bab iii kurikulum dalam pendidikan islam...
TRANSCRIPT
36
BAB III
KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
HASAN LANGGULUNG DAN ZAKIAH DARADJAT
A. Biografi dan Pemikiran Hasan Langgulung tentang Kurikulum dalam
Pendidikan Islam
1. Biografi Hasan Langgulung
Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sudja'I dalam
buku Pemikiran pendidikan Islam kajian tokoh klasik dan kontemporer,
beliau adalah seorang ilmuwan putra Indonesia yang menekuni dunia
pendidikan dan psikologi. Beliau lahir pada tanggal- 16 Oktober 1934 di
Rappang, sebuah Bandar kecil di Sulawesi Selatan.
Dalam meniti kehidupannya, beliau berhasil membina kehidupan
rumah tangga dengan menyunting Nur Timah binti Mohammad Yunus
sebagai istri. Dan pernikahannya dikaruniai tiga orang anak yaitu: Ahmad
Taufiq, Nurul Huda dan Siti Zariah.1
Hasan Langgulung memiliki latar belakang yang luas dalam bidang
pendidikan dan psikologi. Oleh karena itu, beliau banyak menghasilkan
karya dalam bidang ini. Dari karya-karya beliau tersebut terlihat bahwa
Hasan Langgulung merupakan seorang yang kompeten dan professional
dalam bidang ini.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang sosok ini, berikut penulis
sajikan riwayat singkat pendidikan, hasil karya dan berbagai penghargaan
yang diperolehnya.
a. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung.
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh Hasan Langgulung
adalah sebagai berikut:
1 Ahmad Sudja’I, Pemikiran Pendidikan Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam Darmuin (ed.), Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), Cet I, hlm. 33.
37
1. Sekolah Dasar di Rappang dan Ujung Pandang.
2. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Islam di Ujung
Pandang, 1949-1952.
3. Sekolah Guru Islam Atas di Ujung Pandang 1957-1962.
4. B.I. Inggris di Ujung Pandang, 1957-1962.
5. B.A. dalam Islamic Studies dari Fakultas Dar Al-Ulum, Cairo
University, 1957-1962.
6. Diploma of Education (General), Ein Shams University, Cairo, 1963-
1964.
7. Special-Diploma of Education (Mental-Hygiene), Ein Shams
University, Cairo, 1964.
8. Diploma dalam Sastra Arab Modern dari Institute of Higher Arab
Studies, Arab League, Cairo, 1964.
9. M.A. dalam Psikologi dan Mental Hygiene, Ein Shams University,
Cairo, 1967.
10. Ph. D. dalam Psikologi, University of Georgia, Amerika Serikat,
1971.2
Gelar M.A. dalam Psikologi dan Mental Hygiene dari Ein Shams
University, Cairo, tahun 1967 dengan diraihnya dengan tesis: "Al-Murahiq
al-Indonesia, Ittijahatuh wa Darjat Tawafuq 'Indahu." Sedang Ph.D.
University of Georgia, Amerika Serikat tahun 1971 adalah: "A Cross
Cultural-Study of the Child Conception of Situational-Causality in India,
Western Samoa, Mexico and the United States."3
Pengalaman dalam bidang Psikologi dan pendidikan, antara lain:
1. Visiting Professor di Universitas of Riyadh, Saudi Arabia, 1977-1978.
2. Research Assistant, University of Georgia, 1970-1971.
3. Teaching Assistant, University of Georgia, 1969-1970.
4. Psychological-Consultant, Stanford Research Institute Menla Park,
California.
2 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), hlm. 248.
3 Ibid., hlm. 249.
38
5. Kepala Sekolah Indonesia di Cairo 1957-1968.4
Di bidang Jurnalistik antara lain:
1. Pimpinan Redaksi majalah jurnal- Pendidikan, diterbitkan oleh
Universitas Kebangsaan Malaysia.
2. Anggota Redaksi majalah pcidopreisse, journal-for special-education
yang diterbitkan di Illi Amerika Serikat.
3. Anggota redaksi majalah, journal-Academica, diterbitkan University
Kebangsaan Malaysia dalam bidang Social-Science. 5
Dari beberapa prestasi yang diraih itu, beliau dianugerahi
penghargaan dari beberapa Negara sebagaimana tercatat dalam buku-buku
penghargaan sebagai berikut:
1. Directory of American Psychological-Association.
2. Who is who in Malaysia.
3. International-Who's Who on Intelectuals.
4. Who's who in the world.
5. Directory of International-Biography.
6. Directory of Cross Cultural-Research and Researches.
7. Men of Achievement.
8. The International-Register Profiles.
9. Who's Who in the Commonwealth.
10. The International-Book of Honour.
11. Directory of American Educational-Research Association.
12. Asia's Who's who of Men and Women of Achievement and
Distinction.
13. Community Leaders of the World.
14. Progressive Personalities in Profile.6
4 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan,(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), halaman sampul belakang. 5 Ibid. 6Ibid.
39
Demikianlah berbagai penghargaan yang beliau peroleh selama ini,
semua itu karena aktivitasnya yang selalu mengajak kepada pencapaian
prestasi.
b. Hasil Karya Hasan Langgulung
Banyak sekali buah karya beliau yang telah diterbitkan oleh para
penerbit baik berupa buku, artikel di majalah baik dalam maupun luar
negeri. Karya-karya beliau adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan islam suatu Analisa Sosio Psikologikal, Pustaka Antara,
Kuala Lumpur, 1979.
2. Falsafah Pendidikan Islam (Terjemah), Bulan Bintang, Jakarta, 1979.
3. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Ma'arif, Bandung,
1980.
4. Beberapa Tinjauan tentang Pendidikan Islam, Pustaka Antara, Kuala
Lumpur, 1981.
5. Statistik dalam Psikolog dan Pendidikan, Pustaka Antara, Kuala
Lumpur, 1983.
6. Psikologi dan Kesehatan Mental-di Sekolah-sekolah, UKM Bangi,
1979.
7. Pengenalan Tamaddun Islam dalam Pendidikan, Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kuala Lumpur, 1986
8. Daya Cipta dalam Kurikulum Pendidikan Guru, UKM Bangi, 1986.
9. Pendidikan Menjelang Abad ke 21, UKM Bangi, 1986.
10. Al-Taqwim wal-Ikhsan fi Al-Tarbiyah wa Ilmun Nafs, Riyadh Univ.
Press (dalam Percetakan).
11. Kreativiti dan Pendidikan, UKM Bangi (dalam Percetakan).
12. Ilmunnafs Al-Ijtima', Riyadh Univ. Press (dalam percetakan)
13. Isu-isu semasa dalam psikologi, Pustaka Huda (dalam percetakan)
14. Fenomena Al-Qur'an, Pustaka Iqra' (dalam percetakan).
40
15. Falsafah kurikulum Sekolah Rendah, Pustaka Huda (dalam
percetakan).7
Dari latar belakang pendidikan, buah karya dan berbagai
pengalaman dan penghargaan yang telah dicapainya, terlihat jelas bahwa
sosok Hasan Langgulung adalah seorang yang tangguh dan memiliki
keilmuan yang luas, sehingga melalui prestasi yang diukirnya mampu
mengangkat nama baik Indonesia di mata dunia.
2. Pemikiran Hasan Langgulung tentang Kurikulum dalam Pendidikan
Islam
a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan,
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sistem pendidikan
yang dijalankan pada zaman modern ini tidak mungkin tanpa
melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tidak mungkin dalam kegiatan
pendidikan tanpa adanya kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas
dalam pendidikan berarti membutuhkan adanya kurikulum.
Tidak terpisahnya kurikulum dari pendidikan, karena
kurikulum merupakan alat yang sangat penting dalam keberhasilan
suatu pendidikan, tanpa adanya kurikulum yang baik dan tepat, maka
akan sulit dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang
ditentukan.
Begitu pula dengan pendidikan Islam. Sepanjang masa
kegemilangannya, pendidikan Islam memandang kurikulum
pendidikan sebagai unsur yang penting dalam pencapaian tujuan yang
diinginkan. Dan juga merupakan alat bagi generasi muda untuk
membuka dan mengembangkan bakat, kekuatan dan ketrampilan
mereka yang bermacam-macam.
