bab ii tinjauan pustaka -...

21
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Prokrastinasi Akademik, Fear of Failure, dan Perfeksionisme yang dimulai dari pengertian, aspek-aspek dan faktor yang mempengaruhi dari masing-masing peubah. Selain itu dijelaskan juga tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antar variabel, model penelitian serta hipotesis penelitian. 2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK 2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu (Burka dan Yuen, 2008). Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali di gunakan oleh Brown dan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut prokrastinator (Ghufron, 2003). Beberapa peneliti berusaha mengajukan definisi yang lebih kompleks tentang perilaku prokrastinasi ini. Steel mengatakan bahwa prokrastinasi adalah “to voluntarity delay an intended course of action despite expecting to be worse off for the delay”, artinya

Upload: trandung

Post on 15-May-2019

231 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu teori Prokrastinasi Akademik, Fear of Failure, dan Perfeksionisme

yang dimulai dari pengertian, aspek-aspek dan faktor yang mempengaruhi

dari masing-masing peubah. Selain itu dijelaskan juga tentang hasil-hasil

penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antar variabel, model penelitian

serta hipotesis penelitian.

2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK

2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan

awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran

“crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi

menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Kata prokrastinasi

yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti

menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada

lain waktu (Burka dan Yuen, 2008).

Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi

sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan

perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan.

Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali di gunakan oleh Brown dan

Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nunda

penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai

kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut

prokrastinator (Ghufron, 2003). Beberapa peneliti berusaha mengajukan

definisi yang lebih kompleks tentang perilaku prokrastinasi ini. Steel

mengatakan bahwa prokrastinasi adalah “to voluntarity delay an intended

course of action despite expecting to be worse off for the delay”, artinya

13

prokrastinasi adalah menunda dengan sengaja kegiatan yang diinginkan

walaupun mengetahui bahwa penundaannya dapat menghasilkan dampak

buruk.

Menurut Solomon dan Rothblum (1984) mengatakan:

“Procrastination, the act of needlessly delaying tasks to the point of

experiencing subjective discomfort, is an all too familiar problem”.

Pernyataan ini menjelaskan bahwa suatu penundaan dikatakan sebagai

prokrastinasi apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang penting,

dilakukan berulang-ulang secara sengaja, menimbulkan perasaan tidak

nyaman, serta secara subyektif dirasakan oleh seorang prokrastinator dari

definisi tersebut dapat dilihat bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku

yang disengaja, maksudnya faktor-faktor yang menunda penyelesaian tugas

berasal dari putusan dirinya sendiri. Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku

tidak perlu yang menunda kegiatan walaupun orang itu harus atau berencana

menyelesaikan kegiatan tersebut. Perilaku menunda ini akan dapat

dikategorikan sebagai prokrastinasi ketika perilaku tersebut menimbulkan

ketidaknyamanan emosi seperti rasa cemas. Berdasarkan beberapa definisi

yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi prokrastinasi

akademik yang dikembangkan Solomon dan Rothblum untuk penelitian ini.

2.1.2 Teori Prokrastinasi Akademik

Kebanyakan orang memiliki beberapa teori implisit tentang mengapa

mereka menunda-nunda. Burka dan Yuen (1982) mencatat bahwa mereka

yang memiliki masalah serius dengan penundaan biasanya cenderung

menganggap kesulitan mereka pada kekurangan kepribadian, seperti malas,

tidak disiplin, atau tidak tahu bagaimana mengatur waktu mereka. Atas dasar

pengalaman konseling mereka dengan para prokrastinator, Burka dan Yuen

menolak penjelasan yang menyalahkan dirinya sendiri dan menegaskan,

"penundaan bukanlah kebiasaan buruk melainkan cara untuk

mengekspresikan konflik internal dan melindungi harga diri yang rentan."

14

Penelitian empiris yang berfokus pada penundaan akademis

mendukung anggapan bahwa penundaan adalah masalah motivasi yang

melibatkan lebih banyak daripada keterampilan manajemen waktu yang

buruk atau kemalasan sifat. Solomon dan Rothblum (1984) menunjukkan

bahwa, walaupun siswa menyetujui berbagai alasan untuk menunda-nunda,

sebagian besar alasan terkait dengan fear of failure atau ketakutan akan

kegagalan (misalnya, kecemasan kinerja, perfeksionisme, dan kurangnya rasa

percaya diri).

Takut akan gagal dapat menyebabkan masalah penundaan akademis.

Prokrastinasi akademik dari sudut pandang cognitive-behavioral.

Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya suatu kesalahan dalam

mempersepsikan tugas, seseorang memandang tugas sebagai sesuatu yang

berat dan tidak menyenangkan (aversiveness of the task) dan merasa tugas

yang diberikan akan menimbulkan rasa takut akan gagal (fear of failure)

(Burka dan Yuen 1983; Solomon dan Rothblum, 1984). Oleh karena itu

seseorang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara

memadai, sehingga seseorang menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas

tersebut.

