bab ii tinjauan umum tentang perjanian kredit, surat kuasa ... ii.pdf · tinjauan umum tentang...

24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian Kredit 2.1.1.a Pengertian perjanjian Istilah perjanjian sama dengan kontrak karena keduanya bagian dari hukum perikatan. Sebagian ahli hukum menempatkan kontrak sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Menurut Ketentuan Pasal 1233KUHPerdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari suatu perjanjian dan yang lahir dari undang-undang. Secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut : a. Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang daja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum. b. Perjanjian atau kontrak ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 1 1 Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.01.

Upload: hoangbao

Post on 13-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA

MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN

1.1 Perjanjian dan Perjanjian Kredit

2.1.1.a Pengertian perjanjian

Istilah perjanjian sama dengan kontrak karena keduanya bagian dari hukum perikatan.

Sebagian ahli hukum menempatkan kontrak sebagai bagian dari hukum perjanjian karena

kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Menurut Ketentuan Pasal

1233KUHPerdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari suatu perjanjian dan yang lahir dari

undang-undang.

Secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari

undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang daja dan dari undang-undang

karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena

perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan

yang melanggar hukum.

b. Perjanjian atau kontrak ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji

kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu.1

1 Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.01.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Kemudian pengertian perjanjian dapat dilihat pada Pasal 1313 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberpa pendapat para sarjana yang berbeda-beda

dan masing-masing ingin menemukakan dan memberi pandangan yang dianggap lebih tepat.

Berikut ini akan dikemukan beberapa pendapat sarjana yaitu :

Menurut R. Wiryono Prodjodikoro, “bahwa perjanjian itu adalah sesuatu perbuatan

hukum mengenai harta kekayaan anatara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain yang

lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.”2

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan

hukum dimana seseorang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih.”3

Menurut R.M. Sudikno Mertokusumo, mengemukakan bahwa perjanjian adalah

hubungan antara dua belah pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum.4

Sedangkan R. Setiawan mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum dimana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih.5

Berdasarkan keempat pandangan sarjana di atas, bahwa perjanjian adalah peristiwa yang

timbul dari suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk

2 Wiryono Prodjodikoro, 1985, Hukum Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, (selanjutnya

disingkat Wiryono Prodjodikoro II) , h. 11. 3 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1972, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, h.25.

4 R.M. Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h.25.

5 R. Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h. 49.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

melaksanakan suatu hal untuk tujuan tertentu. Hukum yang mengatur tentang perjanjian disebut

hukum perjanjian.

Unsur yang terdapat dalam suatu definisi perjanjian itu adalah ada pihak-pihak sedikitnya

dua orang, ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam perjanjian, adanya

tujuan yang ingin dicapai da nada prestasi yang dilaksankan.

2.1.1.b Syarat sahnya suatu perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan

oleh Undang-Undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya

perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari 4 syarat, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

Kesepakatan para pihak merupakan salah satu syarat yang penting dalam sahnya suatu

perjanjian. Sepakat ditandai oleh penawaran dan penerimaan dengan cara;

a. Tertulis

b. Lisan

c. Diam-diam

d. Symbol-simbol tertentu

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

Untuk mengadakan suatu perjanjian, para pihak harus cakap, namun dapat saja terjadi

bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian adalah tidak tidak

cakap menurut hukum.

Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa tidak cakap membuat perjanjian adalah :

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

3. Orang-orang perempuan dalam hal ditetapkan oleh undang-undang (dengan

adanya SEMA: Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 dan UU

No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan ini tidak berlaku lagi)

Orang yang bellum dewasa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 330

KUHPerdata adalah mereka yang belum genap berumur 21 tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin, sedangkan mereka yang berada dibawah pengampuan sesuai

ketentuan Pasal 443 KUHPerdata adalah orang yang dungu, sakit otak, mata gelap dan

boros.

3. Suatu hal tertentu; dan

Hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian, baik berupa barang atau jasa yang

dapat dinilai dengan uang. Hal tertentu ini dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat

berwujud barang, keahlian atau tenaga dan tidak berbuat sesuatu.

Berbeda dari hal di atas, dalam KUHPerdata dan pada umunya para sarjana hukum

berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa :

a. menyerahkan atau memberikan sesuatu;

b. berbuat sesuatu; dan

c. tidak berbuat sesuatu.

Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan

berbagai cara seperti; menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara

itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu

pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga

harus dijelaskan dalam perjanjian.

4. Suatu sebab yang halal.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Suatu sebab yang halal adalah sebab yang dibenarkan oleh undang-undang, ketertiban

umum, kebiasaan, kepatutan dan kesusilaan. Suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat

karena sebab yang palsu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1335 KUHPerdata

adalah termasuk ke dalam sebab yang tidak halal.6

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian

menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.7

Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktir ilmu hukum yang berkembang, di

golongkan ke dalam :

a. Dua unsur pokok yang mengangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian

(unsur subyektif). Syarat Subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat

dibatalkan, meliputi :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

b. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur

objektif). Syarat Objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi

hukum, meliputi :

1. Suatu hal tertentu; dan

2. Suatu sebab yang halal.8

Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu dan

sebab yang halal. Untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi keempat syarat tersebut. Jika

6 Ahmad Miru dan Sakka Pati, 2009, Hukum Perrikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.68.

7 Suharnoko, 2009, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, h.1

8 Kartini Muljadi, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, h.93

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

salah satu syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu

tidak sah. Jadi, syarat sahnya perjanjian berlaku secara komulatif, dan bukan limitatif.

1.1.1. Pengertian Kredit

Menurut asal mulanya kata “Kredit” berasal dari bahasa latin yaitu “Credere” yang

berarti kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan

pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak Indikator

kepercayaanini adalah kepercayaan moral, komersil, financial dan agunan. Kredit yang

diberikan oleh bank kepada nasabah dituangkan dalam suatu perjanjian yang namanya

perjanjian kredit. Menurut H Budi Untung menyebutkan : perjanjian kredit adalah perjanjian

pinjam meminjam uang yang melibatkan bank dengan nasabah.

Kredit dilihat dari sudut bahasa seperti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang

mendapatkan fasilitas kredit maka orang atau badan usaha tersebut telah mendapatkian

kepercayaan dari pemberi kredit. Pengertian kredit menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Perbankan adalah sebagai berikut :

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

meminjam untuk melunasinya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.9

Bank sebagai pihak pemberi pinjaman dan nasabah sebagai penerima pinjaman. Dalam

perjanjian kredit terdapat hak dan kewajiban para pihak pemberi dan penerima kredit. Dapat

dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kreditur (bank)

dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan

9Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, 2007, Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah

Hukum, cet.1, Jakarta: YLBHI, h.131.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat

mengembalikan kredit yang bersangkutan.

Menurut Daeng Naja dalam bukunya yang berjudul Hukum Kredit dan Bank Garansi

menyebutkan setidaknya terdapat 4 (empat) unsur pokok dalam pengertian kredit:

1. Kepercayaan, artinya setiap pemberian kredit dari Bank ke debitur dilandasi oleh adanya

keyakinan bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur kepada bank sesuai

dengan jangka waktu yang telah disepakati.

2. Waktu, artinya ada jangka waktu yang diberikan kepada kreditur untuk melunasi pinjaman

kreditnya.

3. Risiko, artinya dalam setiap pemberian pinjaman kredit pasti disertai dengan adanya resiko

yang ditanggung oleh Bank.

4. Prestasi, artinya dalam setiap kesepakatan antara Bank dengan debitur maka saat itu juga

akan terjadi suatu prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain dan balas

prestasi (kontra prestasi) akan diterima.10

Pengertian kredit juga dikemukakan oleh Muchdarsyah Sinungun yang menyatakan bahwa

“kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lainnya dan prestasi itu akan

dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan dating dan disertai dengan suatu kontra prestasi

berupa uang”.11

Lebih lanjut pengertian kredit dikemukakan oleh Raymond P.Kenr mengatakan

bahwa kredit adalah “Hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan

10

Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, h.236. 11

Muchdarsyah Sinungun, 1993, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Bina Aksara, Jakarta, h.10

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan dating karena penyerajan barang-

barang sekarang”.12

Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-

ketentuan KUH Perdata Bab XIII buku III. Karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian

pinjam uang, menurut KUH Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: Pinjam meminjam adalah suatu

perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian , dengan syarat bahwa pihak yang terakhir

ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Perjanjian

kredit sebagian dikuasai atau mirip perjanjian pinjam uang seperti diatur dalam KUH Perdata

dan sebagian lainnya tunduk pada peraturan hukum yaitu Undang-Undang Perbankan. Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang perbankan, tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Perjanjian kredit perlu

mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai

debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,

pengelolaan maupun penata pelaksanaan kredit itu sendiri. Adapun fungsi perjanjian kredit

adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak

dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah

menerima pinjaman dan menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur

mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak

kreditur untuk mendapatkan pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan

12

Thomas Suyatno, 1990, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.11.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok

dan bunga.

2. Perjannjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan

kredit yang sudah diberikan. Karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam

pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit

dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.

3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikatannya

yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan

benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga.13

Menurut R. Tjiptoadinugroho mengatakan : “Suatu unsur yang harus dipegang sebagai

benang merah yang melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk,

macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepadasiapapun diberikannya”.14

Dasar Hukum Perjanjian Kredit

Suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu landasan yuridis yang

menjadi dasar hukumnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa Negara

Indonesia adalah Negara hukum. Indonesia yang tergolong kedalam sistem Hukum Eropa

Kontinental, di mana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting

sebagai sumber hukumnya. Demikian pula terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit,

tentunya juga memerlukan suatu basis hukum yang kuat. Dasar hukum diadakannya perjanjian

kredit mengacu pada :

13

H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, h.12. 14

R.Tjiptoadinugroho, 1972, Perbankan Massalah Perkreditan, Pradja Paramita, Jakarta, h.5.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

1. Undang-UndangNomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Perbankan Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3790.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 66.

3. Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-Undang

Perbankan: Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak meminjam untuk melunasinya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.

4. Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-

barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.

5. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan: Adanya kesepakatan dan cakap dalam membuat suatu

perjanjian.

6. Pasal 1874 KUHPerdata: Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan dan Pasal 1868

KUHPerdata Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik.

1.1.2. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit

Sebelum membahas apa itu wanprestasi terlebih dahulu harus diketahui apa itu prestasi.

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian atau

kontrak. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata prestasi dapat berupa :

a. Memberikan sesuatu;

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

b. Berbuat sesuatu; dan

c. Tidak berbuat sesuatu.

Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi atau yang disebut dengan istilah

breach of contract adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya

yang dibebankan oleh perjanjian terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam

perjanjian tersebut. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi hukum bagi pihak yang

dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi.

Dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, Debitur dinyatakan lalai dengan surat

perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu

bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan.

Wanprestasi adalah suatu tindakan tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur. Dalam

restatement of the law of contracts, wanprestasi atau breach of contract dibedakan menjadi dua

macam, yaitu total breachts dan partial breachts. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak

tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih

mungkin untuk dilaksanakan.15

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda (wanprestatie) yang artinya

tidak dipenuhi prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan pihak-pihak tertentu di dalam suatu

perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul

karena undang-undang.

15

Hartono Soerja Pratiknyo, 1989, Hutang Piutang, Mustika, Yogyakarta, h.3

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi

didala hukum perjanjian, berarti suatu hal yang haris dilaksanakan sebagai isi dari suatu

perjanjian, barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk

prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.16

R. Subekti, mengemukakan bahwa wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang

berupa 4 macam, yaitu :

1. Tidak melalukan yang telah disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang telah

diperjanjikan

3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlambat

4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.17

Seseorang debitur baru dikatan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh

kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh debitur atau

juru sita. Apabila somasi itu tidak dipindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan

itu ke pengadilan dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi apa

tidak.

1.2 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

1.2.1 Pengertian dan dasar hukum surat kuasa membebankan hak tanggungan

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang

diberikan oleh pemberi hak tanggungan kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan yang

untuk membebankan hak tanggungan pada objek hak tanggungan. SKMHT itu sendiri

16

Wirjono Prodjodikoro, 1999, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, h.17.

