bab ii tinjauan pustaka -...

28
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 . Konsep prokrastinasi 2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Istilah prokrastinasi (procrastination dalam Bahasa Inggris) berakar pada dua kata (adverb) Bahasa Latin, yaitu kata pro dan crastinus. Istilah pro berarti “gerakan ke depan” (forward motion). Istilah crastinus memuat arti menjadi milik esok hari” (belonging to tomorrow), atau jika di gabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Huda, 2015 : 426). Prokrastinasi berarti kebiasaan, disengaja dan penundaan di awal untuk menyelesaikan tugas-tugas, yang mencegah orang untuk mencapai tujuan mereka. Kebanyakan orang menunda-nunda kadang-kadang, tetapi beberapa orang cenderung kronis untuk menunda tugas-tugas mereka, yang akhirnya dapat menyebabkan masalah berat. Penundaan akademik jangka pendek dapat disertai dengan kesenangan, tetapi jika dalam jangka panjang dapat menyebabkan hasil-hasil negative seperti kecemasan, stress dan depresi. Dari beberapa studi telah menunjukkan bahwa penundaan berjalan bersamaan dengan kurangnya motivasi diri dan ditentukan dari dalam diri untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Penundaan juga berkolerasi positif dan nyata dengan tes kecemasan, akibatnya penundaan akademik ini cenderung mengganggu prestasi akademik (Mortazafi et al, 2015 : 1).

Upload: vanthuan

Post on 17-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Konsep prokrastinasi

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi

Istilah prokrastinasi (procrastination dalam Bahasa Inggris) berakar pada

dua kata (adverb) Bahasa Latin, yaitu kata pro dan crastinus. Istilah pro berarti

“gerakan ke depan” (forward motion). Istilah crastinus memuat arti menjadi milik

esok hari” (belonging to tomorrow), atau jika di gabungkan menjadi menangguhkan

atau menunda sampai hari berikutnya (Huda, 2015 : 426). Prokrastinasi berarti

kebiasaan, disengaja dan penundaan di awal untuk menyelesaikan tugas-tugas,

yang mencegah orang untuk mencapai tujuan mereka. Kebanyakan orang

menunda-nunda kadang-kadang, tetapi beberapa orang cenderung kronis untuk

menunda tugas-tugas mereka, yang akhirnya dapat menyebabkan masalah berat.

Penundaan akademik jangka pendek dapat disertai dengan kesenangan, tetapi

jika dalam jangka panjang dapat menyebabkan hasil-hasil negative seperti

kecemasan, stress dan depresi. Dari beberapa studi telah menunjukkan bahwa

penundaan berjalan bersamaan dengan kurangnya motivasi diri dan ditentukan

dari dalam diri untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Penundaan juga

berkolerasi positif dan nyata dengan tes kecemasan, akibatnya penundaan

akademik ini cenderung mengganggu prestasi akademik (Mortazafi et al, 2015 :

1).

12

Steel (2010 : 2) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu penundaan

sukarela yang dilakukan oleh individu terhadap tugas/pekerjaannya meskipun ia

tahu bahwa hal ini akan berdampak buruk pada masa depan. Orang yang

melakukan disebut prokrastinator. Seorang prokrastinator tidak bermaksud

menghindari tugas yang dihadapi tetapi hanya menunda untuk mengerjakannya.

Prokrastinaor sebenarnya sadar bahwa dirinya menghadapi tugas-tugas yang

penting dan bermanfaat bagi dirinya (sebagai tugas primer) akan tetapi dengan

sengaja menunda-nunda secara berulang-ulang (kompulsif), sehingga muncul

perasaan tidak nyaman, cemas, dan merasa bersalah dalam dirinya, dan akhirnya

menimbulkan hal buruk. Gejala prokrastinasi dapat muncul dari berbagai

kalangan, mulai dari pekerja hingga pelajar. Gejala prokrastinasi yang muncul di

kalangan akademisi inilah yang kemudian dikenal sebagai prokrastinasi akademis

termasuk didalamnya mahasiswa. Menurut Firouzeh dan Jalil (2011 : 2987),

prokrastinasi adalah titik lemah dari kepribadian seseorang dan mengarahkan

kepada rendahnya kepercayaan diri.

2.1.2 Bentuk-bentuk prokrastinasi

Menurut Ramdhayani, (2012 : 121-122) membagi prokrastinasi menjadi

dua bagian, yaitu :

1. Functional procrastination, yaitu penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan

untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat.

