bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Konsep prokrastinasi
2.1.1 Pengertian Prokrastinasi
Istilah prokrastinasi (procrastination dalam Bahasa Inggris) berakar pada
dua kata (adverb) Bahasa Latin, yaitu kata pro dan crastinus. Istilah pro berarti
“gerakan ke depan” (forward motion). Istilah crastinus memuat arti menjadi milik
esok hari” (belonging to tomorrow), atau jika di gabungkan menjadi menangguhkan
atau menunda sampai hari berikutnya (Huda, 2015 : 426). Prokrastinasi berarti
kebiasaan, disengaja dan penundaan di awal untuk menyelesaikan tugas-tugas,
yang mencegah orang untuk mencapai tujuan mereka. Kebanyakan orang
menunda-nunda kadang-kadang, tetapi beberapa orang cenderung kronis untuk
menunda tugas-tugas mereka, yang akhirnya dapat menyebabkan masalah berat.
Penundaan akademik jangka pendek dapat disertai dengan kesenangan, tetapi
jika dalam jangka panjang dapat menyebabkan hasil-hasil negative seperti
kecemasan, stress dan depresi. Dari beberapa studi telah menunjukkan bahwa
penundaan berjalan bersamaan dengan kurangnya motivasi diri dan ditentukan
dari dalam diri untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Penundaan juga
berkolerasi positif dan nyata dengan tes kecemasan, akibatnya penundaan
akademik ini cenderung mengganggu prestasi akademik (Mortazafi et al, 2015 :
1).
12
Steel (2010 : 2) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu penundaan
sukarela yang dilakukan oleh individu terhadap tugas/pekerjaannya meskipun ia
tahu bahwa hal ini akan berdampak buruk pada masa depan. Orang yang
melakukan disebut prokrastinator. Seorang prokrastinator tidak bermaksud
menghindari tugas yang dihadapi tetapi hanya menunda untuk mengerjakannya.
Prokrastinaor sebenarnya sadar bahwa dirinya menghadapi tugas-tugas yang
penting dan bermanfaat bagi dirinya (sebagai tugas primer) akan tetapi dengan
sengaja menunda-nunda secara berulang-ulang (kompulsif), sehingga muncul
perasaan tidak nyaman, cemas, dan merasa bersalah dalam dirinya, dan akhirnya
menimbulkan hal buruk. Gejala prokrastinasi dapat muncul dari berbagai
kalangan, mulai dari pekerja hingga pelajar. Gejala prokrastinasi yang muncul di
kalangan akademisi inilah yang kemudian dikenal sebagai prokrastinasi akademis
termasuk didalamnya mahasiswa. Menurut Firouzeh dan Jalil (2011 : 2987),
prokrastinasi adalah titik lemah dari kepribadian seseorang dan mengarahkan
kepada rendahnya kepercayaan diri.
2.1.2 Bentuk-bentuk prokrastinasi
Menurut Ramdhayani, (2012 : 121-122) membagi prokrastinasi menjadi
dua bagian, yaitu :
1. Functional procrastination, yaitu penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan
untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat.
13
2. Disfunctional procrastination, yaitu penundaan yang tidak bertujuan, berakibat
jelek. Dari disfunctional procrationation dibagi menjadi 2 bentuk prokrastinasi
berdasarkan tujuan individu melakukan prokrastinasi, yaitu :
a. Decisional procrastination adalah salah satu penundaan dalam mengambil
keputusan. Bentuk prokrastinasi ini merupakan sebuah anteseden
kognitif dalam menunda untuk memulai melakukan suatu pekerjaan
dalam menghadapi situasi yang bisa menimbulkan stress. Jenis
prokrastinasi ini terjadi akibat kegagalan dalam mengerjakan tugas, yang
kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu, sehingga akhirnya
individu menunda memutuskan masalah. Decisional procrastination
berhubungan dengan kelupaan, kegagalan proses kognitif, akan tetapi
tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.
b. Avoidance procrastination atau Behavioral procrastination adalah suatu
penundaan dalam perilaku yang terlihat. Penundaan dilakukan sebagai
suatu cara untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan
sulit untuk dilakukan. Avoidance procrastination berhubungan dengan tipe
self presentation, keinginan untuk menjauhkan diri dari tugas yang
menantang dan impulsiveness.
2.1.3 Indikator Prokrastinasi Akademik
Menurut Tatan (2012 : 865 ) Indikator prokrastinasi akademik adalah sebagai
berikut :
1. Penundaan untuk memulai pelaksanaan tugas-tugas akademik yang dihadapi.
14
2. Kelambanan dan keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik. Orang
yang melakukan prokrastinasi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama
daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan tugas.
3. Ketidaksesuaian antara rencana dengan performansi actual. Seorang
procrastinator biasanya mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan batas waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.
