bab iii metode h{isab dan ru’yah qur’andigilib.uinsby.ac.id/992/5/bab 3.pdfmenghitung1,...

26
30 BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian H{isab dan Ru’yah H{isab berasal dari bahasa Arab h}asiba yang bermakna menghitung 1 , sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi. 2 Hisab pada dasarnya lama dikenal dalam ilmu falak 3 (astronomi) yang dalam prakteknya di gunakan untuk memprediksi gerak matahari dan bulan terhadap bumi. Selain berguna untuk menentukan awal bulan qamariah, hisab juga bermanfaat untuk menentukan posisi kiblat sholat. Dalam hal ini H{isab dibagi menjadi dua, yang pertama H{isab H{aqiqi yakni sistem h}isab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini, umur tiap bulan tidaklah konstan dan tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hila>l setiap awal bulan. Yang kedua H{isab ‘Urfi yakni sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini tak ubahnya seperti kalender shamsiyah (miladiyah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari. 1 Taufiqul Hakim, Kamus at-Taufiq Arab-Jawa-Indonesia (Jepara: El-Falah, 2005), 120. 2 Pius A Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,2001), 228. 3 Ilmu Falak adalah ilmu dari salah satu cabang sains yang mempelajari perhitungan gerak benda- benda langit, benda-benda langit yang dimaksud adalah matahari, bulan planet, meteor, bintang, galaksi, nebula, quasa, nova, lubang hitam, dan sebagainya. Mutaoha, AR, Modul Pelatihan Rukyatul Hila> l (Observasi Bulan Sabit Muda), (Masjid Syuhada, Yogyakarta, senin 24 sep 2007) 2.

Upload: trankhanh

Post on 09-Apr-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

30

BAB III

METODE H{ISAB dan RU’YAH DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian H{isab dan Ru’yah

H{isab berasal dari bahasa Arab h}asiba yang bermakna

menghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender

bulan dengan kaidah astronomi.2 Hisab pada dasarnya lama dikenal dalam

ilmu falak3 (astronomi) yang dalam prakteknya di gunakan untuk

memprediksi gerak matahari dan bulan terhadap bumi. Selain berguna

untuk menentukan awal bulan qamariah, hisab juga bermanfaat untuk

menentukan posisi kiblat sholat.

Dalam hal ini H{isab dibagi menjadi dua, yang pertama H{isab

H{aqiqi yakni sistem h}isab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi

yang sebenarnya. Menurut sistem ini, umur tiap bulan tidaklah konstan dan

tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hila>l setiap awal bulan. Yang

kedua H{isab ‘Urfi yakni sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada

peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara

konvensional. Sistem hisab ini tak ubahnya seperti kalender shamsiyah

(miladiyah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali

bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari.

1 Taufiqul Hakim, Kamus at-Taufiq Arab-Jawa-Indonesia (Jepara: El-Falah, 2005), 120.

2 Pius A Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,2001), 228.

3 Ilmu Falak adalah ilmu dari salah satu cabang sains yang mempelajari perhitungan gerak benda-

benda langit, benda-benda langit yang dimaksud adalah matahari, bulan planet, meteor, bintang,

galaksi, nebula, quasa, nova, lubang hitam, dan sebagainya. Mutaoha, AR, Modul Pelatihan Rukyatul Hila>l (Observasi Bulan Sabit Muda), (Masjid Syuhada, Yogyakarta, senin 24 sep 2007)

2.

Page 2: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

31

Sehingga sistem h}isab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan

awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir

Ramadhan), karena menurut sistem ini bulan Sha’ban dan Ramadhan

adalah tetap, yaitu 29 hari unutk Sha’ban dan 30 hari untuk Ramadhan.4

Bentuk tunggal dari ru’yah adalah dari kata ra’a yang mempunyai

arti: 1). Melihat 2). Dapat dilihat 3). Mengerti 4). Menyangka 5). Mengira

6). Bermimpi.5 Kalaupun ada pendapat bahwa ra’a diartikan dengan ilmu,

maksudnya adalah h}isab itu sendiri, tetapi dalam praktek perhitungannya,

mempertimbangkan posisi hila>l supaya bisa dilihat, bukan hanya

keberadaanya saja. Ru’yah adalah aktivitas mengamati kemungkinan

terlihatnya hila>l, yaitu penampakan bulan sabit yang pertama kali setelah

terjadi ijtima’.

Di dalam Al-Qur’an sendiri, kata ra’a juga digunakan dalam dua

konteks tersebut. Bisa ‘melihat’ secara fisik, bisa juga memperkirakan dan

merenungi secara mendalam dengan ilmu, atau bahkan bisa bermakna

mimpi yang benar. Berikut ini adalah ayat-ayatnya.

Al-Qur’an surah al-An’an (6): 77 :

‚Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah

Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata:

"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,

pastilah aku Termasuk orang yang sesat.6

4 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 78-80.

