kualifikasi TM, terdapat dua kemungkinan,
yaitu pernyataan tersebut harus direvisi hingga dapat terkelompokan dalam
kualifikasi M atau pernyataan tersebut harus dibuang.
Instrumen ditimbang oleh 2 orang dosen, yaitu Prof. A. Juntika
Nurikhsan, M.Pd dan Dr. Amin Budiamin, M.Pd. Berdasarkan uji materi
(content), konstruk (construct) dan redaksi oleh kelompok penilai dari dosen
diperoleh beberapa masukan, yakni redaksi bahasanya diperbaiki dan terdapat
beberap item yang dihilangkan. Jadi dari 53 item yang dinilai maka ada item
yang tidak memadai sehingga berkurang menjadi 45 item setelah dirubah
redaksi bahasa dan item yang tidak memadai dibuang. Hasil penimbangan
dari ahli, ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Hasil Penimbangan Angket Pengendalian Diri
Hasil Penimbangan Nomor Item Jumlah
42
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pakar
Memadai 2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,15,16,17,18,
19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,
31,323,34,35,37,38,39,40,41,42,43,44,
45,46,47,48,49,50
40
Tidak Memadai 1, 11,12,32,36 5
2. Uji Keterbacaan Item
Sebelum instrumen pengendalian diri diuji validitas, instrumen terlebih
dahulu diuji keterbacaannya kepada sampel setara yaitu 5 orang siswa kelas
VIII dari sekolah yang berbeda, untuk mengukur sejauh mana keterbacaan
instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan yang tidak dipahami kemudian
direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas
VIII dan kemudian dilakukan uji validitas ekstrernal. Berdasarkan hasil uji
keterbacaan, dapat disimpulkan:
a. Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh responden
b. Terdapat beberapa kata yang kurang dipahami oleh responden, hal ini
berarti perlu diganti dengan kata yang dapat dipahami responden.
3. Uji Validitas Butir Item
Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen
pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan
besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari
apa yang diukur.
Setelah uji validitas materi (content), konstruk (construct) dan redaksi
dilakukan oleh kelompok pakar lalu uji validitas instrumen mengungkap
43
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengendalian diri siswa dilakukan pada 226 orang siswa kelas VIII di SMPN 2
Batusangkar. Data kemudian diolah menggunakan koefisien korelasi biserial
(rbis) dengan
Korelasi biserial ( ) ini melihat hubungan antara skor atau hasil jawaban
pada masing-masing item pernyataan yang diberikan di dalam tes.
Pengujian validitas dilakukan terhadap 45 item pernyataan dengan jumlah
subjek 226 siswa. Dari 54 item diperoleh 43 item yang valid dan 3 item tidak
valid.
Tabel 3. 5
Hasil Uji Validitas Butir Item
Kesimpulan Item Jumlah
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42
42
Tidak valid 22, 24, 29 3
Lebih jelasnya hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus
Korelasi poin biserial ( ) tersaji pada tabel berikut:.
Hasil uji validitas instrumen di peroleh 42 item yang valid, dan 3 item yang
tidak valid. Item yang tidak valid dibuang, karena masih ada yang mewakili
indikator.
4. Uji Reabilitas
Adapun untuk melihat tingkat kepercayaan suatu item dalam menghasilkan
skor yang relative konsisten, dilakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas
instrumen dalam penelitian menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal
dengan nama KR-20
Alasan digunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20) dengan asumsi bahwa
data yang dihasilkan oleh instrumen ini merupakan data dikotomis karena item
44
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pernyataan atau pernyataan menggunakan pola jawaban sesuai (YA) atau tidak
sesuai (TIDAK), bila sesuai bernilai 1 dan jika tidak sesuai bernilai = 0.
Sebagai tolak ukur, digunakan rentang koefisien berdasarkan Sugiyono
(2009: 257) reliabilitas yang tersaji pada tabel:
Tabel. 3. 6
Kategori Reabilitas Instrumen
Batasan Derajat keterbacaan
0,00 – 0,199 sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,00 sangat tinggi
(Sugiyono, 2009:184).
Hasil uji reabilitas menunjukkan hasil sebesar 0,747 termasuk pada kategori
tinggi berdasarkan klasifikasi reabilitas menurut Guilford.
F. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel
dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Berdasarkan
jenis data yang diperlukan dalam penelitian maka dikembangkan atas
pengumpulan data, yaitu:
1. Skala pengendalian diri digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
pengendalian diri siswa sebelum dan sesudah diberikan teknik modeling.