13

2. Disfunctional procrastination, yaitu penundaan yang tidak bertujuan, berakibat

jelek. Dari disfunctional procrationation dibagi menjadi 2 bentuk prokrastinasi

berdasarkan tujuan individu melakukan prokrastinasi, yaitu :

a. Decisional procrastination adalah salah satu penundaan dalam mengambil

keputusan. Bentuk prokrastinasi ini merupakan sebuah anteseden

kognitif dalam menunda untuk memulai melakukan suatu pekerjaan

dalam menghadapi situasi yang bisa menimbulkan stress. Jenis

prokrastinasi ini terjadi akibat kegagalan dalam mengerjakan tugas, yang

kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu, sehingga akhirnya

individu menunda memutuskan masalah. Decisional procrastination

berhubungan dengan kelupaan, kegagalan proses kognitif, akan tetapi

tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.

b. Avoidance procrastination atau Behavioral procrastination adalah suatu

penundaan dalam perilaku yang terlihat. Penundaan dilakukan sebagai

suatu cara untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan

sulit untuk dilakukan. Avoidance procrastination berhubungan dengan tipe

self presentation, keinginan untuk menjauhkan diri dari tugas yang

menantang dan impulsiveness.

2.1.3 Indikator Prokrastinasi Akademik

Menurut Tatan (2012 : 865 ) Indikator prokrastinasi akademik adalah sebagai

berikut :

1. Penundaan untuk memulai pelaksanaan tugas-tugas akademik yang dihadapi.

14

2. Kelambanan dan keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik. Orang

yang melakukan prokrastinasi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama

daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan tugas.

3. Ketidaksesuaian antara rencana dengan performansi actual. Seorang

procrastinator biasanya mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan batas waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.

4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada melakukan tugas

yang harus dikerjakan.

2.1.4 Faktor-faktor penyebab Prokrastinasi

Menurut Ramdhayani (2012 :122-123) faktor penyebab prokrastinasi

akademik dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Faktor internal, adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor

yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor internal meliputi kondisi fisik dan

kondisi psikologis, jenis Ras(suku)/keturunan, jenis kelamin, usia, yaitu :

a) Kondisi kodrati : terdiri dari jenis kelamin anak, umur,

ras(suku)/keturunan, dan urutan kelahiran. Anak sulung cenderung lebih

diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi orang tua belum

berpengalaman. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih

usianya cukup jauh dari kakanya.

1. Jenis kelamin : perbedaan perilaku jenis kelamin antara lain dari cara

berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas

pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan karena faktor hormonal,

15

struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali

berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan laki-laki cenderung

berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.

2. Usia : dalam usia manusia biasanya mengalami fase perkembangan

yang secara umum dibagi menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu : 1) bayi, 2)

anak-anak, 3) remaja, 4) dewasa, dan 5) lansia. Setiap fase tahapan

perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring

dengan kegiatan belajar. Tugas fase yang muncul dalam setiap

perkembangan, merupakan keharusan universal dan idealnya berlaku

secara otomatis, seperti kegiatan belajar terampil melakukan sesuatu

pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia

normal.

3. Jenis Ras(Suku)/Keturunan : setiap ras yang ada di dunia

memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini

berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri

perilaku ras Negroid misalnya bertempramen keras, tahan menderita,

menonjol dalam kegiatan olah raga. Ras Mongoloid mempunyai ciri

ramah, sennag bergotong royong, agak tertutup atau pemalu.

Demikian pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda

pula.

16

b) Kondisi fisik individu : berupa keadaan fisik dan kondisi kesehatan

individu misalnya fatigue (keletihan). Seseorang yang mengalami fatigue

akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan

prokrastinasi dari pada yang tidak.

c) Kondisi psikologis individu : trait kepribadian individu yang turut

mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait

kemampuan social yang tercermin dalam self regulation dan tingkat

kecemasan dalam berhubungan social.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar individu yang

mempengaruhi prokrastinasi dalam diri seseorang yaitu gaya pengasuhan

orang tua, lingkungan, dan pendidikan (sekolah). Faktor-faktor lain berupa :

a) Gaya pengasuhan orang tua. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferrari

dan Ollivete (dalam Ramdhayani, 2012), mengemukakan bahwa tingkat

pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan

perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak wanita ibu

yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination

menghasilkan anak wanita yang memiliki kecenderungan untuk

melakukan avoidance procrastination pula.

b) Kondisi lingkungan : lingkungan yang laten prokrastinasi akademik lebih

banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan

daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Tingkat atau level sekolah,

juga apakah sekolah terletak didesa ataupun dikota tidak mempengaruhi

prilaku prokrastinasi seseorang.

17

c) Pendidikan/asal sekolah (SMA, SMK, MA). Inti dari kegiatan pendidikan

adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah

seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat

besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang termasuk melakukan

prokrastinasi.

Sedangkan menurut Catrunada & Puspititawati ( dalam Tatan, 2012 :

866) Faktor-faktor penyebab prokrastinasi, yaitu :

1. Anxiety : dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan pada akhirnya

menjadi kekuatan magnetic yang berlawanan dimana tugas-tugas yang

diharapkan dapat diselesaikan, tetapi karena berinteraksi dengan

kecemasan yang tinggi sehingga seseorang cenderung menunda tugas

tersebut.

2. Self-Depreciation : dapat diartikan sebagai pencelaan terhadap diri sendiri.

Seseorang memiliki penghargaan yang rendah atas dirinya sendiri dan

selalu siap untuk menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kesalahan dan

juga merasa tidak percaya diri untuk mendapat masa depan yang cerah.