4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada melakukan tugas
yang harus dikerjakan.
2.1.4 Faktor-faktor penyebab Prokrastinasi
Menurut Ramdhayani (2012 :122-123) faktor penyebab prokrastinasi
akademik dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Faktor internal, adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor
yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor internal meliputi kondisi fisik dan
kondisi psikologis, jenis Ras(suku)/keturunan, jenis kelamin, usia, yaitu :
a) Kondisi kodrati : terdiri dari jenis kelamin anak, umur,
ras(suku)/keturunan, dan urutan kelahiran. Anak sulung cenderung lebih
diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi orang tua belum
berpengalaman. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih
usianya cukup jauh dari kakanya.
1. Jenis kelamin : perbedaan perilaku jenis kelamin antara lain dari cara
berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas
pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan karena faktor hormonal,
15
struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali
berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan laki-laki cenderung
berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
2. Usia : dalam usia manusia biasanya mengalami fase perkembangan
yang secara umum dibagi menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu : 1) bayi, 2)
anak-anak, 3) remaja, 4) dewasa, dan 5) lansia. Setiap fase tahapan
perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring
dengan kegiatan belajar. Tugas fase yang muncul dalam setiap
perkembangan, merupakan keharusan universal dan idealnya berlaku
secara otomatis, seperti kegiatan belajar terampil melakukan sesuatu
pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia
normal.
3. Jenis Ras(Suku)/Keturunan : setiap ras yang ada di dunia
memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini
berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri
perilaku ras Negroid misalnya bertempramen keras, tahan menderita,
menonjol dalam kegiatan olah raga. Ras Mongoloid mempunyai ciri
ramah, sennag bergotong royong, agak tertutup atau pemalu.
Demikian pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda
pula.
16
b) Kondisi fisik individu : berupa keadaan fisik dan kondisi kesehatan
individu misalnya fatigue (keletihan). Seseorang yang mengalami fatigue
akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan
prokrastinasi dari pada yang tidak.
c) Kondisi psikologis individu : trait kepribadian individu yang turut
mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait
kemampuan social yang tercermin dalam self regulation dan tingkat
kecemasan dalam berhubungan social.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar individu yang
mempengaruhi prokrastinasi dalam diri seseorang yaitu gaya pengasuhan
orang tua, lingkungan, dan pendidikan (sekolah). Faktor-faktor lain berupa :
a) Gaya pengasuhan orang tua. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferrari
dan Ollivete (dalam Ramdhayani, 2012), mengemukakan bahwa tingkat
pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan
perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak wanita ibu
yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination
menghasilkan anak wanita yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan avoidance procrastination pula.
b) Kondisi lingkungan : lingkungan yang laten prokrastinasi akademik lebih
banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan
daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Tingkat atau level sekolah,
juga apakah sekolah terletak didesa ataupun dikota tidak mempengaruhi
prilaku prokrastinasi seseorang.
17
c) Pendidikan/asal sekolah (SMA, SMK, MA). Inti dari kegiatan pendidikan
adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah
seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang termasuk melakukan
prokrastinasi.
Sedangkan menurut Catrunada & Puspititawati ( dalam Tatan, 2012 :
866) Faktor-faktor penyebab prokrastinasi, yaitu :
1. Anxiety : dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan pada akhirnya
menjadi kekuatan magnetic yang berlawanan dimana tugas-tugas yang
diharapkan dapat diselesaikan, tetapi karena berinteraksi dengan
kecemasan yang tinggi sehingga seseorang cenderung menunda tugas
tersebut.
2. Self-Depreciation : dapat diartikan sebagai pencelaan terhadap diri sendiri.
Seseorang memiliki penghargaan yang rendah atas dirinya sendiri dan
selalu siap untuk menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kesalahan dan
juga merasa tidak percaya diri untuk mendapat masa depan yang cerah.
3. Low Discomfort Tolerance : dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi
terhadap ketidak nyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan
membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentoleransi rasa frustasi
dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-
tugas yang mengurangi ketidaknyamanan dalam diri.
4. Pleasure-seeking : dapat diartikan sebagai pencari kesenangan. Seseorang
yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan situasi yang
18
membuat nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi
dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki
hasrat kuat untuk bersenang-senang dan memiliki kontrol impuls yang
rendah
5. Time Disorganization : dapat diartikan sebagai tidak teraturnya waktu.
Mengatur waktu berarti bias memperkirakan dengan baik berapa lama
seseorang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Aspek lain dari lemahnya pengaturan waktu adalah sulitnya seseorang
memutuskan pekerjaan apa yang penting dan kurang penting untuk
dikerjakan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga
muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih
dahulu.
