bab iii hasil penelitian dan analisis a. kronologis...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. KRONOLOGIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 181/PHPU.D-VIII/2010
Dalam penelitian ini akan dikhususkan untuk mengulas pertimbangan
hukum Mahkamah Konstitusi tentang permasalahan dualisme KPUD
Kabupaten Waropen, Papua Barat. Sebelum menuju pada setra penelitian,
akan dilihat mengenai alur terbentuknya pertimbangan hukum tersebut
berdasarkan urutan bagian dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
181/PHPU.D-VIII/2010. Bagian bagian putusan diatas yang perlu dipahami
terlebih dahulu antara lain sebagai berikut;
a. Pihak pihak yang terkait dalam masalah hukum yang ada.
b. Dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan
dasar serta alasan dari tuntutan (posita).
c. Dalil dalil dalam tuntutan para pihak (petitum).
Setelah merujuk pada ketiga bagian tersebut akan dikaji lebih mendalam
mengenai pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terkait dualisme KPUD
Kabupaten Waropen, Papua Barat. Hasil penelitian ini keseluruhannya
bersumber dari Putusan Mahkamah Konstitusi No 181/PHPU.D-VIII/2010.
52
5. Para pihak dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 181/PHPU,D-VIII/2010
Pemohon : Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Peserta Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010 Nomor Urut 2;
a. Nama : Hendrik Wonatorey, S.Sos.
Tempat/Tanggal lahir : Sanggei, 28 September 1951 Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Waropen Alamat : Kampung Sanggei, Urei Faisei, Kabupaten Waropen.
b. Nama : Dorus Wakum, S.Sos.
Tempat/ Tanggal lahir : Biak, 10 April 1972 Pekerjaan : Aktivis HAM/Aktivis Anti Korupsi Alamat : Kampung Uri,Waren, Kabupaten Waropen.
Termohon I : Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen (Melina K.K. Wonatorei), Berkedudukan di Jalan Inpres Waren- Urei Faisei, Distrik Waropen Bawah, Kabupaten Waropen, Provinsi Papua;
Termohon II : Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen (Christison B.Mbaubedari), Berkedudukan di Jalan Inpres Urfas- Waren, Kabupaten Waropen, Provinsi Papua;
Pihak terkait : Pasangan Bupati dan Wakil Bupati
Peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Waropen Tahun 2010
53
Nomor Urut 2;
a. Nama : Drs. Yesaya Buinei, M.M. Tempat/ Tanggal Lahir : Merauke, Januari 1961 Pekerjaan : PNS
Alamat : Kampung Waren I, Distrik Waropen Bawah, Kabupaten Waropen.
b. Nama : Yermias Bisai, S.H. Tempat/ Tanggal Lahir : Waroga, 20 April 1973 Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Waropen
Alamat : Kampung Jardi Saro Waropen,Kab.Waropen
6. Posita
Pemohon dalam permohonannya bertanggal 17 September 2010 yang diterima
di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 September 2010 berdasarkan Akta
Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 480/PAN.MK/2010, dan diregistrasi
dengan Nomor 181/PHPU.D-VIII/2010 pada tanggal 27 September 2010, dan
telas diperbaiki dengan permohonan bertanggal 29 September 2010. Berikut ini
beberapa posita dari Pemohon yang hanya terkait dualisme KPUD Kabupaten
Waropen, Papua Barat.
1. Bahwa Ketua dan 4 orang Anggota KPUD Waropen sudah dipecat
oleh KPUD Provinsi dan KPU Pusat tetapi tetap melaksanakan Pemilu.
Adanya Surat Bupati Waropen dengan Nomor: 961/73/BUP/2010
dengan perihal Pandangan dan Sikap Pemerintah Daerah Terhadap
Kinerja KPUD dan Pengusulan Pergantian Antar Waktu Ketua dan
Anggota KPUD Kabupaten Waropen.
Ketidakpatuhan Ketua dan 4 orang anggotanya terhadap SK KPU
Provinsi Papua Nomor : 60 Tahun 2010 tentang pemberhentian dan
54
pengangkatan antar waktu anggota KPU Kabupaten Waropen Adanya
Informasi berita yang disiarkan baik itu di media RRI Pusat, RRI
Serui, dun Koran Lokal maupun Nasional tentang Pemberhentian
Ketua dan 4 orang anggota KPUD Waropen.
Hal ini membingungkan dan meresahkan Kandidat maupun
Masyarakat Pemilih di Kabupaten Waropen, tetapi kondisi yang
demikian tetap saja dilaksanakan Pemilihan Umum oleh KPUD versi
Melina KK. Wonatorey,SE.82
2. Dualisme kepemimpinan KPUD Waropen telah merugikan kandidat
dan juga membingungkan serta meresahkan masyarakat Waropen.
Adanya dualisme Kepemimpinan KPUD Waropen diantara KPUD
versi Melina KK Wonatorey,SE dan KPUD versi Soni Mbaubedari,SE
; KPUD Waropen versi Melina KK. Wonatorey, SE telah
melaksanakan Pemilihan Umum pada tanggal 25 Agustus 2010,
sementara KPUD Waropen versi Soni Mbaubedari,SE juga baru
melaksanakan tahapan awal hingga jadwal dan persiapan kampanye
yang telah memasukkan pejabat incumbent sebagai kandidat nomor 7.
sesuai dengan amar putusan PTUN Jayapura tertanggal 9 Juli 2010.
3. Petitum
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tidak sah serta membatalkan Hasil Penghitungan Suara
yang ditetapkan oleh KPUD Kabupaten Waropen tanggal 15
September 2010 sebagaimana Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan
Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Waropen;
3. Menyatakan tidak sah serta membatalkan Hasil Penghitungan Suara
yang ditetapkan oleh KPUD Kabupaten Waropen tanggal 3 September
2010 sebagaimana Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara
82 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 181/PHPU,D-VIII/2010, op.cit, h. 5.
55
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Waropen;
4. Memerintahkan atasan Termohon dalam hal ini KPU Pusat dan KPUD
Provinsi Papua untuk melaksanakan Pemilihan Ulang di Kabupaten
Waropen dan segera membentuk Panitia Seleksi Anggota KPUD yang
baru untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di
Kabupaten Waropen, dalam waktu paling lambat 90 (sembilan puluh)
hari sejak Putusan Perkara a quo diucapkan.
4. Pertimbangan hukum tentang sentral penelitian (Dualisme KPUD
Kab. Waropen)
[3.13] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok
permohonan, Mahkamah harus terlebih dahulu menjawab isu hukum
terkait legalitas pihak yang menjadi Termohon, karena terdapat dua pihak
yang mendalilkan dirinya sebagai KPU Kabupaten Waropen yang sah,
yaitu KPU Kabupaten Waropen yang diketuai oleh Melina K.K.
Wonatorey, S.E. [selanjutnya disebut KPU Kabupaten Waropen lama]
dan KPU Kabupaten Waropen yang diketuai oleh Christison B.
Mbaubedari, S.E. [selanjutnya disebut KPU Kabupaten Waropen baru].
