bab iii kurikulum dalam pendidikan islam...

39
36 BAB III KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT HASAN LANGGULUNG DAN ZAKIAH DARADJAT A. Biografi dan Pemikiran Hasan Langgulung tentang Kurikulum dalam Pendidikan Islam 1. Biografi Hasan Langgulung Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sudja'I dalam buku Pemikiran pendidikan Islam kajian tokoh klasik dan kontemporer, beliau adalah seorang ilmuwan putra Indonesia yang menekuni dunia pendidikan dan psikologi. Beliau lahir pada tanggal- 16 Oktober 1934 di Rappang, sebuah Bandar kecil di Sulawesi Selatan. Dalam meniti kehidupannya, beliau berhasil membina kehidupan rumah tangga dengan menyunting Nur Timah binti Mohammad Yunus sebagai istri. Dan pernikahannya dikaruniai tiga orang anak yaitu: Ahmad Taufiq, Nurul Huda dan Siti Zariah. 1 Hasan Langgulung memiliki latar belakang yang luas dalam bidang pendidikan dan psikologi. Oleh karena itu, beliau banyak menghasilkan karya dalam bidang ini. Dari karya-karya beliau tersebut terlihat bahwa Hasan Langgulung merupakan seorang yang kompeten dan professional dalam bidang ini. Untuk mengetahui lebih dalam tentang sosok ini, berikut penulis sajikan riwayat singkat pendidikan, hasil karya dan berbagai penghargaan yang diperolehnya. a. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh Hasan Langgulung adalah sebagai berikut: 1 Ahmad Sudja’I, Pemikiran Pendidikan Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam Darmuin (ed.), Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), Cet I, hlm. 33.

Upload: lenga

Post on 06-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

36

BAB III

KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT

HASAN LANGGULUNG DAN ZAKIAH DARADJAT

A. Biografi dan Pemikiran Hasan Langgulung tentang Kurikulum dalam

Pendidikan Islam

1. Biografi Hasan Langgulung

Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sudja'I dalam

buku Pemikiran pendidikan Islam kajian tokoh klasik dan kontemporer,

beliau adalah seorang ilmuwan putra Indonesia yang menekuni dunia

pendidikan dan psikologi. Beliau lahir pada tanggal- 16 Oktober 1934 di

Rappang, sebuah Bandar kecil di Sulawesi Selatan.

Dalam meniti kehidupannya, beliau berhasil membina kehidupan

rumah tangga dengan menyunting Nur Timah binti Mohammad Yunus

sebagai istri. Dan pernikahannya dikaruniai tiga orang anak yaitu: Ahmad

Taufiq, Nurul Huda dan Siti Zariah.1

Hasan Langgulung memiliki latar belakang yang luas dalam bidang

pendidikan dan psikologi. Oleh karena itu, beliau banyak menghasilkan

karya dalam bidang ini. Dari karya-karya beliau tersebut terlihat bahwa

Hasan Langgulung merupakan seorang yang kompeten dan professional

dalam bidang ini.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang sosok ini, berikut penulis

sajikan riwayat singkat pendidikan, hasil karya dan berbagai penghargaan

yang diperolehnya.

a. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung.

Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh Hasan Langgulung

adalah sebagai berikut:

1 Ahmad Sudja’I, Pemikiran Pendidikan Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam Darmuin (ed.), Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), Cet I, hlm. 33.

37

1. Sekolah Dasar di Rappang dan Ujung Pandang.

2. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Islam di Ujung

Pandang, 1949-1952.

3. Sekolah Guru Islam Atas di Ujung Pandang 1957-1962.

4. B.I. Inggris di Ujung Pandang, 1957-1962.

5. B.A. dalam Islamic Studies dari Fakultas Dar Al-Ulum, Cairo

University, 1957-1962.

6. Diploma of Education (General), Ein Shams University, Cairo, 1963-

1964.

7. Special-Diploma of Education (Mental-Hygiene), Ein Shams

University, Cairo, 1964.

8. Diploma dalam Sastra Arab Modern dari Institute of Higher Arab

Studies, Arab League, Cairo, 1964.

9. M.A. dalam Psikologi dan Mental Hygiene, Ein Shams University,

Cairo, 1967.

10. Ph. D. dalam Psikologi, University of Georgia, Amerika Serikat,

1971.2

Gelar M.A. dalam Psikologi dan Mental Hygiene dari Ein Shams

University, Cairo, tahun 1967 dengan diraihnya dengan tesis: "Al-Murahiq

al-Indonesia, Ittijahatuh wa Darjat Tawafuq 'Indahu." Sedang Ph.D.

University of Georgia, Amerika Serikat tahun 1971 adalah: "A Cross

Cultural-Study of the Child Conception of Situational-Causality in India,

Western Samoa, Mexico and the United States."3

Pengalaman dalam bidang Psikologi dan pendidikan, antara lain:

1. Visiting Professor di Universitas of Riyadh, Saudi Arabia, 1977-1978.

2. Research Assistant, University of Georgia, 1970-1971.

3. Teaching Assistant, University of Georgia, 1969-1970.

4. Psychological-Consultant, Stanford Research Institute Menla Park,

California.

2 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), hlm. 248.

3 Ibid., hlm. 249.

38

5. Kepala Sekolah Indonesia di Cairo 1957-1968.4

Di bidang Jurnalistik antara lain:

1. Pimpinan Redaksi majalah jurnal- Pendidikan, diterbitkan oleh

Universitas Kebangsaan Malaysia.

2. Anggota Redaksi majalah pcidopreisse, journal-for special-education

yang diterbitkan di Illi Amerika Serikat.

3. Anggota redaksi majalah, journal-Academica, diterbitkan University

Kebangsaan Malaysia dalam bidang Social-Science. 5

Dari beberapa prestasi yang diraih itu, beliau dianugerahi

penghargaan dari beberapa Negara sebagaimana tercatat dalam buku-buku

penghargaan sebagai berikut:

1. Directory of American Psychological-Association.

2. Who is who in Malaysia.

3. International-Who's Who on Intelectuals.

4. Who's who in the world.

5. Directory of International-Biography.

6. Directory of Cross Cultural-Research and Researches.

7. Men of Achievement.

8. The International-Register Profiles.

9. Who's Who in the Commonwealth.

10. The International-Book of Honour.

11. Directory of American Educational-Research Association.

12. Asia's Who's who of Men and Women of Achievement and

Distinction.

13. Community Leaders of the World.

14. Progressive Personalities in Profile.6

4 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan,(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), halaman sampul belakang. 5 Ibid. 6Ibid.

39

Demikianlah berbagai penghargaan yang beliau peroleh selama ini,

semua itu karena aktivitasnya yang selalu mengajak kepada pencapaian

prestasi.

b. Hasil Karya Hasan Langgulung

Banyak sekali buah karya beliau yang telah diterbitkan oleh para

penerbit baik berupa buku, artikel di majalah baik dalam maupun luar

negeri. Karya-karya beliau adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan islam suatu Analisa Sosio Psikologikal, Pustaka Antara,

Kuala Lumpur, 1979.

2. Falsafah Pendidikan Islam (Terjemah), Bulan Bintang, Jakarta, 1979.

3. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Ma'arif, Bandung,

1980.

4. Beberapa Tinjauan tentang Pendidikan Islam, Pustaka Antara, Kuala

Lumpur, 1981.

5. Statistik dalam Psikolog dan Pendidikan, Pustaka Antara, Kuala

Lumpur, 1983.

6. Psikologi dan Kesehatan Mental-di Sekolah-sekolah, UKM Bangi,

1979.

7. Pengenalan Tamaddun Islam dalam Pendidikan, Dewan Bahasa dan

Pustaka, Kuala Lumpur, 1986

8. Daya Cipta dalam Kurikulum Pendidikan Guru, UKM Bangi, 1986.

9. Pendidikan Menjelang Abad ke 21, UKM Bangi, 1986.

10. Al-Taqwim wal-Ikhsan fi Al-Tarbiyah wa Ilmun Nafs, Riyadh Univ.

Press (dalam Percetakan).

11. Kreativiti dan Pendidikan, UKM Bangi (dalam Percetakan).

12. Ilmunnafs Al-Ijtima', Riyadh Univ. Press (dalam percetakan)

13. Isu-isu semasa dalam psikologi, Pustaka Huda (dalam percetakan)

14. Fenomena Al-Qur'an, Pustaka Iqra' (dalam percetakan).

40

15. Falsafah kurikulum Sekolah Rendah, Pustaka Huda (dalam

percetakan).7

Dari latar belakang pendidikan, buah karya dan berbagai

pengalaman dan penghargaan yang telah dicapainya, terlihat jelas bahwa

sosok Hasan Langgulung adalah seorang yang tangguh dan memiliki

keilmuan yang luas, sehingga melalui prestasi yang diukirnya mampu

mengangkat nama baik Indonesia di mata dunia.