Menurut Burka dan Yuen (2008) seseorang melakukan prokrastinasi

karena takut akan kegagalan (fear of failure). Fear of failure adalah ketakutan

yang berlebihan untuk gagal, seseorang menunda-nunda menyelesaikan

skripsi karena takut jika gagal menyelesaikan skripsi akan mendatangkan

penilaian yang negatif akan kemampuannya. Menurut Solomon dan

Rothblum (1984) fear of failure mencakup salah satunya perfeksionisme.

Perfeksionisme dipandang melekat dalam kepribadian seseorang. Ini adalah

cara individu menangani atau melihat situasi apa pun. Individu dengan

tingkat perfeksionisme tinggi bertujuan untuk menjadi sempurna, apalagi

bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam bentuk apapun. Mereka

mengevaluasi perilaku dan prestasi mereka sendiri. Mereka menetapkan

standar kinerja yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri, tanpa ruang

untuk kesalahan. Akibatnya individu akan berusaha untuk menutupi rasa

15

takut akan gagal dengan mengupayakan kesempurnaan dalam menyelesaikan

apapun seperti halnya skripsi, dan untuk terlihat sempurna individu

melakukan penundaan secara terus menerus sehingga dirasa bahwa skripsi

yang dibuat sudah terlihat sempurna tanpa kesalahan sedikitpun.

2.1.3 Area Prokrastinasi Akademik

Menurut Solomon dan Rothblum (1984) area prokrastinasi akademik

yaitu:

1) Tugas Mengarang (writing a term paper)

Tugas ini berkaitan dengan penundaan dalam memulai atau

menyelesaikan tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah,

laporan penelitian, bahkan penulisan skripsi.

2) Belajar dalam menghadapi ujian (study for an exam)

Penundaan ini biasanya dilakukan pada saat menjelang ujian,

misalnya ujian tengah semester atau akhir semester. Para mahasiswa

mengulur-ngulur waktu belajarnya padahal besok mereka akan ujian

skripsi.

3) Membaca buku penunjang (keeping up with weekly ready assigments)

Idealnya, tugas mahasiswa adalah membaca buku-buku referensi atau

penunjang yang sesuai dengan bidangnya. Namun, tidak semua

mahasiswa yang rajin membaca buku. Para prokrastinator lebih

memilih melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada

membaca buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan skripsi yang

dikerjakan.

4) Melakukan tugas-tugas adminstratif (performing administrative tasks)

Tugas-tugas adminstratif seperti menulis catatan, membuat jadwal

bimbingan,dan mengembalikan buku perpustakaan.

5) Menghadiri pertemuan (attending meetings)

Menghadiri pertemuan disini maksudnya adalah presesensi kehadiran

kelas. Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi dalam area ini

16

biasanya menunda-nunda bimbingan dengan dosen pembimbing, dan

tidak tepat waktu dalam melakukan bimbingan

6) Kinerja akademik secara umum (performing academic tasks in

general)

Penundaan dalam area kinerja akademik secara umum berarti

melakukan penundaan pada seluruh tugas atau aktivitas yang

berkaitan dengan akademik. Seperti menunda-nunda menyelesaikan

revisi skripsi yang diberikan dosen pembimbing.

2.1.4 Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik

Menurut Solomon dan Rothblum (1984) terdapat 13 ciri-ciri

prokrastinator melakukan prokrastinasi akademik antara lain:

1) Kecemasan menghadapi evaluasi (Evaluation anxiety)

2) Perfeksionisme (Perfectionism)

3) Kesulitan membuat keputusan (Difficulty making decision)

4) Ketergantungan dengan orang lain (Dependency and help seeking)

5) Ancaman dari tugas (Aversiveness of the task and low frustration

tolerance)

6) Kurang percaya diri (Lack of self confidence)

7) Kemalasan (Laziness)

8) Kurangnya penerimaan diri (Lack of assertion)

9) Takut akan keberhasilan (Fear of Sucess)

10) Kecenderungan untuk merasa kelelahan (Tendency to feel

overwhelmed and poorly manage time)

11) Pemberontakan terhadap aturan yang ada (Rebellion agains control)

12) Pengambilan resiko (Risk taking)

13) Pengaruh teman sebaya (Peer influence)

Area dan ciri-ciri prokrastinasi akademik menurut Solomon dan

Rothblum (1984) digabungkan karena sesuai dengan alat ukur yang

digunakan dan telah dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian.

17

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Prokrastinasi Akademik

Noran (dalam Akinsola, dkk., 2007) mengungkapkan beberapa

penyebab terjadinya penundaan. Dia mengidentifikasikan beberapa

kemungkinan penyebab terjadi prokrastinasi, seperti :

a. Manajemen waktu. Seseorang yang melakukan prokrastinasi

menunjukkan bahwa dia tidak mampu mengelola waktu dengan bijak.

