bab ii.docx
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Obesitas
Kata obesitas berasal dari Bahasa latin : obeses, obedere, yang artinya gemuk
atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak di jaringan
adiposa yang abnormal atau berlebihan sampai pada suatu kondisi yang dapat
mengganggu kesehatan.10 Obesitas merupakan hasil dari ketidakseimbangan
homeostasis energi kronis, yaitu asupan energi melebihi pengeluarannya.11
2.2. Epidemiologi Obesitas
Obesitas pada anak, dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan
tidak hanya di negara maju, namun banyak juga ditemukan di negara berkembang.
Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak
meningkat tiap tahunnya.12 Obesitas di seluruh dunia meningkat 2 kali lipat sejak
tahun 1980. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 42 juta anak dengan obesitas,
31 juta diantaranya tersebar di negara berkembang.10
Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usis 6-
17 tahun meningkat dari 7,6%-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi di Rusia pada
usia 6-18 tahun adalah 6%-10%, di Cina adalah 3,4%-3,6%, dan di Inggris adalah
22-31% dan 10-17%. Prevalensi obesitas anak-anak sekolah di Singapura
meningkat dari 9% menjadi 19%.12
Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak kegemukan
dan obesitas pada usia balita dan 5-18 tahun adalah sebesar 14% dan 4,4% 2,
sedangkan pada tahun 2013 menjadi 11,9% dan 12,3%. Prevalensi kegemukan
dan obesitas pada tahun 2013 di Kalimantan Barat usia balita dan 5-18 tahun
adalah 10,8% dan 3,6%.3
2
3
2.3. Klasifikasi Obesitas
Berdasarkan penyebabnya obesitas dapat dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu13:
1. Obesitas primer (eksogen)
Suatu keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa sebab penyakit
secara jelas, tetapi semata-mata disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan
lingkungan. Bentuk obesitas seperti ini paling sering didapatkan pada anak.
2. Obesitas sekunder (endogen/glandular)
Merupakan suatu bentuk obesitas yang jelas kaitannya atau timbulnya
bersamaan sebagai bagian dari penyakit hormonal atau sindrom yang dapat
dideteksi secara klinis. Lebih jarang terjadi pada anak dan hanya merupakan
< 1% obesitas pada anak.
Obesitas sekunder, dapat berupa lesi struktural atau biokimia yang jelas, seperti
akibat kelainan kromosom, organ endokrin, penyakit infeksi, atau sama sekali
sebabnya tidak diketahui (tabel 2.1 dan tabel 2.2)
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Obesitas
Gangguan homestasis energi yang menjadi penyebab obesitas 90% kasusnya
disebabkan oleh faktor idiopatik atau disebut pula obesitas primer atau nutrisional,
sementara 10% kasus disebabkan oleh faktor idiopatik atau obesitas sekunder atau
non nutrisional, yang disebabkan kelainan hormonal, sindrom atau genetik.12
Sebagian besar kasus dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan
anamnesis riwayat serta pemeriksaan fisik yang teliti.12 Etiologi obesitas endogen
dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2
4
Tabel 2.1. Penyebab endogen obesitas pada anak (faktor hormonal)13
Penyebab Hormonal Bukti Diagnostik
Hipotiroidism
Hiperkortikolism
Hiperinsulinisme primer
Pseudohipoparatiroidism
Lesi hipotalamus didapat
Kadar TSH ↑, kadar tiroksin ↓
Uji supresi deksametason abnormal;
Kadar kortisol bebas urin 24 jam ↑
Kadar insulin plasma ↑, kadar C-peptide ↑
Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ↑
Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi
vaskualar hipotalamus.
Tabel 2.2. Penyebab endogen obesitas pada anak (sindrom genetik)13
Sindrom Genetik Bukti Diagnostik
Prader Willi
Laurence-Monn-Biedl
Alstrom
Beckwith-Wiedeman
Soto
Weaver
Turner
Cohen
Ruvalcaba
Borjeson-Forsman-Lehmann
Obesitas, RM, nafsu makan ↑, hipogonad,
strabismus
Obesitas, RM, retinopati pigmentosa,
hipogonad, paraplegia spastik
Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, DM
Gigantisme, exomphalos, makroglosia,
vesceromegali
Cerebral gigantisme, hipotona, perkembangan
motorik dan kognitif terhambat
Infant overgrowth, bone age advance, muka
khas
Pendek, webbed neck, obesitas, 45 X,
kelainan jantung
Obesitas, RM, hipotonia, hipogonad
RM, mikrosefal, hipogonad, brachymetopady,
skeletal abnormal
Obesitas, RM, hipoganad, hipometabolisme,
epilepsi
5
Familial Lipodistrofi Hipertrofi otot, acromegalil, hepatomegaly,
acanthosis nigricans, RM hipertrigilerid,
insulin resistance
Tabel 2.3. Karakteristik dan etiologi obesitas13
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit
multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena
interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya
hidup, sosial ekonomi dan nutrisi.14
Dalam satu dekade terakhir, penelitian mengenai peran faktor genetik pada
obesitas mengalami banyak kemajuan yang memberikan pemahaman mendalam
tentang obesitas pada anak. Pada tahun 1994, ditemukan “gen ob” sebagai gen
obesitas pada tikus. Produk dari gen ob adalah substansi yang disebut sebagai leptin.
