bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/bab ii.pdffaktor eksternal...

14
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan beberapa permasalahan yang akan dikaji, ada beberapa teori dan konsep yang akan dijadikan sebagai acuan dasar dalam menganalisis hasil pembahasan. Teori dan konsep tersebut akan di paparkan dalam bab ini, adapun teori yang digunakan dalam menganalisis Implementasi Kebijakan yang akan diteliti adalah teori collaborative governance A. Kebijakan Publik Sebelum meneliti tentang implementasi kebijakan Publik, terlebih dulu kita membahas pengertian dari Kebijakan Publik. Tujuannya agar kita mengetahui lebih dalam mengenai apa yang di maksud dengan kebijakan publik pada pembahasan berikutnya. Pada Penelitian ini, Peneliti memahami Kebijakan Publik sebagai Bentuk keputusan Pemerintah yang di tujukan untuk masyarakat. Seperti yang dijabarkan oleh Brikland yang mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai keputusan Negara sebagai sespon pemerintah untuk penyelesaian sebuah permasalahan atau mewujudkan tujuan kehidupan bersama bisa berwujud pernyataan pemerintah, regulasi, atau keputusan hukum . Kebijakan Menurut Birlan 29 adalah: “Policy is statement by Government at whatever level of what is intends to to about a public problem, such statatements can be found in the constitution, statues, regulation, case law (that is court decision), agency or leadership decisions.” 29 Thomas A Birkland, 2011,An Introduction to the Policy Process theories, concepts, and models of public policy, London and New Yord: Routledge

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan beberapa permasalahan yang akan dikaji, ada beberapa teori

dan konsep yang akan dijadikan sebagai acuan dasar dalam menganalisis hasil

pembahasan. Teori dan konsep tersebut akan di paparkan dalam bab ini, adapun

teori yang digunakan dalam menganalisis Implementasi Kebijakan yang akan

diteliti adalah teori collaborative governance

A. Kebijakan Publik

Sebelum meneliti tentang implementasi kebijakan Publik, terlebih dulu kita

membahas pengertian dari Kebijakan Publik. Tujuannya agar kita mengetahui

lebih dalam mengenai apa yang di maksud dengan kebijakan publik pada

pembahasan berikutnya. Pada Penelitian ini, Peneliti memahami Kebijakan Publik

sebagai Bentuk keputusan Pemerintah yang di tujukan untuk masyarakat. Seperti

yang dijabarkan oleh Brikland yang mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai

keputusan Negara sebagai sespon pemerintah untuk penyelesaian sebuah

permasalahan atau mewujudkan tujuan kehidupan bersama bisa berwujud

pernyataan pemerintah, regulasi, atau keputusan hukum .

Kebijakan Menurut Birlan29 adalah:

“Policy is statement by Government at whatever level of what is intends

to to about a public problem, such statatements can be found in the

constitution, statues, regulation, case law (that is court decision),

agency or leadership decisions.”

29 Thomas A Birkland, 2011,An Introduction to the Policy Process theories, concepts, and models

of public policy, London and New Yord: Routledge

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

24

Sejalan dengan Brikland yang menyebutkan bahwa kebijakan merupakan

keputusan pemerintah dengan tujuan pemecahan masalah, Carl Friendrich juga

berpendapat kebijakan public merupakan aktifitas berupa usulan seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang ditujukan untuk

memecahkan masalah-masalah publik dalam rangka mencapai suatu tujuan atau

merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.30

Secara umum dari kedua pendapat diatas secara sederhana dapat dikatakan

kebijakan mengandung suatu strategi untuk menyelesaikan sebuah masalah yang

diusulkan sesorang, kelompok atau pemerintah yang dipilih oleh pemerintah

dengan tujuan Membawa perubahan dari suatu kondisi masyarakat kedalam

keadaan yang lebih baik. Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa pemerintah

sebagai aktor utama dalam memujuskan sebuah kebijakan public.