2. Observasi dan partisipasi serta pencatatan terhadap subjek penelitian.
45
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan skala
penilaian yang menggunakan skala Guttman.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Syarat melakukan uji-t (t-test) adalah melakukan uji normalitas (data
berdistribusi normal) dan uji homogenitas (data memiliki varian yang sama
atau homogenitas).
a. Uji Normalitas
Sugiono (2012: 241) mengemukakan uji normalitas berguna untuk
menentukan analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak
menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian
normalitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows
dengan uji statistic kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan taraf
signifikansi 5%. Hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah:
Ho= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.
H1= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi tidak
normal.
Dasar pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima apabila nilai signifikan (sig ≥ 0,05), dan Ho ditolak atau
H1 diterima apabila nilai signifikan (sig ≤ 0,05)
Apabila kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji
homogenitas varians. Apabila salah satu atau kedua data yang dianalisis
berdistribusi tidak normal maka tidak dilakukan uji homogenitas varians,
melainkan dilakukan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.
H. Prosedur Penelitian
46
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian dilakukan terhadap dua kelas sebagai subyek, kelas pertama
sebagai kelas eksprerimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama
masing-masing kelompok diberikan pretest dengan maksud mengetahui
keadaan adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pelaksanaan
teknik pemodelan (modelling) yang telah disosialisasikan kepada seluruh
subyek penelitian. Materi yang diberikan berkaitan dengan aspek
pengendalian diri yaitu aspek kontrol prilaku (behavior control), aspek
kontrol kognitif (kognitif control), dan aspek kontrol keputusan (decision
control).
I. Rumusan Intervensi Teknik Pemodelan untuk Meningkatkan
Pengendalian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran
2014/2015
1. Rasional
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju
masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik
fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan remaja lebih peka, sehingga
menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya.
Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga
tidak menyukai hal-hal yang menggangu identitas para remaja. Remaja untuk
mempertahankan identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu
terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan
salah satunya adalah memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri)
Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).
Menurut Cavanagh dan Justin (2002: 211-212) orang yang kurang memadai
pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang
penting. Tugas perkembangan tersebut adalah individu tidak bisa mengatur
dirinya sendiri dan mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
47
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri
tentu saja dia akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima
oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat
mengendalikan diri maka dia akan cenderung melakukan perilaku yang tidak
sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan
perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri.
Kasus terbaru, seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena
marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban
yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain
adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang
pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).
Hasil need assement di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek
pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran
2014/2015. Profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar
Tahun Ajaran 2014/2015, tersaji pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.7
Profil Umum Pengendalian Diri
Siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
Kategori Z-Score F %
Tinggi Z < 1 33 14,60%
Sedang 1 ≤ Z ≥ 1 163 72,12%
Rendah Z > -1 30 13,27%
Jumlah 226 100 %
Tabel 3.8 menunjukkan profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII
SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 226 siswa yaitu:
sebanyak 33 siswa (14,60% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori
tinggi. Sebanyak 163 siswa (72,12%) dari jumlah subjek penelitian berada pada
kategori sedang, sebanyak 30 peserta didik (13,27%) dari jumlah subjek penelitian
berada pada kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut, profil umum
pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
48
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berada pada kategori sedang.
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan
layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri
siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase
terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar
10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek
Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri
siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1)
Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%.
Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi
sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif
(Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar
11%.
Secara umum diperoleh gambaran kemampuan pengendalian diri siswa
kelas VIII SMP N 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 memiliki
pengendalian diri siswa pada kategori sedang. Yang berarti siswa sudah mampu
mengontrol pada setiap aspek kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif
(cognitive control), dan kontrol keputusan (decision control). Sebelum bertindak
siswa telah melakukan pertimbangan, namun untuk mengambil keputusan masih
dipengaruhi dari luar diri siswa sendiri.
Seorang guru bimbingan dan konseling penting mengetahui keadaan
kendali diri siswa dan diperlukan juga solusi yang dapat meningkatkan
pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007)
menyebutkan bahwa banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan
meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma hal itu dapat
terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat
diusulkan adalah melalui teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung
baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja
49
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau
fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi
perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta
perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang
dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu
pemodelan dipandang tepat untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari
teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku,
pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.
2. Tujuan
Secara umum tujuan program intervensi teknik pemodelan adalah untuk
mengembangkan kontrol diri siswa. Secara khusus tujuan intervensi teknik
pemodelan adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memiliki kontrol kognitif
(cognitive control), kontrol perilaku (behavior control) dan kontrol keputusan
(decision control) dalam berbagai situasi dan keadaan yang dapat membawa siswa
kearah konsekuensi positif.
