bab ii tinjauan umum tentang komisi …
TRANSCRIPT
lvi
5. Tehnik Diskripsi, yang berarti uraian apa adanya terhadap kondisi dari
sebuah sistem hukum atau posisi dari proposisi hukum serta non hukum50
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
TERKAIT TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
2.1. Pengertian Kewenangan
Menurut literatur Hukum Administrasi dijelaskan bahwa istilah
“wewenang” sering kali di sepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal istilah
kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang.51
Wewenang merupakan hak
yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan hak tersebut
seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau menyuruh untuk berbuat
sesuatu.
50 Program Pasca Sarjana universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan
Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas
Udayana, Denpasar, h. 32
51 Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Prenada Media Group, Jakarta,
h.101.
lvii
Kata “wewenang” berasal dari kata “authority” (bahasa Inggris) serta
“gezag” (bahasa Belanda). Adapun istilah kekuasaan berasal dari kata “power”.
Dari kedua istilah ini jelas tersimpul perbedaan makna dan pengertian sehingga
dalam penempatan kedua istilah ini haruslah dilakukan secara cermat dan hati-
hati. Penggunaan atau pemakaian kedua istilah ini tampaknya tidak terlalu
dipermasahkan dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan kita.52
Hal itu memberikan kesan dan indikasi bahwa sebagian aparatur dan
pejabat penyelenggara negara atau pemerintahan, kedua istilah tersebut tidaklah
begitu penting untuk dipersoalkan. Padahal dalam konsep hukum tata Negara dan
hukum administrasi keberadaan wewenang pemerintahan memiliki kedudukan
sangat penting. Begitu penting nya kedudukan wewenang pemerintahan tersebut,
sehingga F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti
Hukum Tata Negara dan hukum Administrasi.53
Menurut P. Nicolai, wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk
melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu, yakni tindakan atau perbuatan
yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai
timbul dan lenyapnya akibat hukum. Sedangkan menurut Bagir Manan,
wewenang dalam bahasa hukum tidaklah sama dengan kekuasaan. Kekuasaan
hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Adapun wewenang
dalam hukum dapat sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten).54
52
Ibid.
53 Ibid.
54
Ibid.
lviii
Dalam kaitan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan, hak
mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri serta mengelola
sendiri, sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan
pemerintahan sebagaimana mestinya. Dengan demikian substansi dari wewenang
pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan
hukum pemerintahan.
Menurut H.D Stout, wewenang merupakan suatu pengertian yang berasal
dari hukum oganisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan
aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang
pemerintahan oleh subyek hukum publik didalam hubungan hukum publik.
Menurut L.Tonnaer, secara tegas mengemukakan bahwa kewenangan
pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan
hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan suatu hubungan hukum antara
pemerintah dan warga Negara.55
Dalam konsepsi Negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan oleh
Huisman dalam Ridwan HR, bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap
ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh
Undang-undang. Pembuat Undang-undang tidak hanya memberikan wewenang
pemerintahan kepada organ pemerintahan, akan tetapi juga terhadap para pegawai
atau badan khusus untuk itu.56
55
Ibid.
56 Ibid.
lix
Pendapat yang sama dikemukakan oleh P. De Haan dengan menyebutkan
bahwa, wewenang pemerintahan tidaklah jatuh dari langit, akan tetapi ditentukan
oleh hukum.57
Kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk
melakukan sesuatu. Dengan demikian yang dimaksud “ kewenangan yang ada
pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi” adalah
serangkaian kekuasaan atau hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari
pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar
tugas atau pekerjaanya dapat diselesaikan dengan baik.
2.2 Pembagian Kewenangan
Wewenang Pengadilan Tipikor ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang
menyatakan bahwa “Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya
pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana korupsi.”