3. Low Discomfort Tolerance : dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi

terhadap ketidak nyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan

membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentoleransi rasa frustasi

dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-

tugas yang mengurangi ketidaknyamanan dalam diri.

4. Pleasure-seeking : dapat diartikan sebagai pencari kesenangan. Seseorang

yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan situasi yang

18

membuat nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi

dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki

hasrat kuat untuk bersenang-senang dan memiliki kontrol impuls yang

rendah

5. Time Disorganization : dapat diartikan sebagai tidak teraturnya waktu.

Mengatur waktu berarti bias memperkirakan dengan baik berapa lama

seseorang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Aspek lain dari lemahnya pengaturan waktu adalah sulitnya seseorang

memutuskan pekerjaan apa yang penting dan kurang penting untuk

dikerjakan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga

muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih

dahulu.

6. Environmental Disorganisation : dapat diartikan sebagai tidak teraturnya

lingkungan. Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa

lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teraturnya waktu dengan

baik, hal itu terjadi kemungkinan bahwa karena kesalahan individu

tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari

orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan

alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya

begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan

seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bias

selesai tepat waktu .

19

7. Poor Task Approach : dapat diartikan sebagai pendekatan yang lemah

terhadap tugas. Jika akhirnya seseorang merasa siap untuk bekerja,

kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan tersebut karena

tidak tahu darimana harus memulai sehingga cenderung menjadi tertahan

oleh ketidaktahuan tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan

pekerjaan tersebut.

8. Lack of Assertion : dapat diartikan sebagai kurangnya komitmen untuk

segera menyelesaikan tugas. Contohnya, seseorang yang mengalami

kesulitan untuk berkata tidak terhadap permintaan yang ditunjukkan

kepadanya sedangkan banyak hal yang harus dikerjakan karena telah

dijadwalkan terlebih dahulu. Hal ini bisa terjadi karena mereka kurangnya

memberikan komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.

9. Ostility with other : dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain.

Kemarahan yang terus menerus bias menimbulkan dendam dan sikap

bermusuhan sehingga bisa menuju sikap menolak atau menentang apapun

yang dikatakan oleh orang tersebut.

10. Stress and fatigue : dapat diartikan sebagai perasaan tertekan dan kelelahan.

Stress adalah hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negative dalam hidup

yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah

pada diri individu. Semakin banyak tuntutan dan semakin lemah sikap

seseorang dalam memecahkan masalah, dan gaya hidup yang kurang baik.

20

2.1.5 Dampak Prokrastinasi

Menurut Burka & Yuen (2008 :165), prokrastinasi mengganggu dalam 2 (dua)

hal :

a. Prokrastinasi menciptakan masalah eksternal, seperti menunda mengerjakan

tugas membuat kita tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik dan mendapat

peringatan dari guru.

b. Prokrastinasi menimbulkan masalah internal, seperti merasa bersalah atau

menyesal.

Menurut Mancini (dalam Mela Rahmawati, 2011 :24), juga membagi

dampak dari prokrastinasi menjadi dampak internal dan eksternal.

a. Dampak internal, beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri

procrastinator. Saat procrastinator tendensi tertentu akan suatu hal, tendensi

tersebut tertanam dalam diri procrastinator. Contohnya, procrastinator

memiliki perasaan takut gagal, dan procrastinator melakukan prokrastinasi

besar-besaran akan suatu hal, maka procrastinator akan selalu melakukan

penundaan dalam tugas dimana procrastinator merasa gagal.

b. Dampak eksternal, jika seseorang tidak melakukan prokrastinasi lingkungan

dapat membuat seseorang tersebut melakukannya. Tugas yang kurang

menyenangkan atau berlebihan, juga tugas yang kurang jelas, dapat membuat

siapa saja ingin menunda. Menurut Milgran (dalam Mela Rahmawati, 2011

:250, berpendapat bahwa ;

21

1) Seseorang yang mengalami fatigue akan memiliki kecenderungan yang lebih

tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak mengalami fatigue.

2) Trait kepribadian individu mempengaruhi munculnya perilaku penundaan,

misalnya trait kemampuan social yang tercermin dalam self-regulation dan

kecemasan dalam berhubungan social.jadi selain faktor selain karena faktor

dalam diri yang merasa tugas-tugas yang diberikan sangat sulit, faktor dari

luar juga dapat berpengaruh yaitu hubungan social.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa dampak

prokrastinasi akademik pada mahasiswa dibagi menjadi 2 (dua) yaitu dampak

internal dan eksternal. Dampak internal seperti merasa bersalah atau

menyesal. Sedangkan, dampak eksternal seperti menunda mengerjakan tugas

terus menerus dapat membuat kita tidak dapat mengerjakan tugas dengan

baik dan akhirnya akan berdampak pada prestasi belajar yang menurun atau

bahkan dampak besarnya bisa menyebabkan studi menjadi terhambat.