Penulis sendiri menggunakan teori Collaborative Governance dalam

menganalisis kebijakan, dimana kebijakan public pada teori collaborative ini

dipahami sebagai kebijakan pemerintah yang melibatkan keterpaduan antara

beberapa unsur sepeti masyarakat yang dilibatkan dalam pelaksanaan maupun

pengambilan kebijakan. Begitu juga dengan kebijakan program Jalin Matra PK2

yang merupakan program kebijakan inisiatif pemerintah Povinsi untuk masyarakat

miskin pedesaan, dan dalam pelaksaannya melibatkan masyarakat sebagai sasaran

kebijakan, program ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan kerentanan

kemiskinan di ruang lingkup pedesaan dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

30 Winarno Budi, 2014, Kebijakan Publik, Yogyakarta, Caps Hal: 20-21

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

25

B. Collaborative Governance dalam pelaksanaan Kebijakan

Pada dasarnya, Implementasi merupakan bagian paling penting dalam

kebijakan Publik, implementasi sendiri dalam segi Bahasa bermakna pelaksanaan

atau penerapan, yang berasal dari Bahasa Inggris Implementation. Setiap Kebijakan

Publik harus diimplementasikan agar tercapainya tujuan yang sudah dirumuskan

dalam Kebijakan Publik tersebut.

Kebijakan yang telah di rumuskan dan ditetapkan akan diterapkan utuk

menyelesaikan permasalahan publik, sehingga tahap imlementasi memiliki

pengaruh besar terhadap sebuah keberhasilan kebijakan publik. Implementasi

Kebijakan juga disebut dengan Policy Delivery System (sistem penerusan kebijkan

Publik) yang biasanya terdiri dari strategi tertentu untuk menuju tercapainya tujuan-

tujuan yang dikehendaki. Implemenentasi kebijakan merupakah tahapan yang

sangat penting agar kebijakan publik dapat diwujudkan sesuai dengan tujuannya.

Karna kebijakan public yang tidak diimplementasikan akan menjadi rencana yang

dia-sia. Sama hal nya dengan rumusan kebijakan Program Jalin Matra yang sudah

di rencanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat di implementasikan di

Desa Ngroto pada tahun 2016.

Dalam setiap implementasi kebijakan yang telah ditetapkan memiliki model

peksanaan yang berbeda-beda tentunya pilihan model pelaksanaan tersebut

dianggap sebagai model yang ideal dalam pelaksaan kebijakan. Mengingat

kebijakan Jalin Matra tersebut sebagai kebijakan Pro Poor atau kebijakan yang

difokuskan untuk kepentingan masyarakat miskin maka, dalam kebijakan Jalin

Matra PK2 ini menyesuaikan dengan tujuan kebijakan yaitu masyarakat rentan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

26

miskin pedesaan sebagai target kebijakan. Sehingga perlu adanya kerjasama

antara pemerintah dengan masyarakat objek kebijakan yaitu masyarakat rentan

miskin Desa Ngroto.

Istilah kerjasama dalam implementasi yang melibatkan pemangku

kepentingan non pemerintah dapat diartikan sebagai Collaborative Governance.

Kolaborasi diartikan sebagai kerjasama, intraksi, kompromi beberapa unsur terkait

baik individu, mapun lemaga kelompok yang juga menerima manfaat dari kebijkan

tersebut baik penerimaan secara langsung mapun tidak langsung tentunya mereka

memiliki tujuan yang sama mengenai apa yang ingin mereka capai dalam

kolaborasi.31 Tidakhanya itu, kelompok kepentingan yang berarti masyarakat juga

diartikan sebagai masyarakat juga memiliki tanggung jawab atas pencapaian

kebijakan, meskipun pada dasarnya kebijakan tersebut merupakan inisiatfi

pemerintah. Ada enam kreteria yang ditekankan dalam kebijakan kolabirasi ini

yaitu32:

1. Merupakan inisiatif pemerintah.

2. Melibatkan aktor bukan pemerintah.

3. Peserta kelompok kepentingan terlibat langsung dalam pengambilan

keputusan.

4. Musyawarah tersebut diselenggarakan secara formal dan kolektif.

5. Musyawarah tersbut bertujuan untuk membuat keputusan berdasarkan

consensus (walaupun consensus tersebut tidak tercapai dalam praktik).

6. Fokus kolaborasi ada pada kebijakan publik atau manajemen publik.

31 Chris Ansell and Alison Gash,2007, Collaborative Governance in Theory and Practice, Journal

of Public Administration Research and Theory University of California 32 Ibid hlm. 544

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

27

7. Chris Ansell dan Alisson menggambarkan Colaborative Governance

sebagai usaha bersama dalam pemecahan masalah yang terwujud dalam

kebijakan publik yang melibatkan Instansi Pemerintah atau beberapa

warga masyarakat, keterlibatan tersebut berlangsung secara partipasi

dengan kelompok-kelompok yang terorganisir atau aktor lain yang

memiliki kepentingan33. Begitu juga dengan Program Jalin Matra K2

yang dalam pelaksanaannya di kelola oleh BUMDesa Ageng bersama

Kelompok masyarakat sebagai pemecahan permasalahan Kerentanan

Kemiskinan.

