bab iii metode penelitian 3.1. jenis penelitianrepository.sari-mutiara.ac.id/57/5/chapter...
TRANSCRIPT
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode analitik dengan desain
Cross Sectional yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan pemakaian alat
pelindung diri dengan gangguan pernafasan pada petugas Dinas Pehubungan lalu
lintas dan angkutan jalan raya Kota Medan.
3.2. Lokasi Dan Waku Penelittian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Perhubungan Kota Medan di beberapa
wilayah Kota Medan dari bulan Januari-Agustus 2016.
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Dishub Lalu Lintas
Angkutan dan Jalan Raya Kota Medan yang dibagi kedalam 11 wilayah : wilayah I
berjumlah 20 orang, wilayah II berjumlah 20 orang, wilayah III berjumlah 20 orang,
wilayah IV berjumlah 26 orang, wilayah V berjumlah 25 orang, wilayah VI
berjumlah 12 orang, wilayah VII berjumlah 21 orang, wilayah VIII berjumlah 23
orang, wilayah IX berjumlah 6 orang, wilayah X berjumlah 20 orang dan wilayah XI
berjumlah 5 orang. Jumlah keseluruhan dari petugas Dishub Lalu Lintas sebanyak
198 orang.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili populasinya (Sastroasmoro dan Ismael, 2008) dalam
Siswanto (2014). Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik simple random
sampling. Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan rumus Taro
Yamane/Slovin yang dikutip oleh Siswanto (2014), sebagai berikut:
N 198
n = = = 66
N (d)2 + 1 198 (0,1)
2 + 1
Dimana :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)
Berdasarkan perhitungan diatas
apabila jumlah populasi 198 maka diperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 66 orang.
Untuk memenuhi jumlah sampel pada perhitungan di atas dilakukan
dengan menggunakan teknik simple random sampling.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari responden dengan wawancara menggunakan
kuesioner penelitian berupa pernyataan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pihak Dinas Perhubungan Kota Medan berupa
data jumlah petugas Dinas Perhubungan lalu lintas dan data lain yang dibutuhkan.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Hasil
Pengukuran
Skala
Pengukuran
1. Alat
Pelindung
Diri
Masker
Seperangkat alat
yang harus
digunakan pekerja
saat memasuki
area kerja dan
melakukan
pekerjaan.
Alat pelindung
pernfasan, mulut,
hidung dan paru-
paru.
Kuesinoer
1. Tidak Pakai
2. Pakai
Nominal
2. Masa
Kerja
Lamanya petugas
bekerja di lalu
lintas yaitu tahun
dimulai bekerja
sampai wawancara
dalam hitungan
tahun.
Kuesioner 1. Baru (< 5
tahun)
2. Lama ( ≥
5 tahun)
Ordinal
3. Waktu
Kerja
Lamanya petugas
bekerja dalam
hitungan hari.
Kuesioner 1. ≤ 8 jam
2. > 8 jam
Ordinal
4. Gangguan
pernafasan
Perasaan tidak
nyaman disekitar
saluran pernafasan
yang ditandai
dengan salah satu
gejala berupa :
batuk, sesak nafas,
nyeri dada.
Kuesioner 1. Ada Gangguan
2. Tidak Ada
Gangguan
Ordinal
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Alat Pelindung Diri
Untuk mengukur pemakaian alat pelindung diri diajukan pertanyaan dengan
alternatif jawaban Pakai dan Tidak Pakai.
3.6.2. Masa Kerja
Variabel masa kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner.
Jawaban responden pada kuesioner selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua)
kategori yaitu :
1. Masa kerja baru < 5 tahun
2. Masa kerja lama ≥ 5 tahun
3.6.3. Lama Kerja
Variabel waktu kerja diukur berdasarkan jawaban responden pada kuesioner.
Jawaban responden pada kuesioner selanjutnya akan dikategorikan menjadi 2 (dua)
kategori yaitu :
1. Waktu kerja ≤ 8 jam
2. Waktu kerja > 8 jam.
3.6.4. Gangguan Pernafasan
Untuk mengukur gangguan pernafasan di ajukan pertanyaan dengan alternatif
jawaban Ada gangguan dan Tidak ada gangguan.
