bab iii etika perkawinan mangkunegara iv a. biografi...

22
36 BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi Mangkunegara IV Mangkunegara IV hidup pada tahun 1811-1881. Ia dilahirkan pada hari Senin Pahing tanggal 8 Sapar tahun Jimakir Windu Sancaya 1738 atau tahun Masehi 3 Maret 1811 dengan nama Raden Mas Sudira. Raden Mas Sudira atau Mangkunegara IV adalah cicit (cucu dari cucu) almarhum Mangkunegara I atau Raden Mas Said. Dia adalah cucu dari almarhum Mangkunegara II atau Hadiwijaya. 1 Kakek Sudira dari pihak ayah adalah Hadiwijaya yang bertempat tinggal di Kartasura yang kemudian karena gugur dalam pertempuran melawan kompeni Belanda di Kaliabu, maka terkenal dengan sebutan Hadiwijaya Seda Kaliabu (Hadiwijaya yang gugur di Kaliabu). Kekeknya dari pihak ibu adalah Mangkunegara II, anak kandung Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Raden Mas Said atau Pengeran Samber Nyawa. Sejak usia sepuluh tahun Mangkunegara IV mendapat pelajaran kesusastraan. Pada usia lima belas tahun ia mendapat prajurit legiun Mangkunegaran. Ia dididik kakeknya Mangkunegara II. Setelah berumur sepuluh tahun, oleh kakeknya ia diserahkan kepada sarengat alias pangeran Rio, saudara sepupu yang kelak menjadi Mangkunegara III. Pengeran Rio diserahi tugas untuk mendidik Sudira tentang membaca, menulis berbagai cabang kesenian dan kebudayaan serta ilmu pengetahuan lainnya. Lima tahun ia belajar dengan tekun di bawah bimbingan Pengeran Rio. Usia 22 tahun dia dinikahkan dengan putri Kanjeng Pangeran Harya Suryamataram. 2 Pada usia mudanya ia sangat tertarik pada pelajaran agama, lalu ia berguru kepada para ulama sampai mengenai aturan ibadah haji. Dalam hal 1 Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII, IKIP Semarang Press, Semarang, 1996, hlm. 55 2 Ibid., hlm. 55

Upload: hoangnguyet

Post on 02-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

36

BAB III

ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV

A. Biografi Mangkunegara IV

Mangkunegara IV hidup pada tahun 1811-1881. Ia dilahirkan pada

hari Senin Pahing tanggal 8 Sapar tahun Jimakir Windu Sancaya 1738 atau

tahun Masehi 3 Maret 1811 dengan nama Raden Mas Sudira. Raden Mas

Sudira atau Mangkunegara IV adalah cicit (cucu dari cucu) almarhum

Mangkunegara I atau Raden Mas Said. Dia adalah cucu dari almarhum

Mangkunegara II atau Hadiwijaya.1 Kakek Sudira dari pihak ayah adalah

Hadiwijaya yang bertempat tinggal di Kartasura yang kemudian karena

gugur dalam pertempuran melawan kompeni Belanda di Kaliabu, maka

terkenal dengan sebutan Hadiwijaya Seda Kaliabu (Hadiwijaya yang gugur

di Kaliabu). Kekeknya dari pihak ibu adalah Mangkunegara II, anak

kandung Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Raden Mas Said

atau Pengeran Samber Nyawa. Sejak usia sepuluh tahun Mangkunegara IV

mendapat pelajaran kesusastraan.

Pada usia lima belas tahun ia mendapat prajurit legiun

Mangkunegaran. Ia dididik kakeknya Mangkunegara II. Setelah berumur

sepuluh tahun, oleh kakeknya ia diserahkan kepada sarengat alias pangeran

Rio, saudara sepupu yang kelak menjadi Mangkunegara III. Pengeran Rio

diserahi tugas untuk mendidik Sudira tentang membaca, menulis berbagai

cabang kesenian dan kebudayaan serta ilmu pengetahuan lainnya. Lima

tahun ia belajar dengan tekun di bawah bimbingan Pengeran Rio. Usia 22

tahun dia dinikahkan dengan putri Kanjeng Pangeran Harya Suryamataram.2

Pada usia mudanya ia sangat tertarik pada pelajaran agama, lalu ia

berguru kepada para ulama sampai mengenai aturan ibadah haji. Dalam hal

1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII, IKIP Semarang Press,

Semarang, 1996, hlm. 55 2Ibid., hlm. 55

Page 2: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

37

ini ia didorong oleh perasaan cemas tentang kehidupan pada hari akhir

kelak. Namun belum cukup sempurna menuntut pelajaran agama, ia telah

dipanggil untuk menerima tugas mengabdi kepada pemerintah.3

Pancaran kewibawaan dari R.M.H. Gandakusuma menyebabkan

beliau mendapat kepercayaan, terpilih menjadi pembantu terdekat dan

terpercaya Sri Mangkunegara III. Pada awalnya diangkat menjadi Pepatih

Dalem, kemudian diangkat menjadi Ajudan Dalem, dan terakhir ditetapkan

menjadi Komandan Infanteri Legiun Mangkunegaran dengan pangkat

mayor. Selanjutnya dijadikan menantu dan dikawinkan dengan puteri sulung

K.G.P.A.A. Mangkunegara III yang bernama B.R.AJ. Dhunuk.4 Pada usia

43 tahun diangkat untuk menggantikan Mangkunegara III yang wafat, dan

diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Prabu Prangwadana.

Karena kepribadiaannya yang kuat, cita-citanya yang tinggi, wawasannya

luas, kewibawaannya dalam keprajuritan, keterampilannya dalam

pemerintahannya, kedalaman perasaannya dalam agama dan seni budaya.

