bab ii tinjauan umum tentang deposito dan...
TRANSCRIPT
-
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO DAN MUDLARABAH
A. Deposito
Salah satu cara agar nasabah merasa aman mempunyai uang dalam
jumlah yang cukup besar, tanpa khawatir akan diincar para penjarah, maka
sekarang ini telah muncul banyak lembaga keuangan, dalam hal ini bank yang
memberikan fasilitas penyimpanan uang dengan bentuk deposito. Deposito
banyak diminati oleh para pengusaha dan pemilik uang karena mempunyai
beberapa kelebihan daripada cara penyimpanan uang yang lain, seperti
tabungan, giro, kliring dan lain sebagainya.1 Tidak seperti jenis simpanan
lainnya, deposito penyimpanan dan pengambilannya ditentukan oleh waktu
yang telah disepakati, baik 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan, sehingga menguntungkan
bagi pihak bank untuk mengelola simpanan nasabah tersebut dalam jangka
panjang, sedangkan bagi nasabah, deposito menawarkan pembagian
keuntungan dengan suku bunga yang cukup tinggi dibandingkan dengan
simpanan lainnya dalam sistem perbankan.
Untuk mengetahui deposito secara rinci, maka akan diuraikan
pengertian deposito, macam-macam deposito dan Ketentuan Umum menjadi
Nasabah Deposito.
1 Sigit Trihartono, Tanya Jawab Masalah Perbankan; Menjawab Tuntas Selaga Problem
Permasalahan Bank, (Solo: Aneka, 1995), hlm. 92.
-
15
1. Pengertian Deposito
Secara etimologis, kata deposito dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti 1. uang yang disimpan dalam rekening; 2. tindakan
menyimpan uang di bank; 3. kredit yang diberikan bank kepada seseorang;
4. hak atas saldo uang di bank bagi mereka yang telah menyimpannya di
bank.2 Dari pengertian ini, maka yang dimaksudkan deposito berjangka
adalah simpanan di bank yang penarikannya dapat dilakukan setelah
masa tertentu yang diperjanjikan atau setelah pemberitahuan
sebelumnya.3
Sementara itu, dalam Kamus Lengkap Ekonomi, deposito diartikan
sebagai berikut:
Rekening perorangan atau perusahaan dalam Bank Komersil (Commercial Bank) di mana nasabah dapat mendepositokan uang atau cek yang dapat diambil dengan membuat pemberitahuan lebih dahulu kepada bank. Deposito berbeda dengan rekening Koran (Current Account) yang dipakai untuk membayar transaksi sehari-hari, biasanya berbentuk simpanan (saving) seseorang atau perusahaan dan dipergunakan untuk membiayai keperluan-keperluan khusus. Bunga (interest) dibayarkan atas deposito yang biasanya lebih tinggi dari tingkat bunga rekening koran, untuk merangsang nasabah mendepositokan uangnya dalam jangka waktu tertentu yang lebih lama. Berbeda dengan rekening koran, cek biasanya tidak dapat dikeluarkan dengan memakai rekening deposito.4
Secara terminologis, banyak pakar yang memberikan pengertian
dan definisi deposito beragam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
2 Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 224. 3 Ibid. 4 C. Pass, B. Lowes dan L. Davies, Kamus Lengkap Ekonomi, terj. Tumpal Rumapea dan
Posman Haloho, (t.kpt: Erlangga, 1994), hlm. 146.
-
16
a. Achmad Anwari,
Deposito adalah nama yang diberikan pada simpanan deposan di bank yang lazim dilekatkan pada persyaratan jangka waktu penyimpanan. Deposan adalah orang atau badan yang ada di dalam masyarakat yang mempunyai kelebihan uang yang tidak dikonsumir atau tidak dipergunakan, yang kemudian menyimpan di bank. Penyimpanan di bank dibatasi oleh jangka waktu yang diinginkan, yaitu dapat dilakukan untuk periode setengah tahun, setahun atau dua tahun lamanya. Oleh karena itu, pada prinsipnya, deposito diberi bunga oleh bank yang paling tinggi, jika dibandingkan dengan simpanan lainnya di bank. Makin lama jangka waktu yang diinginkan, maka semakin tinggi bunganya, mengingat bahwa manfaat dari modal yang terkumpul ini bagi bank adalah sangat menguntungkan.5
b. Rimsky K Judisseno
Deposito adalah jenis simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara nasabah peyimpan (deposan) dan bank. Karena penarikan dana oleh nasabah sifatnya berjangka, maka tingkat bunga deposito cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jasa perbankan lainnya. Hal ini karena bank mempunyai waktu yang cukup untuk mengoptimalkan dana tersebut dalam bentuk investasi dana seperti untuk kegiatan kredit, penanaman dalam bentuk surat-surat berharga dan lain-lain.6
c. Undang-undang No. 10 tahun 1988
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.7
5 Achmad Anwari, Praktrek Perbankan di Indonesia: Deposito Berjangka 2, (t.kp.: Balai
Aksara, 1979), hlm. 12. 6 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2002), hlm. 155. 7 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 63.