2. Pemikiran Hasan Langgulung tentang Kurikulum dalam Pendidikan

Islam

a. Pengertian Kurikulum

Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan,

tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sistem pendidikan

yang dijalankan pada zaman modern ini tidak mungkin tanpa

melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tidak mungkin dalam kegiatan

pendidikan tanpa adanya kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas

dalam pendidikan berarti membutuhkan adanya kurikulum.

Tidak terpisahnya kurikulum dari pendidikan, karena

kurikulum merupakan alat yang sangat penting dalam keberhasilan

suatu pendidikan, tanpa adanya kurikulum yang baik dan tepat, maka

akan sulit dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang

ditentukan.

Begitu pula dengan pendidikan Islam. Sepanjang masa

kegemilangannya, pendidikan Islam memandang kurikulum

pendidikan sebagai unsur yang penting dalam pencapaian tujuan yang

diinginkan. Dan juga merupakan alat bagi generasi muda untuk

membuka dan mengembangkan bakat, kekuatan dan ketrampilan

mereka yang bermacam-macam.

7 Hasan Langgulung, pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,

1988), hlm. 199.

41

Pentingnya kurikulum menjadikan penafsiran yang berbeda

dikalangan para ahli pendidikan, baik pendidikan Islam maupun

pendidikan umum. Setiap ahli pendidikan memiliki rumusan sendiri

tentang pengertian kurikulum, meskipun aspek-aspek kesamaannya

masih tetap tampak.

Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan

dengan manhaj, yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh

manusia pada berbagai bidang kehidupan.8 Sedangkan arti

manhaj/kurikulum dalam pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat

dalam Qamus al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media

yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan

tujuan-tujuan pendidikan.9

Menurut As-Syaibany pendidikan Islam memandang

kurikulum sebagai: sejumlah kekuatan, faktor-faktor pada alam sekitar

pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-

muridnya di dalam dan di luarnya, dan sejumlah pengalaman-

pengalaman yang lahir dari interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan

faktor-faktor ini.10Definisi ini nampaknya lebih luas dari yang

pertama, karena disini kurikulum tidak hanya di pandang sebagai

materi pelajaran, namun juga mencakup seluruh program di dalam

kegiatan pendidikan.

Dari definisi ini terdapat sifat menyeluruh yang tidak

membatasi pengertiannya pada pengalaman-pengalaman sekolah,

tetapi melebihinya sehingga menaruh perhatian pada alam sekitar yang

umum, termasuk di dalamnya kekuatan dan faktor-faktor. Dan

kewajiban sekolah dalam kerangka definisi yang menyeluruh ini

adalah berusaha menyusun semua unsur-unsur alam sekitar pengajaran

dan pendidikan yang menyebabkan ia lebih sesuai bagi interaksi

8 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam., (Jakarta: Kalam Mutiara, 2004), Cet. 4, hlm. 128. 9 Ibid., hlm. 129. 10 Oemar M. al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Diterjemahkan, Hasan

Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 486.

42

pendidikan yang berguna yang dari situ tumbuh pengalaman

pendidikan yang sehat.11

Kurikulum juga dapat diartikan menurut fungsinya

sebagaimana dalam pengertian-pengertian berikut ini.

1) Kurikulum sebagai bidang studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.

2) Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.

3) Kurikulum sebagai kegiatan berencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.

4) Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.

5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.

6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.

7) Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.12

Dari beberapa definisi di atas baik dilihat dari fungsi maupun

tujuan kurikulum diciptakan, pengertian kurikulum adalah kegiatan

yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar,

pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan dan hal-hal

yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang

diinginkan.13

11 Ibid 12 Muhaimin, Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka

Dasar Operasionalisasinya. (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 185. 13 Ibid.

43

Sementara itu Hasan Langgulung memberikan definisi tentang

kurikulum merujuk pendapat As-Syaibany, hanya saja lebih spesifik.

Menurutnya kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan,

kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam

maupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.

Pengertian kurikulum ini lebih mengacu kepada

penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan sekolah (formal),

dimana pengalaman yang diberikan kepada siswa dilakukan melalui

kegiatan di dalam dan di luar sekolah, tetapi tetap dalam ruang lingkup

kontrol dan tanggungjawab sekolah

Dari pengertian ini Hasan Langgulung menyimpulkan bahwa.

Kurikulum mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu:

1) tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu?

2) pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu.

3) metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.

4) metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum seperti ujian triwulan, ujian akhir dan lain-lain.14

Lebih jelasnya, bahwa, kurikulum mempunyai empat

komponen utama untuk mencapai segala tujuan yang di cita-citakan

dalam pendidikan yaitu, tujuan-tujuan, isi atau materi pelajaran,

metode mengajar dan metode penilaian atau evaluasi.

Dari berbagai uraian di atas, pada dasarnya kurikulum dalam

pendidikan Islam harus bermakna: a) program/rencana pembelajaran

yang harus dituangkan dalam garis-garis besar program pengajaran

beserta berbagai petunjuk pelaksanaannya yang merangkum dimensi

14 Hasan Langgulung., Azas-azas Pendidikan Islam (Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1992),

Cet.2, hlm. 303-304.

44

duniawi dan ukhrowi, serta fisik material dan moral; b) pengalaman

pembelajaran berupa kegiatan nyata dalam interaksi dan proses

pembelajaran baik di sekolah maupun diluar sekolah dengan

tanggungjawab penyelenggara pendidikan dalam rangka pertumbuhan

dan perkembangan individu peserta didik menuju kedewasaan sesuai

ajaran Islam.15

b. Tujuan Kurikulum

Berbicara tentang tujuan sudah bermacam-macam aliran

falsafah yang telah menguraikannya dengan jelas. Dalam pendidikan

Islam tujuan merupakan komponen kurikulum yang mengarahkan atau

menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar

mengajar.

Tujuan pada mulanya bersifat umum, dalam operasinya tujuan

tersebut harus dibagi menjadi bagian-bagian yang kecil. Bagian-

bagian itu dicapai hari demi hari dalam proses belajar mengajar.

Tujuan yang kecil-kecil itu dirumuskan dalam rencana pengajaran

(lesson plan) yang sering disebut persiapan mengajar. Tujuan yang

ditulis di dalam persiapan mengajar itu disebut tujuan pengajaran,

yang sebenarnya adalah tujuan anak belajar. Selanjutnya, tujuan itu

mengarahkan perbuatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa

dan guru.16

Kurikulum pendidikan Islam menurut As-Syaibany

mempunyai tujuan memberi sumbangan untuk mencapai

perkembangan menyeluruh dan berpadu bagi pribadi pelajar,

membuka tabir tentang bakat-bakat dan kesediaannya dan

mengembangkannya, mengembangkan minat, kecakapan,

pengetahuan, kemahiran dan sikap yang diingini; menanamkan

15 Ahmad Syar’i., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet. . hlm.

51. 16 Ahmad Tafsir., Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),

Cet. 2. hlm. 55.

45

padanya kebiasaan, akhlak dan sikap yang penting bagi kejayaannya

dalam hidup dan kemahiran asas untuk memperoleh pengetahuan;

menyiapkan untuk memikul tanggungjawab dan peranan-peranan yang

diharapkan dari padanya dalam masyarakatnya; dan mengembangkan

kesadaran agama, budaya, pemikiran, sosial dan politik pada dirinya.17

Jelaslah bahwa tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam

adalah membawa peserta didik atau pribadi pelajar menuju pada

perkembangan yang lebih baik yang didasari oleh kepribadian islami,

agar tidak menyimpang dari norma-norma yang ada dalam agama.

Bagi kurikulum dalam pendidikan tidak hanya tujuan umum

saja yang ada, tetapi ada juga tujuan pokok bagi tiap tahap diantara

tahap-tahap pendidikan dan bagi tiap macam pendidikan, bahkan bagi

tiap ilmu dan mata pelajaran atau kursus atau aktivitas yang

terkandung dalam kurikulum.

Menurut Hasan Langgulung tujuan kurikulum dalam

pendidikan Islam tidak akan terlepas dari tujuan hidup manusia. Sebab

pendidikan dipandang oleh Hasan Langgulung sebagai sebuah alat

yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya

(survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.

Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya

mewariskan berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi

berikutnya. Dengan demikian masyarakatnya bisa hidup terus.18

Pendidikan diartikan oleh Hasan Langgulung sebagai alat yang

digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya.

Pendidikan juga sebagai pengembangan potensi-potensi yang ada pada

individu agar dapat dipergunakan olehnya sendiri dan seterusnya oleh

masyarakatnya untuk menghadapi tantangan-tantangan milieu yang

selalu berubah.