7 Hasan Langgulung, pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1988), hlm. 199.
41
Pentingnya kurikulum menjadikan penafsiran yang berbeda
dikalangan para ahli pendidikan, baik pendidikan Islam maupun
pendidikan umum. Setiap ahli pendidikan memiliki rumusan sendiri
tentang pengertian kurikulum, meskipun aspek-aspek kesamaannya
masih tetap tampak.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan
dengan manhaj, yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh
manusia pada berbagai bidang kehidupan.8 Sedangkan arti
manhaj/kurikulum dalam pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat
dalam Qamus al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media
yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan-tujuan pendidikan.9
Menurut As-Syaibany pendidikan Islam memandang
kurikulum sebagai: sejumlah kekuatan, faktor-faktor pada alam sekitar
pengajaran dan pendidikan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-
muridnya di dalam dan di luarnya, dan sejumlah pengalaman-
pengalaman yang lahir dari interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan
faktor-faktor ini.10Definisi ini nampaknya lebih luas dari yang
pertama, karena disini kurikulum tidak hanya di pandang sebagai
materi pelajaran, namun juga mencakup seluruh program di dalam
kegiatan pendidikan.
Dari definisi ini terdapat sifat menyeluruh yang tidak
membatasi pengertiannya pada pengalaman-pengalaman sekolah,
tetapi melebihinya sehingga menaruh perhatian pada alam sekitar yang
umum, termasuk di dalamnya kekuatan dan faktor-faktor. Dan
kewajiban sekolah dalam kerangka definisi yang menyeluruh ini
adalah berusaha menyusun semua unsur-unsur alam sekitar pengajaran
dan pendidikan yang menyebabkan ia lebih sesuai bagi interaksi
8 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam., (Jakarta: Kalam Mutiara, 2004), Cet. 4, hlm. 128. 9 Ibid., hlm. 129. 10 Oemar M. al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Diterjemahkan, Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 486.
42
pendidikan yang berguna yang dari situ tumbuh pengalaman
pendidikan yang sehat.11
Kurikulum juga dapat diartikan menurut fungsinya
sebagaimana dalam pengertian-pengertian berikut ini.
1) Kurikulum sebagai bidang studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2) Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
3) Kurikulum sebagai kegiatan berencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4) Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5) Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7) Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.12
Dari beberapa definisi di atas baik dilihat dari fungsi maupun
tujuan kurikulum diciptakan, pengertian kurikulum adalah kegiatan
yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar,
pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan dan hal-hal
yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang
diinginkan.13
11 Ibid 12 Muhaimin, Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya. (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 185. 13 Ibid.
43
Sementara itu Hasan Langgulung memberikan definisi tentang
kurikulum merujuk pendapat As-Syaibany, hanya saja lebih spesifik.
Menurutnya kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan,
kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam
maupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.
Pengertian kurikulum ini lebih mengacu kepada
penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan sekolah (formal),
dimana pengalaman yang diberikan kepada siswa dilakukan melalui
kegiatan di dalam dan di luar sekolah, tetapi tetap dalam ruang lingkup
kontrol dan tanggungjawab sekolah
Dari pengertian ini Hasan Langgulung menyimpulkan bahwa.
Kurikulum mempunyai empat unsur atau aspek utama yaitu:
1) tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu?
2) pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu.
3) metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4) metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum seperti ujian triwulan, ujian akhir dan lain-lain.14
Lebih jelasnya, bahwa, kurikulum mempunyai empat
komponen utama untuk mencapai segala tujuan yang di cita-citakan
dalam pendidikan yaitu, tujuan-tujuan, isi atau materi pelajaran,
metode mengajar dan metode penilaian atau evaluasi.
Dari berbagai uraian di atas, pada dasarnya kurikulum dalam
pendidikan Islam harus bermakna: a) program/rencana pembelajaran
yang harus dituangkan dalam garis-garis besar program pengajaran
beserta berbagai petunjuk pelaksanaannya yang merangkum dimensi
14 Hasan Langgulung., Azas-azas Pendidikan Islam (Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1992),
Cet.2, hlm. 303-304.
44
duniawi dan ukhrowi, serta fisik material dan moral; b) pengalaman
pembelajaran berupa kegiatan nyata dalam interaksi dan proses
pembelajaran baik di sekolah maupun diluar sekolah dengan
tanggungjawab penyelenggara pendidikan dalam rangka pertumbuhan
dan perkembangan individu peserta didik menuju kedewasaan sesuai
ajaran Islam.15
b. Tujuan Kurikulum
Berbicara tentang tujuan sudah bermacam-macam aliran
falsafah yang telah menguraikannya dengan jelas. Dalam pendidikan
Islam tujuan merupakan komponen kurikulum yang mengarahkan atau
menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar
mengajar.
Tujuan pada mulanya bersifat umum, dalam operasinya tujuan
tersebut harus dibagi menjadi bagian-bagian yang kecil. Bagian-
bagian itu dicapai hari demi hari dalam proses belajar mengajar.
Tujuan yang kecil-kecil itu dirumuskan dalam rencana pengajaran
(lesson plan) yang sering disebut persiapan mengajar. Tujuan yang
ditulis di dalam persiapan mengajar itu disebut tujuan pengajaran,
yang sebenarnya adalah tujuan anak belajar. Selanjutnya, tujuan itu
mengarahkan perbuatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa
dan guru.16
Kurikulum pendidikan Islam menurut As-Syaibany
mempunyai tujuan memberi sumbangan untuk mencapai
perkembangan menyeluruh dan berpadu bagi pribadi pelajar,
membuka tabir tentang bakat-bakat dan kesediaannya dan
mengembangkannya, mengembangkan minat, kecakapan,
pengetahuan, kemahiran dan sikap yang diingini; menanamkan
15 Ahmad Syar’i., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet. . hlm.
51. 16 Ahmad Tafsir., Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
Cet. 2. hlm. 55.
45
padanya kebiasaan, akhlak dan sikap yang penting bagi kejayaannya
dalam hidup dan kemahiran asas untuk memperoleh pengetahuan;
menyiapkan untuk memikul tanggungjawab dan peranan-peranan yang
diharapkan dari padanya dalam masyarakatnya; dan mengembangkan
kesadaran agama, budaya, pemikiran, sosial dan politik pada dirinya.17
Jelaslah bahwa tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam
adalah membawa peserta didik atau pribadi pelajar menuju pada
perkembangan yang lebih baik yang didasari oleh kepribadian islami,
agar tidak menyimpang dari norma-norma yang ada dalam agama.
Bagi kurikulum dalam pendidikan tidak hanya tujuan umum
saja yang ada, tetapi ada juga tujuan pokok bagi tiap tahap diantara
tahap-tahap pendidikan dan bagi tiap macam pendidikan, bahkan bagi
tiap ilmu dan mata pelajaran atau kursus atau aktivitas yang
terkandung dalam kurikulum.
Menurut Hasan Langgulung tujuan kurikulum dalam
pendidikan Islam tidak akan terlepas dari tujuan hidup manusia. Sebab
pendidikan dipandang oleh Hasan Langgulung sebagai sebuah alat
yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya
(survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya
mewariskan berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian masyarakatnya bisa hidup terus.18
Pendidikan diartikan oleh Hasan Langgulung sebagai alat yang
digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya.
Pendidikan juga sebagai pengembangan potensi-potensi yang ada pada
individu agar dapat dipergunakan olehnya sendiri dan seterusnya oleh
masyarakatnya untuk menghadapi tantangan-tantangan milieu yang
selalu berubah.
17 As-Syaibany. op.cit., hlm. 533. 18 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 147.
46
Tujuan kurikulum dalam pendidikan yang dikaitkan dengan
tujuan hidup manusia dengan kata lain sebagai tujuan terakhir. Dan
tujuan inilah yang disebutkan sebagai tujuan diciptakannya manusia
sebagaimana firman Allah.
}الذاريات٥٦{وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
“Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembahku.”(Q.S. Ad-Dzariat. 56)19
Dari ayat di atas jelas bahwa tujuan terakhir manusia hidup
adalah menyembah Allah. Dan segala usaha untuk menjadikan
manusia menjadi hamba. Inilah tujuan tertinggi dalam pendidikan
Islam. Sejalan dengan itu pula, Allah menjadikan manusia di muka
bumi ini sebagai khalifah sebagaimana firman-Nya.