2.2 Konsep Organisasi Kemahasiswaan

2.2.1 Pengertian Mahasiswa

Menurut buku Panduan Akademik UMM (Universitas Muhammadiyah

Malang) 2013/2014, Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan

sedang belajar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sedangkan

menurut (Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015) seseorang yang belajar atau

menimba ilmu di perguruan tinggi, baik di universitas, intitut atau di

akademik. Mereka yang terdaftar sebagai murid diperguruan tinggi dapat

22

disebut sebagai mahasiswa. Mahasiswa pada umumnya berusia sekitas 18-25

tahun. Menurut Slavin dalam ( Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015 : 43) individu

berada pada fase kemampuan berfikir formal operasional. Pada usia ini

individu telah mampu mengenali potensinya, dapat berfikir abstrak, mampu

menyelesaikan masalah, dapat berfikir yang seharusnya difikirkannya.

2.2.2 Pengertian Organisasi Kemahasiswaan

Menurut buku Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Mahasiswa

(2015), Organisasi adalah hasil pengorganisasian. Pengorganisasian berarti

penyusunan tugas dan tanggung jawab. Mengorganisasikan mempunyai

pengertian menyusun bagian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan,

sehingga dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan dalam mencapai

tujuan. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai usaha menciptakan struktur

dengan bagian-bagian yang terintegrasi sehinggga mempunyai hubungan

yang saling mempengaruhi, dengan demikian mengorganisasi dapat diartikan

menghimpun beberapa orang untuk bersama-sama melakukan pekerjaan

guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, serta memberikan batasan,

bahwa organisasi berarti mengalokasikan seluruh pekerjaan yang harus

dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang relatif serta

tanggung jawab masing-masing individu yang bertanggung jawab untuk

setiap komponen kerja dan menyediakan lingkungan kerja yang tetap dan

sesuai. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun organisasi, yaitu :

1) Pekerjaan : bagaimana mengelompokkannnya;

23

2) Manusia : bagaimana memberi tugas yang sesuai;

3) Hubungan-hubungan : bagaimana mengatur wewenang dan tanggung

jawab kerja yang baik dan;

4) Lingkungan kerja : bagaimana mengadakan dan mengatur fasilitas kerja

yang diperlukan.

Tiga unsur organisasi yang dapat disimpulkan dari pengertian diatas ialah :

a) Kelompok orang

b) Kerja sama

c) Tujuan bersama.

Keorganisasian dapat dimaknai hal-hal yang berkaitan dengan organisasi

itu sendiri. Apabila ini dikaitkan dengan organisasi Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM), maka berarti apa dan bagaimana BEM dalam kaitannya

dengan komponen lain di UMM. Sebagai salah satu organisasi intra, BEM

tentu memiliki status dan kedudukan sebagaimana yang telah ditentukan.

2.2.3 Manfaat Organisasi Kemahasiswaan

Menurut Harahap (2013 : 16) manfaat organisasi khususnya organisasi

pada perguruan tinggi, yaitu :

1) Organisasi sebagai ladang ibadah.

Kita harus mempunyai dasar yang jelas dalam mengikuti

organisasi, bukan berarti kita berpikir pragmatis memikirkan suatu hal

yang ingin didapatkan dari organisasi, tapi ini menjadi suatu hal yang

24

penting untuk menentukan komitmen dan keberlangsungan anda di

organisasi. Para atlet lari akan selesai apabila atlet telah mencapai finish

dan garis finishlah tujuannya. Begitu juga dengan kita, masa organisasi

kita akan berakhir apabila tujuan kita sudah tercapai. Dan dengan

niatlah kita bias menentukan di mana garis finish kita.

Sebenarnya ada niat yang terpenting dari niat-niatan diatas, yaitu

niat kita berorganisasi ialah untuk ibadah kepada allah, untuk melakukan

pengabdian kepada tuhan. Ibadah itu melakukan sesuatu yang menuju

kebaikan. Jadi semua pekerjaan yang berujuang kepada kebaikan

dinamakan ibadah. Di manapun dan apa pun tipe organisasi kita, baik di

sekolah maupun di kampus, maka niatkan berorganisasi untuk

ibadah.lakukan gerak organisasi dengan kebaikan, integritas, kesabaran,

dan kerja keras tiada lain mengharap ridho Allah. Selanjutnya jalani

segala tantangan, masalah, dan konflik organisasi yang anda hadapi

dengan ikhlas.

2) Organisasi pembangunan karakter gratis

Karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam system

daya dorong yang melanda sikap dan perilaku yang bias ditampilkan

secara mantap. Karakter seseorang terlihat dari sikap seseorang apabila

dirudung kesedihan dan diberikan kesenangan secara seketika. Kita

semua bertanggung jawab untuk hal ini (karakter), terkhusus bagi para

pemuda. Kita para pemuda disiapkan untuk berdaya saing unggul,

pemuda disiapkan untuk menjadi agen perubahan (agent of change) ke

25

depan. Untuk hal itu semua pemuda dituntut untuk memiliki karakter

baik dan mempunyai kompetensi yang unggul. Kalau ingin lebih jelas

dan mengukur seberapa kerenkah karaktermu maka bergabunglah

dalam organisasi yang ada di kampus. Disana kamu dapat mempelajari

karaktermu yang sebenarnya, dan dapat mengetahui karakter orang-

orang disekelilingmu untuk menjadi pembanding, dan sebagai

pembelajaran karakter yang sangat ampuh.

