bab ii.docx

Upload: lucky-lina

Post on 15-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

2

TRANSCRIPT

25

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otak2.1.1 Anatomi OtakA. Meninges dan Vasa Darah Otak1) MeningesMeninges adalah selubung jaringan ikat non saraf yang membungkus otak dan medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai shock absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan piamater.2a. DuramaterMerupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis. Membentuk lipatan/ duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium cerebri disebut falx cerebri, berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae. Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus (venosus) duramatris. Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae dan vv. Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v. cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinum. 2Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah dari sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus petrosus superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis interna. 2b. AracnoideaMembran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju kepiamater membentuk bangunan seperti sarang laba laba. Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater disebut spatium epidurale. Dari aracnoidea juga muncul jonjot jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep satu arah memungkinkan lalunya bahan bahan dari LCS ke sinus venosus. 2

c. PiamaterPiamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan, mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang membahayakan. 2

Gambar 1. Anatomi Lapisan Otak

2) Vasa Darah Otaka. ArteriOtak divaskularisasi oleh cabang cabang a. carotis interna dan a. vertebralis. A.carotis interna merupakan cabang dari a.carotis comunis yang masuk ke kavum cranii melalui canalis caroticus, cabang- cabangnya adalah a. optalmica, a.choroidea anterior, a. cerebralis anterior dan a.cerebralis medialis. A. opthalmica mempercabang a. centralis retina, a. cerebralis anterior mempercabangkan a. communicans anterior, sedangkan a. cerebralis medialis mempercabangkan a. communican posterior. Arteri vertebralis merupakan cabang a. subclavia naik ke leher melalui foramina tranversalis. Kedua a. vertebralis di kranial pons membentuk a. basillaris yang mempercabangkan aa. Pontis, a.labirintina (mengikuti n. V dan n. VIII), a. cerebellaris superior (setinggi n. III dan n. IV) dan a. cerebralis posterior yang merupakan cabang terminal a. basilaris. Cabang -.cabang a. carotis interna dan a. vertebralis membentuk circulus arteriosus Willis yang terdapat disekitar chiasma opticum. Dibentuk oleh a. cerebralis anterior, a. cerebralis media, a. cerebralis posterior, a. comunican posterior dan a.communican anterior. Sistem ini memungkinkan suplai darah ke otak yang adekuat terutama jika terjadi oklusi / sumbatan. 2

b. Vena Vena di otak diklasifikasikan sebagai berikut : 2 Vena cerebri eksterna, meliputi v. cerebralis superior / lateralis / medialis / inferior dan vv. Basallles. Vena cerebri interna, meliputi v. choroidea dan v. cerebri magna. Vv. Cerebellaris Vv. Emissariae, yaitu vena yang menghubungkan sinus duralis dengan vena superfisialis cranium yang berfungsi sebagai klep tekanan jika terjadi kenaiakan tekanan intrakranial. Juga berperan dalam penyebaran infeksi ke dalam cavum cranii. Vena yang berasal dari truncus cerebri dan cerebellum pada umumnya mengikuti kembali aliran arterinya. Sedangkan aliran balik darah venosa di cerebrum tidak mengikuti pola di arterinya. Semua darah venosa meninggalkan otak melalui v. jugularis interna pada basis cranii. Anastomosis venosa sangat ektensif dan efektif antara vv. Superfisialis dan vv. Profunda di dalam otak. 2

2.1.2 Fisiologi OtakA. Aliran Darah Otak Aliran darah otak bergantung pada tekanan arteri serebral dan resistensi pembuluh-pembuluh serebral. Aliran darah otak rata-rata sekitar 50- 54_ml/100_gr/menit. Bila aliran darah otak < 20 ml/100 gr/menit, elektroencefalografi (EEG) menunjukkan tanda iskemik. Bila aliran darah otak 6-9 ml/100 gr/menit, Ca2+ masuk ke dalam sel. Aliran darah otak proporsional terhadap tekanan perfusi otak. Tekanan perfusi otak adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (pada saat masuk) dengan tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph / cerebral venous junction. Nilai normalnya 80-90_mmHg. Akan tetapi, secara praktis, adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (MAP= mean arterial pressure) dan tekanan intrakranial rata-rata yang diukur setinggi foramen Monroe. Tekanan perfusi otak _=_MAP-tekanan intrakranial, akan menurun bila ada penurunan tekanan arteri atau kenaikkan tekanan intrakranial. Bila tekanan perfusi otak turun sampai 50 mmHg, elektroensefalografi (EEG) akan terlihat melambat dan ada perubahan-perubahan ke arah serebral iskemia. Tekanan perfusi otak kurang dari_40_mmHg, EEG menjadi datar, menunjukkan adanya proses iskemik yang berat yang bisa reversible atau irreversible. Bila tekanan perfusi otak kurang dari_20_mmHg untuk jangka waktu lama, terjadi iskemik neuron yang ireversible Pasien cedera kepala dengan tekanan perfusi otak kurang dari 70 mmHg akan mempunyai prognosa yang buruk. Pada tekanan intrakranial yang tinggi, supaya tekanan perfusi otak adekuat, maka perlu tetap mempertahankan tekanan darah yang normal atau sedikit lebih tinggi. 2 Usaha kita adalah untuk mempertahankan tekanan perfusi otak normal, oleh karena itu, hipertensi yang memerlukan terapi adalah bila tekanan arteri rata-rata lebih besar dari_130-140_mmHg. 2

1) OtoregulasiAliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP_50-150_mmHg. Pengaturan ini disebut otoregulasi yang disebabkan oleh kontraksi otot polos dinding pembuluh darah otak sebagai jawaban terhadap perubahan tekanan transmural. Jika melebihi batas ini, walaupun dengan dilatasi maksimal atau konstriksi maksimal dari pembuluh darah otak, aliran darah otak akan mengikuti tekanan perfusi otak secara pasif. Bila aliran darah otak sangat berkurang (MAP__150 mmHg), tekanan akan merusak daya konstriksi pembuluh darah dan aliran darah otak akan naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, terjadilah kerusakan blood-brain barier (BBB), yang dapat menimbulkan terjadinya edema serebral dan perdarahan otak. Berbagai keadaan dapat merubah batas otoregulasi, misalnya hipertensi kronis. Pada hipertensi kronis otoregulasi bergeser ke kanan sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada tekanan darah yang dianggap normal pada orang sehat. Serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses otak, diabetes, hiperkarbi berat, edema sekeliling tumor otak, perdarahan subarakhnoid, aterosklerosis serebrovaskuler, obat anestesi inhalasi juga mengganggu otoregulasi. Karena pada cedera kepala otoregulasi terganggu, adanya hipotensi yang tiba-tiba bisa menimbulkan cedera otak sekunder. 22) Pa CO2Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1,75 ml/100_gr/menit) setiap mmHg perubahan PaCO2 antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan dengan keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada Pa CO2 80 mmHg dan setengahnya pada Pa CO2 20_mmHg. Karena hanya sedikit perubahan aliran darah otak pada Pa CO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat perubahan biokimia, maka harus dihindari hiperventilasi yang berlebihan. Pada operasi tumor otak dipasang pemantau kapnogram untuk mengukur end Tidal CO2, umumnya dipertahankan end Tidal CO2_25-30_mmHg yang setara dengan Pa CO2 29 - 34 mmHg, tetapi pada cedera kepala akut Pa CO2 jangan 35 mmHg. 23) Pa O2Bila PaO2 < 50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah otak akan meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila PaO2_>_450 mmHg terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun tidak nyata. Akan tetapi, pada manusia selama operasi otak PaO2 jangan melebihi 200 mmHg. 2Faktor-faktor lain yang mempengaruhi aliran darah otak : 21) Simpatis dan ParasimpatisStimulasi simpatis menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan stimulasi parasimpatis menyebabkan vasodilatasi. Perubahan-perubahan tersebut pada aliran darah otak tidak lebih dari 5-10%. Stimulasi serabut simpatis menimbulkan perubahan pada kurva otoregulasi. Pada perdarahan terjadi stimulasi simpatis, otoregulasi akan bergeser ke kanan sehingga batas bawah otoregulasi aliran darah otak (toleransi terendah yang bisa menimbulkan iskemia) akan bergeser ke kanan. Disamping itu, otoregulasi akan bergeser ke kanan baik pada keadaan cemas, sakit, marah, maupun berlatih. Hal ini bermanfaat untuk melindungi otak dari kenaikan tekanan darah yang tiba-tiba. 22) HematokritHematokrit mempengaruhi aliran darah otak secara nyata. Bila hematokrit meningkat di atas nilai normal, aliran darah otak akan menurun karena ada peningkatan viskositas darah. Isovolemik atau hemodilusi hipervolemia (hematokrit_33%) menunjukkan peningkatan aliran darah otak tanpa ada gangguan penghantaran oksigen. 2

3) TemperaturPenurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme serebral. Hal ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap penurunan temperatur 1o C, aliran darah otak menurun kira-kira 5%. Otoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat sensitif terhadap cedera dan terganggu setelah cedera otak, anestetika inhalasi, dan stimulasi simfatis. Efek yang segera timbul pada otoregulasi adalah menurunkan batas atas dari otoregulasi sehingga pada tekanan darah sedikit di atas normal bisa terjadi kerusakan BBB dan edema otak. Pada daerah yang terganggu (iskemia, trauma atau neoplasma) terjadi penekanan fungsi neuron, asidosis laktat, edema, gangguan otoregulasi, dan kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2. 2

Gambar 1. Luxury Perfusion

Asidosis jaringan menimbulkan terjadinya dilatasi lokal arteri serebral yang meluas ke jaringan normal. Bila otoregulasi hilang, aliran darah akan bergantung pada tekanan darah sehingga suatu penurunan tekanan perfusi otak akan menyebabkan penurunan aliran darah otak secara proporsional. Bila reaksi terhadap CO2 juga hilang, maka aliran darah betul-betul tergantung dari tekanan darah. Keadaan ini disebut serebral vasoparalisis. Bila tekanan perfusi adekuat, perfusi pada daerah yang asidotik akan berlebihan dengan kebutuhan metabolik dan saturasi oksigen vena tinggi, keadaan ini disebut luxury perfusion. Akan tetapi, bila tekanan perfusi turun, aliran darah akan berkurang, dan cepat terjadi iskemia, seperti yang terjadi pada keadaan hipotensi atau steal phenomena. Bila stimuli vasodilatasi cerebral terjadi secara global, aliran darah otak regional akan meningkat pada daerah-daerah yang normal dengan mengorbankan daerah-daerah yang mengalami vasomotor paralisis. Keadaan ini disebut intracerebral steal, dan terjadi bila asidotik fokal telah mempengaruhi reaksi terhadap CO2. Hiperkarbia akan menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh yang normal dan konsekuensinya darah akan diambil (steal) dari daerah yang dipasok pembuluh yang sudah stenosis. Bila stimulus vasodilator tersebut menyebabkan penurunan tekanan darah atau kenaikkan tekanan intrakranial, aliran darah ke daerah yang ada vasoparalisis akan lebih berkurang lagi. 2

2.2 Anestesi pada NeurosurgeryPraktek neuroanesthesia adalah tergolong unik, karena organ target dari kedua ahli bedah dan dokter anestesi adalah satu dan sama. Dengan demikian, tujuan bedah memiliki dampak besar pada kendala-kendala para ahli anestesi. Dalam rangka untuk tepat membius pasien untuk bedah saraf , pemahaman tentang hubungan timbal balik neurofisiologi , patofisiologi dan farmakologi adalah penting. 2Hal-hal yang harus dipahami dalam Anestesi pada Neurosurgery adalah sebagai berikut:1. prinsip-prinsip dasar neurofisiologis2. Pendekatan khusus kepada manajemen Intra Cranial Pressure ( ICP ) yang berkaitan dengan neuroanesthesia klinis

2.2.1 Anestesi pada craniotomy 31. Penilaian pra operasi3a) Konfirmasi diagnosis, indikasi dan persetujuan b) Airway, Cardiovascular System (CVS) dan sistem pernapasanc) Riwayat penyakit pasien, sifat pengobatan dan kepatuhan terhadap terapid) Invenstigasi yang sesuai untuk usia , status umum pasien dan jenis operasi2. Penilaian Central Nervous System (CNS) 3a) Tingkat kesadaran, keberadaan dan tingkat defisit neurologis b) Amati pernapasan seperti takipnea , sesak napas atau Cheyne-Stokesc) Menilai adanya batuk / refleks muntah d) Carilah manifestasi klinis yang berkaitan dengan peningkatan ICP : sakit kepala , muntah , tanda-tanda neurologis fokal dan edema papile) Tanda-tanda Akhir : GCS memburuk , refleks , pupil melebar, dekortikasi kemudian deserebrasi sikap dan koma.3. CT scan atau MRI : 3a) Ukuran dan lokasi dari Space Occupying Lesions (SOL) , ukuran ventrikel , adanya pergeseran garis tengah dan bukti umum / peri- tumor edema serebralb) Pertimbangan lainc) Menilai status cairan : kemungkinan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit pada pasien yang telah muntah , cairan dibatasi / menerima terapi diuretikd) Kaji status glikemik : mengesampingkan hiperglikemia pada diabetes pasien / pasien diobati dengan deksametasone) Singkirkan disfungsi endokrin khususnya pada tumor hipofisis : hipo/ hipertiroid , akromegali , hypo/ hyperadrenalism.Berdasarkan penilaian secara keseluruhan , mengidentifikasi pasien yang akan membutuhkan ventilasi post-op di ICU: 3a) GCS < / = 6b) Peningkatan ICPc) Besar atau dalamnya tumord) Adanya pergeseran edema serebral yang signifikan3. Premedikasi 3a) Opiod premedikasi sering dihindari karena dapat menyebabkan hiperkarbia, peningkatan CBF dan ICP dan kemungkinan mengganggu awal post-op penilaian neurologisb) Untuk pasien yang akan menjalani operasi tulang belakang: Dosis kecil benzodiazepine dapat digunakan Atau dosis IV kecil benzodiazepine dapat diberikan sebelum induksi Efek benzodiazepin tidak merugikan selama hipotensi dihindari