الئكة إنللم كبإذ قـال رو فسدن يا مل فيهعجليفة قالوا أتض خاعل في األري ج
فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما ال تعلمون
﴿البقرة٣٠﴾"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q. S. Albaqarah. 30).20
Manusia yang dianggap sebagai khalifah Allah tidak dapat
memegang tanggungjawab sebagai khalifah kecuali kalau ia
diperlengkapi dengan potensi-potensi yang memperbolehkannya
berbuat demikian.21Dengan kata lain pendidikan berperan penting bagi
19 Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Alqur’an, Departemen Agama Republik
Indonesia., Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Semarang : Tanjung Mas Inti, 1992). hlm. 862. 20 Ibid. hlm. 13. 21 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 57.
47
manusia dalam rangka mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki
oleh manusia agar mereka bisa menjadi khalifah di muka bumi ini
dengan baik, karena pendidikan bisa merubah kehidupan manusia
sesuai dengan keinginan atau tujuan yang telah dirumuskan.
Pembentukan khalifah tersebut merupakan tujuan tertinggi
dalam pendidikan. Tujuan yang disebutkan di atas berawal bersifat
umum kemudian dalam operasinya tujuan tersebut terbagi-bagi
menjadi bagian yang kecil. Dalam pendidikan Islam tujuan juga dibagi
atas dua tahap yaitu tujuan umum dan khusus.
Yang dimaksud dengan tujuan umum adalah maksud atau
perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh
pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini dianggap kurang merata
dan lebih dekat dari tujuan tertinggi, tetapi kurang khusus jika
dibandingkan dengan tujuan khusus. Lebih jelas bahwa tujuan
tertinggi pendidikan tidak tergantung pada institusi pendidikan
tertentu, atau pada tahap pendidikan tertentu, pada jenis pendidikan
tertentu, pada masa dan umur tertentu. Sedangkan tujuan umum dan
tujuan khusus dapat dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu dan
masa atau umur tertentu.22
Tujuan umum pendidikan Islam.
Tujuan ini sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha
mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa, dan beribadah
dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Untuk tujuan tersebut Allah mengutus para rasul
untuk menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab-kitab
samawi.23
Inilah sebagian tujuan umum pendidikan Islam, sebagaimana
diikhtisarkan oleh beberapa penyelidik modern dalam bidang
pendidikan Islam.
22 Ibid. hlm. 60 23 Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: friska Agung Insani,
2000), Cet. 1. hlm. 142.
48
Tujuan khusus pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah pengkhususan
atau operasionalisaasi tujuan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan
khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan adanya perubahan
dimana perlu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan, selama berpijak
pada kerangka tujuan tertinggi/ terakhir dan umum itu.
Jelaslah bahwa tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam
dibagi atas tiga tingkatan, yaitu tingkat tujuan akhir, tingkat tujuan
umum dan tingkat tujuan khusus. Walaupun semua bersumber dari
ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan al-Sunah tetapi telah diungkapkan
dalam bahasa modern dan dapat dilaksanakan di bangku sekolah dan
dalam konteks persekolahan modern.
c. Isi Kurikulum
Salah satu dari komponen dari kurikulum adalah isi atau
materi atau mata pelajaran. Isi atau materi mempunyai peran penting
untuk memberi jawaban dari apa yang dikerjakan manusia dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Dan materi tersebut harus
relevan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, baik tujuan
umum ataupun tujuan khusus.
Dalam proses belajar mengajar terdapat materi tertentu yang
relevan dengan tujuan pengajaran. Memang, secara gampang
dikatakan bahwa isi proses itu sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Namun dalam operasinya tidaklah semudah itu, diperlukan
pakar yang benar-benar ahli dalam merencanakan isi proses tersebut.
Pendidikan Islam mempunyai materi-materi yang diuraikan
Allah dalam kitab suci Al-Qur’an menjadi bahan-bahan pokok
pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, formal
maupun non formal atau informal, oleh karena materi pendidikan
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an harus dipahami, dihayati
49
diyakini dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam. Dengan
demikian semua jenis ilmu yang dikembangkan para ahli pikir Islam
dari kandungan Al-Qur’an adalah ilmu islami.24
Sementara itu Hasan Langgulung menyamakan isi kurikulum
dalam pendidikan dengan mata pelajaran atau pengetahuan.
Pengetahuan adalah sebuah ilmu, karena ilmu sebagai inti dari suatu
pendidikan. Dengan kata lain pendidikan tanpa ilmu adalah kosong.
Namun ilmu dapat dilihat sebagai obyek dan sebagai proses. Sebagai
obyek ilmu disoroti dari segi hirarkinya, dari segi peri penting atau
tidak pentingnya, sedangkan sebagai proses ilmu disoroti dari segi
adakah ilmu itu mungkin atau tidak.25
Pengetahuan ilmu-ilmu Islam bergantung pada sistem
pendidikan raksasa yang meliputi pendidikan formal dan informal
yang memungkinkan penggalakan dan pemindahan pengetahuan
dalam segala bentuknya. Sudah tentu sistem pendidikan itu
berdasarkan konsep Islam tradisional tentang pengetahuan dan
pendidikan. Ia menekankan pertama sekali ilmu-ilmu agama tetapi
meliputi semua bentuk-bentuk pengetahuan lain dari keadilan Tuhan
sampai ilmu farmasi. Islam memandang pengetahuan (ilmu) sebagai
suatu yang suci sebab pada akhirnya semua pengetahuan menyangkut
semacam aspek dari manifestasi Tuhan kepada manusia.
Konsep pengetahuan Islam didasarkan pada dua prinsip pokok
yaitu, kesatuan dan jenjang (hirarki). Sebagaimana halnya dengan
wujud, yang pada akhirnya serupa dengan pengetahuan (ilmu), ilmu-
ilmu atau bentuk-bentuk pengetahuan pada akhirnya adalah satu, dan
pada waktu yang sama tergolong dalam suatu orde yang berjenjang
(hierarchic).26
24 Arifin., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), Cet. 5. hln. 183. 25 Hasan Langgulung., Asas-asas, op. cit. hlm. 337. 26 Ibid. hlm. 105.
50
Ilmu yang menjadikan inti dari pendidikan atau isi dari
kurikulum mempunyai istilah lain, yakni kandungan pendidikan.
Istilah kandungan bermakna bidang pengetahuan yang tersusun yang
menjadi dasar segala aktivitas pendidikan, misalnya di sekolah, dan
biasanya di golongkan (classified) kepada berbagai mata pelajaran
(subject matters).27
Kandungan kurikulum dalam pendidikan akan berbeda pada
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain apabila antara
tujuannya berbeda. Dengan demikian antara tujuan dan kandungan
pendidikan mempunyai hubungan erat yang sulit untuk dipisahkan,
dan oleh karena itu setiap teori pendidikan mempunyai kriterianya
sendiri untuk memilih kandungan dalam pendidikan.
Al-Qur’an dianggap sebagai asas dari pada teori pendidikan
Islam, maka prinsip-prinsip Al-Qur’an merupakan bagian di dalamnya
yang memadukan antara berbagai mata pelajaran yang membentuk
sebuah kurikulum. Tidak ada mata pelajaran yang boleh dipandang
sebagai mata pelajaran agama atau sekuler. Semua mata pelajaran,
termasuk mata pelajaran sains tabi’i haruslah diajarkan dari segi
pandangan Islam. Dari sini Hasan Langgulung memberikan tiga
kategori dalam menentukan kandungan dalam kurikulum pendidikan
Islam.
Pertama mata pelajaran (subjects) yang harus ada dari
kurikulum pendidikan. Mata pelajaran ini berkaitan dengan Al-Qur’an
dan hadits disamping bahasa Arab. Ini yang disebut oleh para
pendidikan dengan “ilmu yang diwahyukan”(revealed knowledge).
Kedua adalah ilmu-ilmu atau bidang-bidang yang meliputi
kajian-kajian tentang manusia sebagai individu dan sebagai anggota
masyarakat. Dalam bahasa Arab disebut al-Ulum al-Insaniyah.
Psikologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain termasuk dalam kategori ini.
