bab ii.docx

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Obesitas Kata obesitas berasal dari Bahasa latin : obeses, obedere, yang artinya gemuk atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak di jaringan adiposa yang abnormal atau berlebihan sampai pada suatu kondisi yang dapat mengganggu kesehatan. 10 Obesitas merupakan hasil dari ketidakseimbangan homeostasis energi kronis, yaitu asupan energi melebihi pengeluarannya. 11 2.2. Epidemiologi Obesitas Obesitas pada anak, dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan tidak hanya di negara maju, namun banyak juga ditemukan di negara berkembang. Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak meningkat tiap tahunnya. 12 Obesitas di seluruh dunia meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 42 juta anak dengan obesitas, 31 juta diantaranya tersebar di negara berkembang. 10 Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usis 6-17 tahun meningkat dari 2

Upload: arthoclase

Post on 06-Feb-2016

229 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Obesitas

Kata obesitas berasal dari Bahasa latin : obeses, obedere, yang artinya gemuk

atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak di jaringan

adiposa yang abnormal atau berlebihan sampai pada suatu kondisi yang dapat

mengganggu kesehatan.10 Obesitas merupakan hasil dari ketidakseimbangan

homeostasis energi kronis, yaitu asupan energi melebihi pengeluarannya.11

2.2. Epidemiologi Obesitas

Obesitas pada anak, dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan

tidak hanya di negara maju, namun banyak juga ditemukan di negara berkembang.

Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak

meningkat tiap tahunnya.12 Obesitas di seluruh dunia meningkat 2 kali lipat sejak

tahun 1980. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 42 juta anak dengan obesitas,

31 juta diantaranya tersebar di negara berkembang.10

Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usis 6-

17 tahun meningkat dari 7,6%-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi di Rusia pada

usia 6-18 tahun adalah 6%-10%, di Cina adalah 3,4%-3,6%, dan di Inggris adalah

22-31% dan 10-17%. Prevalensi obesitas anak-anak sekolah di Singapura

meningkat dari 9% menjadi 19%.12

Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak kegemukan

dan obesitas pada usia balita dan 5-18 tahun adalah sebesar 14% dan 4,4% 2,

sedangkan pada tahun 2013 menjadi 11,9% dan 12,3%. Prevalensi kegemukan

dan obesitas pada tahun 2013 di Kalimantan Barat usia balita dan 5-18 tahun

adalah 10,8% dan 3,6%.3

2

Page 2: BAB II.docx

3

2.3. Klasifikasi Obesitas

Berdasarkan penyebabnya obesitas dapat dibagi menjadi dua golongan besar,

yaitu13:

1. Obesitas primer (eksogen)

Suatu keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa sebab penyakit

secara jelas, tetapi semata-mata disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan

lingkungan. Bentuk obesitas seperti ini paling sering didapatkan pada anak.

2. Obesitas sekunder (endogen/glandular)

Merupakan suatu bentuk obesitas yang jelas kaitannya atau timbulnya

bersamaan sebagai bagian dari penyakit hormonal atau sindrom yang dapat

dideteksi secara klinis. Lebih jarang terjadi pada anak dan hanya merupakan

< 1% obesitas pada anak.

Obesitas sekunder, dapat berupa lesi struktural atau biokimia yang jelas, seperti

akibat kelainan kromosom, organ endokrin, penyakit infeksi, atau sama sekali

sebabnya tidak diketahui (tabel 2.1 dan tabel 2.2)

2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Obesitas

Gangguan homestasis energi yang menjadi penyebab obesitas 90% kasusnya

disebabkan oleh faktor idiopatik atau disebut pula obesitas primer atau nutrisional,

sementara 10% kasus disebabkan oleh faktor idiopatik atau obesitas sekunder atau

non nutrisional, yang disebabkan kelainan hormonal, sindrom atau genetik.12

Sebagian besar kasus  dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan

anamnesis riwayat serta pemeriksaan fisik yang  teliti.12 Etiologi obesitas endogen

dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2

Page 3: BAB II.docx

4

Tabel 2.1. Penyebab endogen obesitas pada anak (faktor hormonal)13

Penyebab Hormonal Bukti Diagnostik

Hipotiroidism

Hiperkortikolism

Hiperinsulinisme primer

Pseudohipoparatiroidism

Lesi hipotalamus didapat

Kadar TSH ↑, kadar tiroksin ↓

Uji supresi deksametason abnormal;

Kadar kortisol bebas urin 24 jam ↑

Kadar insulin plasma ↑, kadar C-peptide ↑

Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ↑

Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi

vaskualar hipotalamus.