3.7. Pengolahan Data
Proses kegiatan analisa data/pengolahan data ini terdiri dari 3 jenis kegiatan,
yaitu (Imron & Munif, 2010) dalam Siswanto (2014) :
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
23
1. Memeriksa data (editing)
Yang dimaksud memeriksa data atau proses editing adalah memeriksa data
hasil pengumpulan daata, yang berupa daftar pertanyaan, kartu, buku register
dan lain-lain.
2. Memberi kode (coding)
Salah satu cara menyederhanakan data hasil penelitian tersebut dengan
memberi simbol-simbol tertentu untuk masing-masing data yang sudah
diklasifikasikan.
3. Memasukkan data (Entry)
Setelah peneliti mengubah data responden dan hasil kuesioner kedalam bentuk
angka, kemudian selanjutnya peneliti memasukkan data tersebut kedalam
software computer (microsoft exel) yaitu dalam bentuk master tabel,
kemudian peneliti memasukkan dengan bantuan komputerisasi.
4. Tabulasi data (tabulating)
Yang dimaksud yaitu menyusun dan mengorganisir data sedemikian rupa,
sehingga akan dapat dengan mudah untuk dilakukan penjumlahan, disusun
dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
3.8 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing
variabel yang telah ditentukan dalam penelitian yaitu variabel independen dan
variabel dependen.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
24
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan
variabel dependen dengan menggunakan uji chi square ( pada tingkat
kepercayaan 90%. Rumus uji chi square ( (Hastono, 2010), yaitu:
Keterangan :
X2
= Chi Square
O = efek yang diamati
E = efek yang diharapkan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kota Medan
4.1.1. Sejarah Dinas Perhubungan
Departemen Perhubungan telah ada sejak periode awal kemerdekaan
Indonesia yang dibentuk berdasarkan periode Kabinet-kabinet Republik Indonesia.
Rencana trategis Dinas Perhubungan Kota Medan disusun berawal dari pemikiran
strategis tentang nilai-nilai luhur yang dianut/dimiliki oleh seluruh pimpinan dan staf
Dinas Perhubungan Kota Medan yang merupakan karakteristik inti dari tugas pokok
yang diemban oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.
Sebagai gambaran umum Dinas Perhubungan Kota Medan sebelum tahun
2002 semula bernama Cabang Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJR) yang
berada di bawah induk Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJR) Tingkat I
Provinsi Sumatera Utara yang kemudian diubah namanya menjadi Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Raya (LLAJR) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun
2002 tentang penyerahan sebagian wewenang pemerintah pusat tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota yang sampai sekarang
dikenal dengan nama Dinas Perhubungan Kota Medan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
26
a. Visi Dinas Perhubungan Kota Medan
Visi Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara adalah mewujudkan
penyelenggaran pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan
memberikan nilai tambah dalam upaya menciptakan masyarakat yang
beriman, maju, mandiri, mapan dan berkeadilan di dalam kebhinekaan yang
didukung tata pemerintahan yang baik.
b. Misi Dinas Perhubungan Kota Medan
Misi Dinas Perhubungan Kota Medan Yang menjadi Misi dari Dinas
Perhubungan Kota Medan adalah :
a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, baik aparatur maupun
masyarakat.
b. Mewujudkan sistem angkutan massal terpadu.
c. Menyediakan aksesibilitas transportasi bagi semua golongan.
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja pelayanan transportasi.
e. Mempromosikan transportasi yang tertib, selamat dan ramah.
c. Tujian Dinas Perhubungan Kota Medan
Adapun tujuan dari Dinas Perhubungan ini adalah untuk mewujudkan
pelayanan yang baik di bidang perhubungan yang semakin maju agar dapat terus
memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan kemajuan Ilmu dan Tekhnologi yang
berlaku.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
27
a. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Medan
b. Pembagian Wilayah Kerja Petugas Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya
Dinas Perhubungan Kota Medan
1. Wilayah I : Jalan Sudirman sampai Jalan Pemuda. Jumlah petugas LLAJR
sebanyak 20 orang.
2. Wilayah II : Jalan Letdjen Suparman sampai simpang Jalan Putri Hijau.
Jumlah petugas LLAJR sebanyak 20 orang.
3. Wilayah III : Jalan Putri Hijau sampai Jalan Yos Sudarso. Jumlah petugas
LLAJR sebanyak 20 orang.
4. Wilay IV : Plaza Thamrin sampai Plaza Suka Ramai. Jumlah petugas
LLAJR sebanyak 26 orang.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
28
5. Wilayah V : Jalan Jamin Ginting (Simpang Pos) sampai Jalan Tritura
Amplas. Jumlah petugas LLAJR sebanyak 25 orang.