Legalitas Termohon menjadi hal yang penting bagi Mahkamah karena
berkaitan dengan hasil Pemilukada Kabupaten Waropen yang telah
dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 2010;
[3.14] Menimbang bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dalam perkara
antara Drs. Ones Jakob Ramandey, M.M. dan Drs. Zeth Tanati, M.M. melawan
Ketua KPU Kabupaten Waropen, telah mengeluarkan Putusan bertanggal 6
Agustus 2010, yang dalam amarnya menyatakan (vide Bukti T.II-2):
56
Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan batal Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Waropen Nomor 09 Tahun 2010 tanggal 25 Juni 2010
tentang Penetapan Calon Tetap Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Waropen Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010;
Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Waropen Nomor 09 Tahun 2010 tanggal
25 Juni 2010 tentang Penetapan Calon Tetap Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Waropen Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010;
Memerintahkan Tergugat untuk mendaftarkan para Penggugat
sebagai salah satu peserta yang lolos verifikasi untuk pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen
Periode 2010-2015;
Menyatakan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Jayapura Nomor 27/PEN/2010/PTUN.JPR., tanggal 9 Juli 2010,
tentang Penundaan Pelaksanaan obyek sengketa haruslah
dipertahankan kecuali ada penetapan lain untuk itu;
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara Rp.393.000,-
(tiga ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah);
[3.15] Menimbang bahwa KPU Provinsi Papua dengan didukung oleh KPU Pusat
mengeluarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Nomor 60
Tahun 2010 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Antar Waktu Anggota
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010, yang
pada pokoknya KPU Provinsi Papua memberhentikan Ketua dan Anggota KPU
Kabupaten Waropen lama, yaitu i) Melina K.K. Wonatorey; ii) Marselius H.
Daimboa; iii) Regina Wander; iv) Nun Sasarari; dan Yusuf Ronal Warobay
dengan alasan melanggar kode etik; serta mengangkat Anggota KPU Penggantian
Antar Waktu KPU Kabupaten Waropen Masa Bakti 2008-2013, yaitu i) Christison
57
B. Mbaubedari; ii) Betuel Ramandey; iii) Sakeus Sawaki; iv) Margareta Rumi;
dan Obeth Diwi (vide Keterangan KPU Kabupaten Waropen Baru dan
Keterangan Anggota KPU Divisi Hukum dan Pengawasan I Gusti Putu Artha).
Namun dalam persidangan Mahkamah Konstitusi, Melina K.K. Wonatorey selaku
Ketua KPU Kabupaten Waropen lama menerangkan belum menerima petikan
SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 dimaksud;
[3.16] Menimbang bahwa KPU Kabupaten Waropen lama dalam Keputusan
KPU Kabupaten Waropen Nomor 01/Kpts/KPU-KW/2010 tentang Perubahan
Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010, bertanggal 10
Maret 2010, menjadwalkan pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 25
Agustus 2010 (vide Bukti T.I-19), sedangkan KPU Kabupaten Waropen baru
dalam Keputusan KPU Kabupaten Waropen Nomor 004/KPU-KW/IX/2010
tentang Perubahan Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen,
bertanggal 24 Agustus 2010, menjadwalkan pemungutan suara pada tanggal 29
Oktober 2010 (vide Bukti T.II-15);
Bahwa Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Antar Waktu Anggota Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010, dikeluarkan 4 (empat)
hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara sesuai jadwal KPU Kabupaten
Waropen Lama; dan KPU Kabupaten Waropen baru menyusun perubahan
jadwal pelaksanaan tahapan-tahapan Pemilukada pada tanggal 24 Agustus 2010,
yaitu hanya satu hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara sesuai jadwal KPU
Kabupaten Waropen Lama. Menurut pandangan Mahkamah, penggantian
anggota KPU Kabupaten Waropen dan perubahan jadwal Pemilukada tersebut
tidak dapat diterima;
[3.17] Menimbang bahwa secara de facto, Pemilukada Kabupaten Waropen Tahun
2010 telah dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Waropen lama pada tanggal 25
58
Agustus 2010 dengan diikuti oleh 6 (enam) Pasangan Calon dan 16.133 pemilih
(vide Bukti T.I-9) dari total pemilih yang terdaftar dalam DPT adalah sejumlah
17.470 pemilih (vide Bukti T.I-9 dan Bukti T.I-29);
[3.18] Menimbang bahwa KPU Kabupaten Waropen lama tetap melaksanakan
pemungutan suara sesuai jadwal, yaitu pada tanggal 25 Agustus 2010, antara lain,
didasarkan pada dukungan berupa:
a. Surat DPRD Kabupaten Waropen Nomor 270/170-67/VIII/2010,
bertanggal 23 Agustus 2010, ditandatangani Wakil Ketua I, yang salah
satu pokoknya menyatakan pemungutan suara tetap dilaksanakan pada
25 Agustus 2010 (vide Bukti T.I-2);
b. Surat Pernyataan Bersama Lintas Element Untuk Sukses Pemilukada
Kabupaten Waropen Tanggal 25 Agustus Tahun 2010 yang
ditandatangani oleh, antara lain, Wakil Bupati Kabupaten Waropen
Daud Donggori, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Waropen Maklon
Simunapendi, Ketua dan Anggota Pansus Pemilukada Kabupaten
Waropen, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, para Ketua Partai
tingkat Kabupaten Waropen, dan sebagainya (vide Bukti T.I-4 dan
Bukti T.I-5);
c. Surat Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
270/2760/OTDA, bertanggal 5 Oktober 2010, ditandatangani Plt.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah, yang pada pokoknya menerangkan
bahwa jadwal pelaksanaan pilkada dapat ditunda bila di suatu daerah
terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau
gangguan lainnya di seluruh atau sebagian wilayah pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah (vide Bukti T.I-3).
[3.19] Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana tersebut di atas,
jika Mahkamah berpegang pada asas kepastian hukum, maka Mahkamah harus
menyatakan pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010 adalah tidak sah karena
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Waropen yang telah diberhentikan oleh KPU
59
Provinsi Papua sejak tanggal 21 Agustus 2010. Namun jikalau pemungutan suara
tanggal 25 Agustus 2010 dipandang tidak sah dapat membawa implikasi yang
sangat merugikan, mengingat telah dikeluarkan biaya (baik financial cost maupun
social cost) yang tidak kecil untuk melaksanakan tahapan Pemilukada hingga
tahapan pendistribusian logistik Pemilukada, tahapan kampanye, dan tahapan
pemungutan suara. Selain itu, hal yang menjadi pertimbangan utama, menyatakan
pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010 tidak sah berarti tidak menghormati
dan tidak menghargai constitutional rights dalam implementasi demokrasi
Indonesia, terutama terhadap 16.133 pemilih dari total pemilih yang terdaftar
dalam DPT sejumlah 17.470 pemilih;
Menurut Mahkamah, seharusnya penggantian antar waktu (PAW) yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi Papua kepada KPU Kabupaten Waropen
berdasarkan SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010, telah diselesaikan
secara internal tanpa harus menunda pelaksanaan pemungutan suara pada tanggal
25 Agustus 2010 sebagaimana telah dijadwalkan oleh KPU Kabupaten Waropen.
Adalah hal yang tidak dapat diterima jika permasalahan internal dalam tubuh KPU
Kabupaten Waropen membawa akibat yang merugikan pemilih dan merugikan
proses demokrasi pada umumnya;
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dengan mendasarkan pada asas
manfaat dan asas keadilan, Mahkamah menyatakan mengakui bahwa pemungutan
suara pada tanggal 25 Agustus 2010 dalam rangka Pemilukada Kabupaten
Waropen adalah sah menurut hukum. Mahkamah juga menegaskan bahwa
penilaian Mahkamah akan sahnya pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010
tidak berarti Mahkamah mengabaikan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jayapura Nomor 27/G/2010/P.TUN.JPR., bertanggal 6 Agustus 2010, yang salah
satu amarnya memerintahkan agar KPU Kabupaten Waropen mengakomodasi
Pasangan Calon Drs. Ones Jakob Ramadey, M.M., dan Drs. Zeth Tanati, M.M.
sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilukada Kabupaten Waropen Tahun 2010.