5 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 460.

6 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012),

184.

Page 3: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

32

Ayat di atas menggunakan kata ra’a dalam konteks melihat secara

fisikal dan langsung. Tetapi, ayat berikut ini menggunakan kata ra’a dalam

konteks yang lebih mendalam. Selain menggunakan penglihatan fisik, juga

bermakna memperhatikan secara seksama dan menjurus pada penggunaan

perhitungan agar bisa mengetahui perjalanan waktu.

Al-Qur’an surah Nuh (71): 15-16:

‚Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan

tujuh langit bertingkat-tingkat. Dan Allah menciptakan padanya

bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.‛7

Atau, memiliki makna ‘mimpi yang benar’ seperti yang dialami

Nabi Yusuf dan juga Nabi Muhammad SAW, berikut ini.

Al-Qur’an surah Yusuf (12): 4:

‚(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku,

Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan

bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."8

Dengan mengutip ayat-ayat tersebut, menunjukkan bahwa

kata ra’a tidak selalu bermakna melihat secara langsung dengan mata

telanjang dan fisikal, melainkan juga bisa bermakna melihat secara tidak

7 Ibid., 840.

8 Ibid,. 317.

Page 4: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

33

langsung dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Dan di dalamnya

termasuk melakukan perhitungan dengan metode h}isab.

Jadi, H{isab dan Ru’yah adalah dua metode penetapan awal bulan

dalam Islam yang tidak bisa dipisahkan yang punya landasan syar’i Al-

Qur’an dan hadith, dengan konsekuensi dan pertanggungjawaban yang

bersifat ubudiyah. Hasil penetapannya kemudian dikenal dengan sebutan

Kalender Hijriyah atau Qamariah. Disebut sebagai kalender Hijriyah karena

bilangan tahunnya dimulai saat terjadinya Hijrah Nabi Muhammad saw ke

Madinah. Sedangkan disebut sebagai Kalender Qamariah karena penetapan

disandarkan kepada apa yang disebut sebagai peredaran (revolusi) bulan

terhadap bumi.

B. Ayat-ayat Tentang H{isab dan Ru’yah

1. Al-Qur’an Surat al-Baqarah : 185 & 189

‛Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan

Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-

penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang

benar dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu

ada di bulan itu, Maka berpuasalah. Dan Barangsiapa sakit atau

dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), Maka (wajib

menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada

hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan

tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu

Page 5: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

34

mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas

petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.9

‚Mereka bertanya kepadamu (muhammad)tentang bulan sabit.

Katakanlah: "Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan

(ibadah) haji; dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah

dari atasnya10

, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang

bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; dan

bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.11

2. Al-Qur’an surat Al-An’am : 96

‚Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk

beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketetapan Allah yang Maha Perkasa, Maha

mengetahui.12

3. Al-Qur’an Surat Al-Taubah : 36

9 Depag, Al-Hikmah Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: CV diponegoro, 2009), 28

10 Pada masa jahiliyah, orang yang berihram pada waktu haji, mereka memasuki rumah dari

belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyaka pula oleh para sahabat kepada Rasulullah Saw.

sehingga turunlah ayat ini. Ibid, 29 11

Ibid., 29 12

Ibid., 140.

Page 6: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

35

‚Sesungguhnya jumlah bulan pada sisi Allah ialah dua belas

bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia

menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan

haram13

. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah

kamu menzalimi dirimu14

dalam (bulan yang empat) itu, dan

perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana

merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah

bahwasanya Allah beserta orang-orang yang takwa.15

4. Al-Qur’an Surat Yunus : 5-6

‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya

dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar

kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah

tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.

Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pergantian malam

dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di

bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-

orang yang bertakwa.16

5. Al-Qur’an Surat Yasin : 39-40

‘Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga

(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)

Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua17

. Tidaklah

13

Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab),

tanah Haram (Mekah) dan ihram. 14

Maksudnya janganlah kamu Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang,

seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan 15

Ibid, 192 16

Ibid, 208. 17

Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah

menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan

seperti tandan kering yang melengkung.

Page 7: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

36

mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak

dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis

edarnya.18

6. Al-Qur’an Surat Al-Rahman : 5

‚Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.19

C. Pendapat Para Mufassir Tentang Ayat-ayat H{isab dan Ru’yah

Secara umum dalil-dalil h}isab dan ru’yah tersebut menyatakan hal-

hal berikut:

1. Landasan untuk memeulai bulan Ramadhan berdasarkan patokan

pergerakan bulan (QS. Al-Baqarah: 185).

2. H{ilal digunakan untuk menentukan waktu (kalender) dan ibadah (QS.

Al-Baqarah:189).

3. Penentuan waktu bisa dilakukan karena bulan mempunyai fase-fase

dari sabit sampai kembali menjadi sabit yang tipis seperti pelepah

kering dengan periode yang tertentu (QS. Yasin :39).