Tabel 2.2. Penyebab endogen obesitas pada anak (sindrom genetik)13

Sindrom Genetik Bukti Diagnostik

Prader Willi

Laurence-Monn-Biedl

Alstrom

Beckwith-Wiedeman

Soto

Weaver

Turner

Cohen

Ruvalcaba

Borjeson-Forsman-Lehmann

Obesitas, RM, nafsu makan ↑, hipogonad,

strabismus

Obesitas, RM, retinopati pigmentosa,

hipogonad, paraplegia spastik

Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, DM

Gigantisme, exomphalos, makroglosia,

vesceromegali

Cerebral gigantisme, hipotona, perkembangan

motorik dan kognitif terhambat

Infant overgrowth, bone age advance, muka

khas

Pendek, webbed neck, obesitas, 45 X,

kelainan jantung

Obesitas, RM, hipotonia, hipogonad

RM, mikrosefal, hipogonad, brachymetopady,

skeletal abnormal

Obesitas, RM, hipoganad, hipometabolisme,

epilepsi

Page 4: BAB II.docx

5

Familial Lipodistrofi Hipertrofi otot, acromegalil, hepatomegaly,

acanthosis nigricans, RM hipertrigilerid,

insulin resistance

Tabel 2.3. Karakteristik dan etiologi obesitas13

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit

multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena

interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya

hidup, sosial ekonomi dan nutrisi.14

Dalam satu dekade terakhir, penelitian mengenai peran faktor genetik pada

obesitas mengalami banyak kemajuan yang memberikan pemahaman mendalam

tentang obesitas pada anak. Pada tahun 1994, ditemukan “gen ob” sebagai gen

obesitas pada tikus. Produk dari gen ob adalah substansi yang disebut sebagai leptin.

Konsentrasi leptin paralel terhadap jumlah lemak tubuh. Semakin tinggi konsentrasi

lemak, maka semakin tinggi konsentrasi leptin yang besirkulasi dalam darah yang

akan menekan kerja hipotalamus dan menurunkan nafsu makan. Adanya resistensi

terhadap leptin dan penekanan terhadap produk leptin dianggap menjadi dasar

patologi terjadinya obesitas.15 Parental fatness merupakan faktor genetik yang paling

berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya akan menjadi obesitas,

bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40%, dan bila kedua

orang tua tidak obesitas, persentasenya menjadi 14%.14

2.4.1. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu

sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju

mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian

Page 5: BAB II.docx

6

obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko

peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg.16 Penelitian di Jepang menunjukkan

risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan

olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan

dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan

tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.17

Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama

menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai risiko

obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV ≤ 2 jam

setiap harinya.16

2.4.2. Nutrisi

Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak

tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan

dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat,

asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak9, serta kebiasaan mengkonsumsi

makanan yang mengandung energi tinggi.9,18

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan

asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar

dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain

menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas

sebesar 1,46 kali.17 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai

energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek

termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung

protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat

sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang

berlebihan.16 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan

keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein

tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan

ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi;

sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen

Page 6: BAB II.docx

7

hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat

ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan

perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan

karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80%

disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan

yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi

lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.6

2.4.3. Faktor sosial ekonomi.

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta

peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi.9 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir

terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas

fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain

dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak

bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,

nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga

ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko

menimbulkan obesitas.19

2.5. Mekanisme Regulasi Keseimbangan Energi dan Berat Badan

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses

fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju

pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan

penyimpanan energi, melalui sinyal-sinyal efferen yang berpusat di hipotalamus

setelah mendapatkan sinyal afferen dari perifer terutama dari jaringan adiposa

tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik

(meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik

(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,

yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.20,21

Page 7: BAB II.docx

8

Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan

serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal,

yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam

menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal

panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang

mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin

memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin

adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan

kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan

energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat,

disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin

kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan

produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan.