Sekali lagi Mahkamah menegaskan bahwa permasalahan tersebut seharusnya
telah diselesaikan oleh KPU Kabupaten Waropen tanpa harus menunda
pelaksanaan pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010. Mahkamah menilai
60
KPU Provinsi Papua belum menunjukkan upaya sungguhsungguh untuk
menyelesaikan konflik internal dalam tubuh KPU Kaupaten Waropen tanpa harus
menunda dan/atau membatalkan pelaksanaan pemungutan suara tanggal 25
Agustus 2010;
[3.20] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dalam
Perkara Nomor 179-181/PHPU.D-VIII/2010 sepanjang mengenai dalil para
Pemohon mengenai Pemilukada Kabupaten Waropen (terutama pemungutan suara
tanggal 25 Agustus 2010), Mahkamah akan mendasarkan pada
keterangan/jawaban yang disampaikan oleh KPU Kabupaten Waropen lama
sebagai penyelenggara yang sah Pemilukada Kabupaten Waropen Tahun 2010;
B. ANALISIS
3. Perwujudan asas doelmatigheid dan asas rechtmatigheid.
Paragraf dibawah ini akan menjelaskan bentuk konkrit asas doelmatigheid dan
asas rechtmatigheid dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 181/PHPU.D-
VIII/2010.
3.1 Asas doelmatigheid dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 181/PHPU.D-VIII/2010.
Pada hakikatnya pengertian dari doelmatigheid adalah daya guna,
kemanfaatan, kegunaan, manfaat dan tujuan; behalve de
rechtmatigheid moet ook de ~ in aanmerking worden genomen selain
pertimbangan yuridis, pertimbangan manfaat dan tujuan pun harus
diperhatikan.83 Perwujudan asas doelmatigheid dalam putusan
83 Marjanne Termorshuizen, op.cit, h. 103.
61
Mahkamah Konstitusi Nomor 181/PHPU.D-VIII/2010 dapat dilihat
pada cuplikan bunyi dari pertimbangan hakim sebagai berikut;
Namun jikalau pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010
dipandang tidak sah dapat membawa implikasi yang sangat
merugikan, mengingat telah dikeluarkan biaya (baik financial cost
maupun social cost) yang tidak kecil untuk melaksanakan tahapan
Pemilukada hingga tahapan pendistribusian logistik Pemilukada,
tahapan kampanye, dan tahapan pemungutan suara. Selain itu, hal
yang menjadi pertimbangan utama, menyatakan pemungutan suara
tanggal 25 Agustus 2010 tidak sah berarti tidak menghormati dan
tidak menghargai constitutional rights dalam implementasi demokrasi
Indonesia, terutama terhadap 16.133 pemilih dari total pemilih yang
terdaftar dalam DPT sejumlah 17.470 pemilih.
Dari pertimbangan hakim diatas dapat disimpulkan aspek aspek
mana saja yang menjadi perwujudan asas doelmatigheid. Disebutkan
secara jelas oleh hakim konstitusi bahwa aspek aspek yang dimaksud
adalah financial cost dan social cost. Sedangkan aspek constitutional
right dikategorikan sebagai representasi dari asas keadilan.
Aspek yang pertama yang akan diuraikan yaitu pertimbangan telah
dikeluarkannya biaya. Istilah dari biaya yang dimaksud dalam
pertimbangan hakim tersebut adalah financial cost dan social cost.
Financial cost dalam suatu pesta demokrasi seperti halnya pemilukada
merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk
menyelenggarakan proses pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat.
62
Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit mengingat bahwa tahapan
suatu proses pemilukada yang panjang. Bentuk konkrit dari adanya
financial cost bagi negara selaku penyelengara adalah biaya biaya
yang dikeluarkan untuk pembelian alat tulis menulis, biaya
penyelenggaraan alat elektronik sebagai penunjang kegiatan seperti;
computer, printer, dan lain- lain. Selain itu biaya transportasi,
konsumsi panitia, sarana prasarana juga mengeluarkan biaya yang
besar, mengingat bahwa tempat pemilihan kepala daerah di tingkat
Kabupaten cukup banyak karena terdiri dari beberapa TPS (Tempat
Pemungutan Suara). Perhitungan yang mendalam tentang besarnya
biaya yang dikeluarkan juga didasarkan pada rentang waktu yang
dipakai dari tahap awal pemutakhiran data pemilih dan menyusun
daftar pemilih hingga pengucapan sumpah / janji oleh kepala daerah
yang baru terpilih. Sedangkan bagi para kandidat pengeluaran biaya
yang dinilai besar yaitu ketika mengadakan kampanye.
Biaya yang dipergunakan KPUD Kabupaten untuk
menyelenggarakan suatu pesta demokrasi yang demikian berasal dari
APBD Kabupaten. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Kabupaten tersebut bersumber dari Pertama; Pendapatan Asli Daerah
(PAD), yang meliputi pajak darah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah dan penerimaan lain lain. Kedua; bagian dana
pertimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alikasi Umum
63
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus. Serta yang Ketiga; lain lain
pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.84
Secara garis besar dapat dikatakan pihak dalam pemilihan kepala
daerah kabupaten Waropen yang mengalami kerugian financial cost
adalah Negara. Berkaitan dengan pertimbangan financial cost tersebut
diatas Hakim Mahkamah Konstitusi juga mempertimbangkan social
cost. dalam suatu proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah. Social cost dalam pengertian bahasa Indonesia adalah biaya
sosial.
Secara sederhana dapat dipahami social cost adalah seluruh biaya
yang dikeluarkan masyarakat dalam rangka partisipasi terhadap
pemilukada yang dilakukan tanggal 25 Agustus 2010. Social cost yang
dimaksud dapat meliputi biaya secara ekonomi, waktu, maupun
tempat. Masyarakat kab. Waropen telah menyediakan waktu untuk
mengikuti rentetan tahapan pemilukada selain itu masyarakat juga
telah mengeluarkan biaya transport untuk menghadiri pesta demokrasi
tersebut.