3. Dasar Pelaksanaan Intervensi
Pengembangan rancangan intervensi dengan teknik pemodelan dalam
meningkatkan pengendalian diri didasarkan kepada landasan hukum, antara lain:
a. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b. SK Mendikbud No. 025 tahun 1995, tentang Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling pada Suatu Pendidikan Formal.
c. Surat ABKIN No. 013/PB ABKIN/II/2008, tentang Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal.
4. Kompetensi Konselor
Dalam melaksanakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian
diri siswa harus didukung oleh kompetensi memadai yang dimiliki oleh peneliti
yang sekaligus berperan sebagai pemberi intervensi. Berbagai sumber menyatakan
bahwa modeling dapat diberikan oleh berbagai kalangan dan tidak menuntut
50
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lisensi profesional tertentu. Beberapa kalangan yang terbiasa memberikan
intervensi pemodelan diantaranya adalah Guru, Guru BK, Konselor. Hal ini
mengimplikasikan peneliti memenuhi syarat untuk melaksanakan teknik
modeling. Kompetensi lainnya adalah:
a. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai konsep
pengendalian diri.
b. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dalam
teknik pemodelan (modeling).
c. Memahami karakteristik siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan subjek
dari penelitian.
d. Menunjukkan penerimaan tanpa syarat terhadap konseli sebagai manusia
yang tidak lepas dari kesalahan.
5. Sasaran Intervensi
Program intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan
pengendalian diri siswa dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar
Tahun Ajaran 2013/2014 yang memiliki tingkat pengendalian diri yang sedang
dan rendah ditinjau dari beberapa aspek yakni: kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (dicisional
control).
6. Personel yang Dilibatkan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari
keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program bimbingan dan
konseling menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah. Personel
yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa
adalah guru bimbingan dan konseling. Secara lebih rinci berikut dikemukakan
personel yang akan dilibatkan.
a. Kepala SMPN 2 Batusangkar.
51
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Wakil kepala sekolah SMPN 2 Batusangkar.
c. Koordinator guru BK SMPN 2 Batusangkar.
d. Guru BK SMPN 2 Batusangkar.
e. Wali kelas VIII SMPN 2 Batusangkar.
f. Staf administrasi SMPN 2 Batusangkar.
g. Orang Tua siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar.
7. Struktur Intervensi Teknik Pemodelan
Intervensi teknik modeling terdiri dari dua bentuk, yaitu live modeling dan
symbolic modeling. Kedua model ini dapat diberikan kepada siswa yang memiliki
pengendalian diri (self-control) rendah sehingga observer dapat memperhatikan
dan mempelajari model baik itu daam bentuk live maupun symbolic (Bandura,
1997: 93).
Live modeling dilakukan konselor dengan menghadirkan sosok model yang
dapat memberikan semangat serta motivasi kepada siswa yang pengendalian
dirinya rendah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.
Symbolic modeling dapat dilakukan dengan memberikan kepada siswa
tontonan film-film kenakalan remaja yang merusak dan itu menyebabkan
kerugian baik individu maupun masyarakat, yang nantinya dengan tontonan itu
siswa dapat menyadari kesalahannya dan akan lebih dapat mengendalikan diri.
Kemudian melalui cerita-cerita yang bisa meningkatkan pengendalian diri siswa.
Selain dengan tontonan yang diberikan, konselor juga dapat melakukan verbal
modeling yakni memberikan kata-kata atau kalimat yang dapat memotivasi siswa
yang pengendalian dirinya rendah sehingga dia dapat berubah untuk
meningkatkan pengendalian dirinya.
Intervensi konseling dilaksanakan dua kali dalam satu minggu sehingga
siswa lebih intensif dan fokus dalam melaksanakan teknik modeling. Setting
intervensi menggunakan perspektif kelompok dimana dalam kelompok itu terdiri
dari 1 kelas. observer merupakan siswa yang memiliki pemngendalian diri sedang
dan rendah. Intervensi dapat dilaksanakan di dalam atau di luar ruangan
tergantung kondisi serta materi ang disampaikan.
52
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8. Langkah-langkah intervensi
Bandura (1997:89) menyebutkan empat proses yang memengaruhi belajar
observasional, yaitu proses attensional, proses retensional, proses pembentukan
perilaku, proses motivational.
a. Proses Attensional
Dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau
atensi pada model. Sesuai dengan pendapat Gredle (Nursalim; 2013) yang
menyatakan bahwa perilaku yang baru tidak diperoleh kecuali apabila
perilaku tersebut diperhatikan dan dipersepsi secara cermat. Proses perhatian
ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan
mempengaruhi attentional proces. Kedua, dipengaruhi oleh penguatan masa
lalu. Misalnya, apabila aktivitas yang lalu dipelajari melalui observasi
terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang
sama akan diperhatikan situasi modeling berikutnya. Ketiga, dipengaruhi oleh
karakteristik model. Riset menunjukkan bahwa model akan sering
diperhatikan apabila model sama dengan pengamat, orang yang dihormati
atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat dan
atraktif.