27 Hasan Langgulung., Manusia. op. cit. hlm. 35
51
Ketiga adalah bidang-bidang pengetahuan yang mengkaji alam
tabi’I, atau dalam bahasa Arab dipanggil al-‘Ulum al-Kauniyah
(natural science) yang meliputi astronomi, biologi, botani dan lain-
lain.28
d. Metode atau Proses Belajar Mengajar dalam Kurikulum
Komponen metode atau proses belajar mengajar dalam
kurikulum pendidikan tidak kalah pentingnya dengan komponen-
komponen kurikulum sebelumnya. Metode ialah istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat
dan cepat dalam melakukan sesuatu”.29
Sebagai salah satu komponen dalam kurikulum pendidikan
Islam, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan
materi pelajar kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui
proses tahap demi tahap baik dalam kelembagaan formal maupun non
formal atau pula yang informal.30
Metode dalam kurikulum pendidikan Islam mempunyai tiga
aspek pokok yang berkaitan dengan seorang guru berdedikasi yang
penuh kesadaran tentang tanggung jawabnya sebagai seorang muslim
terhadap orang-orang yang ada di bawah tanggung jawabnya.31
Pertama tentang sifat-sifat dari pada kepentingannya
berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan
manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah. Aspek ini
menunjukkan bahwa manusia lahir dengan fitrah yang baik. Sudah
tentu kepercayaan akan baiknya fitrah akan mempunyai implikasi
praktikal terhadap metode-metode yang akan digunakan oleh guru.
Tidaklah seorang guru hanya berusaha melindungi murid-muridnya
28 Ibid. hlm. 40-41 29Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,. (bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003), hlm. 5. 30 Arifin., op. cit. hlm. 198. 31 Hasan Langgulung., Manusia, hlm. 40-41
52
dari pengaruh-pengaruh buruk dan menunggu agar sifat-sifat asalnya
itu berkembang sendiri.
Kedua yaitu metode-metode yang digunakan dalam
pendidikan Islam. Seorang guru tidak dapat memaksa muridnya
dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Salah satu cara ialah
lemah lembut, seperti dinyatakan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan
al-Hadis dalam menyebarkan dakwah Islam. Guru yang ingin
pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya itu mudah
diterima, tidaklah cukup hanya bersifat lemah lembut saja ia haruslah
memikirkan metode-metode yang akan digunakannya.
Ketiga daripada metode pendidikan yang perlu mendapat
perhatian adalah bagaimana guru menggalakkan murid-muridnya
belajar menerima ganjaran dan hukuman bertitik tolak dari fakta
bahwa mereka sangat berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan
individu. Seorang murid yang menerima ganjaran memahaminya
sebagai suatu tanda penerimaan terhadap pribadinya, yang
menyebabkan ia merasa tentram. Sebagai ketenteraman itu adalah
salah satu kebutuhan asas dari psikologi, dan hukuman sangat di benci
sebab ia mengancam ketenteraman.
Metode yang digunakan dalam pendidikan Islam mempunyai
banyak jenis, tetapi dibawah ini hanya sebagian dari metode-metode
yang diberikan oleh para ahli dalam menyampaikan sebuah materi
dalam kurikulum pendidikan, baik di dalam maupun di luar kelas.
1) Metode Ceramah
Metode ini dalam istilah lama disebut juga metode
memberitahukan. Disamping itu ada juga yang menyebutnya
metode penyampaian informasi atau metode ceritera (berceritera).
Metode ini merupakan metode penerangan atau penuturan secara
53
lisan oleh guru atau ustadz kepada sejumlah murid atau santri yang
biasanya berlangsung di dalam kelas.32
2) Metode Tanya Jawab
Metode ini termasuk metode yang banyak digunakan dalam proses
pendidikan, baik di lingkungan keluarga ,masyarakat maupun
sekolah. Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada
siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.33
3) Metode Diskusi
Metode diskusi ialah suatu cara mempelajari mata pelajaran
dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu
argumentasi secara rasional dan obyektif. Metode diskusi juga
dimaksudkan untuk dapat merangsang siswa dalam belajar dan
berfikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara
rasional dan obyektif dalam pemecahan suatu masalah.34
4) Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan diartikan dengan proses membuat
sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Membiasakan adalah sebuah
cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir,
bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama
Islam.35
5) Metode Keteladanan
Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh oleh
seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di
32 Hadari Nawawi., Pendidikan dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet. 1, hlm. 251. 33 Sudirman, dkk., Ilmu Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. 6, hlm. 119. 34 Usman Basyiruddin., Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), cet. 1. hlm. 36. 35 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 110.
54
sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat
pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik.36
Disamping metode-metode di atas, masih banyak metode lain
yang biasa digunakan dalam pendidikan. Dan metode-metode tersebut
sudah banyak ditemukan pada lembaga pendidikan.
Dalam proses belajar mengajar Hasan Langgulung
mengemukakan tiga hal pokok yang terlibat dalam proses tersebut
yaitu, apa yang harus dipelajari, siapa yang mempelajari dan siapa
yang mengajar. Dengan kata lain disini terlibat ilmu, murid dan guru.
Terjadinya interaksi antara ketiga hal inilah yang disebut dengan
proses belajar (learning process).37
Ketiga hal tersebut hanya aspek yang kedua dan ketiga yang
sekilas akan dipaparkan oleh penulis, mengingat hal yang pertama
yaitu ilmu, sudah di jelaskan pada bagian yang lalu. Aspek kedua,
murid atau dalam istilah psikologi di sebut “pelajar” (learner) adalah
manusia yang belajar. Istilah belajar (learning) mempunyai berbagai
macam teori. Dari teori-teori itu semua membuktikan bahwa “belajar”
itu adalah suatu proses yang kompleks.
Dari berbagai macam teori para pembuat dan guru-guru
haruslah dapat mengetahui teori-teori perkembangan dan pertumbuhan
agar ia dapat menyuguhkan berbagai aspek pengetahuan sesuai dengan
tahap perkembangan anak-anak.
Aspek Ketiga dari proses belajar mengajar adalah guru. Guru
adalah pengejar dalam arti kata seluas-luasnya. Dengan kata mengajar
kita maksudkan segala tingkah laku guru yang menyebabkan murid
bisa belajar sesuatu. Dengan tingkah laku kita maksudkan bukan
hanya yang bersifat pertuturan (verbal) tetapi juga yang bukan
36 Ibid. hlm. 117. 37 Hasan Langgulung., Asas-asas. op. cit. hlm. 313.
55
pertuturan (non verbal) seperti senyum, berjalan, memberi salam dan
lain-lain.38
Dengan pengertian yang luas, dapatlah dipahami bahwa
sebenarnya manusia itu adalah guru, dalam pengertian positif ataupun
negatif, sebab manusia pada umumnya suka meniru satu sama lainnya.
Juga dalam hal-hal tertentu guru-guru belajar dari murid-muridnya
sendiri.
Sedangkan dalam konteks mengajar secara formal dalam kelas
seorang guru hendaklah bersifat fleksibel, artinya mengajarkan suatu
fakta berdasarkan pada kesanggupan murid-muridnya. Kalau
kumpulan murid-murid yang diajarnya itu pintar-pintar semuanya,
biasanya ia akan memberi keterangan lebih mendalam dan luas. Tetapi
kalau ia mengajar pada perkumpulan murid-murid yang lemah, maka
ia akan menerangkan suatu materi dengan lebih pelan dan jelas dan
diulang-ulang dan mungkin juga diperbanyak latihan atau ulangan.
e. Evaluasi atau Penilaian dalam Kurikulum
Dalam proses pendidikan, tujuan merupakan sasaran yang
ideal yang hendak dicapai. Kurikulum dalam pendidikan yang
mengandung isi atau materi pelajaran yang tersusun dalam program
dan diproses dengan berbagai metode yang sesuai menuju suatu tujuan
pendidikan yang maksimal.
Tercapainya tujuan secara maksimal atau tidak hanya bisa
terlihat, apabila dari pihak pembuat kurikulum telah mengadakan
penilaian atau evaluasi. Evaluasi atau penilaian kurikulum merupakan
salah satu bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan
perhatian kepada program-program pendidikan untuk anak didik.
Lingkup evaluasi program pendidikan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan program.
38 Ibid., hlm 316.
56
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik
penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar
perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek
kehidupan mental-psikologi dan spiritual religius, karena manusia
hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya
bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang
sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.39
Hasan Langgulung memberikan contoh untuk penilaian yang
sebenarnya berhubungan rapat dengan tujuan pendidikan, pada
pelatihan seorang dalam menyetir mobil. Maka penilaian adalah ujian
menyetir yang kita berikan untuk mengetahui apakah orang tersebut
sudah pandai menyetir ataukah belum. Kalau dia sudah tidak
melakukan kesalahan dalam starter, menekan minyak, memberi isyarat
lampu berhenti dan lain-lain maka kita meluluskannya, sedangkan
kalau masih membuat kesalahan, apalagi kalau ia melanggar tiang
lampu, misalnya kita menggagalkannya.40
Dari contoh di atas terlihat jelas salah satu fungsi penilaian,
yaitu memilih (selection) orang-orang berdasarkan kesanggupannya
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kalau tujuan pendidikan
untuk mencari kerja maka hanya orang-orang yang mampu saja yang
diluluskan memegang kerja itu, dan yang tidak mampu maka tidak
mendapatkan kerja tersebut.