Mengingat bahwa dalam penyelenggaraan suatu proses demokrasi
memang memerlukan dana yang sangat besar, apalagi bagi negara
berkembang yang sedang mulai belajar mengenai prinsisp demokrasi.
Banyak kemungkinan terjadi seperti belum terbiasanya rakyat
menjalankan hak dan kewajibannya berdasarkan prinsip demokrasi,
84 Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Daerah dapat diakses di www. Wikipedia.org/wiki.
64
sehingga kesalahan yang ada mengakibatkan pembengkakan biaya
bagi Negara.
Demokrasi ditingkat lokal tepatnya dalam konteks pemilukada
dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut;
(1) Esensi demokrasi adalah partisipasi politik.
(2) Pilkada langsung membuat rakyat di daerah bisa menentukan
siapa calon pemimpin mereka yang dianggap mampu
menyelesaikan persoalan daerahnya.
(3) Dengan pemilihan langsung, rakyat ikut terlibat secara
langsung dalam memilih pemimpinnya.85
Salah satu contoh nyata dari proses pembelajaran penerapan
prinsip demokrasi tersebut yaitu pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah Kabupaten Waropen. Telah dijelaskan pada sub judul
sebelumnya tentang apa yang dimaksud dengan dideritanya kerugian
financial cost dan social cost menurut hakim konstitusi. Dalam
pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut tidak secara eksplisit mengatakan bahwa pihak
yang menderita kerugian financial cost adalah Negara sebagai
penyelenggara pemilukada dan social cost adalah masyarakat yang
ikut berpartisipasi pada pemilukada tanggal 25 Agustus 2010.
85 Djohan Djohermansyah, Potret Otonomi Daerah Dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal,Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2007, Cetakan I, h. 333
65
Namun melihat dari bunyi pertimbangan hukum hakim konstitusi
maka ditafsirkan bahwa kerugian financial cost dan social cost lebih
nampak ditujukan untuk Negara dan masyarakat, meskipun tidak dapat
dipungkiri terdapat pihak lain juga mengalami kerugian financial cost
dan Ssocial cost apabila terjadi kegagalan dalam proses pemungutan
suara. Pihak yang dimaksudkan tersebut yaitu para calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mengikuti pertandingan
tersebut.
Meskipun pertimbangan hukum tersebut adalah benar bila
dikaitkan dengan pemahaman mengenai adanya kerugian financial cost
terhadap negara dan para kandidat kepala daerah dan wakil kepala
daerah, namun memasukkan pertimbangan tersebut dalam
penyelesaian sengketa pilkada tersebut adalah tidak tepat. Sedangkan
untuk pertimbangan hukum yang terkait aspek social cost adalah
tepat.
Perlu diingat kembali bahwa sesuai amanat Undang Undang
Dasar 1945 pasal 18 ayat 4 yang berbunyi Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah
propinsi, kabupaten, dan kota dipilih dengan cara demokratis86 secara
jelas menyatakan bahwa pemilukada harus melalui pemilihan dengan
cara demokratis. Menurut penulis frase demokrasi tersebut bagi
negara yang berkembang sekaligus sebagai negara yang baru belajar
86 UUD 1945 amandemen 4 pasal 18 ayat (4). Dapat diakses di www.legalitas.org.
66
tentang arti demokrasi itu sendiri seperti Indonesia, identik dengan
pengeluaran biaya yang besar apalagi berkaitan dengan pemilihan
umum secara langsung oleh rakyat.
Tidak terkecuali pula bagi Kabupaten Waropen yang juga masih
dalam tahap pembelajaran demokrasi sudah dipasti akan menimbulkan
kemungkinan kegagalan dalam proses pemilukada. Kemungkinan
tersebut seakan akan mendekati sempurna bila mengingat kondisi
politik yang panas di daerah tersebut. Apabila Mahkamah Konstitusi
sudah memahami benar posisi negara Indonesia yang masih dalam
proses pembelajaran demokrasi, nampaknya pertimbangan tersebut
dinilai tidak tepat. Memahami bahwa suatu pemilihan suara secara
langsung yang didasarkan prinsip demokrasi sangat erat kaitannya
dengan biaya yang besar (bila dilihat dengan model pemilihan suara
secara langsung yang diadakan di seluruh daerah negara Indonesia)
maka sudah selayaknya negara konsekuen dengan kondisi kondisi
yang mungkin terjadi, termasuk apabila suatu hasil pemungutan suara
dianggap tidak sah apabila terjadi tindakan tindakan yang bertolak
belakang dengan prinsip demokrasi pada saat proses pembelajaran
demokrasi tersebut berlangsung.
Kemudian aspek berikutnya yang dikategorikan sebagai
perwujudan asas keadilan, akan dijabarkan tentang pertimbangan
hukum utama dalam masalah keabsahan hasil pemungutan suara yang
diselenggarakan oleh KPUD Waropen Lama illegal yaitu kaitannya
67
dengan constitutional right yang dimiliki oleh 16.133 pemilih dari total
pemilih yang terdaftar dalam DPT sejumlah 17.470 pemilih.
Constitutional right dalam bahasa Indonesia disebut dengan hak
konstitutional. Hak konstitusional warga negara Indonesia adalah hak
hak yang yang dijamin di dalam UUD 1945. Dalam UUD 1945 telah
mengatur tentang hak hak warga Negara kaitannya dengan Pemilihan
Umum secara demokrasi.
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pemilihan
Umum secara demokratis oleh rakyat merupakan salah satu bagian dari
constitutional right, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing masing
sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota
dipilih dengan cara demokratis87 . Sesuai dengan bunyi pasal 18 ayat
(4) UUD 1945 tersebut maka dalam menyelenggarakan pemilihan
bupati harus di dasarkan pada prinsip demokrasi.
Menurut Abraham Lincoln dalam pidato Gettyburgnya
mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.88 Beranjak dari definisi tersebut maka
maksud dari pertimbangan hakim Konstitusi bahwa apabila pemilihan
umum tanggal 25 Agustus 2010 tidak dianggap sah berarti hakim
konstitusi tidak menghargai constitutional right para pemilih. Hal
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemilihan tanggal 25
Agustus 2010 tersebut dinilai sudah dilaksanakan langsung oleh rakyat
87 UUD 1945 amandemen 4 pasal 18 ayat 4. 88 Lansford, Tom, Democracy: Political System of the World. Marshall Cavendish, (2007).
68
yang secara bebas dan luas rakyat sudah diberi kesempatan untuk
memilih sesuai dengan hati nuraninya masing masing. Ketika hasil
pilihan rakyat tanggal 25 Agustus 2010 tidak dianggap sah atau tidak
dipergunakan maka secara tidak langsung terjadi asumsi bahwa hak
konstitusi warga masyarakat tersebut sangat murah sehingga tidak
dipandang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam
mewujudkan pemerintahan yang adil, makmur, dan sejahtera.
Melihat pada kutipan bunyi pertimbangan hukum hakim konstitusi
tentang penilaian financial cost dan social cost yang telah dikeluarkan
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten
Waropen tanggal 25 Agustus 2010 dirasa sangat besar. Bagi hakim
konstitusi financial cost dan social cost merupakan salah satu faktor
yang dominan pula dalam suatu pemilihan umum, sehingga perlu
adanya pertimbangan terhadap faktor - faktor tersebut.