Hal ini menyiratkan ketidakpastian prioritas, tujuan dan objektivitas

sang pelaku. Karena ketidakpastian itulah, para prokrastinator tidak

tahu tujuan mana yang harus dicapai terlebih dahulu, sehingga mereka

sering mengerjakan aktvitas lain disamping tujuan utamanya. Hal ini

membuatnya tidak fokus dalam menyelesaikan tugas, yang akhirnya

dapat membuat pekerjaan menjadi berantakan dan tidak dapat selesai

tepat pada waktu yang telah ditentukan.

b. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau memiliki tingkat

kesadaran yang rendah adalah alasan kedua untuk melakukan

penundaan.

c. Faktor ketiga untuk menunda-nunda adalah ketakutan dan kecemasan

terkait dengan kegagalan. Seseorang dalam kategori ini akan

menghabiskan lebih banyak waktu hanya untuk mengkhawatirkan apa

yang kan terjadi daripada memikirkan cara untuk menyelesaikannya.

d. Kurang yakin terhadap kemampuan yang dimiliki merupakan alasan

lain untuk menunda-nunda. Harapan yang tidak realitas dan sikap

yang terlalu perfeksionis juga memungkinkan menjadi alasan

terjadinya perilaku prokrastinasi.

Ahli prokrastinasi di Indonesia, Ghufron (2010) juga

mengkategorikan faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi. Faktor-

faktor tersebut dibagi dua berdasarkan factor internal dan eksternal. Adapaun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu

yang mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik. Faktor ini

18

dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kondisi fisik dan

psikologis individu.

a) Kondisi fisik individu

Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya

prokrastinasi akademik adalah berupa keadaan fisik dan kondisi

kesehatan individu misalnya fatigue. Tingkat intelegensi yang

dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi,

walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-

keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang (Ferrari dalam

Weni, 2010)

b) Kondisi Psikologi Individu

Ellis dan Knaus (2002) memberikan penjelasan bahwa prokrastinasi

akademik terjadi karena adanya keyakinan irasional oleh seseorang.

Keyakinan irasional tersebut dapat disebabkan suatu kesalahan dalam

mempersepsikan suatu tugas (dalam Ghufron, 2010). Seseorang

memandang tugas sebagai sesuatu yang berat dan tidak

menyenangkan.

2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar diri individu yang

mempengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor-faktor tersebut terdiri

dari:

a) Gaya pengasuhan orang tua

Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron, 2010)

menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan

munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada

subyek penelitian anak wanita, sedangkan tingkat pengasuhan

otoritatif ayah menghasilkan anak wanita yang bukan prokrastinator.

Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance

procrastination menghasilkan anak wanita yang memiliki

kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula.

19

b) Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak

dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada

lingkungan yang penuh pengawasan daripada lingkungan tertentu.

Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang

untuk melakukan prokrastinasi akademik, karena tidak adanya

pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat

waktu.

Selain itu, faktor teman bergaul dan masyarakat dapat pula

mempengaruhi prokrastinasi akademik. Aktivitas di luar kampus memang

baik untuk membantu menambah wawasan bagi mahasiswa. Namun, tidak

semua aktivitas berdampak baik bagi mahasiswa. Jika seseorang terlalu

banyak melakukan aktivitas di luar rumah dan di luar kampus, sementara Ia

kurang mampu membagi waktu dalam mengerjakan skripsi, dengan

sendirinya aktivitas tersebut akan menggangu skripsinya.

Menurut Solomon dan Rothblum (1984), prokrastinasi memiliki

etiologi yang dijelaskan dalam tiga faktor, yaitu:

a. Takut gagal (fear of failure). Takut gagal atau motif menolak

kegagalan adalah suatu kecenderungan mengalami rasa bersalah

apabila tidak dapat mencapai tujuan atau gagal.

b. Tidak menyukai tugas (asersive of the task). Berhubungan dengan

perasaan negatif terhadap tugas atau pekerjaan yang dihadapi.

Perasaan dibebani tugas yang terlalu berlebihan, ketidakpuasan, dan

tidak senang menjalankan tugas yang diberikan.

c. Faktor lain. Beberapa faktor lainnya anatara lain: sifat ketergantungan

pada orang lain yang kuat dan banyak membutuhkan bantuan,

pengambilan resiko yang berlebihan, sikap yang kurang tegas, sikap

memberontak, dan kesukaran mmbuat keputusan.

Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan bahwa prokrastinasi

akademik terjadi hanya dikarenakan oleh manajemen waktu yang buruk dan

kebiasaan belajar yang salah saja, tetapi juga berkaitan dengan interaksi

20

antara komponen perilaku, kognitif dan afeksi. Decara spesifik, Solomon dan

Rothblum (1984) membagi faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi

akademik sebagai berikut:

a. Perasaan takut gagal (fear of failure)

Banyak orang yang melakukan prokrastinasi karena merasa gelisah

atas penilaian atau kritikan orang lain. Mereka takut apabila orang

lain menemukan kekurangan pada tugas yang telah dikerjakannya.

