bab iii konsep nasionalime sukarno dan hatta a....

74
Gerald J. Tampi 752011042 | 30 BAB III Konsep Nasionalime Sukarno dan Hatta A. Sukarno A.1. Pembentukan Pemikiran Sukarno A.1.1. Masa Kecil Sukarno Putra Sang Fajar, merupakan salah satu julukan yang dimiliki oleh Sukarno. Hal ini sangat beralasan sekali, karena Sukarno lahir pada pukul setengah enam pagi, 1 tanggal 6 Juni 1901, di Lawang Seketeng, Surabaya, Jawa Timur. Semula Sukarno lahir dengan nama Kusno Sosrodihardjo, namun karena sering sakit-sakitan, ayahnya yaitu Raden Soekemi Sosrodihardjo mengganti nama Kusno menjadi nama Karna. 2 karena kegemaran Raden Sukemi terhadap wayang menyebabkan dia mengganti nama Kusno menjadi Karna, sebagaimana penuturan Sukarno: ... Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada mahabarata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan kepadaku, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabrata. ... kalau begitu Karna seorang yang sangat kuat dan sangat besar, aku berteriak kegirangan. Oh, ia nak, jawab bapak setuju. Juga setia pada kawan-kawannya dan keyakinannya, dengan tidak mempedulikan akibatnya.Tersohor karena keberanian dan kesaktiannya.Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.” 3 Dari penyataan diatas, perubahan nama Kusno menjadi Karna, harus dipahami dalam kaitan dengan pemaknaan wayang bagi kehidupan orang Jawa. Pemberian nama Karna oleh 1 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, cetakan kelima, terjemahan Abdul Bar Salim, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), 23. 2 Taufik & Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2008), 13. 3 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 35-36.

Upload: phungkhue

Post on 04-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Gerald J. Tampi 752011042 | 30

BAB III

Konsep Nasionalime Sukarno dan Hatta

A. Sukarno

A.1. Pembentukan Pemikiran Sukarno

A.1.1. Masa Kecil Sukarno

Putra Sang Fajar, merupakan salah satu julukan yang dimiliki oleh Sukarno. Hal ini

sangat beralasan sekali, karena Sukarno lahir pada pukul setengah enam pagi,1 tanggal 6

Juni 1901, di Lawang Seketeng, Surabaya, Jawa Timur. Semula Sukarno lahir dengan nama

Kusno Sosrodihardjo, namun karena sering sakit-sakitan, ayahnya yaitu Raden Soekemi

Sosrodihardjo mengganti nama Kusno menjadi nama Karna.2karena kegemaran Raden

Sukemi terhadap wayang menyebabkan dia mengganti nama Kusno menjadi Karna,

sebagaimana penuturan Sukarno:

... Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada mahabarata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan kepadaku, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah

salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabrata. ... kalau begitu Karna seorang yang sangat kuat dan sangat besar, aku berteriak kegirangan. Oh, ia nak, jawab bapak setuju. Juga setia pada kawan-kawannya dan keyakinannya, dengan tidak mempedulikan akibatnya.Tersohor karena keberanian dan kesaktiannya.Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.”3

Dari penyataan diatas, perubahan nama Kusno menjadi Karna, harus dipahami dalam

kaitan dengan pemaknaan wayang bagi kehidupan orang Jawa. Pemberian nama Karna oleh

1Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, cetakan kelima, terjemahan Abdul Bar

Salim, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), 23. 2Taufik & Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2008), 13. 3Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 35-36.

Gerald J. Tampi 752011042 | 31

Raden Sukemi, haruslah dimengerti sebagai suatu refleksi penghargaan dan kepercayaannya

yang mendalam sebagai orang Jawa terhadap tokoh pewayangan. Terdapat sebuah

pengharapan dari Sukemi, bahwa pemberian nama Karna kepada Kusno akan membawa

serta kharisma dan kesatriaan Karna di dalam diri Sukarno.

Terdapat beberapa hal menarik, yang terjadi pada saat Sukarno lahir, yaitu tanpa

terencana, Soekarno lahir pada angka yang serba enam (tanggal dan bulannya). Di bawah

naungan bintang Gemini yang berlambangkan kekembaran, Soekarno menganggap bahwa

dirinya memiliki dua sifat yang berlawanan, hal tersebut terlihat dari ucapannya yang

mengatakan:

Aku bisa lunak dan aku bisa cerewet. Aku bisa keras laksanabaja dan aku bisa lembut berirama. Pembawaanku adalah paduan daripada pikiran sehat dan getaranperasaan. Aku seorang yang suka mema'afkan, akan tetapi akupun seorang yang keras‐kepala. Akumenjebloskan musuh‐musuh Negara ke belakang jeruji besi, namun demikian aku tidak sampai hatimembiarkan burung terkurung di dalam sangkar.4

Latar belakang keluarga Sukarno merupakan perpaduan dua budaya berbeda dan

kepercayaan. Ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, berlatar-belakang kasta Brahma dan tergolong

bangsawan di Banjar Bali Agung Singaraja. Kakek Moyang Sukarno merupakan pejuang

kemerdekaan yang gugur dalam perang Puputan. Akibat peperangan ini keluarga ibu

Soekarno jatuh melarat dan mempunyai rasa benci yang mendalam terhadap penjajah

Belanda.5 Ayah Soekarno, yaitu Raden Sukemi Sasrodiharjo, berlatar-belakang Islam dan

termasuk golongan bangsawan rendah Jawa, hal tersebut menurut Dahm terlihat dari gelar

Raden yang di sandang oleh Sukemi.Jabatan pertama dari Raden Sukemi adalah menjabat

4Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 24. 5 Ayub Ranoh, Kepemimpinan Kharismatik, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 21.

Gerald J. Tampi 752011042 | 32

sebagai guru.6 Soekarno juga memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Soekarmini,

ia berucap:

… Hanya Karno dan akulah anak-anak yang dilahirkan oleh suami istri Sosrodihardjo.Sebagai puteri tunggal dan putera tunggal, ayah dan ibu kami berdua saling sayang menyayangi.7

Selain itu, Kusno juga dekat dengan Sarinah yang menjadi pembantu rumah tangga

Sukemi. Menurut Sukarno, dari Sarinah ia memperoleh pengetahuan tentang humanisme,

“Karno yang terutama harus engkau cintai adalah ibumu, akan tetapi kemudian engkau harus

pula mencintai rakyat jelata, engkau harus mencintai manusia umumnya”, demikian

diajarkan Sarinah kepada Sukarno.8

Sukarno kecil melewatkan sebagian masa kecilnyadi rumah kakeknya, yaitu Raden

Hardjodikrono. Selama menetap di rumah kakeknya di Tulung Agung (Kediri) inilah,

Sukarno kecil mulai berkenalan dengan mistisisme Jawa dan kisah-kisah pewayangan.

Malam demi malam di Tulung Agung banyak diisi dengan menonton wayang semalam

suntuk. Menurut Dahm, sementara Sukarno menikmati kisah demi kisah pewayangan,

bersamaan dengan itu, hasrat akan kemerdekaan mulai bergelora dalam dirinya.9

Dari semua kisah pewayangan yang Sukarno kecil ikuti, kisah Mahabaratalah yang

paling membekas dalam dirinya. Mahabarata merupakan kisah tentang perjuangan Pandawa

untuk merebut kembali kerajaan Ngastina yang telah direbut Kurawa. Begitu besar pengaruh

kisah Mahabarata terhadap diri Sukarno kecil, sehingga ketika ia mulai mengikuti

pendididkan formal di sekolah desa di Tulung Agung, ia lebih senang menggambar satu

6Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Terjemahan Hasan Basari, cetakan pertama,

(Jakarta: LP3ES, 1987), 29. 7Husni Lain, Mengenang Proklamator RI Soekarno-Hatta, (Jakarta: PT Kreasi Jaya Utama, 1980), 71. 8 S. Syaiful Rahim, Bung Karno Masa Muda (Jakarta: Pustaka Yayasan Antar Kota, 1978), 17. 9 Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan , 29.

Gerald J. Tampi 752011042 | 33

tubuh yang tegap dan besar dengan bentuk gelung rambut “Sinutupirang” pakai kuku

“Pancanaka”. Menurut Solichin, gambar tersebut adalah gambar Bima yang menjadi

kesukaan dan kesenangannya.10

Menurut Dahm, kemungkinan besar Sukarno sangat mengidolakan tokoh Bima.Hal

tersebut, terlihat dari sikap Sukarno yang tidak kenal kompromi terhadap orang-orang luar

dan kesediaannya untuk berkompromi dengan orang-orang seperjuangannya. Selain itu,

Dahm menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur lain yang merangsang khayalan dari

Soekarno kecil, seperti: nasib kaum kurawa yang dibangkitkan kembali, yang pastinya

mendapatkan makna simbolis yang penting setelah “kebangkitan kembali orang-orang jawa

dengan didirikannya Budi Utomo (1908), lebih-lebih lagi karena kemenangan mereka dalam

pertempuran-pertempuran yang sudah diramalkan kedepannya.11

Selanjutnya, untuk mewujudkan harapan akan masa depan yang baik bagi Sukarno,

Raden Sukemi dan Ibu Ida Ayu memperlengkapi Sukarno dengan pendidikan formal yang

bermutu. Awalnya Sukarno mengikuti pendidikan di Sekolah Desa Tulung Agung,

kemudian pindah ke Sekolah Angka Dua di Sidorajo, selanjutnya ia pindah ke Sekolah

Angka Satu di Mojokerto sampak kelas lima.12 Selain mengikuti pendidikan formal,

Sukarno juga memperoleh pendidikan yang keras dan ketat dari ayahnya. Hasilnya,

meskipun tidak bisa dikatakan brilian, pada taun 1914 Sukarno berhasil menyelesaikan

pendidikan di Mojokerto.13

10 Solichin, Bung Karno Putera Fajar, cetakan kedua (Jakarta: Gunung Agung, 1981), 24. 11Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 32. 12 Badri Yatim, Sukarno, Islam dan Nasionalisme: Rekonstruksi Pemikiran Islam- Nasionalis, Pengantar

Fachry Ali, cetakan pertama, (Jakarta: Saran Aksara, 1985), 7; Solichin Salam, Bung Karno, 25; melaporkan hal yang sama, yakni di sekolah Angka Satu Mojokerto Sukarno duduk di kelas enam. Tetapi menurut Legger, tidak ada satu pun sekolah bumi putera di masa itu yang lebih dari kelas lima. (bdk. John Legger, Sukarno Sebuah Biografi Politik, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), 37.

13 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 37.

Gerald J. Tampi 752011042 | 34

Raden Sukemi dan Ibu Ida Ayu Nyoman Ray memasukkan Sukarno ke Sekolah

Dasar Berbahasa Belanda (Eurepese Lagere School) di Mojokerto. ketika Sukarno

didaftarkan ke ELS oleh ayahnya, menurut penuturannya kepada Cindy Adams,

kekurangannya yang harus ia penuhi hanyalah meningkatkan kemampuannya dalam

berbahasa Belanda. Berkat usaha keras Raden Sukemi untuk memenuhi semua ketentuan di

sekolah tersebut, di tahun 1916 Sukarno berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar.14

A.1.2. Sukarno di asah

Setelah tamat dari ELS (Europese Lagere School), Sukarno mendapatkan

kesempatan untuk melanjutkan studinya ke HBS (Hogere Burger School) di Surabaya.

Selama masa studinya, Sukarno tinggal di rumah Oemar Said Tjokroaminoto, yang pada

waktu itu menjabat sebagai ketua Serikat Islam (SI). Menurut Bernhard Dahm,

Tjokroaminoto menggunakan dana-dana dari SI untuk menampung orang pribumi yang

tidak mampu, terdapat sekitar 30 orang yang menumpang di rumahnya termasuk Sukarno

dan hanya membayar uang pemondokan sekadarnya saja.15 Di rumah Tjokroaminoto,

Sukarno mulai berkenalan dengan banyak tokoh. Diantaranya: tokoh intelektual IslamK.H.

Agus Salim yang menurut Sukarno memiliki gaya pidato yang menarik, sehingga ia sangat

mengaguminya, tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Douwes Dekker, Tjipto

Mangunkusumo, Sneevliet dan Husni Thamrin. Bahkan Soekarno juga bergaul dengan

Alimin, Muso dan Kartosuwiro.16

14Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 40. 15Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan,34. 16Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2008), 18.

Gerald J. Tampi 752011042 | 35

Dengan tinggal di rumah Tjokroaminoto, Sukarno dapat lebih mengenal wajah

perpolitikan saat itu. Dalam otobiografinya Sukarno menceritakan, bahwa dia selalu

mengikuti diskusi-diskusi dari para pemimpin Indonesia yang diadakan di rumah

Tjokroaminoto. Sukarno tidak hanya menjadi pendengar setia, tetapi ia juga

seringmengajukan pertanyaan mengenai perkembangan politik Indonesia di masa itu. Dari

penjelasan para pemimpin Indonesia tersebut, Sukarno mengetahui bahwa kegagalan

perjuangan bangsa Indonesia disebabkan tidak ada persatuan diantara para pejuang.17

Sukarno muda banyak belajar dari pak Tjokroaminoto, menurutnya pak

Tjokroaminoto sering membimbingnya, walaupun Sukarno sendiri mengaku jarang bertemu,

namun menurut Sukarno pak Tjokroaminoto memiliki cara tersendiri dalam

membimbingnya. Hal tersebut diakui oleh Sukarno, sebagaimana penuturannya dalam

otobiografinya:

“...Umar Said Cokroaminoto berumur 33 tahun ketika aku datang ke Surabaya. Pak Cokro mengajarku apa dan siapa dia, bukan tentang apa yang ia ketahui ataupun tentang apa jadiku kelak. Seorang tokoh yang mempunyai daya cipta dan cita-cita tinggi, seorang pejuang yang mencintai tanah tumpah darahnya. Pak Cok adalah pujaanku. Aku muridnya. Secara sadar atau tidak sadar ia menggemblengku. Aku duduk dekat kakinya dan diberikannya kepadaku buku-bukunya, diberikannya kepadaku miliknya yang berharga.18

Dari Tjokroaminoto pun Sukarno belajar, tentang sikap terhadap pemerintahan

kolonial. Tjokroaminoto bukanlah nasionalis yang mengagungkan sikap radikal terhadap

pemerintah. Sebaliknya, meskipun Tjokroaminoto menyadari perlunya pemerintahan sendiri,

ia tetap menunjukkan sikap loyal dan terima kasih kepada pemerintah kolonial, yang telah

17 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 54. 18Ibid., 52.

Gerald J. Tampi 752011042 | 36

bersedia membentuk dewan-dewan untuk memberikan kepada orang-orang pribumi hal

untuk didengar.”19

Pandangan Tjokroaminoto yang positif terhadap pemerintah kolonial, dapat

dipastikan, ditanamkan juga kepada Sukarno. Pengaruh pandangan Tjokroaminoto tersebut,

jelas dalam satu tulisan awal Sukarno:

...”Terlebih dulu rakyat Indonesia harus belajar.” Untuk itu, rencana untuk

mendesentralisasi pemerintahan memberikan kesempatan yang baik sekali: hendaknya dibentuk dewan-dewan yang akan benar-benar mewakili rakyat, mengingat bahwa dewan-dewan yang sudah ada pada waktu itu – termasuk Volksraad – tidak mewakili rakyat. Pemerintahan sendiri lalu akan mewujudkan keadilan politik dan ekonomi bagi rakyat.20

Perlu dikemukakan di sini, bahwa pengaruh pandangan Tjokroaminoto terhadap

Sukarno menjadi semakin kuat karena andil tidak langsung dari C. Hartog yang juga

membatasi kritik-kritik Sukarno terhadap pemerintah.21 Hartog mengajar bahasa Jerman di

HBS, ketika Sukarno menjadi murid di sekolah tersebut.22 Hartog merupakan anggota ISDP

(Indische Social Democratiche Partij), organisasi yang lebih moderat dibandingkan dengan

ISDV (Indische Sosial-Democratische Vereeniging). Sikap moderat ISDP tercermin dalam

pernyataan juru bicara partai ini D.M.G. Koch, sebagaimana yang dikutip Dahm:

Oleh sebab itu, maka pandangan Marxis kita pertama-tama menuntut dari kita bukan perjuangan melawan kapitalisme Barat, melainkan kampanye bagi suatu perkembangan yang cepat dan berkelanjutan untuk masyarakat bumiputera... kepentingan mereka menuntut, bersama-sama dengan perundang-undangan sosial

19Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 39. 20Ibid., 50. 21Ibid., 36. 22 Di samping itu, melalui seminar-seminar tentang Marxisme yang diselenggarakan Hartog, secara formal

Sukarno mulai mengenal teori Marxisme. Demikian diakui Sukarno dalam artikelnya, Sukarno, “Menjadi Pembantu

Pemandangan: Sukarno, Oleh... Sukarno Sendiri,” Pemandangan tahun 1941, dalam Dibawah Bendera Revolusi I, 511.

Gerald J. Tampi 752011042 | 37

yang efektif, perkembangan yang cepat dari kapitalisme bumiputera, yang merupakan satu-satunya sarana untuk mengakiri dominasi Barat.23

Sebagai anggota ISDP pembinaan-pembinaan yang dilakukan Hartog kepada

Sukarno, tentunya tidak terlepas dari sikap moderat ISDP yang diembannya. Hartog

mengajar Sukarno untuk tidak bertindak radikal terhadap pemerintah kolonial.24 Dari

Hartog, Sukarno juga belajar, bahwa kemerdekaan harus dicapai secara bertahap dan

pemberontakan terhadap pemerintah kolonial hanya akan menghambat jalan ke arah

kemerdekaan.25

Jika demikian pembinaan yang diterima Sukarno dari Tjokroaminoto dan C.

Hartog, mempengaruhi pemikiran awal Sukarno yang belum bercorak radikal. Di samping

itu, masih terbatasnya keterlibatan Sukarno dalam organisasi massa,26 menjadi salah satu

penyebab kuatnya pengaruh pemikiran Tjokroaminoto dan Hartog terhadap Sukarno.

Selain Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam lain yang juga mempunyai andil dalam

pembentuka pemikiran Sukarno, yakni Abdul Muis. Pada tahun 1917, menurut pengakuan

Sukarno, ia sangat dipengaruhi oleh slogan-slogan komunis. Tetapi kemudian Sukarno

berhasil sembuh dari penyakit kosmopolitanisme tersebut dan meyakini pentingnya

semangat kebangsaan, setelah membaca tulisan Sun Yat Sen mengenai Min Chu I.27 Selain

itu, Abdul Muis seorang tokoh Sarekat Islam, pun berperan penting dalam penyembuhan

kosmopolitanisme Sukarno. Dalam Kongres Nasional Kedua Sarekat Islam (Oktober 1917),

Abdul Muis menyatakan: “Untuk memperbaiki dunia, kita tidak perlu mulai menjadi orang-

23 Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 36. 24 Ibid. 25 Ibid., 37. 26 Selain terlibat dalam Sarekat Islam sebagai pergaulan sehari-hari Sukarno, iapun mulai aktif sebagai

anggota Jong Java. Tetapi karena Jong Java lebih berorientasi pada kebudayaan Jawa, dapat dipastikan hampir tidak ada warna radikal yang bisa disumbangkan organisasi tersebut kepada Sukarno.

27Bernhard Dahm,Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 40.

Gerald J. Tampi 752011042 | 38

orang internasionalis.” Pernyataan tersebut, memperlihatkan penolakan tegasnya terhadap

paham internasional. Selanjutnya Abdul Muis menekankan, bahwa paham kebangsaan

sangatlah penting dalam mencapai kemerdekaan; bahkan seharusnya lahir dari orang-orang

yang menamakan dirinya pemimpin rakyat.28 Melihat dekatnya hubungan antara Abdul

Muis dan Tjokroaminoto, juga pengaruhnya yang besar sebagai tokoh Sarekat Islam, sulit

untuk tidak memperhitungkan pengaruh pemikirannya dalam diri Sukarno di masa itu.