17 As-Syaibany. op.cit., hlm. 533. 18 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 147.

46

Tujuan kurikulum dalam pendidikan yang dikaitkan dengan

tujuan hidup manusia dengan kata lain sebagai tujuan terakhir. Dan

tujuan inilah yang disebutkan sebagai tujuan diciptakannya manusia

sebagaimana firman Allah.

}الذاريات٥٦{وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون

“Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembahku.”(Q.S. Ad-Dzariat. 56)19

Dari ayat di atas jelas bahwa tujuan terakhir manusia hidup

adalah menyembah Allah. Dan segala usaha untuk menjadikan

manusia menjadi hamba. Inilah tujuan tertinggi dalam pendidikan

Islam. Sejalan dengan itu pula, Allah menjadikan manusia di muka

bumi ini sebagai khalifah sebagaimana firman-Nya.

الئكة إنللم كبإذ قـال رو فسدن يا مل فيهعجليفة قالوا أتض خاعل في األري ج

فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما ال تعلمون

﴿البقرة٣٠﴾"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q. S. Albaqarah. 30).20

Manusia yang dianggap sebagai khalifah Allah tidak dapat

memegang tanggungjawab sebagai khalifah kecuali kalau ia

diperlengkapi dengan potensi-potensi yang memperbolehkannya

berbuat demikian.21Dengan kata lain pendidikan berperan penting bagi

19 Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Alqur’an, Departemen Agama Republik

Indonesia., Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Semarang : Tanjung Mas Inti, 1992). hlm. 862. 20 Ibid. hlm. 13. 21 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 57.

47

manusia dalam rangka mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki

oleh manusia agar mereka bisa menjadi khalifah di muka bumi ini

dengan baik, karena pendidikan bisa merubah kehidupan manusia

sesuai dengan keinginan atau tujuan yang telah dirumuskan.

Pembentukan khalifah tersebut merupakan tujuan tertinggi

dalam pendidikan. Tujuan yang disebutkan di atas berawal bersifat

umum kemudian dalam operasinya tujuan tersebut terbagi-bagi

menjadi bagian yang kecil. Dalam pendidikan Islam tujuan juga dibagi

atas dua tahap yaitu tujuan umum dan khusus.

Yang dimaksud dengan tujuan umum adalah maksud atau

perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh

pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini dianggap kurang merata

dan lebih dekat dari tujuan tertinggi, tetapi kurang khusus jika

dibandingkan dengan tujuan khusus. Lebih jelas bahwa tujuan

tertinggi pendidikan tidak tergantung pada institusi pendidikan

tertentu, atau pada tahap pendidikan tertentu, pada jenis pendidikan

tertentu, pada masa dan umur tertentu. Sedangkan tujuan umum dan

tujuan khusus dapat dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu dan

masa atau umur tertentu.22

Tujuan umum pendidikan Islam.

Tujuan ini sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha

mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa, dan beribadah

dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di

dunia dan akhirat. Untuk tujuan tersebut Allah mengutus para rasul

untuk menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab-kitab

samawi.23

Inilah sebagian tujuan umum pendidikan Islam, sebagaimana

diikhtisarkan oleh beberapa penyelidik modern dalam bidang

pendidikan Islam.

22 Ibid. hlm. 60 23 Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: friska Agung Insani,

2000), Cet. 1. hlm. 142.

48

Tujuan khusus pendidikan Islam

Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah pengkhususan

atau operasionalisaasi tujuan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan

khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan adanya perubahan

dimana perlu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan, selama berpijak

pada kerangka tujuan tertinggi/ terakhir dan umum itu.

Jelaslah bahwa tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam

dibagi atas tiga tingkatan, yaitu tingkat tujuan akhir, tingkat tujuan

umum dan tingkat tujuan khusus. Walaupun semua bersumber dari

ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan al-Sunah tetapi telah diungkapkan

dalam bahasa modern dan dapat dilaksanakan di bangku sekolah dan

dalam konteks persekolahan modern.

c. Isi Kurikulum

Salah satu dari komponen dari kurikulum adalah isi atau

materi atau mata pelajaran. Isi atau materi mempunyai peran penting

untuk memberi jawaban dari apa yang dikerjakan manusia dalam

melaksanakan proses belajar mengajar. Dan materi tersebut harus

relevan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, baik tujuan

umum ataupun tujuan khusus.

Dalam proses belajar mengajar terdapat materi tertentu yang

relevan dengan tujuan pengajaran. Memang, secara gampang

dikatakan bahwa isi proses itu sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai. Namun dalam operasinya tidaklah semudah itu, diperlukan

pakar yang benar-benar ahli dalam merencanakan isi proses tersebut.

Pendidikan Islam mempunyai materi-materi yang diuraikan

Allah dalam kitab suci Al-Qur’an menjadi bahan-bahan pokok

pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, formal

maupun non formal atau informal, oleh karena materi pendidikan

Islam yang bersumber dari Al-Qur’an harus dipahami, dihayati

49

diyakini dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam. Dengan

demikian semua jenis ilmu yang dikembangkan para ahli pikir Islam

dari kandungan Al-Qur’an adalah ilmu islami.24

Sementara itu Hasan Langgulung menyamakan isi kurikulum

dalam pendidikan dengan mata pelajaran atau pengetahuan.

Pengetahuan adalah sebuah ilmu, karena ilmu sebagai inti dari suatu

pendidikan. Dengan kata lain pendidikan tanpa ilmu adalah kosong.

Namun ilmu dapat dilihat sebagai obyek dan sebagai proses. Sebagai

obyek ilmu disoroti dari segi hirarkinya, dari segi peri penting atau

tidak pentingnya, sedangkan sebagai proses ilmu disoroti dari segi

adakah ilmu itu mungkin atau tidak.25

Pengetahuan ilmu-ilmu Islam bergantung pada sistem

pendidikan raksasa yang meliputi pendidikan formal dan informal

yang memungkinkan penggalakan dan pemindahan pengetahuan

dalam segala bentuknya. Sudah tentu sistem pendidikan itu

berdasarkan konsep Islam tradisional tentang pengetahuan dan

pendidikan. Ia menekankan pertama sekali ilmu-ilmu agama tetapi

meliputi semua bentuk-bentuk pengetahuan lain dari keadilan Tuhan

sampai ilmu farmasi. Islam memandang pengetahuan (ilmu) sebagai

suatu yang suci sebab pada akhirnya semua pengetahuan menyangkut

semacam aspek dari manifestasi Tuhan kepada manusia.

Konsep pengetahuan Islam didasarkan pada dua prinsip pokok

yaitu, kesatuan dan jenjang (hirarki). Sebagaimana halnya dengan

wujud, yang pada akhirnya serupa dengan pengetahuan (ilmu), ilmu-

ilmu atau bentuk-bentuk pengetahuan pada akhirnya adalah satu, dan

pada waktu yang sama tergolong dalam suatu orde yang berjenjang

(hierarchic).26

24 Arifin., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), Cet. 5. hln. 183. 25 Hasan Langgulung., Asas-asas, op. cit. hlm. 337. 26 Ibid. hlm. 105.

50

Ilmu yang menjadikan inti dari pendidikan atau isi dari

kurikulum mempunyai istilah lain, yakni kandungan pendidikan.

Istilah kandungan bermakna bidang pengetahuan yang tersusun yang

menjadi dasar segala aktivitas pendidikan, misalnya di sekolah, dan

biasanya di golongkan (classified) kepada berbagai mata pelajaran

(subject matters).27

Kandungan kurikulum dalam pendidikan akan berbeda pada

masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain apabila antara

tujuannya berbeda. Dengan demikian antara tujuan dan kandungan

pendidikan mempunyai hubungan erat yang sulit untuk dipisahkan,

dan oleh karena itu setiap teori pendidikan mempunyai kriterianya

sendiri untuk memilih kandungan dalam pendidikan.

Al-Qur’an dianggap sebagai asas dari pada teori pendidikan

Islam, maka prinsip-prinsip Al-Qur’an merupakan bagian di dalamnya

yang memadukan antara berbagai mata pelajaran yang membentuk

sebuah kurikulum. Tidak ada mata pelajaran yang boleh dipandang

sebagai mata pelajaran agama atau sekuler. Semua mata pelajaran,

termasuk mata pelajaran sains tabi’i haruslah diajarkan dari segi

pandangan Islam. Dari sini Hasan Langgulung memberikan tiga

kategori dalam menentukan kandungan dalam kurikulum pendidikan

Islam.