b. Proses Retensional
Belajar melalui pengamatan terjadi berdasarkan kontinuitas. Dua kejadian
yang diperlukan terjadi berulang kali adalah perhatian pada penampilan
model dan penyajian simbolis dari penampilan itu dalam memori jangka
panjang seiring dengan pendapat Bandura yang menyatakan proses
retensional yang menyimpan informasi secara simbolis melalui dua cara,
yaitu secara imajinatif dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan
secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang
dapat diambil dan dilaksanakan sesudah belajar observasional terjadi.
Simbolisasi kedua adalah secara verbal. Menurut Bandura proses ini lebih
penting. Proses simbolisasi verbal ini terjadi secara kognitif. Simbolis verbal
terjadi secara fleksibel. Kerumitan informasi disimpan secara kognitif, dia
53
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah
belajar observasional terjadi. Menurut Bandura, peningkatan kapasitas
simbolisasi ini yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak
perilaku melalui observasi. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan
terjadinya deyaled modeling (modeling yang ditunda), yaitu kemampuan
untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.
c. Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah
dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Seseorang mungkin
mempelajari sesuatu secara kognitif namun tidak mampu menerjemahkan
informasi tersebut kedalam perilaku karena ada keterbatasan. Misalnya
perangkat yang dibutuhkan untuk merespon tertentu tidak tersedia. Bandura
berpendapat apabila seseorang dilengkapi dengan semua aparatus fisik untuk
memberikan respon yang tepat, dibutuhkan suatu periode rehearsal (latihan
repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model.
Bandura menyatakan simbol yang didapat dari modeling akan bertindak
sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses
pelatihan, individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkan
dengan representasi kognitif dari pengalaman model. Setiap diskrepetansi
antara perilaku seseorang dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan
korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah
memuaskan antara perilaku pengamat dan model.
d. Proses Motivational
Teori Bandura meyatakan penguatan memiliki dua fungsi. Pertama
menciptakan ekspektasi dalam diri pengamat apabila mereka bertindak seperti
model yang dilihatnya diperlukan oleh aktivitas tertentu, maka mereka
diperkuat juga. Kedua, penguatan bertindak sebagai intensif untuk
menerjemahkan belajar kepada kinerja. Kedua fungsi penguatan ini adalah
fungsi informasional. Fungsi lainnya motivasional precesses menyediakan
motif untuk menggunakan apa-apa yang telah dipelajari. Informasi yang
54
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diperoleh melalui observasi dapat digunakan dalam berbagai macam situasi
jika individu membutuhkan.
Tabel 3.8
Gambaran Pelaksanaan Intervensi
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis
Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu
kung
Teknis
Sesi 1 Pre-test
Sesi 2 Pengantar
tentang
kegiatan yang
akan
dilakukan.
1. Agar siswa memahami
kegiatan yang akan mereka
ikuti.
2. Siswa bisa mempersiapkan
diri untuk mengikuti
kegiatan
Minggu ke-2
Sesi 3 Behavior
Control
(Kontrol
Perilaku)
Live
modeling
dengan judul
“guruku
tauladan ku”
1. Membantu siswa agar
mampu mengendalikan
situasi atau keadaan menurut
dirinya sendiri
2. Membantu siswa agar
mampu mengendalikan
situasi atau keadaan menurut
sesuatu di luar dirinya
Minggu ke-3
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis
Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu
kung
Teknis
Sesi 4 Behavior
Control
(Kontrol
Perilaku)
Live
modeling
dengan judul
“teman
terbaik”
1. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus
yang tidak dikehendaki
dengan cara yang tepat
2. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus
yang tidak dikehendaki pada
waktu yang tepat
Minggu ke-4
Sesi 5 Cognitive
Control
(Kontrol
Kognitif)
Symbolic
modeling
video tentang
“akibat
marah”
1. Membantu siswa agar
mampu mengantisipasi
keadaan atau peristiwa yang
tidak menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan
2. Membantu siswa agar
mampu menginterpretasi
keadaan atau peristiwa yang
Minggu ke-5 Video
akibat
marah,
infocus
55
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tidak menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan
3. Membantu siswa agar
mampu menilai suatu
keadaan atau peristiwa
dengan cara memperhatikan
segi-segi positif secara
subjektif
4. Membantu siswa agar
mampu menafsirkan suatu
keadaan atau peristiwa
dengan cara memperhatikan
segi-segi positif secara
subjektif
Sesi 6 Decision
Control
(Kontrol
keputusan)
Symbolic
modeling
cerita tentang
akhlak
Rasulullah
SAW dengan
judul
“Rasulullah
suritauladan
terbaik”
1. Membantu siswa agar
mampu memilih berbagai
kemungkinan tindakan
melalui kesempatan yang ada
2. Membantu siswa agar
mampu memilih berbagai
kemungkinan tindakan
melalui kebebasan yang ada
3. Membantu siswa untuk
memilih berbagai hasil
tindakan
Minggu ke-6 Teks
bacaan
Sesi 7 Post-Test
9. Pelaksanaan Sesi Intervensi Teknik Modeling
a) Pre-test
Pre-test dilaksanakan pada tanggal 9 juli 2014, Pre-test berlangsung di
ruang kelas VIII.1 dan didikuti oleh 15 siswa. Awalnya peneliti mengucapkan
salam kemudian memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan
tujuan yang akan dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah
menjelaskan petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 42
item, pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan
siswa akan memilih jawaman Ya atau Tidak.