17

R. Subekti, 1970, Hukum Perjanjian cet. Ke-II, Jakarta. Pembimbing Masa, (selanjutnya disingkat R.

Subekti IV), h.50

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

merupakan surat kuasa khusus yang memberikan kuasa kepada kreditur selaku penerima kuasa

untuk membebankan hak tanggungan pada nantinya akan dilanjutkan dengan Akta Pemberian

Hak Tanggungan yang disebut APHT dan surat kuasa ini wajib dibuat dengan suatu akta Notaris

atau akta PPAT. Diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun1996 tentang Hak Tanggungan

sebagai lembaga jaminan atas tanah untuk mengganti hipotik dan Credietverband, tentunya

undang-undang hak tanggungan ini diposisikan lebih baik dari pada saat berlakunya hipotik dan

Credietverband dalam arti bahwa UUHT mempunyai kepastian hukum pada eksekusi atas

objekhak tanggungan.18

Ketentuan yang mengatur tentang SKMHT tersebut diatur dalam Surat Keputusan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang

penetapan batas waktu SKMHT, untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu dan Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/KEP/DIR/1993 tentang Kredit Usaha Kecil

yang kemudian dicabut dan diganti dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

30/55/LEP/DIR tanggal 8 Agustus 1998. Dalam Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa:

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan

kesejahteraan rakyat banyak”.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang HakTanggungan atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah menegaskan bahwa SKMHT wajib

dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT.19

18

Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan

Kesesatan Penalaran Dalam UUHT), LaksBang Pressindo, Yogyakarta, h.308. 19

Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.

31.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Lebih lanjutnya lagi yang ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan

(UUHT) bahwa “kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau

tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali kuasa tersebut telah dilaksanakan atau telah

abis jangka waktunya”. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan hanya

diperkenankan dalam keadaan khusus yang terkandung dalam penjelasan Pasal 15 ayat (1) yaitu

a. apabila pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan PPAT untuk membuat

Akta Pemberian Hak Tanggungan.SKMHT harus dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh

Notaris atau PPAT, b. Substansi SKMHT dibatasi, yaitu hanya membuat perbuatan hukum

membebankan hak tanggungan, tetapi tidak membuat hak untuk menggantikan penerima kuasa

melalui pengalihan dan memuat nama serta identitas kreditur, debitur, jumlah utang dan juga

objek hak tanggungan.

Seperti hal yang diuraikan diatas untuk mencegah berlarut-larutnya pemberian kuasa dan

demi tercapainya kepastian hukum SKMHT yang dibatasi jangka waktu berlakunya. Pasal 15

ayat (3) Undang-undang hak tanggungan menentukan bahwa terhadap tanah-tanah yang sudah

terdaftar SKMHT wajib segera diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan

dalam jangka waktu yang ditentukan adalah 1 bulan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal

SKMHT yang diberikan untuk menjamin suatu kredit seperti kredit program, kredit usaha kecil,

kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit yang sejenisnya. Peraturan yang mengatur mengenai

SKMHT yang jangka waktunya ditentukan untuk kredit sejenis terdapat dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria BPN. No 4 Tahun 1996 tersebut menentukan bahwa SKMHT untuk menjamin

suatu perjanjian utang piutang berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian

pokok yang bersangkutan.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Dasar Hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.

a) Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan surat kuasa

membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan Akta Notaris atau PPAT.

b) Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan : Surat Kuasa

membebankan hipotek yang ada pada saat diundangkan Undang-Undang ini dapat

digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam)

bulan terhitung sejak saat berlakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).

c) Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 angka 7 dikatakan

bahwa dalam memberikan Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jika karena

sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya,

dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang disingkat SKMHT, yang

berbentuk akta autentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga

kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka

memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan.

d) Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dinyatakan :

sebagai konsekwensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pembebanan

hak tanggungan atas agunan, tanaman dan hasil akrya yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang Hak atas tanah wajib dilakukan

bersamaan dengan Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan

dinyatakan di dalam satu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditanda tangani

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

bersama oleh pemiliknya dan pemegang ha katas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya

sebagai pemberi tanggungan.

Yang dimaksud dengan akta autentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan atas benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk

dibebani hak atas tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.

e) Dalam penjelasan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menjelaskan :

termasuk dalam pengertian Surat Kuasa Membebankan Hipotik yang dimaksud pada ayat

ini adalah surat kuasa untuk menjaminkan tanah.

1.2.2 Bentuk surat kuasa membebankan hak tanggungan

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dapat berbentuk akta Notaris atau PPAT

(Pasal 15 ayat (1) UUHT). Mengingat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berkaitan

dengan Hak Tanggungan, yang obyeknya hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda

yang ada diatasnya maka bentuknya lebih tepat Akta PPAT.20

Dalam kaitan ini, sesuai dengan asas konsistensi dan sistem, maka perlu dikoreksi sikap

UUHT yang dituangkan dalam Pasal 4 ayat (5) UUHT tentang pemberian kuasa menanda

tangani APHT dibuat dengan akta otentik dan Pasal 15 ayat (1) UUHT menentukan Surat

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dapat dibuat dalam bentuk akta notaris atau PPAT.