Rasa takut tersebut muncul karena mereka terlalu khawatir apabila ia

gagal mengerjakan tugasnya dengan baik. Kekhawatiran yang

berlebih dapat disebabkan oleh rasa kurang percaya terhadap

kemampuan diri.

b. Cemas (anxiety)

Rasa cemas disebabkan oleh rasa khawatir atau takut yang berlebihan.

Kekhawatira tersebut dapat muncul dari pemikiran irasional atau dari

rasa trauma. Kecemasan yang berlebihan dapat memunculkan

gangguan-gangguan fisik seperti sakit perut, kepala pusing, ingin

buang air kecil atau buang ar besar dan gangguan lainnya.

c. Memiliki standar yang terlalu tinggi (perfectionism)

Seseorang yang perfeksionis akan mematok standar tujuannya terlalu

tinggi dan mempunyai ambisi yang berlebihan. Pemikiran ini

cenderung merujuk pada indiidu yang mengevaluasi kualitas dirinya

terlalu ekstrim. Orang perfeksionis secara tidak langsung menciptakan

pemikiran yang tidak realistis dan tekanan (pikiran dan batin) yang

sebenarnya menganggu.

d. Kurang percaya diri (Low Self-confidence)

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat

penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas

kemampuan mereka sendiri serta memiliki harapan yang realistis.

21

Bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap

berpikiran positif dan dapat menerimanya.

e. Menganggap tugas adalah suatu hal yang tidak menyenangkan

(Perceived Aversiveness of the Task)

Menganggap tugas sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan

merupakan hasil pemikiran irasional. Dengan berpikiran negatif

seperti itu menjadikan mahasiswa tidak sungguh-sungguh dalam

mengerjakan tugas (malas). Akhirnya, hasil pekerjaan merekapun

tidak maksimal. Hal tersebut berdampak pada indeks prestasi yang

rendah. Faktor ini berhubungan dengan ketidaksukaan akan terlibat

dalam aktivitas akademik dan kurangnya energi atau semangat dari

mahasiswa.

Dari beberapa pendapat tokoh mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi prokrastinasi di atas, dapat kita simpulkan bahwa

prokrastinasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar

individu saja (faktor eksternal), tetapi juga faktor dari dalam diri individu

(faktor internal). Dari faktor yang sudah disebutkan, peneliti menarik

beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor umum dan faktor terkuat saja.

Peneliti menyimpulkan bahwa prokrastinasi dapat disebabkan oleh berbagai

macam sebab, antara lain: rasa takut akan kegagalan, kecemasan,

perfeksionisme, kurang percaya diri, persepsi terhadap tugas, kelelahan, dan

manajemen waktu. Dari beberapa faktor-faktor yang sudah dijelaskan maka

penulis mengambil factor fear of failuredan perfeksionisme. Penulis memilih

fear of failure karena penulis ingin melihat bagaimana fear of failure

memengaruhi prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknologi

Informasi UKSW. Untuk faktor perfeksionisme penulis ingin melihat

bagaimana perfeksionisme memengaruhi prokrastinasi akademik pada

mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi UKSW.

22

2.2 FEAR OF FAILURE

2.2.1 Definisi Fear Of Failure

Menurut Sarwono, (2010) fear atau takut merupakan salah satu

bentuk emosi yang mendorong seseorang untuk menjauhi sesuatu dan

sedapat mungkin menghindari kontak dengan suatu hal. Takut adalah suatu

mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap

suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli

psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi

dasar selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Ketakutan juga terkait

dengan suatu perilaku spesifik untuk melarikan diri atau menghindar dari hal

yang ditakuti tersebut. Perlu dicatat bahwa ketakutan selalu terkait dengan

peristiwa pada masa datang, seperti memburuknya suatu kondisi atau terus

terjadinya suatu keadaan yang tidak dapat diterima (id. wikipedia. org).

Rasa takut dapat disebabkan oleh berbagai alasan, salah satunya yaitu

perasaan takut akan kegagalan. Heckhausen (dalam McGregor & Elliot,

2005) menyatakan bahwa takut gagal dapat ditafsirkan sebagai suatu evaluasi

kerangka kerja yang mempengaruhi pandangan seseorang terhadap definisi

atau makna-makna dibalik kegagalan yang sudah dialaminya. Sehingga, ia

tidak mampu bangkit dari rasa takutnya. Ia selalu merasa dirinya terkekang

akan ketakutan, mereka menggangap bahwa kegagalan. Akibatnya, orang

yang takut akan kegagalan tidak akan dapat berkembang dan jauh dari

kesuksesan.

