bab iii metode penelitian -...

35
33 Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN Bab III berisi penjabaran lebih rinci tentang metodologi penelitian. Bahasan mengenai metodologi penelitian terdiri dari lokasi, populasi dan sampel penelitian, pendekatan dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan rumusan Intervensi. A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian adalah siswa Kelas VIII (delapan) SMP SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelian dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel secara random tampa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan partisipan penelitian (Hadi, 2006:91). Latar belakang dipilihnya SMP loksi, populsi, dan sampel penelitian sebagai berikut. 1. Berdasarkan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling diketahui bahwa siswa yang pengendalian dirinya rendah adalah pada tingkat kelas VIII. Maka dipilih 2 kelas pada Kelas VIII (delapan) untuk menjadi sampel penelitian. 2. Sebagai populasi, pemilihan siswa kelas VIII (delapan) berdasarkan asumsi bahwa siswa pada tingkatan kelas VIII merupakan bagian dari masa remaja awal, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Kenakalan siswapun meningkat pada masa remaja, sehingga sulit untuk mengendalikan diri. 3. Dipilihnya SMP N 2 Batusangkar sebagai lokasi penelitian karena belum ada penelitian serupa yang dilakukan. 33

Upload: vanhanh

Post on 15-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

33

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III berisi penjabaran lebih rinci tentang metodologi penelitian. Bahasan

mengenai metodologi penelitian terdiri dari lokasi, populasi dan sampel

penelitian, pendekatan dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi

operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data dan rumusan Intervensi.

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian adalah siswa Kelas VIII (delapan) SMP SMPN 2

Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelian

dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu

pengambilan anggota sampel secara random tampa pilih bulu, karena setiap

individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan

partisipan penelitian (Hadi, 2006:91).

Latar belakang dipilihnya SMP loksi, populsi, dan sampel penelitian

sebagai berikut.

1. Berdasarkan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling diketahui

bahwa siswa yang pengendalian dirinya rendah adalah pada tingkat kelas

VIII. Maka dipilih 2 kelas pada Kelas VIII (delapan) untuk menjadi

sampel penelitian.

2. Sebagai populasi, pemilihan siswa kelas VIII (delapan) berdasarkan

asumsi bahwa siswa pada tingkatan kelas VIII merupakan bagian dari

masa remaja awal, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

Kenakalan siswapun meningkat pada masa remaja, sehingga sulit untuk

mengendalikan diri.

3. Dipilihnya SMP N 2 Batusangkar sebagai lokasi penelitian karena belum

ada penelitian serupa yang dilakukan.

33

34

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Pendekatan dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi

eksperimen. Metode eksperimen kuasi digunakan untuk mengetahui efektivitas

teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Eksperimen

kuasi (quasi experiment) yaitu desain yang mempunyai kelompok kontrol,

tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel

luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiono, 2009: 114).

Desain yang digunakan dalam penelitian adalah “pretest-posttest

equivalent control group design” (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain

penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau

memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-

variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan teknik

modeling dan pada kelompok kontrol diberikan tidak diberikan perlakuan.

Desain ini dilakukan dengan pertimbangan karena kelas eksperimen dan

kontrol memiliki karakteristik yang sama. Kesamaan mereka adalah sama-

sama berada pada kategori pengendalian diri rendah, dan jumlah anggota

kelompok eksperimen dan kontrol sama.

Tabel 3.1

Desain Penelitian Eksperiment kuasi

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test

Eksperiment O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan:

O1, O2 : Kegiatan Pre-test

O2, O4 : Kegiatan Post-test

X : Perlakuan/Treatment dengan menggunakan teknik modeling

- : Tidak ada perlakuan

Penelitian eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-posttest

control group design melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Desain equivalent pretest-posttest control group design

35

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

melakukan pre-test dan post-test pada kedua kelompok untuk mengukur

kontribusi perlakuan terhadap pengendalian diri pada dua kelompok siswa

yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok pertama

yaitu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan teknik

modeling dan pada kelompok kedua yaitu kelompok kontrol tidak diberikan

perlakuan. Perbedaan hasil pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

dapat menunjukkan efektif atau tidaknya perlakuan (teknik pemodelan) yang

diberikan kepada kelompok eksperimen.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel independen

(bebas) variabel dependen (terikat). Adapun dua jenis variabel tersebut

dipaparkan dalam uraian berikut.

a. Variabel Independen/variabel bebas (X)

Variabel dependen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi penyebab. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel

bebas adalah teknik modeling.

b. Variabel dependen/variabel terikat (Y)

Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang keberadaannya

bergantung pada variabel bebas dengan kata lain variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Dalam penelitian ini yang

dijadikan sebagai variabel terikat adalah pengendalian diri (self-

control).

Hubungan antar kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut.

36

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel diuraikan sebagai berikut.

a. Teknik Modeling

Teknik modeling merupakan suatu upaya bantuan oleh peneliti selaku

konselor kepada siswa untuk mengubah tingkah laku dan pemikiran siswa

ke arah yang lebih baik, melalui pengamatan terhadap model. Pengamatan

terhadap model dilakukan dengan bentuk live modeling dan model

modeling simbolis.

b. Pengendalian Diri

Secara operasional, pengendalian diri yang dimaksud dalam penelitian

adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyusun, membimbing,

mengatur dan mengarahkan bentuk perilakunya yang dapat membawa

kearah lebih positif/baik, yang ditandai dengan dimilikinya oleh siswa

indikator sebagai berikut.

1) Behavioral control

Kemampuan mengontrol perilaku diperinci menjadi dua komponen,

yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan

memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur

pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa

yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu

diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan

mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya

dan apabila tidak mampu individu akan menggunakan sumber

eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan

untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak

dikehendaki dihadapi.

2) Cognitive control

Merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak

37

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan

suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi

psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek cognitive control

terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information

gain) dan melakukan peniaian (appraisal). Dengan informasi yang

dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan keadaan yang

tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan

penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif

secara objektif.

3) Decisional control

Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Kendali diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan

adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri

individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen

Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian, digunakan

instrumen berupa angket. Intrumen yang digunakan dalam penelitian

adalah intrumen yang disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan

teori mengenai pengendalian diri. Butir-butir pernyataan dalam intrumen

merupakan gambaran tentang bagaimana pengendalian diri siswa. Angket

menggunakan skala ordinal yang terdiri dari Ya dan Tidak.