Oleh sebab tujuan pendidikan Islam bukan sekedar mencari
kerja, tetapi lebih-lebih adalah untuk berbakti kepada Allah, maka
kriteria yang dipakai juga harus berlainan, misalnya meletakkan
kebijaksanaan (wisdom), budi mulia (virtue) dan lain-lain sebagai
kriteria seleksi untuk memilih guru atau dosen atau lain-lain lagi.
Sebab tanpa kriteria-kriteria ini pendidikan Islam sendiri akan
kehilangan ciri-cirinya yang khas.
39 Arifin. op.cit. hlm. 238. 40 Hasan Langgulung., Manusia, op.cit. hlm. 164.
57
Fungsi lain dari penilaian adalah sebagai alat peneguhan
(reinforcement) bagi pelajar-pelajar. Yang dimaksud dengan
peneguhan adalah ganjaran bagi pekerjaan yang telah dilakukannya.41
Rincinya, penilaian dalam pendidikan Islam mempunyai
kriteria sendiri selain daripada pencapaian kognitif (cognitive
achievement). Kriteria itu adalah kebijaksanaan (wisdom) dan budi
luhur (virtues).
Mengadakan evaluasi dan menggunakan evaluasi yang tepat
sasaran, maka seorang guru akan dapat mengetahui dengan pasti
tentang kemajuan, kelemahan, hambatan-hambatan manusia didik
dalam pelaksanaan tugasnya yang pada gilirannya akan dijadikan
bahan perbaikan program.
Evaluasi yang tepat sasaran dikemukakan oleh Yahya Qahar
sebagaimana dikutip Arifin mempunyai empat jenis evaluasi yakni:
1) Evaluasi Formatif yang menetapkan tingkat penguasaan manusia-didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai dengan tepat.
2) Evaluai Sumatif yaitu penilaian secara umum tentang keseluruhan hasil dari proses belajar mengajar yang dilakukan pada setiap akhir periode belajar mengajar secara terpadu.
3) Evaluasi Diagnostik ialah penilaian yang dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik keberangkatan yang cocok.
4) Evaluasi Penempatan (placement evaluation) yang menitik beratkan pada penilaian tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan: a) Ilmu pengetahuan dan ketrampilan murid yang diperlukan
untuk awal proses belajar mengajar. b) Pengetahuan murid tentang tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan sekolah. c) Minat dan perhatian, kebiasaan bekerja, corak kepribadian
yang menonjol yang mengandung konotasi kepada suatu metode belajar tertentu misalnya belajar berkelompok dan sebagainya.42
41 Ibid., hlm. 165. 42 Arifin., op. cit. hlm. 245-246.
58
Meskipun dalam sumber ilmu pendidikan Islam, klasifikasi
jenis evaluasi di atas tidak kita temukan secara eksplisit, namun dalam
praktek dapat diketahui bahwa pada prinsipnya evaluasi-evaluasi
sejenis itu juga sering kali kita temukan baik dalam firman-firman
Allah dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadis Nabi. Dalam sejarah
Islam pula terbukti bahwa setiap akhir unit pelajaran diselenggarakan
“khataman” sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.
B. Biografi dan pemikiran Zakiah Daradjat tentang kurikulum dalam
Pendidikan Islam.
1. Biografi Zakiah Daradjat
Studi tentang biografi atau riwayat hidup seorang tokoh secara
mendalam sebelum mengetahui pemikirannya sangat diperlukan, karena
dengan cara demikian dapat diketahui tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi corak pemikiran tokoh tersebut.
Zakiah Daradjat dilahirkan di Kampung Kota Merapak, Kecamatan
Ampek Angkek, Kotamadya Bukittinggi pada tanggal 6 November 1929.
Ayahnya bernama H. Daradjat Husain memiliki dua istri. Dari istrinya
yang pertama, Rafiah, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak
yang pertama dari enam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua,
Hj. Rasunah, ia dikaruniai lima orang anak. Dengan demikian, daru dua
istri tersebut, H. Daradjat memiliki sebelas orang putra. Sungguhpun
memiliki dua istri, ia kelihatannya cukup berhasil mengelola keluarganya.
Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra-putrinya itu. Zakiah
memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, sebesar kasih sayang
yang ia terima dari ibu kandungnya.
H. Darajat ayah kandung Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi
Muhammadiyah. Sedangkan ibunya aktif di Sarikat Islam. Kedua
organisasi yang berdiri pada akhir penjajahan Belanda ini tercatat sebagai
organisasi yang cukup disegani masyarakat karena kiprah dan
komitmennya pada perjuangan kemerdekaan Indonesia serta berhasil
59
menangani mengelola pendidikan modern serta mengatasi problema sosial
keagamaan dan sebagainya.
Sebagai aktivis yang kental sikap agamanya, memberikan
dorongan yang kuat untuk memasukkan Zakiah ke Sekolah Standars
School Muhammadiyah di Bukittinggi. Di lembaga pendidikah inilah buat
pertama kali Zakiah mendapatkan pendidikan agama serta ilmu
pengetahuan dan pengalaman intelektual. Semenjak belajar di lembaga
pendidikan ini, Zakiah telah memperlihatkan minatnya yang cukup besar
dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat pada usianya yang baru 12
tahun, Zakiah Daradjat berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya cukup
baik, tepatnya pada tahun 1941.43
Kecenderungan, bakat dan minat Zakiah untuk menjadi ahli agama
Islam terlihat pula dalam mengikuti Kulliyatul Muballighat di Padang
Panjang selama hampir enam tahun. Di lembaga pendidikan ini, Zakiah
memperoleh pendidikan agama secara lebih mendalam. Namun demikian,
perhatiannya terhadap bidang studi umum juga tetap besar. Hal ini terlihat
pada aktivitas Zakiah dalam memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri
(SMPN) di kota yang sama. Di dua lembaga pendidikan ini, Zakiah
berhasil menyelesaikannya dengan tepat waktu. Pendidikan yang ia dapati
dari kedua lembaga ini benar-benar menjadi modal utama untuk
melanjutkan pendidikannya di lembaga yang lebih tinggi. Sementara itu
budaya Minangkabau yang memberikan tanggungjawab yang lebih kepada
perempuan dibandingkan dengan perempuan di daerah lain, juga
memberikan andil yang cukup besar dalam diri Zakiah.
Setelah selesai menamatkan pendidikan dasar dan sekolah
menengah pertama, Zakiah melanjutkan ke sekolah Menengah Atas
Pemuda Bukittinggi. Di lembaga pendidikan ini Zakiah memilih program
B, yaitu program yang mendalami ilmu alam.
43 Arief Subhan, Prof. Dr. Zakiah Daradjat: “Membangun Lembaga Pendidikan Islam
Berkualitas”, dalam Badri Yatim, dkk., Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia, sebagaimana dikutip Abuddin Nata., Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), edisi 1. hlm. 234.
60
Selanjutnya Zakiah melanjutkan ke Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (sekarang UIN) Yogyakarta. Disana Zakiah mendapatkan prestasi
yang membuka peluang baginya untuk melanjutkan studi di Kairo. Ia
berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang yang diminati, yaitu
psikologi di Universitas Ain Syam Fakultas Tarbiyah dengan konsentrasi
Special Diploma for Education.
Setelah itu Zakiah Daradjat mengikuti Program Magister pada
jurusan Spesialisasi Kesehatan Mental pada Fakultas Tarbiyah di
Universitas yang sama. Dengan tesis yang berjudul Problematika Remaja
di Indonesia (Musykilat al-Murahaqah fi Indonesia).
