bab ii tinjauan pustaka anestesi regional

68
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anestesi Regional 2.1.1. Definisi Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar ( . 2.2. Klasifikasi Anestesi Regional Klasifikasi anestesia regional terbagi menjadi dua bagian yaitu blok sentral dan blok perifer (Latief, et al., 2001). Blok sentral (blok neuroaksial) yang meliputi : a. Blok spinal atau anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. b. Blok epidural atau anestesi epidural 2

Upload: achoi-shen

Post on 28-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anestesi Regional

2.1.1. Definisi

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara

pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir

untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau

seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar ( .

2.2. Klasifikasi Anestesi Regional

Klasifikasi anestesia regional terbagi menjadi dua bagian yaitu blok sentral

dan blok perifer (Latief, et al., 2001). Blok sentral (blok neuroaksial) yang meliputi :

a. Blok spinal atau anestesi spinal

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

b. Blok epidural atau anestesi epidural

Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang

epidural dan bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di bagian lateral.

Kerja anestesi epidural lebih lambat dibandingkan anestesi spinal, begitu pula kualitas

blokade sensori-motoriknya lebih lemah.

c. Blok kaudal atau anetesi kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, hal ini karena kanalis

kaudalis merupakan perpanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang

kaudal melalui hiatus sakralis.

Sedangkan blok perifer meliputi:

a. Anestesi topikal

Anestesi topikal atau analgesia permukaan ialah obat analgetik dioleskan atau

disemprot di atas selaput mukosa seperti hidung, mata, dan faring.

2

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

b. Infiltrasi lokal

Infiltrasi topikal adalah penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di

sekitar tempat lesi, luka, atau insisi.

c. Blok lapangan (field block)

Infiltrasi sekitar lapangan operasi (untuk exterpasi tumor kecil, dan sebagainya).

d. Analgesia regional intravena

Penyuntikan larutan analgetik lokal intra vena. Ekstremitas di eksinguasi dan

diisosiasi bagian proksimalnya dengan torniket pneumatic dari sirkulasi sistemik.

2.3. Keuntungan Anestesia Regional

a. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.

b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar.

c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

e. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. Kerugian Anestesia Regional

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

3. Sulit diterapkan pada anak-anak.

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.

5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

E. Persiapan Anestesi Regional

Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena

untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal,

perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke

3

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk

mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi

umum.

e. Persiapan Anetesi Regional

Persiapan anestesi regional yang biasa dilakukan pada persiapan preoperative

ialah (Kristanto, 2004):

a. Kunjungan preoperative, hal ini dilakukan untuk menilai keadaan umum

pasien serta menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Penderita yang akan menjalani operasi elektif dipuasakan selama 6 jam.

c. Premedikasi

Premedikasi berguna untuk menenangkan pasien, misalnya pemberian

pethidin 1 mg/kg BB, atau valium 0,1-0,2 mg/kg IM. Premedikasi dapat pula

diberikan secara oral, misalnya valium tablet 5-10 mg.

f. Pembahasan Blok Sentral

2.4.1. Blok spinal atau anestesi spinal

a. Definisi anestesi spinal

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan

(Kristanto, 2004). Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan

anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Penyuntikkan anestetik lokal

dilakukan di regio antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5

(Latief,et al., 2001).

4

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Medula spinalis terletak di dalam kanalis spinalis yang dikelilingi oleh

cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens. Pada dewasa, medula

spinalis berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena

itu, anestesi spinal pada dewasa dilakukan di ruang subarachnoid di daerah

antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Untuk mencapai cairan

serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis, subkutis, ligamentum

Supraspinosum, ligamentum Interspinosum, ligamentum Flavum, ruang

epidural, durameter, ruang subarachnoid. (Latief, et al., 2001).

b. Indikasi Anestesi Spinal

Penggunaan atau indikasi digunakannya anestesi spinal dapat dilakukan

pada keadaan seperti bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan

sekitar rektum perineum, bedah obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah

abdomen bawah, pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya

dikombinasikan dengan anestesi umum ringan (Latief, et al., 2001).

