bab ii tinjauan teori dan studi pustaka a. tinjauan …eprints.umm.ac.id/46793/3/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengkaji tentang pengaruh tekanan stakeholder dan
corporate governance terhadap sustainability report menunjukan hasil yang
berbeda-beda, baik dari perbedaan hasil maupun variabel dari peneliti satu dan
peneliti lainnya. Berikut tabel ringkasan yang menunjukan penelitian terhadap
sustainability report dari para peneliti sebelumnya.
Tabel 2.1
Ringkasa Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti
Judul Metode
Analisis
Variabel Hasil
Belen
Fernandez-
Feijoo, Silvia
Romero dan
Silvia Ruiz
(2012)
Effect of
Stakeholders’
Pressure on
Transparency
of
Sustainability
Reports within
the GRI
Framework
Analisis
regresi
linier
berganda
VI: Tekanan
Stakeholder
diproksikan
dengan:
industri sensitif
lingkungan,
industri dekat
konsumen,
industri
berorientasi
investor dan
industri
berorientasi
pekerja
Industri sensitif
lingkungan
berpengaruh
paling rendah
dalam
pengungkapan
transparansi di
pelaporan CSR.
industri dekat
konsumen
berpengaruh
terhadap
transparansi
pelaporan CSR.
Industri
berorientasi
investor dan
industri
berorientasi
pekerja
berpengaruh
paling tinggi
dalam
mengungkapkan
transparansi di
pelaporan CSR
9
Abdul Aziz
(2014)
Analisis
Pengaruh Good
Corporate
Governance
(GCG)
terhadap
Kualitas
Pengungkapan
Sustainability
Report
Regresi
linier
berganda
VI: Good
Corporate
Governance
yang
diproksikan
dengan:
Kepemilikan
manajerial,
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
ukuran komite
audit,
kepemilikan
saham
institusional dan
kepemilikan
saham
terkonsentrasi.
VK;
Ukuran
perusahaan
(size)
Faktor
kepemilikan
saham
manajerial
berpengaruh
positif terhadap
kualitas
pengungkapan
sustainability
report.
Dewan
komisaris,
komisaris
independen,
ukuran komite
audit,
kepemilikan
saham
institusional dan
kepemilikan
saham
terkonsentrasi
berpengaruh
tidak signifikan
terhadap kualitas
pengungkapan
sustainability
report.
Ukuran
perusahaan
(size)
berpengaruh
tidak signifikan
terhadap kualitas
pengungkapan
sustainability
report.
Astrid
Rudyanto
dan Sylvia
Veronica
Siregar
(2018)
The Effect of
Stakeholder
Pressure and
Corporate
Governance on
the Quality of
Sustainability
Report
Analisis
regresi
berganda
VI: Tekanan
Stakeholder
diproksikan
dengan:
industri sensitif
lingkungan,
industri dekat
konsumen,
industri
berorientasi
investor, industri
berorientasi
pekerja
Industri sensitif
lingkungan
berpengaruh
paling tinggi
dalam kualitas
laporan
keberlanjutan.
industri dekat
konsumen
berpengaruh
dalam kualitas
laporan
keberlanjutan.
10
Corporate
Governance
diproksikan
dengan:
Efektivitas
dewan komisaris
dan kepemilikan
keluarga
VK: Leverage,
Ukuran
Perusahaan dan
Profitabilitas
industri
berorientasi
pekerja
berpengaruh
negatif terhadap
kualitas laporan
keberlanjutan.
industri
berorientasi
investor tidak
berpengaruh
terhadap kualitas
laporan
keberlanjutan.
Efektivitas
dewan komisaris
berpengaruh
positif terhadap
kualitas laporan
keberlanjutan.
Kepemilikan
keluarga
berpengaruh
negatif terhadap
kualitas laporan
keberlanjutan.
Leverage
berpengaruh
negatif, ukuran
perusahaan
berpengaruh
positif dan
profitabilitas
berpengaruh
terhadap kualitas
laporan
keberlanjutan.
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Stakeholders
Freeman et al. (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa suatu bisnis
memiliki pemangku kepentingan, teori stakeholder dilihat sebagai teori tentang
bagaimana sebenarnya bisnis dapat bekerja. Munculnya globalisasi, dominasi
11
teknologi informasi, kepemilikan industri, menjadikan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya keterlibatan dalam bisnis dan usaha.
Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan selain adanya struktur
dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder, perusahaan bukanlah badan yang beroperasi hanya
untuk kepentingan sendiri, tetapi tujuan perusahaan adalah memenuhi
kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder). Kelangsungan hidup
perusahaan dipengaruhi oleh para stakeholder, dan setiap perusahaan memiliki
stakeholder yang berbeda-beda (Fernandez-Feijoo et al., 2012). Teori
stakeholder merupakan konsep manajemen strategis yang nantinya dapat
membantu perusahaan atau badan usaha memperkuat hubungan dengan pihak
eksternal dan mengembangkan keunggulan kompetitif.
Dalam perkembangan stakeholder theory yang dikembangkan oleh
Freeman (1984) menilai adanya hubungan antara perusahaan dan kelompok
yang berbeda selain pemegang saham, bahwa para pemangku kepentingan
dapat atau hampir selalu mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan
perusahaan. Sutedi (2012: 39) teori stakeholder adalah ide tentang bagaimana
suatu bisnis benar-benar bekerja, untuk setiap bisnis yang akan sukses harus
menciptakan nilai bagi pelanggan, karyawan, masyarakat, dan pemilik modal.
Selanjutnya Carroll (1991) menyatakan bahwa adanya kaitan alami antara CSR
dan stakeholder perusahaan. Oleh karena itu erat kaitanya antara laporan
12
keberlanjutan dengan kekuatan atau komitmen dari stakeholder dalam suatu
industri (Hamudiana dan Achmad, 2017).
2. Sustainability Report
Sustainability report atau laporan keberlanjutan merupakan praktik
pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi
untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (Aziz, 2014). Sustainability
report merupakan pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan yang bersifat
voluntary, karena sifatnya voluntary maka tidak semua perusahaan mau
melaporkan laporan keberlanjutannya. Sustainability report merupakan
sumbangasih perusahaan kepada masyarakat yang dilihat dari tiga aspek yaitu
ekonomi, sosial dan lingkungan yang menggambarkan kepedulian perusahaan
terhadap masyarakat mengenai aspek-aspek yang dilaporkannya dan sekaligus
menjembatani kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam
rangka pengambilan keputusan (Hasanah et al., 2015).
Saat ini organisasi yang masih aktif mengeluarkan pedoman atau standar
terkait kerangka kerja laporan keberlanjutan adalah Global Reporting Initiative
(GRI). Sustainability report mempunyai standar pengungkapan yang
mencerminkan keseluruhan aktivitas sosial perusahaan dengan adanya
sustainability report ini kinerja suatu perusahaan dapat dinilai langsung oleh
pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media masa, serta para
investor maupun kreditor. Dalam standar GRI-standards 2016 terdapat dua
jenis pengungkapan standar, yaitu pengungkapan umum dan pengungkapan
khusus. Pengungkapan umum memuat mengenai strategi dan analisis
13
perusahaan, profil perusahaan, identifikasi aspek material bagi perusahaan,
hubungan dengan pemangku kepentingan, profil laporan, dan tata kelola
perusahaan. Sedangkan pengungkapan khusus mencakup pengungkapan
mengenai kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja sosial. Dimana saat
ini digunakan standar GRI-standards yang terbagi dalam tiga indikator yaitu
sosial, lingkungan dan ekonomi dengan total indikator sebanyak 77 item
dimana 13 untuk kategori ekonomi, 30 kategori lingkungan dan 34 kategori
sosial (GRI, 2016). Kualitas sustainability report dalam penelitian ini diukur
dengan strandar GRI-standards yaitu standar terbaru atas kelengkapan laporan
keberlanjutan yang dipublish oleh perusahaan, semakin lengkap informasi
yang diungkapkan oleh perusahaan menjadikan laporan keberlanjutan dinilai
lebih berkualitas. Suatu pengungkapan dikatakan berkualitas apabila
stakeholder telah dapat menerima manfaat dari pengungkapan tersebut, serta
suatu laporan dapat dikatakan berkualitas apabila dapat memudahkan para
pemangku kepentingan dalam memahami laporan sustainability report yang
nantinya untuk pengambilan keputusan jangka panjang yang berkelanjutan.
3. Tekanan Stakeholder
Stakeholder atau pemangku kepentingan merupakan individu, organisasi
atau kelompok yang berada diluar (pihak eksternal) perusahaan. Dalam
stakeholder theory, adanya hubungan antara perusahaan dengan kelompok
yang berbeda selain pemegang saham. Stakeholder merupakan bagian
terpenting dalam suatu bisnis, tanpa adanya stakeholder maka suatu
perusahaan tidak dapat mengoperasikan kegiatan usahannya.