2. Pengembangan Kisi-kisi

Kisi-kisi intrumen untuk mengungkapkan bagaimana pengendalian diri

siswa dikembangkan dari definisi opreasional variabel penelitian. Kisi-

kisi dari intrumen disajikan pada tabel selanjutnya yang berjudul: Kisi-

38

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kisi intrumen pengendalian diri siswa.

3. Pedoman Skoring

Penyekoran intrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala

ordinal. Skala ordinal didasarkan pada peringkat yang diurutkan dari

jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya.

Semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi tingkat

kecenderungan pengendalian diri siswa dan semakin rendah alternatif

jawaban siswa maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan tingkat

pengendalian diri siswa

Tabel 3.2

Kategori pemberian skor alternatif jawaban

Jawaban alternative Pemberian skor

Ya 1

Tidak 0

Menguraikan sub variabel, dan indikator ke dalam kisi-kisi. Kisi-kisi

instrumen penelitian sebagai berikut.

4. Kisi-kisi Intrumen

Alat pengumpulan disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen agar peneliti

dapat menyusun intrumen dengan tepat. Jadi, intrumen penelitian adalah

suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun

sosial yang diamati Sugiono (2009:102). Aspek pengendalian diri

meliputi: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan.

Tabel 3. 3

Kisi-kisi Instrumen Pengendalian Diri

Aspek

Kontrol Diri

Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑

+ -

Behavior

Control

(Kontrol

Perilaku)

Mengatur

pelaksanaan

Kemampuan

mengendalikan situasi

atau keadaan menurut

dirinya sendiri

2 1, 3, 4 4

39

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemampuan

mengendalikan situasi

atau keadaan menurut

sesuatu di luar dirinya

5, 8 6, 7, 9 5

Aspek

Kontrol Diri

Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑

+ -

Memodifikasi

stimulus

Kemampuan untuk

menghadapi suatu

stimulus yang tidak

dikehendaki dengan

cara yang tepat

10, 11 12 3

Kemampuan untuk

menghadapi suatu

stimulus yang tidak

dikehendaki pada waktu

yang tepat

13, 15,

16

14, 17 5

Cognitive

Control

(Kontrol

Kognitif)

Memperoleh

Informasi

Mengantisipasi keadaan

atau peristiwa yang

tidak menyenangkan

dengan berbagai

pertimbangan

18, 21 19, 20 4

Menginterpretasi

keadaan atau peristiwa

yang tidak

menyenangkan dengan

berbagai pertimbangan

22, 24,

25

23 4

Melakukan

penilaian

Menilai suatu keadaan

atau peristiwa dengan

cara memperhatikan

segi-segi positif secara

27 26, 28 3

40

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

subjektif

Aspek

Kontrol Diri

Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑

+ -

Menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa

dengan cara

memperhatikan segi-

segi positif secara

subjektif

30 29 2

Decisional

Control

(Kontrol

keputusan)

Memilih

tindakan

Kesempatan untuk

memilih berbagai

kemungkinan suatu

tindakan

31, 33,

34

32, 35 5

Kebebasan untuk

memilih berbagai

kemungkinan suatu

tindakan

37, 38,

39

36, 40 5

Memilih hasil Kemungkinan untuk

memilih berbagai hasil

tindakan

41 42 2

Jumlah 42

1. Mengadopsi dan adaptasi pernyataan-pernyataan instrumen atas dasar sub

variabel dan indikator.

41

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Melaksanakan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item yang

telah diadopsi untuk menghasilkan validitas konstruk, isi, dan bahasa.

Pernyataan item kemudian diuji oleh tiga orang ahli sebagai penimbang.

3. Mengujicobakan instrumen kepada satu angkatan siswa SMP yang memiliki

karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Ujicoba dilakukan untuk

mendapatkan gambaran validitas dan reliabilitas instrumen.

E. Uji Coba Instrumen

1. Uji Kelayakan Instrumen

Sebelum dilakukan pengujian secara komputerisasi, instrumen diuji

secara rasional oleh kelompok penilai dari dosen Bimbingan dan konseling

yang berkompeten untuk memvalidasi materi (content), konstruk (construct)

dan redaksi instrumen.

Hasil penilaian dari uji validitas ini berupa penilaian pada setiap item

instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak

memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi M dapat langsung

digunakan untuk mencari data penalitian yang dibutuhkan, sedangkan dalam

pernyataan yang termasuk dalam kualifikasi TM, terdapat dua kemungkinan,

yaitu pernyataan tersebut harus direvisi hingga dapat terkelompokan dalam

kualifikasi M atau pernyataan tersebut harus dibuang.

Instrumen ditimbang oleh 2 orang dosen, yaitu Prof. A. Juntika

Nurikhsan, M.Pd dan Dr. Amin Budiamin, M.Pd. Berdasarkan uji materi

(content), konstruk (construct) dan redaksi oleh kelompok penilai dari dosen

diperoleh beberapa masukan, yakni redaksi bahasanya diperbaiki dan terdapat

beberap item yang dihilangkan. Jadi dari 53 item yang dinilai maka ada item

yang tidak memadai sehingga berkurang menjadi 45 item setelah dirubah

redaksi bahasa dan item yang tidak memadai dibuang. Hasil penimbangan

dari ahli, ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Hasil Penimbangan Angket Pengendalian Diri

Hasil Penimbangan Nomor Item Jumlah

42

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pakar

Memadai 2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,15,16,17,18,

19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,

31,323,34,35,37,38,39,40,41,42,43,44,

45,46,47,48,49,50

40

Tidak Memadai 1, 11,12,32,36 5

2. Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen pengendalian diri diuji validitas, instrumen terlebih

dahulu diuji keterbacaannya kepada sampel setara yaitu 5 orang siswa kelas

VIII dari sekolah yang berbeda, untuk mengukur sejauh mana keterbacaan

instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan yang tidak dipahami kemudian

direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas

VIII dan kemudian dilakukan uji validitas ekstrernal. Berdasarkan hasil uji

keterbacaan, dapat disimpulkan:

a. Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh responden

b. Terdapat beberapa kata yang kurang dipahami oleh responden, hal ini

berarti perlu diganti dengan kata yang dapat dipahami responden.