6. Environmental Disorganisation : dapat diartikan sebagai tidak teraturnya
lingkungan. Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa
lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teraturnya waktu dengan
baik, hal itu terjadi kemungkinan bahwa karena kesalahan individu
tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari
orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan
alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya
begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan
seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bias
selesai tepat waktu .
19
7. Poor Task Approach : dapat diartikan sebagai pendekatan yang lemah
terhadap tugas. Jika akhirnya seseorang merasa siap untuk bekerja,
kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan tersebut karena
tidak tahu darimana harus memulai sehingga cenderung menjadi tertahan
oleh ketidaktahuan tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
8. Lack of Assertion : dapat diartikan sebagai kurangnya komitmen untuk
segera menyelesaikan tugas. Contohnya, seseorang yang mengalami
kesulitan untuk berkata tidak terhadap permintaan yang ditunjukkan
kepadanya sedangkan banyak hal yang harus dikerjakan karena telah
dijadwalkan terlebih dahulu. Hal ini bisa terjadi karena mereka kurangnya
memberikan komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.
9. Ostility with other : dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain.
Kemarahan yang terus menerus bias menimbulkan dendam dan sikap
bermusuhan sehingga bisa menuju sikap menolak atau menentang apapun
yang dikatakan oleh orang tersebut.
10. Stress and fatigue : dapat diartikan sebagai perasaan tertekan dan kelelahan.
Stress adalah hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negative dalam hidup
yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah
pada diri individu. Semakin banyak tuntutan dan semakin lemah sikap
seseorang dalam memecahkan masalah, dan gaya hidup yang kurang baik.
20
2.1.5 Dampak Prokrastinasi
Menurut Burka & Yuen (2008 :165), prokrastinasi mengganggu dalam 2 (dua)
hal :
a. Prokrastinasi menciptakan masalah eksternal, seperti menunda mengerjakan
tugas membuat kita tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik dan mendapat
peringatan dari guru.
b. Prokrastinasi menimbulkan masalah internal, seperti merasa bersalah atau
menyesal.
Menurut Mancini (dalam Mela Rahmawati, 2011 :24), juga membagi
dampak dari prokrastinasi menjadi dampak internal dan eksternal.
a. Dampak internal, beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri
procrastinator. Saat procrastinator tendensi tertentu akan suatu hal, tendensi
tersebut tertanam dalam diri procrastinator. Contohnya, procrastinator
memiliki perasaan takut gagal, dan procrastinator melakukan prokrastinasi
besar-besaran akan suatu hal, maka procrastinator akan selalu melakukan
penundaan dalam tugas dimana procrastinator merasa gagal.
b. Dampak eksternal, jika seseorang tidak melakukan prokrastinasi lingkungan
dapat membuat seseorang tersebut melakukannya. Tugas yang kurang
menyenangkan atau berlebihan, juga tugas yang kurang jelas, dapat membuat
siapa saja ingin menunda. Menurut Milgran (dalam Mela Rahmawati, 2011
:250, berpendapat bahwa ;
21
1) Seseorang yang mengalami fatigue akan memiliki kecenderungan yang lebih
tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak mengalami fatigue.
2) Trait kepribadian individu mempengaruhi munculnya perilaku penundaan,
misalnya trait kemampuan social yang tercermin dalam self-regulation dan
kecemasan dalam berhubungan social.jadi selain faktor selain karena faktor
dalam diri yang merasa tugas-tugas yang diberikan sangat sulit, faktor dari
luar juga dapat berpengaruh yaitu hubungan social.
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa dampak
prokrastinasi akademik pada mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu dampak
internal dan eksternal. Dampak internal seperti merasa bersalah atau
menyesal. Sedangkan, dampak eksternal seperti menunda mengerjakan tugas
terus menerus dapat membuat kita tidak dapat mengerjakan tugas dengan
baik dan akhirnya akan berdampak pada prestasi belajar yang menurun atau
bahkan dampak besarnya bisa menyebabkan studi menjadi terhambat.
2.2 Konsep Organisasi Kemahasiswaan
2.2.1 Pengertian Mahasiswa
Menurut buku Panduan Akademik UMM (Universitas Muhammadiyah
Malang) 2013/2014, Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan
sedang belajar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sedangkan
menurut (Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015) seseorang yang belajar atau
menimba ilmu di perguruan tinggi, baik di universitas, intitut atau di
akademik. Mereka yang terdaftar sebagai murid diperguruan tinggi dapat
22
disebut sebagai mahasiswa. Mahasiswa pada umumnya berusia sekitas 18-25
tahun. Menurut Slavin dalam ( Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015 : 43) individu
berada pada fase kemampuan berfikir formal operasional. Pada usia ini
individu telah mampu mengenali potensinya, dapat berfikir abstrak, mampu
menyelesaikan masalah, dapat berfikir yang seharusnya difikirkannya.