4. Dengan keteraturan peredarannya, matahari dan bulan dapat digunakan

untuk perhitungan waktu dan penentuan bilangan tahun (QS. Yunus :5,

Al-Rahman :5).

5. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar/mendapatkan bulan dan

malampun tidak dapat mendahului siang, karena masing-masing

beredar pada garis edarnya (QS. Yasin:40).

18

Ibid., 442 19

Ibid., 531.

Page 8: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

37

6. Hukum Allah tentang peredaran matahari dan bulan di langit yang

menentukan satu tahun itu 12 bulan, karenanya mengubah atau

mengulurnya karena suatu alasan (misalnyam strategi perang atau

penyesuaian dengan musim) tidak dibenarkan (QS. Al-Taubah:36-37).

Dalil epistimologi-normatif untuk menggunakan metode h}isab di

dalam menentukan hilal adalah sangat jelas dan kuat. Hal ini sebagaima

tersurat dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189, surat yunus ayat 5 dan

surat al-Rahman ayat 5. Akan tetapi pokok masalah yang utama adalah tidak

adanya petunjuk operasional yang jelas, rinci, dan bersifat kuantitatif seperti

halnya masalah waris. Tentu ini ada hikmahnya, ummat Islam ditantang

untuk melakukan riset ilmiah untuk memperjelas, merinci, dan

mengkuantitaskan pedoman umum dalam nas} Al-Quran dan Al-Hadith.

Sesuai dengan sifat riset ilmiah, tidak ada yang bersifat benar mutlak untuk

selamanya dan di segala tempat. Semuanya bersifat dinamis.

Tafsir QS. Al-Baqarah: 185

‛Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan

Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-

penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang

benar dan yang bat}il). karena itu, Barangsiapa di antara kamu ada

di bulan itu, Maka berpuasalah. Dan Barangsiapa sakit atau

dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), Maka (wajib

menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada

Page 9: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

38

hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan

tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu

mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas

petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.20

Ayat 185 di atas adalah landasan untuk memulai datangnya bulan

Ramadhan berdasarkan patokan pergerakan bulan, tetapi permulaan

puasanya ditentukan berdasarkan pergerakan Matahari. Awal bulan ditandai

dengan munculnya hilal atau bulan sabit, tetapi permulaan hari dalam bulan

Ramadhan ditentukan oleh saat tenggelamnya Matahari. Itu karena

permulaan hari dalam sistem Qamariyah bukan terjadi di jam 12 malam atau

dini hari, melainkan diwakru Maghrib saat Matahari tenggelam.

Beberapa hari yang ditentukan, yakni dua puluh sembilan atau tiga

puluh hariselama bulan Ramadhan. Bulan tersebut dipilih karena ia adalah

bulan yang mulia. Bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur’an

sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk

itu serta pembeda yang jelas antara yang h}aq dan bat}il.

Setelah jelas hari-hari tertentu yang harus diisi dengan puasa,

selanjutnya ayat ini menetapkan siapa yang wajib berpuasa, yakni, karena

puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, maka barang siapa diantara kamu

hadir pada bulan itu yakni berada di negeri tempat tinggalnya atau

mengetahui munculnya awal bulan Ramadhan, sedang dia tidak berhalangan

dengan halangan yang dibenarkan agama, maka hendaklah ia perpuasa pada

bulan itu. Penggalan ayat ini dapat juga berarti, maka barang siapa diantara

20

Depag, Al-Hikmah Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: CV diponegoro, 2009), 28.

Page 10: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

39

kamu mengetahui kehadiran bulan (hila>l) itu, dengan melihatnya sendiri atau

melalui informasi dari yang dapat dipercaya, maka hendaklah ia berpuasa.

Mengetahui kehadirannya dengan melihat melalui mata kepala, atau

dengan mengetahui melalui perhitungan (metode h}isab), bahwa ia dapat

dilihat dengan mata kepala - walau secara faktual tidak terlihat karena satu

dan lain hal, misalnya mendung – maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak

melihatnya dalam pengertian di atas wajib juga berpuasa bila ia mengetahui

kehadirannya melalui orang terpercaya.21

Kelompok ulama di bawah koordinasi Organisasi Konferensi-

konferensi Islam menetapkan, bahwa dimana saja bulan dilihat oleh orang

terpercaya, maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam,

selama ketika melihatnya, penduduk yang berada di wilayah yang

disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu, masih dalam keadaan

malam. Jika selisih waktu antara satu kawasan dengan kawasan lain belum

mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu

kawasan dan siang di kawasan lain, maka dalam keadaan seperti itu puasa

telah wajib bagi semua. selisih waktu antara Jakarta dengan Saudi Arabia

atau Mesir, tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur

Tengah belum lagi tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur

Tengah maka masyarakat Muslim Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini

berbeda dengan beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia.