Mangkunegara IV wafat Pada tanggal 8 Sapar tahun Jimakir yang

bertepatan dengan tanggal 2 September 1881 Sri Mangkunegara IV wafat di

Surakarta dan jenazahnya dimakamkan di Astana Girilayu.5 Dalam usia 70

tahun 1811-1881 tiga hari setalah hari meninggalnya, pada tanggal 5

September 1881 diangkat penggantinya bernama Suyitno dan semua

bergelar orang wadana sebelum menjadi Mangkunegara V, anak tertua dari

permaisuri yang berasal dari puteri Mangkunegara III.

Berbagai tanggapan bermunculan berkenaan dengan meninggalnya

Mangkunegara IV, satu diantaranya dari C.A.L.J. Jeekela Residen Surakarta.

Dia, menyatakan bahwa : Mangkunegara IV bukan saja pemimpin pribumi

yang berkemampuan luar biasa, tetapi juga contoh yang jarang ditemukan di

3Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV (Studi Serat-serat Piwulang),

Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm. 14 4Yusro Edi Nugroho, Serat Wedhatama Sebuah Masterpiece Jawa dalam Respons

Pembaca, Mimbar Offset, Yogyakarta, 2001, hlm. 20-21 5Ibid., hlm. 21

Page 3: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

38

kalangan mereka yang bersemangat tinggi dan mampu bekerja secara

sistematis, ia benar-benar ahli dalam menerapkan metode bangsa Eropa.

Mangkunegara IV mempunyai arti yang amat besar, bukan saja bagi

kerajaan Mangkunegara, tetapi juga bagi Gubernamen Belanda. Dengan

meninggalnya Mangkunegara IV, pemerintah belanda merasa kehilangan

seorang tokoh terkemuka pribumi, seorang yang pantas disebut manusia

besar. Seorang yang setia menempati janji, seorang kepala pemerintahan

yang cakap dan berkemampuan keras dan giat bekerja, seperti yang

diungkapkan dalam laporan Verslag 1882.6

Prestasi yang diperoleh Mangkunegara IV antara lain :

1. Bidang tata pemerintahan, mempertegas batas wilayah Mangkunegaran.

2. Bidang pertahanan militer mengharuskan setiap kerabat Mangkunegaran

yang telah dewasa untuk bekerja sebagai pegawai raja, yakni setelah

mengikuti pendidikan militer 6 sampai 9 bulan.

3. Bidang ekonomi mendirikan pabrik-pabrik yang mendatangkan hasil

seperti pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu pabrik bungkil di

Polokarto, pabrik genteng, kebun karet dan sebagainya.

4. Bidang sosial budaya terkenal sebagai raja yang amat menyukai nilai-

nilai budaya luhur. Bahkan beliau mengarang buku-buku sastra, tarian

jawa dan penciptaan gamelan yang amat besar. Beliau seperguruan

dengan Raden Ngabehi Ranggawarsita.

B. Karya-Karya Mangkunegara IV

KGPAA Mangkunegara IV memerintah kerajaan Surakarta dari

tahun 1864-1881. Dia dikenal sebagai pujangga besar yang sejajar dengan

Ronggowarsito. Atas prakarsa KGPAA Mangkunegara VII, semua karyanya

diterbitkan dalam bentuk Serat Anggitan, dan di tulis dengan huruf jawa.

Mangkunegara IV dikenal sebagai pemikir dan sastrawan jawa yang

hidup pada tahun 1811-1881. Pemikiran-pemikirannya termuat dalam serat

6Moh. Ardani, op.cit., hlm. 25-26

Page 4: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

39

piwulang. Dalam khasanah sastra jawa ada berbagai macam bentuk tiga

jenis syair tembang yaitu : tembang mocopat, tembang tengahan dan tembah

gedhe. Tembang macapat meliputi: kinanti, pucung, asmaradana, mijil,

maskumambang, pangkur, sinom, dhandanggula, durma, gambuh dan

megatruh. Pemikiran Mangkunegara IV tertuang dalam serat piwulang yaitu:

serat Warayagnya, Wirawiyata, Sriyatna, Nayakawara, Paliatma, Paliwara,

Palimarma, Salokatama, Darmalaksita, Tripama, Yagatama, dan

Wedhatama.

Kinanti digunakan untuk menyampaikan cerita atau ajaran yang

mengandung pengharapan, jatuh cinta yang penuh suka dan santai supaya

diapat menghibur.

Pucung mengandung rasa seenaknya saja, menyindir dalam

menyampaikan pesan, teka teki lucu dan menyenangkan.

Asmaradana berisi nada yang penuh pesona, sedih atau prihatin

karena gejolak asmaara pada umumnya dinyanyikan oleh orang dewasa

yang sudah lama berpisah dengan seseorang.

Mijil berisi tentang cerita keprihatinan orang yang sedang dilanda

cinta. Maskumambang penyampaian ajaran dengan nada sedih derita dan

prihatin.

Pangkur penyampaian ajaran dengan nada yang serius.

Sinom penyampaian ajaran yang sederhana.

Dhandanggula penyampaian pesan dengan serius tapi santai baik

sedih maupun gembira.

Durma peyampaian ungkapan kekesalan dan kemarahan gejolak hati

dan nafsu.

Page 5: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

40

Gambuh berisi tentang penyampaian penjelasan pesan atau

informasi. Megatruh penyampaian rasa susah.7

Sedangkan karya Mangkunegara IV mengambil bentuk syair atau

tembang seperti diatas. Adapun karyanya meliputi :

1. Serat Warayagnya. (Ajaran Perkawinan)

Serat Warayagnya ini berisi tentang etika rumah tangga atau

perkawinan. Perkawinan terbentuk bukan hanya untuk menuruti

dorongan biologis, melainkan untuk menunjukkan tingkat martabat

manusia yang berbudaya dan berperadaban yang ditandai dengan

timbangan akal pikiran yang sehat dan kesetiaan kepada hukum dan

peraturan yang berlaku. Oleh karena itu perkawinan harus berbasarkan

suka sama suka antara kedua colon mempelai dan tidak atas paksaan

orang lain maupun orang tua. Serat ini mengambil bentuk tembang

dhandhanggula terdiri dari 10 bait.