2.2.2 Pengertian Organisasi Kemahasiswaan
Menurut buku Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Mahasiswa
(2015), Organisasi adalah hasil pengorganisasian. Pengorganisasian berarti
penyusunan tugas dan tanggung jawab. Mengorganisasikan mempunyai
pengertian menyusun bagian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan,
sehingga dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan dalam mencapai
tujuan. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai usaha menciptakan struktur
dengan bagian-bagian yang terintegrasi sehinggga mempunyai hubungan
yang saling mempengaruhi, dengan demikian mengorganisasi dapat diartikan
menghimpun beberapa orang untuk bersama-sama melakukan pekerjaan
guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, serta memberikan batasan,
bahwa organisasi berarti mengalokasikan seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang relatif serta
tanggung jawab masing-masing individu yang bertanggung jawab untuk
setiap komponen kerja dan menyediakan lingkungan kerja yang tetap dan
sesuai. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun organisasi, yaitu :
1) Pekerjaan : bagaimana mengelompokkannnya;
23
2) Manusia : bagaimana memberi tugas yang sesuai;
3) Hubungan-hubungan : bagaimana mengatur wewenang dan tanggung
jawab kerja yang baik dan;
4) Lingkungan kerja : bagaimana mengadakan dan mengatur fasilitas kerja
yang diperlukan.
Tiga unsur organisasi yang dapat disimpulkan dari pengertian diatas ialah :
a) Kelompok orang
b) Kerja sama
c) Tujuan bersama.
Keorganisasian dapat dimaknai hal-hal yang berkaitan dengan organisasi
itu sendiri. Apabila ini dikaitkan dengan organisasi Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), maka berarti apa dan bagaimana BEM dalam kaitannya
dengan komponen lain di UMM. Sebagai salah satu organisasi intra, BEM
tentu memiliki status dan kedudukan sebagaimana yang telah ditentukan.
2.2.3 Manfaat Organisasi Kemahasiswaan
Menurut Harahap (2013 : 16) manfaat organisasi khususnya organisasi
pada perguruan tinggi, yaitu :
1) Organisasi sebagai ladang ibadah.
Kita harus mempunyai dasar yang jelas dalam mengikuti
organisasi, bukan berarti kita berpikir pragmatis memikirkan suatu hal
yang ingin didapatkan dari organisasi, tapi ini menjadi suatu hal yang
24
penting untuk menentukan komitmen dan keberlangsungan anda di
organisasi. Para atlet lari akan selesai apabila atlet telah mencapai finish
dan garis finishlah tujuannya. Begitu juga dengan kita, masa organisasi
kita akan berakhir apabila tujuan kita sudah tercapai. Dan dengan
niatlah kita bias menentukan di mana garis finish kita.
Sebenarnya ada niat yang terpenting dari niat-niatan diatas, yaitu
niat kita berorganisasi ialah untuk ibadah kepada allah, untuk melakukan
pengabdian kepada tuhan. Ibadah itu melakukan sesuatu yang menuju
kebaikan. Jadi semua pekerjaan yang berujuang kepada kebaikan
dinamakan ibadah. Di manapun dan apa pun tipe organisasi kita, baik di
sekolah maupun di kampus, maka niatkan berorganisasi untuk
ibadah.lakukan gerak organisasi dengan kebaikan, integritas, kesabaran,
dan kerja keras tiada lain mengharap ridho Allah. Selanjutnya jalani
segala tantangan, masalah, dan konflik organisasi yang anda hadapi
dengan ikhlas.
2) Organisasi pembangunan karakter gratis
Karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam system
daya dorong yang melanda sikap dan perilaku yang bias ditampilkan
secara mantap. Karakter seseorang terlihat dari sikap seseorang apabila
dirudung kesedihan dan diberikan kesenangan secara seketika. Kita
semua bertanggung jawab untuk hal ini (karakter), terkhusus bagi para
pemuda. Kita para pemuda disiapkan untuk berdaya saing unggul,
pemuda disiapkan untuk menjadi agen perubahan (agent of change) ke
25
depan. Untuk hal itu semua pemuda dituntut untuk memiliki karakter
baik dan mempunyai kompetensi yang unggul. Kalau ingin lebih jelas
dan mengukur seberapa kerenkah karaktermu maka bergabunglah
dalam organisasi yang ada di kampus. Disana kamu dapat mempelajari
karaktermu yang sebenarnya, dan dapat mengetahui karakter orang-
orang disekelilingmu untuk menjadi pembanding, dan sebagai
pembelajaran karakter yang sangat ampuh.