Setelah siswa memahami petunjuk dari angket, kegiatan selanjutnya
adalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh
siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa
56
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan
sungguh-sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada
peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan
duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Berikutnya peneliti
mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi angket yang
peneliti sebarkan.
b) Sesi 1
Kegiatan dilaksanakan pada minggu kedua pada bulan juli, tepatnya pada
tanggal 16 juli 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di ruang kelas
VIII-1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu mengucapkan salam
kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk kelancaran kegiatan hari ini.
Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa satu persatu untuk lebih
mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa yang hadir dan tidak hadir.
Kegiatan dihadiri oleh 15 siswa.
Setelah siswa diabsen dan diketahui jumlah yang hadir dan tidak kegiatan
dilanjutkan dengan “ice breaking” untuk mencairkan suasana dan menambah
keakraban dengan siswa. Ice breaking yang diberikan adalah permainan “ibu
berkata”, permainan bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan
memfokuskan siswa untuk berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan
adalah peserta diminta untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu
peneliti sendiri, peserta menirukan apabila ada kata ibu berkata sebelum
perintah, kalau tidak ada diawali oleh kata ibu berkata maka peserta tidak
boleh mengikuti perintah. Bagi peserta yang salah akan mendapatkan
hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja. Siswa sangat antusias
mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang salah mendapatkan
hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan akan berusaha untuk
lebih konsentrasi.
Peneliti memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan
oleh siswa selama beberapa minggu ke depan. Peneliti memberikan gambaran
57
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
singkat mengenai teknik pemodelan berikut dengan konsep kontrol diri.
Setelah menjelaskan tentang teknik pemodelan dan kontrol diri peneliti
mengajak siswa untuk membuat „kontrak belajar‟, kontrak belajar yang
disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45
menit kegiatan di kelas siswa dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan
disamakan dengan jadwal BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan
kesediaan siswa untuk menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh.
Setelah menyepakati kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan
siswa, dan siswa menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan.
Kegiatan terakhir pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini,
yakninya berdoa bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.
c) Sesi 2
Sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 20 juli 2014 , kegiatan konseling
dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal, Sesi dua berjudul “guruku
tauladan ku”. Sesi kedua bertujuan merubah perilaku siswa ke arah lebih baik
dengan indikator siswa dapat mengendalikan situasi baik dari dalam diri
maupun dari luar dirinya atau lingkungan. Jenis pemodelan yang
dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang
narasumber kepada siswa, yang menjadi model adalah guru yang berprestasi
atau guru teladan disekolah.
Kegiatan diawali dengan mengucapkan salam kepada siswa, kemudian
seperti biasa mengabsen siswa satupersatu, mengecek apakah siswa hadir
seluruhnya atau tidak. Ternyata siswa hadir seluruhnya yang berjumlah 15
orang.
Setelah diabsen kegiatan berikutnya adalah menjelaskan tujuan dari
kegiatan hari ini, kemudian menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan
diikuti siswa, yang mana siswa harus melakukan hal berikut: (1) Proses
Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi
perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil
imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata
58
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku
seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan
perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang
telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses
Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa
yang telah dicapai.
Setelah menjelaskan langkah-langkah kegiatan lalu memperkenalkan
model yaitu guru teladan di sekolah walaupun siswa pada umumnya sudah
mengenal guru. Berikutnya model diminta untuk bercerita tentang
keberhasilan yang diraih, guru bercerita bahwa ia telah meraih keberhasilan
menjadi guru teladan di sekolah selama beberapa tahun berturut-turut. Guru
menjelaskan kalau penghargaan itu bukan hal yang paling membuat guru
senang melainkan yang paling ia senangi adalah kedekatan dengan siswa dan
siswa bisa nyaman untuk berkomunikasi dengannya. Begitu juga dengan
persahabatannya dengan guru-guru di sekolah.