4. Persiapan lainnya3a) Vaksin Glucuronoxylomannan (GXM)b) Instruksi Puasa bagi pasien

5. Menilai kembali stastus neurologis pasien sebelum: 3a) induksib) Konfirmasi ketersediaan ICU c) Membuat akses vena dengan cannulae besar IV . Sebagai ahli anestesi adalah di ujung kaki , IV kanula pada vena saphena menghindari tubings ekstensi .d) Monitor : EKG , oksimetri nadi dan kapnografi

6. Preoksigenasi dengan O2 100% 3-5 menit 3obat umum yang digunakan pada induksi :a) Fentanyl 2-3 mcg / kgb) Thiopentone 4mg/kg atau Propofol 2mg/kgc) Atracurium o.6mg/kg , Vecuronium 0,1-0,15 mg / kg atau rocuronium o.6 mg / kgd) Lignocaine 1-1.5mg/kg atau Esmolol 0.5 - i mg / kg dapat digunakan untuk obtund refleks simpatik selama manipulasi jalan napase) suxametnonum dapat meningkatkan ICP sementara atau sebaiknya dihindari dalam kasus-kasus elektif ( kecuali dalam intubasi sulit )7. Memantau tingkat blokade neuromuskuler dengan stimulator saraf perifer8. Laringoskopi dan intubasi harus dicoba ketika pasien telah paralisis adequat.9. Gunakan tabung flexometallic oral ukuran yang sesuai - kencangkan ETT setelah konfirmasi penempatan ETT aman.10. Biarkan ahli bedah / asisten untuk mencukur kepala dan mengatur posisi pasiena) Menjaga memiringkan kepala 15 - 20 dan menghindari fleksi leher ekstrim atau rotasib) Re-chek posisi ETT setelah pengaturan posisi c) Kepala difiksasi dengan menggunakan Mayfield 3-point fixator11. Dosis tambahan Fentanyl sebelum pin dimasukkan membantu mencegah hipertensi yang ditandai takikardia12. Dalam kasus kenaikan ICP mungkin perlu untuk menurunkan ICP dengan pemberian manitol 0,5-1g /kg dan/ atau furosemid 0,5 mg/kg. infus Mannitol terbaik dimulai pada saat insisi kulit sehingga efek puncak terjadi pada saat pembukaan dural.13. Periksa analisa gas darah pasienMenjaga Pa02 > loommHg dan PaCO2 antara 30-35 mmHg. Hindari overventilation sejak hypocarbia dapat menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi perfusi serebral.

14. Maintenance anestesiTotal Intravenous Anesthesia (TIVA) dengan propofol , obat Neuromuscular Blocking Agent (NMB) , opiod dan intermittent positive-pressure ventilation (IPPV) dengan campuran udara dan 02. Teknik inhalasi dengan volatil agent , obat NMB , opiod , N2O. NMB diberikan dengan infus kontinu atau bolus intermiten.Anestesi dipertahankan dengan bolus intermiten Fentanyl atau infus Remifentanyl. Isoflurane dan Sevoflurane lebih disukai karena pemeliharaan cerebral auto-regulasi hingga 1,5 MAC dan mempertahankan reaktivitas CO2 pembuluh darah otak. Sevofluran memberikan induksi halus dan onset cepat, Nitrous oxide menyebabkan vasodilatasi serebral , peningkatan CBV dan ICP Juga berkontribusi terhadap pengembangan pneumoencephalocele . Harus dihindari pada: 3a) Pasien dengan iskemia serebralb) operasi dengan pembedahan fossa posterior15. Manajemen cairanCairan IV digunakan dengan hati-hati dan cukup untuk mempertahankan volume IV dan stabilitas hemodinamik. Larutan dekstrosa harus dihindari kecuali diindikasikan. hypoosmolar menyebabkan pergeseran cairan. Hiperglikemia dapat menyebabkan gangguan neurologis pada saat pemulihan. Ringer laktat juga hypoosmolar dan dapat menyebabkan peningkatan glukosa plasma melalui metabolisme laktat. 0,9 % saline adalah kristaloid yang disukai tetapi dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik ketika diinfus dengan dosis besar, Kehilangan darah mungkin akan banyak terjadi. Penting untuk memiliki akses vena yang memadai. 3