3) Kaya dengan organisasi
Organisasi sebenarnya sudah memberikan kekayaan. Seperti kekayaan
teman, kaya hati, kaya kesenangan, dan kekayaan yang lain. Organisasi
itu tempatnya belajar, organisasi juga kita bias belajar menjadi orang
kaya. Karena 4P (penguasa, pengusaha, pencipta, professional) itu akan
kita rasakan semuanya di organisasi. Ketua divisi organisasi atau ketua
organisasi misalnya sudah dikatakan kaya karena kamu seorang
pemimpin. Kamu bekerja totalitas, patuh terhadap aturan, disiplin dan
jujur terhadap organisasi, ini sudah menjadikan diri kita professional.
Orang-orang yang berada dalam organisasi pasti memiliki jiwa
entrepreneur ini dan bukan tidak mungkin kita akan menjadi
entrepreneur nantinya. Dalam organisasi, kita sudah mendapatkan
profesi dan pola pikir yang biasa didapatkan oleh orang kaya, bukan
hanya profesinya kita dapatkan, tapi hasilnya juga kita dapatkan sesuai
dengan profesi kita nantinya.
4) Raih score IQ, EQ, dan SQ tinggi di organisasi
26
IQ (intelligence quotient) terletak pada fungsi otak yang disebut neocortex
yang berguna untuk melakuakn pemecahan secara logis untuk
mengambil sebuah keputusan. Orang yang ber IQ tinggi akan
memikirkan resiko secara detail apabila mengambil sebuah keputusan.
Mengetahui mental pada saat berfikir dan dalam pencarian penjelasan
dalam suatu kasus. EQ (Emotional Quotient) adalah kecerdasan emosi
atau kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain, mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain.
Seseorang yang mudah bersosialisasi maka dia akan mudah menjalani
keberhasilan dikarenakan inovasi dan kreativitas yang dia miliki.
Walaupun sekarang sudah banyak orang yang pintar dan cerdas dalam
pelajaran ilmu di bangku sekolahan, tetapi sosialisasinya juga baik,
semua itu karena organisasi.
2.2.4 Konflik Keorganisasian
Menurut Misrawati (2014 : 3) menunjukkan bahwa pada mahasiswa yang
aktif di organisasi kampus cenderung mengalami konflik antar peran (inter
role conflict). pada mahasiswa yang tidak bisa mengatasi konflik peran yang
dialaminya, ada kecenderungan untuk kurang bisa menjalankan perannya
diperkuliahan karena tidak bisa membagi waktu antara kuliah dan organisasi
sehingga akan mempengaruhi nilai akademik dan konsentrasi kuliahnya,
27
sedangkan pada mahasiswa yang mampu untuk mengatasi konflik peran
yang dialaminya, cenderung bisa menjalankan keduanya dengan baik.
Menurut Winardi (2011) konflik peranan (role konflik) terdapat enam
macam tipe konflik peranan, yang relative umum dijumpai pada berbagai
organisasi, salah satunya yaitu Konflik yang timbul karena beban kerja yang
berlebihan (in role conflict) yaitu dalam kondisi ini sang individu menghadapi
perintah-perintah dan ekspektasi-ekspektasi dari sejumlah sumber yang tidak
mungkin diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan dalam batas-
batas kualitas tertentu. Timbulah pertanyaan dalam dirinya “ apakah kiranya
kualitas akan dikorbankan demi pertimbangan waktu?”. Apakah tugas-tugas
tertentu dilaksanakan, sedangkan tugas lain diabaikan? Seandainya demikian,
halnya, tugas-tugas mana saja yang diprioritaskan? Dilemma macam ini
merupakan konstan dari tugas seorang organisasi.
2.2.5 Tata hubungan keorganisasian Lembaga Intra UMM
Lembaga kemahasiswaan, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Mahasiswa (2015) adalah
lembaga non struktural yang merupakan wadah pengembangan
implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi yang dibentuk dan dibina sesuai
dengan peraturan yang berlaku di UMM. Terkait dengan proses
pembentukan dan pembinaannya, terdapat lembaga kemahasiswaan yang
diatur langsung oleh Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM)
dan ada yang diatur sesuai Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga
28
yang bersangkutan. Lembaga kemahasiswaan yang pertama dikenal sebagai
lembaga intra da nada yang kedua dikenal sebagai organisasi otonom (ortom)
dari Persyarikatan Muhammadiyah. Perguruan Tinggi Muhammdiyah
mendapat tugas untuk membina organisasi-organisasi otonom persyarikatan
muhammadiyah sesuai situasi dan kondisi yang ada di tempat masing-
masing.
1. Pola Hubungan Lembaga Kemahasiswaan
Lembaga-lembaga kemahasiswaan di tingkat universitas, fakultas,
jurusan/program studi mempunyai hubungan yang bersifat instuktif,
koordinatif, dan konsultatif dengan penanggung jawab, pembimbing, dan
pendampingnya. Sedangkan antar lembaga kemahasiswaan di tingkat
universitas, fakultas, jurusan/program studi dapat mempunyai hubungan
instruktif, koordinatif, dan konsultatif. Kegiatan kelembagaan
kemahasiswaan baik tingkat universitas, fakultas, jurusan/program studi
wajib mendapat persetujuan atau izin dari penanggung jawab/
pendamping/pembimbingnya. Demikian juga dalam hal pelaporan
kegiatannya.