-
17
d. Deposito menurut definisi perbankan adalah:
Suatu simpanan uang pada bank dengan jangka waktu tertentu oleh
Badan Hukum atau perorangan yang mendapat bunga tiap-tiap bulan
dalam jumlah yang tetap.8
Dari definisi di atas, deposito adalah suatu simpanan yang
dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang penarikannya dilakukan
dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo). Sedangkan unsur-unsur yang
ada pada deposito, antara lain sebagai berikut:
a. Deposan
1) Perusahaan
2) Perusahaan swasta nasional
3) Perseroan (sebagai pribadi)
4) Perorangan sebagai Firma
5) Siapapun dapat menyimpan uangnya dengan deposito
b. Jangka Waktu
c. Nominal simpanan
2. Macam-Macam Deposito
Sebagai gambaran jangka waktu deposito beserta bunga yang
berlaku pada beberapa bank, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Simpanan deposito kurang dari 3 bulan bunga = 3,0 %
b. Simpanan deposito jangka waktu 3 bulan bunga = 4,5 %
8 Sigit Trihartono, op. cit., hlm. 92.
-
18
c. Simpanan deposito jangka waktu 6 bulan bunga = 6,0 %
d. Simpanan deposito jangka waktu 12 bulan bunga = 9,0 %
e. Simpanan deposito jangka waktu 24 bulan bunga = 15,0 %9
Penentuan suku bunga di atas pada dasarnya bukan patokan baku
yang diberikan bank. Karena penetapan suku bunga tergantung pada kurs
mata uang yang bersangkutan (misalnya kurs rupiah terhadap dolar) dan
juga penetapan bunga antara bank satu dengan bank lainnya juga berbeda
sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bank yang bersangkutan.
Penentuan bunga sebagaimana di atas pada dasarnya disesuaikan dengan
keadaan dan kondisi yang berlaku pada saat yang sudah ditentukan
sebelumnya. Artinya, dapat saja bunga tersebut tiba-tiba naik ataupun
mengalami penurunan. Kebijakan tersebut berlaku menurut perundangan
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Keuangan
Republik Indonesia.
Biasanya setiap bank akan mengumumkan kondisi keuangan
perbankan melalui laporan harian maupun bulanan yang dimuat pada mass
media maupun neraca laba-rugi dari bank yang bersangkutan. Para
penabung dapat menanyakan langsung pada bank tentang kondisi dan
keadaan keuangan yang sedang berlaku pada saat itu.
Simpanan deposito pada saat ini digemari oleh para pengusaha
karena mempunyai kekuatan untuk dijadikan jaminan kredit. Tentu saja
dengan batas nominal yang telah ditentukan dan disesuaikan jumlah kredit
9 Ibid., hlm. 94.
-
19
yang diajukan. Untuk pembayaran bunga deposito, dilakukan pada setiap
bulan pada tanggal yang sudah ditentukan (tanggal jatuh tempo). Adapun
aturan main setiap bank berbeda-beda di dalam pembayaran tersebut.