3. Uji Validitas Butir Item

Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity

yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen

pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat

atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan

besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari

apa yang diukur.

Setelah uji validitas materi (content), konstruk (construct) dan redaksi

dilakukan oleh kelompok pakar lalu uji validitas instrumen mengungkap

43

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengendalian diri siswa dilakukan pada 226 orang siswa kelas VIII di SMPN 2

Batusangkar. Data kemudian diolah menggunakan koefisien korelasi biserial

(rbis) dengan

Korelasi biserial ( ) ini melihat hubungan antara skor atau hasil jawaban

pada masing-masing item pernyataan yang diberikan di dalam tes.

Pengujian validitas dilakukan terhadap 45 item pernyataan dengan jumlah

subjek 226 siswa. Dari 54 item diperoleh 43 item yang valid dan 3 item tidak

valid.

Tabel 3. 5

Hasil Uji Validitas Butir Item

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,

16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 30,

31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42

42

Tidak valid 22, 24, 29 3

Lebih jelasnya hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus

Korelasi poin biserial ( ) tersaji pada tabel berikut:.

Hasil uji validitas instrumen di peroleh 42 item yang valid, dan 3 item yang

tidak valid. Item yang tidak valid dibuang, karena masih ada yang mewakili

indikator.

4. Uji Reabilitas

Adapun untuk melihat tingkat kepercayaan suatu item dalam menghasilkan

skor yang relative konsisten, dilakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas

instrumen dalam penelitian menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal

dengan nama KR-20

Alasan digunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20) dengan asumsi bahwa

data yang dihasilkan oleh instrumen ini merupakan data dikotomis karena item

44

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pernyataan atau pernyataan menggunakan pola jawaban sesuai (YA) atau tidak

sesuai (TIDAK), bila sesuai bernilai 1 dan jika tidak sesuai bernilai = 0.

Sebagai tolak ukur, digunakan rentang koefisien berdasarkan Sugiyono

(2009: 257) reliabilitas yang tersaji pada tabel:

Tabel. 3. 6

Kategori Reabilitas Instrumen

Batasan Derajat keterbacaan

0,00 – 0,199 sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Cukup

0,60 – 0,799 Tinggi

0,80 – 1,00 sangat tinggi

(Sugiyono, 2009:184).

Hasil uji reabilitas menunjukkan hasil sebesar 0,747 termasuk pada kategori

tinggi berdasarkan klasifikasi reabilitas menurut Guilford.

F. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel

dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Berdasarkan

jenis data yang diperlukan dalam penelitian maka dikembangkan atas

pengumpulan data, yaitu:

1. Skala pengendalian diri digunakan untuk mendapatkan informasi tentang

pengendalian diri siswa sebelum dan sesudah diberikan teknik modeling.

2. Observasi dan partisipasi serta pencatatan terhadap subjek penelitian.

45

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan skala

penilaian yang menggunakan skala Guttman.

G. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat

Syarat melakukan uji-t (t-test) adalah melakukan uji normalitas (data

berdistribusi normal) dan uji homogenitas (data memiliki varian yang sama

atau homogenitas).

a. Uji Normalitas

Sugiono (2012: 241) mengemukakan uji normalitas berguna untuk

menentukan analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data

berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak

menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian

normalitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows

dengan uji statistic kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan taraf

signifikansi 5%. Hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah:

Ho= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

H1= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi tidak

normal.

Dasar pengambilan keputusan adalah:

Ho diterima apabila nilai signifikan (sig ≥ 0,05), dan Ho ditolak atau

H1 diterima apabila nilai signifikan (sig ≤ 0,05)

Apabila kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji

homogenitas varians. Apabila salah satu atau kedua data yang dianalisis

berdistribusi tidak normal maka tidak dilakukan uji homogenitas varians,

melainkan dilakukan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.

H. Prosedur Penelitian

46

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian dilakukan terhadap dua kelas sebagai subyek, kelas pertama

sebagai kelas eksprerimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama

masing-masing kelompok diberikan pretest dengan maksud mengetahui

keadaan adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pelaksanaan

teknik pemodelan (modelling) yang telah disosialisasikan kepada seluruh

subyek penelitian. Materi yang diberikan berkaitan dengan aspek

pengendalian diri yaitu aspek kontrol prilaku (behavior control), aspek

kontrol kognitif (kognitif control), dan aspek kontrol keputusan (decision

control).

I. Rumusan Intervensi Teknik Pemodelan untuk Meningkatkan

Pengendalian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran

2014/2015

1. Rasional

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju

masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik

fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan remaja lebih peka, sehingga

menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya.

Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga

tidak menyukai hal-hal yang menggangu identitas para remaja. Remaja untuk

mempertahankan identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu

terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan

salah satunya adalah memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri)

Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).

Menurut Cavanagh dan Justin (2002: 211-212) orang yang kurang memadai

pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang

penting. Tugas perkembangan tersebut adalah individu tidak bisa mengatur

dirinya sendiri dan mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.

47

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri

tentu saja dia akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima

oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat

mengendalikan diri maka dia akan cenderung melakukan perilaku yang tidak

sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.

Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan

perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri.

Kasus terbaru, seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena

marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban

yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain

adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang

pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).

Hasil need assement di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek

pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran

2014/2015. Profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar

Tahun Ajaran 2014/2015, tersaji pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.7

Profil Umum Pengendalian Diri

Siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015

Kategori Z-Score F %

Tinggi Z < 1 33 14,60%

Sedang 1 ≤ Z ≥ 1 163 72,12%

Rendah Z > -1 30 13,27%

Jumlah 226 100 %

Tabel 3.8 menunjukkan profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII

SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 226 siswa yaitu:

sebanyak 33 siswa (14,60% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori

tinggi. Sebanyak 163 siswa (72,12%) dari jumlah subjek penelitian berada pada

kategori sedang, sebanyak 30 peserta didik (13,27%) dari jumlah subjek penelitian

berada pada kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut, profil umum

pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015

48

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berada pada kategori sedang.

Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan

layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri

siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase

terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar

10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek

Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.

Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri

siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1)

Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%.

Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi

sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif

(Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar

11%.

Secara umum diperoleh gambaran kemampuan pengendalian diri siswa

kelas VIII SMP N 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 memiliki

pengendalian diri siswa pada kategori sedang. Yang berarti siswa sudah mampu

mengontrol pada setiap aspek kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif

(cognitive control), dan kontrol keputusan (decision control). Sebelum bertindak

siswa telah melakukan pertimbangan, namun untuk mengambil keputusan masih

dipengaruhi dari luar diri siswa sendiri.

Seorang guru bimbingan dan konseling penting mengetahui keadaan

kendali diri siswa dan diperlukan juga solusi yang dapat meningkatkan

pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007)

menyebutkan bahwa banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan

meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma hal itu dapat

terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat

diusulkan adalah melalui teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.

Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung

baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja

49

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau

fenomena yang disajikan kepadanya.

Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi

perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta

perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang

dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu

pemodelan dipandang tepat untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari

teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku,

pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.

2. Tujuan

Secara umum tujuan program intervensi teknik pemodelan adalah untuk

mengembangkan kontrol diri siswa. Secara khusus tujuan intervensi teknik

pemodelan adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memiliki kontrol kognitif

(cognitive control), kontrol perilaku (behavior control) dan kontrol keputusan

(decision control) dalam berbagai situasi dan keadaan yang dapat membawa siswa

kearah konsekuensi positif.

3. Dasar Pelaksanaan Intervensi

Pengembangan rancangan intervensi dengan teknik pemodelan dalam

meningkatkan pengendalian diri didasarkan kepada landasan hukum, antara lain:

a. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. SK Mendikbud No. 025 tahun 1995, tentang Pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling pada Suatu Pendidikan Formal.

c. Surat ABKIN No. 013/PB ABKIN/II/2008, tentang Penataan Pendidikan

Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal.

4. Kompetensi Konselor

Dalam melaksanakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian

diri siswa harus didukung oleh kompetensi memadai yang dimiliki oleh peneliti

yang sekaligus berperan sebagai pemberi intervensi. Berbagai sumber menyatakan

bahwa modeling dapat diberikan oleh berbagai kalangan dan tidak menuntut

50

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lisensi profesional tertentu. Beberapa kalangan yang terbiasa memberikan

intervensi pemodelan diantaranya adalah Guru, Guru BK, Konselor. Hal ini

mengimplikasikan peneliti memenuhi syarat untuk melaksanakan teknik

modeling. Kompetensi lainnya adalah:

a. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai konsep

pengendalian diri.

b. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dalam

teknik pemodelan (modeling).

c. Memahami karakteristik siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan subjek

dari penelitian.

d. Menunjukkan penerimaan tanpa syarat terhadap konseli sebagai manusia

yang tidak lepas dari kesalahan.

5. Sasaran Intervensi

Program intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan

pengendalian diri siswa dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar

Tahun Ajaran 2013/2014 yang memiliki tingkat pengendalian diri yang sedang

dan rendah ditinjau dari beberapa aspek yakni: kontrol perilaku (behavior

control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (dicisional

control).

6. Personel yang Dilibatkan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari

keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program bimbingan dan

konseling menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah. Personel

yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan

konseling untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa

adalah guru bimbingan dan konseling. Secara lebih rinci berikut dikemukakan

personel yang akan dilibatkan.

a. Kepala SMPN 2 Batusangkar.

51

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Wakil kepala sekolah SMPN 2 Batusangkar.

c. Koordinator guru BK SMPN 2 Batusangkar.

d. Guru BK SMPN 2 Batusangkar.

e. Wali kelas VIII SMPN 2 Batusangkar.

f. Staf administrasi SMPN 2 Batusangkar.

g. Orang Tua siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar.

7. Struktur Intervensi Teknik Pemodelan

Intervensi teknik modeling terdiri dari dua bentuk, yaitu live modeling dan

symbolic modeling. Kedua model ini dapat diberikan kepada siswa yang memiliki

pengendalian diri (self-control) rendah sehingga observer dapat memperhatikan

dan mempelajari model baik itu daam bentuk live maupun symbolic (Bandura,

1997: 93).

Live modeling dilakukan konselor dengan menghadirkan sosok model yang

dapat memberikan semangat serta motivasi kepada siswa yang pengendalian

dirinya rendah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.

Symbolic modeling dapat dilakukan dengan memberikan kepada siswa

tontonan film-film kenakalan remaja yang merusak dan itu menyebabkan

kerugian baik individu maupun masyarakat, yang nantinya dengan tontonan itu

siswa dapat menyadari kesalahannya dan akan lebih dapat mengendalikan diri.

Kemudian melalui cerita-cerita yang bisa meningkatkan pengendalian diri siswa.

Selain dengan tontonan yang diberikan, konselor juga dapat melakukan verbal

modeling yakni memberikan kata-kata atau kalimat yang dapat memotivasi siswa

yang pengendalian dirinya rendah sehingga dia dapat berubah untuk

meningkatkan pengendalian dirinya.

Intervensi konseling dilaksanakan dua kali dalam satu minggu sehingga

siswa lebih intensif dan fokus dalam melaksanakan teknik modeling. Setting

intervensi menggunakan perspektif kelompok dimana dalam kelompok itu terdiri

dari 1 kelas. observer merupakan siswa yang memiliki pemngendalian diri sedang

dan rendah. Intervensi dapat dilaksanakan di dalam atau di luar ruangan

tergantung kondisi serta materi ang disampaikan.