Hubungan instruktif adalah hubungan yang dikarenakan satu
pihak sebagai Pembina dan pihak lain sebagai binaan. Hal ini misalnya
hubungan antara Rektor dengan SEMU/BEMU, Dekan/Direktur
dengan SEFA/BEMFA, ketua jurusan/Program Studi dengan
HMJ/HPS. Hubungan Koordinatif adalah hubungan antara
29
Pembina/pembimbing/pendamping dan atau antara lembaga
kemahasiswaan dengan lembaga kemahasiswaan yang memiliki derajat
hierarkhi yang sama atau tidak sama dimaksudkan untuk saling
memberikan saran, pandangan pendapat dan menjalin kerjasanama untuk
pembinaan mahasiswa. Hal ini misalnya hubungan antara
Rektor/Dekan/Direktur dan SEMU/BEMU/SEFA/BEMFA atau
antara SEMU dengan BEMU/SEFA/BEMFA di lingkungan UMM.
Hubungan konsultatif adalah hubungan antara lembaga kemahasiswaan
dengan Pembina/pembimbing/pendamping dan atara dalam jaringan
hierarkhis structural dalam rangka mendapatkan pembinaan,
pembimbingan, pendampingan, sara, pendapat, dan pandangan mengenai
fungsi dan peranan pihak berupa kebijaksanaan mapun operasionalisasi
kerja. Hal ini misalnya hubungan antara Rektor/Dekan/Direktur dengan
SEMU/BEMU/BEMFA/SEFA atau antara SEMU dengan
BEMU/SEFA/BEMFA.
Kegiatan lembaga kemahasiswaan baik tingkat universitas,
fakultas, mapun jurusan di luar kampus maupun kegiatan bersama
dengan pihak di luar kampus wajib mendapatkan persetujuan dan atau
izin sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Lembaga Kemahasiswaan yang Dibentuk dan atau yang Dibina
Sesuai dengan BAB II pasal 8 SK Rektor UMM Nomor 154 tahun 2006,
lembaga kemahasiswaan yang dibentuk atau dibina adalah sebagai
berikut.
30
1) Senat Mahasiswa Universitas (SEMU)
2) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU)
3) Senat Mahasiswa Fakultas (SEFA)
4) Badan Eksekutif mahasisw Fakultas (BEMFA)
5) Himpunan Mahasiswa Jurusan/Program Studi (HMJ/HMPS)
6) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
7) Lembaga Semi Otonom (LSO)
8) Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM)
9) Tapak Suci
10) Hisbul Wathon (HW)
Pemahaman terhadap organisasi lembaga kemahasiswaan akan
menunjang keberhasilan menjalan roda organisasi, khususnya bagi
pengurus. Terlebih lagi berkaitan dengan organisasi kemahasiswaan yang
diketahui bersama sangat dinamis dan senantiasa menuntut kreatifitas
peningkatan keterampilan secara terus menerus. Pendalaman materi lebih
lanjut sangat dianjurkan, misalnya dengan mencari buku pedoman terkait
peraturan-peraturan, ataupun sumber-sumber lain yang dimanfaatkan.
Keberhasilan sutau institusi di samping faktor-faktor
kepemimpinan, juga ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengelola
keadministrasiannya, kesekertariatan, dan keorganisasian. Pemahaman
yang benar tentang keorganisasian dan mampu menjalankan prinsip-
prinsip organisasi akan memperlancar dan memaksimalkan pencapaian
31
tujuan. Sehubungan hal itu, perlu dipelajari hal-hal yang terkait dengan
keorganisasian dan hubungan antar lembaga kemahasiswaan di
Universitas Muhammadiyah Malang.
2.3 Mahasiswa Aktif Organisasi
Menurut buku Panduan Akademik UMM 2013/2014, Mahasiswa adalah
peserta didik yang terdaftar dan sedang belajar di Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) sedangkan menurut (Ilyana, Utami, &
Mulyati, 2015 :43) seseorang yang belajar atau menimba ilmu di perguruan
tinggi, baik di universitas, institut atau di akademik. Mereka yang terdaftar
sebagai murid diperguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa.
Mahasiswa pada umumnya berusia sekitas 18-25 tahun. Individu berada pada
fase kemampuan berfikir formal operasional. Pada usia ini individu telah
mampu mengenali potensinya, dapat berfikir abstrak, mampu menyelesaikan
masalah, dapat berfikir yang seharusnya difikirkannya.
Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang
untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian dan fungsi
melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Berdasarkan Kemendikbud
nomor 155/U/1998 tentang pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di
perguruan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, keberadaan
organisasi mahasiswa merupakan wahana dan sarana pengembangan diri
mahasiswa kearah perluasan wawasan, peningkatan pengetahuan, integeritas
32
kepribadian, menanamkan sikap ilmiah, dan pemahaman tentang arah
profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama serta menumbuhkan rasa
persatuan dan kesatuan (Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015 : 43),.
Ada beberapa bentuk organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang merupakan suatu sarana bagi
mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan intelektual, social, spiritual
dan psikomotor sesuai dengan visi dan misi yang disusun oleh Universitas
Muhammadiyah Malang. Melalui organisasi, mahasiswa percaya bahwa
potensi tersebut dapat diolah dan dikembangkan secara kreatif sehingga
memberikan kelebihan tersendiri bagi mahasiswa. Kelebihan yang tidak atau
belum dimiliki oleh mahasiswa lainnya yang tidak aktif dalam organisasi.
Pada kenyataannya untuk memiliki skill serta kemampuan akademik yang
baik tentunya tidaklah mudah, tidak cukup hanya terbatas pada pembelajaran
yang didapatkan dibangku perkuliahan saja, namun mahasiswa akan
memperoleh nilai tambah jika ikut aktif dalam organisasi karena dengan
berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work
as team), memiliki jiwa kepemimpinan (work as leader), terbiasa bekerja
dengan manajemen (work with management). Kemampuan tersebut sangat
dibutuhkan ketika memasuki dunia sebenarnya. Organisasi intra kampus
merupakan suatu wadah pengembangan diri mahasiswa yang dapat
memainkan tiga fungsi strategisnya dan organisasi juga memberikan soft skill
diluar akademis yang tidak diajarkan khusus di akademik (Misrawati, 2014 :
2).
33
2.4 Konsep Sosiodemografi
2.4.1 Komponen Sosiodemografi
Istilah sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti kawan dan kata
yunani logos berarti kata atau berbicara. Jadi sosiologi berdasarkan asal
katanya berarti berbicara mengenai masyarakat. Berdasarkan berbagai
definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa sosiologi adalah (1) ilmu pengetahuan, (2) focus kajian
sosiologi adalah mempelajari masyarakat meliputi perilaku kelompok, proses
social yang terjadi, interaksi social, serta system social yang terbentuk
(Badrujaman, 2010 : 2).
Menurut Dermawan (2012 : 95) Demografi berasal dari bahasa Yunani
“Demos : Rakyat, Grafein : Menulis, Demografi : tulisan-tulisan tentang
rakyat/ penduduk (Program Studi Ilmu Keperawatan , Universitas
Muhammadiyah Malang). Demografi mempelajari tentang jumlah,
persebaran territorial dan komposisi penduduk serta perubahan-
perubahannya dan sebab-sebab perubahan tersebut.
Ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar,
komposisi dan distribusi penduduk beserta perubahannya sepanjang masa,
melalui bekerjanya tiga komponen demografi yaitu Umur (Usia Remaja, 17-
25 tahun), Gender, Suku, Asal sekolah.
34
2.4.1.1 Umur (Usia Remaja, 17-25 tahun)
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009 dikatakan mahasiswa
seorang remaja akhir berumur 17-25 tahun. Hubungan antara usia dan
kinerja seseorang dalam suatu organisasi kemungkinan akan menjadi
masalah yang sangat penting selama dekade mendatang dalam sebuah
organisasi. Pertama, terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja
seseorang akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Tak peduli
apakah hal ini benar atau tidak, banyak individu meyakininya dan
bertindak berdasarkan hal tersebut.
Bagaimana usia mempengaruhi produktifitas? Bahwasanya terdapat
kepercayaan yang luas bahwa produktifitas menurun seiring
bertambahnya usia. Sering diasumsikan bahwa keterampilan seorang
individu-khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan, dan koordinasi
berkurang seiring berjalannya waktu. Dan bahwasanya kebosanan secara
berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap sesuatu
yang ditekuni berkontribusi pada produktivitas yang menurun (Robbins
& Judge, 2007 : 63).
2.4.1.2 Jenis kelamin
Menurut Sudarma (2009 : 189) dengan mengutip Webster New World
Dictionary (2001 : 33) mengatakan bahwa gender diartikan sebagai
35
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai dan tingkah laku. Prijono (1996 : 203) menegaskan konsep ini
merujuk pada pemahaman identitas, peran, fungsi, pola perilaku,
kegiatan, dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki
ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan
dan dibesarkan. Dengan demikian, penggambaran perempuan dan laki-
laki berakar dalam kebudayaan dan bukan berdasarkan aspek biologis
saja. Oleh karena itu, tepat jika dikatakan oleh Mansur Fakih (1996:8)
bahwa gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksikan secara social maupun kultural.