Pertama mata pelajaran (subjects) yang harus ada dari

kurikulum pendidikan. Mata pelajaran ini berkaitan dengan Al-Qur’an

dan hadits disamping bahasa Arab. Ini yang disebut oleh para

pendidikan dengan “ilmu yang diwahyukan”(revealed knowledge).

Kedua adalah ilmu-ilmu atau bidang-bidang yang meliputi

kajian-kajian tentang manusia sebagai individu dan sebagai anggota

masyarakat. Dalam bahasa Arab disebut al-Ulum al-Insaniyah.

Psikologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain termasuk dalam kategori ini.

27 Hasan Langgulung., Manusia. op. cit. hlm. 35

51

Ketiga adalah bidang-bidang pengetahuan yang mengkaji alam

tabi’I, atau dalam bahasa Arab dipanggil al-‘Ulum al-Kauniyah

(natural science) yang meliputi astronomi, biologi, botani dan lain-

lain.28

d. Metode atau Proses Belajar Mengajar dalam Kurikulum

Komponen metode atau proses belajar mengajar dalam

kurikulum pendidikan tidak kalah pentingnya dengan komponen-

komponen kurikulum sebelumnya. Metode ialah istilah yang

digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat

dan cepat dalam melakukan sesuatu”.29

Sebagai salah satu komponen dalam kurikulum pendidikan

Islam, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan

materi pelajar kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui

proses tahap demi tahap baik dalam kelembagaan formal maupun non

formal atau pula yang informal.30

Metode dalam kurikulum pendidikan Islam mempunyai tiga

aspek pokok yang berkaitan dengan seorang guru berdedikasi yang

penuh kesadaran tentang tanggung jawabnya sebagai seorang muslim

terhadap orang-orang yang ada di bawah tanggung jawabnya.31

Pertama tentang sifat-sifat dari pada kepentingannya

berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan

manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah. Aspek ini

menunjukkan bahwa manusia lahir dengan fitrah yang baik. Sudah

tentu kepercayaan akan baiknya fitrah akan mempunyai implikasi

praktikal terhadap metode-metode yang akan digunakan oleh guru.

Tidaklah seorang guru hanya berusaha melindungi murid-muridnya

28 Ibid. hlm. 40-41 29Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,. (bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2003), hlm. 5. 30 Arifin., op. cit. hlm. 198. 31 Hasan Langgulung., Manusia, hlm. 40-41

52

dari pengaruh-pengaruh buruk dan menunggu agar sifat-sifat asalnya

itu berkembang sendiri.

Kedua yaitu metode-metode yang digunakan dalam

pendidikan Islam. Seorang guru tidak dapat memaksa muridnya

dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Salah satu cara ialah

lemah lembut, seperti dinyatakan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan

al-Hadis dalam menyebarkan dakwah Islam. Guru yang ingin

pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya itu mudah

diterima, tidaklah cukup hanya bersifat lemah lembut saja ia haruslah

memikirkan metode-metode yang akan digunakannya.

Ketiga daripada metode pendidikan yang perlu mendapat

perhatian adalah bagaimana guru menggalakkan murid-muridnya

belajar menerima ganjaran dan hukuman bertitik tolak dari fakta

bahwa mereka sangat berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan

individu. Seorang murid yang menerima ganjaran memahaminya

sebagai suatu tanda penerimaan terhadap pribadinya, yang

menyebabkan ia merasa tentram. Sebagai ketenteraman itu adalah

salah satu kebutuhan asas dari psikologi, dan hukuman sangat di benci

sebab ia mengancam ketenteraman.

Metode yang digunakan dalam pendidikan Islam mempunyai

banyak jenis, tetapi dibawah ini hanya sebagian dari metode-metode

yang diberikan oleh para ahli dalam menyampaikan sebuah materi

dalam kurikulum pendidikan, baik di dalam maupun di luar kelas.

1) Metode Ceramah

Metode ini dalam istilah lama disebut juga metode

memberitahukan. Disamping itu ada juga yang menyebutnya

metode penyampaian informasi atau metode ceritera (berceritera).

Metode ini merupakan metode penerangan atau penuturan secara

53

lisan oleh guru atau ustadz kepada sejumlah murid atau santri yang

biasanya berlangsung di dalam kelas.32

2) Metode Tanya Jawab

Metode ini termasuk metode yang banyak digunakan dalam proses

pendidikan, baik di lingkungan keluarga ,masyarakat maupun

sekolah. Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam

bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada

siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.33

3) Metode Diskusi

Metode diskusi ialah suatu cara mempelajari mata pelajaran

dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu

argumentasi secara rasional dan obyektif. Metode diskusi juga

dimaksudkan untuk dapat merangsang siswa dalam belajar dan

berfikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara

rasional dan obyektif dalam pemecahan suatu masalah.34

4) Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan diartikan dengan proses membuat

sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Membiasakan adalah sebuah

cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir,

bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama

Islam.35

5) Metode Keteladanan

Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh oleh

seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di

32 Hadari Nawawi., Pendidikan dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet. 1, hlm. 251. 33 Sudirman, dkk., Ilmu Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. 6, hlm. 119. 34 Usman Basyiruddin., Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), cet. 1. hlm. 36. 35 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), hlm. 110.

54

sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat

pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik.36

Disamping metode-metode di atas, masih banyak metode lain

yang biasa digunakan dalam pendidikan. Dan metode-metode tersebut

sudah banyak ditemukan pada lembaga pendidikan.

Dalam proses belajar mengajar Hasan Langgulung

mengemukakan tiga hal pokok yang terlibat dalam proses tersebut

yaitu, apa yang harus dipelajari, siapa yang mempelajari dan siapa

yang mengajar. Dengan kata lain disini terlibat ilmu, murid dan guru.

Terjadinya interaksi antara ketiga hal inilah yang disebut dengan

proses belajar (learning process).37

Ketiga hal tersebut hanya aspek yang kedua dan ketiga yang

sekilas akan dipaparkan oleh penulis, mengingat hal yang pertama

yaitu ilmu, sudah di jelaskan pada bagian yang lalu. Aspek kedua,

murid atau dalam istilah psikologi di sebut “pelajar” (learner) adalah

manusia yang belajar. Istilah belajar (learning) mempunyai berbagai

macam teori. Dari teori-teori itu semua membuktikan bahwa “belajar”

itu adalah suatu proses yang kompleks.

Dari berbagai macam teori para pembuat dan guru-guru

haruslah dapat mengetahui teori-teori perkembangan dan pertumbuhan

agar ia dapat menyuguhkan berbagai aspek pengetahuan sesuai dengan

tahap perkembangan anak-anak.

Aspek Ketiga dari proses belajar mengajar adalah guru. Guru

adalah pengejar dalam arti kata seluas-luasnya. Dengan kata mengajar

kita maksudkan segala tingkah laku guru yang menyebabkan murid

bisa belajar sesuatu. Dengan tingkah laku kita maksudkan bukan

hanya yang bersifat pertuturan (verbal) tetapi juga yang bukan

36 Ibid. hlm. 117. 37 Hasan Langgulung., Asas-asas. op. cit. hlm. 313.

55

pertuturan (non verbal) seperti senyum, berjalan, memberi salam dan

lain-lain.38

Dengan pengertian yang luas, dapatlah dipahami bahwa

sebenarnya manusia itu adalah guru, dalam pengertian positif ataupun

negatif, sebab manusia pada umumnya suka meniru satu sama lainnya.

Juga dalam hal-hal tertentu guru-guru belajar dari murid-muridnya

sendiri.

Sedangkan dalam konteks mengajar secara formal dalam kelas

seorang guru hendaklah bersifat fleksibel, artinya mengajarkan suatu

fakta berdasarkan pada kesanggupan murid-muridnya. Kalau

kumpulan murid-murid yang diajarnya itu pintar-pintar semuanya,

biasanya ia akan memberi keterangan lebih mendalam dan luas. Tetapi

kalau ia mengajar pada perkumpulan murid-murid yang lemah, maka

ia akan menerangkan suatu materi dengan lebih pelan dan jelas dan

diulang-ulang dan mungkin juga diperbanyak latihan atau ulangan.

e. Evaluasi atau Penilaian dalam Kurikulum

Dalam proses pendidikan, tujuan merupakan sasaran yang

ideal yang hendak dicapai. Kurikulum dalam pendidikan yang

mengandung isi atau materi pelajaran yang tersusun dalam program

dan diproses dengan berbagai metode yang sesuai menuju suatu tujuan

pendidikan yang maksimal.

Tercapainya tujuan secara maksimal atau tidak hanya bisa

terlihat, apabila dari pihak pembuat kurikulum telah mengadakan

penilaian atau evaluasi. Evaluasi atau penilaian kurikulum merupakan

salah satu bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan

perhatian kepada program-program pendidikan untuk anak didik.