16. Pengontrolan SuhuMengontrol hipotermia dapat dilakukan pada saat pembedahan: 3a) Permissive hipotermia mempertahankan suhu pada 33o-35o c dapat menurunkan CMRO2 dan dapat menurunkan iskemia pada saat operasi.b) Normothermia harus dicapai sebelum pasien terbangun untuk menghindari menggigil yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan 02.17. Profilaksis tromboemboliPasien bedah saraf beresiko untuk Deep Venous Thrombosis (DVT) dan emboli paru. Heparin tidak boleh digunakan karena risiko perdarahan. 3 18. Manajemen lanjutana) Kebanyakan pasien tidak memerlukan intubasi berkepanjangan dan ventilasi mekanik setelah kraniotomi selesai.b) obat anestesi yang lebih serin digunakan adalah obat anestesi dengan durasi yang pendek dan efek muntah yang sedikit c) Pasien tidak diperbolehkan untuk batuk melalui ETT karena dapat menyebabkan takikardia , hipertensi dan peningkatan ICP.d) Maintenance anestesi dengan nitrous-oxide jika digunakan dan terus infus remifentanil atau sisa Fentanyl319. Post- op Manajemen 3Keputusan penggunaan dukungan ventilasi pasca - op tergantung pada :a) Status neurologis pre-op Pasienb) Keadaan pada saat operasi (durasi dan kompleksitas operasi, stabilitas hemodinamik , komplikasi , hipovolemia , transfusi masif)c) Terjadi peningkatan ICP d) Komunikasi dengan dokter bedah sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman mengenai rencana postope) Pengamatan rutin status neurologis harus dicatat.f) Setiap kelainan status neurologis harus dicurigai terjadinya Intracerebral Bleeding (ICB) atau edema maka harus dipertimbangkan untuk dilakukan CT-scan segera. 20. Aspek-aspek lain :a) Hemodinamik harus diamati secara teliti untuk menjaga tekanan perfusi serebral yang memadaib) Nyeri pasca operasi sering tidak parah dan dapat dikelola dengan bolus intermiten atau infus morfin/ opiods lain.c) Ketidakseimbangan elektrolit khususnya Natrium harus diidentifikasi dan diperbaiki. 3

2.2.2 Anestesi Pada Cedera Kepala1. Pengelolaan Hipertensi IntrakranialBerbagai manuver dan obat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Sebagai contoh, pemberian diuretik atau steroid, hiperventilasi, pengendalian tekanan darah sistemik telah digunakan untuk mengurangi edema serebral dan brain bulk, dengan demikian akan menurunkan tekanan intrakranial.3Tabel 1 Metode untuk mengendalikan hipertensi intracranial- Osmotik diuretic (mannitol, NaCl hipertonik), tubular (furosemid).- Kortikosteroid : deksametason (effektif untuk edema yang terlokalisir sekeliling tumor).- Ventilasi adekuat : PaO2 > 100 mmHg, PaCO2 35 mmHg, hiperventilasi sesuai kebutuhan.- Optimal hemodinamik (MAP, CVP, PCWP, HR), mempertahankan tekanan perfusi otak.- Hindari overhidrasi, sasarannya normovolemi.- Posisi untuk memperbaiki cerebral venous return (netral, head-up).- Obat yang menimbulkan vasokontriksi serebral (barbiturat, indometasin).Pengendalian temperatur : hindari hipertermi, moderat intraoperatif hipotermi.Drainase cairan serebrospinal.