8. Model kebijakan kolaboratif tersebut dimulai dari kondisi isu lokal,

kemudian kolaborasi tersebut bertujuan untuk mengatasi isu yang

berkembang dimasyarakat. Sehingga perlu adanya kerjasama untuk

mengatasinya, sehingga diperlukan komunikasi yang baik antar unsur

dan mencegah terjadinya rasa ketidak percayaan, tidak hormat, ketidak

seimbangan antar kelompok kepentingan, intensif yang sesuai, serta

tidak adanya sejarah konflik antar unsur. Selain kondisi isu lokal

kebijakan kolaboratif juga menganalisis variabel desain kelembagaan,

kepemimpinan, yang mempengaruhi proses kolaborasi, lebih lanjut

model kolaborasi tersebut akan dijabarkan dalam gambar berikut:

33 Lilik Kristianto, 2010.Sinergi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat di Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret : Thesis Administrasi Publik Hal.106

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

28

Bagan 2. 1 model Collaborative Governance

Start Condition, merupakan kondisi awal pemicu pelaksanaan kolaborasi

dalam kebijakan. Dalam hal ini bisa di latar belakangi oleh visi yang sama terhadap

apa yang ingin di capaia atau manfaat yang akan di dapatkan dari kolaborasi.

Facilitative Leadership, kepemimpinan merupakan fasilitator untuk membawa

unsur terlibat dalam kolaborasi, Vangen dan Huxham berpendapat bahwa

kepemimpinan penting untuk merangkul, memberdayakan, dan melibatkan semua

unsur yang terlibat agar proses kolaborasi terus berjalan. Peran Facilitative

Leadership sangat penting untuk memberdayakan unsur terlibat yang lemah agar

seimbang34.

Institutional Design, mengacu pada penyusunan dasar dan peraturan dasar

untuk kolaborasi. Variabel ini sangat penting untuk mendesain prosedur proses

kolaborasi. Adapun acuan dasar yang digunakan dalam pelaksnaan program Jalin

34 Chris Ansell and Alison Gash,2007, Collaborative Governance in Theory and Practice, Journal

of Public Administration Research and Theory University of California Hal.554

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

29

Matra PK2 adalan Peraturan Gubernur nomer 13 tahun 2016 tentang

pedoman pelaksanaan program Jalin matra. Dalam hal ini lebih ditekankan pada

peraruran yang jelas, proses yang terbuka,

Proses kolaborasi menggambarkan suatu tahapan kebijakan publik. Gray

mendefinisikan proses kolaborasi kedalam 3 (tiga) tahapan yaitu pengaturan

masalah, pengaturan arah, dan implementasi. Sedangkan pada pembahasan

penulisan ini lebih menekankan pada proses implementasi. Dimana pada proses

implementasi tersebut ada beberapa variabel yang saling berkaitan. Face to face

dialogue, tatakelola kolaboratif dibangun atas dasar komunikasi secara langsung

antar pihak terkait dengan komunikasi ketsebut diharapkan tidak ada pihak yang

merasa dirugikan. Dengan komunikasi secara langsung juga dapat membangun

kepercayaan, rasa menghormati dan membagi pemahaman. Trust building, dengan

dibangunnya kepercayaan antar pihak terkait maka kebiajakan yang

impelemtasikan dengan baik.

Comitment to the process, tingkat komitmen pada pihak terhadap kolaborasi

merupakan variabel yang sangat penting dalam menjelaskan kegagalan atau

keberhasilan kebijakan (Alexander, Comfort, and Weiner 1998). Commitmen ini

mencakup rasa saling ketergantungan, saling terlibat dalam proses, dan adanya

keterbukaan untuk keuntungan bersama. Shared understanding, pada proses

kolaborasi antar pihak terkait harus membangun pemahaman bersama mengenai

tujuan bersama dengan jelas dan strategis, variabel ini mencakup misi yang jelas,

pendefinisian masalah, dan mengedintifikasi nilai-nilai yang berlaku. Dan yeng

terakhir dalam menganalisis kebijakan Jalin Matra PK2, penulis melihat bagaimana

Outcomes atau hasil dari kebijakan publik, sehingga akan ditemukan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

30

dimana masalah kebijakan tersebut muncul, yang akan menjawab rumusan masalah

point kedua mengenai apa permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan.