52

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8. Langkah-langkah intervensi

Bandura (1997:89) menyebutkan empat proses yang memengaruhi belajar

observasional, yaitu proses attensional, proses retensional, proses pembentukan

perilaku, proses motivational.

a. Proses Attensional

Dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau

atensi pada model. Sesuai dengan pendapat Gredle (Nursalim; 2013) yang

menyatakan bahwa perilaku yang baru tidak diperoleh kecuali apabila

perilaku tersebut diperhatikan dan dipersepsi secara cermat. Proses perhatian

ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan

mempengaruhi attentional proces. Kedua, dipengaruhi oleh penguatan masa

lalu. Misalnya, apabila aktivitas yang lalu dipelajari melalui observasi

terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang

sama akan diperhatikan situasi modeling berikutnya. Ketiga, dipengaruhi oleh

karakteristik model. Riset menunjukkan bahwa model akan sering

diperhatikan apabila model sama dengan pengamat, orang yang dihormati

atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat dan

atraktif.

b. Proses Retensional

Belajar melalui pengamatan terjadi berdasarkan kontinuitas. Dua kejadian

yang diperlukan terjadi berulang kali adalah perhatian pada penampilan

model dan penyajian simbolis dari penampilan itu dalam memori jangka

panjang seiring dengan pendapat Bandura yang menyatakan proses

retensional yang menyimpan informasi secara simbolis melalui dua cara,

yaitu secara imajinatif dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan

secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang

dapat diambil dan dilaksanakan sesudah belajar observasional terjadi.

Simbolisasi kedua adalah secara verbal. Menurut Bandura proses ini lebih

penting. Proses simbolisasi verbal ini terjadi secara kognitif. Simbolis verbal

terjadi secara fleksibel. Kerumitan informasi disimpan secara kognitif, dia

53

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah

belajar observasional terjadi. Menurut Bandura, peningkatan kapasitas

simbolisasi ini yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak

perilaku melalui observasi. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan

terjadinya deyaled modeling (modeling yang ditunda), yaitu kemampuan

untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.

c. Proses Pembentukan Perilaku

Proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah

dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Seseorang mungkin

mempelajari sesuatu secara kognitif namun tidak mampu menerjemahkan

informasi tersebut kedalam perilaku karena ada keterbatasan. Misalnya

perangkat yang dibutuhkan untuk merespon tertentu tidak tersedia. Bandura

berpendapat apabila seseorang dilengkapi dengan semua aparatus fisik untuk

memberikan respon yang tepat, dibutuhkan suatu periode rehearsal (latihan

repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model.

Bandura menyatakan simbol yang didapat dari modeling akan bertindak

sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses

pelatihan, individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkan

dengan representasi kognitif dari pengalaman model. Setiap diskrepetansi

antara perilaku seseorang dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan

korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah

memuaskan antara perilaku pengamat dan model.

d. Proses Motivational

Teori Bandura meyatakan penguatan memiliki dua fungsi. Pertama

menciptakan ekspektasi dalam diri pengamat apabila mereka bertindak seperti

model yang dilihatnya diperlukan oleh aktivitas tertentu, maka mereka

diperkuat juga. Kedua, penguatan bertindak sebagai intensif untuk

menerjemahkan belajar kepada kinerja. Kedua fungsi penguatan ini adalah

fungsi informasional. Fungsi lainnya motivasional precesses menyediakan

motif untuk menggunakan apa-apa yang telah dipelajari. Informasi yang

54

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diperoleh melalui observasi dapat digunakan dalam berbagai macam situasi

jika individu membutuhkan.

Tabel 3.8

Gambaran Pelaksanaan Intervensi

Sesi Aspek

Intervensi

Jenis

Intervensi

Tujuan Waktu

Pelaksanaan

Pendu

kung

Teknis

Sesi 1 Pre-test

Sesi 2 Pengantar

tentang

kegiatan yang

akan

dilakukan.

1. Agar siswa memahami

kegiatan yang akan mereka

ikuti.

2. Siswa bisa mempersiapkan

diri untuk mengikuti

kegiatan

Minggu ke-2

Sesi 3 Behavior

Control

(Kontrol

Perilaku)

Live

modeling

dengan judul

“guruku

tauladan ku”

1. Membantu siswa agar

mampu mengendalikan

situasi atau keadaan menurut

dirinya sendiri

2. Membantu siswa agar

mampu mengendalikan

situasi atau keadaan menurut

sesuatu di luar dirinya

Minggu ke-3

Sesi Aspek

Intervensi

Jenis

Intervensi

Tujuan Waktu

Pelaksanaan

Pendu

kung

Teknis

Sesi 4 Behavior

Control

(Kontrol

Perilaku)

Live

modeling

dengan judul

“teman

terbaik”

1. Kemampuan untuk

menghadapi suatu stimulus

yang tidak dikehendaki

dengan cara yang tepat

2. Kemampuan untuk

menghadapi suatu stimulus

yang tidak dikehendaki pada

waktu yang tepat

Minggu ke-4

Sesi 5 Cognitive

Control

(Kontrol

Kognitif)

Symbolic

modeling

video tentang

“akibat

marah”

1. Membantu siswa agar

mampu mengantisipasi

keadaan atau peristiwa yang

tidak menyenangkan dengan

berbagai pertimbangan

2. Membantu siswa agar

mampu menginterpretasi

keadaan atau peristiwa yang

Minggu ke-5 Video

akibat

marah,

infocus

55

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tidak menyenangkan dengan

berbagai pertimbangan

3. Membantu siswa agar

mampu menilai suatu

keadaan atau peristiwa

dengan cara memperhatikan

segi-segi positif secara

subjektif

4. Membantu siswa agar

mampu menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa

dengan cara memperhatikan

segi-segi positif secara

subjektif

Sesi 6 Decision

Control

(Kontrol

keputusan)

Symbolic

modeling

cerita tentang

akhlak

Rasulullah

SAW dengan

judul

“Rasulullah

suritauladan

terbaik”

1. Membantu siswa agar

mampu memilih berbagai

kemungkinan tindakan

melalui kesempatan yang ada

2. Membantu siswa agar

mampu memilih berbagai

kemungkinan tindakan

melalui kebebasan yang ada

3. Membantu siswa untuk

memilih berbagai hasil

tindakan

Minggu ke-6 Teks

bacaan

Sesi 7 Post-Test

9. Pelaksanaan Sesi Intervensi Teknik Modeling

a) Pre-test

Pre-test dilaksanakan pada tanggal 9 juli 2014, Pre-test berlangsung di

ruang kelas VIII.1 dan didikuti oleh 15 siswa. Awalnya peneliti mengucapkan

salam kemudian memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan

tujuan yang akan dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah

menjelaskan petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 42

item, pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan

siswa akan memilih jawaman Ya atau Tidak.