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,

maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic

center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan

makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan

walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi

leptin.20,21

Tabel 2.4. Pengatur asupan makanan14

Hipotalamus (nucleus arkuatus; MC4R)

Orexican Anorexican

Ghrelin

CCK

Cortisol

Agouti-related protein

Neuropeptide-Y

Orexin

Melanin Con H

GABA

a-Adrenergic

Leptin

a-MSH dan POMC

Insulin

Serotonin

Dopamine

PC-1

b-Adrenergic

PYY

GLP-1

Page 8: BAB II.docx

9

Endocannabinoids GIP

Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan

serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga

dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi

asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan.

Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-

concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan

somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang

terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga

lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan

energi. NPY merupakan neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga

berperan didalam respon fisiologi terhadap starvasi dan obesitas.20,21

Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada

nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan

menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus

area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan

memberikan pengaruh yang berlawanan.20,21

Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang

neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript

(POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan,

meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron

NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik

(merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan

neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron

tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek

insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus

traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh

kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa

kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending

anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang

Page 9: BAB II.docx

10

mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik

menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan

penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan

asupan makan dan berat badan.20,21

Gambar 2.1. Mekanisme regulasi rasa lapar20

2.6. Patogenesis Obesitas

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme obesitas.

Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor utama dalam

obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi genetik.12

Menurut Andrew et al (2009), patofisiologi obesitas dapat karena gangguan

pada keseimbangan energi, adiposa, dan neurobehavior.22

2.6.1. Obesitas dan keseimbangan energi

Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari keseimbangan energi.

Obesitas dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun kurangnya

energi yang dikeluarkan.12,22

Leptin merupakan adipokin yang dibebaskan dari jaringan adipose, berfungsi

menekan nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan energi dan

berat badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja dalam

Page 10: BAB II.docx

11

pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan penurunan kadar

uncoupling protein (UCP 1). Protein ini berfungsi sebagai termogenesis dan

penentuan basal metabolic rate dengan cara meningkatkan kerja simpatis pada

jaringan lemak.22,23

2.6.2. Obesitas dan kelainan adiposit

Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain yang

juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan makronutrein,

terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan glukosa menjadi glikogen.

Bila simpanan dalam hati dan otot telah memenuhi kapasitas, konsumsi glukosa

akan dirubah menjadi asam lemak dan selanjutnya disimpan dalam adiposit.22,23

Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau

pembesaran adiposa. Pada orang dewasa, adiposa akan mengalami pembesaran

namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas yang terjadi pada

anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi namun juga hiperplasia. Hal

inilah yang menyebabkan 75% anak yang mengalami obesitas akan berlanjut

hingga dewasa.22

2.6.3. Obesitas dan kelainan neurobehavior

Defek neurologis pada kontrol rasa apar dan asupan makanan, menjadi bagian

penting dari patogenesis obesitas. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa mutasi

gen yang berperan dalam obesitas monogenik ialah gen-gen yang termasuk dalam

kontrol rasa lapar pada jalur leptin-melanocortin.22

2.7. Dampak Obesitas pada Anak

Dampak obesitas pada anak dan remaja dapat terjadi dalam jangka pendek

maupun jangka panjang seperti berikut ini14:

1. Gangguan endokrin : risiko terjadinya diabetes mellitus meningkat bila

obesitas berlanjut hingga dewasa.

2. Gangguan pernapasan: tidur sering ngorok, sering mengantuk di siang hari,

kadang-kadang terjadi apnea sewaktu tidur.

Page 11: BAB II.docx

12

3. Masalah ortopedi : seringkali terjadi sliped capital femoral epiphysis dan

penyakit Blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat.

4. Gangguan psikososial: rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari

lingkungan.

5. Penyakit degeneratif dan metabolik: hipertensi, penyakit jantung koroner,

hiperlipoprotenemia, hiperkolesterolemia.

2.7.1. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler

Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-

kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.

Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 -

2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak

dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi,

15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar

trigliserida tinggi.24 Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan

darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.9

2.7.2. Diabetes melitus tipe-2

Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.9,24 Prevalensi

penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes

mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus

tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99. 25

2.7.3. Obstruktive sleep apnea

Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala

mengorok.5 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada

dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga

terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan

beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding

dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta

penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah

jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas

intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak

Page 12: BAB II.docx

13

cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan

penurunan berat badan.9,16

2.7.4. Gangguan ortopedik

Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang

disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang

menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.9

2.7.5. Pseudotumor serebri

Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada

obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan

peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,

diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.9

2.8. Diagnosis Obesitas

2.7.1. Anamnesis

Jika seorang anak datang dengan keluhan obesitas, maka pertama-tama perlu

dipastikan kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.

Selanjutnya, perlu ditelusuri faktor risiko obesitas, serta dampak yang mungkin

terjadi. Riwayat obesitas dalam keluarga serta pola makan dan aktivitas perlu

ditelusuri (lihat tabel 2.4).

Dampak obesitas pada anak harus dievaluasi sejak dini, meliputi penilaian

faktor risiko kardiovaskular, sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah

ortopedik yang berkaitan dengan kelebihan beban, kelainan kulit, serta potensi

gangguan psikiatri. Faktor risiko kardiovaskular terdiri dari riwayat anggota

keluarga dengan penyakit jantung vaskular atau kematian mendadak dini (<55

tahun), dislipidemia (peningkatan kadar LDL-kolesterol > 160 mg/dl, HDL-

kolesterol < 35 mg/dl) dan peningkatan tekanan darah, merokok adanya diabetes

melitus dan rendahnya aktivitas fisik. Anak gemuk yang mempunyai minimal tiga

dari faktor-faktor tersebut, dianggap berisiko tinggi. Skrining dianjurkan pada

setiap anak gemuk setelah usia 2 tahun.26

Page 13: BAB II.docx

14

Tabel 2.5. Penilaian faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan obesitas26

2.7.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada anak obesitas meliputi26:

a. Pemeriksaan tanda vital

b. Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena mempunyai

tanda dan gejala yang khas, antara lain :

1) Wajah yang membulat

2) Pipi yang tembem

3) Dagu relatif pendek

4) Dada yang membusung dengan payudara yang membesar mengandung

jaringan lemak

5) Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat

6) Kedua tungkai umunya berbentuk X

Page 14: BAB II.docx

15

7) Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam

jaringan lemak suprapubik (buried penis)

8) Kulit : ruam panas, intertrigo, dermatitis moniliasis dan acanthosis

nigricans, jerawat

9) Terbatasnya gerakan panggul (slipped capital femoral epiphysis)

c. Distribusi jaringan lemak (distribusi pada remaja) yang dibedakan

menjadi:

1) Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak di bagian

dada dan pinggang)

2) Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak di

bagian pinggul dan paha)

Tabel 2.6. Pemeriksan fisik yang berkaitan dengan obesitas26

Page 15: BAB II.docx

16

2.7.3. Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan antropometri, umumnya obesitas pada anak ditentukan

berdasarkan tiga metode pengukuran sebagai berikut26:

a. Mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan

ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Obesitas didefinisikan bila BB/TB >

120% dan superobesitas apabila BB/TB > 140%.

b. The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National

Institutes of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on

Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah

merekomendasikan indeks massa tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran

obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. Saat itu, batasan umur

penggunaan IMT adalah dengan menggunakan usia di atas 2 tahun karena

batasan angka terendah dari IMT yang tersedia (CDC 200)) adalah umur 2

tahun. Saat ini telah tersedia IMT mulai dari 0 bulan (growth chart WHO

2005).

c. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan

berdasarkan indeks quatelet {berat badan dalam kilogram dibagi dengan

kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)}. Interpretasi IMT tergantung

pada umur dan jenis kelamin anak karena anak lelaki dan perempuan

memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. IMT adalah cara termudah

untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa

lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengindentifikasi pasien

obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. Klasifikasi

IMT terhadap umur untuk anak usia lebih dari 2 tahun adalah berdasarkan

kurva CDC-NCHS 2000, yaitu persentil ke-85 hingga kurang dari persentil

ke-95 adalah overweight, dan di atas persentil ke-95 adalah obesitas,

kecuali untuk remaja lanjut. Adapun untuk anak usia 2 tahun atau kurang,

IMT dinilai berdasarkan kurva WHO 2005 dan diklasifikasikan sebagai

berikut : z-score IMT>1 tetapi <2 adalah possible risk of overweight, z-

score >2 dan <3 adalah overweight, sedangkan z-score > 3 adalah obesitas.