Untuk menuntaskan studi tingkat tingginya Zakiah Daradjat
mengikuti program doktor (Ph. D.) pada universitas yang sama dengan
mendalami lagi bidang psikologi, khususnya psikoterapi. Dengan disertasi
yang berjudul “Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak” (Dirasah Tajribiyah li
Taghayyur al-Lati Tathrau ala Syakhshiyat al-Athfal al-Musykil Infi’al fi
Khilal Fithrah al-llaj al-Nafs ghair al-Muwajjah an Thariq al-La’b).
dengan demikian Prof Dr. Zakiah Daradjat telah menjadi seorang Doltor
Muslimah Pertama dalam bidang psikologi dengan Spesialisasi
psikoterapi.44
Dari pendidikan yang di dapat dalam bidang pendidikan dan
psikologi beliau banyak menulis buku-buku artikel dan lain-lainnya yang
telah diterbitkan. Adapun karya-karyanya, sebagaimana telah diterbitkan
oleh penerbit Bulan Bintang diantaranya:
1. Ilmu Jiwa Agama
2. Kesenangan dan kebahagiaan dalam keluarga
3. Menghadapi Masa Menopousa (mendekati usia lanjut)
4. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia
5. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental
6. Pembinaan Jiwa/Mental
7. Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak
44 Ibid. hlm. 235.
61
8. Problema Remaja di Indonesia
9. Pembinaan Remaja
10. Pendidikan Orang Dewasa
11. Membangun Manusia Indonesia yang Bertakwa Kepada Tuhan Yang
Maha Esa
12. Perkawinan yang Bertanggung Jawab
13. Pola-pola Kesehatan Mental (judul aslinya: Ususus Shihah an-
Nafsiyyah) oleh Prof. Dr. Abdul Aziz El-Qussy
14. Ilmu Jiwa (judul aslinya: Ilmu Nafs, ususuhu wa tahbiqatuhu at-
Tarbawiyah) oleh: Prof. Dr. Abdul Aziz El-Qussy
15. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (judul
aslinya: Ash-Shihah Al-Nafsiyah fil U’srati wal Madrasati wal
Mujtama’I) oleh Prof. Dr. Musthafa Fahmi
16. Kunci Kebahagiaan
17. Pendidikan Agama Islam untuk SMU, jilid-jilid; I, II, III, (bersama-
sama dengan Drs. M. Ali Hasan dan Drs. Paimun)
18. Pelajaran Tafsir Al-Qur’an untuk MIN, jilid-jilid I, II dan III (bersama-
sama dengan H. M. Nur Asyik, M.A)
19. Bimbingan pendidikan dan Pekerjaan (judul aslinya: At-Taujih at-
Tarbawi wal Mihani) oleh Dr. Attia Mahmoud Hana
20. Kepribadian Guru
21. Islam dan Peranan Wanita45
2. Pemikiran Zakiah Daradjat tentang Kurikulum dalam Pendidikan
Islam
a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum sebagaimana dijelaskan tidak akan terlepas dari
pendidikan, dimana ada proses pendidikan, disanalah kurikulum
melakukan perannya sebagai komponen dalam pendidikan.
45 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), halaman sampul
depan.
62
Pendidikan bisa mengantarkan manusia menuju pada kehidupan yang
lebih baik dan perkembangan yang lebih, bila menggunakan
kurikulum yang sesuai dengan keadaan atau perkembangan zaman.
Kurikulum tidak mudah diterapkan pada suatu lembaga tertentu.
Masyarakat yang satu dengan masyarakat lain berbeda akan kebutuhan
dan pengetahuan, dari hal ini perancang kurikulum bisa menentukan
kurikulum manakah yang akan diterapkan pada suatu lembaga
pendidikan
Kurikulum akan berbeda bukan hanya karena kebutuhan
masyarakat sekitar, tetapi bisa dikarenakan perputarannya waktu. Pada
masa sekarang mendefinisikan kurikulum berbeda dengan mas dulu,
bahkan tidak menutup kemungkinan akan berbeda pada masa yang
akan datang. Kita ambil contoh kurikulum pada masa dulu, menurut
Ibn Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, mengartikan
kurikulum disamakan dengan materi pelajaran yang harus diberikan
pada anak didik. Dan materi tersebut adalah mengajarkan apa yang
diajarkan Allah dan mendidik anak didik agar selalu patuh dan tunduk
kepada Allah dan Rasulnya.46
Dari apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah, kurikulum disini
diartikan secara terbatas hanya sebagai materi yang harus di berikan
pada peserta didik. Materi yang ada pada suatu proses belajar
mengajar itulah dinamakan kurikulum.
Pengertian kurikulum mengalami perubahan atau ada
perbedaan ketika diartikan oleh ahli pendidikan pada masa sekarang.
Pada masa sekarang. Pada masa sekarang kurikulum diartikan sebagai
pengalaman belajar, baik di dalam maupun di luar lingkungan
sekolah.47 Pengertian ini jelas dan sangat luas, kurikulum dalam
pengertian ini diartikan sebagai kegiatan yang tidak hanya dilakukan
46 Abuddin Nata., Pemikiran Para Tokoh pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 1. hlm.145. 47 Khoiron Rosyadi., Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. 1. hlm.
244.
63
dalam lingkungan sekolah, melainkan bisa dilakukan di luar
lingkungan sekolah.
Sedangkan Zakiah Daradjat, memandang kurikulum sebagai
suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.48 Dalam
bukunya yang lain kurikulum adalah semua kegiatan yang
memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah, baik di luar maupun di dalam
lingkungan dinding sekolah.49
Pengertian yang diutarakan oleh Zakiah Daradjat memberikan
batasan-batasan pada tiga hal. Pertama, pendidikan itu adalah suatu
usaha atau kegiatan yang bertujuan. kedua, di dalam kegiatan
pendidikan itu terdapat suatu rencana yang disusun atau diatur. Ketiga,
rencana tersebut dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang telah
ditetapkan.50
Pendapat lain tentang kurikulum, diartikan sebagai segala
kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan
kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan (institusional,
kurikuler, dan instruksional).51 Pengertian ini menggambarkan segala
bentuk kegiatan sekolah yang sekiranya mempunyai efek bagi
pengembangan peserta didik, adalah termasuk kurikulum, dan tidak
hanya terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja.
Pengertian-pengertian di atas semua mengarahkan pada suatu
kegiatan yang bersangkutan pada tujuan yang tidak hanya berupa
kegiatan belajar mengajar. Dan kegiatan tersebut dilakukan di dalam
dan di luar lingkungan sekolah. Dari sini apa yang dikatakan oleh
48 Zakiah Daradjat,dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. 3, hlm.
122. 49 Zakiah Daradjat,dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), Cet. 2. hlm. 83. 50 Ibid. 51 Muhaimin., Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003),Cet. 1. hlm. 183.
64
Ahmad Tafsir52bahwa sekolah dapat dianggap sebagai miniatur
masyarakat. Jika orang ingin mengetahui karakteristik masyarakat di
suatu daerah, maka sekolahnya sebagai media yang sangat strategis
dan representatif untuk melihatnya. Setiap nilai yang lahir dan
diperoleh dari sekolah akan termanifestasi dalam kehidupan
masyarakatnya juga, baik negatif maupun positif.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka kurikulum mempunyai
isi yang sangat luas, oleh sebab itu menyusun suatu kurikulum yang
mantap/stabil memang bukan hal yang sangat mudah, karena ia
memerlukan waktu dan tahap-tahap pembatasan untuk
mematangkannya. Dan kurikulum sendiri harus berorientasi pada
kepentingan pembangunan dan pembinaan manusia yang seutuhnya.
b. Tujuan Kurikulum
Tujuan artinya sesuatu yang dituju yaitu yang akan dicapai
dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila
tujuannya tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan
berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya
dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.53Bisa dikatakan bahwa
suatu kegiatan tidak akan ada habisnya bila tujuan yang terakhir belum
tercapai. Kegiatan akan berjalan terus sampai tercapainya tujuan
terakhir.
Pendidikan merupakan bagian dari upaya untuk membantu
manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh
suatu kebahagiaan hidup, baik secara individu maupun kelompok.
Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang
terprogram dan mantap, serta tujuan yang jelas agar arah yang dituju
mudah dicapai. Pendidikan adalah upaya yang disengaja. Makanya
pendidikan merupakan sesuatu rancangan dari proses suatu kegiatan
52 Ahmad Tafsir., op. cit hlm. 54. 53 Zakiah Daradjat., Metodologi op. cit. hlm. 72.
65
yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas sebagai
tujuan yang hendak dicapai.54
Sementara itu tujuan pendidikan dalam Islam secara garis
besarnya adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah
yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatannya, pikiran
dan perasaannya.55Pendidikan Islam juga berarti pembentukan
manusia yang bertakwa. Ini sesuai benar dengan pendidikan nasional
kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan
membentuk manusia pancasialis yang bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.56
Kurikulum adalah unsur penting dalam pendidikan,
merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah
terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui
sekolah yang bersangkutan.