Yang perlu dijadikan perhatian adalah di dalam pembayaran tersebut
disertai neraca laporan dan disertai pula dengan kuitansi bermeterai.10
Beberapa macam deposito yang dikenal adalah sebagai berikut:
a. Time deposit
Time deposit atau lebih dikenal dengan istilah deposito
berjangka, yaitu deposito yang terikat oleh waktu yang telah di
tentukan. Apabila waktu yang di tentukan itu habis, maka deposan
dapat menarik simpanan deposito berjangka itu dari bank atau
sebaliknya memperpanjang simpanan deposito berjangka itu dengan
suatu periode tertentu yang diinginkan11
Simpanan uang pada bank yang berupa deposito berjangka pada
umumnya deposan akan menerima bilyet deposito (asli). Isi dari bilyet
deposito itu antara lain sebagai berikut:
1) Nama dan alamat jelas dari deposan
2) Jumlah nominal setoran (yang dinyatakan dengan jumlah nilai
uang)
3) Jangka waktu simpanan dan kapan deposito berjangka itu jatuh
tempo atau habis waktu dari periode yang diinginkan
10 Ibid., hlm. 94. 11 Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1993), hlm. 171.
-
20
4) Besarnya prosentase bunga yang telah ditetapkan oleh pihak bank12
Sementara itu dari sisi isi dan bentuk formulir deposito, maka
pada awalnya ditetapkan dan dicetak oleh Bank Indonesia (BI). Namun
sekarang, Bank Indonesia memberikan kewenangan kepada bank
pemerintah lainnya untuk mencetaknya sendiri sesuai dengan bentuk
standar yang telah ditentukan.
Pada deposito berjangka, maka setelah jatuh tempo atau habis
waktu, maka dana deposan akan ditarik dari bank dengan cara menukar
bilyet deposito yang asli dengan uang tunai, atau dapat pula dengan
memindahbukukan ke dalam Rekening Koran Giro yang bersangkutan,
sehingga bilyet deposito asli yang dipegang oleh deposan harus
diserahkan kembali kepada pihak bank.13
b. Deposit on call
Deposit on call adalah uang simpanan tetap berada di bank
selama belum dibutuhkan oleh pemiliknya (penyimpan). Apabila
penyimpan uang itu akan menarik simpanannya, maka terlebih dahulu
harus memberitahukan kepada pihak bank. Masa pemberitahuan
kepada bank itu dilakukan adalah tergantung kepada perjanjian yang
diadakan antara penyimpan (deposan) dengan pihak bank (ada yang
setahun, dua bulan dan sebagainya).
12 Achmad Anwari, op. cit., hlm. 12-13. 13 Muhammad Jumhana, loc. cit.
-
21
Doposit on call biasa dikenal dengan sebutan deposito harian.
Dalam prakteknya, deposito jenis doposit on call ini pengambilannya
berdasarkan pemberitahuan terlebih dahulu oleh nasabah yang
bersangkutan dengan kesepakatan perjanjian tenggang pengambilan
yang telah disepakati bersama, misalnya 1 (satu) hari sebelum
pengambilan harus sudah memberitahukan terlebih dahulu ke pihak
bank.14
c. Demand deposit
Demand deposit (rekening koran giro) adalah penyimpan dapat
menyimpan atau menarik dananya pada/dari bank setiap saat yang
dikehendaki.15
3. Ketentuan Umum menjadi Nasabah Deposito
Seperti halnya dengan tabungan, maka deposan yang akan
mendepositokan uangnya harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun
ketentuan-ketentuan umum untuk menjadi nasabah deposito adalah
sebagai berikut:
a. Nasabah cukup datang ke bank yang dipercaya agar dapat menjamin
uang deposan agar tidak akan hilang. Oleh karena itu, karena
banyaknya persaingan dunia perbankan saat ini, maka membuka
peluang bagi nasabah untuk dapat memilih bank yang cukup bonafit
14 Rimsky K. Judisseno, op. cit., hlm. 156. 15 Achmad Anwari, op. cit., hlm. 12-13.
-
22
(sehat secara ekonomi finansial) dan mempunyai suku bunga yang
cukup tinggi.
b. Nasabah diharapkan mengisi beberapa formulir aplikasi yang memuat
tentang:
1) Jumlah nominal simpanan
2) Jangka waktu yang nasabah pilih
Dalam pelaksanaannya, simpanan deposan ditulis dalam bentuk surat
pernyataan yang dibubuhi meterai, sehingga mempunyai kekuatan
hukum yang sah.
c. Menyerahkan fotokopi KTP atau identitas nasabah untuk dicatat, baik
yang nama, alamat dan pekerjaan. Hal ini sangat perlu dilakukan,
sebab pemegang deposito tidak dapat diwakilkan sehingga pencatatan
identitas tersebut untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Dari pencatatan identitas ini, nanti akan dibubuhkan pada
bank bersangkutan untuk dilaporkan kepada Bank Indonesia untuk
mendapatkan Kartu yang berfungsi untuk mengambil bunga deposito
pada jatuh tempo setiap bulannya.