6. Wilayah VI : Jalan Brayan sampai Jalan Belawan. Jumlah petugas LLAJR
sebanyak 12 orang.
7. Wilayah VII : Mesjid Raya sampai Makam Pahlawan. Jumlah petugas
LLAJR sebanyak 21 orang.
8. Wilayah VIII : Jalan Ring Road (Pondok Kelapa) sampai Jalan Gatot
Subroto(Simpang Barat). Jumlah petugas LLAJR sebanyak 23 orang.
9. Wilayah IX : Jalan H.M.Yamin sampai Kecamatan Medan Tembung.
Jumlah petugas LLAJR sebanyak 6 orang.
10. Wilayah X : Jalan Tritura Sisingamanga Raja sampai Sisingamanga Raja
simpang UISU. Jumlah petugas LLAJR sebanyak 20 orang.
11. Wilayah XI : Jalan Bambu Sutomo sampai Jalan Krakatau Simpang
Cemara. Jumlah petugas LLAJR sebanyak 5 orang.
c. Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Dinas perhubungan menerapkan beberapa program keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) seperti :
1. Lama Kerja
Waktu kerja petugas LLAJR Dinas Perhubungan kota Medan adalah 11 jam
perhari yaitu dari pukul 07.00-18.00 WIB.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
29
2. Penyediaan APD
Dinas Perhubungan kota Medan menyediakan alat pelindung diri yaitu
masker dan topi diganti setiap tiga bulan sekali sesuai dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.PER.08/MEN/VII/2010
tentang Alat Pelindung Diri Pasal 2 ayat (1) tentang Pengusaha wajib
menyediakan APD bagi pekerja atau buruh ditempat kerja.
3. Pelayanan Kesehatan
Dinas Perhubungan kota Medan memberikan jaminan kesehatan melalui
program BPJS ketenagakerjaan (Dishub, 2015).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisa Univariat
4.2.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 4.1. Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja dan Waktu Kerja Petugas
Dinas Perhubungan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya Tahun
2016
No Karakteristik Frekuensi Persentase
1 Masa Kerja
a. < 5 tahun 27 40,9%
b. ≥ 5 tahun 39 59,1%
2 Lama Kerja
a. ≤ 8 jam 25 37,9%
b. > 8 jam 41 62,1%
Jumlah 66 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kategori masa kerja responden yang
paling banyak adalah kelompok masa kerja ≥ 5 tahun yaitu sebanyak 39 orang
(59,1%) sedangkan kelompok masa kerja < 5 tahun sebanyak 27 orang (40,9%).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
30
Responden yang paling banyak adalah kelompok lama kerjanya > 8 jam yaitu
sebanyak 41 orang (62,1%) sedangkan kelompok lama kerja ≤ 8 jam adalah
sebanyak 25 orang (37,9%).
4.2.2 Analisa Bivariat
4.2.2.1 Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Masker Dengan Gangguan
Pernafasan
Tabel 4.2. Hasil Uji Statistik Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri
Masker Dengan Gangguan Pernafasan Petugas Dinas
Perhubungan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya Tahun 2016
APD
Masker
Gangguan Pernafasan
Jumlah % PR (CI
90%) P Ada
gangguan %
Tidak
Ada
gangguan
%
Tidak
Pakai 35 100% 0 0% 35 100% 31,000
(4,508-
213,168)
0,000 Pakai 1 3,2% 30 96,8% 31 100%
Jumlah 36 47% 30 53% 66 100%
Dari 66 orang petugas yang tidak memakai alat pelindung diri masker terdapat
35 orang petugas (100%) yang mengalami gangguan pernafasan. Dapat dilihat secara
statistik dengan menggunakan uji chi Square diperoleh hasil p=0,000 (p < 0.1).