Kegagalan studi didefinisikan oleh Burton (Makmun, 2000) sebagai

berikut:

a. Mahasiswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang

bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan/tingkat

penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu,

seperti yang telah ditetapkan oleh guru (criterion referenced).

b. Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat

mengerjakan dan mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan

ukuran tingkat kemampuannya: inteligensi, bakat).

23

c. Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat

mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian social

sesuai dengan pola orgasmiknya (orgasmic pattern) pada fase

tertentu.

d. Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil

mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan

sebagai prasyarat (prerequisite).

Konsep ketakutan akan kegagalan kemudian diteliti lebih lanjut oleh

Conroy dan Elliot. Menurut Conroy (2002) definisi mengenai ketakutan akan

kegagalan mencakup adanya antisipasi terhadap konsekuensi negatif terhadap

kegagalan, dan tidak adanya harapan untuk sukses. Ketakutan akan

kegagalan bisa muncul dari konsekuensi negatif yang mengancam diri karena

kegagalan atau ketidakberhasilan. Pendapat Conroy ini juga dilatarbelakangi

oleh definisi Birney, Burdick, dan Teevan (dalam Conroy, Poczwardowski &

Henschen, 2001) mengenai ketakutan akan kegagalan yaitu sebagai ketakutan

dalam menghadapi kemungkinan untuk gagal dalam mencapai standar

prestasi atau tidak memenuhi standar evaluatif untuk sukses.

Rasa malu muncul secara eksplisit dalam definisi ketakutan akan

kegagalan, tetapi ketakutan akan kegagalan bisa terwujud dalam kecemasan

ketika individu melakukan performansi. Ketakutan akan kegagalan

berhubungan dengan ancaman penilaian negatif terhadap kemampuan dan

diri individu secara keseluruhan dalam melakukan performansi. Selain itu,

menurut Atkinson (dalam Conroy, Kaye & Fifer, 2007) ketakutan akan

kegagalan adalah dorongan untuk menghindari kegagalan terutama

konsekuensi negatif kegagalan berupa rasa malu, menurunnya konsep diri

individu, dan hilangnya pengaruh sosial. Berdasarkan beberapa definisi yang

sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi fear of failure yang

dikembangkan oleh Conroy untuk penelitian ini.

24

2.2.2 Aspek-aspek Fear Of Failure

Menurut Conroy (2002) telah melakukan penelitian yang

komprehensif mengenai rasa takut gagal. Rasa takut gagal atau ketakutan

akan kegagalan, jika dilihat dari perpektif hubungan antara kognitif dan

emosional individu akan diasosiasikan dengan penilaian terhadap ancaman

tentang kemampuan individu untuk menyelesaikan atau mencapai tujuan

ketika individu gagal dalam melakukan performansi.

Aspek-aspek Fear of Failure atau ketakutan akan kegagalan menurut

Conroy (2002) antara lain:

1) Ketakutan akan penghinaan dan rasa malu

Ketakutan akan mempermalukan diri sendiri, terutama jika banyak

orang yang mengetahui kegagalannya. Individu kerap mencemaskan

apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya dan penghinaan serta

malu yang akan didapatkan.

2) Ketakutan akan penurunan estimasi diri individu

Ketakutan ini meliputi perasaan kurang dari dalam individu. Individu

merasa tidak cukup pintar, tidak cukup berbakat, tidak cukup

berkompeten sehingga tidak dapat mengontrol performansinya

dengan baik.

3) Ketakutan akan ketidakpastian masa depan

Ketakutan yang hadir karena merasa kegagalan akan mengakibatkan

ketidakpastian dan berubahnya masa depan individu. Kegagalan ini

ditakutkan oleh individu akan merubah rencana yang dipersiapkan

untuk masa depan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

4) Ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial

Ketakutan ini melibatkan penilaian orang lain terhadap individu.

Individu takut apabila ia gagal, orang lain yang penting baginya tidak

akan mempedulikan, serta tidak mau menolongnya dan pada akhirnya

nilai dirinya akan menurun dimata orang lain.

5) Ketakutan akan mengecewakan orang yang penting baginya.

25

Ketakutan akan mengecewakan harapan, dikritik, dan kehilangan

kepercayaan dari orang lain yang penting baginya seperti orang tua,

yang akan menimbulkan penolakan orang tua terhadap diri individu.

2.3 PERFEKSIONISME

2.3.1 Definisi Perfeksionisme

Hill, Huelsman, Furr, Vicente, dan Kennedy (2004) mendefinisikan

perfeksionisme sebagai suatu hasrat untuk mencapai kesempurnaan dimana

ditandai dengan perfeksionisme adaptif (Concientius Perfectionism) yang

berasal dari internal individu dan perfeksionisme maladaptif (Self evaluate

Perfectionism) yang berasal dari eksternal individu. Selain itu, pemikiran

perfeksionisme ini merujuk pada kecenderungan individu untuk

mengevaluasi kualitias pribadi diri sendiri secara ekstreem. Pemikiran “Bila

saya tidak begini maka saya bukan apa-apa sama sekali” merupakan dasar

dari perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan. Perfeksionisme

merupakan salah satu hasil distorsi yang negatif (Burns, dalam Wulandari,

2002). Seorang perfeksionis melihat dunianya sebagai all or nothing, hitam

atau putih.