Seyogianya bentuk yang ditentukan di dalam kedua pasal itu sama, yaitu harus berbentuk akta

PPAT, karena keduanya berkaitan dengan hak atas tanah yang dijaminkan sebagai Hak

Tanggungan.

1.3 Hak Tanggungan

1.3.1 Pengertian dan dasar hukum hak tanggungan

20

Mariam Darus Badrulzaman, 2009, Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung, h.81

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan di dalam hukum adat. Di

dalam hukum adat istilah Hak Tanggungan dikenal di daerah Jawa Barat, juga di beberapa

daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan dikenal juga dengan istilah jonggolan atau istilah

ajeran merupakan lembaga jaminan dalam hukum adat yang objeknya biasanya tanah atau

rumah.

Istilah Hak Tanggungan yang berasal Hukum Adat tersebut, melalui Undang-Undang

Pokok Agraria ditingkatkan menjadi istilah lembaga hak jaminan dalam system hukum nasional

kita dan hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan bagi tanah tersebut diharapkan menjadi

pengganti hipotek dari KUHPerdata. Dengan kata lain, lembaga hipotek dan credietverband

akan dijadikan satu atau dilebur menjadi Hak Tanggungan.21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan tanggungan sebagai barang yang dijadikan

jaminan dan jaminan itu diartikan sebagai tanggungan atau pinjaman yang diterima. Secara

yuridis ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia 4 Tahun 1996 tenntang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan

perumusan pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut:

Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang

selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hakatas

tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda-benda lain

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain.

Kemudian Angka 4 Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah antara lain menyatakan :

21

Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, cet I, Sinar Grafika, Jakarta, h. 329.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Dalam

arti, bahwa jika menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului

daripada kreditor-kredito lain.

Jadi, Hak Tanggungan itu merupakan lembaga hak jaminan kebendaan atas tanah untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor

tertentu pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lain. Jaminan yang diberikan yaitu hak

yang diutamakan atau mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor (pemegang Hak

Tanggungan).22

Dari rumuasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk

jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa Hak-Hak

atas Tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria.23

Unsur-Unsur yang tercantum dalam pengertian Hak Tanggungan disajikan berikut ini.

a. Hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah. Adapun yang dimaksud dengan hak

jaminan atas tanah adalah penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada

kreditur, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitur cedera janji, menjual

lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan

mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutangnya tersebut,

dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain (droit de preference). Selain

22

Ibid. h.332. 23

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, h.105.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

berkedudukan mendahulu, kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan tersebut, sungguhpun tanah yang bersangkutan sudah

dipindahkan kepada pihak lain (droit de suite).

b. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu

kesatuan dengan tanah itu. Pada dasarnya, hak tanggungan dapat dibebankan pada hak

atas tanah semata-mata, tetapi dapat juga hak atas tanah tersebut berikut dengan

benda-benda yang ada di atasnya.

c. Untuk pelunasan hutang tertentu, maksudnya untuk pelunasan hutang tertentu adalah

hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar hutang-hutang debitur

yang ada pada kreditur.

d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

kreditur lainnya.24

Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

kreditur lainnya, lazimnya disebut droit de preference. Keistimewaan ini di tegaskan dalam

Pasal 1 angka (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1996 tentang 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah, yang berbunyi: apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak

untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang

berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak

mendahulu daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur

24

Salim HS,H, 2005, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

h.96.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak yang istimewa ini tidak

dipunyai oleh kreditur bukan pemegang hak tanggungan.25

Boedi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah Penguasaaan hak atas tanah, berisi

kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi

bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakanm melainkan untuk menjual jika debitur cedera

janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang

debitur kepadanya. Esensi ari definisi hak tanggungan yang disajikan oleh Budi Harsono adalah

pada penguasaan hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah oleh kreditur bukan untuk menguasai

secara fisik, namun untuk menjualnya juka debitur cedera janji.26

Menurut Herowati Poesoko yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan

atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tersebut, terdapat unsur-unsur esensial, yang

merupakan sifat dan ciri-ciri dari hak tanggungan, yaitu :

- Lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu

- Pembebanannya pada hak atas tanah

- Berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah

- Memberikan kedudukan yang preferent kepada krediturnya.27

Dasar Hukum Hak Tanggungan

25

Ibid, h.97. 26

Boedi Harsono, 2000, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,

Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, h.425. 27

Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan

Kesesatan Penalaran Dalam UUHT), Cet I, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, h. 87.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

Setelah menunggu selama 34 tahun sejak Undang-Undang Nomor 5 Yahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjajikan akan adanya Undang-Undang Hak

Tanggungan, pada tanggal 9 April 1996 telah disahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah, yang

telah lama ditunggu-tunggu lahirnya oleh masyarakat.