2. Serat Wirawiyata (Ajaran Keberanian Berjuang)

Serat Wirawiyata ini berisi nasehat dan pelajaran yang ditujukan

pada keluarganya dan rakyat Mangkunegaran pada umumnya terutama

para prajurit untuk bersikap memiliki tekat yang bulat jangan ragu atau

bimbang, serta setia patuh menjaga kehormatan. Kedudukan yang

beraneka ragam pada hakekatnya sama dalam meraih keberhasilan cita-

cita. Serat ini terdiri dari 56 bait yang berbentuk 42 bait sinom dan 14

bait pangkur.

3. Serat Sriyatna. (Ajaran Kekuasaan )

Serat Sriyatna berisi harapan bagi keselamatan negara dan

nasehat/petunjuk pada keluarga dan rakyatnya hendaknya memandang

suatu jabatan sebagai amanat yang harus dipertanggungjawabkan sesuai

dengan keahliaannya. Untuk menunjangnya diperlukan sifat-sifat

7Mangkunegara IV, Serat Wedhatama, Effhar dan Dahara Prize, Semarang, 1994, hlm.

10-13

Page 6: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

41

diantaranya : tidak mengganggu dan menyakiti orang tua dan sesama

manusia, tidak sombong, mempertebal iman, menerima nasib serta tidak

menuruti hawa nafsu sendiri dan gemar mendekatkan diri dan berdo’a

kepada Tuhan. Serat ini terdiri dari 15 bait yang berbentuk nyanyian

(tembang) dhandanggula.

4. Serat Nayakawara. (Ajaran Pemimpin Penerus Bangsa)

Serat Nayakawara berisi petunjuk kepada Punggawa Mentri

(pimpinan pegawai pemerintah Mangkunagara). Dalam serat ini

punggawa mempunyai pengertian khusus yakni seorang pejabat

semacam kepala daerah yang berasal dari manggala pendukung utama

perjuangan Mas Said melawan Belanda. Setelah Mas Said meraih

kemenangan dan diangkat menjadi Mangkunegara I, mereka diangkat

menjadi kepala daerah tertentu. Kedudukan ini dapat diwariskan kepada

keturuanann masing-masing. Setelah berjalan lebih dari satu abad, sikap

dan perilaku mereka mengalami pergeseran ke arah negatif. Untuk itu

Mangkunegara IV bermaskud memperbaiki kekeliruan mereka

khususnya dan perbuatan pejabat yang lain umumnya. Serat ini terdiri

dari 33 bait yang terdiri dari pupuh pangkur 21 bait dan pupuh

dhandhanggula 12 bait

5. Serat Paliatma (Ajaran Keselamatan Putra Mahkota)

Serat Paliatma berisi petunjuk untuk putera-puteri

Mangkunegara IV dari istri tua R.M.H. Gandakusuma yang wafat, agar

mereka memelihara kerukunan dan menjaga keselamatan calon putera

mahkota Suyitna satu saudara yang berasal dari ibu lain. Serat ini

bernada penyampaian wasiat yang disertai sumpah terhadap siapa yang

melanggar aturan. Serat ini terdiri dari 18 bait yang berbentuk

dhandanggula.

Page 7: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

42

6. Serat Paliwara. (Ajaran Pamongpraja)

Serat Paliwara berisi pelajaran dan petunjuk mengenai

kepamongprajaan untuk putera-puterinya khususnya untuk putera

mahkota. Serat ini terdiri atas 13 bait yang berbentuk pupuh

dandanggula 6 bait dan pupuh sinom 7 bait dengan menggunakan bahasa

teka-teki.

7. Serat Palimarma (Ajaran Hukuman Pelaku kejahatan)

Serat Palimarma berisi pelajaran dan peringatan keras terhadap

sanak famili dan keluarga Mangkunegaran yang mengacau kerusuhan

dan keamanan negara. Serat ini terdiri atas 13 bait yang terdiri dari 6 bait

pupuh dandanggula dan 7 bait pupuh sinom.

8. Serat Salokatama (Ajaran Para Pemuda)

Serat Salokatama berisi pelajaran kepada para pemuda yang

ingin meraih kejayaan dengan berperilaku mulai dan keprihatinan,

diantaranya tidak tergesa-gesa dan terburu nafsu dalam mencapai tujuan,

tidak melakukan tindakan yang berlebih-lebihan. Serat ini terdiri dari 31

bait pupuh yang berbentuk mijil.

9. Serat Darmalaksita (Ajaran Perjuangan Sejati)

Serat Darmalaksita berisi tentang petunjuk perilaku dan sikap

dalam mencapai kehidupan yang baik, yaitu astagina (delapan faedah)

dan wulang etri (petunjuk kaum puteri). Serat ini terdiri dari 40 bait,

yang berbentuk 12 bait pupuh dhandhanggula, 10 bait pupuh kinanti dan

18 bait pupuh mijil.

Astagina (delapan faedah) meliputi :

- Menggupayakan secara optimal apa yang dihajatkan menurut kondisi

zamannya.

- Mampu mencarai pemecahan apabila ia menghadapi kesulitan, -Hemat

dan hati-hati mengggunakan dana.

Page 8: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

43

- Cermat dan teliti dalam pengematan untuk memperoleh kepastian.

- Menuntut ilmu dan gemar bertanya pada ahlinya.

- Mampu memperhatikan situasi.

- Mencegah keinginan yang tidak bermanfaat dan menambah

pemborosan.

- Bertekat bulat tanpa ragu-ragu.

Kedelapan sikap tersebut mencerminkan sifat-sifat utama. Sikap

yang demikian sebagai kunci keberhasilan apabila dilaksanakan secara

menyeluruh.

Sedangkan wulang etri petunjuk kaum puteri khususnya yang

belum menikah hendaklah bersikap dewasa dengan mengadakan

pengamatan, yang cermat terhadap calon suami, tentang kelakuannya,

wataknya, pantangannya, kehalusan budinya, sebalika pra wanita

menunjukan kepatuhan, kesetian, kemantapan hati dan jujur pada sang

suami.