Tahun 1921 Sukarno bersama Utari, istrinya, berangkat menuju Bandung guna

meneruskan pendidikannya ke Sekolah Teknik Tinggi (Techniche Hogeschool). Sukarno

menghabiskan waktu selama empat tahun untuk menyelesaikan pendidikannya di Sekolah

Teknik Tinggi. Keterlambatan tersebut, disebabkan banyaknya waktu yang tersita untuk

kegiatan politik, juga kerena ia harus mengambil alih tanggung-jawab Tjokroaminoto

terhadap keluarganya.29

Di Bandung, awalnya Sukarno hanya menjadi peserta pasif dalam berbagai ceramah

di malam hari, juga dalam diskusi-diskusi kelompok kecil. Pokok-pokok dalam ceramah-

ceramah yang diikutinyapun tidak banyak berbeda dengan apa yang ia terima dari

Tjokroaminoto dan Hartogh. Katakanlah, tahun-tahun pertama berada di Bandung, referensi

berpikir Sukarno masih mengacu pada pandangan Tjokroaminoto dan C. Hartog.

Warna berpikir Sukarno mulai bercorak radikal, ketika ia berkenalan dan menyerap

nasionalisme radikal dari Dr. Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwardi

Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantoro. Tjipto tampaknya

28Ibid., 40-41 29 Sukarno baru satu tahun di Bandung, ketika Tjokroaminoto ditangkap dan Sukarno harus mengambil alih

tanggung-jawab mengendalikan rumah tangga Tjokroaminoto. Berhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 52.

Gerald J. Tampi 752011042 | 39

mendapat tempat khusus dalam diri Sukarno, hal tersebut terlihat dari bagaimana Sukarno

menyebut Tjipto dengan “saudara Tjipto my chief”.30Cukup beralasan mengapa Sukarno

memanggil Tjipto Mangunkusumo dengan istilah tersebut, hal ini dikarenakanTjiptolah

memiliki andil yang paling besar dalam membetuk sikap oposisi Sukarno terhadap

pemerintahan kolonial. Jika Dekker masih harus mempertimbangkan resiko dari tindakannya

yang radikal terhadap pemerintahan kolonial, Tjipto sebaliknya. Iaterkenal sebagai

nasionalis yang keras kepala terhadap kolonial, tak mementingkan diri sendiri, berwibawa,

jujur, idealis, dan revolusioner disertai cara-cara yang radikal.31 Sejak kembali dari

pembuangan pada tahun 1914, Tjipto Mangunkusumo tetap aktif dalam kegiatan politik

dengan segala resiko yang harus dihadapinya. Sikap Tjipto Mangunkusumo tersebut

menimbulkan kekaguman bagi Sukarno sebagaimana jelas dalam tulisnnya, ketika di tahun

1926 Tjipto Mangunkusumo kembali dibuang oleh pemerintah kolonial.

Tjaranja kawan Tjipto mendjalankan pembuangan ini adalah mengadjarkan pada kita, bahwa ichtiar membikin indahnja hari itu ialah bukanja ictiar jang gampang dan ringan, akan tetapi ichtiar jang susah-pajah dan berat; - suatu ichtiar jang tak sudi akan penjerahan diri jang setengah-setengah, suatu ichtiar jang menuntut penjerahanja segenap kita punja diri, segenap kita punja njawa... Tjipto Mangunkusumo telah menundjukkan djalan dalam tjaranja mengabdi pada rakjat dan Bangsa itu... Walaupun ia menderita kesengsaraan-rezeki; walaupun ia merasakan kemelaratan jang terdjadi oleh matinja ia punja perusahaan tabib;.. maka dengan roman muka jang bersenjum ia memikul segenap beban jang ditimbulkan di atas pundaknja oleh pengabdiannja kepada rakyat dan bangsanja.32

Pemikiran Sukarno mengenai politik memang semakin dipertajam oleh

pengenalannya terhadap pemikiran ketiga tokoh Indische Partij. Harus diakui, ketiga tokoh

tersebutlah yang membekali Sukarno dengan semboyan-semboyan mencapai kemerdekaan

yang lebih militan. Ketika Sukarno tampil sebagai pemikir dan politisi nasional, pengaruh

30 B. Hening, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka; Sebuah Biografi 1901-1945, (Jakarta: Hasta Mitra, 2003), 129.

31 Mohammad Ridwan Lubis, Pemikiran Sukarno Tentang Islam, (Jakarta: Haji Masagung, 1992), 54. 32 Sukarno, “Suluh Indonesia Muda, 1928,” Dibawah Bendera, 42.

Gerald J. Tampi 752011042 | 40

pemikiran ketiga tokoh Indische Partij, terutama pengaruh Tjipto Mengunkusumo,

tercermin melalui tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya yang militan dan agitatif. Demikian

sukarno menulis, “... hendaklah kita insyaf, bahwa hanja perdjoangan dalam pergerakan

rakjat itu sahadjalah jang bisa mengundurkan musuh-musuh kita, dan tidak dalam usaha

dewan-dewanan”33

Kekritisan Sukarno dalam menganalisis kenyataan masyarakat yang dihadapinya,

merupakan hasil pergulatan intelektualnya yang sungguh-sungguh dengan pemikiran Tjipto

Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantoro. Kekritisan Sukarno sebagai

pemikir dan politisi nasional, semakin dimatangkan oleh keaktifannya dalam gerakan

kebangsaan Indonesia.

A.1.3 Sukarno Dalam Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Keaktifan Sukarno dalam pergerakan kebangsaan Indonesia dimulai dengan

terdaftarnya Sukarno sebagai anggota Jong Java.34Jong Javadidirikan pada tahun 1915

dengan nama Tri Koro Darmo dan merupakan organisasi pelajar, anak organisasi dari Budi

33 Ibid., 31. 34 Sukarno dalam wawacara bersama Cindy Adams mengatakan bahwa, Tri Koro Darmo yang kemudian

berganti nama menjadi Jong Java adalah organisasi politik pertama yang didirikannya pada saat berumur 16 tahun (1917).Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.,56. Keterangan Sukarno bertentangan dengan kajian yang dilakukan oleh Bernhard Dham dan John Legge, yang memaparkan bahwa keterlibatan Sukarno dalam Jong Java hanya sebagai anggota. Keterangan Bernhard Dham dan John Legge tersebut, ditunjang dengan kajian dalam Ensiklopedia umum terbitan kanisius yang memaparkan, bahwa pada tahun 1915 sebagai tahun didirikannya Tri Koro Darmo. Jika tahun terbentuknya organisasi tersebut (7 Maret 1915) disesuaikan dengan awal kedatangan Sukarno di Surabaya pada tahun 1916, terdapat ketidakcocokkan. Dengan demikian, keterangan Sukarno, bahwa dia adalah pendiri Tri Koro Darmo kepada Cindy Adams diragukan kebenarannya. Yang sebenarnya, Tri Koro Darmo didirikan oleh dr. R. Satiman Wirosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi atas petunjuk Budi Utomo. Lihat, A.g. pringgodigdo& Hasan Shadily Ensiklopedia Umum, (Jogjakarta: Kanisius, 1977), 506; Bernhard Dahm, Sukarno, 47; John Legge, Sukarno, 72.

Gerald J. Tampi 752011042 | 41

Utomo. Pada tahun 1918, dengan alasan Tri Koro Darmo tidak mencerminkan Jawa secara

umum, nama organisasi tersebut diganti menjadi Jong Java.35

Sumber-sumber kontemporer paling dini, memuat laporan tentang Sukarno yaitu:

dalam rapat pleno tahunan yang diadakan oleh Jong Java, cabang Surabaya pada bulan

Februari 1921, Sukarno mendapat giliran untuk berceramah mengenai sistem pendidikan. Di

hadapan perhimpunan yang telah mencantumkan “pelestarian dan pengembangan

kebudayaan tradisional Jawa” sebagai tujuannya, Sukarno memulai ceramahnya dalam

bahasa jawa dipa (ngoko), bahasa “kaum pembaru” ketua rapat dengan segera menghentikan

ceramah Sukarno itu dan setelah terjadi perdebatan sebentar, lalu dimintanya Sukarno

melanjutkan ceramahnya dalam bahasa Belanda, karena ketua menolak penggunaan bahasa

Kromo.Tetapi permintaan itu ditolak dan setelah terjadi perdebatan yang sengit, akhirnya

bubar dalam suasana kacau, ditengah-tengah teriakan, sorak-sorai dan musik

gamelan.36Sikap menentang kebijakan organisasi, sebagaimana yang dilakukan Sukarno

terhadap Jong Java, membuat ia dijuluki Bima. Dalam Utusan Hindia dimuat salah satu

sentilan terhadap sikap Sukarno, “dengan Tuhan sekalipun Sukarno berbicara dalam Djawa

Dipa- suatu kelancangan yang hanya diperkenankan bagi Bima yang gagah-perkasa”.37

Tindakan politik Sukarno memang cukup radikal, meskipun demikian Sukarno

tidak pernah menjadi anggota partai komunis. Bahkan ketika pada tahun 1921, Sukarno

diperhadapkan dengan perpecahan di dalam Sarekat Islam antara orang-orang Islam dan

orang-orang komunis, Sukarno lebih memilih Sarekat Islam. Sukarno pun sangat

mendukung disiplin partai yang ditegakkan dalam Sarekat Islam, yang merupakan salah satu

pemicu perpecahan antara orang-orang Islam dengan orang-orang komunis.Ada banyak

35A.g. pringgodigdo & Hasan Shadily Ensiklopedia Umum, 507. 36Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 48. 37Ibid., 49.

Gerald J. Tampi 752011042 | 42

faktor yang harus diperhitungkan sebagai alasan keberpihakan Sukarno tersebut, selain

karena pengaruh Tjokroaminoto sang guru yang menjadi idolanya. Keberadaan Sukarno

sebagai bagian dari Sarekat Islam sekaligus saksi dari rentetan aliran politik yang silih

berganti dalam Sarekat Islam, perlu diperhitungkan sebagai faktor penunjang keberpihakan

Sukarno. Di samping itu ketertarikan Sukarno terhadap usaha mensintesakan Manifesto

komunis dengan Islam yang dijalankan dalam Sarekat Islam, perlu juga diperhitungkan

sebagai alasan keberpihakan Sukarno.38 Jika demikian jelas, bahwa keberpihakan Sukarno

terhadap Sarekat Islam adalah pilihan sadar yang dilakukannya.

Kembali ke keterlibatan Sukarno dengan pergerakan nasional di Bandung, karir

politiknya di Bandung, diawalinya dengan menjadi salah satu pendiri sekaligus pengurus

Studi Club Umum (Algemeene Studie Club) yang didirikan pada tanggal 17 Januari 1926. Di

Studi Club Umum tersebut, Sukarno duduk sebagai sekretaris I mendampingi Mr. Iskaq

Tjokrohadisurjo yang saat itu menjabat sebagai ketua. Dibanding dengan Studi Club di

Surabaya yang diketuai dr. Sutomo, Studi Club Umum di Bandung lebih radikal. Dengan

menetapkan sikap nonkooperasi sebagai senjata perjuangan berhadapan dengan pemerintah

kolonial, Studi Club Umum di Bandung telah menarik garis pemisah dengan Studi Club di

Surabaya yang hanya menjadikan sikap nonkooperasi sebagai taktik.39 Melihat sikap

nonkooperasi yang dimutlakkan dalam kelompok Studi Club Umum di Bandung, jelas

bahwa pemikiran Douwes Dekker sangat berpengaruh di dalamnya.

Dalam Studi Club Umum tersebutlah, Sukarno berkecimpung dan mengembangkan

pemikiran-pemikiran politiknya. Studi Club Umum di Bandung mempunyai majalah sendiri,

yang diberi nama “Indonesia Muda”. Untuk pertama kali melalui artikel berjudul

38Ibid.,46-47 39Ibid., 66-67.

Gerald J. Tampi 752011042 | 43

Nasionalisme, Islam dan Marxisme, Sukarno merumuskan dengan jelas pemikirannya

mengenai Nasionalisme Indonesia.40

Langkah pertama yang dilakukan Sukarno untuk merealisasikan pemikirannya

mengenai nasionalisme Indonesia, dimulai dengan keterlibatannya dalam PNI (Partai

Nasional Indonesia). PNI dibentuk pada tanggal 4 Juli 1927 dan Sukarno dipercaya sebagai

ketua. Selanjutnya, dengan PNI sebagai motor penggerak Sukarno melangkah ke arah

pembentukan federasi dari berbagai partai, yang akan bekerjasama untuk mencapai

kemerdekaan Indonesia. Dukungan pertama diperolah Sukarno dari Haji Agus Salim,

seorang tokoh Partai Sarekat Islam yang cukup berpengaruh di masa itu.41 Dukungan lain

datang dari organisasi nasional lokal. Hasilnya, pada 17 Desember 1927, terbentuklah

PPPKI (permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang merupakan

gabungan dari tujuh partai besar yang ada di Indonesia42: PNI, Sarekat Islam, Budi Utomo,

Pasundan, Sumantranen Bond, Kaum Betawi, dan kelompok Studi dr. Sutomo di Surabaya.

Pembentukan PPPKI merupakan terobosan baru dalam sejarah pergerakan Indonesia.

Setelah beberapa kali usaha ke arah persatuan dan kerjasama diantara partai berbeda, seperti

yang dilakukan Sarekat Islam dan Indische Partij, menemui kegagalan. PPPKI merupakan

kumpulan dari berbagai organisasi yang berbeda-beda, tetapi secara sepintas lalu sudah

kelihatan membawa perkembangan baru yang memberi harapan.Upaya-upaya sebelumnya

untuk mencapai persatuan nasional telah ditunjukkan untuk menarik para pengikut

40Ibid.,76. 41Ibid.,97. 42 Dalam otobiografinya Sukarno menyatakan, bahwa PPPKI dibentuk pada bulan Desember 1928. Jelas

Sukarno membuat kekeliruan di sini, sebab PPPKI telah dibentuk pada bulan desember 1927, Cindy Adams, Bung Karno, 117; Seoelah Ra’jat Indonesia tahun 1927 pun melaporkan, Soeloeh Ra’jat Indonesia, No. 52 tanggal 28 Desember 1927; selanjutnya pada tanggal 2 Desember 1928 PPPKI mengadakan konggres pertama di Surabaya. Informasi mengenai waktu pelaksanaan konggres pertama PPPKI diperoleh dari tulisan Sukarno dalam Suluh Indonesia Muda tahun 1928. Sukarno, Dibawah Bendera, 63.

Gerald J. Tampi 752011042 | 44

mendaftarkan diri dibawah panji-panji suatu ideologi yang dominan, mulanya Islam dan

kemudian Marxisme.43

Kerja sama dalam PPPKI berlangsung di atas dasar keinginan untuk merdeka.

Karena itu, perbedaan ideologi yang mengarah pada pertentangan dan perlawanan di antara

partai-partai dalam PPPKI, diharapkan dapat diabaikan demi tercapainya persatuan.

Cuplikan salah satu tulisan Sukarno memuat anjurannya kepada PPPKI, sebagai berikut:

Hendaknya kita tidak mengemukakan soal-soal yang dapat membahayakan pemufakatan kita. Umpamanya, kita hendaknya jangan membicarakan soal kooperasi dan nonkooperasi soal apakah kita akan bekerjasama dengan pemerintah atau tidak. Tapi marilah kita mencari hal-hal yang lebih mendekatkan kita satu sama lain. marilah kita tonjolkan segala hal yang mempersatukan kita.44

Keberhasilan Sukarno tersebut di atas, mengalami hambatan ketika ia ditangkap

pada bulan September tahun 1928. Penangkapan Sukarno disertai dengan penangkapan tiga

tokoh PNI lainnya, yakni Gatot Mangkupradja, Maskin dan Supriadinata. Sukarno dan

ketiga tokoh PNI ditangkap dan selanjutnya dipenjarakan dengan tuduhan bermaksud

melakukan hura-hura dan pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial.Tetapi

mencermati interogasi yang berlangsung selama pemeriksaan perkara para pemimpin PNI di

Landraad Bandung, menjadi jelas bahwa penangkapan terhadap mereka pun dikaitkan

dengan dugaan PNI merupakan kelanjutan PKI. Persidangan terhadap para tokoh yang

ditangkap ini, dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Dalam masa pengadilan ini,

Sukarno menulis pidato Indonesia Menggugat dan membacakannya di depan pengadilan

sebagai pledoi. Dalam persidangan tersebut, Sukarno memaparkan ramalannya tentang

terjadinya perang pasifik, dalam ramalannya ia berkata:

43John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 133. 44 Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 98.

Gerald J. Tampi 752011042 | 45

Perang Pasifik bukan perang kecil-kecilan.Tapi suatu peperangan untuk soal to be or not tobe.Soal hidup dan mati.45

Ramalan akan meletusnya perang pasifik, menurut Sukarno buka dipungut dari

tukang ramal jalanan, melainkan buah analisis sarjana barat terkemuka. Ia memaparkan

teori-teori perang pasifik dari buku seapower in the pacific karya Hektor Baywater, ahli

maritim berkebangsaan Inggris. Baywater meramalkan bahwa perang pasifik akan pecah

akibat ulah Jepang yang bermaksud melancarkan revolusi di Asia. Selain itu, Sukarno juga

menyodorkan teori perang pasifik yang di paparkan oleh Karl Haushofer dari University of

Munchen, Jerman, dalam buku yang berjudul Geopolitik des pazifischen ozeans.46

Menurut Dahm, pernyataan-pernyataan yang dihubung-hubungkan dengan perang

pasifik telah menimbulkan tanggapan yang lebih kuat dalam kesadaran rakyat,

dibandingkan dengan tema-tema propaganda lainnya dari partai yang dipimpin oleh

Sukarno (PNI). Dari sini hakim menyimpulkan bahwa perang pasifik merupakan salah-satu

propaganda yang dipakai oleh PNI.Hal ini menjadikan barang bukti bagi hakim tentang niat

jahat Sukarno terhadap pemerintah Hindia Belanda. Pada sidang hari kedua, tidak kurang

dari empat kali Sukarno ditanya, apa yang akan dilakukan oleh PNI seandaimya perang

pasifik itu benar-benar pecah. Empat kali juga Sukarno memberikan jawaban yang

mengelak, “soal itu belum pernah dipertimbangkan, PNI tidak punya urusan dengan soal

itu dan sebagainya.” Namun dalam konteks yang lain, Sukarno menegaskan sikap PNI

bahwa: “andaikan ada permusuhan antara suatu rakyat Asia dan katakanlah kaum

imperialis Inggris. Maka saya akan mengharapkan bahwa rakyat Asia itu akan

mendapatkan bantuan dari rakyat-rakyat Asia lainnya.47Walaupun Sukarno sudah membela

45Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 21. 46Ibid., 47Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 148.

Gerald J. Tampi 752011042 | 46

diri melalui Pledoinya, hal itu tidak mempengaruhi keputusan hakim untuk tetap

menjatuhkan hukuman terhadap Sukarno.Setelah diadili, Sukarno dan beberapa tokoh PNI

lainnya dimasukkan ke dalam penjara Sukamiskin Bandung.48

Rupanya Perhimpunan Indonesia di Belanda merasa kuatir, keputusan pengadilan

terhadap Sukarno dan ketiga tokoh PNI lainnya akan berdampak negatif bagi kehidupan

pergerakan di Indonesia. Kekuatiran tersebut cukup beralasan, sebab di masa itu PNI

merupakan partai besar dan berpengaruh. Bahkan bisa dikatakan, motor penggerak dari

pergerakan kebangsaan Indonesia di era tersebut. Kekuatiran Perhimpunan Indonesia

menjadi kenyataan, tanggal 17 April 1931, Mahkamah Agung Hindia Belanda secara resmi

memutuskan bersalah kepada keempat pemimpin PNI, yakni Sukarno dijatuhi pidana 4

tahun penjara, Maskun 15 bulan, Gatit 2 tahun pejara, dan Supriadinata 15 bulan.49

Keputusan Mahkamah Agung tersebut oleh sebagian anggota PNI, disambut dengan

pembubaran PNI pada rapat pleno 25 April 1931, dipimpin oleh Sartono yang bertindak

sebagai pejabat ketua. Disusul kemudian dengan pembentukan Partindo (Partai Indonesia)

sebagai pengganti PNI.50

Pembubaran PNI dan pembentukan Partindo menimbulkan pro dan kontra baik dari

anggota PNI, maupun dari tokoh-tokoh di luar PNI. Salah satu nasionalis yang mengkritik

pembubaran PNI oleh Sartono adalah Hatta, yang saat itu masih di negeri Belanda. Hatta

mengatakan, “bahwa pembubaran partai mencerminkan sebuah kegagalan dalam

kepemimpinan partai.” Menurut Hatta, kegagalan tersebut akan terulang lagi, jika kembali

berhadapan dengan penekanan-penekanan pemerintah kolonial. Karena itu menurut Hatta,

48Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 22. 49 John Legge, Sukarno Sebuah Otobiografi Politik, 143. 50Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 22.