d. Proses terakhir adalah penyetoran. Proses ini merupakan akhir dari
proses menjadi deposan suatu bank. Dengan menyetor nominal
tersebut, nasabah resmi menjadi deposan bank tersebut.16
Setelah menjadi deposan (yang memegang simpanan deposito)
maka bank menerbitkan bilyet deposito yang terdiri atas:
16 Sigit Tri Hartono, op. cit., hlm. 94
-
23
a. 1 (satu) lembar asli untuk deposan, bermeterai dan ditandatangani oleh
pejabat bank yang bersangkutan.
b. 1 (satu) lembar untuk Bank Indonesia sebagai penagih premi (subsidi
bunga) dari Bank Indonesia.
c. 1 (satu) lembar untuk bukti pembukuan (bersama formulir)
d. 1 (satu) lembar untuk pelunasan.
e. 1 (satu) lembar untuk Desk Pasar Modal Bank Indonesia.17
B. Mudlarabah
Salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang
adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong, sebab ada orang
yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam menjalankan
roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai keahlian dalam
menjalankan roda perusahaan, tetapi tidak mempunyai waktu. Sebaliknya ada
orang yang mempuyai keahlian dan waktu, tetapi tidak mempunyai modal.
Dengan demikian, apabila ada kerja sama dalam menggerakkan roda
perekonomian, maka kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan modal
dan skill (ketrampilan dipadukan menjadi satu). Kerja sama dalam bentuk ini
disebut mudlarabah ( ) oleh ulama Irak, dan disebut qiradl ()
oleh ulama Hijaz.18
17 Ibid., hlm. 96. 18 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,
2003), hlm. 169.
-
24
Mudlarabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Islam sejak
zaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya
Islam. Ketika nabi Muhammad saw. berprofesi sebagai pedagang, ia
melakukan akad mudlarabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau
dari segi hukum Islam, maka praktek mudlarabah ini dibolehkan, baik
menurut al-Quran, sunnah, maupun ijma.19
Dalam prakteknya, mudlarabah antara Khadijah dengan Nabi, saat itu
Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi saw. ke
luar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal
(shahib al-maal), sedangkan Nabi saw. berperan sebagai pelaksana usaha
(mudlarib). Bentuk kontrak antara dua pihak di mana satu pihak berperan
sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk
dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk
mendapatkan untung disebut akad Mudlarabah. Atau singkatnya, akad
Mudlarabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak
dengan kerja dari pihak lain.20 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
praktek mudlarabah pada dasarnya sudah berlaku di masa Rasulullah saw.
1. Pengertian Mudlarabah
Salah satu bentuk kerja sama yang dikenal dalam Islam adalah
mudlarabah. Istilah mudlarabah berasal dari kata (berjalan di
19 Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: IIIT
Indonesia, 2003), hlm. 180. 20 Ibid.
-
25
muka bumi), yaitu perjalanan untuk berdagang.21 Dalam istilah fiqih,
mudlarabah diartikan suatu bentuk kerja sama (kesepakatan) antara
orang yang memberi modal dan orang lain yang menjalankannya. Dengan
kata lain, seseorang memberikan harta kepada orang lain untuk
diperdagangkan dengan perjanjian, pelaksana (mudlarib) mendapatkan
sebagian jumlah tertentu dari labanya. Yakni bagian yang sudah disepakati
keduanya, baik sepertiganya, seperempat ataupun setengah.22 Dengan
demikian Mudlarabah adalah suatu akad yang dilakukan antara pemilik
modal dengan mudlarib (pengelola), di mana keuntungan disepakati di
awal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.23
Ulama fikih mendefinisikan mudlarabah dengan pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang ini dibagi menurut kesepakatan bersama.24
Secara terminologis, mudlarabah memiliki banyak pengertian.
Menurut Sayyid Sabiq mudlarabah adalah akad antara kedua belah pihak
untuk salah seorangnnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dan keuntungannya dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan.25
21 Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992),
hlm. 264. 22 M. Abdul Mujib, Mabruri Tholhah dan Syafiah A.M., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 214. 23 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
(Jakarta: Alvabet, 2000), hlm. 202. 24 M. Abdul Mujib, loc. cit. 25 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, Beirut: (Dar al-Falah al-Arabiyah, t.th)., hlm.