10. Serat Tripama (Tiga Keutamaan)

Serat Tripama ini berisi tentang keteladanan prajurit dengan

menampilkan tiga tokoh pemimpin dalam pewayangan. Pertama, patih

Suwanda pada raja Arjuna Sasrabau dalam kisah pra Ramayana. Kedua,

Kumbakarna dalam kisah Ramayana menjelang kehancuran Rahwana.

Ketiga, kisah Adipati Karna yang menjadi senopati Kurawa dengan

Arjuna dari Pandawa dalam kisah perang Baratayuda Mahabarata. Serat

ini terdiri atas 7 bait yang berbentuk pupuh dhandanggula.

11. Serat Yogatama (Putra Ideal Mataram)

Serat Yogatama ini berisi bagi putera utama mataram hendanya

memiliki sifat rasa cinta yang sejati pada tumpah darah tanah airnya,

senantiasa mengharap limpahan Rahmat dan Anugerah Tuhan karena

dialah para pemimpin atau raja (wakil Tuhan) ditugasi untuk menjaga

keselataman seluruh tanah air. Oleh karena itu tak mengherankan jika

Page 9: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

44

mereka dapat mencapai apa yang mereka inginkan. Serat ini terdiri dari

11 bait yang berbentuk 4 bait pupuh dhandangula dan 7 pupuh kinanti.

12. Serat Wedhatama. (Ajaran Keutamaan)

Serat Wedhatama ini berisi tentang pelajaran dan petunjuk

(nasehat) bagi golongan tua dan generasi muda mengenai menuntut ilmu

lahir dan batin, orang yang ingin menyembah Tuhan dengan segenap

daya dan rohaninya (ibadah pada Tuhan), orang yang ingin mendapat

limpahan Anugerah Tuhan (mencapai Rahmat dari Tuhan). Serat ini

terdiri dari 72 bait yang berbentuk 14 bait pupuh pangkur 18 bait pupuh

sinom 15 bait pupuh pucung 25 bait pupuh gambuh. 8

C. Etika Perkawinan Dalam Serat Warayagnya

Di dalam Serat Warayagnya ini berisi fatwa (nasihat, wewarah,

petunjuk) perihal bersuami istri (palakrama, salakirabi) dalam bentuk

tembang (sekar) macapat pupuh Dhandanggula yang terdiri dari 10 bait

(pada). Serat Warayagnya tersirat bahwa perihal perkawinan (palakrama,

salakirabi) dipandang sangat penting bagi kehidupan manusia, dirangkai dan

diungkapkan dalam suatu bentuk tembang macapat Dandanggula sebagai

sarana untuk menyampaikan piwulang dengan cara yang baik yang

ditujukan kepada putra-putri, keturunan, dan generasi penerus.

Dandanggula yang terdiri dari 10 bait dalam Serat Warayagnya

sebagai berikut:

1. Warayagnya wedaring palupi, pinandara macapat sarkara, ing naliko

panitrane, senen ping kalihlikur, sasi saban dhestha be warsi, sang kala

nyatur slira, mumulang mering sunu, jeng gusti pangran dipatya, arya

prabu prangwadana kang amarni, winahya mring pra putra.

2. Kakung putri ing reh palakrami, sumawana kang sami jajaka, tan wun

tembe pikramane, marma tinalyeng wuwus, wasitane mengku pawestri,

8Moh. Ardani, op.cit., hlm. 29-38

Page 10: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

45

ywa dumeh yen wong priya, misesa andhaku, mring darbeking wanodya,

palakarama nalar lan kukum kang dadi, yen tinggal temah nistha.

3. Wuryaningreh priya kang rumiyin, lamun arsa angupaya garwa, den

patitis pamilihe, aywakaseseng kayun, mbok manawa kaduwung wuri, ya

bener yen wong lanang, wenang duwekipun, rabiya ping pat sadina,

kena ugo wuruk karepe pribadi, nanging ta tan mangkana.

4. Dadi ora ana becik, ngilangake istiyaring gesang, yen ngarah apa

tekade andarung kadalarung, ngelmu sarak denorak arik, mbuwang

ajining badan, lumuh reh rahayu, tur upama kalakonna, kasangsara

kaduwung anekani, manglah nunutuh driya.

5. Aja nganti mangkana ta kaki, becik apa cinacad sasama, wong gendhak

kalakuwane, sapa kang duwe sunu, wadon aweh sira rabeni, kiraku

noranana, kejaba kebutuh, ala rinabenan koja, becik bangsa wit tan

duwe putu encik, mung iku ciptanira.

6. Kawruhana kaduwunging ati, jalarane mung patang prakara, wong

anom dadi brangtane, dhingin myat warna ayu, kapin pindho melik

wong sugih, kaping tri kawibawaan, lan kaping patipun, kena samabang

sarawungan, rokok kinang winehken lan ujar manis, rinuket mrih

asmara.

7. Wekasane ya kena sayekti, ngadatira wong anom mangkana, keh rabi

dudu niyate, yen kena sutaningsun, arabi jalaran becik, aja rabi

pasongan, nistha yen dinulu, angapesken yayah rena wruhaanira

manugsa neng dunya iki, yen kena kang mangkana.

8. Ingkang dhingin rahayuning dhiri, kinalisna sakehing prakara, myang

sak serik sasamane, kapindho badanipun, aja kambah barang penyakit,

kaping tri aja tansah, susah manahipun, kaping pat arsa darbeya, anak

lanang kang mursid minangka wiji, ndawakken turunira.

9. Mula nora gampang wong arabi, kudu milih wanodya kang kena,

ginawe rewang uripe, sarana ngudi tuwuh, myang ngupaya kang

sandhang bukti, wiwilangane ana, catur upayektu, yogyane kawikanana,

dhingin bobot pindho bebet katri bibit, kaping pat tatariman.