Setelah siswa memahami petunjuk dari angket, kegiatan selanjutnya

adalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh

siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa

56

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan

sungguh-sungguh.

Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada

peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan

duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Berikutnya peneliti

mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi angket yang

peneliti sebarkan.

b) Sesi 1

Kegiatan dilaksanakan pada minggu kedua pada bulan juli, tepatnya pada

tanggal 16 juli 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di ruang kelas

VIII-1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu mengucapkan salam

kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk kelancaran kegiatan hari ini.

Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa satu persatu untuk lebih

mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa yang hadir dan tidak hadir.

Kegiatan dihadiri oleh 15 siswa.

Setelah siswa diabsen dan diketahui jumlah yang hadir dan tidak kegiatan

dilanjutkan dengan “ice breaking” untuk mencairkan suasana dan menambah

keakraban dengan siswa. Ice breaking yang diberikan adalah permainan “ibu

berkata”, permainan bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan

memfokuskan siswa untuk berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan

adalah peserta diminta untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu

peneliti sendiri, peserta menirukan apabila ada kata ibu berkata sebelum

perintah, kalau tidak ada diawali oleh kata ibu berkata maka peserta tidak

boleh mengikuti perintah. Bagi peserta yang salah akan mendapatkan

hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja. Siswa sangat antusias

mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang salah mendapatkan

hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan akan berusaha untuk

lebih konsentrasi.

Peneliti memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan

oleh siswa selama beberapa minggu ke depan. Peneliti memberikan gambaran

57

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

singkat mengenai teknik pemodelan berikut dengan konsep kontrol diri.

Setelah menjelaskan tentang teknik pemodelan dan kontrol diri peneliti

mengajak siswa untuk membuat „kontrak belajar‟, kontrak belajar yang

disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45

menit kegiatan di kelas siswa dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan

disamakan dengan jadwal BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan

kesediaan siswa untuk menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh.

Setelah menyepakati kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan

siswa, dan siswa menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan.

Kegiatan terakhir pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini,

yakninya berdoa bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.

c) Sesi 2

Sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 20 juli 2014 , kegiatan konseling

dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal, Sesi dua berjudul “guruku

tauladan ku”. Sesi kedua bertujuan merubah perilaku siswa ke arah lebih baik

dengan indikator siswa dapat mengendalikan situasi baik dari dalam diri

maupun dari luar dirinya atau lingkungan. Jenis pemodelan yang

dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang

narasumber kepada siswa, yang menjadi model adalah guru yang berprestasi

atau guru teladan disekolah.

Kegiatan diawali dengan mengucapkan salam kepada siswa, kemudian

seperti biasa mengabsen siswa satupersatu, mengecek apakah siswa hadir

seluruhnya atau tidak. Ternyata siswa hadir seluruhnya yang berjumlah 15

orang.

Setelah diabsen kegiatan berikutnya adalah menjelaskan tujuan dari

kegiatan hari ini, kemudian menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan

diikuti siswa, yang mana siswa harus melakukan hal berikut: (1) Proses

Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi

perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil

imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata

58

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku

seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan

perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang

telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses

Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa

yang telah dicapai.

Setelah menjelaskan langkah-langkah kegiatan lalu memperkenalkan

model yaitu guru teladan di sekolah walaupun siswa pada umumnya sudah

mengenal guru. Berikutnya model diminta untuk bercerita tentang

keberhasilan yang diraih, guru bercerita bahwa ia telah meraih keberhasilan

menjadi guru teladan di sekolah selama beberapa tahun berturut-turut. Guru

menjelaskan kalau penghargaan itu bukan hal yang paling membuat guru

senang melainkan yang paling ia senangi adalah kedekatan dengan siswa dan

siswa bisa nyaman untuk berkomunikasi dengannya. Begitu juga dengan

persahabatannya dengan guru-guru di sekolah.

Guru bercerita tentang rutinitas kesehariannya, dan cara-cara ia bergaul

dengan sesama guru dan cara ia menghadapi siswa. Setiap yang dilakukan ia

pertimbangkan, memutuskan sesuatu yang akan dilakukan dengan kesabaran

dan pikiran ang jernih, pada saat bercerita terjadi proses Attensional, siswa

memperhatikan model dengan sunguh-sungguh. Berikutnya terjadi juga

proses Retensional, dapat dilihat antusias siswauntuk mendengar cerita model

dan merasa kagum, siswa memiliki keinginan untuk bisa bersikap seperti

yang dilakukan model. proses berikutnya aitu pembentukan perilaku,

dilakukan dengan cara tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan dicontoh

dari guru teladan. Siswa menjawab kalau mereka akan meniru kesabaran, dan

cara guru bertindak yang penuh dengan ertimbangan dan menganbil

keputusan yang tepat. Namun siswa merasa ragu dngan kemampuan yang

dimiliki, merasa mereka tidak akan dapat sabar seperti guru panutannya.

Proses berikutnya baru motivational, siswa diberikan penguatan bahwa

mereka bisa meniru perilaku guru teladan mereka.

59

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kegiatan hari ini sudah berakhir, guru mengungkapkan kalau ia sangat

senang bisa berbagi pengalaman bersama siswa. Siswa juga mengungkapkan

kalau mereka senang karena dapat mengetahui cerita guru teladan mereka.

Kegiatan hari ini berjalan lancar, untuk menutup pertemuan kita bersyukur

dan berdoa.

d) Sesi 3

Sesi ketiga dilaksanakan pada tanggal 26 juli 2014, kegiatan

dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi tiga berjudul “teman

terbaik”. Sesi ketiga bertujuan agar siswa dapat meniru perilaku yang baik,

agar siswa dapat berubah kearah yang lebih baik dengan cara dan waktu yang

tepat. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan

menghadirkan seorang siswa yang berprestasi di sekolah. siswa akan bercerita

tentang kegiatan yang dia lakukan selama sekolah sampai dia meraih

keberhasilan dengan meraih prestasi terbaik di sekolah.

a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan

tujuan kegiatan.

b. Konselor menampilkan seorang model yakni siswa terbaik di sekolah

tersebut.

c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,

dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian

atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan

representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk

selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku

seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses

Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh

mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam

tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan

penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.