Konsentrasi leptin paralel terhadap jumlah lemak tubuh. Semakin tinggi konsentrasi
lemak, maka semakin tinggi konsentrasi leptin yang besirkulasi dalam darah yang
akan menekan kerja hipotalamus dan menurunkan nafsu makan. Adanya resistensi
terhadap leptin dan penekanan terhadap produk leptin dianggap menjadi dasar
patologi terjadinya obesitas.15 Parental fatness merupakan faktor genetik yang paling
berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya akan menjadi obesitas,
bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40%, dan bila kedua
orang tua tidak obesitas, persentasenya menjadi 14%.14
2.4.1. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu
sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian
6
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg.16 Penelitian di Jepang menunjukkan
risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan
olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan
dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan
tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.17
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai risiko
obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV ≤ 2 jam
setiap harinya.16
2.4.2. Nutrisi
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak
tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan
dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat,
asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak9, serta kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang mengandung energi tinggi.9,18
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan
asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar
dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain
menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas
sebesar 1,46 kali.17 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai
energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek
termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung
protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat
sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang
berlebihan.16 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan
keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein
tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan
ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi;
sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen
7
hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat
ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan
perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan
karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80%
disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan
yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi
lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.6
2.4.3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
yang dikonsumsi.9 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir
terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas
fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain
dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak
bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,
nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga
ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko
menimbulkan obesitas.19
2.5. Mekanisme Regulasi Keseimbangan Energi dan Berat Badan
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan
penyimpanan energi, melalui sinyal-sinyal efferen yang berpusat di hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal afferen dari perifer terutama dari jaringan adiposa
tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.20,21
8
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal,
yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam
menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal
panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin
memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin
adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan
kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan
energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat,
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan
produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,
maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan
makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan
walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi
leptin.20,21
Tabel 2.4. Pengatur asupan makanan14
Hipotalamus (nucleus arkuatus; MC4R)
Orexican Anorexican
Ghrelin
CCK
Cortisol
Agouti-related protein
Neuropeptide-Y
Orexin
Melanin Con H
GABA
a-Adrenergic
Leptin
a-MSH dan POMC
Insulin
Serotonin
Dopamine
PC-1
b-Adrenergic
PYY
GLP-1
9
Endocannabinoids GIP
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan
serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga
dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi
asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan.
Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-
concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan
somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang
terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga
lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan
energi. NPY merupakan neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga
berperan didalam respon fisiologi terhadap starvasi dan obesitas.20,21
Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada
nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan
menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus
area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan
memberikan pengaruh yang berlawanan.20,21
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang
neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript
(POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan,
meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron
NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik
(merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan
neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron
tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek
insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus
traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh
kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa
kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending
anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang
10
mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik
menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan
penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan
asupan makan dan berat badan.20,21
Gambar 2.1. Mekanisme regulasi rasa lapar20
2.6. Patogenesis Obesitas
Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme obesitas.
Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor utama dalam
obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi genetik.12
Menurut Andrew et al (2009), patofisiologi obesitas dapat karena gangguan
pada keseimbangan energi, adiposa, dan neurobehavior.22
2.6.1. Obesitas dan keseimbangan energi
Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari keseimbangan energi.
Obesitas dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun kurangnya
energi yang dikeluarkan.12,22
Leptin merupakan adipokin yang dibebaskan dari jaringan adipose, berfungsi
menekan nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan energi dan
berat badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja dalam
11
pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan penurunan kadar
uncoupling protein (UCP 1). Protein ini berfungsi sebagai termogenesis dan
penentuan basal metabolic rate dengan cara meningkatkan kerja simpatis pada
jaringan lemak.22,23
2.6.2. Obesitas dan kelainan adiposit
Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain yang
juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan makronutrein,
terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan glukosa menjadi glikogen.