Lingkup evaluasi program pendidikan mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan program.

38 Ibid., hlm 316.

56

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik

penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar

perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek

kehidupan mental-psikologi dan spiritual religius, karena manusia

hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya

bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang

sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.39

Hasan Langgulung memberikan contoh untuk penilaian yang

sebenarnya berhubungan rapat dengan tujuan pendidikan, pada

pelatihan seorang dalam menyetir mobil. Maka penilaian adalah ujian

menyetir yang kita berikan untuk mengetahui apakah orang tersebut

sudah pandai menyetir ataukah belum. Kalau dia sudah tidak

melakukan kesalahan dalam starter, menekan minyak, memberi isyarat

lampu berhenti dan lain-lain maka kita meluluskannya, sedangkan

kalau masih membuat kesalahan, apalagi kalau ia melanggar tiang

lampu, misalnya kita menggagalkannya.40

Dari contoh di atas terlihat jelas salah satu fungsi penilaian,

yaitu memilih (selection) orang-orang berdasarkan kesanggupannya

untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kalau tujuan pendidikan

untuk mencari kerja maka hanya orang-orang yang mampu saja yang

diluluskan memegang kerja itu, dan yang tidak mampu maka tidak

mendapatkan kerja tersebut.

Oleh sebab tujuan pendidikan Islam bukan sekedar mencari

kerja, tetapi lebih-lebih adalah untuk berbakti kepada Allah, maka

kriteria yang dipakai juga harus berlainan, misalnya meletakkan

kebijaksanaan (wisdom), budi mulia (virtue) dan lain-lain sebagai

kriteria seleksi untuk memilih guru atau dosen atau lain-lain lagi.

Sebab tanpa kriteria-kriteria ini pendidikan Islam sendiri akan

kehilangan ciri-cirinya yang khas.

39 Arifin. op.cit. hlm. 238. 40 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 164.

57

Fungsi lain dari penilaian adalah sebagai alat peneguhan

(reinforcement) bagi pelajar-pelajar. Yang dimaksud dengan

peneguhan adalah ganjaran bagi pekerjaan yang telah dilakukannya.41

Rincinya, penilaian dalam pendidikan Islam mempunyai

kriteria sendiri selain daripada pencapaian kognitif (cognitive

achievement). Kriteria itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan budi

luhur (virtues).

Mengadakan evaluasi dan menggunakan evaluasi yang tepat

sasaran, maka seorang guru akan dapat mengetahui dengan pasti

tentang kemajuan, kelemahan, hambatan-hambatan manusia didik

dalam pelaksanaan tugasnya yang pada gilirannya akan dijadikan

bahan perbaikan program.

Evaluasi yang tepat sasaran dikemukakan oleh Yahya Qahar

sebagaimana dikutip Arifin mempunyai empat jenis evaluasi yakni:

1) Evaluasi Formatif yang menetapkan tingkat penguasaan manusia-didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai dengan tepat.

2) Evaluai Sumatif yaitu penilaian secara umum tentang keseluruhan hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan pada setiap akhir periode belajar mengajar secara terpadu.

3) Evaluasi Diagnostik ialah penilaian yang dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik keberangkatan yang cocok.

4) Evaluasi Penempatan (placement evaluation) yang menitik beratkan pada penilaian tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan: a) Ilmu pengetahuan dan ketrampilan murid yang diperlukan

untuk awal proses belajar mengajar. b) Pengetahuan murid tentang tujuan pengajaran yang telah

ditetapkan sekolah. c) Minat dan perhatian, kebiasaan bekerja, corak kepribadian

yang menonjol yang mengandung konotasi kepada suatu metode belajar tertentu misalnya belajar berkelompok dan sebagainya.42

41 Ibid., hlm. 165. 42 Arifin., op. cit. hlm. 245-246.

58

Meskipun dalam sumber ilmu pendidikan Islam, klasifikasi

jenis evaluasi di atas tidak kita temukan secara eksplisit, namun dalam

praktek dapat diketahui bahwa pada prinsipnya evaluasi-evaluasi

sejenis itu juga sering kali kita temukan baik dalam firman-firman

Allah dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadis Nabi. Dalam sejarah

Islam pula terbukti bahwa setiap akhir unit pelajaran diselenggarakan

“khataman” sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.

B. Biografi dan pemikiran Zakiah Daradjat tentang kurikulum dalam

Pendidikan Islam.

1. Biografi Zakiah Daradjat

Studi tentang biografi atau riwayat hidup seorang tokoh secara

mendalam sebelum mengetahui pemikirannya sangat diperlukan, karena

dengan cara demikian dapat diketahui tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi corak pemikiran tokoh tersebut.

Zakiah Daradjat dilahirkan di Kampung Kota Merapak, Kecamatan

Ampek Angkek, Kotamadya Bukittinggi pada tanggal 6 November 1929.

Ayahnya bernama H. Daradjat Husain memiliki dua istri. Dari istrinya

yang pertama, Rafiah, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak

yang pertama dari enam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua,

Hj. Rasunah, ia dikaruniai lima orang anak. Dengan demikian, daru dua

istri tersebut, H. Daradjat memiliki sebelas orang putra. Sungguhpun

memiliki dua istri, ia kelihatannya cukup berhasil mengelola keluarganya.

Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra-putrinya itu. Zakiah

memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, sebesar kasih sayang

yang ia terima dari ibu kandungnya.

H. Darajat ayah kandung Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi

Muhammadiyah. Sedangkan ibunya aktif di Sarikat Islam. Kedua

organisasi yang berdiri pada akhir penjajahan Belanda ini tercatat sebagai

organisasi yang cukup disegani masyarakat karena kiprah dan

komitmennya pada perjuangan kemerdekaan Indonesia serta berhasil

59

menangani mengelola pendidikan modern serta mengatasi problema sosial

keagamaan dan sebagainya.

Sebagai aktivis yang kental sikap agamanya, memberikan

dorongan yang kuat untuk memasukkan Zakiah ke Sekolah Standars

School Muhammadiyah di Bukittinggi. Di lembaga pendidikah inilah buat

pertama kali Zakiah mendapatkan pendidikan agama serta ilmu

pengetahuan dan pengalaman intelektual. Semenjak belajar di lembaga

pendidikan ini, Zakiah telah memperlihatkan minatnya yang cukup besar

dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat pada usianya yang baru 12

tahun, Zakiah Daradjat berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya cukup

baik, tepatnya pada tahun 1941.43

Kecenderungan, bakat dan minat Zakiah untuk menjadi ahli agama

Islam terlihat pula dalam mengikuti Kulliyatul Muballighat di Padang

Panjang selama hampir enam tahun. Di lembaga pendidikan ini, Zakiah

memperoleh pendidikan agama secara lebih mendalam. Namun demikian,

perhatiannya terhadap bidang studi umum juga tetap besar. Hal ini terlihat

pada aktivitas Zakiah dalam memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri

(SMPN) di kota yang sama. Di dua lembaga pendidikan ini, Zakiah

berhasil menyelesaikannya dengan tepat waktu. Pendidikan yang ia dapati

dari kedua lembaga ini benar-benar menjadi modal utama untuk

melanjutkan pendidikannya di lembaga yang lebih tinggi. Sementara itu

budaya Minangkabau yang memberikan tanggungjawab yang lebih kepada

perempuan dibandingkan dengan perempuan di daerah lain, juga

memberikan andil yang cukup besar dalam diri Zakiah.

Setelah selesai menamatkan pendidikan dasar dan sekolah

menengah pertama, Zakiah melanjutkan ke sekolah Menengah Atas

Pemuda Bukittinggi. Di lembaga pendidikan ini Zakiah memilih program

B, yaitu program yang mendalami ilmu alam.

43 Arief Subhan, Prof. Dr. Zakiah Daradjat: “Membangun Lembaga Pendidikan Islam

Berkualitas”, dalam Badri Yatim, dkk., Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia, sebagaimana dikutip Abuddin Nata., Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), edisi 1. hlm. 234.

60

Selanjutnya Zakiah melanjutkan ke Perguruan Tinggi Agama Islam

Negeri (sekarang UIN) Yogyakarta. Disana Zakiah mendapatkan prestasi

yang membuka peluang baginya untuk melanjutkan studi di Kairo. Ia

berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang yang diminati, yaitu

psikologi di Universitas Ain Syam Fakultas Tarbiyah dengan konsentrasi

Special Diploma for Education.

Setelah itu Zakiah Daradjat mengikuti Program Magister pada

jurusan Spesialisasi Kesehatan Mental pada Fakultas Tarbiyah di

Universitas yang sama. Dengan tesis yang berjudul Problematika Remaja

di Indonesia (Musykilat al-Murahaqah fi Indonesia).