Page 11: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

46

10. Papat iku iya uga kanthi, dhingin warna kaping dhone brana, kaping tri

kawibawane, catur pambekanipun, endi ingkang sira senengi, aja

angantiangawang, manawa keduwung, karana milih wanodya, datan

kena den mupakatken sasami, wuruk neng karsanira.9

Terjemahan dari R.M.T Soemarso Ponjosoejitro Abdi Dalam Keraton

Mangunegaran Surakarta pada tanggal 4 September 2003.

1. Waranyagnya memaparkan suri tauladan dituangkan dalam tembang

macapat dhandangula di tulis pada hari senin 22, bulan saban (ruwah)

tanggal 11 tahun Be, 1415 (seribu empat ratus lima puluh satu tahun jawa).

Jeng gusti pangeran dipatya arya prabu prangwadana mengatakan

(menganjurkan) pada para putra.

2. Laki-laki dan perempuan tentang prekawinan begitu pula para jejaka

kemudian hari tentu akan beristri (kawin). Kemudian akan terikat aturan-

aturan tentang beristri jangan berlagak sebagai laki-laki berkuasa memiliki

apa yang menjadi hak wanita, perkawinan harus di jalankan dengan baik

menurut hukum perkawinan, kalau diabaikan akibatnya tidak baik.

3. Yang dilakukan priya zaman dulu bilamana akan mencari istri agar tepat

memilihnya jangan tergesa-gesa menuruti kata hati sebab kemungkinan

menyesal dikemudian hari, memang sunguh kalau orang laki-laki memiliki

wewenang (kuasa), kawin empat kali sehari menurut kehendak sendiri,

akan tetapi tidak demikian seharusnya.

4. Jadi tiada kebaikan mengabaikan ikhtiar hidup, apa yang akan diraih bila

tekadnya tidak terkendali, ilmu sorak diacak-acak, merosotnya harga diri,

mengabaikan keslamatan umpama terlaksana, kesengsaraan, akhirnya

menyesal kemudian, hakekatnya menyalahkan diri sendiri.

5. Jangan sampai demikian anakku, apa kabaikannya kalau mewndapat cacat

dari sesama, orang yang buruk kelakukannya, siapa yang punya anak

9Kama Jaya, Pilihan Anggitan KGPAA Mangkunegara IV, Yayasan Centhini,

Yogyakarta, 1992, hlm. 147-148

Page 12: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

47

perempuan bolehkan jadi sitrimu, menurut saya kira-kira tidak ada, keciali

terdesak kebutuhan, apa kebaikannya diperistri saudagar orang India

(Bombay), lebih baik sebangsa karena tidak akan punya cucu encik hanya

itulah yang kau ciptakan (angan-anganku).

6. Ketahuilah penyesalan karena hanya dari 4 hal orang muda itu mudah

tertarik (kasmaran) pertama melihat kecantikan, kedua kekayaan, ketiga

kewibawaan (kedudukan), dan yang keempat pergaulan, rokok sirih (guna-

guna) dan kata-kata manis (memikat), dipikat supaya kasmaran (jatuh

cinta).

7. Akhirnya sungguh tergiur (kena) itu kebiasaan orang muda, banyak yang

kawin yang sebelumnya bukan kehendaknya, bilamana anak saya sedapat

mungkin kawinlah dengan cara yang baik, jangan kawin karena pengaruh

yang kurang baik, nistha kelihatannya, merendahkan orang tua ketahuilah

manusia hidup di dunia ini sedapat mungkin yang baik.

8. Pertama keslamatan diri, terhindar dari segala perkara, serta jangan

menyakiti hati orang lain (sesama), kedua terhindar dari penyakit, ketiga

jangan selalu, susah hatinya. Keempat mendapatkan (mempunyai) anak

laki-laki yang soleh (mursid) berbudi luhur sebagai benih melestarikan

keturunan.

9. Maka tidak mudah orang kawin itu, harus memilih wanita yang dapat

dijadikan teman sejati dalam hidupnya, sebagai sarana mendapatkan

keturunan, juga mencari sandang pangan, hitungannya ada (pedoman),

empat hal (pangeran) baik kau ketahui, pertama bobot, kedua bebet, ketiga

bibit, keempat tatariman (anugrah dari Raja karena jasa).

10. Empat ini juga menjadi teman, pertama rupa, kedua harta, ketiga wibawa

(kedudukan, kehormatan) keempat watak (budi pekerti). Mana saja yang

kamu minati jangan mangandai-andai sebab kalau menyesal, sekali

memilih wanita, tidak boleh dimufakatkan sesama, apa yang terbaik bagi

kehendakmu pribadi.

Page 13: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

48

Penyampaiaan fatwa tersebut sudah didasarkan pertimbagan matang

dan jauh kedepan dan sekaligus sebagai perwujudan tanggungjawab atas

keberlangsungan “Trah Mangkunegara” yang baik, handal, terhormat dan

terpercaya. Hal itu menguatkan suatu sikap batin bahwa perkawinan

merupakan proses pembentukan keluarga pasutri (panunggalan suami istri)

yang diharapkan dapat membuahkan keturunan (trah, anak, titian Tuhan)

untuk menyambung kelangsungan sejarah keluarga khususnya maupun sejarah

manusia pada umumnya.

Pembinaan rumah tangga diarahkan kepada pencapaiaan tujuan

kesejahteran keluarga. Berumah tangga menuntut kedewasaan fisik mental dan

emosional, sehingga apabila terpenuhi aspek-aspek tersebut secara seimbang

tercapailah rumah tangga sejahtera. Seorang yang telah mencapai tingkat umur

dewasa, hendaklah menikah atas dasar pertimbangan kematangan nalar

(pemikiran) dan atas dasar kesadaran hukum atau peraturan yang berlaku.

Perkawinan merupakan suatu moment yang sangat penting sebagai

suatu tanda berakhirnya masa sendirian (lajang) dalam kehidupan seseorang.

Perkawinan yang merupakan ekspresi budaya itu mencerminkan bahwa

perkawinan bukan merupakan peristiwa yang biasa, akan tetapi merupakan

kejadian yang memiliki arti penting yang memerlukan seperangkat aturan-

aturan untuk melaksanakannya.