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara:
a. Tindak pidana korupsi;
b. Tindak Pidana Pencucian Uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak
pidana korupsi;
c. dan/atau tindak pidana yang secara tegas dalam Undang-undang lain
ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
Sejumlah kewenangan yang dimiliki oleh KPK yang tercantum dalam
Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 Undang-undang KPK, dalam Undang-undang
57
Ibid.
lx
KPK telah diatur kewenangan KPK terkait penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana.Terkait penuntutan, yang melakukan penuntutan tindak
pidana korupsi adalah Penuntut Umum pada KPK yang diangkat dan
diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.58
2.3 Pengertian dan Dasar Hukum KPK
Lahirnya KPK berawal dari semangat reformasi setelah jatuhnya Presiden
Suharto yang berkuasa selama lebih kurang 32 tahun berturut-turut dalam tekanan
psikis serta phisik. Menurut penjelasan umum UU. No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK, bahwa tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari kuwalitas dari
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Penegakan hukum untuk memberantas korupsi secara konvensional selama
ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan penegakan
hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang
mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun
58
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt55f5d5f0eeb6e/kewenangan-kpk-dalam-
mengeksekusi-putusan-, Rabu, 16 September 2015
lxi
dalam upaya pemberantasan tindak pidan korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan
secara optimal, instensif, efektif, profesional serta berkesinambungan.
KPK adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
berdasarkan Pasal 2 dan 3 Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang
Pemberantasan tindak pidana korupsi.59
2.4 Tugas, Wewenang dan Kewajiban KPK
Lingkup kewenangan dan fungsi yang diemban KPK merupakan
legitimasi hukum atas nama kekuasaan negara, seperti halnya lingkup
kewenangan administrasi negara yang diberikan peranan kepada bidang
kekuasaan eksekutif, bidang kekuasaan yudikatif, legislatif yang secara umum
keseluruhan sumber daya penyelenggara administrasi ketatanegaraan maupun
adminstrasi ketata pemerintahan tersebut sebagai aparatur Negara, yang
bertanggung jawab melaksanakan kewenangan fungsi dan administrasi Negara
merupakan landasan bagi aparatur Negara guna melakukan tindakan-tindakan
hukum yang memiliki legitimasi dalam melakukan pelayanan publik.60
Di bawah
ini akan diuraikan lebih detail tentang tugas, wewenang dan kewajiban KPK
diantaranya adalah:
Tugas KPK
59
Ermandjah Djaja, Op Cit, h. 128.
60 Saiful Ahmad Dinar, 2012, KPK dan Korupsi dalam Studi Kasus, Cyntia Press, Jakarta,
h. 69
lxii
KPK mempunyai tugas-tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU. No. 30
Tahun 2002, sebagai berikut:
a. melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi dalam melaksanakan tugas dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,
KPK berwenang:
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi.
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
3 Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
terhadap instansi yang terkait.
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan tindak pidana korupsi.
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi
b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi, instansi yang berwenang adalah Badan
Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan Pembangunan, Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, Inspektorat pada Departemen
atau Lembaga Pemeriksa Non Departemen. Dalam melaksanakan tugas
supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi, KPK juga berwenang ;
1. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan kewenanganya yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melaksanakan pelayanan publik.
2. Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana
korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian maupun kejaksaan.
lxiii
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi, KPK berwenang;
1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian keluar negeri.
3. Meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan tersangka atau
terdakwa yang sedang diperiksa.
4. Memerintahkan kepada Bank atau lembaga keuangan lainya untuk
memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka atau
terdakwa atau pihak lain yang terkait.
5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari jabatanya.
6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa
kepada instansi yang terkait.
7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan
dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara perijinan, lisensi serta
konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubunganya dengan tindak
pidana korupsi yang sedang diperiksa.
8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara
lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti
di luar negeri.
9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam
perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
c. Melakukan Tindakan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,
b. KPK berwenang;
1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelengara Negara.
2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi.
3. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang
pendidikan.
4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
lxiv
5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.
6. Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi.
7. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Dalam melaksanakan tugas monitor terhadap penyelenggara pemerintahan
negara, KPK berwenang;
1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di
semua lembaga Negara dan pemerintah.
2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga Negara dan pemerintah untuk
melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian ,sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi
3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR RI, serta BPK ,
jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
Kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh KPK sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 Undang- undang No.