Seseorang membuat standar yang sangat tinggi untuk perilakunya,

misalnya mencoba untuk menjadi suami/istri/teman yang sempurna.

Perfeksionis menciptakan pikiran yang tidak realistis dan tekanan yang

sebenarnya membuatnya menderita. Pikiran tersebut adalah (Romas, Sarma

dan Pahala dalam Gunawita dkk, 2008): a) saya harus sempurna untuk setiap

apa yang saya kerjakan, b) saya seharusnya tidak membuat kesalahan,

demikian pula orang lain, c) saya berusaha keras untuk melakukan yang

benar, saya pantas terhindar dari frustasi dan kesulitan hidup, d) selalu ada

satu cara yang benar untuk menyelesaikana sesuatu, e) jika saya melakukan

kesalahan maka hancurlah segalanya, f) bilamana seseorang tidak melakukan

sebagaimana seharusnya mereka lakukan, mereka adalah manusia yang

buruk, g) jika saya tidak melakukannya dengan sempurna, saya pantas

menghukum diri sendiri, h) jika saat ini saya tidak melakukannya dengan

26

sempurna, maka saya harus bisa sempurna di lain waktu, i) saya harus

sempurna atau saya seorang yang gagal. Berdasarkan beberapa definisi yang

sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi prokrastinasi

akademik yang dikembangkan Huelsman, Furr, Vicente, dan Kennedy untuk

penelitian ini.

2.3.2 Aspek-aspek Perfeksionis

Menurut Hill, Huelsman, Furr, Kibler, Vicente, dan Kennedy (2004)

mengembangkan suatu pengukuran baru terhadap perfeksionisme, yaitu the

perfectionism inventory yang terdiri dari delapan aspek yang dibagi menjadi

dua bagian yaitu:

1. Perfeksionisme adaptif (Concientius Perfectionism) yang berasal dari

internal individu.

a. Keteraturan (Organization)

Kecenderungan untuk menjadi rapi & teratur.

b. Dorongan untuk hasil yang sangat baik (Striving for excellence)

Kecenderungan untuk mengejar hasil yang sempurna dan standar

yang tinggi.

c. Penuh perencanaan (Planfulness)

Kecenderunganuntuk merencanakan dan membuat keputusan.

d. Standar tinggi untuk orang lain (High standard for others)

Kecenderungan memiliki standar yang tinggi terhadap orang lain.

27

2. Perfeksionisme maladaptif (Self-evaluate Perfectionism) yang berasal

dari eksternal individu.

a. Ruminasi (Rumination)

Kecenderungan untuk obsesif khawatir tentang kesalahan masa lalu,

kurangnya kinerja sempurna atau kesalahan akan masa depan.

b. Memikirkan kesalahan (Concern over mistakes)

Kecenderungan untuk mengalami penderitaan atau kecemasan atas

masalah.

c. Membutuhkan persetujuan (Need for approval)

Kecenderungan untuk mencari pembuktian dari orang lain dan peka

terhadap kritik.

d. Tekanan orang tua yang dirasakan (Perceived parent pressure)

Kecenderungan untuk tampil sempurna di depan orangtua.

2.4 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Rahmat dan Hartiani (2013) fear of failure terdapat

hubungan positif yang signifikan antara fear of failure dengan prokrastinasi

(R= 0,23; p= 0,006, signifikan pada 0,05) yang artinya semakin tinggi tingkat

fear of failurepada Universitas Indonesia dalam mengerjakan skripsi. Hal ini

berarti semakin tinggi tingkat fear of failure semakin tinggi tingkat

prokrastinasi mahasiswa Universitas Indonesia dalam mneyelesaikan skripsi.

Fear of failure adalah disposisi kepribadian yang relatif stabil untuk

menghindari dan mengantisipasi pengaruh negatif dari hasil yang

ditimbulkan dari kegagalan. Dalam konteks mahasiswa Universitas Indonesia

yang sedang mengerjakan skripsi, ketakutan akan kegagalan mereka adalah

adanya kekhawatiran bahwa mereka tidak akan bisa mengerjakan skripsi.

Dengan menghindari pengerjaan skripsi tersebut, mereka sedikit terhindarkan

dari ketakutan akan kegagalan tersebut. Mungkin hal ini yang menjelaskan

kenapa mahasiswa yang memiliki fear of failure tinggi memiliki tingkat

prokrastinasi yang tinggi juga. Sebaliknya, semakin tinggi ketakutan dan

28

kecemasan mereka karena merasa tidak bisa mengerjakan dengan baik dan

tepat waktu.