c. Kontra Indikasi Anestesi Spinal

Metode anestesi spinal memiliki beberapa kontra indikasi baik absolut

amupun relatif di antaranya (Latief,et al., 2004; Kleinman and Mikhail,2013):

Kontra indikasi absolut:

1) Pasien menolak

2) Infeksi pada tempat suntikan

3) Hipovolemia berat (syok), sebagai akibat kehilangan darah atau

dehidrasi. Pasien-pasien semacam ini cenderung mengalami penurunan

curah jantung yang berat karena hilangnya respons vasokonstriksi

kompensatorik

4) Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5) Peningkatan tekanan intrakranial

5

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

6) Fasilitas resusitasi minim

7) Operator kurang berpengalaman atau tanpa didampingi konsultan

anestesia

Kontraindikasi relatif:

1) Sepsis

2) infeksi di area suntikan

3) Pasien tidak kooperatif

4) Kelainan neurologis

5) Kelainan psikis

6) Waktu pembedahan lama

7) Penyakit jantung

8) Hipovolemia ringan

9) Nyeri punggung kronik

d. Peralatan Anestesi Spinal

Peralatan yang digunakan pada anestesi spinal antara lain (Latief, et al.,

2001):

1) Peralatan monitor

Tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan EKG.

2) Peralatan resusitasi atau peralatan anestesi umum

3) Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quincke-

Babcock), jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point,Whitecare)

atau jarum spinal dengan lubang jarum memanjang (Sprotte)

(Kleinman and Mikhail,2013).

6

B.A.

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.1. Jenis Jarum Spinal, (A)Jarum tajam

(QuinckeBabcock), (B) Jarum pinsil (whitecare), (C) Sprotte.

e. Obat-Obatan Anestesi Spinal

Banyak anestetik lokal yang digunakan pada masa dahulu, namun saat ini

hanya beberapa anestetik lokal yang digunakan. Larutan anestetik lokal yang

digunakan hanya yang bebas dari bahan pengawet. Penambahan

vasokonstriktor seperti epinefrin dapat memperlama durasi anestesi spinal

(Kleinman and Mikhail,2013).

Tabel 2.1.Dosis obat anetesi spinal

f. Teknik Anestesi Spinal

7

C.

Obat Sediaan

Dosis (mg) Durasi (menit)Perineum, tungkai bawah

Abdomen bawah

Abdomen atas

Murni Epinefrin

Procain 10% solution

75 125 200 45 60

Bupivacain

0,75% in 8,25% dextrose

4-10 12-14 12-18 90-120 100-150

Tetracain 1% solution in 10% glucose

4-8 10-12 10-16 90-120 120-240

Lidokain 5% in 7,5% glucose

25-50 50-75 75-100 60-75 60-90

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Teknik anestesi spinal biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa

dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.Perubahan

posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya

obat. Posisi yang paling sering digunakan adalah posisi duduk atau posisi tidur

lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah (Latief, et al., 2001).

Berikut merupakan teknik anestesi spinal:

1) Setelah dimonitor, pasien diposisikan tidur, misal dalam posisi lateral

dekubitus. Kepala diberi bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga

agar tulang belakang stabil. Pasien dibuat membungkuk maksimal (fleksi)

agar processus spinosus mudah teraba dan celah tusukan menjadi lebih

lebar. Posisi lain yang dapat digunakan adalah posisi duduk.

2) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,

misal L2-L3, L3-L4, L4-L5 dipastikan dan ditandai. Tusukan pada L1-L2

atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.

3) Tempat tusukan disterilkan dengan betadine atau alkohol.

4) Anestesi lokal dapat diberikan pada tempat tusukan, misalnya dengan

lidokain 1-2% sebanyak 2-3 ml.

5) Tusukan dilakukan dengan cara tusukan median atau paramedian. Untuk

jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan

8

A. B.

Gambar 2.2. Posisi pasien dalam anestesi spinal, (A) posisi lateral dekubitus, (B) posisi duduk.