Page 16: BAB II.docx

17

Expert Committee Recommendations Regarding the Prevention,

Assessment, and Treatment of Child and Adolescent Overweight and

Obesity American Academy of Pediatrics pada tahun 2007

merekomendasikan definisi obesitas pada remaja lanjut adalah BMI pada

persentil 95 atau lebih dari 30 kg/m2 (batasan obesitas pada dewasa)

tergantung mana yang lebih rendah.

d. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit

(TLK). TLK triseps di atas persentil ke-85 merupakan indikator adanya

obesitas.

2.8. Tatalaksana

Tatalaksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan

dampak yang terjadi. Tujuan utama tatalaksana obesitas adalah perbaikan

kesehatan fisik jangka panjang, melalui kebiasaan hidup yang sehat secara

permanen. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat empat tahap tatalaksana

dengan intensitas yang meningkat. Prinsip tatalaksana obesitas adalah mengurangi

asupan energi serta meningkatkan keluaran energi.26 Pilihan dalam mengobati

obesitas terdapat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7. Pilihan pengobatan obesitas14

1. Diit

a. Energy-deficient

b. Semistravation (protein sparing modified fast)

c. Total starvation

2. Latihan fisik

3. Modifikasi perilaku

4. Bedah (tidak direkomendasikan untuk anak-anak)

a. Gastroplasty

b. Gastric bypass

c. Jejuno-ileal bypass

d. Liposuction

5. Terapi farmakologis (tidak direkomendasikan untuk anak-anak)

Page 17: BAB II.docx

18

2.8.1. Tahap I : pencegahan plus

Pada tahap ini, pasien overweight dan obesitas serta keluarga memfokuskan

diri pada kebiasaan makan yang sehat dan aktivitas fisik sebagai strategi

pencegahan obesitas. Kebiasaan makan dan beraktivitas yang sehat adalah sebagai

berikut26,27:

a. Mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayur-sayuran setiap hari. Setiap

keluarga dapat meningkatkan jumlah porsi menjadi 9 porsi per hari.

b. Kurangi meminum minuman manis, seperti soda, punch.

c. Kurangi kebiasaan menonton televisi (ataupun bentuk lain menonton)

hingga 2 jam per hari. Jika anak berusia < 2 tahun, maka sebaiknya tidak

menonton sama sakali. Untuk membantu anak beradaptasi, maka televisi

sebaiknya dipindahkan dari kamar tidur anak.

d. Tingkatkan aktivitas fisik, ≥ 1 jam perhari. Bermain adalah aktivitas fisik

yang tepat untuk anak-anak yang masih kecil, sedangkan pada anak yang

lebih besar dapat melakukan kegiatan yang mereka sukai, seperti olahraga

atau menari, bela diri, naik sepeda dan berjalan kaki.

e. Persiapkan makanan rumah lebih banyak ketimbang membeli makanan

dari restoran.

f. Biasakan makan di meja makan bersama keluarga minimal 5 atau 6 kali

per minggu.

g. Mengkonsumsi sarapan bergizi setiap hari.

h. Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya hidup.

i. Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannya dan hindari terlalu

mengekang perilaku makan anak, terutama pada anak < 12 tahun.

j. Bentuk keluarga mengatur perilaku sesuai budaya masing-masing.

2.8.2. Tahap II : manajeman berat badan terstruktur

Tahap ini berbeda dari tahap I dalam hal lebih sedikitnya target perilaku dan

lebih banyak dukungan kepada anak dalam mencapai perubahan perilaku.