C. Kemiskinan dan Masyarakat Rentan Miskin

Pada umumnya kemiskinan didefinisikan dari segi ekonomi, baik dalam

bentuk uang pendapatan maupun pendapatan tambahan non-material yang diterima

oleh masyarakat. Sedangkan secara luas, kemiskinan sering diartikan sebagai

keadaan yang di tandai oleh kekurangan, kekurangan kualitas pendidikan,

kekurangan kualitas kesehatan, dan kekurangan masyarakat terhadap akses

transportasi.

BPS dan Depsos juga menggunakan pendekatan dasar dalam

mendefiniskina kemiskinan. Kemiskinan merupakan ketidak mampuan seseorang

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya untuk mewujudkan hidup yang layak atau

mereka yang memiliki sumber mata pencaharian namun tidak seimbang dengan

jumlah kebutuhan nya sehingga jauh dari kata layak.35

Seotomo dalam pendapatnya menyatakan bahwa kemiskinan yang dialami

oleh seseorang atau masyarakat dalam kurun waktu yang lama dapat mempengaruhi

perkembangan dan keadaannya untuk masa depan.36 Kondisi yang serba

kekurangan dapat menggambarkan kondisi yang miskin pula di waktu yang akan

datang. Tentu hal itu dapat mempengaruhi kualitas kehidupan suatu masyarakat

pada waktu yang akan datang. Dan lambat laun akan menjadi kemiskinan yang

35 Erwan Agus Purwanto, 2007,Mengkaji Potensi Usaha Kecil Menengah untuk pembuatan

kebijakan anti kemiskinan di Indonesia, Journal Ilmu sosial dan ilmu politik Vol.10 No. 3 Maret

2007. 36 Soetomo,2012, Membangun masyarakat merangksi sebuah kerangka,Yogyakarta: Pustaka

pelajar Hal. 110

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

31

mengakar dan dapat mempengaruhi prilaku masyarakat. Jika suatu masyarakat

sudah terjebak

dengan kondisi kemiskinan maka sangat memiliki potensi besar untuk

kekurangan di bidang pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya.

Dalam pengertian yang lebih luas lagi, David Cox membagi kemiskinan

kedalam beberapa dimensi37:

1. Kemiskinan yang disebabkan oleh Globalisasi. Globalisasi dapat

menghasilkan dua kemungkinan. Yaiutu menang atau kalah. dan warga

di Negara miskin terpuruk kedalam kemiskinan yang lebih parah.

2. Pembangunan. Kemiskinan Subsisten (akibat rendahnya

pembangunan), kemiskinan pedesaan (diakibatkan oleh kurangnya

perhatian dipedesaan akibat pembangunan), kemiskinan perkotaan

(kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan

pembangunan).

3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan (biasanya

dialami oleh perempuan sebagai kepala rumah tangga), anak-anak dan

kelompok minoritas.

4. Kemiskinan Konsekuesonal. Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-

faktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam,

kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.

Menurut soeharto Ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat

perhatian dalam kajian kemiskinan yaitu Destitute, Poor, Vulnerable Group.

37 Soetomo,2012, Membangun masyarakat merangksi sebuah kerangka,Yogyakarta: Pustaka

pelajar Hal. 132-133

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

32

1. Masyarakat yang paling Miskin (Destitute) atau yang sering disebut juga

dengan fakir miskin. Secara absolut kelompok ini pendapatannya berada di

bawah garis kemikinan. Bahkan, pada umumnya kelompok ini tidak

memliki sumber pendapatan samasekali. Dan pada umumnya tidak

memiliki akses terhadap pelayanan publik seperti pelayanan pendidikan.

Masyarakat dalam golongan paling miskin ini saat ini sering disebut dengan

istilah RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin).

2. Masyarakat miskin (Poor) masyarakat dalam kelompok ini memiliki

pendapatan dibawah garis kemiskinan, namun yang membedakan dengan

kelompok Destitute diatas adalah kelompok ini secara relative masih

memiliki akses terhadap pelayanan dasar seperti masih memiliki sumber

pendapatan, memiliki pendidikan dasar dan tidak buta huruf.