14
Karena pelaporan keberlanjutan yang sifatnya sukarela, maka tidak
semua perusahaan melaporkan laporan keberlanjutannya. Oleh sebab itu, dapat
diperkirakan bahwa adanya faktor-faktor yang mendorong suatu perusahaan
sehingga mempublikasikan laporan keberlanjutannya atau sustainability report
dalam hal ini faktor yang dimaksud adalah tekanan dari para pemangku
kepentingan atau stakeholder (Hamudiana dan Achmad, 2017).
Stakeholder dalam penelitian ini diukur menggunakan stakeholder utama
(primary stakeholder) yang terdiri atas Industri Sensitif Lingkungan
(Environmentally Sensitive Industry/ESI), Industri Dekat Konsumen
(Consumer-Proximity Industri/CPI), Industri Berorientasi Investor (Investor-
Oriented Industry/IOI) dan Industri Berorientasi Pekerja (Employee-Oriented
Industry/EOI). Industri sensitif lingkungan ditujukan untuk perusahaan-
perusahaan yang berpotensi mempunyai dampak yang besar terhadap
lingkungan, industri dekat konsumen ditujukan untuk perusahaan-perusahaan
yang produk dan jasanya dapat langsung dirasakan konsumen. Pengukuran
industri berorientasi lingkungan dan industri dekat konsumen berdasarkan
penelitian yang dikembangkan Fernandez-Feijoo et al. (2012), industri
berorientasi investor dilihat dari konsentrasi struktur kepemilikan yang diukur
dengan perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan induk
dengan jumlah saham keseluruhan berdasarkan pengukuran yang dilakukan
Thomsen et al. (2006) dan Rudyanto dan Siregar (2018), dan industri
berorientasi pekerja/karyawan berdasarkan aspek kategori sosial yang
15
diungkapkan dalam laporan keberlanjutan perusahaan yang terdiri dari 17
indikator mengenai karyawan/pekerja.
4. Corporate Governance
Corporate Governance adalah suatu sistem, proses, seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholder) demi tercapainya tujuan organisasi (IAI, 2015). Good Corporate
Governance merupakan suatu proses atau sistem yang tujuannya untuk
meningkatkan nilai dan keberlangsungan hidup jangka panjang perusahaan
dengan tetap memperhatikan seluruh kepentingan stakeholder. Setiap
perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan diseluruh jajaran perusahaan. Asas GCG menurut KNKG (2006)
yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas independensi serta kewajaran
dan kesetaraan yang diperlukan demi mencapai kesinambungan usaha atau
keberlajutan perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan
(stakeholder).
Adapun struktur corporate governance dalam penelitian ini dapat
diproksikan dengan frekuensi jumlah rapat dewan direksi, dewan komisaris
dan komite audit, proporsi komisaris independen dan kepemilikan saham
manajerial. Penjelasan mengenai proksi yaitu sebagai berikut:
a. Dewan Direksi
16
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas urusan perseroan untuk kepentingan perseroan itu sendiri
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Masing-masing dari anggota
Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai
dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Dewan direksi dapat
mempengaruhi keefektifan pengawasan. Kinerja dewan yang baik akan
mampu mewujudkan Good Corporate Governance bagi perusahaan.
Dalam pelaksanaannya Good Corporate Governance sangat bergantung
pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang dipercaya sebagai pihak yang
dapat mengurus perusahaan. Dewan direksi bertanggung jawab secara
penuh dalam pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi frekuensi kehadiran
rapat anggota dewan direksi maka semakin tinggi koordinasi dan
komunikasi yang dilakukan antar anggota dan dapat mempermudah
penerapan praktik Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan.
Perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance akan
dipandang bahwa perusahaan tersebut berupaya menyampaikan seluruh
informasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk
laporan keberlanjutannya.
b. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberikan nasihat kepada Direksi. Dewan komisaris sebagai organ
perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk
17
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa perusahaan telah malakukan GCG. Dewan komisaris
bertugas untuk memonitoring dan mengontrol manajemen operasional
perusahaan tetapi tidak diperkenankan ikut serta dalam pengambilan
keputusan operasional perusahaan. Semakin sering dewan komisaris
menghadiri rapat atau pertemuan yang dilaksanakan anggota dewan
komisaris maka semakin tinggi koordinasi dan pengkomunikasian yang
dilakukan maka semakin terwujudnya praktik Good Corporate
Governance dalam perusahaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap
pelaporan dan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.
c. Komisaris Independen
Dengan adanya Dewan komisaris saja tidak dapat menjamin bahwa
akan terlaksananya prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Maka
dari itu dibutuhkan organ tambahan, seperti komisaris independen.