Kemudian melalui pertimbangan dengan dalil untuk menghargai
constitutional right, Mahkamah Konstitusi menjadikan pernyataan
tersebut sebagai pertimbangan utama untuk menyatakan bahwa
Pemilihan Umum tanggal 25 Agustus 2010 adalah sah. Menurut
Mahkamah Konstitusi ketika hasil pemungutan suara masyarakat
Kabupaten Waropen yang merupakan perwujudan dari constitutional
right tidak dianggap sah maka itu berarti hakim konstitusi tidak
menghargai prinsip demokrasi yang mulai tumbuh dan dikembangkan
di negara Indonesia.
69
Mengenai pertimbangan hukum hakim konstitusi tentang
costitutional right atau hak konstitusi dinilai pertimbangan hukum
tersebut tepat. Hal yang melatarbelakangi demikian karena dinilai apa
yang didalilkan hakim konstitusi tentang costitutional right masyarakat
Kabupaten Waropen adalah memang perlu untuk diperhatikan.
Melihat pada pertimbangan hukum utama hakim konstitusi yang
berbunyi menyatakan pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010
tidak sah berarti tidak menghormati dan tidak menghargai
constitutional right dalam implemetasi demokrasi Indonesia, terutama
terhadap 16.133 pemilih dari total pemilih yang terdaftar dalam DPT
sejumlah 17.470 pemilih penulis berpendapat bahwa penghargaan
atau penghormatan terhadap constitutional right merupakan
perwujudan dari pembelajaran demokrasi.
Meskipun tercium kabar dari beberapa sumber bahwa pemililukada
Kabupaten Waropen sangat kental diselimuti dengan praktik praktik
klasik yang menodai jalannya proses demokrasi seperti halnya adanya
konspirasi politik, money politik, serta tekanan bagi kelompok
masyarakat tertentu, namun hasil pemungutan suara tetap disebut
sebagai hasil dari penggunaan constitutional right masyarakat
Kabupaten Waropen. Terlepas apakah penggunaan constitutional right
masyarakat kabupaten Waropen berdasarkan nurani masyarakat yang
sebenarnya. Kenyataan yang semacam ini adalah tahapan dari
pembelajaran demokrasi yang mahal seperti yang sudah dijelaskan
70
sebelumnya. Meskipun belum sempurna mengaplikasikan prinsip
demokrasi dalam konteks pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sehingga masyarakat belum mampu mempertahankan dan
menilai mahal hak konstitusi yang dimilikinya masing masing
walaupun terjadi tekanan dari berbagai pihak. Namun selayaknya
pembelajaran ini tetap dihargai setidaknya di pertahankan sebagai
modal pemahaman demokrasi yang lebih benar untuk masa yang akan
datang. Dapat disimpulkan bahwa meskipun perwujudan demokrasi
dalam pemilukada Kabupaten Waropen belum sempurna, tetapi
selayaknya hakim konstitusi harus tetap menghargai proses
pembelajaran berdemokrasi oleh masyarakat Kabupaten Waropen.
3.2 Asas rechtmatigheid dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 181/PHPU.D-VIII/2010.
Pada hakikatnya pengertian tentang asas rechtmatigheid adalah
asas yang mengedepankan aspek hukum yang diterapkan secara
konkrit dalam suatu masyarakat. Atau dengan kata lain asas
rechtmatigheid adalah asas tentang kepastian hukum. Bila berbicara
tentang asas ini maka identik dengan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut dikarena peraturan perudang undangan merupakan
perwujudan hukum tertulis yang nyata digunakan dalam kehidupan
masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang timbul karena adanya
dinamika sosial. Dalam salah satu pertimbangan hukum yang
digunakan sebagai dasar penilaian apakah pemilihan suara tanggal 25
Agustus 2010 adalah sah, hakim konstitusi juga mempertimbangkan
71
asas rechtmatigheid yang terdapat dalam pelaksanaan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Waropen. Berikut ini
penjabaran mengenai peraturan peraturan yang digunakan sebagai
wujud nyata asas rechtmatigheid dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
no 181/PHPU,D-VIII/2010.
Menimbang bahwa KPU Provinsi Papua dengan didukung oleh KPU
Pusat mengeluarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Antar Waktu Anggota Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010, yang pada
pokoknya KPU Provinsi Papua memberhentikan Ketua dan Anggota
KPU Kabupaten Waropen lama, yaitu i) Melina K.K. Wonatorey; ii)
Marselius H. Daimboa; iii) Regina Wander; iv) Nun Sasarari; dan
Yusuf Ronal Warobay dengan alasan melanggar kode etik; serta
mengangkat Anggota KPU Penggantian Antar Waktu KPU Kabupaten
Waropen Masa Bakti 2008-2013, yaitu i) Christison B. Mbaubedari; ii)
Betuel Ramandey; iii) Sakeus Sawaki; iv) Margareta Rumi; dan Obeth
Diwi (vide Keterangan KPU Kabupaten Waropen Baru dan
Keterangan Anggota KPU Divisi Hukum dan Pengawasan I Gusti Putu
Artha). Namun dalam persidangan Mahkamah Konstitusi, Melina K.K.
Wonatorey selaku Ketua KPU Kabupaten Waropen lama
menerangkan belum menerima petikan SK KPU Provinsi Papua
Nomor 60 Tahun 2010 dimaksud;
Secara eksplisit dalam pertimbangan hakim tersebut dijelaskan dan
diakui bahwa adanya Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Antar Waktu Anggota Komisi Pemilihan Umum
72
Kabupaten Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010 dan Keputusan KPU
Kabupaten Waropen Nomor 004/KPU-KW/IX/2010 tentang
Perubahan Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten
Waropen, bertanggal 24 Agustus 2010, menjadwalkan pemungutan
suara pada tanggal 29 Oktober 2010 (vide Bukti T.II-15) merupakan
perwujudan dari asas rechtmatigheid atau kepastian hukum. Namun
kedudukan asas rechtmatighied dalam perkara tersebut kali ini tidak
dijadikan pertimbangan utama dalam memutus perkara. Hakim
konstitusi menilai bahwa ketika asas rechtmatigheid ini dikedepankan
maka dirasa tidak memberikan keadilan dan kemanfaatan bagi
masyarakat Kabupaten Waropen. Menurut pertimbangan hukum
hakim konstitusi pengedepanan asas rechtmatigheid akan membawa
implikasi yang sangat merugikan dinilai dari aspek financial cost dan
social cost serta constitutional right. Hal tersebut berkaitan erat dengan
asumsi timbulnya kerugian yang diderita oleh masyarakat yaitu dalam
konteks tidak dihargainya constitutional right serta kerugian yang
dialami oleh Negara yaitu dalam konteks sudah dikeluarkan financial
cost dan social cost.