Perbedaan waktu dapat begitu panjang antar kedua wilayah ini, sehingga

21

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 1, 403.

Page 11: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

40

ketika Matahari terbit disini bisa jadi ia telah terbenam di sana, sehingga

jika Indonesia yang melihat bulan, maka masyarakat muslim di sana

(Amerika) belum wajib berpuasa. Demikian pula sebaliknya. Tetapi jika

masyarakat Muslim di Mekah melihatnya, maka baik masyarakat Muslim di

Indonesia maupun di Amerika kesemuanya telah wajib berpuasa, karena

betapapun perbedaan waktu terjadi, semuanya – ketika di satu tempat

terlihat bulan – masih dalam keadaan malam. Sungguh jika ini dilaksanakan,

maka akan banyak waktu, tenaga, dan biaya yang dihemat, bahkan salah satu

sumber perselisihan antar umat Islam dapat teratasi.22

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadhan adalah

tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran

bulan sabit Syawal adalah tanda berakhirnya puasa Ramadhan. Hari

kesembilan dari kehadiran bulan Dhulhijjah adalah hari wuquf di Arafah.

Dan banyak kewajiban atau anjuran agama yang dikaitka dengan bulan.

Mengapa bulan, bukan matahari? Manusia tidak dapat mengetahui bilangan

hari hanya dengan melihat matahari, karena titik pusat tata surya yang

berupa bola dan memancarkan cahaya itu tidak memberi tanda-tanda tentang

hari-hari yang berlaku atau yang sedang dan akan dialami manusia. Setiap

hari, matahari muncul dan terlihat dalam bentuk dan keadaan sama, yang

berbeda dengan bulan. Matahari hanya menunjuk perjalanan sehari, jika ia

terbit maka itu tanda hari sudah pagi, jika sudah naik sepenggalahan, maka

ia menjelang tengah hari, dan bila terbenam, maka sehari telah berlalu, atau

22

Ibid., 405.

Page 12: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

41

malam telah tiba.

Anda tidak dapat mengetahui keadaan siang melalui bulan, karena ia

tampak di waktu malam, tetapi anda dapat mengetahui awal kehadiran bulan

dengan melihatnya seperti sabit, selanjutnya anda mengetahui hari-hari

pertama bila melihatnya dalam bentuk lebih besar, sedang pertengahan bulan

diketahui dengan melihatnya dalam bentuk purnama sempurna. Itu-kata Al-

Qur’an yang juga diakui oleh ilmuan – karena bulan memiliki manzilah-

manzilah, dan setelah sampai ke manzilah terakhir dalam bentuk purnama

dalam bentuk purnama ia kembali terlihat mengecil dan mengecil hingga

menjadi dalam pandangan seperti tandang kering yang tua melengkung. (QS.

Ya>si>n 36 : 39). Di sisi lain, perhitungan yang didasarkan pada matahari,

menjadikan iklim dan suhu udara akan sama, atau paling tidak serupa

sepanjang masa. Lama perjalanannya pun sejak terbit hingga terbenamnya

akan sama.23

Tafsir QS. Al-Baqarah: 189

‚Mereka bertanya kepadamu (muhammad)tentang bulan sabit.

Katakanlah: "Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan

(ibadah) haji; dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah

dari atasnya24

, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang

23

Ibid., 406. 24

Pada masa jahiliyah, orang yang berihram pada waktu haji, mereka memasuki rumah dari

belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyaka pula oleh para sahabat kepada Rasulullah Saw.

sehingga turunlah ayat ini. Ibid., 29.

Page 13: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

42

bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; dan

bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.25

Ayat di atas secara eksplisit menyebut istilah hila>l atau bulan sabit–

al-Ahillah bentuk jamak dari al-Hila>l- terkait dengan musim haji. Dan

kemudian Allah mengajarkan bahwa hila>l bisa digunakan sebagai tanda-

tanda datangnya ibadah haji. Karena musim haji itu memang terdiri dari

beberapa bulan yang sudah dimaklumi sejak sebelum zaman Rasulullah,

yakni: bulan Shawal, Dhulqa’dah, dan Dhulhijjah.26

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, mengapa bulan pada

mulanya terlihat seperti sabit, kecil, tetapi dari malam ke malam ia

membesar sehingga mencapai purnama, kemudian mengecil dan mengecil

lagi, sampai menghilang dari pandangan? Katakanlah,‛Bulan sabit itu adalah

tanda-tanda waktu bagi manusia. Waktu dalam penggunaan Al-Qur’an

adalah batas akhir peluang untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Ia adalah

kadar tertentu dari satu masa. Dengan keadaan bulan seperti itu manusia

dapat mengetahui dan merancang aktivitasnya sehingga dapat terlaksana

sesuai dengan masa penyelesaian (waktu) yang tersedia, tidak terlambat,

apalagi terabaikan dengan berlalunya waktu, dan juga untuk waktu

pelaksanaan ibadah haji.