297.
-
26
Abdurrahman al-Jaziri bahwa mudlarabah adalah akad antara dua
orang yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka akan
memberikan modal usaha produktif dan keuntungan usaha itu diberikan
sebagian kepada pemilik modal dalam jumlah tertentu dengan kesepakatan
yang sudah disetujui bersama.26
Dengan demikian, mudlarabah adalah kesepakatan antara dua
orang, yang satu memberikan modal (shahib al-mal) dan yang satu
menjalankan modal itu (mudlarib) untuk melakukan suatu usaha dengan
pembagian keuntungan yang telah disepakati oleh keduanya.
2. Landasan Hukum Mudlarabah dalam Fiqih
Akad mudlarabah dibenarkan dalam Islam, karena bertujuan untuk
membantu antara pemilik modal dan orang yang memutarkan uang. Dasar
hukum Mudlarabah adalah sebagai berikut:
a. Al-Quran
Pada dasarnya mudlarabah dapat dikategorikan dalam salah
satu bentuk musyarakah, namun para cendekiawan fiqh Islam
meletakkan mudlarabah dalam posisi yang khusus dan memberikan
landasan hukum tersendiri yaitu al-Quran surat al-Muzammil ayat 20:
)20: . (
26 Abd. Al-Rahman al-Jaziri, Fiqh ala Madzahib al-Arbaah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), hlm. 34.
-
27
Artinya: Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT. (QS. Al-Muzammil: 20)27
Mudlarib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orang-
orang yang melakukan dlarb (perjalanan) untuk mencari karunia Allah
SWT. dari keuntungan investasinya.28 Ayat al-Quran lain yang
senada misalnya:
.... )10: (
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah SWT. (QS. al-Jumah: 10)29
198: .... (( Artinya: Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia
dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198)30
Dari ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa Allah SWT.
memperbolehkan mudlarabah. Namun demikian, mudlarabah itu
sebagai upaya untuk membantu sesama bagi yang membutuhkan
modal dan juga diniatkan hanya untuk mencari karunia Allah.
27 Soenarjo dkk, al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 990. 28 Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana
Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1992), hlm. 19. 29 Soenarjo dkk, op. cit., hlm. 933. 30 Ibid., hlm. 48.
-
28
b. Al-Hadits
Salah satu hadis yang menjadi dasar mudlarabah adalah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
: :
31 ) . ( Artinya: Dari Suhaib ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: tiga perkara
di dalamnya terdapat keberkatan: 1) menjual dengan pembayaran secara kredit 2) muqaradlah (nama lain dari mudlarabah) 3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah).
Sementara itu, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas, Rasulullah saw. Bersabda:
:
(.
) Artinya: Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. bahwasanya Sayyidina
Abbas ibn Abd al-Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudlarabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah saw. Dan dia pun memperkenankannya. (HR. Thabrani) 32
31Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), hlm. 768. 32 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia
Institute, 1999), hlm. 136.
-
29
Dari kedua hadis di atas dapat dipahami, bahwa mudlarabah
diperbolehkan dalam Islam.
3. Prinsip-prinsip Mudlarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudlarabah, penyimpan atau
deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan sebagai
mudlarib (pengelola). Hal tersebut digunakan bank untuk melakukan
murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula
dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudlarabah kedua. Hasil
usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam
hal bank menggunakannya untuk melakukan mudlarabah kedua, maka
bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.33
Ulama fikih membagi mudlarabah menjadi dua bagian, yaitu
mudlarabah mutlaqah dan mudlarabah muqayyad. Mudlarabah mutlaqah
adalah akad yang didasarkan pada waktu dan tempat dan sifat dari orang
yang melakukan akad tersebut dari mudlarib.34 Menurut Muhammad
Syafii Antonio, mudlarabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara
shahib al-mal dengan mudlarib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
pembahasan fikih, ulama salaf al-saleh seringkali mencontohkan dengan
33 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003),
hlm. 65-66. 34 Kamil Musa, Ahkam al-Muamalat, (Tkpt: Muasasah al-Risalah, 1994), hlm. 345.