Hakim konstitusi berdalil bahwa semestinya permasalahan internal
KPUD tidak memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat
dan Negara. Seharusnya Pergantian Antara Waktu (PAW) yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi Papua kepada KPU Kabupaten Waropen
73
berdasarkan SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010, telah
diselesaikan secara internal tanpa harus menunda pelaksanaan
pemungutan suara pada tanggal 25 Agustus 2010 sebagaimana telah
dijadwalkan oleh KPU Kabupaten Waropen. Dalam permasalahan
dualisme KPUD ini hakim konstitusi menilai belum adanya upaya
yang sungguh sungguh dari KPU Provinsi Papua untuk
menyelesaikan masalah yang tumbuh di dalam lembaganya. Dengan
kata lain menurut hakim konstitusi akar dari lahirnya permasalahan
yang demikian rumit hingga memberikan dampak bagi negara dan
masyarakat ini merupakan bentuk ketidakcakapan atau
ketidakmampuan KPU Provinsi Papua menyelesaikan konflik di dalam
lembaganya, sehingga lahirnya asas rechtmatigheid yang berbentuk
SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pergantian
Antar Waktu (PAW) dinilai sebagai surat keputusan yang
kehadirannya tidak tepat waktu. .
Dalam pertimbangan hukum hakim konstitusi tentang legalitas
KPUD Waropen Lama secara tegas hakim konstitusi menyatakan
tidak menerima adanya SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun
2010 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Antar Waktu Anggota
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen. Berikut bunyi petikan
pertimbangan hukum tersebut, Bahwa Keputusan KPU Provinsi
Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Antar Waktu Anggota Komisi Pemilihan Umum
74
Kabupaten Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010, dikeluarkan 4
(empat) hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara sesuai jadwal
KPU Kabupaten Waropen Lama; dan KPU Kabupaten Waropen
baru menyusun perubahan jadwal pelaksanaan tahapan-tahapan
Pemilukada pada tanggal 24 Agustus 2010, yaitu hanya satu hari
sebelum pelaksanaan pemungutan suara sesuai jadwal KPU Kabupaten
Waropen Lama. Menurut pandangan hakim konstitusi penggantian
anggota KPU Kabupaten Waropen dan perubahan jadwal pemilukada
tersebut tidak dapat diterima.
Melihat dari pertimbangan hukum hakim konstitusi tentang
eksistensi KPUD Waropen Lama, hakim konstitusi menilai
pengeluaran SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 sesuai
prosedur namun demi nama keadilan maka hal tersebut dengan jelas
diabaikan.
Pada satu sisi hakim konstitusi berpendapat bahwa pada dasarnya
titik terjadinya permasalahan tersebut adalah dari internal KPU maka
semestinya permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara mandiri
dan cerdas oleh pihak pihak yang terdapat di internal KPU tanpa
harus melakukan tindakan hukum yang dampaknya meluas. Dengan
ditundanya jadwal pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010
Mahkamah berpendapat hal tersebut berarti tidak menghargai kinerga
pihak pihak yang berpartisipasi penuh dalam penyelenggaraan
Pemilukada yang telah berlangsung dari tahap awal hingga menjelang
75
pemungutan suara. Penulis berpendapat bahwa semestinya KPU
Provinsi Papua lebih tanggap dalam mencium permasalahan yang ada
di dalam lembaganya sendiri sejak awal sehingga permasalahan yang
ada tidak semakin rumit.
Secara sederhana alasan hakim konstitusi tidak dapat menerima
keberadaan SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tersebut
adalah faktor waktu yang tidak sesuai (mendadak). Pergantian Ketua
dan Anggota KPUD Waropen Lama terkesan tiba tiba untuk
segera diterbitkan agar pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010
batal diselenggarakan. Tindakan hukum KPU Provinsi Papua tersebut
menurut hakim konstitusi tidak memberikan kebaikan dan manfaat
bagi masyarakat Waropen, justru memberikan kerugian tidak hanya
bagi masyarakat Waropen saja tetapi juga mendatangkan kerugian
besar bagi Negara.
Dalam menjalankan tugasnya KPU Provinsi Papua dibantu oleh
Banwaslu yang pada tingkatan Kabupaten kemudian secara nyata
dibentuk Panwaslu Kabupaten. Sesuai dengan fungsi utama Panwaslu
Kabupaten seharusnya mengawasi jalanya proses pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah sejak tahapan awal dimulai.
Ketika Panwaslu bertugas dengan benar maka kemungkinan apabila
terjadi kesalahan dalam prosespemilukada baik yang dilakukan oleh
penyelenggara yaitu KPUD Waropen lama, para candidat, maupun
masyarakat dapat dideteksi terlebih dahulu. Kemudian apabila telah
76
ditemukan bukti yang tepat dan benar mengenai kesalahan yang terjadi
maka diharapkan permasalahan dapat segera di selesaikan tanpa harus
mengganggu jalannya proses pemilukada. Disinyalir terbitnya SK
KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 dimulai sejak adanya
Putusan PTUN Jayapura bertanggal 6 Agustus 2010, yang dalam
amarnya menyatakan;
Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan batal Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Waropen Nomor 09 Tahun 2010 tanggal 25 Juni 2010
tentang Penetapan Calon Tetap Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Waropen Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010;
Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Waropen Nomor 09 Tahun 2010
tanggal 25 Juni 2010 tentang Penetapan Calon Tetap Bupati dan
Wakil Bupati Kabupaten Waropen Pada Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen Tahun
2010;
Memerintahkan Tergugat untuk mendaftarkan para Penggugat
sebagai salah satu peserta yang lolos verifikasi untuk pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Waropen
Periode 2010-2015;
Menyatakan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Jayapura Nomor 27/PEN/2010/PTUN.JPR., tanggal 9 Juli 2010,
tentang Penundaan Pelaksanaan obyek sengketa haruslah
dipertahankan kecuali ada penetapan lain untuk itu;
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara
Rp.393.000,- (tiga ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah);
77
Atas dasar pertimbangan dari putusan PTUN Jayapura tersebut
kemudian KPU Pusat memerintahkan KPU Provinsi membentuk
Dewan Kehormatan khusus untuk meneliti dugaan pelanggaran etik
yang dilakukan oleh KPU Waropen. Bahwa kemudian Dewan
Kehormatan KPU Provinsi Papua mengeluarkan Keputusan No 60
tahun 2010 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Antar Waktu
Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen tanggal 21
Agustus 2010.
Melihat dari kronologis yang menghantarkan pada terbitnya SK
KPU No 60 tahun 2010 tersebut, seharusnya KPU Provinsi
menghentikan sementara tahapan pemilukada yang sedang
berlangsung (tidak berarti menghentikan Anggota KPUD), kemudian
dilakukan penyelidikan baik itu penyelidikan terhadap KPUD
Waropen maupun terhadap Putusan PTUN Jayapura tersebut.
Perwujudan asas rechtmatigheid ini adalah bentuk kepastian hukum
yang masih cacat karena perlu diselidiki lebih mendalam mengenai
ketepatan diterbitkannya SK KPU No 60 tahun 2010 tersebut.
Mengingat terdapat selubung kepentingan yang bermain selama proses
pemilihan kepala daerah dan wakil daerah Kabupaten Waropen
tersebut berlangsung.