30 Tahun 2002, sebagaimana pendukung pelaksanaan tugas-tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, KPK berwenang;
a. Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 huruf a, KPK berwenang:
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi.
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait.
lxv
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
6. Wewenang lainya sebagaimana di atur dalam Pasal 12, 13 dan 14
b. Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 huruf b, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau
penelakahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya
yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi
yang dalam melaksanakan pelayanan publik.
c. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, KPK
berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau
kejaksaan.
d. Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian
atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara
beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya
permintaan KPK
e. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan dengan
membuat dan menanda tangani berita acara penyerahan, sehingga segala
tugas dan kewenangan kepolisian dan kejaksaan pada saat penyerahan
tersebut beralih pada KPK.
f. Pengambil alihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, dilakukan oleh KPK dengan alasan,
lxvi
1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak
lanjuti.
2. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut larut atau
tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku
tindak pidan korupsi yang sesungguhnya.
4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur-unsur korupsi.
5. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan
eksekutif, yudikatif dan legislatif
6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,
penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggung jawabkan.
g. Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, KPK
memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil
alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
h. Dalam melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud dalam Pasal 6 huruf c,
KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang
lain yang ada kaitanya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Dalam penjelasan Pasal 11 huruf a dijelaskan bahwa; Yang dimaksud
penyelenggara negara adalah sebagaimana dimaksud dalam UU. No.28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme termasuk anggota DPRD.
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan atau
3. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit rp 1.000.000.000, (satu
milyar) rupiah.
i. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang;
1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian ke luar negeri.
3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lain ya
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang
diperiksa.
lxvii
4. Meemerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainya untuk
memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka,
terdakwa, atau pihak lain yang terkait.
5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari jabatanya.
6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa
kepada instansi yang terkait. (Dalam penjelasan Pasal 12, huruf f,
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa
orang perorangan atau korporasi).
7. Penghentian sementara suatu transaksi keuangan, transaksi
perdagangan dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara
perijinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh
tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang
cukup ada hubunganya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa.
8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan,dan penyitaan
barang bukti diluar negeri.
9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi yang lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
j. Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf d, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya
pencegahan sebagai berikut;
1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta
kekayaan penyelenggara Negara.
2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi
3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan.
4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.
6. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral dalam pemberantasan
tindak pidan korupsi.
k. Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf e, KPK berwenang;
1. Melakukan pengkajian terhadap sistim pengelolaan administrasi di
semua lembaga Negara dan pemerintah.
lxviii
2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga Negara dan pemerintah
untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistim
pengelolaan, sistim administrasi tersebut berpotensi korupsi.
3. Melaporkan kepada Presiden RI, DPR RI, dan BPK, jika saran KPK
mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
c. Kewajiban KPK
Kewajiban KPK sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 15 UU. NO. 30 Tahun
2002, KPK berkewajiban;
a. Memberikan perlindungan terhadap saksi dan pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak
pidana korupsi.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau
memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan
hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.
c. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikanya kepada Presiden, DPR
RI dan BPK.
d. Menegakkan sumpah jabatan.
e. Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-
asas sebaagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
2.5 Definisi Korupsi
Secara etimologis asal kata korupsi menurut Fockema Andrea dalam Andi
Hamzah, kata korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus yang
selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal
Corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah
turun ke banyak bahasa Eropa seperti bahasa Inggris yaitu Corruption, Corrupt,
Perancis, yaitu Corruption dan Belanda, yaitu Corruptie (corruptie) dapat atau
patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa
lxix
Indonesia, yaitu korupsi.61
Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun
oleh Wijowasito, Corruptie yang juga disalin menjadi corruption dalam bahasa
belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.62
Secara terminologi korupsi adalah suatu bentuk tindak pidana dengan
memperkaya diri sendiri dengan melakukan penggelapan yang secara langsung
atau tidak langsung, merugikan keuangan perekonomian negara, perbuatan
melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan orang lain atau Negara.63
Menurut Black Law dictionary dijabarkan difinisi dari korupsi; Corruption
is The act of doing samething with an intent to give some advented inconsinten
with official duty and the rights of others, fidusiary’s or official’s use of a station
or office to procure some benafite either personally or for some one else, contrary
to the rights or others.64
Dalam Hukum positif khususnya dalam Pasal 1 angka 1 Bab Ketentuan
Umum UU No. 30 Tahun 2002 disebutkan tentang pengertian Tindak Pidana
Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 31 Tahun
1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
61
Jur Andi Hamnzah, 2014, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana nasional
dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 4.