Sebagian penelitian menyebutkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
prokrastinasi berdasarkan gender dikalangan mahasiswa. Menurut
Handaru, Lase, & Paramita (2014 : 248) mengungkapkan bahwasanya
wanita memiliki resiko prokrastinasi yang lebih besar. Wanita memiliki
pengalaman yang lebih banyak terkait dengan prokrastinasi dan
kecemasan dibandingkan pria. Sebaliknya, peneliti lain justru menemukan
bahwasanya pria memiliki tingkat prokrastinasi yang lebih tinggi
dibandingkan wanita, hal ini diperkuat oleh Tamiru dalam (Handaru,
Lase, & Paramita, 2014) yang melakukan penelitian di Ethiopia yang juga
mengungkapkan bahwasanya pelajar laki-laki memiliki tingkat
prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan pelajar perempuan.
36
2.4.1.3 Ras/Suku
Menurut Robbins & Judge (2007 : 66) Ras tau suku adalah sebuah
isu yang kontroversial. Isu ini dapat dengan mudah menimbulkan
perdebatan sehingga membuat individu menghindari topic ini (suku).
Namun, sebuah gambaran lengkap atas perbedaan individu dalam
perilaku organisasi (PO) tidak akan lengkap tanpa sebuah diskusi
mengenai ras.
Apa ras itu? Sebelum mendiskusikan bagaimana ras berpengaruh
dalam organisasi, pertama-tama kita harus mencapai sejumlah
kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan ras, dan hal ini tidak
begitu mudah untuk dilakukan. Sejumlah orang terpelajar beragumen
bahwa tidaklah produktif mendiskusikan ras untuk alasan kebijakan(ini
adalah isu yang bersifat memecah-belah), biologis (sebagian besar dari
kita merupakan campuran dari beberapa ras), atau genetis dan
antropologis (banyak antropolog dan ahli evolusi menolak konsep rasial
yang terpisah).
Ras telah dipelajari sedikit banyak dalam perilaku organisasi,
khususnya dalam hubungannya terhadap hasil dari pekerjaan yang
mereka lakukan dalam sebuah organisasi seperti keputusan memilih
anggota, dan evaluasi terhadap suatu kinerja seseorang. Dalam sebuah
organisasi, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih
menyukai rekan-rekan ras mereka sendiri dalam evaluasi terhadap
37
kinerja seseorang. Kemudian, terdapat sikap-sikap yang berbeda secara
substansial terhadap tindakan afirmatif (affirmative action).
2.4.1.4 Asal sekolah (SMA/SMK)
Pendidikan merupakan wahana yang dilalui peserta didik, dikenal
ada jalur formal (sekolah) dan jalur informal (luar sekolah). Sedangkan
jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan berdasarkan
perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terbagi atas
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Terakhir, jenis pendidikan
merujuk pada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus (Purnama, 2010). Menurut Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, pendidikan
menegah dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau bentuk lain yang
sederajat.
Menurut Siswoyo (2008) keunggulan Sekolah Menengah Atas
(SMA) khususnya adalah penguasaan konsep, cara berpikir, performance
sebagai bekal ke pendidikan berikutnya. Sekolah Menengah Atas (SMA)
memang disiapkan untuk meneruskan ke janjang yang lebih tinggi, yaitu
bangku perkuliahan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) statusnya
sama dengan sekolah menengah atas (SMA). SMK memiliki jurusan
yang lebih bervariasi dibandingkan dengan SMA dan pilihan jurusannya
38
nantinya akan berhubungan juga dengan jenis pekerjaan, siswa yang
berada di bangku sekolah menengah kejuruan, bukan hanya belajar
tetapi dapat menyalurkan hobi siswa. Hal ini disebabkan karena SMK
memiliki keunggulan khususnya dalam penguasaan skill atau
keterampilan yang bisa langsung digunakan sebagai modal kerja.
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah menengah kejuruan
(SMK) bukan hanya berbeda dari struktur kurikulumnya saja, tetapi juga
berbeda dalam metode belajar yang dipengaruhi oleh struktur
kurikulum. Perbedaan metode belajar pada sekolah menengah SMA dan
SMK yaitu diantaranya adalah pada SMA lebih banyak diberikan teori
dari pada praktek sedangkann pada SMK siswa diberikan lebih banyak
praktek daripada teori. Hal lain yang membedakan dua jenis pendidikan
ini adalah lingkungan belajar. Siswa SMK belajar bukan hanya di sekolah
tetapi juga dunia kerja, sedangkan siswa SMA tempat belajar hanya
dilaksanakan di sekolah saja. SMK merupakan lembaga pendidikan
formal yang diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara
tenaga kerja siswa-siswi dengan dunia kerja (Siswoyo, 2008).