bab iii metode penelitian 3.1 gambaran umum objek …

17
80 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau yang biasa dikenal dengan singkatan KPP Pratama merupakan unit kerja dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas Direktorat Jenderal Pajak adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan. Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor operasional. Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat, dan jabatan tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), dan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP) (Pajak.go.id). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.03/2017 Pasal 1 Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) (kemenkeu, 2017).

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

80

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau yang biasa dikenal dengan singkatan KPP

Pratama merupakan unit kerja dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai

Wajib Pajak maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas Direktorat Jenderal Pajak adalah

merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang

perpajakan. Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor

operasional. Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat,

dan jabatan tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah

DJP (Kanwil DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan,

Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), dan Pusat Pengolahan Data dan

Dokumen Perpajakan (PPDDP) (Pajak.go.id). Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 211/PMK.03/2017 Pasal 1 Kantor Pelayanan Pajak adalah

instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan bertanggung

jawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

(kemenkeu, 2017).

81

KPP Pratama Serpong adalah salah satu dari beberapa Kantor

Pelayanan Pajak yang ada di wilayah DJP Banten. Adapun visi dan misi

KPP Pratama Serpong guna mencapai target penerimaan pajak adalah visi KPP

Pratama Serpong menjadi model pelayanan prima yang mendorong kepatuhan

masyarakat Wajib Pajak yang akan menciptakan keberhasilan dalam menghimpun

penerimaan negara dari sektor pajak, misi fiskal KPP Pratama Serpong

mengamankan rencana penerimaan pajak dengan efektifitas dan efisiensi tinggi di

wilayah Serpong, misi kelembagaan KPP Pratama Serpong meningkatkan kinerja

berkelanjutan dalam rangka teknokrasi perpajakan dan optimalisasi pelayanan

publik. Penelitian ini membahas pengaruh jumlah pengusaha kena pajak, self

assessment system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan pembayaran Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) Pratama Serpong yang telah terdaftar di wilayah Serpong dan

beralamat di Jalan Raya Serpong Sektor VIII Blok 405 No. 4, BSD, Tangerang,

KPP Pratama Serpong mencakup wilayah kerja Kota Tangerang Selatan. Lingkup

kerja KPP Serpong adalah Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara,

Kecamatan Setu. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2016-

2019.

82

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian hubungan sebab akibat (causal

study). Menurut Sekaran dan Bougie (2016), causal study adalah metode

penelitian yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat dari satu

atau lebih masalah. Penelitian ini menggunakan hubungan sebab akibat (causal

study) untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu jumlah Pengusaha Kena

Pajak, self assessment system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan

pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terhadap penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdapat 5 variabel yaitu 1 variabel dependen (Y)

dan 4 variabel independen (X). Menurut Sekaran dan Bougie (2016), variabel

dependen merupakan variabel yang menjadi sasaran utama penelitian, sedangkan

variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen

baik secara positif maupun secara negatif.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan variabel independen

dalam penelitian ini adalah jumlah Pengusaha Kena Pajak, self assessment

system, penagihan pajak, dan restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan

Nilai (PPN).

83

3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi sasaran utama dalam penelitian

(Sekaran dan Bougie, 2016). Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah

penerimaan yang didapat negara yang berasal dari pajak yang dikenakan atas

penyerahan, pemanfaatan ekspor, dan impor atas Barang Kena Pajak (BKP)

maupun Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterima Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) dapat berbeda tiap bulannya. Penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) (Y) ini diukur dengan menggunakan jumlah penerimaan

Pajak Pertambahan Nilai setiap bulan, dimulai dari Januari 2016 sampai dengan

Desember 2019 dengan menggunakan skala rasio (Jayanti, et. al., 2019).

3.3.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik

secara positif maupun secara negatif (Sekaran dan Bougie, 2016). Penelitian ini

menggunakan 4 (empat) variabel independen, yaitu jumlah Pengusaha Kena Pajak

(X1), self assessment system (X2), penagihan pajak (X3), dan restitusi kelebihan

pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (X4). Berikut penelitian variabel

independen yang digunakan adalah:

84

1. Jumlah Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan

barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak

berdasarkan undang-undang Pajak pertambahan Nilai. Menurut Lubis (2016),

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan setiap orang di dalam daerah pabean

yang mengonsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan ata Jasa Kena Pajak (JKP)

yang menjadi objek pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, meskipun belum

mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hasil pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) nantinya akan disetorkan ke kas negara dan dilaporkan

ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana Pengusaha Kena Pajak yang

bersangkutan terdaftar. Dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) yang sebenarnya terutang, Pengusaha Kena Pajak (PKP)

menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jumlah Pengusaha Kena Pajak (X1) dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala rasio yaitu jumlah PKP terdaftar setiap bulannya di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Serpong selama periode 2016 sampai dengan 2019.

Pengukuran yang digunakan sesuai dengan pengukuran yang digunakan Renata

dkk (2016) dengan mengumpulkan data atau catatan yang diperlukan sesuai

dengan data penelitian yang dibutuhkan yaitu Jumlah Pengusaha Kena Pajak yang

terdaftar.