Hasil penelitian Sebastian (2013) ditemukan adanya hubungan yang

signifikan antara fear of failure dengan prokrastinasi (r= 0,339; p = 0,000)

Seseorang yang memiliki rasa takut akan kegagalan yang tinggi akan

cenderung menganggap tugasnya tidak menyenangkan dan menyebabkan ia

mudah teralihkan oleh hal lain sehingga melakukan prokrastinasi.

Prokrastinasi merupakan kecenderungan seseorang menunda kegiatannya

sampai pada saat-saat terakhir (Gafni dan Geri, 2010). Seseorang dengan

kecemasan yang tinggi cenderung menunda pekerjaan mereka dengan alasan

yang irasional (Steel, 2007). Fear of failure merupakan kecemasan atau

kekhawatiran yang irasional yang akhirnya menurunkan kepercayaan diri

untuk mengerjakan suatu tugas.

Sebaliknya hasil penelitian Setyadi dan Mastuti, (2014) bahwa tidak

terdapat pengaruh antara fear of failure dengan prokrastinasi akademik (p =

0,270; r = 0,096; r2 = 0,009). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa fear of

failure pada mahasiswa yang berasal dari program akselerasi tidak

memberikan pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Hal tersebut

mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Schouwenburg (1992) yang

menyatakan bahwa secara umum fear of failure tidak berkorelasi dengan

prokrastinasi. Dengan demikian, trait fear of failure tidak dapat

meningkatkan prediksi dari perilaku prokrastinasi. Akan tetapi pada sub

kelompok yang homogen atau memiliki fear of failure dan prokrastinasi

dalam tingkat yang tinggi, kedua variabel tersebut berhubungan (p < 0,05).

Oleh karena itu, fear of failure sebagai trait tidak selalu berhubungan dengan

perilaku prokrastinasi. Hal tersebut tergantung pada tingkat fear of failure

dan prokrastinasi, serta pemilihan subjek tertentu. Dalam penelitian ini,

sebagian besar subjek memiliki tingkat fear of failure dan prokrastinasi

dalam kategori sedang, sehingga kemungkinan hal tersebut yang

menyebabkan tidak ada pengaruh fear of failure terhadap prokrastinasi

akademik. Sesuai dengan pendapat Schouwenburg (1992), fear of failure

29

mungkin akan berhubungan dengan prokrastinasi akademik jika diterapkan

pada subjek dengan tingkat fear of failure dan prokrastinasi akademik yang

sama-sama tinggi.

Sedangkan hasil penelitian Gunawita, Nanik dan Lasmono (2008)

menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perfeksionisme

dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa skripsi. Dalam penelitian ini

perfeksionisme dan prokrastinasi akademik turut berperan di dalam fenomena

bottleneck yang terjadi dikalangan mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi

UBAYA, namun perfeksionisme hanya dapat menjelaskan fenomena

prokrastinasi akademik sebesar 7,7%. Seseorang yang perfeksionis menuntut

segalanya serba sempurna dan terkadang memiliki harapan yang tidak

realistik (Gordon, 2003). Perfeksionisme membuat seseorang enggan

menyelesaikan tugas karena merasa tidak mampu mencapai standar yang

tinggi. Menurut Beswick, Rothblum, & Mann; Flett, Hewitt, Blankstein, &

Koledin (dalam Flett, Blankstein, Hewitt, & Koledin, 1992), salah satu

jembatan penghubung antara perfeksionisme dan prokrastinasi adalah

keyakinan irasional.

Sama halnya dengan penelitian kualitatif Kingofong

(2004),menyatakan bahwa perfeksionisme menjadi salah satu alasan

mahasiswa menunda mengerjakan skripsinya. Ada mahasiswa yang

menyiapkan semua bahan materi dan argumen yang matang, baru diserahkan

kepada dosen pembimbing, agar tiap kali bimbingan pembimbing sudah

menyetujuinya. Ada mahasiswa yang merasa tidak puas jika skripsi

sederhana, menjadi idealis, dan ingin membuat masterpiece karena skripsi

dipandang sebagai buku pertama yang dibuat. Akibatnya, mahasiswa tersebut

menunda-nunda penyelesaian skripsi dan lulus tidak tepat waktu.

Hasil penelitian Ananda dan Mastuti (2013) menunjukkan terdapat

pengaruh perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik dengan Fhitung

sebesar 4,815, nilai p= 0,039, nilai r = 0,424 dan r2

= 0,18. Persamaan regresi

yang didapatkan adalah Y= 153,677 – 0,416X, ini berarti perfeksionis

memiliki hubungan yang negatif dengan prokrastinasi akademik. Namun lain

30

halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Steel (2003), menemukan

bahwa perfeksionisme tidak berkorelasi secara signifikan dengan

prokrastinasi. Menurut Steel (2007) prokrastinasi akademik memiliki korelasi

yang signifikan dengan self-efficiacy dan self-control dibandingkan dengan

perfeksionisme.