Guru bercerita tentang rutinitas kesehariannya, dan cara-cara ia bergaul
dengan sesama guru dan cara ia menghadapi siswa. Setiap yang dilakukan ia
pertimbangkan, memutuskan sesuatu yang akan dilakukan dengan kesabaran
dan pikiran ang jernih, pada saat bercerita terjadi proses Attensional, siswa
memperhatikan model dengan sunguh-sungguh. Berikutnya terjadi juga
proses Retensional, dapat dilihat antusias siswauntuk mendengar cerita model
dan merasa kagum, siswa memiliki keinginan untuk bisa bersikap seperti
yang dilakukan model. proses berikutnya aitu pembentukan perilaku,
dilakukan dengan cara tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan dicontoh
dari guru teladan. Siswa menjawab kalau mereka akan meniru kesabaran, dan
cara guru bertindak yang penuh dengan ertimbangan dan menganbil
keputusan yang tepat. Namun siswa merasa ragu dngan kemampuan yang
dimiliki, merasa mereka tidak akan dapat sabar seperti guru panutannya.
Proses berikutnya baru motivational, siswa diberikan penguatan bahwa
mereka bisa meniru perilaku guru teladan mereka.
59
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kegiatan hari ini sudah berakhir, guru mengungkapkan kalau ia sangat
senang bisa berbagi pengalaman bersama siswa. Siswa juga mengungkapkan
kalau mereka senang karena dapat mengetahui cerita guru teladan mereka.
Kegiatan hari ini berjalan lancar, untuk menutup pertemuan kita bersyukur
dan berdoa.
d) Sesi 3
Sesi ketiga dilaksanakan pada tanggal 26 juli 2014, kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi tiga berjudul “teman
terbaik”. Sesi ketiga bertujuan agar siswa dapat meniru perilaku yang baik,
agar siswa dapat berubah kearah yang lebih baik dengan cara dan waktu yang
tepat. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan
menghadirkan seorang siswa yang berprestasi di sekolah. siswa akan bercerita
tentang kegiatan yang dia lakukan selama sekolah sampai dia meraih
keberhasilan dengan meraih prestasi terbaik di sekolah.
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan
tujuan kegiatan.
b. Konselor menampilkan seorang model yakni siswa terbaik di sekolah
tersebut.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,
dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian
atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan
representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk
selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku
seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses
Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh
mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam
tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan
penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi
e) Sesi 4
60
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sesi keempat dilaksanakan pada tanggal 10 agutus 2014 , kegiatan
konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi kempat berjudul
“akibat marah”. Sesi keempat bertujuan membantu siswa untuk bisa berpikir
tentang akibat dari perilaku yang tidak baik. Jenis modeling yang digunakan
adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan video sebagai media atau
model. video ini menggambarkan bentuk kemarahan dua orang wanita yang
berakibat merugikan masing-masing dari mereka. Dalam video ini terlihat
bahwa seseorang yang tidak dapat mengendalikan diri dengan kemarahan
yang semakin besar dan menjadi-jadi membuat mereka melakukan hal-hal
yang merugikan dan berakibat buruk. Kegiatan dilaksanakan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan
tujuan kegiatan.
b. Konselor menayangkan video yang bertemakan akibat dari kemarahan.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,
dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian
atau atensi pada model, siswa menonton video dengan penuh perhatian. (2)
Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan
menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat
menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer
telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses
pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah
dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa,
memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah
dicapai.
d. Penutup dan evaluasi
f) Sesi 5
Sesi kelima dilaksanakan pada tanggal 14 agustus 2014 , kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal sesi kelima berjudul “Rasulullah
suritauladan terbaik”. Sesi kelima bertujuan membantu siswa untuk dapat
61
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya. Jenis modeling yang
dipergunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan cerita sebagai
media atau model. cerita menjelaskan bagaimana pribadi Rasulullah SAW
yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik bagi umatnya. Kegiatan
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan
tujuan kegiatan.
b. Membacakan sebuah cerita tentang kepribadian Rasulullah ang merupakan
suritauladan yang baik bagi umatnya.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,
dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian
atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan
representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk
selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku
seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses
Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh
mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan.
(4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada
siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi
g) Post-test
Posttest diberikan setelah sesi konseling selesai. Posttest dilakukan
untuk melihat dan mengukur profil pengendalian diri siswa setelah diberikan
perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari perbedaan pretest dan
posttest untuk mengukur efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan
pengendalian diri siswa SMPN 2 Batusangkar tahun ajaran 2014/2015.