85

2. Self Assessment System

Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada Wajib Pajak (WP) yang harus memiliki kesadaran dan

kepatuhan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah Pajak

terutangnya. Menurut Lubis (2016), self assessment system diterapkan pada

peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia yang nantinya harus

diaplikasikan dalam pemenuhan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sebagian pada Pajak Bumi dan

Bangunan. Pada sistem ini sangat dibutuhkan kesadaran dan kepatuhan dan

memungkinkan adanya potensi Wajib Pajak (WP) untuk tidak melaksankan

kewajiban perpajakannya baik akibat ketidaktauan, kelalaian maupun

kesengajaan yang akan berdampak pada penerimaan pajak (Purba & Rosana,

2019).

SPT masa PPN merupakan surat yang digunakan oleh PKP untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan dan/atau pembayaran

jumlah PPN yang terutang pada masa tertentu (bulanan). Batas waktu pembayaran

PPN adalah sebelum PPN dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak menggunakan

SPT Masa PPN, yaitu akhir bulan berikutnya. Self assessment system (X2) dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio yaitu jumlah nominal SPT

masa PPN Kurang Bayar (KB) yang dilaporkan setiap bulannya di KPP Pratama

Serpong selama periode 2016-2019 (Sitio, 2015).

86

3. Penagihan Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam membayar pajak merupakan posisi strategis

dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu

mendapatkan perhatian. Menurut Pohan (2017), penagihan pajak adalah

serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa (SP), mengusulkan

pencegahan melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual

barang yang telah disita. Menurut Maulida dan Adnan (2017), tindakan yang

dilakukan agar penanggung pajak melunasi tunggakan pajak dengan cara

menerbitkan Surat Tagih Pajak (STP) untuk memperingatkan, melaksanakan

penagihan, serta sekaligus memberitahukan Surat Paksa ( S P ) serta sanksinya,

apabila Wajib Pajak ternyata tidak membayar pajak, maka Wajib Pajak tentu

perlu diberikan tindakan tegas untuk dapat melunasi utang pajaknya, hal ini

diwujudkan dalam kegiatan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak

melunasi utang perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Melalui tindakan penagihan dapat dibandingkan total penerimaan pajak

atas tunggakan pajak perbulan dengan total tunggakan pajak tiap bulan.

Penagihan Pajak (X3) dalam penelitian ini menggunakan skala rasio yaitu jumlah

tunggakan pajak yang berhasil tertagih dibandingkan dengan jumlah tunggakan

pajak setiap bulannya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong selama periode

2016 sampai dengan 2019 dengan menggunakan perhitungan indeks pendeflasian

87

data deret waktu (Awar, 1995:547) menurut Ida ayu dan I Ketut Jati (2015) dalam

(Aprilianti et. al., 2018).

4. Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Restitusi PPN adalah pengembalian jumlah kelebihan pembayaran PPN yang

disebabkan karena jumlah nominal Pajak Masukan (PM) lebih besar dari pada

jumlah nominal Pajak Keluaran (PK). Menurut Riftiasari (2019), PKP yang

memiliki jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang berhak mengajukan

pengembalian kelebihan pembaran PPN atau restitusi. Restitusi dapat dilakukan

jika PKP tidak memiliki hutang pajak lainnya, selain itu ada prosedur lainnya

yang harus dipenuhi apabila PKP ingin mengajukan restitusi kepada KPP.

Restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (X4) dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio yaitu jumlah nominal

restitusi PPN yang disetujui di KPP Pratama Serpong setiap bulan selama periode

2016-2019, dengan menggunakan pengukuran sesuai dengan penelitian Riftiasari,

Dinar (2019) yaitu mengumpulkan data sekunder mengenai rekapitulasi restitusi

PPN.

88

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder

adalah data yang diperoleh peneliti namun sebelumnya telah diolah terlebih

dahulu oleh pihak lain (Sekaran dan Bougie, 2016). Data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah data jumlah realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai,

jumlah Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar, jumlah nominal SPT Masa PPN

Kurang Bayar (KB) yang dilaporkan, jumlah tunggakan yang berhasil tertagih,

jumlah tunggakan pajak setiap bulannya, dan jumlah Restitusi Pajak Pertambahan

Nilai yang di setujui, dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Serpong setiap

bulan dari tahun 2016-2019 yang akan diolah ke dalam Microsoft Excel kemudian

menggunakan SPSS 25. Data sekunder diperoleh dengan mengajukan permohonan

dan meminta persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Serpong.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sekaran dan Bougie (2016) menyatakan populasi merupakan seluruh kelompok

orang, kejadian, atau hal yang menarik untuk diteliti oleh peneliti. Dalam

penelitian ini, populasi yang digunakan adalah semua Wajib Pajak Orang Pribadi

dan Wajib Pajak Badan yang terdaftar Pengusaha Kena Pajak perbulan di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Serpong selama tahun 2016-2019. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.

Teknik purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan kriteria

89

yang ditentukan dari target atau kelompok tertentu sesuai dengan informasi yang

dibutuhkan peneliti (Sekaran dan Bougie, 2016). Sampel dari penelitian ini adalah

seluruh populasi penelitian yaitu semua Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib

Pajak Badan yang terdaftar Pengusaha Kena Pajak perbulan di Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) Pratama Serpong selama tahun 2016-2019, dengan kriteria

Pengusaha Kena Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) massa PPN

setiap bulannya.