Page 18: BAB II.docx

19

Beberapa tujuan yang hendak dicapai, di samping tujuan-tujuan pada tahap I

adalah sebagai berikut26:

a. Diet terencana atau rencana makan harian dengan makronutrien seimbang

sebanding dengan rekomendasi ada Diatary Reference Intake, diutamakan

pada makanan berdensitas energi rendah.

b. Jadwal makan terencana berserta snack (3 kali makan disertai 2 kali snack,

tanpa makanan ataupun minuman mengandung kalori lainnya di luar

jadwal)

c. Pengurangan waktu menonton televisi dan kegiatan menonton lainnya

hingga 1 jam per hari.

d. Aktivitas fisik atau bermain aktif yang terencana dan terpantau selama 60

menit per hari.

e. Pemantauan perilaku ini sebaiknya tercatat.

f. Reinforcement terencana untuk mencapai target perilaku

Tabel 2.8. Komponen keberhasilan rencaana penurunan berat badan26

2.8.3. Tahap III : intervensi multidisipliner menyeluruh

Pendekatan ini meningkatkan intensitas perubahan perilaku, frekuensi

kunjungan dokter, dan dokter spesialis yang terlibat untuk meningkatkan

dukungan terhadap perubahan perilaku. Untuk implementasi tahap ini, hal-hal

berikut harus diperhatikan26:

Page 19: BAB II.docx

20

a. Program modifikasi perilaku dilaksanakan terstruktur, meliputi

pemantauan makanan, diet jangka pendek, dan penetapan target aktivitas

fisik.

b. Pengaturan keseimbangan energi negatif, hasil dari perubahan diet dan

aktivitas fisik.

c. Partisipasi orang tua dalam teknik modifikasi perilaku dibutuhkan oleh

anak < 12 tahun.

d. Orang tua harus dilatih untuk memperbaiki lingkungan rumah.

e. Evaluasi sistemik, meliputi pengukuran tubuh, diet, aktivitas fisik harus

dilakukan pada awal program dan dipantau pada interval tertentu.

f. Tim multidisipliner yang berpengalaman dalam hal obesitas anak saling

bekerja sama, meliputi pekerja sosial, psikologi, perawat terlatih,

dietiesien, physical therapist, dokter spesialis anak dengan berbagai

subspesialisasi seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi,

hepatologi, dan tumbuh kembang, ahli gizi, dokter spesialis olahraga,

psikolog, guru, dokter spesialis bedah ortopedi, dan ahli kesehatan

masyarakat.

g. Kunjungan ke dokter yang regular harus dijadwalkan, tiap minggu selama

minimal 8-12 minggu paling efektif.

h. Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya dan

bermanfaat terapeutik.

Tabel 2.9. Tujuan modifikasi perilaku14

1. Menurunkan berat badan perlahan

2. Mempertahankan pertumbuhan linier tanpa penambahan berat

badan

3. Merubah diit, latihan fisik, dan perilaku makan

4. Melibatkan keluarga dalam dukungan dan konseling

5. Mencegah terjadinya kembali obesitas

Page 20: BAB II.docx

21

Tabel 2.10. Teknik terapi perilaku14

Teknik Tujuan

Pengawasan mandiri Menilai perilaku makan

Kewaspadaan Mengenali pola makan

Kontrol stimulus Membedakan antara lapar dan nafsu makan

Faktor penghambat Merekomendasikan aktivitas yang dapat

mengalihkan perhatian terhadap makanan

Restrukturisasi fungsi

kognitif

Mengubah hal negatif menjadi tujuan positif

Rewards Mendukung perubahan perilaku yang positif

2.8.4. Tahap IV : intervensi pelayanan tersier

Intervensi tahap IV ditujukan untuk anak remaja yang obesitas berat. Intervensi

ini adalah tahap lanjutan dari tahap III. Anak-anak yang mengikuti tahap ini harus

sudah mencoba tahap III dan memiliki pemahaman tentang risiko yang muncul

akibat obesitas dan mau melakukan aktivitas fisik berkesinambungan, serta diet

bergizi dengan pemantauan.26

a. Obat-obatan : yang telah dipakai pada remaja adalah Sibutramine, yaitu

suatu inhibitor re-uptake serotonin yang meningkatkan penurunan badan

pada remaja yang sedang menjalani program diet dan pengaturan aktivitas

fisik, dan Orlistat yang menyebabkan malabsorbsi lemak melalui inhibisi

lipase usus. Manfaat obat-obatan ini cukup baik. Food and Drug

Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan Orlistat pada pasien >

12 tahun.26

Page 21: BAB II.docx

22

b. Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan pembatasan

kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan dengan pembatasan kalori secara