Adanya komisaris independen telah diatur dalam peraturan BAPEPAM
No: KEP-315/BEJ/06-2000 yang kemudian disempurnakan oleh
keputusan No: KEP-315/BEJ/07-2001 yang menyatakan bahwa setiap
perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk
mewujudkan tata kelola yang baik (good corporate governance).
Komisaris independen tidak hanya melindungi hak mayoritas, akan tetapi
membantu melindungi kepentingan hak minoritas yang memiliki
kepentingan dengan perusahaan, yang mana dalam hal pelaporan tanggung
jawab sosial perusahaan.
18
d. Komite Audit
Perseroan publik membentuk komite audit sebagai bentuk kepatuhan
terhadap Peraturan Bapepam-LK No. AX.I.5 selain itu sesuai dengan
keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004 jo No. Kep-
643/BL/2012 tentang Komite Audit dan keputusan Direksi Bursa Efek
Jakarta No. Kep-305/BEJ/07-2004. Komite audit merupakan salah satu
dewan pengawas dari sistem corporate governance. Komite audit
memiliki peran yang penting dalam mengkoordinasikan anggotanya dalam
hal pengawasan, pengendalian internal dan pelaksanaan Good Corporate
Governance perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review
sistem pengendalian internal perusahaan, memastikan kualitas laporan,
dan meningkatkan efektivitas fungsi audit (IAI, 2015). Komite audit
dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan keuangan
dan informasi lainnya sesuai dengan prinsip-prinsi GCG. Semakin sering
komite audit menghadiri rapat maka koordinasi antar komite semakin baik
sehingga dapat melaksanakan pengawasan terhadap manajemen dengan
lebih efektif dan diharapkan sehingga nantinya dapat mendukung
peningkatan kualitas laporan bekelanjutan yang dilakukan perusahaan.
e. Kepemilikan Saham Manajerial
Di perusahaan tertentu untuk meningkatkan kinerja manajer dengan
mulai menerapkan kepemilikan saham perusahaan. Dalam mekanisme
GCG, pembentukan kepemilikan saham manajerial merupakan suatu
19
upaya untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan
pemilik, diperlukan upaya untuk menjamin perlindungan terhadap
kelompok pemegang saham non-pengendali dan asing dari tindakan
maupun keputusan manajemen atau kelompok pemegang saham
pengendali yang tidak adil dan tidak setara (IAI, 2015). Oleh sebab itu
maka diberlakukannya prinsip perlakuan setara antara manajemen dan
pemegang saham. Dalam kebijakan ini memberi peluang kepada manajer
untuk terlibat dalam kepemilikan saham yang nantinya secara tidak
langsung diharapkan dapat memotivasi para manajer untuk meningkatkan
kinerjanya.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Tekanan Stakeholder terhadap Kualitas Sustainability Report.
Stakeholder merupakan bagian penting dari perusahaan, suatu perusahaan
tidak dapat beroperasi tanpa adanya stakeholder. Kelangsungan hidup
perusahaan sangat dipengaruhi oleh para pemangku kepentingan. Faktor-faktor
yang diperkirakan bahwa suatu perusahaan melaporkan laporan
keberlanjutannya yaitu akibat dari adanya tekanan dari stakeholder.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Fernandez-Feijoo et al. (2012),
Hamudiana dan Achmad (2017) dan Rudyanto dan Siregar (2018) diproksikan
dengan empat indikator berdasarkan primary stakeholder yaitu Industri
Sensitif Lingkungan (Environmentally Sensitive Industry/ESI), Industri Dekat
Konsumen (Consumer-Proximity Industry/CPI), Industri Berorientasi Investor
20
(Investor-Oriented Industry/IOI) dan Industri Berorientasi Pekerja/Karyawan
(Employee-Oriented Industry/EOI.
Fernandez-Feijoo et al. (2012) menyatakan bahwa industri berorientasi
investor dan pekerja berpengaruh paling tinggi dan industri sensitif lingkungan
berpengaruh paling rendah terhadap transparansi dan pengungkapan
sustainability report. Sejalan dengan hasil penelitian lainnya, bahwa industri
berorientasi investor dan pekerja/karyawan berpengaruh paling tinggi terhadap
transparansi sustainability report. Perusahaan dengan tekanan dari lingkungan
yang tinggi mendorong perusahaan untuk melaporkan laporan
keberlanjutannya secara lebih transparan. Tekanan dari karyawan yang tinggi
membuat perusahaan menghasilkan laporan keberlanjutannya yang lebih
transparan, semakin banyaknya jumlah pekerja/karyawan maka semakin
banyak jumlah pekerja maka semakin tinggi pula tingkat transparansi yang
mereka minta. Sama halnya dengan perusahaan yang memiliki tekanan
investor tinggi akan menghasilkan tingkat transparansi laporan keberlanjutan
yang tinggi pula karena mengindikasi adanya tekanan dari pasar modal untuk
menaikan tingkat kepercayaan dari para investor dengan cara meningkatkan
level transparansi pelaporan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rudyanto dan Siregar (2018) hasil
penelitiannya bertolak belakang dengan penelitian Fernandez-Feijoo et al.