Bila simpanan dalam hati dan otot telah memenuhi kapasitas, konsumsi glukosa
akan dirubah menjadi asam lemak dan selanjutnya disimpan dalam adiposit.22,23
Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau
pembesaran adiposa. Pada orang dewasa, adiposa akan mengalami pembesaran
namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas yang terjadi pada
anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi namun juga hiperplasia. Hal
inilah yang menyebabkan 75% anak yang mengalami obesitas akan berlanjut
hingga dewasa.22
2.6.3. Obesitas dan kelainan neurobehavior
Defek neurologis pada kontrol rasa apar dan asupan makanan, menjadi bagian
penting dari patogenesis obesitas. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa mutasi
gen yang berperan dalam obesitas monogenik ialah gen-gen yang termasuk dalam
kontrol rasa lapar pada jalur leptin-melanocortin.22
2.7. Dampak Obesitas pada Anak
Dampak obesitas pada anak dan remaja dapat terjadi dalam jangka pendek
maupun jangka panjang seperti berikut ini14:
1. Gangguan endokrin : risiko terjadinya diabetes mellitus meningkat bila
obesitas berlanjut hingga dewasa.
2. Gangguan pernapasan: tidur sering ngorok, sering mengantuk di siang hari,
kadang-kadang terjadi apnea sewaktu tidur.
12
3. Masalah ortopedi : seringkali terjadi sliped capital femoral epiphysis dan
penyakit Blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat.
4. Gangguan psikososial: rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari
lingkungan.
5. Penyakit degeneratif dan metabolik: hipertensi, penyakit jantung koroner,
hiperlipoprotenemia, hiperkolesterolemia.
2.7.1. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-
kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.
Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 -
2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak
dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi,
15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar
trigliserida tinggi.24 Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan
darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.9
2.7.2. Diabetes melitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.9,24 Prevalensi
penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes
mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus
tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99. 25
2.7.3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala
mengorok.5 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada
dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga
terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan
beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding
dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta
penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah
jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas
intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak
13
cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan
penurunan berat badan.9,16
2.7.4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang
disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang
menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.9
2.7.5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada
obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan
peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,
diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.9
2.8. Diagnosis Obesitas
2.7.1. Anamnesis
Jika seorang anak datang dengan keluhan obesitas, maka pertama-tama perlu
dipastikan kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.
Selanjutnya, perlu ditelusuri faktor risiko obesitas, serta dampak yang mungkin
terjadi. Riwayat obesitas dalam keluarga serta pola makan dan aktivitas perlu
ditelusuri (lihat tabel 2.4).
Dampak obesitas pada anak harus dievaluasi sejak dini, meliputi penilaian
faktor risiko kardiovaskular, sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah
ortopedik yang berkaitan dengan kelebihan beban, kelainan kulit, serta potensi
gangguan psikiatri. Faktor risiko kardiovaskular terdiri dari riwayat anggota
keluarga dengan penyakit jantung vaskular atau kematian mendadak dini (<55
tahun), dislipidemia (peningkatan kadar LDL-kolesterol > 160 mg/dl, HDL-
kolesterol < 35 mg/dl) dan peningkatan tekanan darah, merokok adanya diabetes
melitus dan rendahnya aktivitas fisik. Anak gemuk yang mempunyai minimal tiga
dari faktor-faktor tersebut, dianggap berisiko tinggi. Skrining dianjurkan pada
setiap anak gemuk setelah usia 2 tahun.26
14
Tabel 2.5. Penilaian faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan obesitas26
2.7.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada anak obesitas meliputi26:
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena mempunyai
tanda dan gejala yang khas, antara lain :
1) Wajah yang membulat
2) Pipi yang tembem
3) Dagu relatif pendek
4) Dada yang membusung dengan payudara yang membesar mengandung
jaringan lemak
5) Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
6) Kedua tungkai umunya berbentuk X
15
7) Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam
jaringan lemak suprapubik (buried penis)
8) Kulit : ruam panas, intertrigo, dermatitis moniliasis dan acanthosis
nigricans, jerawat
9) Terbatasnya gerakan panggul (slipped capital femoral epiphysis)
c. Distribusi jaringan lemak (distribusi pada remaja) yang dibedakan
menjadi:
1) Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak di bagian
dada dan pinggang)
2) Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak di
bagian pinggul dan paha)
Tabel 2.6. Pemeriksan fisik yang berkaitan dengan obesitas26
16
2.7.3. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan antropometri, umumnya obesitas pada anak ditentukan
berdasarkan tiga metode pengukuran sebagai berikut26:
a. Mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan
ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Obesitas didefinisikan bila BB/TB >
120% dan superobesitas apabila BB/TB > 140%.