Gerald J. Tampi 752011042 | 47

pembubaran partai bukanlah pemecahan masalah, yang harus dilakukan adalah mendidik

kader yang berbobot sebanyak mungkin, agar “penahanan-penahan tidak akan melumpuhkan

organisasi secara keseluruhan.”51 Kritik-kritik yang dilontarkan Hatta menurut Legge,

membuat partai-partai lain menjadi kritis teradap Partindo.52

Tindakan Sartono dalam membubarkan PNI terlihat tepat pada situasi politik di

masa tersebut, terutama setelah terjadinya penangkapan dan pemeriksaan terhadap keempat

pemimpin PNI. Proses pemeriksaan terhadap perkara pemimpin-pemimpin PNI, mencuatkan

kecurigaan pemerintahan kolonial bahwa PNI merupakan kelanjutan dari PKI. Jika

demikian, pembubaran PNI dan kemudian pembentukan Partindo oleh Sartono dapat

dipahami sebagai tindakan penyelamatan PNI. Setidaknya menyelamatkan pengurus yang

tersisa dan anggota-anggota PNI dari penangkapan dan pemenjaraan seperti yang dialami

PKI di tahun 1926. Meskipun demikian, harus diakui tindakan pembubaran PNI tanpa

musyawarah dengan anggota partai, bukanlah tindakan demokratis. Menurut Dahm,

tindakan Sartono dan pengurus PNI lainnya hanya memperlihatkan kediktatoran dari para

pengurus partai tersebut.53 Karena itu, kritik Hatta tidak bisa diabaikan, sebab kritik tersebut

merupakan wujud keprihatinan seorang nasionalis terhadap kemerosotan yang terjadi dalam

pergerakan di Indonesia.

Kemerosotan juga terjadi dalam federasi PPPKI. Setelah penangkapan Sukarno,

PPPKI yang diharapkan menjadi kekuatan tandingan berhadapan dengan pemerintah

kolonial, juga diibaratkan sebagai “negara dalam negara” tidak bereaksi terhadap tindakan

penangkapan tersebut. Ketidak-berdayaan PPPKI hanya membuktikan, bahwa federasi

tersebut tidak dapat berfungsi sebagai senjata sebagaimana yang diharapkan Sukarno. Dalam

51 John Legge, Sukarno Sebuah Otobiografi Politik, 148. 52Ibid. 53 Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 158.

Gerald J. Tampi 752011042 | 48

tubuh PPPKI sendiri, pertentangan diantara partai-partai dengan ideologi yang selama ini

diupayakan untuk diabaikan, kembali menajam. Bahkan dapat dikatakan setelah Sukarno

ditangkap PPPKI terancam pecah. Ketika pada awal tahun 1931 Partai Sarekat Islam

Indonesia (nama baru dari Sarekat Islam) menarik diri dari federasi tersebut. pertentangan

yang menajam dalam PPPKI tersebut, bagi Dahm merupakan bukti kegagalan dari

kerjasama yang didasarkan pada permufakatan. “Mufakat merupakan keputusan yang tegas,

karena setiap pendapat harus diperhitungkan; padahal perjuangan melawan kaum sana

memerlukan keputusan-keputusan yang tegas, yang tidak mungkin dicapai antara kaum

koperator dan non-koperator.54

Kritik tajam Dahm terhadap penempatan mufakat sebagai dasar kerjasama dalam

PPPKI, dapat dimengerti. Karena mufakat terlalu menyederhanakan pertentangan yang tidak

dapat diakurkan antara kaum kooperator dan non-kooperator; teruatama mengenai keputusan

yang berkaitan dengan sikap dan tindakan PPPKI terhadap kebijakan-kebijakan yang

dijalankan pemerintah kolonial di Indonesia.

Dari kalangan nasionalis Indonesia, kritik terhadap perpecahan dalam PPPKI

datang dari Hatta. Hatta menilai perpecahan dalam PPPKI menjadi bukti, bahwa persatuan

yang diangung-agungkan oleh Sukarno tidak lebih dari pada persatean. Pandangan rakyat

mengenai konsep aristokrasi tidak dapat dipersatukan.Menyatunya kelompok ini hanya

mengakibatkan pengorbanan terhadap prinsip diantara kelompok tersebut, demikian menurut

Hatta.55Penilaian yang dikemukakan Hatta bertolak dari kajian kritisnya terhadap perbedaan-

perbedaan mendasar yang dimiliki anggota PPPKI. Hatta tidak percaya, bahwa partai yang

secara prinsipil tidak dapat diakurkan dapat disatukan. Ketidakpercayaan Hatta tersebut

54Ibid.,156-157. 55Mavis Rose,Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta,Terj. Hermawan S. (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 1991), 104.

Gerald J. Tampi 752011042 | 49

dapat dimaklumi, sebab kajian Hatta tersebut dilatarbelakangi oleh pembentukan

pemikirannya yang berbeda dengan Sukarno. Pemikiran Hatta terbentu dalam realitas sosial-

politik di Eropa, di mana Islam bukanlah kekuatan besar sebagaimana di Indonesia. Selain

itu, pendekatan teoritis yang digunakan Hatta terhadap Islam, Marxis-Sosialis dan nasionalis

lokal di Indonesia, menghasilkan pemikiran yang berbeda dengan Sukarno – yang

menggunakan pendekatan praktis terhadap paham-paham tersebut. berbeda dengan Sukarno,

meskipun ia mengenal pemikiran-pemikiran Barat, tetapi realitas sosial-politik di Indonesia

yang dihadapinya, dimana Islam menjadi salah satu kekuatan besar yang harus

diperhitungkan menyajikan wawasan berbeda dengan Hatta. Karena itu, meskipun secara

teoritis Sukarno mengalami kesulitan untuk mempersatukan Islam dengan Marxis sosialis

dengan nasional lokal, tidak ada pilihan lain baginya. Ditambah lagi dengan kegagalan

perjuangan yang dilakukan pergerakan kebangsaan di Indonesia, tidak memberikan pilihan

kepada Sukarno selain menuntut kepiawaiannya untuk menghimpun elemen-elemen sosial-

politik tersebut, menjadi satu kekuatan nasional berhadapan dengan kolonialisme.

Setelah Sukarno dibebaskan pada tanggal 31 Desember 193156, Sukarno berusaha

menghidupkan kembali PPPKI yang sedang di ambang kehancuran. Disamping itu, Sukarno

pun harus berhadapan dengan suatu partai yang sama besar pengaruhnya dan yang saling

bertentangan, yakni PNI-baru dipimpin Syarir-Hatta yang telah kembali dari Belanda,

berhadapan dengan Partindo. Perbedaan mendasar yang terbentang antara Partindo dan PNI-

Baru, mendorong Sukarno untuk memilih salah satu dari kedua partai tersebut. Sukarno

akhirnya memilih Partindo, sebab sebagian besar pengurus dan anggota Partindo merupakan

56 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 144.

Gerald J. Tampi 752011042 | 50

mantan anggota PNI. Selain itu, Sukarno memang membutuhkan partai yang biasa sejalan

dengan gaya kepemimpinan politik Sukarno.57

Masuknya Sukarno dalam Partindo, menimbulkan pro dan kontra dari kalangan

nasionalis Indonesia. Sukarno dinilai tidak konsekuen terhadap sumpahnya, bahwa ia akan

mengupayakan persatuan antara PNI-Baru dengan Partindo dan tidak akan memihak salah

satu dari kedua partai tersebut. kritikan-kritikan tersebut ditanggapi Sukarno, sebagai

berikut:

Enam bulan lebih saja bekerdja buat persatuan itu. Enam bulan lebih saja sengadja tak duduk dalam salah satu parrtai, tak lain tak bukan hanja supaja usaha persatuan lebih gampang bisa berhasil... Kini sudah temponja saja kembali ikut menjusun kekuasaan Marhaen. Kini sudah temponja ikut menjusun kekuasaan Marhaen. Kini sudah temponja saja kembali ikut menjusun kekuasaan Marhaen, machtsvorming Marhaen.58

Sukarno memang telah memihak, tetapi itu merupakan konsekuensi logis dari

seorang politisi. Seorang politisi membutuhkan partai yang dapat menampung dan

menyalurkan ide-idenya, karena itu, Sukarno tidak dapat dipersalahkan karena pilihannya

tersebut. Gerakan politis Sukarno terhenti, ketika pada tanggal 1 Agustus 1932 dia kembali

ditangkap oleh pemerintah kolonial. Alasan penangkapan terhadap Sukarno adalah karena

Sukarno dinilai provokatif dalam menjalankan kegiatan politik. Karena itu Sukarno harus

dihentikan agar dia sadar bahwa selama dia masih menjalankan tindakan demikian, dia tetap

akan dihambat oleh pemerintah kolonial.59Beberapa bulan kemudian terbentik berita dari

dalam penjara, bahwa Sukarno menulis surat kepada pemerintah kolonial, yang berisi

pernyataan pengundurannya dari Partindo dan juga dari kegiatan politik. Berita mengenai

57Ibid.,153; alasan lain Sukarno memilih Partindo adalah ia sering mendapat kritikan dari pihak PNI baru

(termasuk Bung Hatta & Syahrir) Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Sukarno vs Hatta, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 62.

58 Sukarno, “Maklumat Dari Bung Karno Kepada Kaum Marhaen Indonesia, dalam Dibawah bendera, 165. 59Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 201.

Gerald J. Tampi 752011042 | 51

pengunduran Sukarno tersebut, menimbulkan kegemparan dikalangan nasionalis Indonesia.

Menurut Legge motif pengunduran diri Sukarno tidak Jelas.Apakah ini tindakan putus asa

atas penahanannya yang baru, atau suatu usaha untuk mendapatkan perlakuan yang

dihadapinya, sehingga tindakan ini merupakan tindakan revolusionernya yang pertama?60

A.2 Nasionalisme Menurut Sukarno

A.2.1 Pemikiran awal Nasionalisme

Ketika Sukarno dilahirkan, masyarakat Jawa sedang mengalami proses perubahan

mendalam. Selama seperempat abad, bersama-sama dengan negara-negara lain di Asia dan

Afrika, Indonesia mulai merasakan dampak kuat tenaga ekspansif industri Eropa.Ekspansi

besar-besaran ekonomi ekspor Hindia sebagai akibat penanaman modal Belanda secara tidak

langsung, telah disertai perluasan penguasaan teritorial yang cepat.Hal ini mengakibatkan

ketidakpuasan masyarakat lokal, sehingga mendapatkan perlawanan terhadap kekuasaan

Belanda. Seperti yang terjadi pada tahun 1825-1830, Pangeran Diponegoro melawan

kekuasaan Belanda di Jawa Tengah selama lima tahun, hal ini dapat dipandang sebagai suatu

gerakan setempat yang mencerminkan ketidakpuasan lokal, dan sangat berbeda sifatnya dari

arus perlawanan baru yang muncul pada awal abad ke-20. Nasionalisme baru itu adalah hasil

imperialisme baru yang harus dipandang sebagai bagian dari suatu gerakan lebih besar yang

melibatkan banyak bagian dari suatu gerakan lebih besar yang melibatkan banyak bagian

tanah jajahan baru yang diciptakan Eropa di Asia dan Afrika pada penghujung abad ke-19.

60 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 165.

Gerald J. Tampi 752011042 | 52

Dan gerakan itu tidak hanya berjuang menentang kekuasaan kolonial, tetapi juga

memikirkan dan mengembangkan pandangan baru, yang sadar akan kepribadian nasional.61

Pada masa 1926, perpolitikan di Indonesia mengalami kekacauan. Terdapat

beberapa kekuatan politik, yang diwakili oleh partai-partai besar, diantaranya: PKI (partai

yang masih aktif pada saat itu) Sarekat Islam yang masih bertumpu kepada kepopulerannya

yang besar pada tahun-tahun kejayaannya, NIP (National-Indische Partij) yang walaupun

sudah dibubarkan, masih memiliki pengaruh yang besar. Selain itu, terdapat pula kelompok-

kelompok kecil yang memiliki kecenderungan nasionalistik, namun dalam waktu yang

bersamaan memperlihatkan kecenderungan-kecenderungan yang berbahaya kearah

separatism, bahkan berapa pulau-pulau lain membentuk perkumpulan sendiri seperti:

Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, Jong Sumatera dan Jong Batak. Sudah menjadi rahasia

umum pada waktu itu, walaupun perkumpulan-perkumpulan ini berkantor pusat di pulau

Jawa, tetapi mereka memiliki warna anti Jawa, serta lebih mengejar suatu otonomi bagi

daerah mereka masing-masing dari pada tujuan yang mungkin saja akan melahirkan satu

ketergantungan baru terhadap pulau Jawa.62Pendek kata, dari sekian banyak perkumpulan

ini, tidak terjalin persatuan, bahkan banyak yang terlibat pertikaian yang bersifat pribadi.

Terdapat beberapa usaha yang dilakukan dalam mempersatukan perkumpulan-

perkumpulan ini, seperti yang dilakukan oleh dr.Sutomo yang mengundurkan diri dari Budi

Utomo dan mendirikan Indonesische Studieclub.perkumpulan ini bertujuan mengembangkan

kesadaran akan budaya sendiri di kalangan kaum terpelajar Indonesia dan untuk memahami

masalah-masalah sosial maupun politik.63 Pada bulan Juli 1925 dr. Sutomo mengadakan

pertemuan untuk membahas usaha-usaha untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan

61John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 45-48. 62Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 72. 63John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 97.

Gerald J. Tampi 752011042 | 53

perjuangan. Pada waktu itu, tidak kurang sekitar 6 perkumpulan Indonesia mengutus

perwakilan mereka.64 Menurut Bernard Dahm, dr. Sutomo membuat sebuah kesalahan pada

waktu itu. Dalam salah satu pidatonya, dr. Sutomo mengatakan “setiap Negara yang kuat

mesti mencaplok Negara yang lebih lemah”. Dari penyataannya inilah, ia mendapat

serangan dari golongan komunis, yang berakibat tergoyangnya kedudukan dr. Sutomo

sebagai seorang intelektual yang nonpartisan. Selain dr. Sutomo, mantan anggota-anggota

Perhimpunan Indonesia yang berada di negeri Belanda, berusaha untuk menyatukan

perhimpunan-perhimpunan ini, namun terdapat beberapa kendala yang menghalangi mereka,

yaitu: karena tinggal lama di Eropa, mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri

dengan kondisi kolonial. Kemudian banyak dari mereka yang sekembali dari Eropa, menjadi

pegawai negeri yang mengakibatkan kegiatan politik mereka harus dihentikan.65

Sebagai seorang nasionalis muda Indonesia, Sukarno yang tidak pernah

mengenyam pendidikan di luar negeri, sadar akan hal ini. Latar-belakang pemikiran

mengenai massa rakyat yang diperas dan menderita, pengalaman dan pergaulannya, telah

membentuk Sukarno, melahirkan pemikiran mengenai perlunya satu wadah bagi

nasionalisme, Islam dan Marxis-sosialis untuk bekerjasama mencapai kemerdekaan.

Sebagai titik tolak pemikirannya terhadap nasionalisme, Sukarno sangat

dipengaruhi oleh pemikiran Ernest Renan (1882) dengan pendapatnya tentang bangsa.

Menurut Renan, bangsa merupakan suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal:

1. Rakyat dari awal harus bersama-sama menjalani sejarah/riwayat.

2. bahwa suatu “bangsa” tidak ditentukan oleh rasa atau bahasa atau agama

ataupun perbatasan wilayah. Ia adalah jiwa, suatu pandangan yang

64Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 66. 65Ibid.,73-74.

Gerald J. Tampi 752011042 | 54

fundamental, yang lahir dari kesamaan sejarah dan dari suatu kemauan,

suatu keinginan hidup menjadi satu.66

Dari teori yang disampaikan oleh Renan ini, terlihat bahwa Sukarno ingin

menggunakan teori ini untuk mempertemukan fraksi-fraksi yang saling bertentangan.

Pada tahun 1928, Sukarno menulis sebuah artikel yang berjudul Nasionalisme,

Islamisme dan Marxisme di majalah Indonesia Muda terbitan Studi Club Bandung. Artikel ini,

merupakan langkah awal dari Sukarno dalam merumuskan pemikiranya mengenai wadah

bersama, yang kemudian ia sebut sebagai nasionalisme. Penjelasannya mengenai

nasionalisme, diawali dengan uraian mengenai latar-belakang munculnya kolonialisme,

seperti yang dijelaskannya:

Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah bersendi pengetahuan, bersendi keyakinan,bahwa yang menyebabkan kolonialisasi itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan keinginan melihat dunia-asing, bukanlah keinginan merdeka dan bukan pula oleh karena negeri rakyat yang menjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk, sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klenn, akan tetapi asalnya kolonisasi ialah teristimewa soal rezeki. Yang pertama-tama menyebabkan kolonisasi ialah hampir selamanya kekurangan bekal hidup dalam tanah-airnya sendiri … itulah pula yang menjadi sebab rakyat-rakyat Eropah mencari rezeki di negeri lain!67

Pernyataan dari Sukarno diatas, mengandung makna bahwa rakyat Indonesia harus

sadar terhadap kehidupan ekonomi dan politik yang semakin memburuk, akibat dari

kolonialisme. Sukarno ingin merubah pola pemikiran yang sudah tertanam dalam benak

masyarakat, mengenai pemerintah kolonial yang dianggap sebagai saudara tua yang

nantinya, pada suatu saat akan memberikan kemerdekaan. Sukarno beranggapan bahwa

66John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 99. 67Sukarno,dibawah bendera revolusi cetakan V; nasionalisme,islamisme dan marxisme, ( Jakarta: Yayasan

Bung Karno, 2005), 1.

Gerald J. Tampi 752011042 | 55

tidak ada satu-pun Negara penjajah yang dengan begitu saja mau melepaskan sumber

rezekinya, hal ini terlihat dari pernyataannya yaitu “orang tak akan gampang-gampang

melepaskan bakul nasinya, jika pelepasan bakul itu mendatangkan matinya!”.68

Kesadaran mengenai tragedi penjajahan, menurut Sukarno telah menimbulkan

protes di seluruh Asia. Karena “Roh Asia” tidak akan mengalah kepada penindasan. Bahkan

di Indonesia sudah muncul suatu pergerakan rakyat, yang dimanifestasikan dalam tiga aliran

politik, walaupun tujuannya sama, yakni satu aliran nasionalis, satu aliran islamis, dan satu

aliran marxis. Menurut Sukarno adalah kewajiban semua orang untuk berupaya menyatukan

ketiga aliran tersebut dan membuktikan bahwa di daerah jajahan mereka tidak perlu

bermusuhan satu sama lain. Sukarno menyatakan bahwa tujuan dari semua aliran ini adalah

sama. Untuk itu menurut Sukarno aliran-aliran ini harus menjauhi pertengkaran diantara

sesama.Setelah Negara kolonial dibuka kedoknya, motif dari penjajahan dijelaskan dan

setelah ada pengidentifikasian yang sadar dengan protes-protes di seluruh Asia, maka

ditemukanlah lawan mereka, yaitu bangsa Eropa.Mereka adalah lawan kaum nasionalis,

karena mereka menguasai wilayah-wilayah Asia; mereka musuh golongan Islam karena

kegiatan-kegiatan misi Kristen mereka; dan mereka, lawan kaum Marxis, karena mereka

pendukung sistem kapitalis, yang merintangi meluasnya sosialisme.69 Dalam arus

pemikirannya, Sukarno menyatakan bahwa ketiga aliran ini bukan hanya ragam-ragam yang

memiliki status sama dan saling melengkapi, namun diperlukan pandangan yang implisit

yang mengandung pengertian bahwa nasionalisme merupakan arus sentral. Maksud dari

Sukarno adalah pada waktu itu Islam merupakan agama yang tertindas, maka pemeluk Islam

harus nasionalis.Kemudian, modal Indonesia pada waktu itu merupakan modal asing, maka

68Ibid.,2. 69Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 77-78.