62 Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta,h.
23.
63 Marwan dan Jimmy, 2009, Kamus Hukum, Reality Publiser, Surabaya,h. 384.
64
Briyan A. Gurner, 2004, Black’s Law Dictionary Nine edition, Law Pross, Inc, United
State Of America,h. 397.
lxx
dengan UU. No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengertian dari tindak pidana korupsi adalah semua ketentuan hukum
materiil yang terdapat dalam UU No.20 Tahun 2001 yang diatur dalam Pasal-
Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12A, 12B, 13, 14, 15, 16, 21, 22, 23, dan 24 serta
ditambah lagi dengan tindak pidana korupsi Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa “ Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang
yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-
undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang ini”
2.6 Doktrin Tentang Korupsi
Beberapa ahli hukum memberikan definisi dan pendapat mereka tentang
korupsi. Soedarto mendefinisikan bahwa kata korupsi menunjukkan pada
perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan.
Adapun Henry Campbell Black mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu perbuatan yang tidak resmi
dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatanya atau
karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau
orang lain, berlawanan dengan kewajibanya dan hak-hak dari pihak lain.65
Lubis dan Scott dalam pandangan mereka tentang korupsi menyebutkan
dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan
65
Aziz Samsudin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, h.137
lxxi
diri sendiri dengan merugikan orang lain oleh para pejabat pemerintah yang
langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan
menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum
dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela.66
Gunnar Myrdal berpendapat, The problem is of vital concern to the
government of shouth asia, because the habitual practice of bribery and
dishonesty pavers the way for an authoritarian regime whith justifies its self by
the disclosures of corrupstion has regulary been advance as a main justification
for military take overs. Jadi masalah korupsi merupakan suatu yang penting di
Asia selatan. Karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidak jujuran
membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman yang
melanggar. Pemberantasan korupsi biasanya dijadikan pembenar dalam cup
militer.67
Sheldon S. Steinberg dan David T. Austern menyatakan bahwa, korupsi
merupakan bagian dari tingkah laku yang dilakukan oleh oknum aparatur
pemerintahan maupun orang lain dengan alasan yang berbeda-beda tetapi
mempunyai tujuan yang sama yaitu suatu perbuatan tidak etis yang merusak
sendi-sendi pemerintahan yang baik.68
Sejarah korupsi di Indonesia, mulai dari era orde lama, orde baru berlanjut
hingga era reformasi. Korupsi sudah mendarah daging sejak awal sejarah
66
Yopie Morya Emanuel Patiro, 2012, Diskresi Pejabat Publik dan Tindak Pidana
Korupsi, Keni Media, Bandung, h. 129.
67 Jur Andi Hamzah, Op Cit, h. 6
68
Marwan Effendy, 2011, Sistem Peradilan Pidana Tinjauan Terhadap Beberapa
perkembangan Hukum Pidana, Referensi, Ciputat, h. 83.
lxxii
Indonesia di mulai. Di era orde Lama di bawah kepemimpinan Sukarno, tercatat
sudah dua kali di bentuk Badan Pemberantasan korupsi yaitu Paran dan Operasi
Budi. Namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankanya.
Paran singkatan dari Panitia Ritooling Aparatur Negara di bentuk berdasarkan UU
Keadaan Bahaya, di pimpin oleh Abdul Haris Nasution dan di bantu oleh dua
orang anggota yakni Prof. M Yamin dan Roeslan Abdul Gani.