d. Penutup dan evaluasi

e) Sesi 4

60

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sesi keempat dilaksanakan pada tanggal 10 agutus 2014 , kegiatan

konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi kempat berjudul

“akibat marah”. Sesi keempat bertujuan membantu siswa untuk bisa berpikir

tentang akibat dari perilaku yang tidak baik. Jenis modeling yang digunakan

adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan video sebagai media atau

model. video ini menggambarkan bentuk kemarahan dua orang wanita yang

berakibat merugikan masing-masing dari mereka. Dalam video ini terlihat

bahwa seseorang yang tidak dapat mengendalikan diri dengan kemarahan

yang semakin besar dan menjadi-jadi membuat mereka melakukan hal-hal

yang merugikan dan berakibat buruk. Kegiatan dilaksanakan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan

tujuan kegiatan.

b. Konselor menayangkan video yang bertemakan akibat dari kemarahan.

c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,

dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian

atau atensi pada model, siswa menonton video dengan penuh perhatian. (2)

Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan

menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat

menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer

telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses

pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah

dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa,

memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah

dicapai.

d. Penutup dan evaluasi

f) Sesi 5

Sesi kelima dilaksanakan pada tanggal 14 agustus 2014 , kegiatan

dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal sesi kelima berjudul “Rasulullah

suritauladan terbaik”. Sesi kelima bertujuan membantu siswa untuk dapat

61

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya. Jenis modeling yang

dipergunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan cerita sebagai

media atau model. cerita menjelaskan bagaimana pribadi Rasulullah SAW

yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik bagi umatnya. Kegiatan

dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan

tujuan kegiatan.

b. Membacakan sebuah cerita tentang kepribadian Rasulullah ang merupakan

suritauladan yang baik bagi umatnya.

c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,

dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian

atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan

representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk

selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku

seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses

Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh

mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan.

(4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada

siswa atas apa yang telah dicapai.

d. Penutup dan evaluasi

g) Post-test

Posttest diberikan setelah sesi konseling selesai. Posttest dilakukan

untuk melihat dan mengukur profil pengendalian diri siswa setelah diberikan

perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari perbedaan pretest dan

posttest untuk mengukur efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan

pengendalian diri siswa SMPN 2 Batusangkar tahun ajaran 2014/2015.

Kegiatan Post-test dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2014, yang

berselang waktu satu minggu setelah pelaksanaan intervensi yang terakhir.

Kegiatan Post-test diikuti oleh 15 siswa. Seperti kegiatan sebelumnya

diawali dengan do‟a, kemudian siswa diabsen satuper satu. Untuk mengawali

62

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kegiatan siswa diminta untuk berdiri dan melakukan permainan kecil,

permainan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan suasana dan

menambah semangat siswa. Permainan sederhanan yang dilakukan adalah

“Marina Menari”. Setelah selesai bermain siswa diminta untuk mengisi

angket.

Angket yang diberikan kepada siswa sama dengan angket pre-test

yang diberikan kepada siswa pada sesi pertama. Angket pengendalian diri

yang akan mengngkap hasil pengendalian diri siswa setelah diberikan

intervensi yaitu teknik pemodelan, angket yang memiliki item sebanyak 42.

Siswa kembali dijelaskan tentang petunjuk pengisian angket, karena

khawatir siswa sudah lupa dengan petunjuk pengerjaan angket dan tujuan dari

penyebaran angket untuk post-test tidak tercapai. Kegiatan berikutnyaadalah

menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa.

Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa terlihat

serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-

sungguh.

Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada

peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan

duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. m mengisi angket

yang peneliti sebarkan.

Karena hari ini adalah hari terakhir peneliti bertemu dengan siswa

dalam penelitian, maka mengucapkan terimakasih telah mengikuti

serangkaian sesi kegiatan selama beberapa minggu ini. Peneliti mengajak

siswa untuk tetap memegang teguh tugas yang berulang meskipun bertahap

dengan berbagai gangguan, mengubah perilakunya sesuai dengan norma yang

ada, tidak menunjukkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan, dan

bersikap toleran terhadap stimulus yang berlawanan. Kegiatanterakhir dikelas

sebelum berdoa adalah bersalaman dengan siswa dan mengucapkan salam

perpisahan. Kemudian terakhir berdoa.

Tabel 3. 9

Pelaksanaan dan Hasil Teknik Modeling

63

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kegiatan Proses

Hasil

Pre test 1. Memperkenalkan diri kepada siswa

2. Menjelaskan petunjuk pengisian

angket

3. Menyebarkan angket kepada siswa

1. Dapat berkenalan

dengan siswa

2. Diperoleh data dari

siswa tentang kondisi

awal pengendalian dari

Sesi 1 1. Perkenalan dan absensi

2. ice breaking, memberikan

permainan untuk mencairkan

suasana dan menambah keakraban

dengan siswa. Permainan yang

dilakukan adalah permaianan “ibu

berkata” dan permainan “darat, laut,

udara”

3. gambaran mengenai teknik

pemodelan dan pengendalian diri

4. menanyakan kesiapan siswa untuk

mengikuti rancangan kegiatan.

5. Berdoa

1. terjalin keakraban

dengan siswa

2. siswa memahami

kegiatan yang akan

mereka ikuti.

Sesi 2 1. absensi

2. berdoa

3. menjelaskan tujuan kegiatan

4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan

1.Siswa memperoleh

pengalaman baru dari

model

2.siswa dapat

mengendalikan situasi

baik dari dalam diri

maupun dari luar dirinya

atau lingkungan.

Kegiatan Proses

Hasil

a. memperkenalkan model, dan

mempersilahkan model yaitu guru

teladan yang ada di sekolah untuk

3. siswa mampu

mengendalikan situasi

atau keadaan menurut

64

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bercerita tentang keberhasilannya.

guru bercerita tetang rutinitasnya

sehari-hari serta kebiasaannya

diwaktu kecil samapai menjadi guru

teladan di sekolah.

b. proses Proses Attensional siswa

mengamati model dan mendengarkan

secara sungguh-sungguh. (2) Proses

Retensional. (3) Proses Pembentukan

Perilaku, tanya jawab dengan siswa

hal apa yang akan ia contoh dari guru

teladan. (4) Proses Motivationa, siswa

diberikan penguatan, bahwa ia bisa

meniru dan meneladani perilaku

model.

c. Berdoa

dirinya sendiri

4. siswa mampu

mengendalikan situasi

atau keadaan menurut

sesuatu di luar dirinya

Sesi 3 1. absensi

2. berdoa

3. menjelaskan tujuan kegiatan

4. menjelaskan langkah-langkah

kegiatan

5. memperkenalkan model, dan

mempersilahkan model yaitu guru

teladan yang ada di sekolah untuk

bercerita tentang keberhasilannya.

guru bercerita tetang rutinitasnya

sehari-hari serta kebiasaannya, dan

usaha-usahanya untuk mencapai

prestasi sampai saat sekarang ini.