3) Kaya dengan organisasi

Organisasi sebenarnya sudah memberikan kekayaan. Seperti kekayaan

teman, kaya hati, kaya kesenangan, dan kekayaan yang lain. Organisasi

itu tempatnya belajar, organisasi juga kita bias belajar menjadi orang

kaya. Karena 4P (penguasa, pengusaha, pencipta, professional) itu akan

kita rasakan semuanya di organisasi. Ketua divisi organisasi atau ketua

organisasi misalnya sudah dikatakan kaya karena kamu seorang

pemimpin. Kamu bekerja totalitas, patuh terhadap aturan, disiplin dan

jujur terhadap organisasi, ini sudah menjadikan diri kita professional.

Orang-orang yang berada dalam organisasi pasti memiliki jiwa

entrepreneur ini dan bukan tidak mungkin kita akan menjadi

entrepreneur nantinya. Dalam organisasi, kita sudah mendapatkan

profesi dan pola pikir yang biasa didapatkan oleh orang kaya, bukan

hanya profesinya kita dapatkan, tapi hasilnya juga kita dapatkan sesuai

dengan profesi kita nantinya.

4) Raih score IQ, EQ, dan SQ tinggi di organisasi

26

IQ (intelligence quotient) terletak pada fungsi otak yang disebut neocortex

yang berguna untuk melakuakn pemecahan secara logis untuk

mengambil sebuah keputusan. Orang yang ber IQ tinggi akan

memikirkan resiko secara detail apabila mengambil sebuah keputusan.

Mengetahui mental pada saat berfikir dan dalam pencarian penjelasan

dalam suatu kasus. EQ (Emotional Quotient) adalah kecerdasan emosi

atau kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi

dengan baik pada diri sendiri dan dalam menjalin hubungan dengan

orang lain, mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain.

Seseorang yang mudah bersosialisasi maka dia akan mudah menjalani

keberhasilan dikarenakan inovasi dan kreativitas yang dia miliki.

Walaupun sekarang sudah banyak orang yang pintar dan cerdas dalam

pelajaran ilmu di bangku sekolahan, tetapi sosialisasinya juga baik,

semua itu karena organisasi.

2.2.4 Konflik Keorganisasian

Menurut Misrawati (2014 : 3) menunjukkan bahwa pada mahasiswa yang

aktif di organisasi kampus cenderung mengalami konflik antar peran (inter

role conflict). pada mahasiswa yang tidak bisa mengatasi konflik peran yang

dialaminya, ada kecenderungan untuk kurang bisa menjalankan perannya

diperkuliahan karena tidak bisa membagi waktu antara kuliah dan organisasi

sehingga akan mempengaruhi nilai akademik dan konsentrasi kuliahnya,

27

sedangkan pada mahasiswa yang mampu untuk mengatasi konflik peran

yang dialaminya, cenderung bisa menjalankan keduanya dengan baik.

Menurut Winardi (2011) konflik peranan (role konflik) terdapat enam

macam tipe konflik peranan, yang relative umum dijumpai pada berbagai

organisasi, salah satunya yaitu Konflik yang timbul karena beban kerja yang

berlebihan (in role conflict) yaitu dalam kondisi ini sang individu menghadapi

perintah-perintah dan ekspektasi-ekspektasi dari sejumlah sumber yang tidak

mungkin diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan dalam batas-

batas kualitas tertentu. Timbulah pertanyaan dalam dirinya “ apakah kiranya

kualitas akan dikorbankan demi pertimbangan waktu?”. Apakah tugas-tugas

tertentu dilaksanakan, sedangkan tugas lain diabaikan? Seandainya demikian,

halnya, tugas-tugas mana saja yang diprioritaskan? Dilemma macam ini

merupakan konstan dari tugas seorang organisasi.

2.2.5 Tata hubungan keorganisasian Lembaga Intra UMM

Lembaga kemahasiswaan, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku

Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Mahasiswa (2015) adalah

lembaga non struktural yang merupakan wadah pengembangan

implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi yang dibentuk dan dibina sesuai

dengan peraturan yang berlaku di UMM. Terkait dengan proses

pembentukan dan pembinaannya, terdapat lembaga kemahasiswaan yang

diatur langsung oleh Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM)

dan ada yang diatur sesuai Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga

28

yang bersangkutan. Lembaga kemahasiswaan yang pertama dikenal sebagai

lembaga intra da nada yang kedua dikenal sebagai organisasi otonom (ortom)

dari Persyarikatan Muhammadiyah. Perguruan Tinggi Muhammdiyah

mendapat tugas untuk membina organisasi-organisasi otonom persyarikatan

muhammadiyah sesuai situasi dan kondisi yang ada di tempat masing-

masing.