3. Masyarakat rentan (Vulnerable)38 masyarakat dalam golongan ini dapat

dikatakan bebas dari kemiskinan, pendapatannya berada sedikit diatas garis

kemiskinan dengan demikian kelompok ini dapat dikatakan kelompok

masyarakat ini memiliki kelayakan hidup yang reltif lebih baik dari pada

kelompok destitute maupun poor. Tetapi kelompok ini sebenarnya sangat

dekat dengan kemiskinan “near poor”. Dalam kategori ini masyarakat

rentan di anggap sangat mudah sekali berpindah status atatu keadaan dari

rentan menjadi miskin dan bahkan sangat miskin (destitute). Olehkarna itu

kelompok rentan ini membutuhkan solusi dalam menguatkan perekonomian

dan ketubutuhan dasarnya.

38 Edi Suharto,2014, membangun masyarakat memberdayakan rakyat, Bandung: Refika Aditama

Hal. 148-149

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

33

Chambers juga menyimpulkan bahwa inti dari permasalahan kemiskinan

terletak pada kondisi kekurangan atau di sebut juga dengan jebakan kekurangan

(Deprovation Trap) yang terdiri dari lima ketidakberuntungan yaiutu: kemiskinan

itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan, dan ketidakberdayaan.

Diantara lima point tersebut saling berkaitan satusama lain, namun dari kelima

penyebab diatas ada dua sebab yang dapat menjadikan keluarga miskin menjadi

lebih miskin, yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan.39

Keluarga rentan miskin menurut Robert Chambers dikatakan:40

"Keluarga rentan miskin dapat dilihat dari ketidak mampuan untuk

menyediakan sesuatu dalam rangka menghadapi situasi darurat seperti

datangnya bencana alam atau penyatit yang tiba-tiba menimpa keluarga

tersebut, menyebabkan keluarga rentan menjual harta benda berharga

sehingga keluarga menjadi lebih miskin”.

Karakter rumah tangga rentan sendiri sangat membutuhkan perlindungan

sosial, karna akan mudah terkena resiko-resiko sosial yang dengan mudah

menjadikan rumah tangga rentan menjadi rumah tangga miskin. Untuk itu

berdasarkan pertimbangan diatas, perlu adanya sebuah pembangunan yang

mengandung unsur perubahan yang terencana berupa kebijakan bertujuan

menanggulangi terjadinya kemiskinan yang lebih parah lagi, maka Program Jalin

Matra PK2 ini dilaksanakan sebagai program perlindungan sosial yang diharapakan

mampu menjadikan masyarakat rentan lebih berkembang mandiri secara ekonomi.

39 Strategi penanggulangan kemiskinan Kota malang hal.28 40 Ibid, Hal.30

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

34

D. Jalin Matra PK2

Program Jalin Matra Pk2 yang merupakan singkatan dari Program

Penanggulangan Kerentanan Kemiskinan atau merupakan program yang ditujukan

utuk masyarakat rentan miskin. Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan

sebelumnya masyarakat rentan miskin ini diartikan sebagai masyarakat yang sangat

dekat dengan kemiskinan. Saat ini jumlah masyarakat rentan miskin yang menjadi

rumah tangga sasaran kebijakan Program Jalin Matra PK2 desa ngroto berjumlah

477 rumah tangga sasaran yang kemudian di klasifikasi ulang dengan

memperhitungkan aspek produktifitas, dan usia produktif .

Jalin Matra PK2 sudah menjadi fokus utama penanggulangan kemiskinan

di jawa timur sejak tahun 2015. Dalam peraturan Gubernur nomor 13 tahun 2016

tentang jalan lain menuju mandiri dan sejahtera. Dalam Peratutan Gubernur tersebut

diseebutkan bahwa terdapat 2 tujuan dari program jalin matra ini yaiutu tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk mencegah atau

menanggulangi terjadinya kemiskinan yang dapar di alami oleh masyarakat rentan

miskin pada waktu yang akan datang.