Pemikiran tentang etika perkawinan dapat dilihat dalam serat

Warayagnya. Serat Warayagnya ini menjelaskan sebuah etika perkawinan

yang terbentuk harus mempunyai dasar dan tujuan. Dasarnya adalah

kedewasaan nalar yang mendalam bukan semata-mata menuruti dorongan

nafsu biologis saja. Sebagaimana tertuang dalam Serat Warayagnya bait 2

berikut ini:

Kakung putri ing reh palakrami, sumawana kang sami jajaka, tan wun tembe pikramane, marma tinalyeng wuwus, wasitane mengku pawestri, ywa dumeh yen wong priya, misesa andhaku, mring

Page 14: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

49

darbeking wanodya, palakarama nalar lan kukum kang dadi, yen tinggal temah nistha.10

Dapat diartikan bahwa bagi putera dan putri yang telah dewasa yang

menghajatkan pedoman berumah tangga, demikian pula khususnya bagi yang

masih bujangan, apabila kelak tiba saat perkawinanya jangan asal bicara saja

tentang nikah, tetapi perhatikan petunjuk bagaimana memperlakukan istri,

jangan hanya karena kamu laki-laki, lalu merasakan berkuasa, terhadap harma

milik perempuan, berumah tangga itu yang dijadikan pedoman nalar yang

sehat dan hukum yang berlaku, jika keduanya ditinggalkan niscaya

mengakibatkan keniscayaan.

Pelaksanaan tanggung jawab dan pengambilan hak masing-masing

suami istri memerlukan kedewasaan agar terlaksana secara seimbang dan

serasi. Semua itu akan berjalan menurut semestinya, manakala keduanya

bukan saja mempunyai rasa cinta kasih, melainkan juga mempunyai

kematangan nalar dan kesadaran hukum yang menandai kedewasaannya

(palakrama nalar lan kukum kang dadi). Tidaklah mengherankan jika perkara

nikah memerlukan kedewasaan seperti yang diungkapkan diatas.

Selain itu dalam melaksanakan perkawinan tidak boleh tergesa-gesa

harus suka sama suka tanpa ada paksaan, dengan tujuan untuk

melangsungkan peradaban manusia yang berbudaya sesuai dengan aturan

agama. Membentuk rumah tangga hendaklah berhati-hati, teliti, niat yang

mantap, selalu berikhtiar yang bersifat lahiriah dengan mempertimbangkan

empat sifat yaitu: bobot, bibit, bebet dan tariman. Pesan-pesan ini

diungkapkan Mangkunegara IV dalam bait berikut:

Mula nora gampang wong arabi kudu milih wanodya kang kena

ginawe rewang uripe sarana ngudi tuwuh lan ngupaya kang sandang

10KGPAA. Mangkunegara IV, Piwulang Budi Luhur Jilid I, Drs. Harmanto Bratasiswara

(Peny), Kantor Rekso Pustaka Kabupaten Rekso Budaya Pura Mangkunegaran Surakarta Kerjasama Dengan The World Bank Jakarta, 1998, hlm. 1

Page 15: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

50

bukti wewilanganeana catur upayeku yogyane kawinkanana dihin

bobot pindo bebet ping tri bibit kaping pat tariman.11

Dalam rangka penciptaan etika perkawinan, seseorang sebelum

menikah perlu mengindahkan cara memilih calon istri yang memenuhi empat

sifat: (bobot, bebet, bibit, dan tariman). Yang pertama kualitas diri (berbobot

dan bermutu), kedua kepribadiaan yang baik, ketiga keturunan, keempat

bersifat suka menerima apa yang ada (dengan tidak banyak tuntutan). Mencari

calon istri yang memenuhi empat sifat itu tidak mudah, namun harus ia

upayakan dengan segala kesungguhan hati, apabila ia ingin mendapatkan

teman hidup yang dapat membantu mencari nafkah dan akan melahirkan

keturunan.12

Persiapan itu dilakukan secara dini dan melalui satu urutan yang

panjang agar proses perkawinan itu dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.

Dalam adat jawa berlaku pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam

perkawinan, khususnya dalam memilih calon menantu.

Bibit yang dimaksud adalah benih, benih yang baik akan menghasilkan

keturunan yang baik pula. Bebet dapat diartikan sebagai tingkah laku, sifat dan

sikap yang dihubungkan dengan faktor keturunan. Bobot dapat diartikan

dengan status atau kedudukan, tetapi tidak harus dikaitkan dengan

kepemilikan materi, ini lebih tepat kalau diartikan sebagai kualitas

seseorang.13

Bobot dalam ranbu-rambu pra-perkawinan selengkapnya berbunyi

“bobot kang mitayani”, dan berkaitan dengan “ajining calon penganten”.

Maksudnya adalah harga diri calon penganten yang terpercaya untuk

11Mangkunegara IV, Serat Warayangnya, Bait 9, hlm. 2 Terjemahnya: “Maka tidak mudah orang hendak beristri, ia harus memiliki wanita yang dapat menjadi teman hidup, menjadi sarana memperoleh keturunan, dan juga dalam usaha mencarai nafkah, syaratnya (wanita dimaksud) memenuhi jumlah bilangan empat perkara hendaklah diupayakan itu, seyogyanya kamu ketahui, yaitu pertama berbobot, kedua keturunan, ketiga bakal berketurunan, yang keempat bersifat suka menerima.”

12Moh. Ardani, op. cit., hlm. 206-207 13Rohmani Rusdi, Manipulasi Hidup (Tragedi Harta, Tahta dan Wanita), PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 63-64

Page 16: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

51

menegakkan kehidupan berumah tangga. Syarat harga diri terpercaya ini

diacukan pada pasangan calon penganten dengan merujuk pada beberapa

prasarana hidup yang meliputi: kekayaan, kekuatan, pekerjaan, usaha, mata

pencaharian, pergaulan, status sosial dan sebagainya.