Diuretik: Penurunan tekanan intrakranial yang cepat dapat dicapai dengan pemberian diuretik. Dua macam diuretik yang umum digunakan yaitu osmotik diuretik mannitol dan loop diuretik furosemid. Mannitol diberikan secara bolus intravena dengan dosis 0,25-1 gr/kg BB. Bekerja dalam waktu 10-15 menit dan efektif kira-kira selama 2 jam. Mannitol tidak menembus BBB yang intact. Dengan peningkatan osmolalitas darah relatif terhadap otak, mannitol menarik air dari otak kedalam darah. Bila BBB rusak, mannitol dapat memasuki otak dan menyebabkan rebound kenaikan tekanan intrakranial sebab ada suaru reversal dari perbedaan osmotik. Akumulasi mannitol dalam otak terjadi pada dosis besar dan pengulangan pemberian. Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung dari besarnya dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol dapat menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial secara selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah sistemik. Disebabkan karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan tekanan intrakranial, maka harus diberikan secara perlahan (infus 10 menit) dan dilakukan bersama dengan manuver yang menurunkan volume intrakranial (misalnya hiperventilasi). Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasien ini, peningkatan selintas volume intravaskuler dapat mempresipitasi gagal jantung kiri. Furosemid mungkin obat yang lebih baik untuk mengurangi tekanan intrakranial pada pasien ini. Penggunaan mannitol jangka panjang dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit, hiperosmolalitas, dan gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila serum osmolalitas meningkat diatas 320 mOsm/kg. Furosemid mengurangi tekanan intrakranial dengan menimbulkan diuresis, menurunkan produksi cairan serebrospinal, dan memperbaiki edema serebral dengan memperbaiki transport air seluler. Furosemid menurunkan tekanan intrakranial tanpa meningkatkan volume darah otak atau osmolalitas darah, tetapi, tidak seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan intrakranial. Furosemid dapat diberikan tersendiri dengan dosis 0,5 1 mg/kg atau dengan mannitol, dengan dosis yang lebih rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinasi mannitol dengan furosemid lebih efektif daripada mannitol saja dalam mengurangi brain bulk dan tekanan intrakranial tapi lebih menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan kombinasi terapi, diperlukan pemantauan serum elektrolit dan osmolalitas dan mengganti kalium bila ada indikasi. NaCl hipertonik, lebih berguna pada pasien tertentu misal refraktori hipertensi intrakranial atau yang memerlukan restorasi cepat dari volume intravaskuler dan penurunan tekanan intrakranial. Kerugian utama dari NaCl hipertonik adalah terjadinya hipernatremia. Pada suatu penelitian pasien bedah saraf selama operasi elektif tumor supratentorial, volume yang sama mannitol 20% dan NaCl 7,5% dapat mengurangi brain bulk dan tekanan cairan serebrospinal, tapi serum Na meningkat selama pemberian NaCl hipertonik dan mencapai puncak 150 meq/lt.4

Steroid :Kortikosteroid mengurangi edema sekeliling tumor otak. Kortikosteroid memerlukan beberapa jam atau hari sebelum mengurangi tekanan intrakranial. Pemberian kortikosteroid sebelum reseksi tumor sering menimbulkan perbaikan neurologis mendahului pengurangan tekanan intrakranial. Steroid dapat memperbaiki kerusakan barier darah-otak. Postulat mekanisme steroid dapat mengurangi edema otak adalah dehidrasi otak, perbaikan barier darah-otak, pencegahan aktivitas lisosom, mempertinggi transport elektrolit serebral, merangsang ekresi air dan elektrolit, dan menghambat aktivitas fosfolipase A2. 4Komplikasi yang potensial dari pemberian steroid yang lama adalah hiperglikemia, ulkus peptikum akut, peningkatan kejadian infeksi. Walaupun pada tahun 70-an dan permulaan tahun 80-an digunakan secara ektensif, untuk terapi edema serebral pada cedera kepala akut, sekarang steroid jarang digunakan pada protokol pengelolaan cedera kepala. 4