b. The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National
Institutes of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on
Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah
merekomendasikan indeks massa tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran
obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. Saat itu, batasan umur
penggunaan IMT adalah dengan menggunakan usia di atas 2 tahun karena
batasan angka terendah dari IMT yang tersedia (CDC 200)) adalah umur 2
tahun. Saat ini telah tersedia IMT mulai dari 0 bulan (growth chart WHO
2005).
c. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan
berdasarkan indeks quatelet {berat badan dalam kilogram dibagi dengan
kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)}. Interpretasi IMT tergantung
pada umur dan jenis kelamin anak karena anak lelaki dan perempuan
memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. IMT adalah cara termudah
untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa
lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengindentifikasi pasien
obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. Klasifikasi
IMT terhadap umur untuk anak usia lebih dari 2 tahun adalah berdasarkan
kurva CDC-NCHS 2000, yaitu persentil ke-85 hingga kurang dari persentil
ke-95 adalah overweight, dan di atas persentil ke-95 adalah obesitas,
kecuali untuk remaja lanjut. Adapun untuk anak usia 2 tahun atau kurang,
IMT dinilai berdasarkan kurva WHO 2005 dan diklasifikasikan sebagai
berikut : z-score IMT>1 tetapi <2 adalah possible risk of overweight, z-
score >2 dan <3 adalah overweight, sedangkan z-score > 3 adalah obesitas.
17
Expert Committee Recommendations Regarding the Prevention,
Assessment, and Treatment of Child and Adolescent Overweight and
Obesity American Academy of Pediatrics pada tahun 2007
merekomendasikan definisi obesitas pada remaja lanjut adalah BMI pada
persentil 95 atau lebih dari 30 kg/m2 (batasan obesitas pada dewasa)
tergantung mana yang lebih rendah.
d. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit
(TLK). TLK triseps di atas persentil ke-85 merupakan indikator adanya
obesitas.
2.8. Tatalaksana
Tatalaksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Tujuan utama tatalaksana obesitas adalah perbaikan
kesehatan fisik jangka panjang, melalui kebiasaan hidup yang sehat secara
permanen. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat empat tahap tatalaksana
dengan intensitas yang meningkat. Prinsip tatalaksana obesitas adalah mengurangi
asupan energi serta meningkatkan keluaran energi.26 Pilihan dalam mengobati
obesitas terdapat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Pilihan pengobatan obesitas14
1. Diit
a. Energy-deficient
b. Semistravation (protein sparing modified fast)
c. Total starvation
2. Latihan fisik
3. Modifikasi perilaku
4. Bedah (tidak direkomendasikan untuk anak-anak)
a. Gastroplasty
b. Gastric bypass
c. Jejuno-ileal bypass
d. Liposuction
5. Terapi farmakologis (tidak direkomendasikan untuk anak-anak)
18
2.8.1. Tahap I : pencegahan plus
Pada tahap ini, pasien overweight dan obesitas serta keluarga memfokuskan
diri pada kebiasaan makan yang sehat dan aktivitas fisik sebagai strategi
pencegahan obesitas. Kebiasaan makan dan beraktivitas yang sehat adalah sebagai
berikut26,27:
a. Mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayur-sayuran setiap hari. Setiap
keluarga dapat meningkatkan jumlah porsi menjadi 9 porsi per hari.
b. Kurangi meminum minuman manis, seperti soda, punch.
c. Kurangi kebiasaan menonton televisi (ataupun bentuk lain menonton)
hingga 2 jam per hari. Jika anak berusia < 2 tahun, maka sebaiknya tidak
menonton sama sakali. Untuk membantu anak beradaptasi, maka televisi
sebaiknya dipindahkan dari kamar tidur anak.
d. Tingkatkan aktivitas fisik, ≥ 1 jam perhari. Bermain adalah aktivitas fisik
yang tepat untuk anak-anak yang masih kecil, sedangkan pada anak yang
lebih besar dapat melakukan kegiatan yang mereka sukai, seperti olahraga
atau menari, bela diri, naik sepeda dan berjalan kaki.
e. Persiapkan makanan rumah lebih banyak ketimbang membeli makanan
dari restoran.
f. Biasakan makan di meja makan bersama keluarga minimal 5 atau 6 kali
per minggu.
g. Mengkonsumsi sarapan bergizi setiap hari.
h. Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya hidup.
i. Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannya dan hindari terlalu
mengekang perilaku makan anak, terutama pada anak < 12 tahun.
j. Bentuk keluarga mengatur perilaku sesuai budaya masing-masing.
2.8.2. Tahap II : manajeman berat badan terstruktur
Tahap ini berbeda dari tahap I dalam hal lebih sedikitnya target perilaku dan
lebih banyak dukungan kepada anak dalam mencapai perubahan perilaku.
19
Beberapa tujuan yang hendak dicapai, di samping tujuan-tujuan pada tahap I
adalah sebagai berikut26:
a. Diet terencana atau rencana makan harian dengan makronutrien seimbang
sebanding dengan rekomendasi ada Diatary Reference Intake, diutamakan
pada makanan berdensitas energi rendah.
b. Jadwal makan terencana berserta snack (3 kali makan disertai 2 kali snack,
tanpa makanan ataupun minuman mengandung kalori lainnya di luar
jadwal)
c. Pengurangan waktu menonton televisi dan kegiatan menonton lainnya
hingga 1 jam per hari.
d. Aktivitas fisik atau bermain aktif yang terencana dan terpantau selama 60
menit per hari.
e. Pemantauan perilaku ini sebaiknya tercatat.
f. Reinforcement terencana untuk mencapai target perilaku
Tabel 2.8. Komponen keberhasilan rencaana penurunan berat badan26
2.8.3. Tahap III : intervensi multidisipliner menyeluruh
Pendekatan ini meningkatkan intensitas perubahan perilaku, frekuensi
kunjungan dokter, dan dokter spesialis yang terlibat untuk meningkatkan
dukungan terhadap perubahan perilaku. Untuk implementasi tahap ini, hal-hal
berikut harus diperhatikan26:
20
a. Program modifikasi perilaku dilaksanakan terstruktur, meliputi
pemantauan makanan, diet jangka pendek, dan penetapan target aktivitas
fisik.
b. Pengaturan keseimbangan energi negatif, hasil dari perubahan diet dan
aktivitas fisik.
c. Partisipasi orang tua dalam teknik modifikasi perilaku dibutuhkan oleh
anak < 12 tahun.
d. Orang tua harus dilatih untuk memperbaiki lingkungan rumah.
e. Evaluasi sistemik, meliputi pengukuran tubuh, diet, aktivitas fisik harus
dilakukan pada awal program dan dipantau pada interval tertentu.
f. Tim multidisipliner yang berpengalaman dalam hal obesitas anak saling
bekerja sama, meliputi pekerja sosial, psikologi, perawat terlatih,
dietiesien, physical therapist, dokter spesialis anak dengan berbagai
subspesialisasi seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi,
hepatologi, dan tumbuh kembang, ahli gizi, dokter spesialis olahraga,
psikolog, guru, dokter spesialis bedah ortopedi, dan ahli kesehatan
masyarakat.
g. Kunjungan ke dokter yang regular harus dijadwalkan, tiap minggu selama
minimal 8-12 minggu paling efektif.
h. Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya dan
bermanfaat terapeutik.