2.5 Dinamika Hubungan Antar Variabel

Prokrastinasi akademik adalah penundaan tugas yang dilakukan

secara berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan yang tidak

nyaman. Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku yang tidak perlu menunda

kegiatan walaupun orang itu harus atau berencana menyelesaikan kegiatan

tersebut. Perilaku menunda ini akan dapat dikategorikan sebagai

prokrastinasi ketika perilaku tersebut menimbulkan ketidaknyamanan emosi

seperti rasa cemas, dan rasa takut akan kegagalan.

Menurut Sagar dan Stoeber (2009) salah satu ciri-ciri fear of failure

adalah ketakutan akan penghinaan dan rasa malu memiliki keterkaitan

dengan perfeksionisme. Kekhawatiran seorang perfeksionisme bahwa

individu harus terlihat sempurna tanpa melakukan kesalahan apapun,

sedangkan kekhawatiran seorang fear of failure bahwa individu harus

berhasil dan berjuang untuk tidak lagi merasa takut akan kegagalan sehingga

individu tersebut tidak akan merasa takut akan penghinaan maupun rasa malu

terhadap dirinya maupun orang lain dikarenakan keberhasilan yang dilakukan

salah satunya perfeksionisme terhadap apapun yang dilakukan dan dikerjakan

akan terlihat sempurna tanpa melakukan kesalahan apapun.

Faktor yang memengaruhi dalam penelitian ini adalah fear of failure.

Fear of failure atau disebut takut akan kegagalan bisa digambarkan sebagai

rasa takut yang menyebabkan seseorang terhindar dari kegagalan karena bisa

menimbulkan emosi malu dan terhina. Individu beranggapan bahwa mereka

akan gagal dan karenanya mengalami rasa malu, jadi solusi terbaik adalah

menghindari situasi sama sekali. Ketakutan akan kegagalan melibatkan

penilaian ancaman dalam situasi evaluatif yang mampu gagal. Situasi seperti

31

itu mengaktifkan skema kognitif di otak kita, yang terkait dengan

konsekuensi kegagalan yang tidak menyenangkan (Conroy, 2004). Penulis

berasumsi bahwa fear of failure memiliki hubungan yang positif dan

signifikan dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hal ini berarti

semakin tinggi fear of failure yang dimiliki mahasiswa maka semakin tinggi

perilaku prokrastinasi akademik mereka. Mahasiswa yang memiliki

kepribadian fear of failure atau disebut juga ketakutan akan kegagalan

merasa tidak percaya akan kemampuan yang dimilikinya sehingga apapun

yang dilakukan terlihat sebagai suatu kegagalan. Seseorang yang memiliki

rasa takut akan kegagalan yang tinggi akan cenderung menganggap tugasnya

tidak menyenangkan dan menyebabkan ia mudah teralihkan oleh hal lain

sehingga melakukan prokrastinasi dan pada akhirnya seseorang menunda

kegiatannya sampai pada saat-saat terakhir.

Selain fear of failure, faktor yang memengaruhi prokrastinasi

akademik adalah perfeksionisme. Perfeksionisme adalah disposisi

kepribadian yang ditandai dengan mengupayakan ketidaksempurnaan dan

menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi disertai dengan evaluasi

perilaku seseorang yang terlalu kritis. Perfeksionisme dipandang melekat

dalam kepribadian seseorang. Ini adalah cara individu menangani atau

melihat situasi apa pun. Individu dengan tingkat perfeksionisme tinggi

bertujuan untuk menjadi sempurna, apalagi bertujuan untuk menghindari

kesalahan dalam bentuk apapun. Mereka mengevaluasi perilaku dan prestasi

mereka sendiri. Mereka menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi untuk

diri mereka sendiri, tanpa ruang untuk kesalahan. Pemikiran “Bila saya tidak

begini maka saya bukan apa-apa sama sekali” merupakan dasar dari

perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan. Seorang perfeksionisme

melihat dunianya sebagai all or nothing, hitam atau putih.

Berdasarkan kajian dan hasil penelitian sebelumnya yang telah

diuraikan sebelumnya, penulis berasumsi bahwa perfeksionisme memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

Hal ini berarti semakin tinggi perfeksionisme yang dimiliki mahasiswa maka

32

semakin tinggi pula perilaku prokrastinasi akademik. Mahasiswa yang

memiliki kepribadian perfeksionisme akan mengupayakan segala cara untuk

skripsi yang dikerjakannya terlihat sempurna salah satunya dengan cara

menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi akademik secara terus

menerus.

2.6 Model Penelitian

Model penelitian yang dikembangkan sebagai berikut:

Gambar 2. 1

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan model penelitian

yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Terdapat pengaruh secara simultan antara fear of failure dan perfeksionis

terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang

menyelesaikan skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW Salatiga.

Fear of Failure (X1)

Prokrastinasi Akademik

(Y) Perfeksionis

(X2)