Untuk menuntaskan studi tingkat tingginya Zakiah Daradjat

mengikuti program doktor (Ph. D.) pada universitas yang sama dengan

mendalami lagi bidang psikologi, khususnya psikoterapi. Dengan disertasi

yang berjudul “Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak” (Dirasah Tajribiyah li

Taghayyur al-Lati Tathrau ala Syakhshiyat al-Athfal al-Musykil Infi’al fi

Khilal Fithrah al-llaj al-Nafs ghair al-Muwajjah an Thariq al-La’b).

dengan demikian Prof Dr. Zakiah Daradjat telah menjadi seorang Doltor

Muslimah Pertama dalam bidang psikologi dengan Spesialisasi

psikoterapi.44

Dari pendidikan yang di dapat dalam bidang pendidikan dan

psikologi beliau banyak menulis buku-buku artikel dan lain-lainnya yang

telah diterbitkan. Adapun karya-karyanya, sebagaimana telah diterbitkan

oleh penerbit Bulan Bintang diantaranya:

1. Ilmu Jiwa Agama

2. Kesenangan dan kebahagiaan dalam keluarga

3. Menghadapi Masa Menopousa (mendekati usia lanjut)

4. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia

5. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental

6. Pembinaan Jiwa/Mental

7. Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak

44 Ibid. hlm. 235.

61

8. Problema Remaja di Indonesia

9. Pembinaan Remaja

10. Pendidikan Orang Dewasa

11. Membangun Manusia Indonesia yang Bertakwa Kepada Tuhan Yang

Maha Esa

12. Perkawinan yang Bertanggung Jawab

13. Pola-pola Kesehatan Mental (judul aslinya: Ususus Shihah an-

Nafsiyyah) oleh Prof. Dr. Abdul Aziz El-Qussy

14. Ilmu Jiwa (judul aslinya: Ilmu Nafs, ususuhu wa tahbiqatuhu at-

Tarbawiyah) oleh: Prof. Dr. Abdul Aziz El-Qussy

15. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (judul

aslinya: Ash-Shihah Al-Nafsiyah fil U’srati wal Madrasati wal

Mujtama’I) oleh Prof. Dr. Musthafa Fahmi

16. Kunci Kebahagiaan

17. Pendidikan Agama Islam untuk SMU, jilid-jilid; I, II, III, (bersama-

sama dengan Drs. M. Ali Hasan dan Drs. Paimun)

18. Pelajaran Tafsir Al-Qur’an untuk MIN, jilid-jilid I, II dan III (bersama-

sama dengan H. M. Nur Asyik, M.A)

19. Bimbingan pendidikan dan Pekerjaan (judul aslinya: At-Taujih at-

Tarbawi wal Mihani) oleh Dr. Attia Mahmoud Hana

20. Kepribadian Guru

21. Islam dan Peranan Wanita45

2. Pemikiran Zakiah Daradjat tentang Kurikulum dalam Pendidikan

Islam

a. Pengertian Kurikulum

Kurikulum sebagaimana dijelaskan tidak akan terlepas dari

pendidikan, dimana ada proses pendidikan, disanalah kurikulum

melakukan perannya sebagai komponen dalam pendidikan.

45 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), halaman sampul

depan.

62

Pendidikan bisa mengantarkan manusia menuju pada kehidupan yang

lebih baik dan perkembangan yang lebih, bila menggunakan

kurikulum yang sesuai dengan keadaan atau perkembangan zaman.

Kurikulum tidak mudah diterapkan pada suatu lembaga tertentu.

Masyarakat yang satu dengan masyarakat lain berbeda akan kebutuhan

dan pengetahuan, dari hal ini perancang kurikulum bisa menentukan

kurikulum manakah yang akan diterapkan pada suatu lembaga

pendidikan

Kurikulum akan berbeda bukan hanya karena kebutuhan

masyarakat sekitar, tetapi bisa dikarenakan perputarannya waktu. Pada

masa sekarang mendefinisikan kurikulum berbeda dengan mas dulu,

bahkan tidak menutup kemungkinan akan berbeda pada masa yang

akan datang. Kita ambil contoh kurikulum pada masa dulu, menurut

Ibn Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, mengartikan

kurikulum disamakan dengan materi pelajaran yang harus diberikan

pada anak didik. Dan materi tersebut adalah mengajarkan apa yang

diajarkan Allah dan mendidik anak didik agar selalu patuh dan tunduk

kepada Allah dan Rasulnya.46

Dari apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah, kurikulum disini

diartikan secara terbatas hanya sebagai materi yang harus di berikan

pada peserta didik. Materi yang ada pada suatu proses belajar

mengajar itulah dinamakan kurikulum.

Pengertian kurikulum mengalami perubahan atau ada

perbedaan ketika diartikan oleh ahli pendidikan pada masa sekarang.

Pada masa sekarang. Pada masa sekarang kurikulum diartikan sebagai

pengalaman belajar, baik di dalam maupun di luar lingkungan

sekolah.47 Pengertian ini jelas dan sangat luas, kurikulum dalam

pengertian ini diartikan sebagai kegiatan yang tidak hanya dilakukan

46 Abuddin Nata., Pemikiran Para Tokoh pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan

Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 1. hlm.145. 47 Khoiron Rosyadi., Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. 1. hlm.

244.

63

dalam lingkungan sekolah, melainkan bisa dilakukan di luar

lingkungan sekolah.

Sedangkan Zakiah Daradjat, memandang kurikulum sebagai

suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk

mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.48 Dalam

bukunya yang lain kurikulum adalah semua kegiatan yang

memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah

bimbingan dan tanggung jawab sekolah, baik di luar maupun di dalam

lingkungan dinding sekolah.49

Pengertian yang diutarakan oleh Zakiah Daradjat memberikan

batasan-batasan pada tiga hal. Pertama, pendidikan itu adalah suatu

usaha atau kegiatan yang bertujuan. kedua, di dalam kegiatan

pendidikan itu terdapat suatu rencana yang disusun atau diatur. Ketiga,

rencana tersebut dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang telah

ditetapkan.50

Pendapat lain tentang kurikulum, diartikan sebagai segala

kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan

kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan (institusional,

kurikuler, dan instruksional).51 Pengertian ini menggambarkan segala

bentuk kegiatan sekolah yang sekiranya mempunyai efek bagi

pengembangan peserta didik, adalah termasuk kurikulum, dan tidak

hanya terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja.

Pengertian-pengertian di atas semua mengarahkan pada suatu

kegiatan yang bersangkutan pada tujuan yang tidak hanya berupa

kegiatan belajar mengajar. Dan kegiatan tersebut dilakukan di dalam

dan di luar lingkungan sekolah. Dari sini apa yang dikatakan oleh

48 Zakiah Daradjat,dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. 3, hlm.

122. 49 Zakiah Daradjat,dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,

2001), Cet. 2. hlm. 83. 50 Ibid. 51 Muhaimin., Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003),Cet. 1. hlm. 183.

64

Ahmad Tafsir52bahwa sekolah dapat dianggap sebagai miniatur

masyarakat. Jika orang ingin mengetahui karakteristik masyarakat di

suatu daerah, maka sekolahnya sebagai media yang sangat strategis

dan representatif untuk melihatnya. Setiap nilai yang lahir dan

diperoleh dari sekolah akan termanifestasi dalam kehidupan

masyarakatnya juga, baik negatif maupun positif.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka kurikulum mempunyai

isi yang sangat luas, oleh sebab itu menyusun suatu kurikulum yang

mantap/stabil memang bukan hal yang sangat mudah, karena ia

memerlukan waktu dan tahap-tahap pembatasan untuk

mematangkannya. Dan kurikulum sendiri harus berorientasi pada

kepentingan pembangunan dan pembinaan manusia yang seutuhnya.

b. Tujuan Kurikulum

Tujuan artinya sesuatu yang dituju yaitu yang akan dicapai

dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila

tujuannya tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan

berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya

dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.53Bisa dikatakan bahwa

suatu kegiatan tidak akan ada habisnya bila tujuan yang terakhir belum

tercapai. Kegiatan akan berjalan terus sampai tercapainya tujuan

terakhir.

Pendidikan merupakan bagian dari upaya untuk membantu

manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh

suatu kebahagiaan hidup, baik secara individu maupun kelompok.

Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang

terprogram dan mantap, serta tujuan yang jelas agar arah yang dituju

mudah dicapai. Pendidikan adalah upaya yang disengaja. Makanya

pendidikan merupakan sesuatu rancangan dari proses suatu kegiatan

52 Ahmad Tafsir., op. cit hlm. 54. 53 Zakiah Daradjat., Metodologi op. cit. hlm. 72.

65

yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas sebagai

tujuan yang hendak dicapai.54

Sementara itu tujuan pendidikan dalam Islam secara garis

besarnya adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah

yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatannya, pikiran

dan perasaannya.55Pendidikan Islam juga berarti pembentukan

manusia yang bertakwa. Ini sesuai benar dengan pendidikan nasional

kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan

membentuk manusia pancasialis yang bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.56

Kurikulum adalah unsur penting dalam pendidikan,

merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan

pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah

terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui

sekolah yang bersangkutan.

Adapun jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum

suatu sekolah itu ada dua macam:

1) Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.

Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai sejumlah

tujuan yang ingin dicapainya (tujuan lembaga pendidikan atau

tujuan institusional).

Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk

pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dapat

dimiliki murid/siswa setelah mereka menyelesaikan seluruh

program pendidikan dari sekolah tersebut.

2) Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi.

Setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga

mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan inipun

54 Jalaluddin., Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 1. hlm. 79. 55 Zakiah Daradjat., Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,

1995), Cet.2. hlm. 35. 56 Zakiah Daradjat., Metodologi, loc.cit.

66

digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap

yang diharapkan dapat dimiliki murid/siswa setelah mempelajari

suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.57

Adapun ciri-ciri tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam itu

sendiri menurut Zakiah Daradjat ialah:

1) Mudah dipahami, dapat dilaksanakan untuk menumbuhkan dan

memperkuat iman, isi dan caranya harus bersifat manusiawi;

2) Tidak bertentangan dengan logika dan pertumbuhan rasa keimanan

seseorang;

3) Sesuai dengan umur, kecerdasan dan tingkat perkembangan

keyakinan terhadap ajaran Islam;

4) Mendukung terlaksananya ajaran Islam yang amaliah;

5) Untuk mencapai tujuan itu tidak menggunakan alat atau penjelasan

yang merusak atau mengurangi citra kesucian Islam.58

Dari tujuan-tujuan yang ada di atas semuanya tidak hanya

bersifat teori, yang sasarannya pada pemberian kemampuan teori

kepada peserta didik, tetapi juga bertujuan praktis yang sasarannya

pada pemberian kemampuan praktis pada anak didik. Hal ini bisa

menyebabkan setelah peserta didik menyelesaikan studinya, mereka

dapat mengaplikasikan ilmunya yang didapat dari suatu lembaga

tertentu dengan tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan, baik

individu maupun masyarakat sosial.

c. Isi Kurikulum

Dalam proses pendidikan, itu ada isi atau materi tertentu yang

akan disampaikan yang harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak

dicapai. Hal semacam itu dipandang sangatlah mudah, sebuah materi

disesuaikan dengan tujuan, tapi pada prosesnya tidak semudah

pandangan. Sebuah materi yang akan diberikan atau disampaikan pada

57 Zakiah Daradjat., Ilmu………..hlm. 123. 58 Zakiah Daradjat., Metodologi……….op. cit. hlm. 78.

67

peserta didik harus mempertimbangkan beberapa hal yang perlu

diperhatikan.

Zakiah Daradjat59membedakan isi kurikulum dari suatu

sekolah dalam dua hal, yaitu:

1) Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan.

Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan ke dalam isi kurikulum dan

ditetapkan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah yang

bersangkutan, yaitu tujuan institusional.

Jenis-jenis bidang studi yang akan diajarkan pada peserta didik

menurut Ahmad Dahlan sebagaimana dikutip Abdul Mu’ti,

hendaknya meliputi:

a) Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

b) Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat.

c) Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.60

2) Isi program setiap bidang studi.

Bahan pengajaran di setiap bidang studi termasuk ke dalam

pengertian isi kurikulum, yang biasanya diuraikan dalam bentuk

pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sub pokok bahasan.

Melihat isi atau materi kurikulum dalam pendidikan di atas

diperlukan pakar yang benar-benar ahli dalam merencanakannya.

Dengan demikian akan ada keterkaitan terus-menerus antara

59 Zakiah Daradjat., Ilmu………..op. cit. hlm. 124. 60 Abdul Mu’ti, “Konsep Pendidikan Kiai Haji Ahmad Dahlan”, dalam Ruswan Thayib dan

Darmu’in, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian tokoh Klasik dan Kontemporer,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Cet. 1. hlm. 204.

68

komponen yang satu dengan yang lain dalam proses pendidikan.

Materi yang diberikan pada peserta didik harus tidak melampaui

batas-batasnya, agar tidak mengganggu harmonisasi (keserasian) dan

merusak proporsinya.

Materi menurut Munir Mursyi dalam kitabnya mengatakan:

الم ى االس تعلم ف دم للم ى تق وم الت ية والعل واد الدراس يار الم ى اخت ف

بارات ذه االعت ة ه ا فى الدرجة أويأتى فى مقدم وم ونقاوته ية العل هم

61 .والشرف

“Bahwa materi yang diberikan pada peserta didik harus bertujuan untuk meninggikan derajat dan kemuliaan”.

Adapun materi-materi yang diberikan pada peserta didik

menurut Ibn Khaldun sebagaimana dikutip Arifin dibagi menjadi tiga

macam:

1) ilmu lisan (bahasa) yang terdiri dari ilmu lughah, nahwu, saraf, balaghah, ma’ani, bayan, adab (sastra) atau syair-syair.

2) ilmu naqly, yaitu ilmu-ilmu yang dinukil dari kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Ilmu ini terdiri daripada ilmu membaca (qiraah) Al-Qur’an dan ilmu tafsir, sanad-sanad hadist dan pentashehannya, serta istimbat tentang qanun-qanun fiqhiyahnya.

3) ilmu ‘aqly, adalah ilmu yang dapat menunjukkan manusia melalui daya kemampuan berpikirnya kepada filsafat dan semua jenis ilmu pengetahuan. Termasuk kelompok ilmu-ilmu ini adalah logika (ilmu mantiq), ilmu alam, ilmu ketuhanan (theologi), ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tentang tingkah laku manusia, ilmu sihir dan nujum (kedua ilmu ini adalah fasid yang batil, yang terlarang untuk dijadikan mata pelajaran, ia berlawanan dengan ilmu Tauhid).62

61 M. Munir Mursyi, Al-tarbiyah Al-Islamiyyah Ususiha wa Tathowuriha fil Bilad Al-

‘Arabiyah,(Al-Qahiro: ‘Alimul Kitab, 1977), hlm. 51. 62 Arifin., op.cit. hlm. 189.

69

Dari isi atau materi kurikulum dalam pendidikan yang

diuraikan diatas menunjukkan bahwa banyaknya macam materi yang

akan diberikan pada peserta didik. Dalam hal ini peran seorang

pendidik sangat\lah diperlukan, karena pendidik harus bisa memilah-

milah materi apa saja yang akan disampaikan pada peserta didik yang

disesuaikan dengan tingkatan dan perkembangannya.

Melihat peran tersebut, sebenarnya tidak semua orang dapat

menjadi guru yang baik. Setiap pekerjaan profesional mempunyai

kualifikasi personil yang berbeda dengan pekerjaan profesional

lainnya. Kualifikasi ini diwujudkan dalam berbagai bentuk,

diantaranya dalam bentuk kompetensi dan kemampuan yang didukung

oleh pemilikan pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan

kesenangan kepada pekerjaannya dalam profesi itu.63

Dengan demikian profesionalisme guru dalam pemilihan

materi yang diberikan pada peserta didik, yang nantinya bisa

mensukseskan tujuan pendidikan sangat dituntut, agar materi dalam

proses belajar mengajar bisa saling berkaitan satu dengan yang lainnya

atau saling menyambung pada jenjang-jenjang berikutnya.

d. Metode atau Proses Belajar Mengajar dalam Kurikulum

Sebuah proses pendidikan diperlukan suatu perhitungan

tentang kondisi dan situasi dimana proses tersebut berlangsung dalam

jangka panjang. Dengan perhitungan tersebut, maka proses pendidikan

akan lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai, karena segala

sesuatunya telah direncanakan secara matang.

Dalam pencapaian tujuan proses belajar mengajar harus

berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Seorang guru dalam hal ini

sebaiknya tidak membiarkan seorang siswa belajar sendirian.

Dibiarkan memang mungkin, tetapi hasil dari belajar siswa yang

sendirian biasanya kurang maksimal.