Adapun jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum
suatu sekolah itu ada dua macam:
1) Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai sejumlah
tujuan yang ingin dicapainya (tujuan lembaga pendidikan atau
tujuan institusional).
Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dapat
dimiliki murid/siswa setelah mereka menyelesaikan seluruh
program pendidikan dari sekolah tersebut.
2) Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi.
Setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga
mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan inipun
54 Jalaluddin., Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 1. hlm. 79. 55 Zakiah Daradjat., Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,
1995), Cet.2. hlm. 35. 56 Zakiah Daradjat., Metodologi, loc.cit.
66
digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang diharapkan dapat dimiliki murid/siswa setelah mempelajari
suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.57
Adapun ciri-ciri tujuan kurikulum dalam pendidikan Islam itu
sendiri menurut Zakiah Daradjat ialah:
1) Mudah dipahami, dapat dilaksanakan untuk menumbuhkan dan
memperkuat iman, isi dan caranya harus bersifat manusiawi;
2) Tidak bertentangan dengan logika dan pertumbuhan rasa keimanan
seseorang;
3) Sesuai dengan umur, kecerdasan dan tingkat perkembangan
keyakinan terhadap ajaran Islam;
4) Mendukung terlaksananya ajaran Islam yang amaliah;
5) Untuk mencapai tujuan itu tidak menggunakan alat atau penjelasan
yang merusak atau mengurangi citra kesucian Islam.58
Dari tujuan-tujuan yang ada di atas semuanya tidak hanya
bersifat teori, yang sasarannya pada pemberian kemampuan teori
kepada peserta didik, tetapi juga bertujuan praktis yang sasarannya
pada pemberian kemampuan praktis pada anak didik. Hal ini bisa
menyebabkan setelah peserta didik menyelesaikan studinya, mereka
dapat mengaplikasikan ilmunya yang didapat dari suatu lembaga
tertentu dengan tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan, baik
individu maupun masyarakat sosial.
c. Isi Kurikulum
Dalam proses pendidikan, itu ada isi atau materi tertentu yang
akan disampaikan yang harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak
dicapai. Hal semacam itu dipandang sangatlah mudah, sebuah materi
disesuaikan dengan tujuan, tapi pada prosesnya tidak semudah
pandangan. Sebuah materi yang akan diberikan atau disampaikan pada
57 Zakiah Daradjat., Ilmu………..hlm. 123. 58 Zakiah Daradjat., Metodologi……….op. cit. hlm. 78.
67
peserta didik harus mempertimbangkan beberapa hal yang perlu
diperhatikan.
Zakiah Daradjat59membedakan isi kurikulum dari suatu
sekolah dalam dua hal, yaitu:
1) Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan.
Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan ke dalam isi kurikulum dan
ditetapkan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah yang
bersangkutan, yaitu tujuan institusional.
Jenis-jenis bidang studi yang akan diajarkan pada peserta didik
menurut Ahmad Dahlan sebagaimana dikutip Abdul Mu’ti,
hendaknya meliputi:
a) Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b) Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dengan akhirat.
c) Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.60
2) Isi program setiap bidang studi.
Bahan pengajaran di setiap bidang studi termasuk ke dalam
pengertian isi kurikulum, yang biasanya diuraikan dalam bentuk
pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sub pokok bahasan.
Melihat isi atau materi kurikulum dalam pendidikan di atas
diperlukan pakar yang benar-benar ahli dalam merencanakannya.
Dengan demikian akan ada keterkaitan terus-menerus antara
59 Zakiah Daradjat., Ilmu………..op. cit. hlm. 124. 60 Abdul Mu’ti, “Konsep Pendidikan Kiai Haji Ahmad Dahlan”, dalam Ruswan Thayib dan
Darmu’in, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian tokoh Klasik dan Kontemporer,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Cet. 1. hlm. 204.
68
komponen yang satu dengan yang lain dalam proses pendidikan.
Materi yang diberikan pada peserta didik harus tidak melampaui
batas-batasnya, agar tidak mengganggu harmonisasi (keserasian) dan
merusak proporsinya.
Materi menurut Munir Mursyi dalam kitabnya mengatakan:
الم ى االس تعلم ف دم للم ى تق وم الت ية والعل واد الدراس يار الم ى اخت ف
بارات ذه االعت ة ه ا فى الدرجة أويأتى فى مقدم وم ونقاوته ية العل هم
61 .والشرف
“Bahwa materi yang diberikan pada peserta didik harus bertujuan untuk meninggikan derajat dan kemuliaan”.
Adapun materi-materi yang diberikan pada peserta didik
menurut Ibn Khaldun sebagaimana dikutip Arifin dibagi menjadi tiga
macam:
1) ilmu lisan (bahasa) yang terdiri dari ilmu lughah, nahwu, saraf, balaghah, ma’ani, bayan, adab (sastra) atau syair-syair.
2) ilmu naqly, yaitu ilmu-ilmu yang dinukil dari kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Ilmu ini terdiri daripada ilmu membaca (qiraah) Al-Qur’an dan ilmu tafsir, sanad-sanad hadist dan pentashehannya, serta istimbat tentang qanun-qanun fiqhiyahnya.
3) ilmu ‘aqly, adalah ilmu yang dapat menunjukkan manusia melalui daya kemampuan berpikirnya kepada filsafat dan semua jenis ilmu pengetahuan. Termasuk kelompok ilmu-ilmu ini adalah logika (ilmu mantiq), ilmu alam, ilmu ketuhanan (theologi), ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tentang tingkah laku manusia, ilmu sihir dan nujum (kedua ilmu ini adalah fasid yang batil, yang terlarang untuk dijadikan mata pelajaran, ia berlawanan dengan ilmu Tauhid).62
61 M. Munir Mursyi, Al-tarbiyah Al-Islamiyyah Ususiha wa Tathowuriha fil Bilad Al-
‘Arabiyah,(Al-Qahiro: ‘Alimul Kitab, 1977), hlm. 51. 62 Arifin., op.cit. hlm. 189.
69
Dari isi atau materi kurikulum dalam pendidikan yang
diuraikan diatas menunjukkan bahwa banyaknya macam materi yang
akan diberikan pada peserta didik. Dalam hal ini peran seorang
pendidik sangat\lah diperlukan, karena pendidik harus bisa memilah-
milah materi apa saja yang akan disampaikan pada peserta didik yang
disesuaikan dengan tingkatan dan perkembangannya.
Melihat peran tersebut, sebenarnya tidak semua orang dapat
menjadi guru yang baik. Setiap pekerjaan profesional mempunyai
kualifikasi personil yang berbeda dengan pekerjaan profesional
lainnya. Kualifikasi ini diwujudkan dalam berbagai bentuk,
diantaranya dalam bentuk kompetensi dan kemampuan yang didukung
oleh pemilikan pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan
kesenangan kepada pekerjaannya dalam profesi itu.63
Dengan demikian profesionalisme guru dalam pemilihan
materi yang diberikan pada peserta didik, yang nantinya bisa
mensukseskan tujuan pendidikan sangat dituntut, agar materi dalam
proses belajar mengajar bisa saling berkaitan satu dengan yang lainnya
atau saling menyambung pada jenjang-jenjang berikutnya.
d. Metode atau Proses Belajar Mengajar dalam Kurikulum
Sebuah proses pendidikan diperlukan suatu perhitungan
tentang kondisi dan situasi dimana proses tersebut berlangsung dalam
jangka panjang. Dengan perhitungan tersebut, maka proses pendidikan
akan lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai, karena segala
sesuatunya telah direncanakan secara matang.
Dalam pencapaian tujuan proses belajar mengajar harus
berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Seorang guru dalam hal ini
sebaiknya tidak membiarkan seorang siswa belajar sendirian.
Dibiarkan memang mungkin, tetapi hasil dari belajar siswa yang
sendirian biasanya kurang maksimal.
63 Zakiah Daradjat., Metodologi…………… op.cit. hlm. 92.
70
Dengan demikian, banyak para ahli menyebut proses belajar
mengajar, karena proses ini merupakan gabungan kegiatan anak
belajar dan guru mengajar yang tidak terpisah. Proses belajar mengajar
adalah kegiatan dalam mencapai tujuan.64
Seorang guru dalam belajar mengajar, berperan sebagai
pengajar, hendaknya mempunyai cara atau metode-metode tertentu
dalam menyampaikan sebuah materi. Metode mengajar menurut
Zakiah Daradjat65adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam
interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam program
belajar mengajar sebagai proses pendidikan.