Kegiatan Post-test dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2014, yang
berselang waktu satu minggu setelah pelaksanaan intervensi yang terakhir.
Kegiatan Post-test diikuti oleh 15 siswa. Seperti kegiatan sebelumnya
diawali dengan do‟a, kemudian siswa diabsen satuper satu. Untuk mengawali
62
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kegiatan siswa diminta untuk berdiri dan melakukan permainan kecil,
permainan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan suasana dan
menambah semangat siswa. Permainan sederhanan yang dilakukan adalah
“Marina Menari”. Setelah selesai bermain siswa diminta untuk mengisi
angket.
Angket yang diberikan kepada siswa sama dengan angket pre-test
yang diberikan kepada siswa pada sesi pertama. Angket pengendalian diri
yang akan mengngkap hasil pengendalian diri siswa setelah diberikan
intervensi yaitu teknik pemodelan, angket yang memiliki item sebanyak 42.
Siswa kembali dijelaskan tentang petunjuk pengisian angket, karena
khawatir siswa sudah lupa dengan petunjuk pengerjaan angket dan tujuan dari
penyebaran angket untuk post-test tidak tercapai. Kegiatan berikutnyaadalah
menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa.
Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa terlihat
serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-
sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada
peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan
duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. m mengisi angket
yang peneliti sebarkan.
Karena hari ini adalah hari terakhir peneliti bertemu dengan siswa
dalam penelitian, maka mengucapkan terimakasih telah mengikuti
serangkaian sesi kegiatan selama beberapa minggu ini. Peneliti mengajak
siswa untuk tetap memegang teguh tugas yang berulang meskipun bertahap
dengan berbagai gangguan, mengubah perilakunya sesuai dengan norma yang
ada, tidak menunjukkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan, dan
bersikap toleran terhadap stimulus yang berlawanan. Kegiatanterakhir dikelas
sebelum berdoa adalah bersalaman dengan siswa dan mengucapkan salam
perpisahan. Kemudian terakhir berdoa.
Tabel 3. 9
Pelaksanaan dan Hasil Teknik Modeling
63
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kegiatan Proses
Hasil
Pre test 1. Memperkenalkan diri kepada siswa
2. Menjelaskan petunjuk pengisian
angket
3. Menyebarkan angket kepada siswa
1. Dapat berkenalan
dengan siswa
2. Diperoleh data dari
siswa tentang kondisi
awal pengendalian dari
Sesi 1 1. Perkenalan dan absensi
2. ice breaking, memberikan
permainan untuk mencairkan
suasana dan menambah keakraban
dengan siswa. Permainan yang
dilakukan adalah permaianan “ibu
berkata” dan permainan “darat, laut,
udara”
3. gambaran mengenai teknik
pemodelan dan pengendalian diri
4. menanyakan kesiapan siswa untuk
mengikuti rancangan kegiatan.
5. Berdoa
1. terjalin keakraban
dengan siswa
2. siswa memahami
kegiatan yang akan
mereka ikuti.
Sesi 2 1. absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
1.Siswa memperoleh
pengalaman baru dari
model
2.siswa dapat
mengendalikan situasi
baik dari dalam diri
maupun dari luar dirinya
atau lingkungan.
Kegiatan Proses
Hasil
a. memperkenalkan model, dan
mempersilahkan model yaitu guru
teladan yang ada di sekolah untuk
3. siswa mampu
mengendalikan situasi
atau keadaan menurut
64
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bercerita tentang keberhasilannya.
guru bercerita tetang rutinitasnya
sehari-hari serta kebiasaannya
diwaktu kecil samapai menjadi guru
teladan di sekolah.
b. proses Proses Attensional siswa
mengamati model dan mendengarkan
secara sungguh-sungguh. (2) Proses
Retensional. (3) Proses Pembentukan
Perilaku, tanya jawab dengan siswa
hal apa yang akan ia contoh dari guru
teladan. (4) Proses Motivationa, siswa
diberikan penguatan, bahwa ia bisa
meniru dan meneladani perilaku
model.
c. Berdoa
dirinya sendiri
4. siswa mampu
mengendalikan situasi
atau keadaan menurut
sesuatu di luar dirinya
Sesi 3 1. absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. memperkenalkan model, dan
mempersilahkan model yaitu guru
teladan yang ada di sekolah untuk
bercerita tentang keberhasilannya.
guru bercerita tetang rutinitasnya
sehari-hari serta kebiasaannya, dan
usaha-usahanya untuk mencapai
prestasi sampai saat sekarang ini.