Seperti terlihat di atas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan. Karena jawaban yang seharusnya

diberikan adalah bulan memantulkan sinar matahari ke bumi melalui

permukaannya yang tampak dan terang hingga sampai terbitlah sabit.

25

Ibid., 29. 26

Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat (Surabaya: Padma Press, 2013 ), 154.

Page 14: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

43

Apabila pada paruh pertama, bulan berada pada posisi di antara matahari dan

bumi, bulan itu menyusut yang berarti muncul bulan sabit baru. Dan, apabila

berada di arah berhadapan dengan matahari, di mana bumi berada di tengah,

akan tampak bulan purnama. Kemudian purnama itu kembali mengecil

sedikit demi sedikit sampai ke paruh kedua. Dengan demikian sempurnalah

satu bulan Qamariyah selama 29,5306 hari. Atas dasar ini dapat ditentukan

penanggalan Arab, sejak munculnya bulan sabit hingga bulan tampak

sempurna sinarnya. Bila bulan sabit tampak seperti garis tipis di ufuk barat,

kemudian tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, ketika

itu dapat terjadi ru’yah terhadap bulan. Demikian ditentukan perhitungan

waktu melalui bulan, demikian juga diketahui permulaan dan akhir masa

pelaksanaan haji.27

Secara umum, hila>l didefinisikan sebagai bulan baru atau bulan tua,

dimana saat itu bulan berbentuk sabit. Akan tetapi, karena pembahasan

Ramadhan dan Syawal selalu berbicara tentang awal bulan, maka hila>l selalu

diasosiasikan dengan bulan baru. Menjadi tidak penting untuk berbicara

bulan tua yang dalam istilah Al-Qur’an disebut berbentuk tandan tua yang

melengkung. Sebenarnya, bentuk-bentuk bulan itu dalam masyarakat Arab

memiliki nama-nama yang terus berubah sebagaimana disebutkan oleh Al-

Qurtubi,yaitu: ghurur, naqlu, tas’u, ‘ushr, albaid}, dzar’u, dhulmu, hanadis, da

adi danmuh}aq.

Jadi, makna hila>l sebetulnya tidak khusus menunjuk kepada bulan

27

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h, 417.

Page 15: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

44

baru saja, melainkan juga pada bentuk-bentuk bulan dalam perjalanannya

selama satu bulan penuh. Itulah sebabnya, Al-Qur’an menyebut hilal> tidak

dalam bentuk tunggal al-Hila>l, melainkan dalam bentuk jamak al-Ahillah.

Hal ini mendorong kita untuk memahami fase-fase pergerakan bulan dalam

berbagai bentuknya, sebagai patokan perhitungan dalam kalender Islam,

sebagaimana ayat-ayat berikut ini.

Al-Qur’an surat Yunus : 5

‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya

dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar

kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah

tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.

Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

orang yang mengetahui.28

Al-Qur’an surat Yasin : 39

‚Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga

(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)

Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua29

.

Dengan pemahaman seperti ini, akan bisa mengambil kesimpulan

yang lebih proporsional dalam menentukan fase-fase bulan sebagai pedoman

waktu. Bahwa, hila>l yang dimaksudkan Al-Qur’an bukan hanya berbicara

tentang awal bulan, melainkan tentang kaidah h}isab secara menyeluruh,

28

Ibid., 208. 29

Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah

menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan

seperti tandan kering yang melengkung. Ibid., 442.

Page 16: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

45

terkait dengan al-Ahillah yang memiliki manzilah-manzilah, agar manusia

mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.30

Di dalam Al-Qur’an, bulan disebut dengan tiga istilah. Yang pertama

adalah shahrun(month), yang kedua adalah qamar (moon), dan yang ketiga

adalah hila>l (crescent moon). Shahrun digunakan untuk menyebut bulan

dalam arti durasi waktu yang berjumlah 29 atau 30 hari. Juga untuk

menyebut nama bulan, misalnya: bulan Ramadhan (shahru Ramad}an), bulan

Syawal (shahru Shawal), atau bulan Haji (shahru Dhulhijjah).

Sedangkan istilah qamar digunakan untuk menunjuk sebuah benda

langit yang menjadi satelit planet Bumi. Sebuah benda langit yang

bercahaya dan selalu terlihat berubah-ubah bentuk seiring dengan

pergerakannya mengelilingi Bumi. Al-Qamar inilah yang sering disebut Al-

Qur’an sebagai benda langit yang bisa dijadikan patokan perhitungan waktu.

Sementara itu, al-Hila>l adalah sebutan khusus bagi al-Qamar dalam

beragam bentuknya. Bisa mengacu pada bulan sabit baru, atau bulan sabit

tua. Penggunaan bentuk jamak al-Ahillah menunjuk kepada semua bentuk al-

Qamar dalam fase yang berbeda-beda itu.