63 Zakiah Daradjat., Metodologi…………… op.cit. hlm. 92.

70

Dengan demikian, banyak para ahli menyebut proses belajar

mengajar, karena proses ini merupakan gabungan kegiatan anak

belajar dan guru mengajar yang tidak terpisah. Proses belajar mengajar

adalah kegiatan dalam mencapai tujuan.64

Seorang guru dalam belajar mengajar, berperan sebagai

pengajar, hendaknya mempunyai cara atau metode-metode tertentu

dalam menyampaikan sebuah materi. Metode mengajar menurut

Zakiah Daradjat65adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam

interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam program

belajar mengajar sebagai proses pendidikan.

Masih menurutnya metode mengajar mempunyai dua aspek,

yakni aspek ideal dan aspek teknis.

1) Aspek ideal; secara ideal harus diingat bahwa program belajar

mengajar adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang

menjadi pedoman utama adalah: bagaimana mengusahakan agar

tercapai perkembangan peserta didik secara optimal. Dan ini harus

tertanam dalam sikap dasar guru agama, yang diwujudkan dalam

pendekatan guru terhadap peserta didik sesuai dengan tahap-tahap

perkembangannya.

2) Aspek teknis; terdapat bermacam-macam teknik yang dapat

digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu, antara lain;

bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan, eksperimen,

kerja kelompok, sosio drama, karya wisata dan modul.66

Selain guru harus dapat mengenal berbagai macam teknik atau

metode pembelajaran agar menerapkannya bisa tepat sesuai dengan

keadaan, guru juga harus memahami perkembangan psikologi anak

didik, agar anak didik tersebut bisa menerima apa yang diberikan oleh

guru.

64 Khoiron Rosyadi. op.cit. hlm. 283. 65 Zakiah Daradjat., pendidikan…………..,op.cit 66 Ibid.

71

Berdasarkan pada psikologi anak, dimana metode diterapkan,

Ibn Sina berpendapat sebagaimana dikutip Abuddin Nata, bahwa suatu

materi pelajaran tertentu tidak akan dapat jelaskan kepada bermacam-

macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai

dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.67

Metode dalam proses belajar mengajar mempunyai banyak

jenis, diantara jenis itu, tidak ada satupun metode yang paling baik,

yang dapat dipergunakan untuk semua materi dan dalam semua

situasi. Setiap metode mengajar mempunyai kelebihan dan

kekurangan masing-masing.

Zakiah Daradjat menjeniskan metode pengajaran menjadi 10

jenis, yakni;

1. metode ceramah

2. metode diskusi

3. metode eksperimen

4. metode demonstrasi

5. metode pemberian tugas

6. metode sosio drama

7. metode drill

8. metode kerja kelompok

9. metode tanya jawab

10. metode proyek.68

Selain metode yang menjadi teknik dalam penyampaian materi

pelajaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru disaat

proses belajar mengajar tersebut berlangsung, diantaranya:

1) kegairahan dan kesediaan belajar.

2) Membangkitkan minat peserta didik.

3) Menumbuhkan bakat dan sikap yang baik.

4) Mengatur proses belajar mengajar.

67 Abuddin Nata., op.cit. hlm. 74. 68 Zakiah Daradjat., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,

1995), Cet. 1, hlm. 289-310.

72

5) Mentransfer pengaruh belajar di dalam sekolah kepada

penerapannya dalam kehidupan di luar sekolah.

6) Hubungan dalam situasi belajar mengajar manusiawi; kegiatan dan

semangat belajar peserta didik sering kali dipengaruhi oleh macam

hubungan yang terjadi diantara dia dan gurunya.69

e. Evaluasi atau Penilaian dalam Kurikulum

Pendidikan merupakan usaha dalam mendidik orang lain,

pastilah pendidikan telah pula melakukan usaha menilai hasil-hasil

mereka dalam mendidik orang lain itu, sekalipun dalam bentuk dan

cara yang sangat sederhana. Tindakan tersebut dibilang, karena

sebenarnya penilaian atau evaluasi hasil-hasil pendidikan itu tidak

dapat dipisah-pisahkan dari usaha pendidikan itu sendiri.

Secara umum, evaluasi selama ini berjalan satu arah, yakni

yang dievaluasi hanyalah elemen siswa dengan memberi nilai

semesteran. Karena masalah kultural, siswa tidak memperoleh

kesempatan untuk memberi input balik pada sekolah mengenai

gurunya, apalagi mengevaluasi gurunya.70Sebenarnya kalau kita

melihat dari pengertian evaluasi sendiri adalah suatu penilaian yang

menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara luas dan terhadap

sasaran umum dari program kependidikan.71

Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa penilaian atau evaluasi

tidak hanya berlaku pada peserta didik saja, melainkan semua faktor

dalam kependidikan. Dalam pelaksanaan evaluasi sendiri ada beberapa

prinsip yang harus diperhatikan sebelum dilaksanakan evaluasi

69 Zakiah Daradjat, Pendidikan…………op.cit, hlm. 98-99. 70 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Humanisme

Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 212. 71 Arifin, op.cit, hlm. 245.

73

tersebut. Tabrani mengemukakan tiga prinsip dalam evaluasi

sebagaimana dikutip Abdul Mujib.

1) Prinsip kesinambungan (kontinuitas)

Evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali atau persemester,

tetapi dilakukan secara terus menerus, mulai dari proses belajar

mengajar simbol memperhatikan keadaan anak didiknya, hingga

anak didik tersebut tamat dari lembaga sekolah.

2) Prinsip menyeluruh (komprehensip)

Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian,

ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerja

sama, tanggung jawab dan sebagainya.

3) Prinsip obyektivitas

Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya,

tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat operasional dan

irasional.72

Sejalan dengan tiga prinsip di atas, Zakiah Daradjat73

mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses

penilaian atau evaluasi. Hal-hal tersebut adalah:

1) Perumusan tujuan Merumuskan tujuan dengan baik dan sekhusus mungkin, merupakan langkah pertama dan utama untuk menilai hasil belajar, karena sasaran evaluasi secara eksplisit dinyatakan dalam perumusan tujuan.

2) Pencatatan tingkah laku Sasaran utama dan justru merupakan hal yang sering diabaikan adalah penilaian hasil belajar aspek afektif. Aspek ini berkenaan dengan pembentukan sikap dan pembinaan jiwa keagamaan yang tidak sedang dinilai, karena menyangkut sekaligus pembinaan pribadi dan pembinaan ulang. Pembinaan ulang ialah pembinaan

72 Muhaimin dan Abdul Mujib, op.cit, hlm. 279. 73 Zakiah Daradjat., Metodik………op.cit. hlm. 207.

74

kembali karena akibat salah bina, baik sebagai akibat kesalahan pembinaan di rumah, maupun karena pengaruh lingkungan ketiga.

3) Kesinambungan penilaian Penilaian harus dilakukan secara kontinyu dan berencana. Pelaksanaan penilaian dan pencatatan harus berjalan sepanjang kegiatan program. Hasil belajar harus senantiasa dikaji dan diperiksa setelah sesuatu kegiatan program selesai dilaksanakan.

4) Mutu alat penilaian Kesesuaian, keberhasilan dan kemantapan suatu alat penilaian bergantung dari mutu kualitas alat penilaian itu sendiri. Suatu alat penilaian dikatakan bermutu atau baik, jika memenuhi beberapa persyaratan diantaranya; a) Validitas

validitas adalah mutu atau harkat hubungan antara suatu pengukuran dengan hasil belajar.

b) Reliabilitas reliabilitas adalah mutu yang menunjukkan ketelitian, kemantapan, kesetarapan atau ketetapan dari suatu pengukuran atau penilaian yang dilakukan.

c) Obyektivitas obyektivitas adalah mutu yang menunjukkan identitas atau kesamaan dari hasil-hasil penilaian (skor) atau diagnosis-diagnosis yang diperoleh dari soal atau data yang sama, oleh para penilai yang mempunyai kompetensi yang sama.

5) Kesesuaian antara aspek hasil belajar alat evaluasi Alat evaluasi itu banyak jenisnya dan dipakai dengan tujuan yang berbeda-beda. Guru harus mengembangkan alat evaluasi yang tepat untuk menilai setiap aspek hasil belajar. Secara umum tampak seolah-olah bentuk tes tulisan sudah dianggap memadai untuk menilai hasil belajar siswa dalam pengajaran agama. Kenyataan ini ditunjukkan oleh kebiasaan guru-guru yang jarang sekali atau hampir dapat dikatakan tidak pernah mempergunakan bentuk-bentuk lain.

Dari uraian evaluasi di atas, menggunakan sistem evaluasi

yang tepat sasaran, maka guru akan dapat mengetahui dengan pasti

tentang kemajuan, kelemahan, hambatan-hambatan unsur-unsur

pendidikan di dalam menjalankan tugasnya. Yang pada gilirannya

akan dijadikan bahan perbaikan program atau secara langsung bisa

dilakukan perbaikan melalui kursus tambahan dan lain-lain.