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pertimbangan
hukum hakim konstitusi tentang penerapan asas rechmatigheid yaitu
78
SK KPU No 60 tahun 2010 yang secara jelas diabaikan demi
pengedepankan asas doelmatigheid adalah tepat.
4. Pembentukan ratio decidendi terkait pertimbangan hukum tentang penerapan asas doelmatigheid dan asas rechtmatigheid.
Dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
181/PHPU.D-VIII/2010 pada paragraf [3.13] sampai dengan paragraf [3.20] yang
mengulas tentang sah tidaknya hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Waropen tanggal 25 Agustus 2010 mencakup tiga pokok
pertimbangan utama yaitu tentang financial cost dan social cost, constitutional
right, serta SK KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pergantian
Antar Waktu (PAW) bertanggal 21 Agustus 2010. Secara jelas apabila ketiga
pertimbangan hukum tersebut dikategorikan, pertimbangan hukum mengenai
financial cost dan social cost merupakan perwujudan dari penerapan asas
doelmatigheid. Constitutional right perwujudan dari asas keadilan. Sedangkan SK
KPU Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pergantian Antar Waktu
(PAW) merupakan perwujudan dari penerapan asas rechtmatigheid.
Analisis penerapan asas doelmatigheid, keadilan dan asas rechtmatigheid pada
pertimbangan hakim terkait masalah dualisme KPUD Kabupaten Waropen ini
digunakan pendapat Gustav Radbruch. Pada hakikatnya asas keadilan dan asas
kemanfaatan secara tradisional telah ada sebelum lahirnya asas kepastian hukum.
Hal tersebut dikarenakan asas kepastian hukum tersebut baru dikenal setelah
lahirnya hukum modern. Semakin populernya asas kepastian hukum juga
dikarenakan mulai banyaknya hukum yang dipositifkan atau dengan kata lain
ditulisnya hukum tersebut. Agar semakin sempurna analisis penerapan asas yang
79
terdapat dalam pertimbangan hakim tentang masalah dualisme KPUD tersebut
maka akan disinggung ketiga asas yang utama sekaligus yang secara otomatis
selalu menjadi pertimbangan hakim dalam setiap putusan yang dibuatnya yaitu
asas keadilan, asas kemanfaatan (doelmatigheid), dan asas kepastian hukum
(rechtmatighied).
Secara singkat dinyatakan bahwa tingkatan ketiga asas tersebut perlu
diperhatikan meskipun pada pelaksanaan perlu adanya upaya untuk dapat
memenuhi ketiga asas tersebut dalam suatu produk hukum menurut.
Berikut menurut Gustav Radbruch hirarki dari ketiga asas tersebut yaitu sebagai
berikut;
a. Asas keadilan
b. Asas kemanfaatan (asas doelmatighied)
c. Asas kepastian hukum (asas rechtmatigheid)
Dalam pertimbangan hukum tersebut secara tegas hakim konstitusi
mengedepankan asas keadilan dan asas kemanfaatan dan mengabaikan asas
kepastian hukum. Hal tersebut berarti tidak sejalan dengan pandangan Gustav
Radbruch dalam menempatkan ketiga asas tersebut.
Hakim konstitusi mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan dalam
masalah ini dimaksudkan keadilan dan kemanfaatan bagi pihak pihak yang
mendapatkan dampak dari ketidakcakapan KPU Provinsi Papua dalam
menyelesaikan masalah internalnya, yaitu pihak masyarakat Kabupaten Waropen
dan negara sebagai pihak yang mengeluarkan dana bagi terselenggaranya proses
80
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Waropen. Menurut
hakim konstitusi akan menjadi hal yang dinilai tidak memberikan rasa adil dan
manfaat bagi negara yang telah memberikan banyak biaya bagi pelaksanaan
pemilikada tersebut apabila banyaknya biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh
negara dari tahap pemutakhiran data pemilih dan menyusun daftar pemilih hingga
pemungutan dan perhitungan suara tidak diperhitungkan karena suatu bentuk
kinerja yang tidak berkualitas dari KPU Provinsi Papua, atau dengan kata lain
dikarenakan kesalahan salah satu pihak. Melihat dari duduk perkara yang ada
maka hakim konstitusi memilih untuk tidak mengabulkan permintaan pemohon
karena permintaan tersebut terlalu besar dampaknya apabila diwujudkan. Apabila
pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010 tersebut dianggap tidak sah maka
akan sia-sia banyak biaya yang dikeluarkan. Mengingat lebih dalam akan
dibutuhkan pula pengeluaran biaya yang besar pula apabila diselenggarakan
pemilihan suara ulang. Dengan gambaran sederhana tersebut maka dapat dilihat
situasi mana yang dianggap akan menjadi rasa tidak adil dan tidak bermanfaat
bagi negara apabila pemilihan umum tanggal 25 Agustus 2010 tersebut tidak
dianggap sah.
Sedangkan dilihat dari pihak Masyarakat Waropen rasa keadilan dan
kemanfaatan meskipun pada sub judul sebelumnya dinyatakan pertimbangan
hakim konstitusi adalah tepat namun sifatnya perlu adanya penelitian yang lebih
mendalam pada masyarakat Kabupaten Waropen yang mengikuti pemilihan suara
tanggal 25 Agustus 2010 tersebut. Dalam pertimbangan hakim putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 181/PHPU.D-VIII/2010 tentang dualisme KPUD
81
menjelaskan hal yang dianggap berdampak tidak baik bagi masyarakat kabupaten
Waropen adalah tidak adanya penghormatan dan penghargaan bagi constitutional
right yang dimiliki masyarakat Kabupate Waropen dalam rangka melakukan
pemilihan suara seraca demokrastis apabila pemilihan suara tersebut tidak
dianggap.
Permasalaan yang menyangkut arti keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat
Kabupaten Waropen berdasarkan versi Mahkamah Konstitusi tersebut dirasa
kurang mendalam karena nampaknya terdapat isu dibeberapa surat kabar bahwa
pemungutan suara yang diketuai oleh Melina penuh dengan ketidakterntraman
bagi masyarakat Kabupaten Waropen. Arti tidak menghargai constitutional right
apakah juga disetujui oleh masyarakat. Keadilan itu relative, maksudnya keadilan
bagi berbagai pihak itu berbeda beda. Di pihak masyarakat perlu adanya
penelusuran lebih mendalam apakah pernyataan hakim konstitusi tersebut sejalan
dengan pendapat jujur mansyarakat, apakah masyarakat juga merasa dirugikan
karena tidak dihargai constitutional right-nya. Mengingat ditemukan kabar bahwa
masyarakat berada dalam kondisi yang tidak tenang dan tentram ketika
memberikan suaranya. Dalam kata lain adakah masyarakat juga merasa bahwa
suaranya yang dikontribusikan dalam Pemilukada tanggal 25 Agustus 2010
tersebut bentuk dari Constitutional right yang sejujur jujurnya atau mungkin
hanya upaya pemenuhan prosedur bagi pemilih yang sudah terdaftar. Selain itu
adakah masyarakat juga menilai besarnya manfaat yang akan didapatkan bagi
Kabupaten Waropen apabila hasil pemilihan tanggal 25 Agustus 2010 tidak di
sahkan. Dengan memperhatikan secara lebih jeli dan mendalam pertanyaan
82
pertanyaan tersebut tentunya Mahkamah akan lebih tepat dalam memberikan
suatu putusan.