1. Pola Hubungan Lembaga Kemahasiswaan

Lembaga-lembaga kemahasiswaan di tingkat universitas, fakultas,

jurusan/program studi mempunyai hubungan yang bersifat instuktif,

koordinatif, dan konsultatif dengan penanggung jawab, pembimbing, dan

pendampingnya. Sedangkan antar lembaga kemahasiswaan di tingkat

universitas, fakultas, jurusan/program studi dapat mempunyai hubungan

instruktif, koordinatif, dan konsultatif. Kegiatan kelembagaan

kemahasiswaan baik tingkat universitas, fakultas, jurusan/program studi

wajib mendapat persetujuan atau izin dari penanggung jawab/

pendamping/pembimbingnya. Demikian juga dalam hal pelaporan

kegiatannya.

Hubungan instruktif adalah hubungan yang dikarenakan satu

pihak sebagai Pembina dan pihak lain sebagai binaan. Hal ini misalnya

hubungan antara Rektor dengan SEMU/BEMU, Dekan/Direktur

dengan SEFA/BEMFA, ketua jurusan/Program Studi dengan

HMJ/HPS. Hubungan Koordinatif adalah hubungan antara

29

Pembina/pembimbing/pendamping dan atau antara lembaga

kemahasiswaan dengan lembaga kemahasiswaan yang memiliki derajat

hierarkhi yang sama atau tidak sama dimaksudkan untuk saling

memberikan saran, pandangan pendapat dan menjalin kerjasanama untuk

pembinaan mahasiswa. Hal ini misalnya hubungan antara

Rektor/Dekan/Direktur dan SEMU/BEMU/SEFA/BEMFA atau

antara SEMU dengan BEMU/SEFA/BEMFA di lingkungan UMM.

Hubungan konsultatif adalah hubungan antara lembaga kemahasiswaan

dengan Pembina/pembimbing/pendamping dan atara dalam jaringan

hierarkhis structural dalam rangka mendapatkan pembinaan,

pembimbingan, pendampingan, sara, pendapat, dan pandangan mengenai

fungsi dan peranan pihak berupa kebijaksanaan mapun operasionalisasi

kerja. Hal ini misalnya hubungan antara Rektor/Dekan/Direktur dengan

SEMU/BEMU/BEMFA/SEFA atau antara SEMU dengan

BEMU/SEFA/BEMFA.

Kegiatan lembaga kemahasiswaan baik tingkat universitas,

fakultas, mapun jurusan di luar kampus maupun kegiatan bersama

dengan pihak di luar kampus wajib mendapatkan persetujuan dan atau

izin sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Lembaga Kemahasiswaan yang Dibentuk dan atau yang Dibina

Sesuai dengan BAB II pasal 8 SK Rektor UMM Nomor 154 tahun 2006,

lembaga kemahasiswaan yang dibentuk atau dibina adalah sebagai

berikut.

30

1) Senat Mahasiswa Universitas (SEMU)

2) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU)

3) Senat Mahasiswa Fakultas (SEFA)

4) Badan Eksekutif mahasisw Fakultas (BEMFA)

5) Himpunan Mahasiswa Jurusan/Program Studi (HMJ/HMPS)

6) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

7) Lembaga Semi Otonom (LSO)

8) Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM)

9) Tapak Suci

10) Hisbul Wathon (HW)

Pemahaman terhadap organisasi lembaga kemahasiswaan akan

menunjang keberhasilan menjalan roda organisasi, khususnya bagi

pengurus. Terlebih lagi berkaitan dengan organisasi kemahasiswaan yang

diketahui bersama sangat dinamis dan senantiasa menuntut kreatifitas

peningkatan keterampilan secara terus menerus. Pendalaman materi lebih

lanjut sangat dianjurkan, misalnya dengan mencari buku pedoman terkait

peraturan-peraturan, ataupun sumber-sumber lain yang dimanfaatkan.

Keberhasilan sutau institusi di samping faktor-faktor

kepemimpinan, juga ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengelola

keadministrasiannya, kesekertariatan, dan keorganisasian. Pemahaman

yang benar tentang keorganisasian dan mampu menjalankan prinsip-

prinsip organisasi akan memperlancar dan memaksimalkan pencapaian

31

tujuan. Sehubungan hal itu, perlu dipelajari hal-hal yang terkait dengan

keorganisasian dan hubungan antar lembaga kemahasiswaan di

Universitas Muhammadiyah Malang.

2.3 Mahasiswa Aktif Organisasi

Menurut buku Panduan Akademik UMM 2013/2014, Mahasiswa adalah

peserta didik yang terdaftar dan sedang belajar di Universitas

Muhammadiyah Malang (UMM) sedangkan menurut (Ilyana, Utami, &

Mulyati, 2015 :43) seseorang yang belajar atau menimba ilmu di perguruan

tinggi, baik di universitas, institut atau di akademik. Mereka yang terdaftar

sebagai murid diperguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa.