Sesungguhnya Hak Tanggungan ini dimasudkan sebagai pengganti lemabga dan

ketentuan hipotek sebagai mana diatur dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana yang telah diubah

dengan Staatsblad 1937 Nomor 190, yang berdasarkan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang

Pokok Agraria diberlakukan hanya untuk sementara waktu sampai menunggu terbentuknya

Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana dijanjikan oleh Pasal 51 Undang-Undang

Pokok Agraria.

Dengan demikian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah merupakan dasar hukum yang mengatur

lembaga hak jaminan atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pelaksanaan dari Pasal 51

Undang-Undang Pokok Agraria.

Sebagai tindak lanjutnya Undang-Undang Hak Tanggungan, berturut-turut lahirnya

ketentuan yang mengatur Hak Tanggungan

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah

2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian

Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun

1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun

1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.

5. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-1826

tertanggal 26 Mei 1996 perihal Pembuatan Buku Tanah dan Sertifikat Hak

Tanggungan.

6. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-1544

tertanggal 30 Mei 1996 perihal Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/

Kepala Badan Pertanahan Nasional Tahun 5 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak

Tanggungan.28

1.3.2 Asas-asas hak tanggungan

Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunasan

hutang tertentu mempunyai empat asas, yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan (preferent) kepada kreditornya. Hal ini berarti

bahwa kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak didahulukan di dalam

mendapatkan pelunasan atas pihutangnya dari pada kreditor-kreditor lainnya atas hasil

penjualan benda yang dibebani hak tanggungan tersebut;

2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada artinya benda-

benda yang dijadikan objek hak tanggungan itu tetap terbebani hak tanggungan walau di

tangan siapapun benda itu berada. Jadi meskipun hak atas tanah yang menjadi objek hak

28

Sri Soedewi Masjehoen, 1975, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta, h.6

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

tanggungan tersebut telah beralih atau berpindah-pindah kepada orang lain, namun hak

tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan

mengikat.29

3. Memenuhi Asas Spesialitas dan Publisitas.

Asas Spesialitas maksudnya wajib dicantumkan berapa yang dijamin serta benda yang

dijadikan jaminan, juga identitas dan domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan

yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Asas Publisitas

maksudnya wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan

wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, artinya dapat dieksekusi seperti putusan

hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti.30

Disamping itu, hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika

diperjanjikan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Hal ini berarti suatu hak tanggungan

membebani secara utuh benda yang menjadi objeknya dan setiap bagian daripadanya. Oleh

karena itu, apabila sebagian dari hutang dibayar, pembayaran itu tidak membebaskan sebagian

dari benda yang dibebani hak tanggungan. Penyimpangan terhadap asas ini hanya dapat

dilakukan apabila hal tersebut diperjanjikan secara tegas di dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang bersangkutan.

Sifat lainnya dari Hak Tanggungan adalah bahwa hak tanggungan merupakan ikutan

(accessoir) pada perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang (perjanjian

29

Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang

dihadapi oleh Perbankan; Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung, h. 383. 30

Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia / Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,

Djambatan, Jakarta, h. 15, 38.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA ... II.pdf · TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANIAN KREDIT, SURAT KUASA MEMBEBANKAN, DAN HAK TANGGUNGAN 1.1 Perjanjian dan Perjanjian

kredit). Dengan demikian, hapusnya hak tanggungan tergantung pada perjanjian pokoknya, yaitu

utang yang dijamin pelunasanya tersebut.

Hak tanggungan dapat dibebankan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama untuk

menjamin pelunasan lebih dari satu utang dan untuk beberapa kreditur. Hal ini menimbulkan

adanya tingkatan-tingkatan bagi pemegang hak tanggungan. Peringkat hak tanggungan tersebut

ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.