Tabel 2.9. Tujuan modifikasi perilaku14
1. Menurunkan berat badan perlahan
2. Mempertahankan pertumbuhan linier tanpa penambahan berat
badan
3. Merubah diit, latihan fisik, dan perilaku makan
4. Melibatkan keluarga dalam dukungan dan konseling
5. Mencegah terjadinya kembali obesitas
21
Tabel 2.10. Teknik terapi perilaku14
Teknik Tujuan
Pengawasan mandiri Menilai perilaku makan
Kewaspadaan Mengenali pola makan
Kontrol stimulus Membedakan antara lapar dan nafsu makan
Faktor penghambat Merekomendasikan aktivitas yang dapat
mengalihkan perhatian terhadap makanan
Restrukturisasi fungsi
kognitif
Mengubah hal negatif menjadi tujuan positif
Rewards Mendukung perubahan perilaku yang positif
2.8.4. Tahap IV : intervensi pelayanan tersier
Intervensi tahap IV ditujukan untuk anak remaja yang obesitas berat. Intervensi
ini adalah tahap lanjutan dari tahap III. Anak-anak yang mengikuti tahap ini harus
sudah mencoba tahap III dan memiliki pemahaman tentang risiko yang muncul
akibat obesitas dan mau melakukan aktivitas fisik berkesinambungan, serta diet
bergizi dengan pemantauan.26
a. Obat-obatan : yang telah dipakai pada remaja adalah Sibutramine, yaitu
suatu inhibitor re-uptake serotonin yang meningkatkan penurunan badan
pada remaja yang sedang menjalani program diet dan pengaturan aktivitas
fisik, dan Orlistat yang menyebabkan malabsorbsi lemak melalui inhibisi
lipase usus. Manfaat obat-obatan ini cukup baik. Food and Drug
Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan Orlistat pada pasien >
12 tahun.26
22
b. Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan pembatasan
kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan dengan pembatasan kalori secara
moderat.26
c. Bedah : Tatalaksana ini hanya dilakukan dengan indikasi yang ketat
karena terdapat risiko perioperative, pascaprosedur, dan perlunya
komitmen pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BMI ≥ 40 kg/m2
dengan masalah medis atau ≥ 50 kg/m2, maturitas fisik (remaja perempuan
berusia 13 tahun dan anak remaja laki-laki berusia ≥ 15 tahun, maturitas
emosional dan kognitif, dan sudah berusaha menurunkan berat badan
selama ≥ 6 bulan melalui program modifikasi perilaku).26
Hingga kini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan keamanan terapi intensif
ini jika diterapkan pada anak.26
Tabel 2.11. Target berat badan dan tahap-tahap intevensi berdasarkan kategori umur dan IMT13
23
24
Gambar 2.2. Alogaritma tatalaksana obesitas pada anak13
2.9. Pencegahan
WHO (1998) membagi pencegahan menjadi 3 tahap26:
1. Pencegahan primer yang bertujuan mencegah terjadinya obesitas
2. Pencegahan sekunder untuk menurunkan prevalensi obesitas
3. Pencegahan tersier yang bertujuan mengurangi dampak obesitas
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan, yaitu
strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua
anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok
yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas
25
adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita obesitas
dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak.
Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan di
Pusat Kesehatan Masyarakat.26
Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tatalaksana obesitas
serta dampaknya. Prinsip tatalaksna obesitas pada anak berbeda dengan orang
dewasa karena pada anak faktor tumbuh kembang harus dipertimbangkan.
Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola
hidup (modifikasi perilaku), dan yang terpenting adalah melibatkan keluarga
dalam proses terapi. Penggunaan bermacam-macam diet rendah kalori serta lemak
dapat menghambat tumbuh kembang anak, terutama di masa emas pertumbuhan
otak. 26
Dalam menghadapi epidemik obesitas, upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui pendekatan komunitas dan individu. Strategi pertama ditujukan bagi
setiap individu dalam komunitas yang bertujuan untuk menstabilkan atau
menurunkan nilai rata-rata IMT pada suatu populasi (pencegahan universal).
Kedua, pencegahan selektif yang ditujukan pada individu risiko tinggi, misalnya
anak dari orang tua obesitas. Bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan
otonomi individu sehingga masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam mencegah obesitas. Ketiga, pencegahan sekunder, ditujukan pada anak dan
remaja dengan berat badan lebih atau obesitas, bertujuan untuk mencegah
bertambahnya berat badan dan/atau untuk mengurangi berat badan.14
Ukuran keberhasilan dari pelaksanaan upaya pencegahan obesitas adalah
sebagai berikut.14
Pencegahan universal :
1. Berkurangnya insiden obesitas pada populasi
2. Berkurangnya rerata IMT populasi
3. Perbaikan asupan nutrisi, kebiasaan makan dan olahraga
4. Perbaikan pengetahuan, sikap dan norma terhadap nutrisi, berat badan, pola
makan, dan olah raga.
5. Berkurangnya insiden komorbiditas akibat obesitas
26
6. Adanya kebijaksanaan kesehatan mengenai obesitas
Pencegahan selektif:
1. Pencegahan naiknya berat badan
2. Berkurangnya insiden berat badan lebih atau obesitas pada populasi berisiko
3. Berkurangnya pola makan yang berlebihan
4. Perbaikan pola gaya hidup (diit sehat, berolahraga)
Pencegahan sekunder:
1. Berkurangnya jumlah komorbiditas terkait obesitas
2. Meningkatnya jumlah individu obesitas yang berhasil mencapai dan
mempertahankan penurunan berat badan (± 10% berat badan awal)
3. Berkurangnya jumlah individu yang bertambah berat badannya (misalnya > 2
kg)