Gerald J. Tampi 752011042 | 56

kaum marxis yang berjuang melawan kapitalisme haruslah pejuang nasionalis. Tujuannya

adalah persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme, tetapi isi nasionalisme dalam

islam dan marxislah yang memungkinkan persatuan ini. Sehingga dari penjelasnya tentang

nasionalisme ini, Sukarno menyimpulkan Nasionalisme merupakan ideologi yang

merangkum, yang dapat menyalurkan aliran-aliran yang berbeda itu kedalam satu arus.70

Pada akhir rangkaian tulisannya dalam artikel Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme,

Sukarno sekali lagi memberikan nasihat kepada ketiga pergerakan (Nasionalisme, Islamisme

dan Marxisme) yaitu:

Kita harus bisa menerima, tetapi kita juga harus memberi.Inilah rahasiannya persatuan itu.Persatuan tak bisa terjadi kalau masing-masing fihak tak mau memberi sedikit-sedikit pula. Dan, jikalau kita semua insaf bahwa kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau kita semua insaf, dalam perceraiberaian itu letaknya benih perbudakan kita; jikalau kita semua insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya “via dolorosa”; jikalau kita insyaf bahwa roh rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu yang ada di tengah-tengah kegelapan-gumpita yang mengelilingi kita ini, pastilah persatuan itu terjadi, dan pastilah sinar itu tercapai juga.71

Jika membaca penyataan Sukarno diatas, terlihat bahwa ia telah mengambil

materialisme filosofis dari marxisme dan memberikannya Tuhan; ia mengambil dari Islam

“beban masa lampaunya” dan memberikan gagasan marxis tentang kemajuan; dari kaum

nasionalis ia mengambil “pandangan mereka yang sempit’ dan memberikan kepada mereka

“nasionalisme luas”, dari hal ini, maka semua ideologi dapat dengan mudah dimasukkan

dalam kerangka bersama, untuk berjuang bahu-membahu menuju tujuan tunggal.72

Dalam menguraikan pendiriannya, Sukarno memperlihatkan pemahamannya yang

sederhana atas bermacam-macam pemikiran dan gagasan yang diserapnya selagi masih

70John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 101. 71Sukarno,dibawah bendera revolusi, 22. 72Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 93.

Gerald J. Tampi 752011042 | 57

menjadi mahasiswa. Ia mengambil perbandingan-perbandingan dari Ernest Renan dan H.G.

Wells, Marx dan Engels, Kautsky dan Radek, Sun Yat-sen dan Gandhi, Sismondi dan

Blanqui, dari quran dan Mohammad Abduh. Ia menyimpangkan uraian teori buruh tentang

nilai dan menunjukkan ketertarikannya pada marxisme sebagai suatu ajaran yang dapat

menyajikan suatu penjelasan yang sistematis, bagaimana terjadinya sesuatu sebagai yang

kita temukan di dunia. Sementara itu, hakikat Jawaismenya Nampak dengan jelas. Petunjuk

yang mudah untuk hal ini ialah kalimat pertama dari artikel Nasionalisme, Islamisme dan

Marxisme, yang berisikan suatu ibarat wayang yang menunjuk Bima, yang dipakainya

sebagai contoh perjuangan melawan musuh-musuh yang sangat kuat. Lebih jelas lagi,

asumsi-asumsi dasar karangan itu adalah jawa dalam semangatnya.Bukan saja terdapat

tekanan tradisional tentang harmoni dan saling penyesuaian antara pandangan-pandangan

yang saling berlawanan, tetapi juga terdapat sentuhan-sentuhan tentang pemikiran-

pemikiran khas Jawa, bahwa seorang pemimpin besar ialah yang mampu menyelaraskan

pemikiran-pemikiran yang saling bertentangan. Sukarno mampu menganjurkan

kemungkinan pemersatuan semua aliran nasionalisme karena ia merasa dirinya sendiri

sekaligus adalah seorang Marxis dan seorang Muslim. Daya mampu ini, dalam pengertian

Jawa, dapat menunjang suatu tuntunan untuk mencapai kekuasaan.73

73Ibid., 101-102.

Gerald J. Tampi 752011042 | 58

A.2.2. Marhaenisme cerminan rakyat kecil Indonesia

Istilah marhaenisme ditemukan oleh Sukarno ketika ia sedang berjalan-jalan di

sebuah desa yang bernama desa Cigereleng, sebelah selatan kota bandung.74 Ketika Sukarno

berjalan-jalan di sawah,Ia bertemu dengan seorang petani yang bernama Marhaen. Sukarno

melihat petani itu sedang menggarap sawahnya, lalu ia memikatnya ke dalam suatu

percakapan yang memiliki nilai.

“Siapa yang punya semua yangengkau kerjakan sekarangini?".Dia berkata kepadaku, "Saya, juragan."Aku bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki tanah ini bersama‐sama dengan orang lain?"."o, tidak, gan. Saya sendiri yang punya.""Tanah ini kaubeli?"."Tidak. Warisan bapak kepada anak turun temurun."Ketika ia terus menggali, akupun mulai menggali ..... "Kau mempekerjakan orang lain?""Tidak, juragan. Saya tidak dapat membayarnya.""Apakah engkau pernah memburuh?""Tidak, gan. Saya harus membanting tulang, akan tetapi jerih payah saya semua untuk saya."Aku menunjuk ke sebuah pondok kecil, "Siapa yang punya rumah itu?""Itu gubuk saya, gan. Hanya gubuk kecil saja, tapi kepunyaan saya sendiri.""Jadi kalau begitu," kataku sambil menyaring pikiranku sendiri ketika kami berbicara, "Semua ini engkaupunya?""Ya, gan."Kemudian aku menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanya. "Marhaen." Marhaen adalahnama yang biasa seperti Smith dan Jones. Disaat itu sinar ilham menggenangi otakku. Aku akan memakainama itu untuk rnenamai semua orang Indonesia bernasib malang seperti itu! Semenjak itu kunamakanrakyatku rakyat Marhaen.75

Marhaen yang berkomunikasi dengan Sukarno, merupakan gambaran “rakyat

kecil” yang banyak di Indonesia. Mereka mempunyai rumah, tanah pertanian, alat cangkul

dan hasil dari pertaniannya hanya untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri. Walaupun

Marhaen mempunyai hal-hal yang disebut tadi, ia tetap miskin dan tidak sejahtera.

Kemiskinan ini Nampak pada realitas kehidupan sehari-hari, seperti mendiami rumah yang

tidak layak dan kebutuhan hidup sehari-hari tidak tercukupi untuk keluarganya. Bagi

Sukarno, Marhaen tersebut tidak bisa disebut proletar dalam pengertian Karl Marx, karena

74 Sukarno, Revolusi Indonesia; Nasionalisme, Marhaenisme dan Pancasila,( Yogyakarta: Galangpress, 2007), 85.

75Cindy Adams, Bung Karno, 83-84.

Gerald J. Tampi 752011042 | 59

ia mempunyai alat produksi sendiri dan tidak semata-mata menjual tenaganya kepada

pemilik modal, namun demikian ia tetap miskin.76

Istilah Marhaen tidak hanya dikenakan untuk rakyat kecil, seperti petani, tukang

gerobak, dll, namun Sukarno juga menggunakan istilah Marhaen bagi semua rakyat

Indonesia yaitu semua orang yang menjalankan Marhaenisme.77 menurut Sukarno Marhaen

merupakan cerminan rakyat Indonesia secara keseluruhan dan modal dasar untuk melakukan

perjuangan revolusi, agar imperialisme barat hilang dari tanah air Indonesia. Menghapus

kapitalisme merupakan sebuah wujud dalam bidang pendidikan, perkebunan milik swasta

dan pemerintah. Marhaen-marhaen inilah yang harus bersatu dan bergotong-royong dalam

melaksanakan perjuangan revolusi. Dengan cara demikian kemerdekaan dapat dicapai oleh

rakyat Indonesia. Marhaenisme merupakan lambang dari penemuan kembali kepribadian

nasional. Kepribadian yang senantiasa memperhatikan persatuan dan gotong royong dalam

perjuangan revolusi. Marhaenisme adalah suatu gerakan massa yang bersatu untuk

kepentingan massa, dan di dalamnya Sukarno mewakili segenap rakyat Indonesia. Persatuan

menjadi isu penting yang diangkat dalam Marhaenisme dan Sukarno menginginkan

memasukkan sebanyak mungkin golongan-golongan politik, agar kekuatan revolusioner

semakin bertambah banyak, serta kuat guna mencapai Indonesia merdeka.

Menurut Sukarno, kapitalisme dan Sosialisme barat hanya memberikan hak-hak

politik, sedangkan dalam bidang ekonomi rakyat selalu kekurangan dan menghasilkan

kelas-kelas sosial. Hal tersebut tidak bisa terjadi dalam kehidupan sosialisme Indonesia,

karena keinginan rakyat ialah tatanan sosial yang lebih adil. Sosialisme Indonesia adalah

76John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 89. 77Sukarno, Di bawah bendera revolusi, 253.

Gerald J. Tampi 752011042 | 60

nasionalsime marhaen. Nasionalisme yang dapat menciptakan masyarakat Indonesia

mandiri, yaitu mampu berdiri diatas kakinya untuk kepentingan diri sendiri. Nasionalisme

marhaen menolak adanya kaum borjuis atau nigrat di Indonesia, karena pada dasarnya

mereka sangat menyengsarakan rakyat. Pengertian nasionalisme marhaen disini bukan

dalam pengertian perjuangan kelas proletar melawan kelas kapitalis yang menguasai

Negara, seperti yang dikatakan karl marx. Bagi Sukarno, untuk mencapai suatu masyarakat

tanpa kelas-kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen, yang akan

memperjuangkannya, untuk menjadi “kaum revolusioner borjuis” dengan kemerdekaan

sebagai tujuan akhir mereka. Mereka harus menjadi “orang-orang revolusioner sosial,” dan

tidak boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi semua

komunitas Indonesia. Kepada perjuangan itu, Sukarno memberi nama yang baru saja ia

ciptakan yaitu Sosionasionalisme atau nasionalisme Marhaen.78Sukarno melihat keadaan

rakyat kecil yang tertindas, tidak berpendidikan, hanya dijadikan “sapi perah” dari kebijakan

imperialism barat dan diwujudkan dalam bentuk kolonialisme. Dengan sendirinya menjadi

alat pemicu untuk lahirnya suatu gerakan revolusi marhaen. Analisa ini dilihat dalam

kerangka dialektika Karl Marx. Segala perubahan harus terjadi, yaitu kapitalisme akan

menghasilkan Marhaen-Marhaen yang menginginkan perubahan secara revolusioner dalam

masyarakat Indonesia. Keadaan Sosio-Ekonomi dan Sosio-Politik dan Kapitalisme

sebenarnya menciptakan secara langsung marhaen-marhaen yang revolusioner dan

mengakibatkan akan terjadi perubahan dramatis.

Dalam konferensi PARTINDO pada tahun 1933 di kota mataram, Sukarno

merumuskan ajarannya dalam Sembilan tesis tentang Marhaen dan Marhaenisme yaitu:

78Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 181.

Gerald J. Tampi 752011042 | 61

1. Marhaenisme, yaitu Sosio-nasionalisme dan Sosio-Demokrasi.

2. Marhaen yaitu kaum ploletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum

melarat Indonesia lainnya.

3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak ploletar, oleh karena perkataan

ploletar sudah termaktub dalam perkataan marhaen dan oleh karena perkataan ploletar

itu juga bisa diartikan bahwa kaum petani dan lain-lain kaun yang melarat tidak

termaktub di dalamnya.

4. Karena Partindo berkeyakinan, bahwa didalam perjuangan kaum melarat Indonesia

lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemen, maka Partindo memakai perkataan

Marhaen.

5. Di dalam perjuangan Marhaen itu maka Partindo berkeyakinan bahwa kaum proletar

mengambil bagian yang besar sekali.

6. Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri

yang didalamnya segala hal menyelamatkan.

7. Marhaenisme adalah pula cara-perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan

susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenannya, harus suatu cara perjuangan

yang revolusioner.

8. Jadi marhaenisme adalah cara perjuangan dan asas yang menghendaki hilangnya tiap-

tiap kapitalisme dan imperialism.

9. Marhaenisme adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan

marhaenisme.79

79Sukarno, Di bawah bendera revolusi, 253.

Gerald J. Tampi 752011042 | 62

Dalam Sembilan tesis tersebut, sukarno menekankan bahwa masyarakat Indonesia

mesti menerapkan Marhaenisme secara tepat. Walaupun pada kenyataan kemerdekaan yang

didambakan belum juga terwujud. Keadaan ini disebabkan orang Indonesia “sakit

berkepanjangan”, akibat tindakan imperialisme-imperialisme kuno dalam bentuk kerajaan-

kerajaan di Indonesia, sampai dengan imperialisme modern yang berwujud dalam bentuk

kolonialisme barat. Semua Imperialisme-imperialisme tersebut menghasilkan keuntungan

ekonomi dan politik yang besar bagi kapitalis. Namun rakyat menerima penderitaan yang

berkepanjangan. Penderitaan ini disebabkan oleh aturan pemerintah imperialisme yang

dibuat sedemikian rupa sehingga tercipta proyek kerja paksa, penindasan, penjarahan,

diskriminasi ekonomi, diskriminasi pendidikan dan bentuk lainnya.80

Kesemuanya menghasilkan rakyat yang selalu menghambakan diri kepada kaum

kapitalis, tidak mempunyai mental untuk berjuang memperbaiki nasibnya sendiri sebagai

manusia dan selalu merasa diri bodoh. Dahulu rakyat Indonesia terkenal sebagai pelaut

pemberani dan mampu mengarungi lautan guna meluaskan perdagangannya namun hal

tersebut tidak Nampak lagi. Sekarang yang terjadi rakyat menjadi penakut. Sebaliknya,

imperialisme-kapitalisme mendapatkan hal terbaik dalam segala bidang kehidupan,

sedangkan rakyat kecil tidak mendapatkan yang bermanfaat bagi dirinya. Kecuali golongan

bangsawan, memperoleh hak-hak istimewa. Untuk itu harus ada perubahan, agar merubah

kesakitan yang berkepanjangan dan menjadikan rakyat Indonesia bisa mandiri, yaitu dengan

melakukan gerakan revolusioner guna menghancurkan imperialisme-kapitalisme. Dengan

cara demikian rakyat Indonesia bisa menjadi lebih baik memperbaiki nasib diri sendiri.

Pergerakan nasional yang revolusioner ini harus terjadi secara besar-besaran. Marhaenisme

80Ibid.,253-254.

Gerald J. Tampi 752011042 | 63

harus menjadi penggerak yang radikal dalam perjuangan rakyat Indonesia dan tidak ada

istilah kerjasama dengan pihak Imperialisme dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Gerakan revolusioner tersebut harus terus-menerus ada, sampai Imperialisme dan

Kapitalisme hilang di Indonesia. Sikap radikal ini muncul oleh karena rakyat menderita

berkepanjangan.81

Sukarno melihat, bahwa diseberang sana ada kemerdekaan yang dicita-citakan

rakyat. Apabila kemerdekaan telah dicapai nanti, maka akan berlaku terus sistem Sosio-

Ekonomi, Sosio-Demokrasi yang merupakan perwujudan dari Sosio-Nasionalisme. Tidak

boleh berlaku sistem ekonomi dan politik borjuis dalam kehidupan Negara Indonesia yang

merdeka. Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme,

imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam sosio-nasionalisme dan

sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang

menggunakan kata Marhaen sebagai simbol kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala

sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori

perjuangannya rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner

untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan

menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen. Marhaenisme yang

merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh bentuk

formalnya sebagai filsafat yaitu Pancasila.

81 Ibid.,

Gerald J. Tampi 752011042 | 64

A.2.3. Pancasila sebagai kelanjutan Marhaenisme

Formulasi tentang Marhaenisme selanjutnya mendapat penjelasan secaradetail

dan luas dalam konsep ideologi yang kemudian dinamakan oleh Sukarnosebagai Pancasila.

Dalam pidatonya di hadapan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,Sukarno menawarkan gagasan

ideologi yang berisi lima prinsip dasar yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia.

2. Internasionalisme (Peri kemanusiaan).

3. Mufakat (Demokrasi).

4. Kesejahteraan Sosial.

5. Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.82

Menurut John Legge Tidak mengherankan, jika Sukarno meletakkan nasionalisme

sebagai prinsip dasar pertama. Sukarno menjelaskan nasionalisme (kebangsaan) harus

dipahami tidak dalam artiannya yang sempit, bebas dari kekuasaan asing, akan tetapi dalam

arti positif membangkitkan rasa kesadaran dari rakyat. Definisi Renan tentang nasionalisme

dalam kata-kata “keinginan bersatu” tidak cukup baginya, karena definisi ini dapat

dipergunakan untuk membenarkan nasionalisme suku, kelompok-kelompok kecil penduduk.

Sebaliknya, nasionalisme Indonesia harus menjangkau lebih luas lagi dari kesatuan-kesatuan

masyarakat suku dan terdiri dari seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik yang

telah ditentukan Tuhan, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara

sumatera sampai ke Irian! Sukarno melihat persatuan Indonesia berdasarkan kebesaran

82Saefroedin Bahar, Ananda B Kusuma & Nannie Hudawati (Tim Penyunting), Risalah Sidang Badan

Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945- 22 Agustus 1945, dengan kata pengantar oleh Taufik Abdullah ( Jakarta: Sekretaris Negara R.I., 1995), 101.

Gerald J. Tampi 752011042 | 65

abad-abad lalu.Pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dan jelas untuk

mengembalikan rasa berbangsa satu ini memerlukan tindakan positif. Nasionalisme dalam

arti kata yang sebenarnya berarti bukan kebangsaan jawa, bukan kebangsaan Sumatra,

bukan kebangsaan borneo, Sulawesi, bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang

bersama-sama menjadi satu national staat.83

Nasionalisme juga perlu dipahami bersama dalam prinsip dasar yang kedua, yaitu

Internasionalisme.Prinsip nasionalisme ada bahaya menjadi patriotisme sempit dan perlu

diimbangi dengan rasa hormat kepada bangsa-bangsa lain, yaitu internasionalisme.Tetapi

internasionalisme itu sendiri perlu dibedakan dari kosmopolitanisme yang tidak mengakui

lagi adanya nasionalisme.Sebaliknya, internasionalisme harus berakar di dalam buminya

nasionalisme. Dengan demikian kedua prinsip dasar itu bergandengan erat satu sama lain.84

Begitu juga dengan demokrasi dan keadilan sosial bergandengan erat dalam

pikirannya. Demokrasi (pemerintahan perwakilan atau musyawarah-mufakat) akan

memungkinkan berlakunya keadilan bagi berbagai kekuatan untuk dengan jujur bersaing

satu sama lain dalam kerangka perwakilan pemerintahan. Tetapi demokrasi politik saja

belum menjamin adanya kesejahteraan untuk semua.Pada demokrasi-demokrasi barat,

katanya, kaum kapitalis mengontrol segala-galanya dan di situ tidak ada keadilan sosial dan

demokrasi ekonomi.85

Pada gagasan yang terakhir, Sukarno menyatakan bahwa Negara yang akan

berdiri ini harus berdasarkan kepercayaan kepada ke-Esaan Tuhan, dan prinsip ini harus

terbuka bagi pelaksanaan sikap toleransi dan saling hormat-menghormati. Bukan saja

83John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 215. 84Ibid., 85Ibid, 215-216.