2. Pengelolaan Ventilasi :Hiperventilasi telah dipakai untuk pengelolaan hipertensi intrakranial acut dan subakut. CO2 adalah serebrovasodilator kuat dan penurunan CO2 serebrovaskular menurunkan volume otak dengan menurunkan aliran darah otak melalui vasokontriksi serebral yang cepat. Setiap perubahan 1 mmHg PaCO2, aliran darah otak berubah 1-2 ml/100gr/menit. Hiperventilasi efektif dalam menurunkan tekanan intrakranial hanya untuk 4-6 jam, bergantung dari pH cairan serebrospinal dan utuhnya reaktivitas terhadap CO2 pada pembuluh darah otak. Gangguan reaksi terhadap perubahan PaCO2 terjadi di daerah vasoparalisis, yang dihubungkan dengan penyakit intrakranial luas seperti iskemia, trauma, tumor, dan infeksi. Hiperventilasi dapat berbahaya. Ada bukti bahwa agresif hiperventilasi dan vasokontriksi dapat menimbulkan iskemia, terutama bila aliran darah otak rendah. Telah ditunjukkan bahwa aliran darah otak setelah cedera kepala paling rendah pada hari pertama dan secara perlahan meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah diperlihatkan adanya korelasi langsung dari hiperventilasi agresif (PaCO2 25 mmHg) dan outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat. Bila hiperventilasi dimulai untuk pengendalian hipertensi intrakranial, PaCO2 harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg untuk mencapai pengendalian tekanan intrakranial seraya mengurangi risiko iskemia. Hiperventilasi untuk mencapai PaCO2 kurang dari 30 mmHg harus dipertimbangkan hanya bila diperlukan terapi sekunder untuk hipertensi intrakranial yang refrakter. Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktek klinik untuk menentukan pasien mendapatkan hasil yang menguntungkan atau merugikan akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinu melakukan hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam kedaan hipettensi intrakranial. Tetapi, bila situasi klini tidak memerlukan hiperventilasi lebih lama atau ada bukti adanya iskemia serebral, maka harus dilakukan normoventilasi. 43. Pengelolaan Cairan dan Tekanan Arteri :Penelitian binatang dan survai klinik menyokong konsep bahwa otak yang cedera sangat rentan terhadap perubahan kecil hipoksia atau hipotensi. Keterangannya adalah setelah cedera kepala, pada beberapa pasien menunjukkan adanya daerah otak yang sangat rendah aliran darahnya, dengan gangguan otoregulasi. Bila otoregulasi hilang, aliran darah otak menjadi tergantung dari tekanan darah. Karena itu, pasien cedera kepala dengan aliran darah otak rendah sangat rentan terhadap hipotensi sistemik. Observasi ini mempunyai akibat dalam lebih besarnya dukungan pada support tekanan darah yang agresif pada pasien cedera kepala. Penelitian dengan SJO2 dan TCD menunjukkan bahwa tekanan perfusi otak yang adekuat mulai memburuk pada tekanan perfusi otak rerata < 70 mmHg. The Brain Trauma Foundation dan American Associaton of Neurologic Surgeon menganjurkan target tekanan perfusi otak adalah 70 mmHg pada pasien cedera kepala. Restriksi intake cairan merupakan cara tradisional untuk terapi dekompresi intrakranial tetapi sekarang jarang digunakan untuk terapi menurunkan tekanan intrakranial. Restriksi cairan yang berat dalam beberapa hari dapat menimbulkan hipoviolemia, dan menyebabkan hipotensi, penurunan aliran darah otak dan hipoksia. Kekurangan volume intravaskuler harus diperbailki sebelum induksi anestesi untuk mencegah hipotensi. Resusitasi dan rumatan cairan untuk pasien bedah saraf adalah larutan kristaloiud iso-osmolar yang bebas glokosa. Larutan hipoosmolar misalnya NaCl 0,45% dan RL lebih meningkatkan air otak daripada larutan isoosmoler NaCl 0,9%. Larutan yang mengandung glukosa dihindari pada semua pasien bedah saraf dengan metabolisme glukosa yang normal, sebab larutaN ini dapat mengeksaserbasi kerusakan iskemik. Hiperglikemia memperberat kerusakan iskemik dengan pempromosi produksi laktat neuron yang memperberat cedera seluler. Cairan intravena yang mengandung glukosa dan air (dektrosa 5% dalam air atau dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl) juga memperberat edema otak, sebab glokusa dometabolis,e dan air akan tetap tinggal ruangan cairan intrakranial. Studi klinis menunjukkan suatu hubungan yang kuat antara kadar glukosa plasma dan outcome neurologis setelah stroke dan cedera otak. Karena itu, glukosa hanya diberikan bila ada risiko hipoglikemia dan kadar glukosa darah harus dipantau dan dipetahankan pada rentang bawah dar nilai normal. Selama resusitasi cairan pasien cedera kepala, sasarannya adalah untuk mempertahankan osmolality serum normal, menghindari penurunan tekanan tekanan koloid osmotic yang besar, dan mengembalikan