Era Orde Baru, pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR
tanggal 16 Agustus 1967 presiden Suharto menyalahkan rezim Orde Lama yang
tidak mampu memberantas korupsi. Sehingga segala kebijakan ekonomi dan
politik berpusat di istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Suharto bertekat
untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekat itu
tak lama kemudian di bentuklah Team Pemberantasan Korupsi (TPK) yang di
ketuai oleh Jaksa Agung.
Pada era reformasi, telah diketahui bahwa pada masa orde lama dan orde
baru korupsi lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada
era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara Negara sudah terjangkit
virus korupsi yang sangat ganas. Pada waktu pemerintahan presiden Megawati
lahirlah UU. No. 30 Tahun 2002 bersamaan dengan lahirnya instansi dengan nama
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki visi mewujudkan Indonesia
yang bebas dari korupsi dan misinya sebagai penggerak perubahan untuk
mewujudkan bangsa yang anti korupsi dengan memegang asas dalam
menjalankan pekerjaan dan wewenangnya yaitu kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, kebutuhan umum dan proposionalitas. Sedangkan nilai-nilai yang
lxxiii
dianut oleh KPK yakni integritas, profesionalisme, inovasi, religiusitas,
transparansi, kepemimpinan dan produktif.
2.7 Definisi Menuntut
Kata menuntut berasal dari akar kata tuntut, secara arti bahasa (etimologi)
berarti meminta dengan keras untuk mendapat hak sesuatu, meminta agar
terdakwa dihukum, menuntut supaya dijatuhi hukuman penjara….dsb.69
Dalam
praktek penegakan hukum kata menuntut secara aktif dan kata menuntut secara
pasif menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP dirumuskan pengertianya adalah bahwa,
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana
ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan di putus oleh
hakim di sidang pengadilan.
Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada
Pasal 1 butir 1 menerangkan bahwa “ Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan
pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
serta wewenang lain berdasarkan Undang-undang”. Dalam Pasal 6 KUHAP,
menyebutkan sebagai berikut ;
A. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
69
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, h. 1087.
lxxiv
B. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Mr. M. H. Tirtaamidjaja, menyebutkan kejaksaan itu adalah suatu alat
pemerintah yang bertindak sebagai penuntut dalam suatu perkara pidana terhadap
si pelanggar hukum pidana.70
2.8. Pengertian Tindak Pidana
Para pembentuk Undang-undang kita telah mempergunakan dengan istilah
“strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana”.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri, tanpa memberikan suatu
penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit
tersebut.71
Oleh karena seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa pembentuk
Undang-undang kita tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya
yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit, maka timbulah di dalam doktrin
berbagai pendapat tentang apa sebenarnya yang di maksud dengan strafbaar feit
tersebut.
Beberapa pengertian strafbaar feit menurut pendapat para sarjana adalah
sebagai berikut; Hazewinkel Suringa, menyatakan bahwa mereka telah membuat
rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia
yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu
70
Laden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Penyelidikan dan
Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 190.
71 Lamintang P.A.F, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.181.
lxxv
dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan
menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.72
Pompe, menyatakan bahwa perkataan strafbaar feit itu secara teoritis
dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib
hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh
seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah
perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.73
Van Hattum, berpendapat bahwa suatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan
dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut, menurut beliau, perkataan
“strafbaar itu berarti “ voor straf in an merking commend “ atau straf verdienend
yang juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum.74
Simons, telah merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebagai suatu tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggung jawabkan atas tindakanya dan yang oleh Undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.75
Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa, tindak pidana berarti suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana.Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan
“subyek” tindak pidana.76
2.9. Tindak Pidana Pencucian Uang
72
Lamintang P.A.F Op Cit, h. 181.
73 Ibid, h. 182.
74
Ibid, h. 184.