moderat.26

c. Bedah : Tatalaksana ini hanya dilakukan dengan indikasi yang ketat

karena terdapat risiko perioperative, pascaprosedur, dan perlunya

komitmen pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BMI ≥ 40 kg/m2

dengan masalah medis atau ≥ 50 kg/m2, maturitas fisik (remaja perempuan

berusia 13 tahun dan anak remaja laki-laki berusia ≥ 15 tahun, maturitas

emosional dan kognitif, dan sudah berusaha menurunkan berat badan

selama ≥ 6 bulan melalui program modifikasi perilaku).26

Hingga kini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan keamanan terapi intensif

ini jika diterapkan pada anak.26

Tabel 2.11. Target berat badan dan tahap-tahap intevensi berdasarkan kategori umur dan IMT13

Page 22: BAB II.docx

23

Page 23: BAB II.docx

24

Gambar 2.2. Alogaritma tatalaksana obesitas pada anak13

2.9. Pencegahan

WHO (1998) membagi pencegahan menjadi 3 tahap26:

1. Pencegahan primer yang bertujuan mencegah terjadinya obesitas

2. Pencegahan sekunder untuk menurunkan prevalensi obesitas

3. Pencegahan tersier yang bertujuan mengurangi dampak obesitas

Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan, yaitu

strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua

anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok

yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas

Page 24: BAB II.docx

25

adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita obesitas

dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak.

Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan di

Pusat Kesehatan Masyarakat.26

Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tatalaksana obesitas

serta dampaknya. Prinsip tatalaksna obesitas pada anak berbeda dengan orang

dewasa karena pada anak faktor tumbuh kembang harus dipertimbangkan.

Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola

hidup (modifikasi perilaku), dan yang terpenting adalah melibatkan keluarga

dalam proses terapi. Penggunaan bermacam-macam diet rendah kalori serta lemak

dapat menghambat tumbuh kembang anak, terutama di masa emas pertumbuhan

otak. 26

Dalam menghadapi epidemik obesitas, upaya pencegahan dapat dilakukan

melalui pendekatan komunitas dan individu. Strategi pertama ditujukan bagi

setiap individu dalam komunitas yang bertujuan untuk menstabilkan atau

menurunkan nilai rata-rata IMT pada suatu populasi (pencegahan universal).

Kedua, pencegahan selektif yang ditujukan pada individu risiko tinggi, misalnya

anak dari orang tua obesitas. Bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan

otonomi individu sehingga masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan

dalam mencegah obesitas. Ketiga, pencegahan sekunder, ditujukan pada anak dan

remaja dengan berat badan lebih atau obesitas, bertujuan untuk mencegah

bertambahnya berat badan dan/atau untuk mengurangi berat badan.14

Ukuran keberhasilan dari pelaksanaan upaya pencegahan obesitas adalah

sebagai berikut.14

Pencegahan universal :

1. Berkurangnya insiden obesitas pada populasi

2. Berkurangnya rerata IMT populasi

3. Perbaikan asupan nutrisi, kebiasaan makan dan olahraga

4. Perbaikan pengetahuan, sikap dan norma terhadap nutrisi, berat badan, pola

makan, dan olah raga.

5. Berkurangnya insiden komorbiditas akibat obesitas

Page 25: BAB II.docx

26

6. Adanya kebijaksanaan kesehatan mengenai obesitas

Pencegahan selektif:

1. Pencegahan naiknya berat badan

2. Berkurangnya insiden berat badan lebih atau obesitas pada populasi berisiko

3. Berkurangnya pola makan yang berlebihan

4. Perbaikan pola gaya hidup (diit sehat, berolahraga)

Pencegahan sekunder:

1. Berkurangnya jumlah komorbiditas terkait obesitas

2. Meningkatnya jumlah individu obesitas yang berhasil mencapai dan

mempertahankan penurunan berat badan (± 10% berat badan awal)

3. Berkurangnya jumlah individu yang bertambah berat badannya (misalnya > 2

kg)