Mahasiswa pada umumnya berusia sekitas 18-25 tahun. Individu berada pada

fase kemampuan berfikir formal operasional. Pada usia ini individu telah

mampu mengenali potensinya, dapat berfikir abstrak, mampu menyelesaikan

masalah, dapat berfikir yang seharusnya difikirkannya.

Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang

untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian dan fungsi

melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Berdasarkan Kemendikbud

nomor 155/U/1998 tentang pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di

perguruan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, keberadaan

organisasi mahasiswa merupakan wahana dan sarana pengembangan diri

mahasiswa kearah perluasan wawasan, peningkatan pengetahuan, integeritas

32

kepribadian, menanamkan sikap ilmiah, dan pemahaman tentang arah

profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama serta menumbuhkan rasa

persatuan dan kesatuan (Ilyana, Utami, & Mulyati, 2015 : 43),.

Ada beberapa bentuk organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang merupakan suatu sarana bagi

mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan intelektual, social, spiritual

dan psikomotor sesuai dengan visi dan misi yang disusun oleh Universitas

Muhammadiyah Malang. Melalui organisasi, mahasiswa percaya bahwa

potensi tersebut dapat diolah dan dikembangkan secara kreatif sehingga

memberikan kelebihan tersendiri bagi mahasiswa. Kelebihan yang tidak atau

belum dimiliki oleh mahasiswa lainnya yang tidak aktif dalam organisasi.

Pada kenyataannya untuk memiliki skill serta kemampuan akademik yang

baik tentunya tidaklah mudah, tidak cukup hanya terbatas pada pembelajaran

yang didapatkan dibangku perkuliahan saja, namun mahasiswa akan

memperoleh nilai tambah jika ikut aktif dalam organisasi karena dengan

berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work

as team), memiliki jiwa kepemimpinan (work as leader), terbiasa bekerja

dengan manajemen (work with management). Kemampuan tersebut sangat

dibutuhkan ketika memasuki dunia sebenarnya. Organisasi intra kampus

merupakan suatu wadah pengembangan diri mahasiswa yang dapat

memainkan tiga fungsi strategisnya dan organisasi juga memberikan soft skill

diluar akademis yang tidak diajarkan khusus di akademik (Misrawati, 2014 :

2).

33

2.4 Konsep Sosiodemografi

2.4.1 Komponen Sosiodemografi

Istilah sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti kawan dan kata

yunani logos berarti kata atau berbicara. Jadi sosiologi berdasarkan asal

katanya berarti berbicara mengenai masyarakat. Berdasarkan berbagai

definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa sosiologi adalah (1) ilmu pengetahuan, (2) focus kajian

sosiologi adalah mempelajari masyarakat meliputi perilaku kelompok, proses

social yang terjadi, interaksi social, serta system social yang terbentuk

(Badrujaman, 2010 : 2).

Menurut Dermawan (2012 : 95) Demografi berasal dari bahasa Yunani

“Demos : Rakyat, Grafein : Menulis, Demografi : tulisan-tulisan tentang

rakyat/ penduduk (Program Studi Ilmu Keperawatan , Universitas

Muhammadiyah Malang). Demografi mempelajari tentang jumlah,

persebaran territorial dan komposisi penduduk serta perubahan-

perubahannya dan sebab-sebab perubahan tersebut.

Ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar,

komposisi dan distribusi penduduk beserta perubahannya sepanjang masa,

melalui bekerjanya tiga komponen demografi yaitu Umur (Usia Remaja, 17-

25 tahun), Gender, Suku, Asal sekolah.

34

2.4.1.1 Umur (Usia Remaja, 17-25 tahun)

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009 dikatakan mahasiswa

seorang remaja akhir berumur 17-25 tahun. Hubungan antara usia dan

kinerja seseorang dalam suatu organisasi kemungkinan akan menjadi

masalah yang sangat penting selama dekade mendatang dalam sebuah

organisasi. Pertama, terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja

seseorang akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Tak peduli

apakah hal ini benar atau tidak, banyak individu meyakininya dan

bertindak berdasarkan hal tersebut.

Bagaimana usia mempengaruhi produktifitas? Bahwasanya terdapat

kepercayaan yang luas bahwa produktifitas menurun seiring

bertambahnya usia. Sering diasumsikan bahwa keterampilan seorang

individu-khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan, dan koordinasi

berkurang seiring berjalannya waktu. Dan bahwasanya kebosanan secara

berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap sesuatu

yang ditekuni berkontribusi pada produktivitas yang menurun (Robbins

& Judge, 2007 : 63).

2.4.1.2 Jenis kelamin

Menurut Sudarma (2009 : 189) dengan mengutip Webster New World

Dictionary (2001 : 33) mengatakan bahwa gender diartikan sebagai

35

perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi

nilai dan tingkah laku. Prijono (1996 : 203) menegaskan konsep ini

merujuk pada pemahaman identitas, peran, fungsi, pola perilaku,

kegiatan, dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki

ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan

dan dibesarkan. Dengan demikian, penggambaran perempuan dan laki-

laki berakar dalam kebudayaan dan bukan berdasarkan aspek biologis

saja. Oleh karena itu, tepat jika dikatakan oleh Mansur Fakih (1996:8)

bahwa gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

perempuan yang dikonstruksikan secara social maupun kultural.