-
30
ungkapan ifal ma syita (lakukan sesukamu) dari shahib al-mal ke
mudlarib yang memberi kekuatan sangat besar.35
Mudlarabah muqayyad adalah akad yang dilakukan antara pemilik
modal dengan mudlarib (pengelola) untuk usaha yang ditentukan oleh
pemilik modal, di mana keuntungan disepakati di awal untuk dibagi
bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.36 Menurut
Muhammad Syafii Antonio, bahwa mudlarabah muqayyad adalah
kebalikan mudlarabah mutlaqah. Si mudlarib dibatasi dengan batasan
jenis usaha, waktu atau tempat usaha, sehingga memberikan kemungkinan
kepada si shahib al-mal memilih kecenderungan umum dalam memasuki
berbagai jenis dunia usaha.37
Sementara itu, prinsip mudlarabah yang dipergunakan dalam
sistem perbankan syariah adalah sebagai berikut:
a. Mudlarabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account)
Dalam Mudlarabah mutlaqah (URIA = Unrestricted Investment
Account), tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada
bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau
menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan
dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi, bank memiliki
35 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hlm. 97. 36 Zainul Arifin, op. cit., hlm. 203. 37 Muhammad Syafii Antonio, loc. cit.
-
31
kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis
manapun yang diperkirakan menguntungkan.38
Dari penerapan mudlarabah mutlaqah ini dikembangkan produk
tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan
dana, yaitu: tabungan mudlarabah dan deposito mudlarabah.
Ketentuan umum yang berlaku dalam mudlarabah mutlaqah adalah
sebagai berikut:
1) Pihak bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana (modal)
mengenai nisbah (keuntungan) dan tata cara pemberitahuan
keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang
dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
2) Untuk tabungan mudlarabah, bank dapat memberikan buku
tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau
alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito
mudlarabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
3) Tabungan dengan perjanjian diambil setiap saat oleh penabung
sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak
diperkenankan mengalami saldo negatifnya.
4) Deposito mudlarabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka
waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah
38 Adiwarman Azwar Karim, op. cit., hlm. 188.
-
32
jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi
bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka
tidak perlu dibuat akad baru.
5) Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan
dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.39
b. Mudlarabah muqayyadah atau RIA (Restricted Investment Account).
Mudlarabah muqayyadah adalah akad yang dilakukan antara
pemilik modal dengan mudlarib (pengelola) untuk menjalankan suatu
usaha yang ditentukan oleh pemilik modal, di mana keuntungan
disepakati di awal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh
pemilik modal. Dalam lembaga keuangan, akad ini diterapkan untuk
suatu proyek yang dibiayai langsung oleh dana nasabah, sedangkan
lembaga keuangan (mudlarib) hanya bertindak sebagai wakil yang
mengadministrasikan proyek itu. Dalam terminologi perbankan
syariah ini lazim disebut special investment.40
Mudlarabah sistem Restricted Investment Account (RIA) ini ada
dua jenis, yaitu:
1) Mudlarabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudlarabah ini merupakan simpanan khusus
(restricted investment), di mana pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya
39 Ibid., hlm. 189. 40 Zainul Arifin, loc. cit.
-
33
disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan
digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk
nasabah tertentu.41
Karakteristik jenis simpanan Restricted Investment Account
ini adalah sebagai berikut:
a) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang
harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang
mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
b) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai
nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau
pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan
dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan,
maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti
simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari
rekening lainnya.
d) Untuk deposito mudlarbah, bank wajib memberikan sertifikat
atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.42
2) Mudlarabah Muqayyadah of Balance Sheet
Jenis Mudlarabah ini merupakan penyaluran dana
mudlarabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank
bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
41 Adiwarman Azwar Karim, loc. cit. 42 Ibid.
-
34
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank
dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).43
Karakteristik jenis simpanan Mudlarabah Muqayyadah of
Balance Sheet adalah sebagai berikut:
a) Sebagai tanda bukti simpanan, bahwa bank menerbitkan buku
simpanan khusus, sehingga bank wajib memisahkan dana dari
rekening lainnya. Simpanan khusus harus disalurkan secara
langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
b) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak,
sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku
nisbah bagi hasil.44
4. Rukun dan Syarat Mudlarabah
Rukun mudlarabah terpenuhi sempurna, apabila ada mudlarib (ada
pemilik dana), ada usaha yang akan dibagihasilkan, ada nisbah dan ada
ijab kabul. Menurut ulama Hanafi, bahwa rukun mudlarabah hanya ijab
(dari pemilik modal) dan kabul (dari pedagang/pelaksana). Sedangkan
menurut jumhur ulama, bahwa rukun mudlarabah adalah orang yang
berakal, modal, keuntungan, kerja dan akad.45
43 Ibid. 44 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Illustrasi,
(Yogyakarta: Adipura, 2003), hlm. 65-67. 45 M. Ali Hasan, op. cit., hlm. 170-171.