Dengan nilai PR = 31,000 dan CI dari 4,508-213,168. Ini berarti dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri
masker dengan gangguan pernafasan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
31
4.2.2.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Gangguan Pernafasan
Tabel 4.3. Hasil Uji Statistik Hubungan Masa Kerja Dengan Gangguan
Pernafasan Petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan Raya Tahun 2016
Masa
Kerja
Gangguan Pernafasan
Jumlah %
PR
(CI
90%)
P Ada
gangguan %
Tidak
ada
gangguan
%
< 5 tahun 5 18,5% 22 81,5% 27 100% 0,278
(0,122-
0,632)
0,000 ≥ 5 tahun 26 66,7% 13 33,3% 39 100%
Jumlah 31 47% 35 53% 66 100%
Dari 66 orang petugas yang masa kerjanya ≥ 5 tahun ada 26 orang (66,7%)
yang mengalami gangguan pernafasan. Dapat dilihat secara statistik dengan
menggunakan uji chi Square diperoleh hasil p=0,000 (p < 0.1). Dengan nilai PR =
0,278 dan CI 0,122-0,632. Ini berarti dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan pernafasan.
4.2.2.3 Hubungan Waktu Kerja Dengan Gangguan Pernafasan
Tabel 4.4. Hasil Uji Statistik Hubungan Waktu Kerja Dengan Gangguan
Pernafasan Petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan Raya Tahun 2016
Lama
Kerja
Gangguan Pernafasan
Jumlah %
PR
(CI
90%)
P
Ada
gangguan %
Tidak
ada
gangguan
%
0,001 ≤ 8 jam 5 20% 20 80% 25 100% 0,315
(0,139-
0,714)
>8 jam 26 63,4% 15 36,6% 41 100%
Jumlah 31 47% 35 53% 66 100%
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
32
Dari 66 orang petugas yang lama kerjanya > 8 jam ada 26 orang (63,4%) yang
mengalami gangguan pernafasan. Dapat dilihat secara statistik dengan menggunakan
uji chi Square diperoleh hasil p=0,001 (p < 0.1). Dengan nilai PR 0,315 dan CI 0,139-
0,714. Ini berarti dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
waktu kerja dengan gangguan pernafasan.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Masker Dengan Gangguan
Pernafasan
Menurut UU RI No.36 tahun 2009 tentang kesehatan kerja di lingkungan
perusahaan tenaga kerja pada Bab XII pasal 164 ayat 1 yaitu: “Upaya kesehatan
kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan bebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang di akibatkan oleh pekerjaan di suatu
perusahaan”. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan dan kesehatan
pekerja itu sendiri dan orang lain disekelilingnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Raya yang tidak memakai alat pelindung diri masker sebanyak
35 orang (53%) dan yang memakai alat pelindung diri masker sebanyak 31 orang (47
%). Dari hasil analisis chi square diperoleh nilai p= 0,000 (p<0,1) yang artinya
terdapat hubungan antara pemakaian alat pelindung diri masker dengan gangguan
pernafasan. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Nofidahanum (2011) mengenai
Pengaruh Faktor Lingkungan, Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan Merokok Dan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
33
Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Gejala Gangguan Saluran Pernafasan Pada
Pekerja Industri Meubel Di Kota Banda Aceh diperoleh (p = 0,003 < 0,05) artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan terjadinya gejala
gangguan saluran pernafasan pada pekerja industri meubel.
Adanya hubungan antara pemakaian alat pelindung diri masker dengan
gangguan pernafasan dikarenakan para petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya menggunakan masker disaat mereka merasakan adanya banyak
debu dijalan. Dari hasil wawancara juga didapatkan petugas tidak merasa nyaman
menggunakan masker pada saat bertugas karena mereka sudah terbiasa tanpa
menggunakan masker. Penyediaan alat pelindung diri sudah disediakan oleh Dinas
Perhubungan seperti yang diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja khususnya pasal 9,13 dan 14 yang mengatur penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri ditempat kerja.
Sama halnya dengan penelitian Tulu (2012) mengenai Hubungan antara Lama
Bekerja, Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Kebiasaan Merokok dengan
Kapasitas Vital Paru (KVP) pada Polisi Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Manado
diperoleh (p= 0,01<0,05) berarti ada hubungan penggunaan alat pelindung dengan
Kapasitas Vital Paru (KVP).
4.3.2. Hubungan Masa Kerja Dengan Gangguan Pernafasan
Masa kerja adalah seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) disuatu
lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung.
Dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
34
menurunkan kapasitas paru pada pekerja. Semakin lama manusia terpapar debu di
tempat kerja yang bisa dilihat dari masa kerja maka debu kemungkinan besar
tertimbun di paru-paru. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Hal ini
merupakan hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Masa bekerja bertahun-
tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang
sering. Masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di sutau
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja positif maupun kinerja negatif. Akan
memberi pengaruh positif pada pekerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan
memberi pengaruh negatif apabila semakin lamanya masa kerja akan timbul
kebiasaan pada tenaga kerja.
Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan di kategorikan menjadi 3 yaitu :
3. Masa kerja baru < 5 tahun
4. Masa kerja lama ≥ 5 tahun (Suma’mur, 2009).
Pada penelitian ini menunjukkan masa kerja responden yang paling banyak
mempunyai masa kerja lama ≥ 5 tahun sebesar 39 orang (59,1%) dan yang memiliki
masa kerja baru < 5 tahun sebesar 27 orang (40,9%). Dari hasil analisis menggunakan
chi square diperoleh nilai p=0,000 (p<0,1) yang artinya terdapat hubungan masa
kerja dengan gangguan pernafasan. Penelitian serupa yang dilakukan Saputra (2016)
mengenai Hubungan Masa Kerja Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan
Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Karyawan Di Pt. Madubaru Kabupaten
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
35
Bantul di peroleh (p=0,01<0,05) berarti ada hubungan antara masa kerja dengan
keluhan gangguan saluran pernafasan pada pekerja pabrik gula dan spritus PT.
Madubaru Padokan Tirtonirmolo Kasihan.
Adanya hubungan antara masa kerja dengan gangguan pernafasan karena
lebih banyak petugas yang masa kerjanya ≥ 5 tahun sehingga lebih lama petugas
terpapar oleh debu dijalan. Seperti yang dikemukakan oleh Khumaidah (2009) lama
kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja terpajan debu. Semakin lama
seseorang terpajan debu, akan semakin besar risiko terjadinya gangguan fungsi
pernafasan. Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam
waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja dapat
berpengaruh positif dan negatif. Adapun yang berpengaruh positif adalah seseorang
pekerja semakin trampil dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan yang
berpengaruh negatif bagi seseorang pekerja adalah semakin lama terpapar debu yang
dapat mempengaruhi kesehatan terutama saluran pernafasan.
4.3.3. Hubungan Lama Kerja Dengan Gangguan Pernafasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan waktu kerja responden
paling banyak mempunyai lama kerja > 8 jam sebanyak 41 orang (62,1%) dan yang
memiliki lama kerja ≤ 8 jam sebanyak 25 orang (37,9%). Dari hasil analisis chi
square diperoleh nilai p= 0,001 (p=0,1) yang artinya terdapat hubungan antara lama
kerja dengan gangguan pernafasan.
Waktu kerja petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Raya tidak mengikuti peraturan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
36
Ketenagakerjaan BAB X pasal 77 yang membahas tentang waktu kerja yaitu waktu
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan,
efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Lama kerja dapat berpengaruh
terhadap gangguan kesehatan sehingga perlu diimbangi dengan istirahat yang cukup
dalam sehari. Istirahat yang cukup akan mengembalikan energi yang hilang saat
bekerja.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut
biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal,
bahkan biasanya terlihat penurunan kecendrungan untuk terjadinya gangguan
kesehatan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan. Dalam seminggu, seseorang
biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu, kemungkinan
besar untuk timbul hal-hal yang negatif bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan
pekerjanya itu sendiri. Semakin panjang waktu kerja dalam seminggu, semakin besar
kecendrungan terjadinya hal-hal yang tidak diingini (Suma’mur, 2009).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan pada Dinas Perhungan dari 66 Petugas dapat
di simpulkan sebagai berikut :
1. Ada hubungan pemakaian alat pelindung diri masker dengan gangguan
pernafasan pada petugas Dinas Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Raya diperoleh hasil p=0,000 (p<0,1).
2. Ada hubungan masa kerja dengan gangguan pernafasan pada petugas Dinas
Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya diperoleh hasil p=0,000
(p<0,1).
3. Ada hubungan lama kerja dengan gangguan pernafasan pada petugas Dinas
Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya diperoleh hasil p=0,001
(p<0,1).
5.2. Saran
1. Diharapkan petugas menyadari pentingnya menggunakan masker untuk
mengurangi terjadinya gangguan pernafasan.
2. Diharapkan kepada Dinas Perhubungan kota Medan untuk mengawasi petugas
dalam penggunaan APD masker.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
38
3. Peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang gangguan pernafasan
diharapkan melakukan pengukuran kualitas lingkungan dan pemeriksaan
pernafasan dengan bantuan paramedis.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA