bab ii tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran 2.1 ... · alasannya adalah kebijakan fiskal mampu...

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen dari kebijakan makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut adalah kebijakan yang bertujuan untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta keseimbangan dalam neraca pembayaran. Apabila dibandingkan dengan kebijakan moneter, Keynes lebih mengandalkan kebijakan fiskal untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Alasannya adalah kebijakan fiskal mampu meningkatkan permintaan agregat secara langsung. Samuelson (1997), mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai salah suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah. Berdasarkan definisi tersebut terdapat dua instrumen pokok di dalamnya, yaitu belanja negara dan perpajakan. Dengan kedua instrumen tersebut, pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah dari pajak yang secara keseluruhan terangkum dalam suatu anggaran. Negara Indonesia adalah salah satu dari negara berkembang yang memiliki pengeluaran pemerintah yang tergolong cukup besar. Pengeluaran pemerintah ini terlihat dengan jelas dalam anggaran belanja negara Indonesia. Anggaran pemerintah ini mempunyai dampak substansial terhadap perekonomian. Sebagai perangkat utama kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), digunakan secara eksplisit untuk mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kegiatan ekonomi, alokasi sumberdaya diantara berbagai alternatif penggunaan yang berbeda dan distribusi pendapatan masyarakat.

Upload: lenhi

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen dari kebijakan

fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen dari kebijakan

makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut adalah kebijakan yang

bertujuan untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang

cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta keseimbangan dalam

neraca pembayaran. Apabila dibandingkan dengan kebijakan moneter, Keynes

lebih mengandalkan kebijakan fiskal untuk mencapai sasaran-sasaran

pembangunan. Alasannya adalah kebijakan fiskal mampu meningkatkan

permintaan agregat secara langsung. Samuelson (1997), mendefinisikan kebijakan

fiskal sebagai salah suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran

publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan

ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja

penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah.

Berdasarkan definisi tersebut terdapat dua instrumen pokok di dalamnya,

yaitu belanja negara dan perpajakan. Dengan kedua instrumen tersebut,

pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya

yang sebagian besar adalah dari pajak yang secara keseluruhan terangkum dalam

suatu anggaran.

Negara Indonesia adalah salah satu dari negara berkembang yang

memiliki pengeluaran pemerintah yang tergolong cukup besar. Pengeluaran

pemerintah ini terlihat dengan jelas dalam anggaran belanja negara Indonesia.

Anggaran pemerintah ini mempunyai dampak substansial terhadap

perekonomian. Sebagai perangkat utama kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN), digunakan secara eksplisit untuk mempengaruhi

pertumbuhan dan tingkat kegiatan ekonomi, alokasi sumberdaya diantara berbagai

alternatif penggunaan yang berbeda dan distribusi pendapatan masyarakat.

11

Pemerintah memerlukan dana untuk menyelenggarakan pembangunan dan

menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dana atau uang tersebut diperoleh dari

penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dalam negeri adalah semua

penerimaan yang diterima dalam bentuk migas dan non-migas. Penerimaan

minyak dan gas alam (migas) adalah penerimaan yang berasal dari pajak, bea

cukai, non pajak, dan penerimaan lainnya. Sedangkan penerimaan luar negeri

adalah penerimaan yang berasal dari nilai mata uang asing yang dikurskan

kedalam rupiah yang berasal dari pinjaman luar negeri, yang berbentuk pinjaman

program dan pinjaman proyek. Dana atau uang yang berasal dari penerimaan

tersebut digunakan pemerintah untuk membiayai kegiatan ekonomi negara yang

terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan.

Adapun pengeluaran rutin pemerintah terdiri atas :

1. Belanja pegawai yaitu pengeluaran negara untuk keperluan pembayaran

gaji, tujangan, uang makan, serta biaya lain-lain pegawai negeri

2. Belanja barang yaitu pengeluaran negara untuk membeli barang-barang

yang dipergunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah

3. Belanja rutin daerah yaitu pengeluaran negara untuk belanja pegawai dan

non-pegawai pemerintah

4. Bunga dan cicilan utang adalah pengeluaran pemerintah untuk membayar

bunga dan cicilan pokok pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri

5. Subsidi yaitu pegeluaran untuk berbagai macam subsidi pemerintah untuk

masyarakat misalnya subsidi bahan bakar pemerintah

6. Berbagai pengeluaran yang bersifat non-departemental seperti giro pos,

bebas porto, biaya pemakaian listrik, air minum,telepon, telegrap, serta

pembayaran dan jasa lainnya.

Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara

untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non-fisik. Selain pembiayaan

proyek pada pengeluaran pembangunan juga terdapat komponen pembiayaan

rupiah terdiri atas pembiayaan departemen/kelembagaan.

a. Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila

pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,

12

pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994)

Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari

identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang

merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur

tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah

bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau

menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari

pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah

tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya.

Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati

kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata

untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja

adalah tidak memadai. Melainkan harus diperhitungkan siapa yang akan

terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari

agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan

pihak swasta (Dumairy, 1997).

Beberapa teori yang membahas tentang perkembangan pengeluaran

pemerintah adalah sebagai berikut :

1. Model Rostow dan Musgrave

Model ekonomi ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave

berpendapat bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan tahap

perkembangan ekonomi suatu negara. Tahapan-tahapan perkembangan ekonomi

tersebut yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Ada perbedaan fokus

alokasi sumberdaya antara negara pada tahap awal perkembangan, tahap

menengah pembangunan, dan tahap lanjut yang yang kemudian tercermin dalam

pengeluaran pemerintah. Masing-masing tentunya berawal dari kebutuhan yang

berbeda, sehingga arah kebijakannyajuga berbeda. Ini tentunya berkaitan dengan

seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber daya manusianya.

Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui negara pada awal perkembangan ekonomi

sebelum menuju tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Begitu juga, ada beberapa hal

yang sudah terpenuhi oleh negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak

13

perlu lagi terfokus pada penyediaan prasarana layaknya negara pada tahap awal

perkembangan.

Teori Rostow dan Musgrave menguraikan tiga tahapan yang pasti dilalui

setiap negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran

pemerintah yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan

infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, prasarana transportasi

dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap

diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap ini

diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang dan memiliki peran

besar terhadap perekonomian. Oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini

dapat menimbulkan kegagalan pasar dan juga akan menyebabkan peran

pemerintah yang besar yakni harus menyediakan barang dan jasa publik dalam

jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini

perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang

semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh

perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat

pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk

mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat.

Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah

agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka (Basri, 2005). Kemudian pada

tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan,

utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan

pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Dalam satu proses pembangunan

menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP akan semakin besar,

tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Sementara itu,

Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan

aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk

layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pelayanan

kesehatan masyarakat dan sebagainya (Dumairy,1997).

2. Hukum Wagner

Teori ini dikemukakan oleh Adolph Wagner. Pengamatan empiris yang

dilakukannya terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada

14

abad ke-19 menunjukkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran

pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan nasional

negara tersebut. Menurut Wagner, terdapat lima hal yang menyebabkan

pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu :

- Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan

- Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat

- Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi

- Perkembangan demokrasi

- Ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.

Berdasarkan pengamatan terhadap negara-negara maju Wagner

menyimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah

akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut.

Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi menimpa industri-

industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja

merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah

untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan dan

lain lain.

3. Teori Peacock Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori

mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan

Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku

perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis

penerimaan dan pengeluaran pemerintah. pemerintah selalu berusaha

memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan

pajak yang besar.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa

masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana

masyarakat dapat memahami besarnya pugutan pajak yang dibutuhkan oleh

pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari

bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah

sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membiayai

pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan

15

pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Peacock dan Wiseman adalah

pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat

walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak

menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

Dalam keadaan normal, kenaikan PDB memiliki pengaruh terhadap

penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan nomal jadi

terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah

terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.

Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi

dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian

(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta

dialihkan pada aktivitas pemerintah (Basri, 2005).

Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan

pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah

ganguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.

Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP

bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut

adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah

berakhir. Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan

setelah terjadi perangdan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya

gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ketangan

pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah yang disebut

efek konsentrasi (Mangkoesoebroto, 1994).

Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas

pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali

pada tingkat sebelum terjadi perang. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner,

perkembangan pengeluaran pemerintah versi Wagner adalah bebertuk suatu garis

lurus sementara versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi

seperti tangga.

16

2.1.2 Konsep Rezim Nilai Tukar

Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat

nilai tukar suatu mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Sebagai

negara perekonomian terbuka, perkembangan rezim nilai tukar merupakan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian secara

umum. Pengaruh nilai tukar terhadap perekonomian berjalan melalui dua sisi,

permintaan dan penawaran. Nilai tukar juga merupakan salah satu alat ukur

kekuatan perekonomian suatu negara. Biasanya nilai mata uang suatu negara

tergantung pada kinerja ekonominya.

Stabilitas terhadap nilai tukar mata uang suatu negara merupakan suatu hal

yang sangat penting karena berdampak kepada tingkat perekonomian negara

tersebut. Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di

Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai

Tukar Tetap, Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem

Nilai Tukar Mengambang Bebas.

1. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas

moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang

negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun

permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau

kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan

pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa

tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh

otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila

tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta

asing (Halwani, 2005).

Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi 250 rupiah per dollar US,

sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan

nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar

internasional. Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol

devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya

17

kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal

pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi

kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi

semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi

permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem

nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam

mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada

tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar

valuta asing.

Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu

yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar

Rupiah ditetapkan menjadi 378 rupiah per dolar Amerika. Devaluasi yang kedua

dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi 415 rupiah per dolar

Amerika dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar

sebesar 625 rupiah per dolar Amerika. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan

karena nilai tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi

daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi

tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya

sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.

Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan

dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 persen. Pada

sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang

(basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem

tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak

di pasar dengan penyebaran tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar

Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi

batas atas atau batas bawah spread/penyebaran.

Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di

Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi

terhadap dolar Amerika. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara 644 sampai

18

2.383 rupiah per dolar Amerika. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah

terhadap dolar Amerika cenderung tidak pasti.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri

tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan

dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai

penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal

(external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa

persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena

karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih

sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem

perekonomian yang sudah mapan.

Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada

periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami

tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US

Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turn oil yang melanda

Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk

mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui

spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs

berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun

untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.

Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus

berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk

menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti

mekanisme pasar. Nilai tukar rupiah yang mengikuti mekanisme pasar inilah yang

disebut sistem nilai tukar mengambang bebas.

2.1.3 Krisis Keuangan

Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai

institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilai mereka. Krisis

keuangan juga ditandai dengan akses kredit yang sangat terbatas. Pada abad ke-19

dan ke-20, terjadinya krisis finansial berhubungan dengan kepanikan perbankan

19

dan resesi. Situasi lain yang sering disebut sebagai dampak krisis finansial adalah

runtuhnya bursa efek dan krisis mata uang.

Gambar 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1969-2006

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa krisis ekonomi 1997-1998 berdampak

sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia pada tahun berikutnya.

Dampak-dampak struktural akibat kelemahan ekonomi sebelum krisis tetap

membayangi sistem perekonomian meski, tingkat PDB riil di tahun 2004 dan

setelahnya sudah melampaui tingkat sebelum krisis. Laju pertumbuhan ekonomi

rata-rata periode 2004-2006 adalah 5.40 persen masih di bawah rata-rata sebelum

krisis yakni 6.86 persen.

Secara khusus krisis keuangan mungkin memiliki dampak pada resesi

ekonomi. Dampak dari resesi ekonomi ini akan membawa dampak terhadap

sektor sektor perekonomian lainnya. Banyak ekonom menulis teori mengenai

bagaimana krisis keuangan terjadi dan dapat dicegah, namun hanya terdapat

sedikit konsensus.

Negara Indonesia terus mewaspadai potensi krisis yang terjadi sebagai

imbas dari gejolak ekonomi global. Pemerintah terus mewaspadai semua jalur

pintu masuk krisis mulai dari sektor perdagangan maupun sektor keuangan.

Kondisi keuangan global yang terus bergejolak masih membuka peluang krisis

Pertumbuhan Ekonomi 1969-2006

-15.00

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.001969

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

(%)

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

Growth ln GDP riil

20

merembet ke Indonesia setiap saat. Dampak krisis dapat terjadi melalui jalur

perdagangan maupun jalur keuangan.

Menteri Keuangan Republik Indonesia yaitu Bapak Agus Martowardojo

dalam salah satu seminar ekonomi mengatakan bahwa tingkat ketergantungan

ekspor Indonesia tidak terlalu besar, sehingga ancaman krisis masuk melalui jalur

perdagangan dapat diminimalisasi. Tapi, Kalau dari sektor keuangan perlu kita

waspadai, sebab saat krisis berbagai lembaga keuangan di Eropa perlu melakukan

konsolidasi sehingga dampak krisis keuangan global di dunia termasuk Asia akan

berkurang.

2.1.4 Ekspor Neto

Sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalu lintas perdagangan

internasional berperan penting dalam perekonomian dan pembangunan di

Indonesia. Adanya perdagangan internasional merupakan salah satu ciri dari

perekonomian terbuka. Perdagangan internasional ditunjukkan dengan adanya

kegiatan ekspor dan impor suatu negara. Kegiatan ekspor impor ini menjadi salah

satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto dari sisi pengeluaran

suatu negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi menjadi faktor

utama untuk meningkatkan produk domestik bruto suatu negara. Ekspor neto

adalah selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara.

Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran

dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang

selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang dengan

kompensasi barang dan jasa dikemudian hari. Akhirnya berkembang hingga

pertukaran antarnegara dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham,

valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan

semua negara yang terkait didalamnya. Sehingga, memungkinkan setiap negara

melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat

meningkatkan pendapatan mereka. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa setiap

negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas,

kualitas, dan jenis produksinya.

21

Dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual untuk domestik dan

sebagian diekspor lagi keluar negeri. Pengeluaran pemerintah atas output pada

perekonomian terbuka (Y) dibagi menjadi empat komponen :

- C, konsumsi barang jasa dan domestik

- I, investasi dalam barang dan jasa domestik

- G, pembelian pemerintah atas barang dan jasa domestik

- EX, ekspor barang dan jasa domestik

Dalam perekonomian tertutup, seluruh output dijual dipasar domestik, dan

pengeluaran dibagi hanya menjadi tiga komponen : konsumsi, investasi, dan

belanja pemerintah.

Nama lain dari ekspor neto suatu negara adalah neraca perdagangan

(trade balance), karena menunjukkan keadaan arus perdagangan barang dan jasa

suatu negara. Jumlah ekspor neto akan menjadi sumber cadangan devisa suatu

negara.

2.1.5 Konsep Investasi

Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau

pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat

pengeluaran agregat. Kegiatan investasi dalam suatu perekonomian dapat

mendorong naik turunnya tingkat perekonomian negara yang bersangkutan karena

mampu meningkatkan produksi dan kesempatan kerja. Investasi merupakan

pengeluaran perusahaan dan pemerintah secara keseluruhan untuk membeli

barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk

memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

yang lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan untuk melakukan

investasi. Investasi juga disebut sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-

penanam modal (investor) dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk

menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia

dalam perekonomian. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai

pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk

membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah

kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian (Sukirno, 2006).

22

Salah satu kegiatan investasi yang dapat diketahui adalah penanaman

modal, penanaman modal dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.

Untuk investasi swasta di Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas

berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah investasi (Deliarnov,

1995) yaitu antara lain sebagai berikut.

a) Inovasi dan Teknologi

Adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama

menjadi tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menemukan

investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih.

b) Tingkat Perekonomian

Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan

makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung, yang pada gilirannya

akan diinvestasikan pada suatu usaha yang menguntungkan.

c) Tingkat Keuntungan Perusahaan

Makin besar tingkat keuntungan perusahaan, maka makin banyak bagian

laba yang dapat ditahan dan dapat digunakan untuk tujuan investasi.

d) Situasi Politik

Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan

kemudahankemudahan bagi perusahaan, maka tingkat investasi akan tinggi.

Investasi pemerintah

Menurut Suparmoko (2002), peranan pemerintah dalam suatu negara dapat

dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya

terhadap pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat

dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh

pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, maka

semakin besar pula pengeluaran pembangunan.

1) Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang

digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang

meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi

dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat

23

menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan

pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan

kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada

masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas

perekonomian (Mangkoesoebroto, 1994).

2) Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk

membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang

bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik

prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu.

Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan

dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada

berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan

anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi

yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi

dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Investasi swasta

Selain investasi pemerintah terdapat juga investasi swasta. Investasi

Swasta adalah investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah disetujui oleh

Pemerintah. Dalam penelitian ini investasi yang digunakan adalah investasi

swasta, dimana data yang digunakan adalah jumlah Total PMDN dan PMA yang

telah disetujui oleh negara setiap tahunnya.

Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri, yang dimaksud dengan “Modal Dalam Negeri” adalah bagian dari

kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang

dimiliki negara, swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia,

yang disediakan guna menjalankan suatu usaha, sepanjang modal tersebut tidak

diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1967

tentang Penanaman Modal Asing.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing, pada Pasal 1 menyebutkan bahwa: “Pengertian penanaman modal dalam

Undang-undang ini hanya penanaman modal asing secara langsung yang

24

dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang ini, yang digunakan

untuk menjalankan perusahaan Indonesia, dalam arti pemilik modal tersebut”.

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu

investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui

pasar modal dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi.

Investasi langsung yang dikenal dengan penanaman modal asing (PMA)

merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau

mengakuisisi perusahaan. Dibanding dengan investasi portofolio, penanam modal

asing lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/jangka

panjang, penanam modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih

keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru.

Penanaman modal pada hakekatnya merupakan kegiatan investasi yang

dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Untuk investasi swasta di

Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas berupa Penanaman Modal

Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Menurut UU No. 1 Tahun 1967, PMA adalah hanya meliputi modal asing

secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan

Undang-Undang ini yang digunakan untuk menjalankan perusahaan Indonesia,

dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari

penanaman modal tersebut, perluasan dan alih status, yang terdiri dari saham

peserta Indonesia, saham asing dan modal pinjaman.

Pengertian PMDN menurut UU No. 6 Tahun 1968 ialah bagian dari pada

kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang

dimiliki oleh negara, swasta nasional maupun swasta asing yang berdomisili di

Indonesia yang disisihkan dan disediakan guna menjalankan suatu usaha

sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal 2 UU No.

1 Tahun 1967, tentang penanaman modal asing.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan suatu gambaran

ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat

bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Untuk

mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk

25

domestik bruto (GDP), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam

perekonomian. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output

perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya (GDP) dan sisi

jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagi jumlah

penduduk (Boediono, 1999).

Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro

ekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan

barang dan jasa akan meningkat, dari satu periode ke periode lainnya.

Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu

mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah

jumlah barang modal, teknologi yang digunakan berkembang. Selain itu, tenaga

kerja betambah sebagai akibat perkembangan penduduk dan pengalaman kerja

dan pendidikan ketrampilan.

Teori pertumbuhan ekonomi pada awalnya diprakarsai oleh Ricardo dan

Malthus yang mencoba melakukan analisis terhadap perekonomian Inggris,

meskipun banyak memperoleh kritikan namun pada pertengahan abad ke 20

pertumbuhan ekonomi berkembang dalam tiga gelombang. Periode pertama

digagasi oleh Harrod (1993 dan 1948) dan Domar (1946 dan 1947), kemudian

periode kedua diprakarsai oleh Solow dengan teori Neoclasical model of

economic growth (1956) dan Swan pada pertengahan tahun 1950. Selanjutnya

periode ketiga dikemukakan oleh Romer dan Lucas (1988).

Tiga komponen utama dari pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu:

1. Akumulasi modal

Meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada

tanah, peralatan fisik dan modal (SDM). Akumulasi modal terjadi apabila

sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan

tujuan memperbesar output dan pendapatan perkapita.

2. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi

beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara

tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu

pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan

26

menambah jumlah tenaga produktif sedangkan pertumbuhan penduduk

bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada

kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan. Adapun

kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis

akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor penunjang seperti

kecakapan manajerial atau administrasi.

3. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi dapat terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:

1) Kemajuan teknologi yang netral

Terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai

tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan

kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sama seperti

pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan

output atau kenaikan output masyarakat.

2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja

Sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke 20 adalah teknologi

yang hemat tenaga kerja. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam

berbagai kegiatan produksi sudah mulai berkurang. Sehingga dapat

memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah

input tenaga kerja atau modal yang sama.

3) Kemajuan teknologi yang hemat modal

Kemajuan teknologi yang hemat modal merupakan fenomena yang

relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam

dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara

maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk

menghemat modal.

Dalam proses pembangunan ekonomi juga dipengaruhi oleh dua macam

faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu

negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal dan

teknologi yang disebut faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak

mungkin terjadi selama lembaga sosial, keadaan politik dan nilai moral dalam

suatu bangsa tidak menunjang, inilah yang disebut faktor non ekonomi.

27

2.1.7 Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-

harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang

dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang

meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan

spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.

Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-

rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu

menunjukan inflasi.

Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap

terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling

memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan

persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang,

berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di

bawah angka 10% setahun; inflasi sedang adalah antara 10% -30% setahun;

inflasi berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak

terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Berdasarkan asal terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua yaitu :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), inflasi ini timbul

karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat

harga kebutuhan pokok menjadi mahal.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), terjadi karena

kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri

tinggi, kenaikan impor tarif barang.

28

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Terdapat begitu banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan

indikator-indikator ekonomi yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini.

Beberapa penelitian tersebut adalah yang disebutkan dibawah ini :

Dalam penelitian Ramayadi tahun 2003 berjudul “Economic Growth and

Government Size In Indonesia: Some Lessons For The Local Authorities

Departement of Economics” menyatakan bahwa dengan menggunakan metode

ECM antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi berhubungan

negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang selama periode 1969-

1999.

Dalam penelitian Alfirman dan Sutriono tahun 2005 berjudul “Analisis

Hubungan Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan

menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression’

menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran

pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran rutin tidak signifikan

memengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak

produktif serta sebagian besar bersifat kontradiktif seperti belanja untuk

pembayaran bunga utang. Sementara pengeluaran pembangunan memiliki

hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domesti bruto.

Penelitian yang dilakukan Wijayanti tahun 2008 berjudul “Analisis

Kausalitas antara Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia tahun 1970-2005” menyatakan bahwa dengan menggunakan uji

kointegrasi Engle-Granger dan uji kausalitas Granger, secara empiris kita tidak

bisa menemukan kedua arah hubungan kausalitas, baik Hukum Wagner maupun

hipotesis Keynes tidak valid untuk Indonesia.

Menurut hasil penelitian Manalu yang dilakukan tahun 2004 berjudul

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia” menyatakan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan

berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan

metode OLS dalam periode 1984-2003.

29

Risandewi (2005) menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar,

pengeluaran pemerintah, cadangan devisa dan pengganda uang memiliki

hubungan jangka panjang. Pada uji kausalitas, jumlah uang beredar mempunyai

hubungan timbal balik dengan cadangan devisa, namun mempunyai hubungan

searah dengan pengganda uang. Sedangkan pengeluaran pemerintah tidak

memiliki hubungan kausalitas dengan jumlah uang beredar.

Menurut hasil penelitian Jiranyakul tahun 2007 berjudul The Relation

Between Government Expenditure and Economic Growth In Thailand

menunjukkan bahwa dengan menggunakan Granger hanya terdapat hubungan satu

arah antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Thailand yaitu

kenaikan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan kenaikan pertumbuhan

ekonomi. Dalam hasil penelitian ini juga disebutkan tidak terdapat hubungan

jangka panjang antara kedua variabel. Sedangkan dengan menggunakan metode

OLS, menunjukkan bahwa antara kedua varibel berhubungan positif selama

periode penelitian.

Wahyuningtyas (2010), menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi. Defisit anggaran

berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap investasi (1986 – 2008).

Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan defisit anggaran yang

berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik menunjukan bahwa

kebijakan fiskal ekspansif justru menimbulkan fenomena crowding out

(pembatasan) pada investasi.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu

perbedaan variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis

dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu

pengeluaran pemerintah, nilai tukar, inflasi, investasi, penerimaan pajak,

pertumbuhan PDB dan ekspor bersih. Jenis data yang digunakan adalah data

sekunder berupa data tahunan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu

tahun 1984 hingga tahun 2011. Selain itu metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode VECM (Vector Eror Correction Model).

30

2.3 Kerangka Pemikiran

Pemerintah

Penerimaan

Pemerintah

p

Pengeluaran

pemerintah

Non

Pajak

Pajak Pembangun

an

Rutin

Kebijakan

Fiskal

Faktor – faktor yang

mempengaruhi

Pengeluaran pemerintah