(2012) bahwa industri berorientasi investor berpengaruh tidak signifikan
terhadap kualitas sustainability report dan industri berorientasi pekerja
berpengaruh negatif terhadap kualitas sustainability report. Namun,
21
mendukung penelitian Hamudiana dan Achmad (2017) bahwa industri sensitif
lingkungan berpengaruh tinggi terhadap kualitas sustainability report.
Kemudian, Kurniawan et al. (2018) menyatakan bahwa aspek kategori sosial
yang terdiri dari pekerja dan masyarakat tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengngkapan sustainability report. Dengan demikian dapat ditarik hipotesis:
H1 = Tekanan Stakeholder berpengaruh terhadap Kualitas Sustainability Report
2. Pengaruh Corporate Governance terhadap Kualitas Sustainability Report.
Corporate governance adalah suatu sistem, proses dan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholder) demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate governance
merupakan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan untuk menentukan
kebijakan yang digunakan dalam meningkatkan keberhasilan usaha serta
akuntabilitas perseroan sesuai dengan prinsip GCG. Dengan diterapkannya
Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan, maka perusahaan
tersebut dinilai telah berupaya menyampaikan seluruh informasi kepada para
pemangku kepentingan termasuk laporan keberlanjutannya (sustainability
report). Dalam penelitian ini corporate governance diproksikan dengan
menggunakan jumlah rapat atau pertemuan dewan direksi, jumlah rapat atau
pertemuan dewan komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah rapat atau
pertemuan komite audit dan ada tidaknya kepemilikan saham manajerial yang
diungkapkan.
22
Dewan direksi dalam corporate governance merupakan organ yang
memiliki tanggung jawab penuh atas pengelolaan perusahaan sedangkan
dewan komisaris melakukan pengawasan yaitu memonitoring dan mengontrol
manajemen operasioanal perusahaan serta memberi nasihat kepada Direksi.
Adanya komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral karena
komisaris independen tidak dipengaruhi oleh manajemen dan cenderung untuk
mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas sesuai
prinsip GCG kepada para pemangku kepentingan (stakeholder). Oleh karena
itu semakin besar proporsi komisaris independen maka akan semakin
mendorong pengungkapan informasi laporan keberlanjutan yang berkualitas.
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk membantu dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja
Direksi dan Tim Manajemen sesuai dengan prinsip GCG. Penelitian yang
dilakukan oleh Siregar (2017) menunjukan bahwa ukuran komite audit
berpengaruh positif dan sinifikan terhadap pengungkapan corporate social
responsibility bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Leksono
dan Butar (2018) menunjukan bahwa frekuensi pertemuan komite audit
berpengaruh negatif terhadap pengungkapan corporate social responsibility.
Semakin besar jumlah komite audit maka semakin luas pengungkapan CSR
yang dilakukan perusahaan.
Kepemilikan saham manajerial dibentuk agar dapat mengurangi konflik
antara manajemen dan pemilik, dengan adanya prinsip yang memberlakukan
bahwa adanya kesetaraan antara manajer dan pemegang saham dilakukan agar
23
manajemen ikut serta secara aktif dalam pengambilan keputusan sekaligus
memotivasi manajer untuk meningkatkan kinerjanya. Penelitian yang
dilakukan Aziz (2014) menunjukan bahwa kepemilikan saham manajerial
berpengaruh positif terhadap kualitas pengungkapan sustainability report
bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama et al. (2017)
yang menunjukan bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif
terhadap corporate social responsibility. Semakin tinggi proporsi kepemilikan
saham manajerial maka semakin tinggi kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan dan sosial.
Dengan demikian dapat ditarik hipotesis:
H2 = Corporate Governance berpengaruh terhadap Kualitas Sustainability
Report
D. Kerangka Pikir
Tekanan Stakeholder
(X1)
Corporate
Governance
(X2)
Kualitas
Sustainability Report
(Y)
H1
H2
Gambar 2.1 Model Penelitian