1. siswa mampu untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak
dikehendaki dengan
cara yang tepat
2. siswa mampu untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak
dikehendaki pada
waktu yang tepat
Kegiatan Proses
Hasil
65
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6. proses Proses Attensional siswa
mengamati model dan mendengarkan
secara sungguh-sungguh. (2) Proses
Retensional. (3) Proses Pembentukan
Perilaku, tanya jawab dengan siswa
hal apa yang akan ia contoh dari siswa
teladan. (4) Proses Motivationa, siswa
diberikan penguatan, bahwa ia bisa
meniru dan meneladani perilaku
model.
7. Berdoa
Sesi 4 1. Absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. menampilkan video tentang marah
yang merupakan modeling symbolic
6. Proses Attensional siswa mengamati
dan menyimak video secara sungguh-
sungguh. (2) Proses Retensional. (3)
Proses Pembentukan Perilaku, tanya
jawab dengan siswa hal apa yang
tidak layak dilakuakan setelah
menonton video. (4) Proses
Motivationa, siswa diberikan
penguatan, bahwa dia dapat
menghindari perilaku marah.
7. Berdoa
1. Siswa mampu
mengantisipasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan
2. siswa mampu
menginterpretasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan
3. siswa mampu menilai
suatu keadaan atau
peristiwa dengan cara
memperhatikan aspek-
aspek positif secara
subjektif
4. siswa mampu
menafsirkan suatu
keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan aspek-
aspek positif secara
subjektif
Kegiatan Proses
Hasil
66
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sesi 5 1. absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. menayangkan slide tentang
“Rasulullah teladan terbaik”.
6. proses Proses Attensional siswa
mengamati model dan mendengarkan
secara sungguh-sungguh. (2) Proses
Retensional. (3) diskusi tentang
pribadi Rasulullah dan hal yang akan
dilakukan untuk meneladani pribadi
Rasulullah. (4) Proses Motivational,
siswa diberikan penguatan, bahwa dia
dapat meniru dan meneladani pribadi
Rasulullah.
7. Berdoa
1. siswa mampu memilih
berbagai kemungkinan
tindakan melalui
kesempatan yang ada
2. siswa mampu memilih
berbagai kemungkinan
tindakan melalui
kebebasan yang ada
3. siswa mampu memilih
berbagai hasil
tindakan.
4. Siswa mampu
menginterpretasikan
pribadi Rasulullah
sbagai tauadan yang
baik dalam kehidupan.
5. Terjadi peningkatan
pada aspek kontrol
keputusan.
Post test 1. absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan (tatacara pengisian angket
dan jawaban siswa)
5. siswa mengisi angket
6. Berdoa
1. Diperoleh data akhir
dari siswa setelah
mengikuti kegiatan.
10. Indikator Keberhasilan dan Evaluasi
67
Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mengukur indikator keberhasilan teknik pemodelan dalam
meningkatkan pengendalian diri siswa bukan hanya dari hasil yang diperoleh
akan tetapi pada bagaimana proses bimbingan tersebut terlaksana. Intervensi
dikatakan berhasil apabila siswa menunjukkan perubahan pola pikir, persepsi,
dan tindakan yang memperlihatkan perubahan perilaku terutama dalam
mengendalikan diri. Kriteria keberhasilan peningkatan pengendalian diri
siswa dapat dilihat pada hasil post test yang dilaksanakan setelah selesai
bimbingan, dengan membandingkan perolehan skor antara pretest dan
postest, apabila hasilnya meningkat maka dapat dikatakan peningkatan
pengendalian diri siswa berhasil.
Evaluasi bertujuan untuk menilai pelaksanaan intervensi yang
menggunakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri
siswa. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil.
1) Evaluasi proses, dimaksud untuk mengetahui efektivitas layanan dari segi
proses. Penilaian terhadap proses intervensi dilakukan dengan observasi
atau pengamatan oleh guru bimbingan dan konseling yang ada disekolah
sebagai refleksi dari proses yang terjadi, baik terhadap keaktifan dan
partisipasi siswa selama kegiatan maupun penilaian terhadap fasilitator.
Aspek-aspek yang diamati pada siswa meliputi: partisipasi dan keaktifan
siswa dalam kegiatan, pemahaman siswa atas bahan-bahan yang
disajikan. Sedangkan aspek-aspek yang diamati pada fasilitator meliputi:
persiapan alat/bahan materi, penguasaan materi, kelancaran proses dan
suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.
2) Evaluasi hasil, dimaksudkan untuk memperoleh informasi efektivitas
layanan dari segi hasil. Evaluasi hasil diperoleh dengan membandingkan
skor pencapaian siswa sebelum treatment diberikan. Selain dari hasil
skor angket yang diberikan, diberikan juga kepada siswa wawancara
terstruktur mengenai treatment yang telah diberikan fasilitator.