Gerald J. Tampi 752011042 | 66

bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan,

Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang

Islam Bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Budha menjalankan

ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.

Kelima prinsip di atas kemudian dinamakan sebagai Pancasila. Namundalam

kesempatan tersebut, Sukarno tidak menawarkan permanen. Konsep inimasih terbuka untuk

dirubah, dan untuk perubahan tersebut Soekarnomenawarkan konsep Trisila yang secara

substansial merupakan kristalisasi darikonsep Pancasila, yakni sosio-nasionalisme, sosio-

demokrasi, dan ketuhanan.Menurut Soekarno, prinsip kebangsaan Indonesia dan

internasionalismebisa disatukan menjadi konsep sosio-nasionalisme, prinsip mufakat

dankesejahteraan bisa disatukan menjadi konsep sosio-demokrasi, sedangkan

prinsipKetuhanan Yang Maha Esa berdiri sendiri. Konsep trisila ini sama dengan

konsepMarhaenisme – sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi - yang ditambah

denganKetuhanan Yang Maha Esa.86 Konsep ini diungkapkan oleh Soekarno dalam

pernyataannya:

“atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan limaitu? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja..... Dua dasar yang pertama,kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri kemanusiaan, sayaperas menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme....Demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilahyang dahulu saya namakan sosio-demokrasi...... Tinggal lagi ketuhanan yangmenghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga:sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan.87

86Sukarno, Revolusi Indonesia,51-52. 87Saefroedin Bahar, Risalah, 52.

Gerald J. Tampi 752011042 | 67

Kemudian Sukarno menawarkan kembali perubahan konsep ini, dari trisila dapat

digabungkan menjadi satu bagian, menjadi satu prinsip. Dalam mendirikan Negara

Indonesia semua harus bertanggung jawab semua untuk semua, katanya:

Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen yaitu perkataan “Gotong

Royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong!

Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!88

Menurut John Legge, dalam pernyataan yang luar biasa ini, maka seluruh usaha-

usaha Sukarno untuk mewujudkan sintesis dan persatuan mendapat bentuk yang paling

nyata. Dilihat dari isi intelektualnya, pidato Pancasila itu tidak banyak menambahkan

gagasan-gagasan pemikiran sebelumnya. Nasionalisme, dalam pidato itu, tidak

dikemukakan sebagai prinsip yang mengenyampingkan, yang tidak mampu merukunkan

pendirian yang saling bersaing; tetapi dengan memberi tekanan pada pentingnya keadilan

sosial dan kepercayaan kepada Tuhan sebagai prinsip-prinsip dasar revolusi, Sukarno,

bagaimanapun, telah menggemakan kembali pemikirannya yang dahulu dalam tulisannya

“Nasionalisme, Islam dan Marxisme”. Dengan memeras kelima prinsip dasar menjadi tiga

dan dari tiga menjadi satu, ia telah menekankan keaslian sifat prinsip-prinsip ini dan

mengatakan bahwa ini cocok dengan tradisi Indonesia. Sebagai keseluruhan, pidato itu

membuka pandangannya yang luas dan baru tentang persatuan dan ia disambut dengan

aklamasi yang gegap gempita.89

A.3. Kesimpulan

Untuk memahami pemikiran Sukarno tentang Nasionalisme, harus meletakkan

dasar pemikiran tersebut dalam konteks politik, budaya, ekonomi dan situasi masyarakat

88Ibid.,103. 89John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 216-217.

Gerald J. Tampi 752011042 | 68

yang terjadi. Dari sini akan ditemukan, bahwa pemikiran Sukarno terjalin erat dengan upaya

bangsanya untuk melepaskan diri dari penindasan yang dilakukan oleh penjajah. Pengaruh

pemikiran politik sangat mempengaruhi cara berpikir Sukarno. Dengan adanya politik etis

pada tahun 1901 yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, membuka kesempatan bagi

masyarakat umum untuk mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Eropa.Dan Sukarno

merupakan salah satu dari sedikit pribumi yang mendapat kesempatan menikmati

pendidikan di sekolah-sekolah tersebut, bahkan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu

masuk ke perguruan tinggi. Di jenjang inilah Sukarno mulai mengenal dan menggumuli cara

berpikir para pemikir-pemikir Barat. Hal tersebut membentuk dan mendorong Sukarno

untuk lebih mengenal kelompok-kelompok intelektual Indonesia, diantaranya Studi Club di

Bandung, para pendiri Indische Partij, Perhimpunan Indonesia di Belanda, dan intelektual

Indonesia lainnya. Bagian-bagian ini, selanjutnya saling menjalin dalam diri Sukarno yang

melahirkan pemikiran khas dari Sukarno. Dengan kata lain, pemikiran Sukarno merupakan

pertemuan antara pengalamannya sebagai seorang politisi di masanya, keluarga,

pergaulannya dengan para aktifis pejuang Indonesia, pendidikan formal yang diikutinya dan

keterlibatannya dalam pergerakan kebangsaan, serta pengaruh budaya Jawa yang kental

telah banyak mempengaruhi pola pikirnya dalam dunia perjuangan.

Arus sentral pemikiran Sukarno adalah persatuan.berakar pada pemikiran tentang

persatuan ini, Sukarno menciptakan Sintesis dari tiga aliran politik utama dalam masyarakat

Indonesia pada waktu itu yakni: Nasionalisme, Islam dan Marxisme. pemikiran

nasionalisme yang dikembangkan Soekarno pada waktu itu memberikan suatu arah baru

bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme ini sekaligus menjadi antitesis

terhadap nasionalisme yang sedang berkembang pada saat itu yaitu nasionalisme yang

Gerald J. Tampi 752011042 | 69

berdasarkan kedaerahan atau kesukuan.Kemudian langkah berikut yang dilakukan oleh

Sukarno adalah mengembangkan sebuah paham yang ia sebut Marhaenisme yang adalah

cerminan dari kehidupan rakyat kecil Indonesia. Paham ini merupakan gabungan dari

Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Puncak dari pemikiran Sukarno yang

berkembang sejak tahun 1920-an mencapai bentuknya yang final pada tanggal 1 Juni 1945

yaitu dalam bentuk rumusan Pancasila. Dalam perkembangannya, Pancasila diterjemahkan

kedalam Manipol-USDEK yang berisi pokok-pokok dan tujuan Revolusi Indonesia. Dari

sini mulai terjadi penyimpangan terhadap Pancasila, Sukarno mulai menggunakan Pancasila

untuk tujuan-tujuan politiknya begitu juga masa pemerintahan Soeharto. Namun tidak dapat

dipungkiri, lima prinsip dasar Pancasila yang dirumuskan Sukarno merupakan pondasi yang

kokoh yang tercipta berdasarkan keadaan sosial masyarakat Indonesia dan juga hasil dari

pemikiran yang luar biasa dari seorang Sukarno yang kaya akan pengetahuan.

Gerald J. Tampi 752011042 | 70

B. Hatta

B.1 Pembentukkan Pemikiran Hatta

B.1.1 Masa Kecil Hatta

Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia

dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya yang bernama Siti Saleha. Ayahnya, Haji Mohammad

Djamil, meninggal ketika Hatta berusia 8 bulan. Menurut Nurcholish Madjid, Hatta adalah putra

seorang guru mursyid sebuah persaudaraan sufi atau tarekat di Sumatera Barat. Nama pribadi

Hatta berasal dari Muhammad Ata yang diambil dari nama yang lebih lengkap, yaitu (Ahmad

ibn) Muhammad (ibn Abdal Karim ibn) Ata-il-Lah al-Sakandari, pengarang kitab Al-Hikam

(berbagai ajaran kearifan), sebuah kitab tasawuf yang terkenal di kalangan pesantren. Dari pihak

ibu, Hatta adalah keturunan keluarga saudagar. Kombinasi keluarga ulama dan keluarga

saudagar, membuat hatta berpenampilan sebagai insan berjiwa sufi. Orang yang berjiwa sufi

adalah rendah hati (modest), jujur, sederhana dan santun. Hatta memiliki enam saudara

perempuan. Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya, Hatta belajar mengaji di masa kecil dan

remaja kepada Syekh Mohammad Djamil Djambek di Bukittinggi dan H. Abdullah Ahmad di

Padang.90

Dalam buku Memoir, Hatta menjelaskan bahwa asal-usulnya dari pihak ayah, merupakan

keturunan ulama tarekat terkemuka, yaitu Syaikh Abdurrahman. Anak syaikh tersebut yang

dipanggilnya Ayah Gaek Arsad, juga dikenal sebagai Syaikh Batuhampar. Akan tetapi,

masyarakat umum memanggil Tuanku nan Mudo, sebagaimana kelaziman pada ulama kaum

tarekat, yang hingga kini masih berlaku. Selama berada di Bukittinggi, sekali enam bulan Hatta

90Adhe Firmansyah, Hatta, Si Bung yang Jujur & Sederhana, ( Jogjakarta: Garasi, 2013), 18-19.

Gerald J. Tampi 752011042 | 71

menemui Ayah Gaek itu ke Batuhampar. Kepadanyalah Hatta bertanya kritis tentang

pemahaman tauhid dan akidah yang tidak masuk akalnya, tapi diyakini masyarakat pada

umumnya. Misalnya tentang keberadaan Tuhan di langit ketujuh dan perintahnya dilayani oleh

malaikat dan bidadari. Meskipun tidak menganut ajaran tarekat, Hatta menjadi muslim yang

saleh demi menghormati predikat nenek moyangnya yang ulama terkemuka itu, disamping

keyakinannya sendiri tentang agama yang dianutnya.91 Dari pihak ibunya, keluarga ibu Hatta

merupakan pengusaha yang berhasil, terlibat dalam berbagai perusahaan, termasuk ekspor kayu,

bisnis angkutan dan kontrak pos dengan pemerintah. Untuk itu, Hatta tumbuh dalam lingkungan

keluarga yang selalu memperhatikan persoalan komersial sebagai yang utama.92

Ketika Hatta berumur 6 tahun, pada 1908, Hatta mengalami pengalaman pahit, pada

waktu itu di alur Tanjungkang, Bukittinggi, sejumlah serdadu marsose dengan bayonet terhunus

menggeledah orang-orang yang lewat. Pemerintah kolonial murka, karena di Kampung Kamang,

16 km dari rumah Hatta, rakyat berontak; mereka menolak membayar pajak langsung. Ketika

konflik meletus, 12 orang marsose tewas dan 100 penduduk ditembak mati. Razia dilakukan,

orang-orang ditangkap. Termasuk di antara orang yang ditangkap adalah Rais, sahabat kakek

Hatta. Momen ketika Rais melambai dari jendela kereta api dengan tangan yang dirantai tak

pernah hilang dari ingatan masa kecil Hatta. Pengalaman demi pengalaman pahit mengembleng

Hatta.93

Sejak kecil, Hatta merupakan pribadi yang sangat disiplin dan tertib. Hal ini terlihat dari

penuturan kakak kandung Hatta, yaitu Ny. R. Lembaq tentang pribadi Hatta kecil.Menurut Ny.

R. Lembaq Tuah (kakak kandung Hatta), Hatta merupakan pribadi yang tertib sejak kecil.

91 Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980,(Jogjakarta: Garasi, 2009), 12-13. 92 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta,Terj. Hermawan S. (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 1991), 7 93 Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980,15-16.

Gerald J. Tampi 752011042 | 72

Pernah pada suatu waktu saat Hatta memiliki sebuah block-note yang baru, yang belum terpakai, yang diletakkan diatas meja belajarnya. Pada suatu ketika, Hatta menemukan satu lembar dari block-note nya telah terisi tulisan salah satu paman kami. Paman mencatat beberapa perintah untuk tukang yang sedang bekerja di rumah kami. Hatta protes, marah dan menangis. Paman berusaha membujuknya, “baiklah, apa yang sudah ku tulis di situ disobek saja ……. “baiklah paman ganti

dengan yang baru”. Hatta tetap tidak mau. Hatta tidak menginginkan yang baru,

melainkan ia kecewa barangnya diganggu dan kenapa paman kami tidak meminta izin terlebih dahulu. Hatta tetap menangis dan pada akhirnya paman pun ikut menangis, karena paman tidak tahu apa yang harus dilakukan.94

Sejak kecil, Hatta bersekolah di sekolah Belanda. Dia menyelesaikan pendidikan

dasarnya di Europe Lagere School (ELS) di Bukittinggi pada 1916. Kemudian menyelesaikan

Meer Uitgebreid Lagere School (MULO) di Padang pada 1919. Pada 1921, dia menyelesaikan

Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang) di Batavia. Usai menamatkan sekolah

dagang, Hatta kuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi di Nederland Handelshogeschool, Rotterdam,

Belanda.95

Selama menempuh studi di Rotterdam, Hatta memperlihatkan sifat-sifat yang positif bagi

sesama mahasiswa dan lingkungan sekitarnya. Ketika rekan-rekannya sedang bercanda dan

membicarakan perihal perempuan, misalnya, maka mereka segera menghentikannya begitu Hatta

datang. Mereka lalu menukar topik percakapan. Seorang mahasiswa bernama Rasjid Datuk

Radjo Panghoeloe pernah mendapat pesan dari Hatta dalam bahasa Minang, yaitu jaan main

nona (jangan main perempuan) dan jaan minuman kareh (jangan mengkonsumsi minuman

keras). Hatta memang tidak suka dengan hura-hura. Dia tidak suka dansa-dansa atau pergi ke

pesta-pesta (fuiven). Hatta memusatkan perhatiannya pada studi agar segera menjadi sarjana. Dia

memberikan waktu dan tenaga untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bahkan,

94Meutia F. Swasono (penyunting), Bung Hatta: Pribadi Dalam Kenangan, (Jakarta: Sinar Harapan &

Universitas Indonesia), 5-6. 95Ibid.,16.

Gerald J. Tampi 752011042 | 73

selalu mengingatkan dirinya untuk senantiasa bertanggung jawab membebaskan rakyat dari

penjajahan.96

B.1.2 Hatta di asah

Nenek Hatta dikabarkan memainkan peranan yang penting dalam mengasuhnya. Ia

merupakan seorang ibu rumah tangga yang khas tradisional Minangkabau, yang tidak hanya

mengendalikan persoalan rumah tangga saja, melainkan juga mengurus bisnis keluarga. Dalam

ukuran apapun, ia seorang wanita yang memiliki kemauan luar biasa. Semasa muda, ia

mendukung gerakan Padri, memakai baju hitam dan kerudung putih yang dikenakan sebagai baju

muslimat yang taat. Keberanian dan ketegasannya merupakan legenda, termasuk cerita tentang

bagaimana ia mengelus-elus sepucuk pistol di depan seorang pejabat Belanda di kantornya,

menuntut ganti rugi atas hilangnya 30 ekor kuda yang ditembak serdadu Belanda. Selain itu, di

kalangan keluarganya, Hatta diakui paling dekat memenuhi model kesempurnaan ibunya. Karena

sang ibu mungkin di dalam diri Hatta merupakan cerminan dari kekuatan dan ketegasannya

sendiri.97

Dari keluarga ayahnya, Hatta banyak berkomunikasi dengan ayah gaeknya, yaitu Syekh

Arsjad. Pada pertemuan pertamanya dengan Syekh Arsjad, Hatta menggambarkan ayah gaeknya

itu, berumur sekitar 50 tahun. Badannya tegap berisi, selalu memakai jubah dan serban. Banyak

teman-teman Syekh Arsjad yang datang kerumah, meminta petunjuk kepadanya perihal soal

agama dan hal-hal yang lain. Dari sinilah Hatta sangat terkagum-kagum dengan sikap ayah

gaeknya yang sangat memahami persoalan agama dan hal-hal yang lain. Dari sini juga Hatta

96 Adhe Firmansyah, Hatta, Si Bung yang Jujur & Sederhana, 20-22. 97 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 7.

Gerald J. Tampi 752011042 | 74

mulai belajar banyak tentang bagaimana mesti hidup dan bergaul secara islam, selain itu Hatta

juga sangat terkagum-kagum dengan perbendaharaan buku ayah gaeknya yang begitu banyak,

yang tertulis dalam bahasa Arab. Menurut Hatta, Syekh Arsjad merupakan seorang ahli tarekat

yang tahu bahwa otak anak kecil tidak boleh dibebani dengan ajaran agama yang sulit-sulit. Hal

tersebut sangat dirasakan oleh Hatta, melalui penanaman paham Islam yang diuraikan dengan

mudah oleh Syekh Arsjad. Hatta menguraikan, terdapat tiga ajaran pokok yang ditanamkan

kepadanya, yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa, Allah yang menjadikan segala

Yang ada di alam dan langit dan Allah memberikan kita sumber rezeki.98 Melalui pengajaran

Syekh Arsjad inilah, Hatta mulai sadar bahwa kesadaran sosial dan pengelolaan kebutuhan

rakyat sendiri dengan penekanan bahwa Tuhan yang mencintai kita, otomatis harus dibarengi

dengan penekanan saling mencintai antara sesama manusia. Dari kesadaran Hatta ini, ia

medeskripsikan Syekh Arsjad merupakan seorang pemimpin Islam yang puritan dan asketik,

tetapi sekaligus baik budi, seimbang dan manusiawi, seorang yang lebih menyukai perdamaian

ketimbang fanatik agama yang memimpin jihad. Adapun unsur-unsur lain yang menarik menurut

Hatta tentang Syekh Arsjad ialah bahwa Syekh Arsjad tidak mendukung konsep suatu Negara

Islam, dengan mengutip Kekaiasaran Ottoman sebagai contoh mengenai keruntuhan politik yang

memburukkan nama Islam.99

Menurut Mavis Rose, sekalipun Hatta menghormati dan jelas memberikan perhatian

terhadap Syekh Arsyad dan komunitas Batu Hampar, Hatta terlalu kuat terpengaruh oleh

lingkungan kota modern serta oleh satu keluarga yang bergerak menjauh dari cara-cara

tradisional untuk dipuaskan dengan jenis pendidikan lebih sempit yang ditawarkan oleh surau.

98Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi;Sebuah otobiografi

Mohammad Hatta, ( Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara 2011), 25-26. 99Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 10.

Gerald J. Tampi 752011042 | 75

Sekalipu demikian, masuknya Hatta kedalam sekolah dasar Belanda memang

memperhadapkannya dengan konflik rasial. Dalam memoranya, ia mencatat sebuah insiden yang

mengganggu, ketika para pelajar Minangkabau diserang oleh anak-anak Eropa dan Indo karena

mendukug Turki dalam perang Balkan tahun 1912.100

Setelah lulus dari Europe Lagee School (ELS), Hatta melanjutkan pendidikannya ke

Meer Uitgerbreid Lagere School (MULO) pada tahun 1919 di Padang. Di MULO, Hatta

memiliki guru agama yang bernama Haji Abdullah Ahmad yang membawa semangat modernism

ala Muhammad Abdulah dai Mesir. “mereka setuju sekali”, tulis Hatta tentang kaum modernis

yang dikaguminya itu, “apabila orang Islam memiliki selekas-lekasnya ilmu dan pengetahuan

yang disebarkan orang Barat…”. Ketika berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis

organisasi, sebagai bendahara Jong Sumateran Bond (JSB) cabang Padang. Di kota ini, Hatta

mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat

membaca berbagai koran, bukan saja koran tertibat Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah

Hatta mengenal pemikiran H.O.S Tjokroaminoto dalan surat kabar Utusan Hindia dan Agus

Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta semakin berkembang karena kebiasaannya

menghadiri ceramah-ceramah atas pertemuan-pertemuan politik. Salah satu tokoh politik yang

menjadi idola Hatta ketika itu adalah Abdul Muis.101

Aku kagum melihat cara Abdul Muis berpidato, aku asik mendengarnya suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayunan katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat.102

100Ibid. 101Abdul Muis merupakan pengarang roma n Salah Asuh, aktivis Sarekat Islam, anggota Volksraad dan

penggiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Muda, Neratja, Hindia Baroe, Utusan Melayu dan Peroebahan. Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 17.