Dengan merujuk pada berbagai aspek kekuatan hidup calon penganten,

diharapkan agar rumahtangganya yang dibangun menjadi keluarga yang

kokoh, sentosa, makmur, tenteram, dan sejahtera.

Bebet dalam rambu-rambu pra-perkawinan selangkapnya berbunyi

“bebet kang utama”. Tentang syaratnya terpuji diacukan pada pasangan calon

penganten dengan merujuk pada beberapa persyaratan kepribadiaan, yang

meliputi keturunan, budi pekerti, karakter, tanggungjawab, prestasi, martabat,

pengalaman, cita-cita, kebiasaan, kegemaran, kecenderungan, pergaulan dan

sebagainya.

Dengan merujuk pada aspek kepribadiaan tersebut agar rumahtangga

yang akan dibangun menjadi bangunan keluarga yang bahagia, terhormat, dan

mempunyai keturunan yang handal dan terpuji.

Bebet artinya kepribadiaan orang tua calon mempelai. Maksudnya

bagaimana perilaku keseharian kedua orang tua calon mempelai, agama/budi

pekertinya. Hal ini maksudnya bahwa bagaimanapun anak itu adalah

keturunan dari kedua orang tua mereka, sehingga watak dan keseharian orang

tua akan sangat berpengaruh pada anak-anak mereka.14

Bibit dalam rambu-rambu pra-perkawinan lengkapnya berbunyi “bibit

kang becik”. Dengan merujuk pada beberapa hal yang merupakan persyaratan

diri antara lain dasar dan pembawaan, pendidikan, kecerdasan, kecakapan,

kemampuan, ketampanan, kesehatan jasmani rohani, wajah tampilan dan

sebagainya.

14Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa (Gaya

Surakarta dan Yogyakarta), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 3

Page 17: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

52

Dengan merujuk berbagai aspek tersebut disertai harapan supaya di

kemudian hari dari perkawinannya dapat membangun keluarga yang sehat

sejahtera, mempunyai keturunan yang baik, sehat dan membawa penuh

harapan.

Tariman atau tatariman suatu perkawinan dalam bentuk tatariman ini

proses pengambilan calon pasangan dari pemberian orang yang sangat

dihormati, misalnya orang tua, petinggi penguasa dan sebagainya. Pada

dasarnya harus diterima, biasanya dipertimbangkan baik-baik oleh

pemberinya.

Dalam bait 1 sampai 8 digambarkan betapa sulitnya seorang pemuda

memilih wanita yang akan dinikahinya. Dalam memilih wanita ini ia harus

benar-benar teliti dan hati-hati mepertimbangkan dengan tenang, dan tak

terburu nafsu, serta dengan wawasan yang jauh kedepan.

Untuk bait 9 dan 10 menegaskan petunjuk-petunjuk bagaiman seorang

pemuda memilih calon istri yang diinginkan atas dasar pertimbangan pikiran

yang mendalam, dengan tetap mengindahkan tata aturan syara’, bukan atas

dorongan nafsu semata.15

Mangkunegara IV menganjurkan bahwa setiap orang yang akan

melaksanakan pernikahan (berrumah tangga) harus mengindahkan cara

memilih calon istri yang memenuhi empat sifat seperti yang diatas. Mencari

calon istri yang memenuhi empat sifat itu tidak mudah, namun harus ia

upayakan dengan segala kesungguhan hati, apabila ia ingin mendapatkan

teman hidup yang dapat membantu mencari nafkah dan akan melahirkan

keturunan.

15Moh. Ardani, op.cit., hlm. 29

Page 18: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

53

Pokok-pokok pikiran yang menjadi inti fatwa perkawinan dalam Serat

Warayagnya antara lain sebagai berikut:16

1. Bersuami istri perlu didasarkan pada penalaran.

Berhubung setiap perkawinan akan menjadi pangkal

berkembangnya keturunan, maka pelaksanaan perkawinan perlu

didasarkan pada penalaran yang matang. Dengan penalaran langkah-

langkah yang ditempuh dalam bersuami-istri sudah disertai pemikiran

yang jernih, sehingga sudah dipertimbangkan untung dan ruginya, baik

dan buruknya. Tanpa penalaran yang jernih terbuka kemungkinan akan

terjadi salah langkah yang akan menimpakan pada berbagai kesalahan,

kenistaan dan penyesalan.

2. Perkawinan dengan memperhatikan pranata hidup.

Perkawinan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia pada

waktunya maupun manusia selanjutnya, maka langkah-langkah yang

ditempuh dalam proses bersuami-istri mau tidak mau harus menyesuaikan

dengan pranata hidup. Pranata hidup yang berlaku yakni pranata yang

dihayati dan dihormati oleh orang yang melakukan bersuami-istri beserta

masyarakat tempat mereka berada.

Ada sejumlah pranata hidup yang perlu diperhatikan dan dihormati

oleh orang-orang yang bersuami-istri, antara lain:

a. Pranata keagamaan; yakni peraturan keagamaan yang mengatur seluk

beluk perkawinan bagi pihak-pihak yang bersuami istri.

b. Pranata adat; yakni adat tata cara yang masih mengakar dalam

kehidupan yang mewarnai dan mengatur tatacara perkawinan bagi

pihak-pihak yang bersuami istri, baik adat yang berlaku dalam

lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

16KGPAA. Mangkunegara IV, (ed) Drs. Harmanto Bratasiswara, op.cit., hlm. 4-8

Page 19: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

54

c. Pranata sosial masyarakat; yakni pedoman, peraturan, peraturan

pemerintah, undang-undang yang mengatur seluk-beluk perkawinan

bagi orang–orang yang bersuami istri.

3. Perkawinan didasarkan pada pemilihan yang tepat.

Satu diantara faktor-faktor pendukung demi keberhasilan suatu

perkawinan adalah ketepatan menentukan pilihan yang tepat dalam

perkawinannya. Hanya dengan kesabaran, ketelitian, kecermatan, dan

kehati-hatian akan dapat membantu mengambillangkah pemilihan yang

tepat.