Dalam bahasa Inggris hila>l disebut juga sebagai crescent moon (bulan

sabit). Dancrescent ini memiliki fase-fase dimana bentuk bulan sabit itu

berubah secara terus menerus, sehingga dikenal istilah: waxing crescent

(bulan muda selama beberapa hari sampai mencapai seperempat bulatan)

dan waning crescent (bulan tua selama beberapa hari sampai munculnya

30

Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 191-193.

Page 17: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

46

bulan baru).

Dan di antaranya ada yang disebut waxing gibbous dan waning

gibbous. Yakni, bentuk bulan sebelum purnama dan sesudah purnama. Oleh

karena itu, pemakaian kata hila>l dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak

menunjuk kepada saat paling awal dalam kemunculan bulan baru.

Melainkan, sampai beberapa hari sebelum mencapai perempat pertama. Juga,

beberapa hari setelah mencapai perempat terakhir.

Dengan demikian, definisi h}ilal yang disebutkan oleh Al-Qur’an itu

sebenarnya sedemikian lenturnya. Yang penting, umat Islam menjadikan

‘bulan sepotong’ itu sebagai salah satu tanda bagi permulaan bulan.

Ramadhan maupun shawal.31

Kembali kepada pertanyaan sahabat Nabi di atas (tentang al-Ahillah),

Al-Qur’an tidak menjawab sesuai dengan harapan mereka, tetapi memberi

jawaban lain yang lebih sesuai dengan kepentingan mereka. Hal serupa

banyak terjadi dengan tujuan mengingatkan penanya bahwa ada yang lebih

wajar ditanyakan dari pada yang telah diajukan. Memang Al-Qur’an

mendidik manusia, dan salah satu bentuk pendidikannya adalah

mengarahkan mereka melalui jawaban-jawabannya.

Memang tidak salah bila Al-Qur’an menjawab pertanyaan mereka

dengan jawaban ilmiah, sebagaimana dijelaskan dalam astronomi, yakni

keadaan bulan seperti itu akibat peredaran bulan dan matahari, serta posisi

masing-masing dalam memberi dan menerima cahaya matahari. Tetapi bila

31

Ibid., 195-196.

Page 18: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

47

jawaban ini yang disampaikan, maka disamping masalah yang lebih penting

tidak terungkap, penjelasan menyangkut pertanyaan itu bukan merupakan

bidang Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah kitab hidayah bukan kitab

ilmiah. Di samping itu, jawaban ilmiah berdasarkan astronomi itu belum

dapat terjangkau oleh para penanya ketika itu. Demikian ayat ini

mengajarkan, agar tidak menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas

Anda, tidak juga memberi jawaban yang diduga keras tidak dimengerti oleh

penanya, sebagaimana ia mengajarkan agar mengarahkan penanya kepada

pertanyaan dan jawaban yang bermanfaat baginya, di dunia atu akhirat.

Yang lebih wajar mereka ketahui adalah tujuan penciptaan bulan

seperti itu serta manfaat yang harus diperoleh dari keadaannya yang

demikian. Keadaan bulan sperti jawaban Al-Qur’an adalah untuk mengetahui

waktu-waktu. Pengetahuan tentang waktu menuntut adanya pembagian

teknis menyangkut masa yang dialami seseorang dalam hidupnya (detik,

menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan lain-lain), semua harus

digunakan secara baik dengan rencana yang teliti agar ia tidak berlalu tanpa

diisi dengan penyelesaian aktivitas yang bermanfaat.32

Tafsir QS>. Al-An’am : 96

‚Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk

beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi

Maha mengetahui.33

32

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h, 418. 33

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 188.

Page 19: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

48

(Dia menyingsingkan pagi) mashdar yang bermakna isim yakni subuh

atau pagi hari; artinya Allahlah yang menyingsingkan sinar pagi, yaitu

cahaya yang tampak di permulaan pagi hari mengusir kegelapan malam

hari34

dalam tafsir ibnu katsir ayat ini ditfasirkan lain, yaitu bahwa Allah

yang menciptakan cahaya dan kegelapan, hal ini seperti firman Allah dalam

surat al-An’am ayat yang lain yang lain:35

‚Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi

dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang

kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.36

Yaitu dia yang mahasuci menyingsingkan gelapnya malam hari pada

pagi hari, sehingga alam menjadi terang, dan cakrawala tampak terang

benderang. Gelapnya malam hari hilang berangsur-angsur dan pergi

membawa kegelapanya, lalu datanglah siang hari dengan sinarnya yang

terang.37

Allah menjelaskan kekuasaan-Nya dalam menciptakan berbagai

macam hal yang bertentangan lagi berbeda-beda, semuanya itu menunjukkan

kesempurnaan kebesaran yang dimiliki-Nya dan kebesaran kekuasaan-Nya.

