bab iii hasil penelitian barongsai.docx
TRANSCRIPT
LATAR BELAKANG
Tahun 1998 sempat terjadi diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Baru setelah
Pak Harto sebagai Presiden Indonesia turun jabatan kemudian digantikan oleh Pak
Gusdur barulah saat itu Etnis Tionghoa dapat bernafas lega karena pak Gusdur mampu
menghilangkan diskriminasi tersebut. Tak terkecuali di Solo, orang-orang Tionghoa
mulai bangkit. Pada waktu itu Tripusaka hanya punya wushu, dan belum punya
Barongsai. Kemudian Pak Amin Rais selaku pemimpin PAN, mengadakan acara di
Solo dan mengundang Barongsai. Karena Tripusaka tidak punya kesenian Barongsai.
Sehingga mengundang Barongsai dari Semarang. Walaupun waktu itu terjadi
diskriminasi terhadap etnis Tionghoa pada zaman pak Harto, tetapi Barongsai dari
Semarang ini tetap latihan secara sembunyi-sembunyi. Begitupun acara-acara
selanjutnya tetap diisi oleh Barongsai tersebut. Akhirnya Pak Adji Chandra sebagai
pembina Tripusaka mulai termotivasi untuk mendirikan Barongsai Tripusaka dan
dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa pada akhir tahun 1998. Dan
dideklarasikan pada 5 Februari 1999.
Grup/Perkumpulan Barongsai Tripusaka (nama ini diambil dari 3 pusaka yang
diajarkan Nabi Konghuchu yaitu manusia itu harus cerdas, Welas asih dan Berani
menghadapi kenyataan hidup) ini merupakan satu-satunya tim Barongsai di Surakarta
yang selalu tampil dan sukses di berbagai Kejuaraan Barongsai dari tingkat propinsi,
Nasional bahkan Asia Tenggara, tak kurang dari 30 Piala kejuaraan terpanjang dengan
rapi di kantor Jln. Drs. Yap Tjwan Bing (Jagalan) No. 15 Surakarta.
Grup ini berdiri sejak 1999 saat reformasi mulai bergulir di Indonesia, diawali
dari Sasana Wushu Tripusaka, saat itu ada hampir 200 anggota yang rajin berlatih
karena olah raga ini selain menyehatkan juga masuk kedalam jenis yang di lombaka,
tetapi saying karena sasana Tripusaka tdak memiliki gedung/tempat In Door untuk
berlatih akhirnya Grup Wushu yang sempat membawa nama Surakarta sebagai
peringkat IV selama tiga tahun berturut-turut sejak 1998 di Kejuaraan Nasional,
namun saying sasana Wushu Tripusaka tersebut akhirnya harus bubar karena
muridnya mengundurkan diri pindah ke “Sasana lain” yang baru saja berdiri.
Sasana Tripusaka memiliki anggota sekitar 70 orang terdiri dari berbagai usia,
dari yang terkecil usia 4 tahun samapi yang sudah berkeluarga, yang beragama
Khonghucu, Kristen, Khatolik, Budha bahkan Isla, yang keturunan Tionghoa hanya
sekitar 15 % lainnya suku Jawa. Para anggota sasana Tripusaka rutin berlatih setiap
Rabu, Jumat &Minggu di lapangan basket SMP /SMA Tripusaka Jln. Kol Sutarto
No.77 (Barat Tiong Ting).
Mengembangkan Barongsai Tripusaka
Pada mulanya Barongsai Tripusaka memang hanya tampil pada acara imlek
saja, tapi seiring berjalannya waktu dan mengikuti perkembangan zaman Barongsai
Tripusaka mulai mengikuti berbagai macam kejuaran baik di tingkat nasional maupun
internasional,
Para senior bertugas mengajarkan jurus-jurus baru yang mereka dapatkan dari Internet
atau CD setelah kejuaran Barongsai Internasional berlangsung yaitu setiap 2 tahun
sekali di Malaysia dan tentunya mereka pun juga berlatih untuk kemajuan diri pribadi.