75 Ibid, h 185
76
Wirjono Projodikoro, 2014, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika
Aditama,Bandung, h. 59.
lxxvi
Secara Etimologi, pencucian uang (money laundering) berasal dari bahasa
Inggris yaitu money “uang” dan laundering “pencucian.” Jadi secara harfiah
money laundering merupakan pencucian uang atau pemutihan uang yang di
dapatkan dari hasil sebuah kejahatan. Dalam pengertian money laundering sendiri
sebenarnya tidak ada definisi yang secara universal serta konprehensip mengenai
money laundering, namun pada prinsipnya sepakat bahwa pengertian tentang
money laundering itu adalah pencucian uang.
Secara Terminology, pencucian uang atau juga dikenal dengan Money
Loundering adalah perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan melalui lembaga transaksi keuangan sehingga seolah olah diperoleh
dengan cara yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa dari awal para koruptor itu
berniat untuk melakukan kejahatan.
Pengertian ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh The American
President’s Commision On Organized Crime yang mendefinisikan sebagai
berikut; “ Money Loundering is the process by which one conceals the axistance,
illegal source, or illegal application of income, and then disguises that income to
make it appear legitimate”77
Lebih lanjut dikemukakan bahwa tujuan utama dari
pencucian uang adalah menyamarkan bahwa harta kekayaan itu diperoleh dari
tindak pidana, sehingga dapat menikmati hasilnya untuk kegiatan yang sah.
Adapun makna serta pengertian TPPU yang lain adalah sebagaimana
dijumpai dalam Black Law Dictionary;“Money Loundering is the act of
transferring illegally obstained money through legitimate people or account so
77
Yudi kristiana, 2015, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Penerbit Thafa
Media, Yogyakarta, h. 17.
lxxvii
that its original source cannot be traced”. 78
Dari pengertian ini terlihat bahwa
money loundering adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perolehan
uang secara tidak sah dan menggunakanya seolah olah nampak sah.
Sejarah dari pencucian uang adalah kejahatan yang pertama kali di kenal
di Amerika serikat pada Tahun 1930an. Istilah tersebut merujuk pada tindakan
mafia yang memproses uang hasil kejahatanya untuk dicampur dengan bisnis
yang sah. Tindakan ini bertujuan agar uang yang kotor tersebut menjadi bersih
atau nampak menjadi uang yang sah.
Istilah Money Laundering berasal dari kegiatan para mafia yang membeli
perusahaan pencucian pakaian (Laundromat) sebagai tempat menginvestasikan
atau mencapur hasil kejahatan mereka yang sangat besar dari hasil pemerasan,
penjualan illegal minuman keras, perjudian dan pelacuran
Dengan demikian apat disimpulkan bahwa TPPU dalam arti yang sempit
adalah harta kekayaan atau uang yang terbatas dari hasil penjualan narkotika,
psikotropika, minuman keras, perjudian serta pelacuran. Seiring dengan
perkembangan waktu, maka pencucian uang semakin berkembang dan bukan
hanya yang berasal dari kejahatan obat bius dan kejahatan terorganisir saja, akan
tetapi mulai berkembang serta meluas hingga sampai hasil korupsi,
penyelundupan, perjudian, perdagangan wanita dan anak, terorisme dll.
Amerika serikat telah mendefinisikan masalah TPPu dalam arti yang luas,
yaitu melalui money Laundering Control Act (MLCA) 1986 yaitu79
a person
guilty of money laundering if that person knowingly conducts any financial
78
Briyan A. Garner, Op Cit, h. 1097 79
Money Laundering control Act of 1986
lxxviii
transaction involving the proceeds of specified unlawful activities so as to further
those unlawful activities or to disguise the ownership of those proceeds
Negara Amerika Serikat pertama kali lebih dikenal sebagai Negara yang
pertama kali memperluas ketentuan pengaturan anti pencucian uang dan
mekanisme penegakan hukumnya melampaui batas Negara dengan menyatakan
bahwa pencucian uang sebagai kejahatan yang terjadi secara nasional maupun
Internasional (unful money laundering accuring nationality and internationality)80
Apabila dilihat dari sejarah serta perkembangan TPPU di Indonesia, maka
dengan demikian perluasan masalah korupsi masuk dalam urutan pertama huruf a
dalam UU. No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU adalah merupakan hal yang sangat
wajar dan masuk akal, bahwa hasil tindak pidana yang di dapat dari korupsi
adalah bagian dari predicate crime dalam UU TPPU.