Suhaib al-Rumi berkata kepada istrinya yang baru saja mencelanya karena

banyak bergadang di malam hari, ‚sesungguhnya Allah menjadikan malam

34

Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain, 392. 35

Ibnu Katsi>r, Tafsi>r al-Qur’a>n, 435. 36

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 171. 37

Ibid., 435.

Page 20: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

49

hari untuk beristirahat, kecuali bagi suhaib, sesungguhnya suhaib apabila

ingat akan surga rasa rindunya memanjang dan apabila ingat akan neraka,

maka terusirlah rasa kantuknya‛demikianlah menurut riwayat ibnu abu

H{atim.38

Dan menjadikan matahari dan bulan keduanya beredar menurut

perhitungan yang pasti rapi, tidak berubah dan tidak kacau, melainkan

masing-masing dalam musim panas dan musim dinginnya. Sebagai akibat

dari hal tersebut, maka berbeda-bedalah panjang dan pendek malam dan

siang hari.39

Artinya matahari dan bulan itu beredar menurut perhitungannya

sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat 5 surah Al-Rahman. Itulah yang

telah tersebut itu ketentuan Allah Yang Maha Perkasa di dalam kerajaan-

Nya lagi Maha Mengetahui seluk-beluk makhluk-Nya.

Tafsir QS. Al-Taubah: 36

‚Sesungguhnya jumlah bulan pada sisi Allah ialah dua belas

bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia

menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan

haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah

kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan

perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana

38

Ibid., 436. 39

Ibnu Katsi>r, Tafsi>r al-Baya>n, 437

Page 21: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

50

merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah

bahwasanya Allah beserta orang-orang yang takwa.40

Dengan turunnya wahyu di atas pada tahun ke-9 setelah Hijrah, Nabi

Muhammad Saw., mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi

bergantung kepada perjalanan matahari yakni memakai kalender Qamariyah

murni dengan menghilangkan bulan Nasi’ bulan ke tiga belas.41

Bahwa,

setahun harus 12 bulan. Dan setiap bulannya sama dengan periode Bulan

mengitari Bumi, yaitu 29,5 hari. Tepatnya 29,530589 hari.

Enam tahun sesudah wafatnya Rasulullah Saw., yakni pada tahun 17

H, Khalifah Umar bin Khat}ab menerima usulan untuk menetapkan

penomeran tahun dalam kalender Islam itu. Yang memberikan usul adalah

gubernur Bas}rah, Abu Musa al-Ash’ari.

Khalifa Umar lantas membentuk panitia untuk membahas dan

merumuskan masalah itu. Panitia tersebur beranggotakan Umar, Uthman bin

affan, Ali bin Abi T{alib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas,

Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah

untuk menentukan kapan permulaan tahun pertama dalam penanggalan

Islam.

Maka muncullah tiga usulan peristiwa yang akan dijadikan permulaan

tahun kalender Islam, yaitu:

40

Ibid., 192 41

Cikal bakal kalender Qamariyah ini sebenarnya sudah ada sejak zaman pra Islam di kawasan

Timur Tengah, dengan berpatokan pada matahari dan bulan. Awalnya jumlah bulan dalam

setahun adalah 13 bulan, dengan pergantian tahunnya dipenghujung musim panas yang jatuh

dibulan September. Lihat Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 46.

Page 22: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

51

1. Tahun kelahiran Nabi Saw., yang bertepatan dengan tahun Gajah

yakni 571 M. Ide dasarnya adalah meniru kalender Masehi, yang

menetapkan tahun kelahiran al-Masih sebagai tahun pertama.

2. Tahun turunnya firman Allah yang pertama, yang bertepatan

dengan tahun 610 M.

3. Tahun hijrahnya Nabi Saw., dari makkah ke Madinah yang

bertepatan dengan tahun 622 M

Akhirnya, panitia kecil itu sepakat memilih opsi yang ketiga, yaitu

tahun hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Dan karena itulah,

kalender Islam ini lantas dinamai sebagi kalender Hijriyah.42

Tafsir QS. Yunus: 5-6

‚Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya

dan Dia-lah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar

kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah

tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar.

Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pergantian malam

dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di

bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-

orang yang bertakwa.43

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa matahari bersinar dan

matahari mempunyai sinar. Sedangkan dalam tafsir al-Bayan karya al-T}abari

42

Ibid., 50-51. 43

Depag, Al-Qur’an Wanita, 208.

Page 23: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

52

menjelaskan bahwa matahri bersinar diartikan sebagai siang, dan dan bulan

bercaya itu sebagai malam. Dan kedua itu mempunyai manzilah atau

peredarannya sendiri, tidak mungkin ada overlapping antar keduanya

selamanya.44

Kalimat manzilah-manzilah dijelaskan dalam tafsir jalalain bahwa

selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulan, setiap malam daripada

dua puluh delapan malam itu memperoleh suatu manzilah, kemudian tidak

tampak selama dua malam, jika jumlah hari bulan yang bersangkutan ada

tiga puluh hari atau tidak tampak selama satu malam jika ternyata jumlah

hari bulan yang bersangkutan ada dua puluh sembilan hari.