Setiap minggu terakhir selesai latihan, para anggota sasana sambil minum susu segar
dan makan (sebulan sekali disediakan, untuk hari latihan biasa hanya ada minuman)
Pembina sasana yaitu Js. Heru Subianto dan Ws. Adji Chandra bergantian
memberikan pengarahan baik soal permainan mauoun soal etika sekolah, etika bergaul
dan juga saling berbagi masukan / saran agar semakin maju dan berkembang. Para
pejabat pemerintahan sangat terhibur akan pertunjukan dari Barongsai Tripusaka
mulai dari bupati, walikota dan kepala daerah lainnya pernah memainkan kepala
Liong milik sasana Tripusaka. Sesuatu yang sangat luar biasa lagi yang dirasakan oleh
sasana Tripusaka yaitu penandatanganan kepla Liong dan Barongsai oleh Gus Dur saat
beliau mengisi narasi acara Sesaji Sedekah Bumi di Psar Legi, kemudian ketua MPR
yang saat itu Dr Hidayat Nur Wahid juga menandatangani salah satu kepala Barongsai
yunior Tripuska.
Banyak keunikan yang dihadirkan oleh Barongsai Tripuskaa sehingga menarik
untuk dikaji, pengurus sasana Tripusaka selalu memprioritaskan tampil sempurna
dengan tiga misi, yaitu misi Ritual, misi olah raga yaitu selalu rtin mengikuti berbagai
kejuaraan dan tntunya msisi Entertainment / Show sebagai sarana menambah kas/dana
yang dimiliki.
Untk misis ritual, sebelum pentas (biasanya acara kirab) semua nggota tanpa
kecuali harus memasuki Lithang (Kelenteng Khonghucu) Jagalan mengikuti doa dan
acara Tiam yang dipimpin oelh Haksu, menurut cara dan keyakinan serta agama
mereka masing-masing semua anggota dengan khusuk berdoa agar permainan mereka
lancer tiada gangguan apapun, demikian juga setiap membeli Liong/ Barongasi yang
bary sebeleum dipakai benda ini di Tiam terlebih dahulu bahkan setiap akan maju
lomba mereka pun bersama memasuki Lithang untuk berdoa. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa 85 % pemain barongsai Tripusaka adalah keturunan Jawa, tetapi dapat
saling menghormati kepercayaan masing-masing, itulah salah satu keunikan dari
Barongsai Tripusaka.
Untuk misis Olah raga Sasana Tripusaka menanamka semboyan Yulius
Caesar, pemimpin Roma yaitu Triple V kepada para pemainnya Vini, Vidi dan Visi,
artinya saya dengar, saya dating dan saya menang dan ternyata memang slogan ini
benar-benar dihayati dan dijalankan oleh para anggota sasana Tripusaka terbukti
dengan berbagai kemenangan dati tingkat Lokal, Provinsi, Nasional bahkan pernah
masuk 10 besar di Kejuaraan Barongsai se sia Tenggara pada akhir tahu 2008.
Unuk misi Entertainment sasana Tripusaka selalu mengusahakan tampil
dengan indah dan maksimal yaitu setiap imlek berusaha untuk membeli
Barongsai/Liong baru agar penampilannya semakin menarik. Sasana Tripusaka
sendiri memiliki 3 Liong, untuk barngsai ada 15 buah, macamnya ada Barongsai yang
terbuat dari bulu domba dan harganya cukup mahal.
Dalam rangka ikut engembangkan kesenian ini, para senior Tripusaka juga
berhasil melatih 4 omunitas militer sehingga kini mereka memilki dan bias
memainkan Liong dan Barongsi, seperti Kopassus, Brimob, Brigif VI / 413 Palur
Batalyon 408 Sragen dan pasukan AURI Panasan, saat perayaan Imlek tahun 2009
bersama dengan 3 Saana (Tripusaka, Macan Putih dan Karunia YME) yang ada di
Solo Tim Liong dan Barongsai Militer in dengan luwesnya memainkan kesenian dari
negeri tirai bamboo ini dengan indahnya di halaman Balikota Surakarta, bahkan
diantara tim mreka ada yang juga terkadang tampil untuk acara seperti HUT ABRI dan
lain sebagainya.