Sementara itu lembaga International yang memiliki concern terhadap
pencucian uang yaitu The Financial Action Task Force (FATF), dimana Indonesia
menjadi salah satu negara yang ikut aktif didalamnya, mendefinisikan pencucian
uang sebagai;“Money Loundering as the processing of criminal procceds to
disguise their illegal origin in order to legitimate the ill-gotten gains of crime”81
Dari berbagai definisi pencucian uang tersebut diatas, setidaknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa pencucian uang merupakan upaya penyembunyian atau
penyamaran asal usul harta kekayaan dengan berbagai transaksi sehingga seolah
olah diperoleh secara sah.
80 Yenti Garnasih, Kriminalisasi Anti Pencucian Uang (Money Laundering), Program
Pasca sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h. 53
81 Yudi kristiana, Op Cit, h.18.
lxxix
Sebagaimana kejahatan pada umumnya, pencucian uang juga mengalami
perkembangan, baik dari sisi modus maupun medianya, namun demikian dilihat
dari sisi proses secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga tahap yaitu;
1. Tahap placement
Yaitu upaya untuk menempatkan harta kekayaan yang dihasilkan dari
kejahatan atau diperoleh secara tidak sah ke dalam sistem keuangan,
misalnya dengan menempatkan di bank, menyetorkan sebagai
pembayaran kredit, menyelundupkan dalam bentuk tunai, membiayai
kegiatan atau usaha yang sah, membeli barang-barang berharga dan
sebagainya.
2. Tahap Layering
Yaitu untuk memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak
pidananya melalui beberapa transaksi keuangan untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Hal ini dilakukan misalnya
dengan mentransfer dari satu bank ke bank lain termasuk antar wilayah
atau Negara, menggunakan simpanan tunai sebagai agunan untuk
mendukung transaksi yang sah, memindahkan uang tunai lintas Negara
dan lain-lain.
3. Tahap Integration
Yaitu upaya untuk harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk
dinikmati secara langsung maupun tidak langsung, di investasikan ke
dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan,
dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk
membiayai kembali kegiatan tindak pidana.82
Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu
mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah menyamarkan atau menghilangkan
asal-usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara
aman. Dalam prakteknya ketiga tahap pencucian uang ini dapat dilakukan secara
terpisah maupun simultan.
a. Pengertian umum terkait Tindak Pidana Pencucian Uang
82
Ibid, h.19.
lxxx
Mengingat Money Loundring di Indonesia sudah diatur dalam hukum
positif, yaitu sejak lahirnya UU. No.15 Tahun 2002, kemudian disempurnakan
lagi dengan UU. No. 25 Tahun 2003, maka relevan dengan permasalahan yang di
bahas dalam buku ini, sebelum mengoperasionalisasikan UU.No.8 Tahun 2010
tentang PPTPPU dengan penjelasan-penjelasan yaitu sebagai berikut;
1. Pecucian Uang: Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
undang PPTPPU.
2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan :Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah Lembaga independen
yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang.
3. Transaksi.: Transaksi adalah keseluruhan kegiatan yang menimbulkan hak
dan/ kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara
dua pihak atau lebih.
4. Transaksi Keuangan.: Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk
melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan,
pemindah bukukan, pentrasferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, dan/ penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/ atau
kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
5. Transaksi Keuangan Mencurigakan.: Transaksi Keuangan Mencurigakan
adalah;
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik
atau kebiasaan, pola transaksi dari pengguna jasa yang
bersangkutan.
b. Transaksi keuangan yang oleh pengguna jasa patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi
yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor
sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
c. Transaksi yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil
tindak pidana; atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan
oleh pihak pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang
diduga berasal dari hasil tindak pidana.
6. Transaksi Keuangan Tunai: Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi
Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/ atau
uang logam.
lxxxi
7. Pemeriksaan: Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis,
dan evaluasi Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara
independen, obyektif, dan profesional untuk menilai dugaan adanya
tindak pidana.