3.6 Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan atau mengacu pada

metode analisis statistik dengan bantuan Statistic Product & Service Solution

(SPSS).

3.6.1 Statistik Deskriptif

Menurut Ghozali (2018), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi

suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standard deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skweness (kemencengan

distribusi). Tujuan dari statistik deskriptif adalah agar kumpulan data yang

diperoleh dapat tersaji dengan ringkas dan rapi serta memberikan informasi inti

dari kumpulan data yang ada (Ghozali, 2018). Uji statistik deskriptif yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), standard deviasi,

minimum, maksimum, dan range.

90

3.6.2 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2018). Uji

Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Kolmogorov-Smirnov

Menurut Ghozali (2018), uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan membuat

hipotesis.

Hipotesis Nol (H0) : Data residual yang berdistribusi normal

Hipotesis Alternatif (Ha) : Data residual yang tidak berdistribusi normal

Menurut Ghozali (2018), pengambilan keputusan untuk uji normalitas ini

didasarkan pada nilai signifikansi Monte Carlo:

1) Jika nilai signifikannya kurang dari 0,05, maka H0 di tolak. Kondisi ini

berarti bahwa data residual terdistribusi tidak normal.

2) Jika nilai signifikannya lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima. Kondisi ini

berarti bahwa data residual terdistribusi normal.

3.6.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan sebelum pengujian atas hipotesis dilakukan. Uji

asumsi klasik terdiri atas tiga jenis uji, yaitu uji multikolonieritas, uji autokorelasi,

dan uji heteroskedastisitas.

91

1. Uji Multikolonieritas

Menurut Ghozali (2018), uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel

independen.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas ditentukan oleh

nilai tolerance dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran

ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/

Tolerance). Apabila nilai tolerance value ≤ 0,1 atau sama dengan VIF ≥ 10, maka

menunjukkan adanya multikolonieritas (Ghozali, 2018).

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada

periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,2018). Model regresi yang baik adalah regresi

yang bebas dari autokorelasi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem

autokorelasi. Ghozali (2018) mengatakan bahwa autokorelasi muncul karena

observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Autokorelasi dapat dideteksi dengan melakukan uji run test.

92

Run test sebagai bagian dari statistic non-parametic dapat pula digunakan

untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar

residual tidak terdapat hubungan autokorelasi maka dikatakan bahwa residual

adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual

terjadi secara random atau tidak (sistematis) (Ghozali, 2018).

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2018), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut Heteroskedastisitas. Model yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak

terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2018). Dasar yang digunakan untuk

menganalisis hasil uji heteroskedastisitas adalah (Ghozali, 2018):

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

93

𝐘 = 𝛂+ 𝝱1X1 + 𝝱2 X2 + 𝝱3X3 − 𝝱4X4 + ℯ

3.6.4 Uji Hipotesis

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda

(multiple regression analysis) untuk menguji pengaruh antara variabel independen

jumlah Pengusaha Kena Pajak, self assessment system, penagihan pajak, dan

restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap variabel

dependen Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Persamaan fungsi regresi

linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Keterangan:

Y : Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

α : Konstanta

1, 2, 3, 4 : Koefisian Regresi

X1 : Jumlah Pengusaha Kena Pajak

X2 : Self Assessment System

X3 : Penagihan Pajak

X4 : Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak

Pertambahan Nilai

ℇ : Standard error

94

2. Uji Koefisien Korelasi

Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear

antara dua variabel. Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau

dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen

dengan variabel independen (Ghozali, 2018). Nilai koefisien korelasi (r) berkisar

antara -1.00 sampai +1.00. Berikut ini tabel kekuatan dari koefisien korelasi

(Sugiyono, 2017):

Tabel 3.1

Kriteria Kekuatan dan Arah Koefisien Korelasi

Sumber: Sugiyono (2017)

3. Uji Koefisien Determinasi

Menurut Ghozali (2018), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

Interval Koefisien Tingkat Hubungan dan Arah

0,00-0,199 Sangat Rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat Kuat

95

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2018).

Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tanpa

melihat apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Adjusted R2 untuk

mengevaluasi model regresi terbaik karena nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,2018).

4. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F dapat digunakan untuk mengukur goodness of fit yaitu ketepatan

fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual. Untuk menguji hipotesis ini digunakan

statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut (Ghozali,

2018):

1. Quick look: bila nilai F lebih besar daripada 4 maka H0 dapat ditolak pada

derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif,

yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan

signifikan memengaruhi variabel dependen.

2. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila

nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka H0 ditolak dan

menerima HA.

96

5. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen

(Ghozali, 2018). Pengambilan keputusan dalam uji ini adalah membandingkan

nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Uji t memiliki signifikansi α =

5%. Kriteria dalam pengambilan keputusan yang digunakan adalah jika nilai

signifikansi t < 0,05, maka hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwa

variabel independen secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen (Ghozali, 2018).