1. siswa mampu untuk

menghadapi suatu

stimulus yang tidak

dikehendaki dengan

cara yang tepat

2. siswa mampu untuk

menghadapi suatu

stimulus yang tidak

dikehendaki pada

waktu yang tepat

Kegiatan Proses

Hasil

65

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. proses Proses Attensional siswa

mengamati model dan mendengarkan

secara sungguh-sungguh. (2) Proses

Retensional. (3) Proses Pembentukan

Perilaku, tanya jawab dengan siswa

hal apa yang akan ia contoh dari siswa

teladan. (4) Proses Motivationa, siswa

diberikan penguatan, bahwa ia bisa

meniru dan meneladani perilaku

model.

7. Berdoa

Sesi 4 1. Absensi

2. berdoa

3. menjelaskan tujuan kegiatan

4. menjelaskan langkah-langkah

kegiatan

5. menampilkan video tentang marah

yang merupakan modeling symbolic

6. Proses Attensional siswa mengamati

dan menyimak video secara sungguh-

sungguh. (2) Proses Retensional. (3)

Proses Pembentukan Perilaku, tanya

jawab dengan siswa hal apa yang

tidak layak dilakuakan setelah

menonton video. (4) Proses

Motivationa, siswa diberikan

penguatan, bahwa dia dapat

menghindari perilaku marah.

7. Berdoa

1. Siswa mampu

mengantisipasi

keadaan atau peristiwa

yang tidak

menyenangkan dengan

berbagai pertimbangan

2. siswa mampu

menginterpretasi

keadaan atau peristiwa

yang tidak

menyenangkan dengan

berbagai pertimbangan

3. siswa mampu menilai

suatu keadaan atau

peristiwa dengan cara

memperhatikan aspek-

aspek positif secara

subjektif

4. siswa mampu

menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa

dengan cara

memperhatikan aspek-

aspek positif secara

subjektif

Kegiatan Proses

Hasil

66

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sesi 5 1. absensi

2. berdoa

3. menjelaskan tujuan kegiatan

4. menjelaskan langkah-langkah

kegiatan

5. menayangkan slide tentang

“Rasulullah teladan terbaik”.

6. proses Proses Attensional siswa

mengamati model dan mendengarkan

secara sungguh-sungguh. (2) Proses

Retensional. (3) diskusi tentang

pribadi Rasulullah dan hal yang akan

dilakukan untuk meneladani pribadi

Rasulullah. (4) Proses Motivational,

siswa diberikan penguatan, bahwa dia

dapat meniru dan meneladani pribadi

Rasulullah.

7. Berdoa

1. siswa mampu memilih

berbagai kemungkinan

tindakan melalui

kesempatan yang ada

2. siswa mampu memilih

berbagai kemungkinan

tindakan melalui

kebebasan yang ada

3. siswa mampu memilih

berbagai hasil

tindakan.

4. Siswa mampu

menginterpretasikan

pribadi Rasulullah

sbagai tauadan yang

baik dalam kehidupan.

5. Terjadi peningkatan

pada aspek kontrol

keputusan.

Post test 1. absensi

2. berdoa

3. menjelaskan tujuan kegiatan

4. menjelaskan langkah-langkah

kegiatan (tatacara pengisian angket

dan jawaban siswa)

5. siswa mengisi angket

6. Berdoa

1. Diperoleh data akhir

dari siswa setelah

mengikuti kegiatan.

10. Indikator Keberhasilan dan Evaluasi

67

Ira Oktarini, 2014 Efektivitas Teknik Modeling Untuk Peningkatan Pengendalian Diri Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mengukur indikator keberhasilan teknik pemodelan dalam

meningkatkan pengendalian diri siswa bukan hanya dari hasil yang diperoleh

akan tetapi pada bagaimana proses bimbingan tersebut terlaksana. Intervensi

dikatakan berhasil apabila siswa menunjukkan perubahan pola pikir, persepsi,

dan tindakan yang memperlihatkan perubahan perilaku terutama dalam

mengendalikan diri. Kriteria keberhasilan peningkatan pengendalian diri

siswa dapat dilihat pada hasil post test yang dilaksanakan setelah selesai

bimbingan, dengan membandingkan perolehan skor antara pretest dan

postest, apabila hasilnya meningkat maka dapat dikatakan peningkatan

pengendalian diri siswa berhasil.

Evaluasi bertujuan untuk menilai pelaksanaan intervensi yang

menggunakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri

siswa. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil.

1) Evaluasi proses, dimaksud untuk mengetahui efektivitas layanan dari segi

proses. Penilaian terhadap proses intervensi dilakukan dengan observasi

atau pengamatan oleh guru bimbingan dan konseling yang ada disekolah

sebagai refleksi dari proses yang terjadi, baik terhadap keaktifan dan

partisipasi siswa selama kegiatan maupun penilaian terhadap fasilitator.

Aspek-aspek yang diamati pada siswa meliputi: partisipasi dan keaktifan

siswa dalam kegiatan, pemahaman siswa atas bahan-bahan yang

disajikan. Sedangkan aspek-aspek yang diamati pada fasilitator meliputi:

persiapan alat/bahan materi, penguasaan materi, kelancaran proses dan

suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.

2) Evaluasi hasil, dimaksudkan untuk memperoleh informasi efektivitas

layanan dari segi hasil. Evaluasi hasil diperoleh dengan membandingkan

skor pencapaian siswa sebelum treatment diberikan. Selain dari hasil

skor angket yang diberikan, diberikan juga kepada siswa wawancara

terstruktur mengenai treatment yang telah diberikan fasilitator.