Dengan beranjak dari pemikiran Gustav Radbruch tersebut dimana asas yang
perlu diakomodir adalah asas keadilan, asas kemanfaatan barulah kemudian asas
kepastian hukum, maka diharapkan para pembentuk hukum dapat menciptakan
produk hukum yang berkeadilan dan beradab. Pengaplikasian asas kepastian
hukum sebagai sarana bagi para pembentuk hukum menampilkan norma yang
diciptakan agar dapat dilihat dan diterapkan oleh masyarakat, sehingga dapat
memberikan efek mengurangi atau mengantisipasi perilaku perilaku masyarakat
yang melenceng dari perilaku yang seharusnya. Meskipun tidak dapat dipungkiri
pula bahwa asas kepastian hukum sangat berperan penting juga dalam mencapai
tujuan menciptakan hukum yang dapat memberikan keadilan dan ketentraman
dalam kehidupan masyarakat. Namun masih perlu dilakukan pengawasan dan
control terhadap penerapan asas kepastian hukum tersebut. Suatu lembaga atau
pejabat sering kali mendapatkan atribusi dari perundang undangan untuk
membentuk suatu hukum (perwujudan kepastian hukum). Tidak menutup
kemungkinan bahwa penggunaan kewenangan tersebut dipengaruhi oleh
kepentingan kepentingan yang mengintari lembaga atau pejabat tersebut. Hal
tersebut sangat besar berpotensi tercipta produk hukum yang merugikan
masyarakat namun menguntungkan bagi pihak pihak tertentu.
Oleh sebab itu sebelum memprioritaskan asas kepastian hukum yang pada
hakikatnya merupakan produk pikiran dari manusia perlu adanya pertimbangan
atau penelitian lebih mendalam apakah telah tercakup point terpenting dalam
83
suatu hukum tersebut yaitu asas keadilan dan asas kemanfaatan. Begitu pula yang
terjadi dalam penerbitan SK KPU Provinsi Papua No 60 Tahun 2010, penulis
berpendapat bahwa didalam produk hukum tersebut belum dapat
mempresentasikan asas keadilan dan asas kemanfaatan yang terkandung di
dalamnya. Faktor- factor X yang melatarbelakangi terbitnya SK KPU Provinsi
Papua No 60 Tahun 2010 tersebut apakah benar utamanya demi kepentingan
masyarakat atau pihak pihak tertentu.
Erat kaitanya dengan jawaban rumusan masalah dalam penulisan ini dengan
melihat dari menjabaran tanggapan diatas terhadap pertimbangan hukum hakim
konstitusi terhadap keabsahan hasil pemilihan umum, akan diaplikasikan unsure
unsure ratio decidendi dalam pertimbangan hukum tersebut. Sehingga sampai
pada kesimpulan apakah pertimbangan hakim tersebut dapat dijadikan sebuah
ratio decidendi.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi No 181/PHPU.D-
VIII/2010 khususnya tentang keabsahan hasil pemilukada yang diselenggarakan
oleh 2 KPUD ini dapat secara jelas ditemukan apa yang menjadi pertimbangan
utama , antara lain yaitu financial cost dan social cost serta constitutional right.
Aspek aspek tersebut yang menjadi inti alasan hakim konstitusi untuk
menganggap pemungutan suara tanggal 25 Agustus 2010 di Kabupaten Waropen
adalah sah. Berdasarkan uraian analisis sebelumnya tentang financial cost dan
social cost serta constitutional right maka pertimbangan hukum Mahkamah
tersebut dapat dijadikan alasan hukum namun tidak seluruhnya. Alasan tentang
constitutional right dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan hukum karena
84
alasan tersebut merupakan alasan yang sejalan dengan prinsip demokrasi yang
terkandung dalam suatu proses pemilihan umum, yaitu penghormatan dan
penghargaan atas suatu hak konstitusi. Sedangkan hanya pada alasan tentang
financial cost saja yang tidak dapat diterima sebagai alasan hukum dalam
permasalahan ini karena alasan tersebut tidak tepat, mengingat dalam suatu proses
pembelajaran demokrasi pastinya akan membutuhkan banyak biaya. Oleh sebab
itu sudah menjadi konsekuesi negara sebagai penyelenggara pemungutan suara
apabila terjadi kerugian secara ekonomi atas kekeliruan dalam proses
pembelajaran demokrasi. Bijaknya tolak ukur yang menyangkut aspek ekonomi
cukup untuk pemikiran pemerintahan bukan dunia peradilan.
Ketika unsure ekonomi lolos menjadi salah satu bentuk pertimbangan hukum
secara tidak langsung hal tersebut menjadi boomerang bagi penegakan hukum di
Indonesia apabila terkait perkara atau sengketa yang sifatnya umum maupun
individu. Bahwa hal tersebut sangat mengganggu dan menjadikan hakim dapat
menemukan keadilan yang seadil adilnya dalam perkara yang diputuskannya.
Tolak ukur ekonomi cenderung akan memihak pada suatu kepentingan. Akibat
selanjutnya akan sulit rasanya untuk mencapai rasa adil yang sebenarnya. Hakim
konstitusi bisa saja memasukkan atau menjadikan patokan kemanfaatan dalam
perkara yang diadilinya, namun kemanfaatan dalam konteks materialisme adalah
tidak tepat. Hal tersebut dikarenakan rasa keadilan tidak dapat disamakan
kedudukannya dengan jiwa materialisme.
Sedangkan pertimbangan mengenai diterbitkannya SK Komisi Pemilihan
Umum Provinsi Papua Nomor 60 Tahun 2010 tentang Pemberhentian dan
85
Pengangkatan Antar Waktu Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Waropen, bertanggal 21 Agustus 2010 dan Keputusan KPU Kabupaten Waropen
Nomor 004/KPU-KW/IX/2010 tentang Perubahan Tahapan, Program, dan Jadwal
Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Waropen, bertanggal 24 Agustus 2010 dapat diterima sebagai
suatu bentuk pertimbangan hakim. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa
penerbitan aturan hukum tersebut meskipun sesuai dengan prosedur namun
keberadaannya dinilai cacat apabila dilihat dari sudut pandang sebab akibat yang
timbul dari kronologis perkara.
Beranjak dari penilaian terhadap ketepatan beberapa pertimbangan hukum
diatas maka pertimbangan hukum terkait keabsahan hasil pemungutan suara yang
diselenggarakan oleh KPUD demisioner tidak dapat dijadikan suatu ratio
decidendi, karena ada salah satu unsure dalam pertimbangan hukum tersebut yang
tidak tepat yaitu mengenai perhitungan financial cost. Karena salah satu dalam
asas doelmatigheid hakim konstitusi tidak tepat dalam interpretasinya maka dalam
putusan Mahkamah Konstitusi No 181/PHPU.D-VIII/2010 tidak dapat dijadikan
suatu ratio decidendi.
86