102Ibid.

Gerald J. Tampi 752011042 | 76

Bulan Mei 1919 Hatta lulus ujian akhir MULO. Ia berusia hampir 17 tahun, suatu usia

ketika secara tradisional seorang pemuda Minangkabau akan meninggalkan kenyamanan

rumahnya untuk pergi ke rantau. Hatta memutuskan untuk melamar masuk ke Prins

Hendrikschool, sebuah SMA dengan penekanan khusus pada mata pelajaran dagang. Dalam

memoarnya, Hatta menyatakan bahwa pilihan ini tidak dilakukan demi kepentinhan dagang

pribadi, tetapi untuk menambah sentimen kebangsaan. Menurut Hatta, pada saat ia semakin

menyadari kerugian ekonomi yang diderita oleh rakyat karena masuk penjajahan ke alam

Minangkabau.103

Pertengahan Juni 1919,Hatta berangkat ke Betawi. Di sanalah untuk pertama kalinya

diabertemu dengan Mak Etek Ayub, pamannya. Pria ini memainkanperanan penting dalam

kehidupan sang keponakan. Ayub adalahperantau dari Bukit Tinggi. Ayahnya, Rais, seorang

saudagar baranghutan di Payakumbuh, sahabat Ilyas Baginda Marah, kakek Bung Hatta.Di

Betawi, Ayub mula-mula bekerja sebagai juru tulis seorang pedagangbangsa Jerman. Karena

rajin, dia diangkat anak oleh sang majikan,bahkan diajari cara berdagang. Dan di kemudian hari,

Ayub tumbuhmenjadi seorang saudagar besar tapi hidup sederhana. Ia memimpinMalaya Import

Maatschappij dan Firma Djohan Djohor-yang menjadibuah bibir pribumi-toko-toko ternama

karena aksi jual murahnya yangmemaksa toko-toko Cina di Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat

menurunkanharga barang. Suatu sore di akhir Agustus 1919, Hattamendatangi kantor Ayub di

kawasan Patekoan. Saat itulah Ayubmenyatakan akan membiayai Hatta selama di Jakarta. "Uang

sekolahdan belanja Hatta di sini Mak Etek yang tanggung. Jangan menyusahkanbagi orang di

rumah," kata Ayub. Sejak saat itu, Mak Etek Ayubmemberikan uang belanja kepada Hatta

sebesar 75 gulden sebulan.Jumlah ini jauh melebihi yang diperlukan anak muda itu sehingga

103Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 16.

Gerald J. Tampi 752011042 | 77

uangkiriman dari kampung disimpannya di Bank Tabungan Pos. Mak EtekAyub pula yang

memperkenalkan Hatta pada buku. Suatu sore di akhirAgustus, Ayub membawa Hatta ke toko

buku di kawasan Harmonie. Iamembeli tiga buku tentang sosial dan ekonomi:

Staathuishoudkunde karangan N.G. Pierson, De Socialisten yang disusun H.P. Quack, dan Het

Jaar 2000 yang ditulis Belamy. "Inilah buku-buku yang bermulakumiliki yang menjadi dasar

perpustakaanku," tulis Bung Hatta.104

Oleh teman-temannya, Hatta diakui memiliki bakat alami dalam bidang keuangan. Oleh

karena itu, ketika tiba di Jawa, Hatta sekali lagi diminta untuk bertugas menjadi bendahara, kali

ini pada cabang Jong Sumtranen Bond di Batavia. Satu keuntungan dengan menjadi pengurus

Jong Sumtranen Bond di Batavia ialah Hatta memiliki akses langsung kepada para pemimpin

Sarekat Islam. Hatta sudah lama menjadi pengagum Haji Agus Salim, yang dikalangan gerakan

nasionalis disebut sebagai “orang tua besar” meskipun kemudian dalam banyak hal Hatta tidak

setuju dengannya. Dalam Memoarnya, Hatta menulis pertemuan pertama mereka berlangsung

pada bulan Februari tahun 1920 di rumah Haji Agus Salim, di mana ia sering membuka pintu

rumahnya bagi diskusi tentang persoalan-persoalan bangsanya dan tujuan-tujuan politiknya.105

Cara berpikir Hatta semakin tajam karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman

sebagai bendahara Jong Sumtranen Bond pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan

asal Minangkabau yang bermukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota

Jong Sumtranen Bond seperti Bhader Djohan106. Setiap hari sabtu sore, Hatta dan Bahder Djohan

berkeliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai

tanah air. Seperti, pemikiran tentang bagaimana mempersatukan pergerakan-pergerakan pemuda

104 Tim Tempo, Hatta: jejak yang melampaui zaman, ( Jakarta: KPG, 2010), 14-15. 105Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta , 17. 106 Bahder Djohan merupakan sekertaris Jong Sumatranen Bond, dan pengurus majalah Jong Sumatranen.

Gerald J. Tampi 752011042 | 78

seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa dan Jong Ambon menjelma menjadi

Jong Indie? Pemikiran seperti ini juga, mendapat perhatian khusus oleh Amir dan Basuki dari

Jong Java. Mereka berdua dalam suatu pertemuan, membentangkan ide Jong Indie tersebut.

Mereka mendapat inspirasi dari Ir. Fournier, ketua Gerakan Theosofie di Hindia Belanda. Ir

Fournier mengemukakan pendapat itu dengan mencontoh pergerakan pemuda di India. Namun

cita-cita untuk menyatukan pergerakan-pergerakan pemuda di Hindia-Belanda belum mendapat

tanggapan yang baik dari para pemuda, hal ini dikarenakan para pemuda-pemuda tersebut masih

berpegang kepada suku bangsa masing-masing.107Pokok persoalan lain yang kerap mereka

perbincangkan adalah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan,

perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itu pun sudah ia beri nama

Malaya. Mereka berdua sempat membagi pekerjaan. Bahder akan mengutamakan perhatian pada

persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada persoalan organisasi dan pembiayaan

penerbitan. Namun karena berbagai hal, cita-cita tersebut tidak dapat diteruskan.108

Hatta mulai menetap di Belanda sekitar bulan September 1921. Kenang-kenangan Hatta

selama minggu-minggu pertama di Belanda menunjukkan bahwa ia cepat bisa menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang baru. Orientasi Belanda di dalam pendidikan yang ditempuhnya di

Hindia Belanda mungkin bisa meghindari kejutan kebudayaan dan secara sosial ia tidak terasing.

Untuk daerah perantauannya, Hatta tidak pernah menyesali fakta bahwa ia lebih memilih Eropa

ketimbang Timur Tengah. Dalam sepucuk surat kepada seorang teman Minangkabau, Hatta

mengakui bahwa “baik bagi orang Indonesia …. untuk bergaul dengan orang kulit putih yang

mereka hadapi di tanah air”.109 Hatta kemudian bergabung dengan Perhimpunan Hindia

107Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi, 97. 108Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 18. 109Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 29.

Gerald J. Tampi 752011042 | 79

(Indische Vereeniging). Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak

tibanya tiga tokoh Indische Partij yaitu Suwardi Suryanigrat, Douwes Dekker dan Tjipto

Mangunkusumo di Belanda pada tahun 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat

tulisan pada koran De Expres. Di Indische Vereeniging, pergerakan Hatta tak lagi tersekat oleh

ikatan kedaerahan, karena Indische Vereeniging berisi aktivis dari berbagai latar belakang

daerah. Hatta mengawali karier pergerakan di Indische Vereeniging pada tahun 1922 sebagai

bendahara. Waktu itu, terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging, ketua lama dr. Soetomo

diganti oelh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka

dimasa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan mengganti nama Indische

Vereeniging menjadi IndonesischeVereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland

Indie menjadi Indonesia. sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum

itu pula, salah seorang anggota Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang mereka akan

membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.110

Kekritisan Hatta dalam menganalisis kenyataan dalam kehidupan masyarakat Indonesia

yang terjajah merupakan hasil dari kehidupannya sebagai pemuda Minangkabau yang dibalut

oleh pandangan Islam Modern serta diasah oleh berbagai ragam bacaan dan diskusi-diskusi

dengan beberapa tokoh nasional seperti H. Agus Salim dll. Selain itu pengalaman Hatta menjadi

pengurus dalam beberapa organisasi kepemudaan, mempengaruhi cakrawala pemikiran Hatta

akan gerakan kebangsaan.

110Salman Alfarizi, Hatta, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 18-19.

Gerald J. Tampi 752011042 | 80

B.1.3 Hatta dalam Pergerakan kebangsaan Indonesia

Pada tahun 1926, Hatta belajar di Handels Hooge School (Sekolah Tinggi Ekonomi)

Rotterdam. Semenjak tiba di negeri Belanda, Hatta sudah masuk menjadi anggota Indische

Vereniging yang didirikan sekitar enam bulan setelah berdirinya Boedi oetomo (1908). Pada

tahun 1917, tokoh-tokoh dari Indische Vereniging dan dari organisasi-organisasi mahasiswa

Belanda dan Tionghoa, bertemu untuk bersama-sama mempertimbangkan kemungkinan

mendirikan suatu perhimpunan umum yang meliputi semua mahasiswa yang mempersiapkan diri

mereka untuk bidang-bidang kegiatan di Hindia-Belanda nanti. Dengan demikian “Liga

Indonesia” terbentuk. Ini merupakan bentuk kerjasama nyata antara orang-orang Belanda dan

orang-orang Indonesia di dalam satu liga. Namun, suatu konflik yang tajam terjadi. Penumpahan

pendapat-pendapat yang panas dari kedua belah pihak tidak dapat dihindarkan pada kongres

pertama liga Indonesia di Wageningen. Begitu pula pada kongres yang kedua di Den Haag dan

kongres ketiga pada tahun 1919. Kekecewaan dengan hasil kerjasama yang negatif, memberikan

perasaan percaya diri yang meningkat di dalam Indische Vereniging. Pada tahun 1922, nama

Indische Vereniging diganti menjadi Indonesische Vereniging. Nama baru ini dapat dikatakan

merupakan bentuk politisasi yang ditujukan untuk ibu pertiwi. Pada tahun 1923, Indonesische

Vereniging dengan tegas memutuskan mengundurkan diri dari liga Indonesia. tidak lama

kemudian liga ini pun dibubarkan.111

Pada tahun 1922, terjadi peristiwa yang menggeparkan Eropa. Turki yang dipandang

sebagai kerajaan yang sedang runtuh, memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh

Inggris. Rentetan peristiwa yang visoner itu menjadi perhatian khusus bagi Hatta. Ia lalu menulis

111Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, (Jakarta: Yayasan

IDAYU, 1976), 8-9.

Gerald J. Tampi 752011042 | 81

serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak

pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta. Pada

tanggal 8 Februari 1925, Indonesische Vereniging berganti nama menjadi Perhimpunan

Indonesia. tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Persatuan Indonesia sangat

dipengaruhi oleh gerakan Sinn Fein yang pada tahun 1920-an membebaskan Irlandia dari

penjajahan Inggris serta gerakan nasional India. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI

di Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres Liga Demokrasi

Perdamaian Internasional tahun 1926 di Paris. Dalam Kongres tersebut, Hatta dengan tegas

menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia.112 17 Januari 1926, Hatta terpilih menjadi

ketua Perhimpunan Indonesia. pada kesempatan tersebut, Hatta menyampaikan pidato yang

berjudul “Struktur Ekonomi Dunia dan Konflik Kekuatan”, dalam pidatonya tersebut, Hatta

membuat analisa ilmiah dari struktur ekonomi dunia yang dilandaskan pada kebijaksanaan non-

kooperatif.113 Hatta mengutip teori Hegel yang diangkat oleh Marx, bahwa keberadaan konflik

merupakan syarat pertama untuk perkembangan. Pemikiran Hatta akan hal ini, kemungkinan

besar dipengaruhi oleh adat Minangkabau yang menganggap konflik dapat menghasilkan

kemajuan, dan dalam pandangan Minangkabau, sejarah bergerak kearah pencapaian keselarasan

antara pribadi dan masyarakat. Hatta menekankan bahwa penyebab utama konflik di masyarakat

Indonesia adalah situasi rasial kolonial, antithesis antara penguasa dan yang dikuasai, antara ras

kulit putih dan kulit berwarna. Dengan memberi ungkapan bagi semangat revolusi yang kini

semakin mengeras dalam gerakan nasionalis, Hatta secara agresif menyatakan “tidak aka nada

kemerdekaan tanpa kekerasan, karena kepentingan penguasa jajahan ialah bertahan dengan

segala macam cara”. Dengan menolak berbagai teori barat tentang penyebab kolonialisme, Hatta

112Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 68. 113Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 11.

Gerald J. Tampi 752011042 | 82

mempertahankan pendapat bahwa ketakutan akan kompetisi serta keinginan untuk membangun

monopoli atas sumberdaya merupakan motif yang sesungguhnya. Ia menekankan bahwa

kolonialisme bukanlah hubungan yang paling sepele dengan konsep pokok mengenai hak dan

bahwa kolonialisme tak lain adalah perampasan hak kekuasaan yang dengan tersamar disebut

hak, yang dipraktekkan oleh bangsa yang telah mendapatkan kekuasaan dan keinginan atasnya.

Karena perjanjian Eropa mendukung hegemoni atas ras berwarna, maka dengan tenaga sendiri

negeri jajahan harus membangun hak atas keberadaan nasional.114

Aksi-aksi yang dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia, menyebabkan Hatta dkk, dituduh

melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut untuk pemberontakan

terhadap Belanda, pada 1927 Tokoh-tokoh PI seperti Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid

Djojonegoro dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan diadili.115 Sehari setelah penangkapan, Hatta

menerima dua tamu yang tak terduga dari partai Buruh Sosialis Belanda Dr. J.E.W. Duys dan

rekannya Mr. Mobach. Duys adalah anggota parlemen Belanda dan juga seorang pengacara.

Keduanya menawarkan untuk membela mahasiswa supaya bebas dari dakwaan tersebut, dengan

menjelaskan bahwa mereka yakin, tindakan polisi terhadap mereka adalaj tindakan tidak adik

dan tidak sah. Kaum sosialis Belanda menaruh perhatian kepada para mahasiswa Indonesia dan

Hatta, karena ketidakpuasannya yang semakin meningkat terhadap komintern, mulai memandang

partai tersebut dengan sikap yang lebih hangat. Sebelumya keraguan kaum sosialis Belanda

untuk mendukung kemerdekaan penuh, dukungan kuat mereka kepada asosiasi yang

berkelanjutan, selalu menjadi batu perintang. Kaum sosialis Belanda tak diragukan lagi

menyadari perubahan sikap Hatta terhadap Moskow dan ingin meningkatkannya. Namun, Hatta

ragu-ragu untuk menyerahkan pembelaannya sepenuhnya kepada mereka. Ia harus mengajukan

114Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta , 45. 115Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 68.

Gerald J. Tampi 752011042 | 83

sisi Indonesia dari perjuangan kemerdekaan. Sebagai seorang propagandis, ia merasa perlu

mengambil keuntungan dari minat publik yang ditimbulkan oleh kasus tersebut dalam rangka

menjelaskan betapa besar kerusakan, baik material maupun spiritual dari sistem kolonial yang

dilakukan kepada Indonesia.116 Sebuah isu yang terus-menerus dipertanyakan kepada Hatta

adalah apakah ia menghasut rakyat supaya bertindak dengan kekerasan di dalam pidato-pidato

dan tulisan-tulisannya. Hatta memperjelas bahwa pada prinsipnya ia secara pribadi menentang

kekerasan, dengan menyatakan

Saya menolak dalam istilah yang paling mungkin untuk menyatakan bahwa saya pernah menyarankan kekerasan. Keyakinan saya ialah bahwa kemerdekaan rakyat tidak akan pernah diperoleh melalui kekerasan karena saran semacam itu hanya mempertajam situasi dan kalau perlu menyebabkan kehancurannya sendiri.117

Namun Hatta menyatakan dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya, ia menganggap

bahwa kekerasan hampir tak terhindarkan jika penguasa kolonial tidak melepaskan koloni akan

hak penentuan nasib sendiri. Setelah tiga bulan interogasi, Hatta menyerahkan sebuah penjelasan

akhir tanggal 1 Desember 1927, di mana ia menyarikan apa yang sudah ia usahakan untuk

menyampaikan kepada para interogatornya. Hatta menekankan bahwa Perhimpunan Indonesia

tidak memandang komunis Indonesia dengan cara yang sama seperti orang Eropa memandang

mereka, tetapi lebih sebagai “kaum nasionalis yang tersamar” yang bersekutu dengan kaum

komunis untuk memperoleh dukungan internasional di dalam perjuangan mereka. Dengan

menunjukkan suatu persepsi tajam tentang perkembangan sejarah masa depan kawasan Asia

Tenggara, Hatta meramalkan bahwa karena situasi ekonomi geograsfis Indonesia, kekuasaan

imperialisme Barat tidak akan pernah mentoleransi adanya suatu Indonesia yang komunis.

Sehingga tidaklah mengutungkan bagi Indonesia bertujuan mendirikan sebuah Negara komunis.

116Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 65. 117Ibid.,66.

Gerald J. Tampi 752011042 | 84

Hatta membela aspek kemanusiaan dari kegiatan-kegiatan PI. Perhimpunan Indonesia

menunjukkan kemiskinan yang mendalam dan proletarianisasi massa Indonesia di bawah

kekuasaan Belanda, Hatta menyatakan, dan sekaligus menarik perhatian opini publik Barat

terhadap gerakan kemerdekaan nasional Indonesia. penangkapan keempat mahasiswa PI menarik

perhatian baik dari Belanda maupun gerakan nasionalis di Hindia. Rapat-rapat protes

diselenggarakan oleh kelompok-kelompok nasionalis, termasuk Budi Utomo yang konservatif.

Kelompok-kelompok politik dan surat kabar melancarkan imbauan untuk menggalang dana guna

mendukung mahasiswa Indonesia yang ditangkap di Belanda dan membayar biaya apapun yang

berkaitan dengan pembelaan mereka.118

Kasus keempat Mahasiswa Indonesia ini, mulai disidangkan di pengadilan tinggi Den

Haag pada tanggal 8 Maret 1928. Sidang berikutnya berlangsung pada tanggal 9 Maret 1928.

Jaksa penuntut pertama-tama diberi kesempatan untuk menjawab pernyataan dari para pengacara

Hatta dkk. Kemudian Mr. Duys saling berargumentasi dengan jaksa penuntut. Nona Weber tidak

berbicara karena pembelaan Mr. Mobach dan Mr. Duys dianggap cukup. Setelah itu keempat

mahasiswa diberikan kesempatan mengemukakan pembelaan. Sesudah keempat mahasiswa

berbicara, ketua pengadilan memutuskan untuk menangguhkan kasus sampai pada tanggal 22

Maret 1928, dimana pengadilan akan mengumumkan keputusannya. Pada kesempatan tersebut,

Mr. Duys berbicara dan meminta kepada pengadilan agar sementara menunggu keputusan

tanggal 22 Maret 1928 keempat mahasiswa ditangguhkan penahanannya. Permintaan tersebut

dikabulkan oleh hakim, pada saat itu juga Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid Djojonegoro dan

Ali Sastroamidjojo dibebaskan. Keputusan pengadilan pada tanggal 22 Maret 1928 menyatakan

118Ibid., 67-69

Gerald J. Tampi 752011042 | 85

Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamidjojo bebas dari segala

tuntutan.119

Sesudah dibebaskan, Hatta mulai mendidik dan melatih kader-kader baru untuk

menggantikannya sebagai ketua PI. Hatta telah menyampaikan kepada teman-teman yang lebih

tua, bahwa ia akan meletakkan jabatan sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada akhir tahun

1929. Para calon yang diajukan oleh Hatta untuk menggantikannya secara berturut-turut adalah

Abdullah Syukur, Roesbandi dan Sutan Sjahrir. Dari ketiga kader ini, Abdullah Syukur yang

terpilih menjadi ketua menggantikan Hatta. Pada tahun 1930, terdapat 2 kejadian yang

berpengaruh terhadap jabatan Hatta dalam Perhimpunan Indonesia. Yang pertama adalah tentang

majalah komunis yang diterbitkan di Berlin yang melaporkan bahwa empat orang telah dipecat

dari “Liga Menentang Imperialisme dan Untuk Kemerdekaan Nasional”. Dari empat orang

tersebut, dua adalah orang Barat yaitu Maxton dan Edo Fimmen, yang dituduh sebagai reformis

sosial. Sedangkan dua orang lainnya adalah Jawaharlal Nehru dan Mohammad Hatta, yang

dituduh sebagai reformis nasionalis. Dalam surat menyurat Hatta kepada Nehru, Hatta

menceritakan apa yang telah terjadi pada kongres kedua di Frankfrut, dimana Nehru sendiri tidak

hadir dan diwakili oleh Sen Gupta. Nehru sependapat dengan Hatta bahwa karena sikap

komunis, liga tersebut akan hancur dari dalam. Kejadian kedua datang dari Indonesia. Ir.