Untuk mempertahankan tradisi kesenian Barongsai ini memang tidak mudah,
apalagi di era globalisasi ini, peminatnyapun semakin memudar. Untuk tetap
mempertahankan kesenian Barongsai tersebut, setiap Baronsai Tripusaka tampil, pak
Adjie sebagai pembina di tengah acara selalu menyempatkan waktu untuk membeikan
pengumuman kepada para penonton, bahwa jika ada yang tertarik ingin ikut latihan
barongsai tidak dipungut biaya. Begitulah salah satu cara untuk menarik minat calon
pemain-pemain Barongsai. Perlu diketahui disini untuk menjadi pemain Barongsai
memang tidak mudah butuh latihan bertahun-tahun untuk menampilkan pertunjukan
yang bagus bagi penonton. Pemain Barongsai Tripusaka sendiri ada yang sudah
bergabung sejak masih SD sampai sekarang sudah menginjak SMA, salah satunya
bernama Patrick. Dia sering mengikuti kejuaraan dan sudah membawa pulang piala di
berbagai jenis kejuaraan.
Salah satu pembina Barongsai Tripusaka Pak Adji Chandra adalah sosok yang
baik dan bijaksana menuut para pemain Barongsai Tripusaka. Karena sifatnya yang
ramah, supel dan terbuka yang membuat Barongsai Tripusaka bias sukses seperti
sekarang ini. Pak Adjie mengajarkan gotong royong, kebersamaan dan saling
menghormati satu sama lain. Dan kelebihan lainnya Pak Adjie seperti sosok Ayah bagi
mereka itulah mengapa terjalin kedekatan yang kuat dengan anak didiknya. Beliau
mengajarkan kepada anak didiknya bahwa kesenian Barongsai bukan hanya untuk
sekedar mencari uang, tetapi mencari prestasi. Keudian beiau juga mengajarkan
gotongroyongantar sesama anggota, terutama saat akan tampil alat-alat untuk
keperluan Barongsai digotong bersama-sama.
Hal-hal kecil seperti itu harus dipertahankan, karena menanmkan nilai-nilai
positif yang seperti Pak Adjie lakukan sangat bermanfaat untuk kehidupan nyata para
anak didiknya. Bukan hanya pada saat di tempat latihan saja, tetapi juga dapat
dipraktekkan di kehidupan sehari-hari para pemain Barongsai. Apalagi di zaman yang
serba canggih tentunya tidak mudah untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah ada.
Meski telah bertahun-tahun sebagai pemain Barongsai Tripusaka, tidak
membuat mereka lelah dan bosan untuk terus mengembangkankan bakatnya, inilah
yang penulis dapat setelah mewawancarai beberapa pemain Barongsai. Ada yang
bergabung sejak masih kanak-kanak sampai sudah dewasa. Bahkan ada yang ingin
mengabdi pada Barongsai Tripusaka, loyalitas mereka sangat kuat sekali. Itulah
mngapa tidak heran jika Barongsai Tripusaka masih melebarkan sayapnya sehingga
dapat sukses seperti sekarang ini.
Untuk terus berada pada tahap seperti ini tentunya perlu adanya visi dan misi
yang kuat pada Sasana Tripusaka. Selain dari factor intern yakni dari para pengurus
juga sebaiknya ada kolaborasi dengan pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah juga
dapat ikut melestarikan kesenian Barongsai ini dengan cara memfasilitasi segala
macam kegiatan Sasana Tripusaka. Dengan kemauan dan cita-cita yang luhur untuk
terus mengembangkan kesenian Barongsai, eksistensi Barongsai Tripusaka tidak akan
memudar begitu saja.