Masih menurutnya metode mengajar mempunyai dua aspek,
yakni aspek ideal dan aspek teknis.
1) Aspek ideal; secara ideal harus diingat bahwa program belajar
mengajar adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Yang
menjadi pedoman utama adalah: bagaimana mengusahakan agar
tercapai perkembangan peserta didik secara optimal. Dan ini harus
tertanam dalam sikap dasar guru agama, yang diwujudkan dalam
pendekatan guru terhadap peserta didik sesuai dengan tahap-tahap
perkembangannya.
2) Aspek teknis; terdapat bermacam-macam teknik yang dapat
digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu, antara lain;
bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan, eksperimen,
kerja kelompok, sosio drama, karya wisata dan modul.66
Selain guru harus dapat mengenal berbagai macam teknik atau
metode pembelajaran agar menerapkannya bisa tepat sesuai dengan
keadaan, guru juga harus memahami perkembangan psikologi anak
didik, agar anak didik tersebut bisa menerima apa yang diberikan oleh
guru.
64 Khoiron Rosyadi. op.cit. hlm. 283. 65 Zakiah Daradjat., pendidikan…………..,op.cit 66 Ibid.
71
Berdasarkan pada psikologi anak, dimana metode diterapkan,
Ibn Sina berpendapat sebagaimana dikutip Abuddin Nata, bahwa suatu
materi pelajaran tertentu tidak akan dapat jelaskan kepada bermacam-
macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai
dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.67
Metode dalam proses belajar mengajar mempunyai banyak
jenis, diantara jenis itu, tidak ada satupun metode yang paling baik,
yang dapat dipergunakan untuk semua materi dan dalam semua
situasi. Setiap metode mengajar mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Zakiah Daradjat menjeniskan metode pengajaran menjadi 10
jenis, yakni;
1. metode ceramah
2. metode diskusi
3. metode eksperimen
4. metode demonstrasi
5. metode pemberian tugas
6. metode sosio drama
7. metode drill
8. metode kerja kelompok
9. metode tanya jawab
10. metode proyek.68
Selain metode yang menjadi teknik dalam penyampaian materi
pelajaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru disaat
proses belajar mengajar tersebut berlangsung, diantaranya:
1) kegairahan dan kesediaan belajar.
2) Membangkitkan minat peserta didik.
3) Menumbuhkan bakat dan sikap yang baik.
4) Mengatur proses belajar mengajar.
67 Abuddin Nata., op.cit. hlm. 74. 68 Zakiah Daradjat., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), Cet. 1, hlm. 289-310.
72
5) Mentransfer pengaruh belajar di dalam sekolah kepada
penerapannya dalam kehidupan di luar sekolah.
6) Hubungan dalam situasi belajar mengajar manusiawi; kegiatan dan
semangat belajar peserta didik sering kali dipengaruhi oleh macam
hubungan yang terjadi diantara dia dan gurunya.69
e. Evaluasi atau Penilaian dalam Kurikulum
Pendidikan merupakan usaha dalam mendidik orang lain,
pastilah pendidikan telah pula melakukan usaha menilai hasil-hasil
mereka dalam mendidik orang lain itu, sekalipun dalam bentuk dan
cara yang sangat sederhana. Tindakan tersebut dibilang, karena
sebenarnya penilaian atau evaluasi hasil-hasil pendidikan itu tidak
dapat dipisah-pisahkan dari usaha pendidikan itu sendiri.
Secara umum, evaluasi selama ini berjalan satu arah, yakni
yang dievaluasi hanyalah elemen siswa dengan memberi nilai
semesteran. Karena masalah kultural, siswa tidak memperoleh
kesempatan untuk memberi input balik pada sekolah mengenai
gurunya, apalagi mengevaluasi gurunya.70Sebenarnya kalau kita
melihat dari pengertian evaluasi sendiri adalah suatu penilaian yang
menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara luas dan terhadap
sasaran umum dari program kependidikan.71
Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa penilaian atau evaluasi
tidak hanya berlaku pada peserta didik saja, melainkan semua faktor
dalam kependidikan. Dalam pelaksanaan evaluasi sendiri ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan sebelum dilaksanakan evaluasi
69 Zakiah Daradjat, Pendidikan…………op.cit, hlm. 98-99. 70 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Humanisme
Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 212. 71 Arifin, op.cit, hlm. 245.
73
tersebut. Tabrani mengemukakan tiga prinsip dalam evaluasi
sebagaimana dikutip Abdul Mujib.
1) Prinsip kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali atau persemester,
tetapi dilakukan secara terus menerus, mulai dari proses belajar
mengajar simbol memperhatikan keadaan anak didiknya, hingga
anak didik tersebut tamat dari lembaga sekolah.
2) Prinsip menyeluruh (komprehensip)
Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerja
sama, tanggung jawab dan sebagainya.
3) Prinsip obyektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya,
tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat operasional dan
irasional.72
Sejalan dengan tiga prinsip di atas, Zakiah Daradjat73
mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
penilaian atau evaluasi. Hal-hal tersebut adalah:
1) Perumusan tujuan Merumuskan tujuan dengan baik dan sekhusus mungkin, merupakan langkah pertama dan utama untuk menilai hasil belajar, karena sasaran evaluasi secara eksplisit dinyatakan dalam perumusan tujuan.
2) Pencatatan tingkah laku Sasaran utama dan justru merupakan hal yang sering diabaikan adalah penilaian hasil belajar aspek afektif. Aspek ini berkenaan dengan pembentukan sikap dan pembinaan jiwa keagamaan yang tidak sedang dinilai, karena menyangkut sekaligus pembinaan pribadi dan pembinaan ulang. Pembinaan ulang ialah pembinaan
72 Muhaimin dan Abdul Mujib, op.cit, hlm. 279. 73 Zakiah Daradjat., Metodik………op.cit. hlm. 207.
74
kembali karena akibat salah bina, baik sebagai akibat kesalahan pembinaan di rumah, maupun karena pengaruh lingkungan ketiga.
3) Kesinambungan penilaian Penilaian harus dilakukan secara kontinyu dan berencana. Pelaksanaan penilaian dan pencatatan harus berjalan sepanjang kegiatan program. Hasil belajar harus senantiasa dikaji dan diperiksa setelah sesuatu kegiatan program selesai dilaksanakan.
4) Mutu alat penilaian Kesesuaian, keberhasilan dan kemantapan suatu alat penilaian bergantung dari mutu kualitas alat penilaian itu sendiri. Suatu alat penilaian dikatakan bermutu atau baik, jika memenuhi beberapa persyaratan diantaranya; a) Validitas
validitas adalah mutu atau harkat hubungan antara suatu pengukuran dengan hasil belajar.
b) Reliabilitas reliabilitas adalah mutu yang menunjukkan ketelitian, kemantapan, kesetarapan atau ketetapan dari suatu pengukuran atau penilaian yang dilakukan.
c) Obyektivitas obyektivitas adalah mutu yang menunjukkan identitas atau kesamaan dari hasil-hasil penilaian (skor) atau diagnosis-diagnosis yang diperoleh dari soal atau data yang sama, oleh para penilai yang mempunyai kompetensi yang sama.
5) Kesesuaian antara aspek hasil belajar alat evaluasi Alat evaluasi itu banyak jenisnya dan dipakai dengan tujuan yang berbeda-beda. Guru harus mengembangkan alat evaluasi yang tepat untuk menilai setiap aspek hasil belajar. Secara umum tampak seolah-olah bentuk tes tulisan sudah dianggap memadai untuk menilai hasil belajar siswa dalam pengajaran agama. Kenyataan ini ditunjukkan oleh kebiasaan guru-guru yang jarang sekali atau hampir dapat dikatakan tidak pernah mempergunakan bentuk-bentuk lain.
Dari uraian evaluasi di atas, menggunakan sistem evaluasi
yang tepat sasaran, maka guru akan dapat mengetahui dengan pasti
tentang kemajuan, kelemahan, hambatan-hambatan unsur-unsur
pendidikan di dalam menjalankan tugasnya. Yang pada gilirannya
akan dijadikan bahan perbaikan program atau secara langsung bisa
dilakukan perbaikan melalui kursus tambahan dan lain-lain.