Soekarno dan tiga orang temannya dari Partai Nasional Indonesia (PNI), ditahan oleh pemerintah

Kolonial. Tidak ada protes keras yang diajukan oleh Persatuan Partai-Partai Nasionalis PPPKI.

Hanyalah Partai Islam PSII yang mengadakan rapat umum untuk menentang tindakan kolonial

tersebut. PNI sendiri tidak berbuat apa-apa. Pimpinan pusat yang dipimpin oleh Mr. Sartono

sendiri bahkan mencoba untuk mengatur penggabungan-penggabungan PNI dengan Partai

119Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 18-19.

Gerald J. Tampi 752011042 | 86

Kebangsaan Indonesia. ini merupakan suatu penggabungan antara golongan nasionalis yang

menolak kerja-sama dengan penguasa kolonial dan golongan nasionalis lain yang menerima

kerja-sama tersebut. Namun, kebijakan ini tidak diterima oelh sebagian besar cabang-cabang PNI

dan akhirnya usaha ini tidak pernah terlaksana.120

Setelah Ir. Soekarno dan ketiga kawannya dihukum penjara oleh pengadilan tinggi

Bandung, PNI dibubarkan oleh pengurus besarnya atas anjuran Mr. Sartono. Sebagai gantinya

mereka mendirikan Partai Indonesia. kejadian ini tidak disetujui oleh pemimpin-pemimpin

golongan tengah seperti Soedjadi, Moerad, Kantaatmaka, Bondan, Soekarto, Teguh dan banyak

lainnya. mereka menolak untuk ikut dengan Partai Indonesia dan membentuk dalam daerah

masing-masing yang disebut Golongan Merdeka. Hatta membantu golongan ini dari jauh. Hatta

memandang pembubaran PNI merupakan hal yang memalukan dan perbuatan itu melemahkan

pergerakan rakyat. Hatta mengambil contoh India,

Tatkala Gandhi menyerukan kepada rakyat untuk bergerak ke pantai untuk membuat garam sebagai aksi menentang suatu peraturan Inggris, 56.000 rakyat ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara. Tetapi, gerakan rakyat ke pantai tersebut berjalan terus sehingga pemerintah kolonial terpaksa mencabut peraturan yang menjadi sebab oposisi yang hebat tersebut. Sedangkan di Indonesia, hanya empat orang pemimpin yang dipenjarakan, partai sudah dibubarkan, karena takut pemerintah kolonial yang akan membubarkannya. Pemimpin-pemimpin yang membubarkan PNI lupa bahwa dengan tindakan mereka tersebut, telah menunjukkan kelemahan mereka dan menyatakan bahwa mereka tidak bersedia berkorban. Padahal kemauan memberikan korban itulah yang dididik bertahun-tahun oleh Perhimpunan Indonesia.121

Hatta membuat perjanjian dengan salah satu tokoh Golongan Merdeka yaitu Soedjadi

untuk menerbitkan sebuah majalah yang terbit 10 hari sekali guna mendidik kader baru. Majalah

120Ibid.,22-23. 121Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Berjuang dan Dibuang;Sebuah otobiografi Mohammad Hatta, (

Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara 2011), 6.

Gerald J. Tampi 752011042 | 87

tersebut diberi nama Dau’lat Ra’jat. Nama majalah ini merupakan sebuah peringatan atas

bagaimana sikap golongan ini kepada rakyat. Majalah ini akan mempertahankan asas kerakyatan,

yang sebenarnya dalam segala susunan yaitu dalam politik, dalam ekonomi dan dalam pergaulan

sosial. Hatta menjelaskan rakyat harus diutamakan, karena rakyat umum mempunyai kedaulatan,

dan kekuasaan. Serta rakyat merupakan jantung hati bangsa. Selain itu, Hatta juga menyatakan

bahwa golongan-golongan terpelajar bisa ada jika ada rakyat dibelakangnya yang sadar dan

insyaf akan kedaulatan dirinya.122 Pada tanggal 20 September 1931, edisi pertama Daulat Ra’jat

terbit di Batavia. Pada edisi pertama ini, memuat tentang pernyataan dari Klub Pendidikan

Nasional Indonesia di Batavia, Malang, Surabaya dan Palembang. Mereka berpendapat bahwa

pembubaran PNI telah menyebabkan sangat merosotnya semangat nasional dan terpecahnya

kesatuan nasional yang dirintis oleh PNI. Klub-klub tersebut didirikan untuk menentang Partindo

yang kepemimpinannya identik dengan mereka yang membubarkan PNI. Pada tanggal 25-27

Desember 1931, Golongan Kemerdekaan mengadakan konfrensi di Yogyakarta. Salah satu

peserta konfrensi yaitu Sudjadi, mendesak agar golongan ini segera berubah menjadi sebuah

partai yang nantinya akan menjadi partai tandingan terhadap Partindo dalam mengambil alih

kepemimpinan gerakan nasional. Namun di waktu yang bersamaan, telegram dari Hatta tiba.

Hatta menyarankan agar menunda pembentukan partai baru, namun tetap bertahan dalam bentuk

klub Daulat Ra’jat. Setelah melalui rapat yang panjang, konfrensi akhirnya memutuskan untuk

mendirikan sebuah badan yang disebut Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru. Untuk

sementara, PNI Baru membatasi diri pada pendidikan pemimpin-pemimpin untuk gerakan

nasional. Dari hal diatas, terlihat dengan jelas bahwa telegram Hatta sangat berpengaruh untuk

menahan emosi anggota Golongan Kemerdekaan terhadap Partindo. Hal ini bukan semata-mata

122Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 24.

Gerald J. Tampi 752011042 | 88

hanya kebetulan-belaka, namun Hatta sudah dapat membaca bahwa akan ada sebuah kekuatan

besar yang berasal dari Golongan Kemerdekaan yang akan melawan Partindo. Untuk itu Hatta

menyuruh Sjahrir untuk segera kembali ke tanah air dalam rangka mengambil alih

kepemimpinan organisasi tersebut, hal ini dilakukan oleh Hatta, karena pada saat yang

bersamaan Hatta tidak bisa kembali ke tanah air, karena ia harus menghadapi tahapan-tahapan

akhir dari studinya.123

Pada tanggal 9 November 1931 pengurus PI memutuskan Hatta dan Sjahrir harus

dikeluarkan dari Perhimpunan Indonesia atas tuduhan bahwa mereka memecah belah gerakan

nasionalis dengan mendukung golongan merdeka yang memisahkan diri. Keputusan tersebut

melukiskan pengarahan komintern untuk membalikkan perjanjian Hatta-Semaun dengan jalan

menempatkan PI di bawah kontrol ketat kaum komunis. Hatta sangat tidak senang meninggalkan

PI dengan cara yang tidak hormat, yaitu disingkirkan oleh rekan-rekannya sesama mahasiswa

karena berusaha membela rakyat dari sikap-sikap feodalistik mantan rekan-rekannya. Adalah

sesuatu yang memalukan bagi Hatta melihat Perhimpunan Indonesia yang begitu berarti baginya,

menjadi organisasi yang tunduk kepada komitern.124 Hatta juga memberikan jawaban atas

tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada dirinya ia menyatakan bahwa PI telah keluar rel dari

jalan radikal, keluar dari jalan semula yang membentuk pejuang-pejuang yang tahan uji,

membelok mengikuti jalan oportunistis dan mungkin telah menjadi alat komunis.125 Rasa sakit

Hatta akibat ia dikeluarkan dari PI, membuatnya tidak dapat memaafkan temannya asal

Minangkabau yaitu Rustam Efendi yang mempelopori penyingkiran Hatta, serta Abdul Madjid

teman seperjuangan yang telah bekerja sama dengan Hatta yang juga pernah mengalami

123John Ingleson, Jalan ke Pengasingan, ( Jakarta: LP3ES 1983), 170-173. 124Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 94. 125Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 25.

Gerald J. Tampi 752011042 | 89

penahanan bersama-sama. Sjahrir berusaha untuk memperbaiki rusaknya reputasi Hatta dengan

menulis surat pembelaan pada Daulat Ra’jat. Ia mengingatkan sesama kaum nasionalis akan

catatan pengabdian Hatta pada masa lalu bagi gerakan nasionalis. Sjahrir menyatakan bahwa

kandungan Indonesia Merdeka telah berfungsi sebagai obor bagi PNI. Ia mempertahankan

tindakan Hatta dalam menarik PI dari Liga Melawan Kolonialisme, dengan melukiskan

kebijakan yang bodoh dan tindakan mereka terhadap Hatta adalah tindakan reaksioner. Dilain

pihak, dewan redaksi Daulat Ra’jat yang dipimpin oleh Sudjadi juga mendukung Hatta. Pada

tanggal 20 November 1931 media ini memuat sebuah artikel berjudul “PI dan Hatta”, yang

menyatakan bahwa Mohammad Hatta menjadi korban dalam menjalankan tugas mengikuti dan

membela kebijakan rakyat umum.126

Pada tanggal 8 Desember 1932, Hatta menerima telegram dari J. De Kadt, Sekretaris

onafhankelijke Socialistische Partj (Partai Sosialis Merdeka-OPS) yang meminta Hatta untuk

menerima pencalonan oleh OPS sebagai anggota Parlemen di negeri Belanda dalam pemilihan

yang akan datang. Hatta menjawab bahwa pada dasarnya ia tidak keberatan atas usul tersebut,

namun Hatta akan mempertimbangkannya tawaran tersebut bila ia telah kembali ke Indonesia

setelah melihat kondisi-kondisi terpenting dalam gerakan nasionalis. Hatta tidak mau terlalu

terburu-buru mengambil keputusan sampai PNI Baru mempertimbangkan permasalahan tersebut.

Pada tanggal 10 Desember, ketika Hatta melihat Sjahrir tidak setuju dengan hal tersebut, Hatta

kemudian menelegram De Kadt menolak tawaran tersebut. Namun pada saat itu, kantor berita

Hindia-Belanda Aneta, memuat berita bahwa Hatta telah menerima tawaran dari OPS.

Mendengar berita tersebut, Partindo mulai menyerang Hatta terutama dari Sukarno dan Amir

Sjarifuddin. Mereka menganggap Hatta telah meninggalkan prinsip non-kooperatif. Argumen-

126Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 95-96.

Gerald J. Tampi 752011042 | 90

argumen yang dikemukakan oleh Hatta dan Sukarno memperlihatkan perbedaan pendapat

mereka mengenai arti non-kooperatif. Bagi Hatta menerima suatu kursi dalam parlemen Belanda

atas dasar pemilihan sama sekali berbeda dengan menerima sebuah kursi dalam Volksraard baik

karena diangkat ataupun dipilih oleh sejumlah pemilih yang terbatas. Hatta menuduh Sukarno

telah membelokkan arti non-kooperatif menjadi sebuah dogma, suatu agama-politik dari arti

aslinya sebagai alat untuk mencapai kemerdekaan.127

Permasalahan kesediaan Hatta menerima kursi di parlemen Belanda, telah

membangkitkan kembali persoalan pada tahun 1926/1927 tentang konsep non-kooperasi. Hatta

dengan tepat tidak melihat adanya inkonsistensi antara pendiriannya pada tahun 1932 dan

tulisan-tulisannya pada tahun 1929-an, karena ia selalu melihat non-kooperasi sebagai alat

menentang pemerintahan Hindia Belanda. Motif penawaran pencalonan Hatta oleh OSP

kemungkinan dikarenakan oleh OSP menginginkan seorang wakil dalam staten-generaal yang

menguasai langsung masalah-masalah negeri jajahan, dan yang dapat merebut perhatian

pemerintah. Hatta mulanya memang tertarik bahwa ada satu suara nasionalis Indonesia dalam

state-generaal. Namun ia kembali berpikir bahwa kehadirannya di Indonesia masih lebih

penting.

B.2 Nasionalisme Menurut Hatta

B.2.1 Pemikiran awal Nasionalisme

Mohammad Hatta dikenal sebagai tokoh yang memegang teguh prinsip yang diyakininya.

Hatta selalu memperjuangkan status Indonesia sebagai Negara yang mengakomodasi

127John Ingleson, Jalan ke Pengasingan, 220-221

Gerald J. Tampi 752011042 | 91

kepentingan segala golongan, bukan hanya segelintir orang atau golongan tertentu. Bahkan ia

rela meletakkan jabatannya demi mempertahankan kesatuan bangsa. Latar belakang

pengetahuannya yang amat mendalam tentang ekonomi dan ketatanegaraan mengantarkan

dirinya terlibat aktif dalam berbagai proses peristiwa penting dalam proses pembentukan nation

state. Sebagai orang yang sangat terpelajar sejak usia mudanya, serta aktivitas politik yang tak

kenal menyerah, dalam perjuangannya Hatta mulai menyaksikan gejala kurang menguntungkan

dalam kepemimpinan pergerakan nasional sejak pertengahan 1920an. Meskipun Hatta tak

meragukan nasionalisme mereka, namun Hatta merasa kecewa terhadap gerakan nasionalisme

pada waktu itu. Dua partai terbesar di tanah air, Sarekat Islam (SI) yang kemudian PSII dan

Partai Komunis Indonesia (PKI) makin radikal dan menyuarakan ideologi parokial. Hatta

sebenarnya menaruh harapan terhadap Partai Nasional Indonesia (PNI), namun partai ini

dibubarkan oleh pengurusnya sendiri, sehingga menurut Hatta hal tersebut membawa dampak

yang tidak baik dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia. berkaitan dengan perjuangan

kemerdekaan Indonesia, Hatta merupakan tokoh yang pertama kali memperkenalkan nama

Indonesia dalam tulisan yang diterbitkan oleh De Socialist pada bulan Desember 1928. Dalam

berbagai tulisannya, Hatta terlihat sebagai tokoh yang memiliki kedekatan dengan rakyat,

dimana ia tetap menjunjung tinggi demokrasi dan sangat memperhatikan hak asasi manusia

dalam kehidupan kebangsaan.

Pandangan Hatta mengenai kebangsaan, dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran beberapa

tokoh sarjana barat, yaitu Ernest Renan, Offo Bauer dan Lothrop Stoddard. Hatta menegaskan

bahwa suatu bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi

satu. Keinsafan disini merupakan kesadaran yang muncul karena percaya atas persamaan nasib

dan tujuan. Keinsafan/kesadaran yang bertambah besar oleh karena senasib, kemalangan yang

Gerald J. Tampi 752011042 | 92

sama-sama diterima, kemujuran yang sama-sama didapat, singkatnya oleh karena peringatan

kepada kejadian bersama yang tertanam dalam hati dan otak.128 Dalam menentukan kriteria

bangsa dan kebangsaan, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Hatta sendiri tidak sejalan

dengan teori geopolitik. Bangsa dan kebangsaan tidak bisa diambil dari kriteria persamaan asal,

bahasa dan agama. Sementara dalam kacamata geopolitik, masalah kekuatan nasional semata-

mata terdapat dalam istilah geografi dan di dalam proses, merosot menjadi metafisika politis

yang diutarakan dalam slogan yang tidak berdasar ilmu pengetahuan.129 Pendapat Hatta ini

sangat mempengaruhi, pemikirannya soal batas Negara yang akan dibentuk. Menurut Hatta batas

Negara yang akan dibentuk hanya mencakup wilayah Hindia Belanda saja. Ia menolak pemikiran

Moh. Yamin yang mendasarkan keperluan strategi perang dan pertahanan serta kegunaannya.

Pemikiran Yamin, dikhawatirkan Hatta akan memberi kesan imperialisme yang selama ini

mereka tentang habis-habisan. Bahkan Hatta berpendapat bahwa bila Papua karena suatu hal

tidak bersedia masuk, itu bukan suatu masalah. Demikian juga halnya, apabila rakyat Malaka dan

Borneo Utara mau bergabung dengan Indonesia, itu merupakan hak mereka. Yang terpenting

menurut Hatta, janganlah ada pemaksaan untuk bergabung dengan Negara yang akan dibentuk,

sebab wilayah bekas jajahan Hindia Belanda untuk Negara baru sudah cukup luas.

Berbicara mengenai kebangsaan, Hatta memiliki pandangan bahwa terdapat bermacam-

macam rupa dan golongan yang memajukannya. Pada masa pergerakan, setidaknya Hatta

melihat terdapat tiga corak kebangsaan, yang mewarnai perjalanan pergerakan pada masa itu,

128 Moh. Hatta, Pengertian Pancasila, ( Jakarta: Idayu Press, 1977), 15. 129Hans J. Morgenthau, Politik Antar Bangsa Edisi ke-6. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1990), 242.

Gerald J. Tampi 752011042 | 93

ketiganya adalah Kebangsaan “cap ningrat”, Kebangsaan “cap intelek” dan Kebangsaan “cap

rakyat”.130

A.2.1.1 Kebangsaan “cap ningrat”

Menurut Hatta, kebangsaan ini mengukur kebangsaan menurut golongan sendiri. Dari

zaman kerajaan dulu sampai zaman penjajahan Belanda, kaum ningrat (bangsawan) termasuk

golongan yang memerintah, penguasa Belanda sangat mengerti bahwa rakyat Indonesia lebih

muda diperintah oleh Inlandsche Hoofden yaitu kepala-kepala pribumi yang berkuasa

sebelumnya. Jadi, dalam kebanyakan alam pikiran kaum ningrat, tertanam jiwa kebangsaan “cap

ningrat”, yang merasa bahwa kalau Indonesia sudah merdeka, merekalah yang berhak berkuasa.

Menurut mereka itu sudah merupakan historisch recht (hukum sejarah). Oleh karena itu “mereka

mencita-citakan kembalinya Kerajaan Majapahit ke atas Indonesia”. dalam paham kebangsaan

semacam ini, rakyat banyak tak dihitung, kecuali untuk mengabdi kepada penguasa atau “daulat

tuanku”.131

A.2.1.2 Kebangsaan “cap intelek”

Kebangsaan ini mirip dengan kebangsaan “cap ningrat”, yang berpandangan bahwa jika

Indonesia suatu saat mencapai kemerdekaannya, merekalah yang akan diprioritaskan untuk

berkuasa. Bagi mereka, orang duduk di pemerintahan bukan karena keturunan, melainkan karena

kecakapan sendiri. Bukan bangsawan karena darah, tetapi bangsawan baru karena otak dan

kecakapan. Oleh karena itu, nasib rakyat dan urusan negeri biar diserahkan saja ke tangan kaum

intelek. Dalam pikiran mereka, tertanam anggapan bahwa rakyat banyak itu bodoh, malas,

miskin dan suka menurut. Oleh karena rakyat hidup sengsara, tidak ada waktu bagi mereka untuk

130Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 99. 131Ibid.,99-100.

Gerald J. Tampi 752011042 | 94

memikirkan politik. Sehingga tidak perlu ikut campur dalam mengurus negeri. Kebangsaan “cap

intelek”, seperti halnya dengan “cap ningrat” memperlakukan rakyat sebagai “perkakas” kaum

intelek atau cerdik pandai saja.132

A.2.1.3 Kebangsaan “cap rakyat”

Paham kebangsaan ini, adalah tipe langkah. Bukan kebangsaan “cap intelek” dan bukan

pula “cap ningrat”, melainkan kebangsaan “cap rakyat”, yang menurut Hatta harus dibangunkan,

karena rakyat merupakan badan dan jiwa bangsa. Rakyatlah yang menjadi ukuran tinggi

rendahnya derajat suatu bangsa. Dengan rakyat kita akan naik dan dengan rakyat kita akan turun.