Sebagian penelitian menyebutkan bahwa terdapat perbedaan tingkat

prokrastinasi berdasarkan gender dikalangan mahasiswa. Menurut

Handaru, Lase, & Paramita (2014 : 248) mengungkapkan bahwasanya

wanita memiliki resiko prokrastinasi yang lebih besar. Wanita memiliki

pengalaman yang lebih banyak terkait dengan prokrastinasi dan

kecemasan dibandingkan pria. Sebaliknya, peneliti lain justru menemukan

bahwasanya pria memiliki tingkat prokrastinasi yang lebih tinggi

dibandingkan wanita, hal ini diperkuat oleh Tamiru dalam (Handaru,

Lase, & Paramita, 2014) yang melakukan penelitian di Ethiopia yang juga

mengungkapkan bahwasanya pelajar laki-laki memiliki tingkat

prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan pelajar perempuan.

36

2.4.1.3 Ras/Suku

Menurut Robbins & Judge (2007 : 66) Ras tau suku adalah sebuah

isu yang kontroversial. Isu ini dapat dengan mudah menimbulkan

perdebatan sehingga membuat individu menghindari topic ini (suku).

Namun, sebuah gambaran lengkap atas perbedaan individu dalam

perilaku organisasi (PO) tidak akan lengkap tanpa sebuah diskusi

mengenai ras.

Apa ras itu? Sebelum mendiskusikan bagaimana ras berpengaruh

dalam organisasi, pertama-tama kita harus mencapai sejumlah

kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan ras, dan hal ini tidak

begitu mudah untuk dilakukan. Sejumlah orang terpelajar beragumen

bahwa tidaklah produktif mendiskusikan ras untuk alasan kebijakan(ini

adalah isu yang bersifat memecah-belah), biologis (sebagian besar dari

kita merupakan campuran dari beberapa ras), atau genetis dan

antropologis (banyak antropolog dan ahli evolusi menolak konsep rasial

yang terpisah).

Ras telah dipelajari sedikit banyak dalam perilaku organisasi,

khususnya dalam hubungannya terhadap hasil dari pekerjaan yang

mereka lakukan dalam sebuah organisasi seperti keputusan memilih

anggota, dan evaluasi terhadap suatu kinerja seseorang. Dalam sebuah

organisasi, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih

menyukai rekan-rekan ras mereka sendiri dalam evaluasi terhadap

37

kinerja seseorang. Kemudian, terdapat sikap-sikap yang berbeda secara

substansial terhadap tindakan afirmatif (affirmative action).

2.4.1.4 Asal sekolah (SMA/SMK)

Pendidikan merupakan wahana yang dilalui peserta didik, dikenal

ada jalur formal (sekolah) dan jalur informal (luar sekolah). Sedangkan

jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan berdasarkan

perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terbagi atas

pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Terakhir, jenis pendidikan

merujuk pada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,

keagamaan, dan khusus (Purnama, 2010). Menurut Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, pendidikan

menegah dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah

menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah

(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau bentuk lain yang

sederajat.

Menurut Siswoyo (2008) keunggulan Sekolah Menengah Atas

(SMA) khususnya adalah penguasaan konsep, cara berpikir, performance

sebagai bekal ke pendidikan berikutnya. Sekolah Menengah Atas (SMA)

memang disiapkan untuk meneruskan ke janjang yang lebih tinggi, yaitu

bangku perkuliahan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) statusnya

sama dengan sekolah menengah atas (SMA). SMK memiliki jurusan

yang lebih bervariasi dibandingkan dengan SMA dan pilihan jurusannya

38

nantinya akan berhubungan juga dengan jenis pekerjaan, siswa yang

berada di bangku sekolah menengah kejuruan, bukan hanya belajar

tetapi dapat menyalurkan hobi siswa. Hal ini disebabkan karena SMK

memiliki keunggulan khususnya dalam penguasaan skill atau

keterampilan yang bisa langsung digunakan sebagai modal kerja.

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah menengah kejuruan

(SMK) bukan hanya berbeda dari struktur kurikulumnya saja, tetapi juga

berbeda dalam metode belajar yang dipengaruhi oleh struktur

kurikulum. Perbedaan metode belajar pada sekolah menengah SMA dan

SMK yaitu diantaranya adalah pada SMA lebih banyak diberikan teori

dari pada praktek sedangkann pada SMK siswa diberikan lebih banyak

praktek daripada teori. Hal lain yang membedakan dua jenis pendidikan

ini adalah lingkungan belajar. Siswa SMK belajar bukan hanya di sekolah

tetapi juga dunia kerja, sedangkan siswa SMA tempat belajar hanya

dilaksanakan di sekolah saja. SMK merupakan lembaga pendidikan

formal yang diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara

tenaga kerja siswa-siswi dengan dunia kerja (Siswoyo, 2008).