Pemilihan yang tepat dalam rangka perkawinan meliputi:

a. Pemilihan pasangan yang tepat; yakni perlu dipertimbangkan dengan

pikiran yang jernih, dan diperlukan sikap yang penuh kehati-hatian,

tidak tergesa-gesa, tidak keburu nafsu, dan tidak menonjolkan

kewenangan sebagai lelaki.

b. Cara yang tepat; yakni perilaku orang yang akan bersuami istri perlu

diatur sedemikian rupa sehingga tidak menunjukkan sikap

serampangan, bertindak seenaknya, membabibuta seakan didorong

nafsu keinginan semata-mata. Harus disertai tampilan yang

mengesankan, langkah-langkah yang kena dan cara-cara yang terpuji

sesuai dengan adat dan tingkat peradaban yang berlaku.

c. Landasan yang tepat; yakni pada dasarnya setiap perkawinan

memerlukan landasan tertentu untuk menopang tegaknya suatu rumah

tangga dan keberlangsungan hidup, bahwa yang menjadi dasar kuat

untuk membangun keluarga suami istri adalah perasaan cinta yang

tumbuh dari kedua belah pihak.

4. Niat dan tekat yang kuat

Kehidupan rumah tangga suami istri akan dapat tumbuh tegar dan

berkembang serasi apabila ditopang dengan adanya niat dan tekat yang

kuat serta dilandasi kasih sayang seimbang. Niat merupakan pangkal

Page 20: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

55

penggerak (motifasi) yang mendorong seseorang untuk membangun

rumah tangga bersuami istri. Sedangkan tekad merupakan kebulatan hati

(semangat) disertai dengan kesanggupan menjaga dan memelihara

kehidupan bersuami istri menuju cita-cita perkawinan.

Perkawinan yang didasarkan niat dan tekat yang kuat akan menjadi

sentosa, tidak mudah terkena pengaruh negatif, tahan terpaan gangguan

serta cobaan yang kemudian berujung pada keberuntungan, ketenangan,

ketentraman, kemesraan, kesetiaan, kebaggaan, dan kebahagiaan

(kamulyan).

Dapat disimpulkan bahwa di dalam Serat Warayagnya menganjurkan

bahwa perkawinan harus didukung oleh penalaran yang sehat dan jernih, harus

memperhatikan pranata hidup dan adat yang berlaku, sehingga tidak terjadi

salah langkah yang mengecewakan, harus berlandaskan yang kuat dan tepat,

dan perkawinan harus ditopang oleh niat dan tekat yang kuat sehingga

melanggengkan kehidupan rumah tangga bersuami istri.

Selain itu juga memuat beberapa pokok pikiran mengenai hal-hal yang

perlu dihindari di dalam rangka berumahtangga antara lain:17

1. Ora bosenan; bosenan merupakan gejala tidak sehat dalam suatu

kehidupan rumahtangga suamu istri. Dikatakan tidak sehat karena,

bosenan merupakan kerapuhan pada tiang hidup perkawinan yang

mengancam ambruknya rumah tangga.

2. Ora paksaan; bahwa landasan utama dalam membangun keluarga adalah niat pribadi disertai cinta kasih yang tumbuh dari dalam diri masing-masing pihak yang bersuami istri. Sehubungan dengan hal tersebut sudah dinasehatkan di dalam Serat Warayagnya bait 7 yang berbunyi: “…Aja rabi pasongan, nistha yen dinulu, angapesken yayah rena” (janganlah beristri dengan paksaan hal itu menunjukkan kenistaan dan merendahkan martabat orang tua).

17Ibid., hlm. 9-12

Page 21: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

56

3. Ora gumampang; perkawinan merupakan pengalaman hidup manusia yang bersifat sakral (suci). Acuannya adalah harapan disertai keyakinan untuk menerima titipan Tuhan yakni putra (keturunan) sebgai penyambung keturunan dan penerus sejarah manusia. Oleh karena itu setiap kali orang menampaki acara perkawinan tidak dapat melakukannya secara mudah (gampang).

Dalam nasihat tersebut ditandaskan bahwa masalah perkawinan

tidaklah mudah untuk dilakukan. Sangat ditekankan seorang pemuda atau

pemudi dalam ketepatan menentukan pilihan, terutama dalam memilih

pasangan. Agar jalannya perkawinan berjalan secara serasi, lancar, selamat,

serta dapat dikaruniai keturunan sebagai penerus sejarah keluarga yang baik

dan penuh harapan. Sehingga perkawinan dapat berhasil membangun rumah

tangga yang bahagia penuh rahmat (sakinah, mawadah, warahmah).

Page 22: BAB III ETIKA PERKAWINAN MANGKUNEGARA IV A. Biografi ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 1Suwaji Bastomi, Karya Budaya KGPAA Mangkunegara I-VIII,

57

DAFTAR PUSTAKA BAB III

Agoes, Artati, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat

Jawa (Gaya Surakarta dan Yogyakarta), Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 2001.

Ardani, Moh., Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV (Studi Serat-serat

Piwulang), Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.

Edi, Yusro Nugroho, Serat Wedhatama Sebuah Masterpiece Jawa Dalam

Respons Pembaca, Mimbar Offset, Yogyakarta, 2001.

Jaya, Kama, Pilihan Anggitan KGPAA Mangkunegara IV, Yayasan

Centhini, Yogyakarta, 1992.

KGPAA. Mangkunegara IV, Piwulang Budi Luhur Jilid I, Drs. Harmanto

Bratasiswara (Peny), Kantor Rekso Pustaka Kabupaten Rekso

Budaya Pura Mangkunegaran Surakarta Kerjasama Dengan The

World Bank Jakarta, 1998.

Mangkunegara IV, Serat Wedhatama, Effhar dan Dahara Prize,

Semarang, 1994.

Rusdi, Rohmani, Manipulasi Hidup (Tragedi Harta, Tahta dan Wanita), PT.

Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995.