-
35
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudlarabah
adalah sebagai berikut:
a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Rukun dalam akad mudlarabah sama dengan rukun dalam akad
jual beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan.
Faktor pertama (pelaku) kiranya sudah cukup jelas. Dalam akad
mudlarabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua
bertindak sebagai pelaksana usaha (mudlarib atau amil). Tanpa dua
pelaku ini, maka akad mudlarabah tidak ada.
b. Objek mudlarabah (modal dan kerja)
Faktor kedua (objek mudlarabah) merupakan konsekuensi logis
dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai objek Mudlarabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek Mudlarabah.
Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci
berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk
keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.
Tanpa dua objek ini, akad mudlarabah pun tidak akan ada.
Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudlarabah
berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat
dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
(gharar) besarnya modal mudlarabah. Namun para ulama madzhab
-
36
Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran
modal harus disepakati pada saat akad oleh mudlarib dan shahibul
maal.
Dengan demikian, jelas bahwa tidak boleh adalah mudlarabah
yang belum disetor, karena para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya
mudlarabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun padahal mudlarib
telah bekerja. Para ulama Syafii dan Maliki melarang hal itu karena
merusak sahnya akad.
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari
prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah
pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad
mudlarabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju
dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
d. Nisbah keuntungan
Nisbah keuntungan adalah rukun yang khas dalam akad
mudlarabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudlarabah. Mudlarib mendapatkan imbalan atas kerjanya,
sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyerahan
modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya
-
37
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan.46
Sedangkan syarat-syarat mudlarabah adalah sebagai berikut:
1. Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal
berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan
harga semasa dalam uang yang beredar.
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudlarib, untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam perosentase dari
keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
b. Kesepakatan rasio perosentase harus dicapai melalui negosiasi dan
dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudlarib
mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada rab al-mal.
3. al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih
pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha.
Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan persetujuan
antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa
46 Adiwarman Azwar Karim, op. cit., hlm. 181-182.
-
38
modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka
pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.47
4. Batalnya Akad Mudlarabah
Akad mudlarabah dinyatakan batal (berakhir) apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:
a. Masing-masing pihak menyatakan, bahwa akad itu batal atau pekerja
dilarang bertindak untuk menjalankan modal yang diberikan, atau
pemilik modal menarik kembali modalnya.
b. Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Menurut jumhur ulama,
jika pemilik modal meninggal dunia, maka akad tersebut batal, karena
akad mudlarabah sama dengan akad wakalah (perwakilan) yang dapat
gugur disebabkan wafat orang yang mewakilkan. Di samping itu,
menurut jumhur ulama, bahwa akad mudlarabah tidak dapat
diwariskan. Namun demikian, menurut ulama madzhab Maliki, bahwa
jika salah seorang yang berakad meninggal dunia, maka akadnya tidak
batal dan dilanjutkan oleh ahli warisnya, karena menurut mereka akad
mudlarabah dapat diwariskan. Pada umumnya dalam masyarakat pada
saat ini, pendapat madzhab Maliki dipergunakan orang.
c. Salah seorang yang berakad gila, sehingga orang gila tidak dapat
bertindak atas nama hukum.
47 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait
(BAMUI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 32-33.
-
39
d. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam). Menurut Abu
Hanifah, akad mudlarabah menjadi batal, karena kemurtadan itu.
Berdasarkan pendapat ini, maka tidak dibenarkan melakukan akad
mudlarabah dengan orang non muslim
e. Modal telah habis terlebih dahulu, sebelum dikelola oleh pekerja
(pelaksana). Umpamanya setelah dibuat perjanjian akad, modal tidak
diserahkan, apakah karena dibelanjakan, dicuri orang atau disebabkan
hal-hal lain.48
48 M. Ali Hasan, op. cit., hlm. 176-177.