Ayat yang menyatakan supaya kalian mengetahui ditafsirkan melalui

hal tersebut adalah bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak

menciptakan hal yang disebutkan diatas melainkan dengan hak dan bukan

main-main.45

Berbeda dengan tafsir al-Bayan, menjelaskan tentang ketetapan

manzilah adalah hanya khusus untuk bulan, hal ini dikarenakan bulanlah

yang sebenarnya dijadikan patokan dalam menghitung adanya hari, bulan,

dan tahun, bukan terletak pada matahari.46

Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu silih bergantinya

malam dan siang hari kemudian panjang dan pendeknya malam dan siang

44

Muhammad Ibnu Jari>r bin Katsi>r bin Gha>lib al-Maliki>, Abu Ja’far at{-T{abari>, Jami’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Al-Qur’a>n (Tp: Muasasad ar-Risalah, 2000), Jilid 15, 23. 45

Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n bin Abi> Bakar al-

Suyut}i>, Tafsir Al-Jala>Lain, (T.t. T.p, T.h) 376. 46

Al-T{abari>, Jami’ al-Bayan, Jilid 15, 23.

Page 24: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

53

hari (dan pada yang diciptakan Allah di langit) yakni para malaikat,

matahari, bulan dan bintang-bintang serta lain sebagainya. Dan di bumi

berupa margasatwa, gunung-gunung, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon

dan lain sebagainya benar-benar terdapat tanda-tanda yang menunjukkan

kepada kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya

kemudian mereka beriman. Allah secara khusus menyebutkan orang-orang

yang bertakwa karena sesungguhnya merekalah yang dapat memanfaatkan

keberadaan tanda-tanda tersebut.47

Penafsiran ayat diatas juga senada dengan yang dinyatakan dalam

surat yang menyebutkan lagi tentang manzilah Q.S. Yasin : 39-40

‚Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga

(setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir)

Kembalilah ia sebagai bentuk tandan yang tua48

. Tidaklah

mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak

dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis

edarnya.49

Maksudnya bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit,

kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama,

kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang

47

Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain, 377. 48

Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah

menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan

seperti tandan kering yang melengkung. 49

Depag, Al-Qur’an Wanita, 442.

Page 25: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

54

melengkung.50

Hal inilah yang kemudian disebut hila>l.

Dan bagi bulan dapat dibaca Wal Qamaru atau Wal Qamara, bila

dibaca nashab yaitu Wal Qamara berarti dinashabkan oleh Fi’il sesudahnya

yang berfungsi menafsirkannya yaitu telah Kami tetapkan bagi peredarannya

sebanyak dua puluh delapan manzilah selama dua puluh delapan malam

untuk setiap bulannya. Kemudian bersembunyi selama dua malam, jika

bilangan satu bulan tiga puluh hari, dan satu malam jika bilangan satu bulan

dua puluh sembilan hari sehingga kembalilah ia setelah sampai ke manzilah

yang terakhir, menurut pandangan mata (sebagai bentuk tandan yang tua)

bila sudah lanjut masanya bagaikan ketandan, lalu menipis, berbentuk sabit

dan berwarna kuning.

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan yaitu matahari

dan bulan bersatu di malam hari dan malam pun tidak dapat mendahului

siang malam hari tidak akan datang sebelum habis waktu siang hari. Dan

masing-masing dari matahari, bulan dan bintang-bintang yang beredar pada

garis edarnya masing-masing. Di dalam ungkapan ini benda-benda langit

diserupakan sebagai makhluk yang berakal, karenanya mereka diungkapkan

dengan lafal Yasbahuuna.51

Tafsir QS. Al-Rahman:

‚Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.52

50

Jala>l al-Di>n Muhammad bin Ahmad al-Mahali>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n, Tafsir Al-Jala>Lain , 255. 51

Ibid., 256. 52

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Trejemahnya, 773.

Page 26: BAB III METODE H{ISAB dan RU’YAH QUR’ANdigilib.uinsby.ac.id/992/5/Bab 3.pdfmenghitung1, sedangkan H{isab secara istilah adalah menghitung kalender bulan dengan kaidah astronomi.2

55

Kenapa Matahari dan Bulan bisa digunakan sebagai pedoman untuk

perhitungan waktu. Semua itu karena benda-benda langit itu diciptakan

dengan memiliki garis edar yang tertentu, dalam gerakan periodik yang

terus-menerus selama miliaran tahun, sehingga bisa dijadikan penanda atau

pedoman yang stabil bagi berbagai peristiwa yang dialami manusia.53

53

Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab dan Rukyat, 32.