Dalam bahasa kiasan Minangkabau, “ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun”.

Maksudnya, hidup matinya Indonesia sebagai sebuah bangsa tidak bisa dilepas dari rakyat, dan

pemimpin sejati adalah pemimpin yang bisa membaca rakyat dan meletakkan kepentingan rakyat

dan bangsa di atas kepentingan lain. Konsep kebangsaan “cap rakyat” adalah temuan Hatta yang

unik, karena “kebangsaan” tidak bisa dipisahkan dari “kerakyatan”. Kedua kata ini merupakan

butir pemikiran Hatta yang paling mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus melintasi

semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan sejumlah

gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi.133

Dibalik gagasan Hatta tentang kebangsaan yang unik, Hatta ternyata sadar akan adanya

halangan yang terjadi dalam hal cita-cita persatuan bangsa. Hatta mengutip pernyataan Herbert

Spencer yang mengatakan bahwa manusia itu pada hakikatnya bersifat kuno. Hatinya sering

terikat kebiasaan, perasaan berat terhadap sesama. Hal tersebut menurut Hatta, menyebabkan

orang tak mudah membuang yang lama dan menerima yang baru. permasalahan tersebut

132Ibid., 100. 133Ibid., 100-101.

Gerald J. Tampi 752011042 | 95

berkaitan juga dengan pergaulan, dimana orang sangat terikat dengan tempat yang lama, bahkan

tempat tumpah darahnya. Hatta mengambil contoh kehidupan seorang petani yang sangat

melekat hatinya kepada tanah yang dikerjakannya, kepada pekarangan yang didiaminya, terlebih

jika tanah tersebut merupakan pusaka nenek moyang (warisan). Sifat inilah menurut Hatta

merupakan sendi dari Provinsialisme. Menurut Hatta cita-cita persatuan bangsa lambat timbul

dalam Negara agraria, yang penduduknya sebagian besar hidup dari pertanian, yang

mengakibatkan satu dengan yang lainnya jarang berhubungan dengan tukar menukar. Bagi Hatta

cita-cita persatuan lekas timbul dalam Negara Industri, di mana rakyatnya terlepas dari ikatan

tanah dan tempat, melainkan disusun bersatu oleh pabrik dan displin pekerjaan. Hatta

mencontohkan Inggris yang merupakan negeri Indistri, sangat kuat sekali persatuannya.134

Kemudian Hatta membandingkan dengan Italia yang pada waktu itu merupakan Negara agraria

yang sangat sulit sekali untuk bersatu, namun dengan usaha mereka sendiri, akhirnya Italia dapat

bersatu. Hatta melihat terdapat kesamaan antara Italia dan Indonesia yang merupakan Negara

agrarian, ditambah lagi Indonesia memiliki beberapa pulau besar dan beratus-ratus pulau kecil.

Dari hal ini, Hatta melihat kecenderungan bahwa semangat persaingan dan Provinsialisme

muncul dalam tiap-tiap daerah di Indonesia. semangat tersebut muncul akibat sifat tani yang

dipengaruhi oleh lingkungan tanah yang dikerjakan dan keadaan kepulauan. Kedua sifat ini

digambarkan oleh Hatta sebagai dasar yang baik dalam menimbulkan perasaan untuk hidup

sendiri serta berpikir sebagai katak dalam tempurung.135

Untuk mengatasi permasalahan provinsialisme ini, Hatta memiliki pandangan bahwa

pergerakan kebangsaan ditujukan kepada tanah air dan bangsa yang satu. Untuk langkah

awalnya, diperlukan pendidikan tentang persatuan. Pengertian persatuan disini adalah bukan

134 Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Berjuang dan Dibuang, 131-132. 135Ibid.,133.

Gerald J. Tampi 752011042 | 96

persatuan yang menggabungkan beberapa partai politik menjadi satu badan yang tidak memiliki

sifat dan rupa, melainkan persatuan dengan makna “memiliki rasa satu sebagai anak dari ibu

yang satu, ibu Indonesia”. Dalam hal politik boleh berbeda paham, namun dalam rasa

kebangsaan harus terikat oleh tanah air yang satu, yang mencintai kemerdekaannya. Untuk itu,

pergerakan kemerdekaan Indonesia harus dimulai dari menghilangkan perasaan provinsialisme.

Hatta menekankan bahwa tiap-tiap daerah dan kaum yang terikat oleh kebiasaan dan adatnya

sendiri, semuanya harus merasa dirinya bagian daripada tanah air yang satu. Menurut Hatta

keadaan bangsa tidak ditentukan oleh bahasa yang sama dan agama yang serupa, melainkan oleh

kemauan untuk bersatu. Dimana-mana ada kemauan untuk bersatu dalam perikatan yang

bernama “bangsa”, diwaktu itulah timbul kebangsaan Indonesia. Namun menurut Hatta, hal ini

masih kurang, tidak cukup hanya dalam perasaan saja menamai diri “anak Indonesia”. Masih

banyak di antar kita yang menamakan diri nasionalis Indonesia, akan tetapi pergaulannya dan

semangatnya masih terikat kepada daerah dan tempat individu tersebut dilahirkan. Siapapun

yang masih berperasaan terikat kepada daerahnya, Hatta dengan tegas menyatakan bahwa

individu tersebut bukan anak Indonesia melainkan anak provinsial. Cita-cita Indonesia merdeka

dapat tercapai bilamana semangat provinsial dapat hilang dan anak Indonesia tulen semakin

bertambah. Hatta menyebutkan tanda-tanda dari anak Indonesia tulen adalah anak tersebut tidak

takut berpergian kemana pun juga dalam Indonesia, di atas segala lapangan tanah air, ia hidup

dan bergembira.136

B.2.2. Demokrasi Hatta

Dalam konsep demokrasi, Hatta menolak demokrasi yang bertumpu pada kepentingan

feodal, serta demokrasi yang bertumpu pada dominasi kepentingan satu golongan agama yang

136Ibid.,134-135.

Gerald J. Tampi 752011042 | 97

menindas golongan agama lainnya, seperti yang pernah terjadi pada abad pertengahan ketika

Eropa terbenam dalam peperangan antar agama. J.J. Rousseau mencetuskan semboyan

“kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” (1789) yang menjadi dasar pengembangan

demokrasi. Hakikat demokarasi ini ketika itu adalah pembebasan individu dari dominasi agama

sedangkan kemerdekaan individu diagung-agungkan. Bahkan, diartikan begitu ekstrem sehingga

dalam undang-undang dasar Prancis yang pertama, tercantum larangan orang berserikat. Karena

perserikatan itu membatasi kebebasan individu dan dalam ekonomi bergemalah semboyan

laissez faire, laissez passer, yakni “merdeka berbuat dan merdeka berjalan”. Individualime pada

waktu itu dianggap penting untuk melepaskan jiwa manusia dari kungkungan buatan manusia,

seperti feodalisme dan dominasi agama. Individualisme juga penting menumbuhkan daya cipta

manusia, sehingga tumbuh berkembang teknologi yang memicu revolusi industri. Sungguh pun

individualisme ini penting, namun perlu ada kekuatan penyeimbang untuk mengendalikannya

agar tidak mendominasi kehidupan. Dari sudut pandang ini, Hatta beranjak menolak demokrasi

yang mengutamakan individualisme, karena dalam perkembangan masyarakat kemudian, kaum

bermodal adalah pihak yang paling cepat bisa memanfaatkan demokrasi seperti ini. Dan kaum

pemodal, kapitalis, dapat tumbuh bila tidak ada kekuatan penyeimbang terhadap dirinya. Dengan

demikian, tumbuh dominan kaum kapitalis dalam demokrasi kapitalis ini. Dalam demokrasi

kapitalis ini terbuka lebar jalan l’exploitation de l’homme, yakni eksploitasi manusia atas

manusia. Manusia buruh dieksploitasi oleh manusia kapitalis. Manusia petani kecil dieksploitasi

oleh manusia pemilik tanah besar. Yang lemah dieksploitasi yang kuat. 137 Bagi Hatta, demokrasi

tidak akan pernah lenyap dari bumi Indonesia. menurutnya, terdapat tiga sumber pokok

demokrasi yang mengakar di Indonesia. Pertama,sosialisme barat yang membela prinsip-prinsip

humanism, sementara prinsip-prinsip ini dinilai juga sekaligus sebagai tujuan. Kedua, ajaran

137 Salman Alfarizi, Hatta, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 105-106.

Gerald J. Tampi 752011042 | 98

Islam memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola hidup

dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah Indonesia. ketiga sumber

inilah yang akan menjamin kelestarian demokrasi di Indonesia.138Menurut Hatta suatu kombinasi

organik antara tiga sumber kekuatan yang bercorak sosio religius inilah yang memberi keyakinan

kepada Hatta bahwa demokrasi telah lama berakar di Indonesia tidak terkecuali di desa-desa.

Bila di desa yang menjadi tempat tinggal sekitar 70% rakyat Indonesia masih mampu bertahan,

maka siapakah yang meragukan hari depan demokrasi di Indonesia.139

Hatta kemudian memperkenalkan Azas Kedaulatan Rakyat yang menurutnya berbeda

dengan Volkssouvereiniteit yang berdasar individualisme. Hatta mengakui ada persamaan nama,

namun bukan dalam rupanya. Hatta juga mengakui bahwa Timur boleh mengambil yang baik

dari Barat, tetapi jangan ditiru melainkan disesuaikan. Dalam mencari bentuk dan sifat

demokrasi di Indonesia, Hatta menyetujui musyawarah dan menolak mufakat. Alasannya adalah

musyawarah dinilai dapat menolak sikap menang sendiri seperti sikap diktaktor atau otoriter.

Sedangkain mufakat, merupakan cara mengambil keputusan tanpa seorang atau beberapa orang

menunjukkan perbedaannya, sehingga mufakat mudah dilakukan di desa-desa, tetapi tidak pada

pusat-pusat pemerintahan kerajaan kuno. Untuk membangun Negara, Hatta melihat sifat

musyawarah perlu diterapkan dalam badan-badan perwakilan. Sistem perwakilan sangat tepat

untuk Indonesia yang begitu besar dan luas. Hatta juga menambahkan, dalam masyarakat yang

demokratis, seperti di Indonesia, mentalitas orang berlainan dengan masyarakat individualistis,

138Ahmad Syafii Maarif, Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Perpustakaan

Yayasan hatta, 1999), 2. 139 Moh. Hatta, Kumpulan Pidato II. (Jakarta: Idayu Press, 1983), 13.

Gerald J. Tampi 752011042 | 99

sebab dalam segala tindakan dan pernyataan pendapatnya, selalu dikemudiakan oleh kepentingan

umum. 140

Menurut Hatta, hak politik harus berada di tangan rakyat agar rakyat dapat

mengembangkan hak demokrasinya. Berdasarkan hal ini, Hatta mengemukakan lima pokok

gagasan yang dapat menjamin hak demokrasi rakyat, yaitu

1. Adanya kebebasan berserikat dan berorganisasi. Hatta berpendapat bahwa

tumbuhnya organisasi perlu sebagai kekuatan pengimbang bagi kelompok

bermodal, kelompok bersenjata dan kelompok yang mendominasi masyarakat

politik yang cenderung mendominasi sehingga sering kali melakukan

penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

2. Kebebasan menyatakan pendapat dalam tulisan dan lisan. Menurut Hatta

pemaksaan pendapat harus dicegah agar masyarakat tidak tertipu oleh

informasi yang cenderung bersifat indoktrinasi, untuk itu Hatta sangat

mendukung adanya kebebasan pers.

3. Hak sanggahan secara massal yang sudah dikenal dalam masyarakat desa di

Jawa yang dilakukan tanpa kekerasan. Hatta berpendapat, pada masa sekarang

sanggahan massal bisa terwujud dalam bentuk surat protes massal, polling

publik, guguatan publik, aksi dan wacana publik. Untuk itu penguasa harus

dapat memahami dan menanggapi sanggahan publik.

4. Pembangkitan semangat gotong-royong, rasa bersama, kolektivitas untuk

bersama-sama menerima atau menolak sesuatu.

140 Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Sukarno vs Hatta, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2003), 392.

Gerald J. Tampi 752011042 | 100

5. Pemberdayaan kekuatan ekonomi masyarakat dari bawah, bottom-up, dengan

membuka aksesibilitas rakyat kecil pada pengelolaan sumber daya alam, juga

membuka aksesibilitas rakyat kecil pada sumber pembiayaan berupa modal

dan kredit perbankan dan membuka aksesibilitas rakyat kecil pada fasilitas

pendidikan, kesehatan, pengembangan teknologi, pemasaran dan modal.141

Dengan mewujudkan kelima pokok diatas, menurut Hatta demokrasi politik akan tumbuh

berimbang dengan demokrasi ekonomi yang terjalin dalam demokrasi kerakyatan.

B.2.3. Sebuah warisan: Ekonomi Kerakyatan

Pandangan Hatta tentang masalah-masalah kebangsaan seperti loyalitasnya terhadap

prinsip-prinsip demokrasi dan keberpihakannya terhadap nasib rakyat, kemudian dituangkan

dalam pemikiran tentang ekonomi kerakyatan. Hatta dikenal sebagai “Bapak Koperasi

Indonesia” karena pemikiran-pemikiran ekonominya yang pro-kerakyatan. Ketika masih belajar

ekonomi di Rotterdam, Hatta banyak mencermati nasib ekonomi modern yang pada saat itu

banyak dikendalikan oleh investor-investor Belanda, terutama dalam bidang pertanian dan

perkebunan. Hatta banyak menulis di Daulat Rakyat, yang bertujuan mempersatukan ekonomi

rakyat melalui pengembangan usaha koperasi yang berbasis pada asas kekeluargaan. Pemikiran

tersebut, sudah bergema semenjak Hatta terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia pada

tahun 1926. Pada saat itu Hatta menyampaikan pidato yang berjudul Economische Wereldbouw

en Machtstegenstellingen (Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan). Dari pidato

141Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 107-108.

Gerald J. Tampi 752011042 | 101

ini, Hatta bermaksud menganalisis struktur ekonomi dunia yang dapat dijadikan bahan pemikiran

untuk membangun perekonomian Indonesia yang pro terhadap rakyat.142

Kerangka dasar pikiran Hatta untuk mempertegas bangsa Indonesia sebagai bagian

bangsa yang mandiri diilhami oleh keinginan sebagai anak bangsa yang keluar dari cengkaraman

penjajahan Belanda. Nurani itu terus mengelana menerobos sekat-sekat imperialisme yang pada

akhirnya terfokus pada alur sejarah yang tak mungkin terhapus, yaitu 17 Agustus 1945.

Pergolakan intelektual Hatta sebagai pemimpin bagi rakyatnya tercermin dalam pasal 33 UUD

1945.143 Penegasan akan isi pasal tersebut disajikan dalam sebuah tulisan yang sangat

monumental, Ekonomi Indonesia di Masa Depan. Tulisan yang merupakan pidato Hatta sebagai

wakil presiden yang disampaikan pada Konfrensi Ekonomi Indonesia di Yogyakarta pada 1946.

Pidato tersebut merupakan penafsiran asli dari pasal 33 UUD 1945 secara yuridis-historis.

Terdapat 3 hal yang ditekankan Hatta dalam pidato tersebut yang menentukan perekonomian

suatu Negara, yaitu kekayaan tanah, kedudukan terhadap negeri lain dalam lingkungan

internasional dan sifat serta kecakapan rakyat. khusus untuk Indonesia, Hatta menambahkan 1

unsur, yaitu sejarahnya sebagai bekas tanah jajahan.

142Ibid.,118-119. 143 Bunyi Pasal 33 UUD 1945(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (pasal 4 dan 5, merupakan pasal tambahan yang ditetapkan pada tahun 2002)

Gerald J. Tampi 752011042 | 102

B.3. Kesimpulan

Berbicara tentang Moh. Hatta, dibutuhkan waktu yang cukup panjang, hal ini dikarena,

Hatta sangat kaya akan visi, gagasan dan contoh-contoh konkret yang dialami oleh banyak

orang. Dalam kehidupannya nilai-nilaibaik yang positif dari timur dan barat telah menyatu

sebagaisuatu pedoman yang hampir sempurna. Bung Hatta merupakan konseptor utama tentang

kedaulatan rakyat. Rakyatadalah yang utama. Baik semasa pergerakan maupun sesudah

kemerdekan, rakyatmenjadi titik sentral perjuangan Hatta. Dengan pendidikan, rakyat harus

dibuat sadar akan harga dirinya. Sehingga rakyat bisa berpartisipasi dalam proses politik.

Rakyatmerupakan raja atas dirinya sendiri. Dengan berpegang pada prinsipnya

tentangkedaulatan rakyat, maka pemikiran-pemikirannya kemudian selalu setuju pada

rakyatseperti pada masalah kebangsaan dan perjuangannya kemudian dalam memasukkanhak-

hak rakyat dalam UUD 1945.

Hatta yang terlahir dan dibentuk dalam adat Minangkabau, kemudian diperlengkapi

dengan kehidupan akademik di negeri Belanda, menjadikan Hatta sebagai sosok yang sangat

unik, serta sangat disegani baik kawan maupun lawan. Tak dapat dipungkiri, Hatta memiliki

peranan yang sangat penting dalam memperkenalkan Indonesia di kancah Dunia Internasional.

Hal tersebut terlihat dengan sangat jelas, bagaimana Hatta semasa ia kuliah di negeri Belanda,

berbagai macam hal ia lakukan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. akibat

pergerakannya memperjuangkan kemerdekaan, Hatta beserta beberapa temannya sempat di

penjarakan oleh pemerintah Belanda. Hal tersebut tidak membuat Hatta mematahkan semangat

perjuangannya. Hatta yang lembut hati selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan.

senjata ampuh yang digunakan Hatta adalah otak dan pena. Daripada melawan dengan

kekerasan, Hatta lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi dan menulis

Gerald J. Tampi 752011042 | 103

berbagai artikel dan buku untuk perjuangan nasib bangsa. Prinsip ini muncul, karena Hatta

memiliki rasa hormat terhadap sesama manusia, tidak memandang itu lawan maupun kawan.

Kerangka pemikiran Hatta tentang nasionalisme, didasari oleh pandangannya terhadap

berbagai macam fenomena yang terjadi di Indonesia. sekurang-kurangnya terdapat 3 unsur

nasionalisme yang berada di Indonesia pada waktu itu, yaitu ningrat, intelek dan rakyat. Menurut

Hatta Nasionalisme rakyatlah yang paling cocok untuk berada di Indonesia. hal tersebut menurut

Hatta, rakyat memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembangnya suatu bangsa

atau dengan kata lain, kebangsaan tidak bisa dipisahkan dari kerakyatan. Kedua konsep ini,

merupakan butir pemikiran Hatta yang paling mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus

melintasi semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan

sejumlah gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi. Dalam hal demokrasi, terlihat

dengan sangat jelas bahwa bagi Hatta demokrasi barat berhasil diterapkan dinegara-negara maju

karena sesuai dengan budaya dan karakter masyarakat barat yang individualis. Wajar jika

demokrasi barat yang diterapkan secara murni dinegara-negara berkembang berujung

padakegagalan, karena karakter masyarakat timur yang kolektif. Namun bukan berarti demokrasi

secara subtansi tidak baik. Hanya saja demokrasi yang perlu dikembangkan menurut Hatta

adalah demokrasi yang digali dari bangsa itu sendiri. Untuk Indonesia Hatta menilai bahwa

demokrasi yang cocok adalah demokrasi yang dibangun atas dasar kolektivitas dan

kekeluargaan. Dibidang politik demokrasi menjunjung tinggi nilai musyarawah mufakat

(kolektivitas) dalam mengambil keputusan sedangkan dalam bidang ekonomi dikembangkan

ekonomi berdasarkan kekeluargaan yang terwujud dalam koperasi.