Sedangkan tujuan khusunya terdapat tiga point, yang pertama, membantu

masyarakat rentan miskin agar mampu berinisiatif mengatasi kerentanannya

dengan cara memanfaatkan potensi yang ada. Kedua, membantu agar masyarakat

rentan dapat lebih produktif dan meningkatkan perekonomiannya berdasarkan

pemanfaatan potensi sosial ekonomi yang ada didesanya. Ketiga, mendorong agar

BUMdesa mampu tumbuh dan berkembang sebagai bagian yang mampu

memberdayarakn masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan penguatan

ekonomi desa.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

35

Sedangkan Indikator keberhasilannya dilihat dari empat aspek yaitu

pertama, Tepat sasaran, dalam artian Rumah Tangga yang mendapatkan Pinjaman

Murah Jalin Matra P2 merupakan Rumah Tangga hampir miskin berdasarkan Data

Program perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Kedua, Tingkat pengembalian

Pinjaman, tingkat ketepatan pengembalian pinjaman merupakan unsur yang sangat

penting dalam indikator keberhasilan program Jalin Matra PK2, karena dana

pinjaman tersebut dapat digulirkan kembali kepada Pokmas yang sama atau

Pokmas lain. Ketiga, RTS yang sudah mendapatkan program Jalin Matra

mengalami peningkatan pendapatan. Dengan indikator ini diharapkan pinjaman

murah yang digulirkan kepada RTS dapat digunakan sebagai modal usaha untuk

meningkatkan pendapatannya. Keempat, Pelaksanaan Jalin Matra diharapkan dapat

mendorong terbentuknya BUMDesa sebagai lembaga penguat ekonomi Desa.

Untuk mencapai semua tujuan tersebut ada lima Prinsip dasar dalam

pelaksanaan Program Jalin Matra yaitu, membantu dengan hati, melibatkan

partisipasi RTS (Participatory Poverty Assesment), Transparan dan Akuntabel,

keterpaduan, dan keberlanjutan. Tentu dari lima prinsip dasar tersebut memiliki

keterkaitan dalam rangka mewujudkan tujuan kebijakan.

Adapaun dalam Pelaksanaannya, Program Jalin Matra PK2 Desa Ngroto

ditangani oleh Badan Usaha Milik Desa Ngroto yaitu Bumdes AGENG sesuai

dengan amanat Peraturan Gubernur, tujuannya untuk memperkuat kelembagaan

milik Desa. Dan sampai sejauh ini, terdapat 90 rumah tangga yang tergabung dalam

Pokmas (kelompok masyarakat) sudah mendapatkan Bantuan tersebut. Dan dana

tersebut secara bergulir dan berkelanjutan diberikan sebagai modal usaha.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40203/3/BAB II.pdffaktor eksternal diluar kondisi miskin seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya

36

Modal tersebut mulanya berasal dari Pemerintan Provinsi Jawa Timur

berjumlah Rp.100.000.000, (seratus Juta Rupiah) dan yang digunakan sebagai

penyertaan modal kepada BUMDesa senilai Rp.90.000.000 (Sembilan puluh juta)

sebagai pinjaman murah. Sedangkan yang Rp.10.000.000 (sepuluh juta) sebagai

dana operasional BUMDesa.41

Adapun pelaksanaanya setiap Desa diberi kewenangan hak otonom sesuai

dengan sumber daya dan kearifan lokal masing-masing Desa. Adapun di Desa

Ngroto peminjaman Modal Murahnya sesuai dengan modal yang dibuthkan

berkisar antar Rp.1.500.000 (satu juta limaratus ribu rupiah) sampai

Rp.2.000.000,(Dua juta rupiah) melalui penyeleksian yang dilakukan oleh pengurus

BUMDesa. Penyeleksian merupakan tahap Verifikasi RTS dan penilaian kelayakan

usaha yang dilaksanakan Oleh pengurus BUMDesa sebagai pengelola anggaran

Program Jalin Matra.

Dengan demikian pemerintah desa dapat memperhitungkan komitmen

masyarakat untuk keberhasilan program tersebut serta dapat mengawasi

perkembangan usaha produktif yang dimiliki masyarakat. Jika dirasa usaha tersbut

masih dinilai belum mampu bersaing dan layak, maka akan dilakukan bimbingan,

sehingga program Jalin Matra PK2 ini tidak hanya peminjaman modal udaha berupa

uang tetapi penyertaan modal Life Skill agar mampu bersaing dan produktif.

41 Peraturan Gubernur Jawa Timur, Pedoman Pelaksanaan Program Jalin Matra 2016, lampiran III