sirkulasi darah yang normal. Terapi yang segera adalah langsung pada mencegah hipotensi dan mempertahankan CPP diatas 70 mmHg. Bila ada indikasi, pasang monitor ICP untuk panduan resusitasi cairan dan mencegah kenaikkan ICP. Kristaloid isoosmolar, koloid atau keduanya diberikan segera untuk mempertahankan volume sirkulasi. Perdarahan yang banyak memerlukan transfusi darah. Hematokrit minimal antara 30-33% dianjurkan untuk memaksimalkan transportasi oksigen. Larutan NaCl hipertonik mungkin sangat berguna untuk resusitasi volume pada pasien cedera kepala karena mempertahankan volume intravaskuler seraya menurunkan ICP dan memperbaiki aliran darah otak regional. NaCl hipertonik menimbulkan suatu efek osmotic diuretic sama seperti mannitol. Dengan penggunaan jangka panjang, ada kemungkinan kompliasi dari peningkatan Na serum, penurunan kesadaran dan kejang. 44. Posisi Untuk kebanyakan pasien bedah saraf, posisi netral, head up 15-30o dianjurkan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan jalan memperbaiki drainase vena serebral. Kepala fleksi atau rotasi dapat menimbulkan obstruksi drainase vena serebral, menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Penurunan posisi kepala menyebabkan gangguan drainase vena serebral yang secara cepat meningkatkan brain bulk dan tekanan intrakranial. 45. Obat yang menimbulkan Vasokontriksi Serebral :Pemberian obat yang meningkatkan resistensi pembuluh darah serebral dapat secara cepat mengurangi tekanan intrakranial. Pentotal dan pentobarbital adalah obat yang paling banyak digunakan untuk tujuan ini. Barbiturat menurunkan CMR dan aliran darah otak. Masalah utama dengan barbiturat adalah adanya penurunan tekanan arteri rerata, yang apabila tidak dapat dikendalikan dapat menurunkan tekanan perfusi otak. Pada dosis tinggi (10-55 mg/kg) pentotal dapat menimbulkan EEG isoelektrik dan menurunkan CMR sampai 50%. Metabolik efek pentotal yang langsung adalah menyebabkan kontriksi pembuluh darah serebral, yang menurunkan aliran darah otak dan karena itu menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Pentobarbital digunakan untuk mengatur tekanan intrakranial apabila cara terapi lain gagal. Dosis bolus 10 mg/kg selama lebih dari 30 menit dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kg dapat menimbulkan koma. Level dalam darah secara periodik diukur untuk mencegah overdosis dan adjusted kira-kira 3 mg/dl. Pasien memerlukan ventilasi mekanis, hidrasi, pemantauan tekanan intrakranial, pemantauan tekanan arteri invasif dan mungkin vasopresor. EEG digunakan untuk memantau pola burst supresi sebagai bukti penekanan adekuat dari aktivitas serebral. Sasaran dari barbiturat koma adalah pengendalian ICP jangka panjang sampai faktor yang memperburuk tekanan intrakranial dapat dihilangkan. Barbiturat mungkin juga memberikan proteksi otak dengan menurunkan metabolisme otak. Beberapa dari proximate mekanisme yang mana barbiturat menurunkan metabolisme otak termasuk penurunan Ca influks, blokade terowongan Na, menghambat pembentukan radikal bebas, memberbesar aktivitas GABA, dan menghambat transfer glukosa menembus barier darah-otak. Semua dari mekanisme ini konsisten dengan laopran Goodman dkk bahwa pentobarbital koma mengurangi laktat, glutamat dan aspartat pada ruangan ekstraseluler pada pasien cedera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial yang hebat. Penelitian binatang dan laporan pendahuluan penggunaan indomethasin dalam pengelolaan hipertensi intrakranial. Indomethasine menyebabkan vasokonstriksi serebral dan penurunan aliran darah otak dengan tanpa menpengaruhi CMRO2. Mungkin menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan edema serebral, menghambat produksi cairan serebrospinal dan mengendalikan hipertermia. Mekanisme penurunan aliran darah otak oleh indomethasine tidak dimengerti dengan jelas. 4Penelitian binatang menyokong bahwa:a) Pengendalian Temperatur: Hipotermia ringan telah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan intrakranial pada pasien dengan cedera kepala dengan menurunkan metabolisme otak, aliran darah otak, volume darah otak dan produksi cairan serebrosponalis. Obat yang menekan menggigil secara sentral, pelumpuh otot, dan ventilasi mekanis diperlukan bila dilakukan teknik hipotermi. 4

b) Drainase cairan serebrospinal:Drainase cairan serebrospinal 10-20 ml dengan tusukan langsung pada ventrikel lateral atau dari kateter spinal lumbal dapat mengurangi brain tension secara cepat. Drainase cairan serebrospinal lumbal harus dilakukan secara hati-hati hanya bila dural terbuka dan pasien dilakukan hiperventilasi ringan untuk mencegah hernia otak akut. 43