8. Hasil Pemeriksaan: Hasil pemeriksaan adalah penilaian akhir dari seluruh
proses identifikasi masalah, analis dan evaluasi Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang dilakukan secara independen , obyektif, dan
professional yang disampaikan kepada penyidik.
9. Setiap orang :Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
10. Korporasi: Korporasi adalah kumpulan orang dan/ atau kekayaan yang
terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum.
11. Pihak Pelapor.: Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurutUndang-
undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK
12. Pengguna Jasa: Pengguna jasa adalah pihak yang menggunakan jasa
Pihak Pelapor.
13. Harta Kekayaan: Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau
benda yang tidak bergerak, baik yang berwujud, yang diperoleh baik
secara langsung maupun tidak langsung.
14. Personil Pengendali Korporasi.: Personil Pengendali Korporasi adalah
setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu
kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari
atasanya.
15. Pemufakatan Jahat: Pemufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau
lebih yang bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang.
16. Dokumen: Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat di
lihat, dibaca, dan/ atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau
tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas atau benda
fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektonik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada;
a. tulisan, suara, atau gambar
b. peta, rancangan, fhoto, atau sejenisnya
c. huruf, tanda, angka, symbol, atau perforasi yang memiliki makna
ataun dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
d. Lembaga Pengawas dan Pengatur
17. Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah lembaga yang memiliki
kewenangan, pengawasan, pengaturan, dan/ atau pengenaan sanksi
terhadap pihak pelapor.
18. Pengawasan Kepatuhan: Pengawasan Kepatuhan adalah serangkaian
kegiatan Lembaga Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk
memastikan kepatuhan Pihak Pelapor atas kewajiban pelaporan
menurut Undang-undang ini dengan mengeluarkan ketentuan atas
lxxxii
pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban
pelaporan, dan mengenakan sanksi.
b. Pengaturan/Rumusan Delik Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pengaturan atau rumusan delik tindak pidana pencucian uang terdapat
dalam pasal 3 UU. No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU yang berbunyi;
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
Harta Kekayaaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana
karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan penjara paling lama 20 tahun
dan denda paling banyak 10.000.000.000, ( sepuluh milyar ).”
Harta kekayaan yang dimaksud dalam Pasal 3 adalah harta kekayaan yang
diperoleh dari hasil tindak pidana sebagaimana bunyi dari Pasal 2 ayat 1
Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ;
a. Korupsi
b. Penyuapan
c. Narkotika.
d. Psikoteropika
e. Penyelundupan tenaga kerja.
f. Penyelundupan migran
g. Bidang perbankan
h. Bidang Pasar modal
I. Bidang Perasuransian.
j. Kepabeanan
k. Cukai
l. Perdagangan orang
m. Perdagangan senjata gelap.
n. Terorisme.
o. Penculikan
p. Pencurian
q. Penggelapan
r. Penipuan
s. Pemalsuan uang
t. Perjudian
u. Prostitusi
v. Bidang Perpajakan
lxxxiii
w. Bidang kehutanan
x. Bidang Lingkungan hidup
y. Bidang Kelautan dan perikanan
z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau
lebih, yang lakukan diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tindak
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum di
Indonesia.
R. Wiyono menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana di maksud oleh
Pasal 3 jika diteliti terdiri dari 11 ketentuan TPPU yaitu sebagai berikut
a. Setiap orang yang menempatkan atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan harta asal usul harta kekayaan.
b. Setiap orang yang mentransfer atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan
c. Setiap orang yang mengalihkan atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan.
d. Setiap orang yang membelanjakan atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patat diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
e. Setiap orang yang membayarkan atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan.
f. Setiap orang yang menghibahkan atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tundak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan atau menyembunyikan
asal usul harta kekayaan.
g. Setiap yang menitipkan atas harta kekayaan yang diketahuintya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan harta asal usul kekayaan.
h. Setiap orang yang membawa ke luar negeri atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya sebagimana dinaksud dalam Pasal 2
ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
harta.