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum

yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Penuntun jarumditusukkan

sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian jarum spinal

dimasukkanberikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika

menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus

sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel

mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah

resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor,

pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan

(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi

jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar

dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar.

Untuk analgesia spinal secara kontinyu dapat dimasukan kateter.

6) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit – ligamentum

flavum dewasa ± 6cm.

g. Faktor yang Mempengaruhi Blok Analgesia Spinal

Beberapa faktor yang dapat memngaruhi blok anelgesia spinal adalah

(Kristanto, 2004):

1). Berat jenis larutan: hiper, isoatau hipobarik.

2). Posisi pasien, posisi saat pennyuntikan ataupun posisi segera saat

penyuntikan

3). Dosis obat

4). Tempat pungsi: pengaruhnya besar, pada L4-5 obat hiperbarik

cenderung berkumpul ke kaudal (saddle block) pungsi L2-3 atau L3-

4 obat lebih mudah menyebar ke kranial.Volume obat analgetik

lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesi

9

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

5). Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan

batas daerah analgetik

6). Kecepatan: Penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia

yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1

ml larutan.

7). Manuvervalsaava: mengejan meninggikan tekanan likuor

serebrospinalis dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.

8). Tekanan abdominal yang meninggi dengan dosis yang sama didapat

batas analgesia yang lebih tinggi

9). Tinggi pasien:makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis,

makin besar dosis yang diperlukan.

10). Waktu: Setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan

analgetik sudah menetap (tidak berubah) sehingga batas analgesia

tidak dapat diubah lagi dengan mengubah posisi pasien.

h. Komplikasi Tindakan Anestesi Spinal

1) Komplikasi Sirkulasi

Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin

tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan

dengan memberikan infus cairan kristaloid (NaCl, Ringer Laktat ) secara

cepat 10-15 ml /kgb BB dalam 10 menit segera setelah penyuntikan

analgesia spinal. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi

hipotensi dapat diberikan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak

10 mg diulang tiap 3-4 menit sampai tercapai tekanan darah yang

dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik

berkurang, atau karena blok simpatis T1-4. Hal ini diatasi dapat dengan

pemberian sulfas atropine 1/8-1/4 mg intra vena (Kristanto, 2004).

2) Komplikasi Respirasi

10

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

a) Bila fungsi paru-paru normal, analisa gas darah cukup

memuaskan pada blok spinal tinggi

b) Penderita PPOM/COPD (penyakit paru-paru obstruktir

menahun), merupakan kontraindikasi untuk blok spinal tinggi.

c) Apnea: dapat disebabkan karena blok spinal yang lebih tinggi

atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.

d) Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas,

merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu

segera ditangani dengan oksigen dan nafas buatan.

3) Komplikasi Gastrointestinal

Nausea dan muntah, pusing pasca pungsi lumbal (“post lumbal

puncture headache”) merupakan nyeri kepala dengan ciri khas: terasa

lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak/duduk. Mulai

terasa 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi

(kurang dari 10% dengan jarum no.22). Pada usia tua lebih jarang, dan

pada kehamilan meningkat (Kristanto, 2004).

2.4.2 Anestesia Epidural

a. Definisi Anestesia Epidural

Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial, di

mana penggunaannya lebih luas dari pada anestesia spinal. Epidural blok dapat

dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (lazim disebut

blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia

operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk

penanggulangan nyeri kronis. Ruang epidural berada di luar selaput dura.

Radiks saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian

lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.Onset dari epidural

anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesi spinal.

Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih encer

11

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis dan serat

motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok

motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan

analgesia post operasi (Morgan, 2006).

1) Lumbal epidural

Lumbal epidural merupakan daerah anatomis yang paling sering

menjadi tempat insersi atau tempat memasukkan epidural anestesia dan

analgesia. Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat

ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan

dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1,

keamanan blok epidural pada daerah lumbal dapat dikatakan aman, terutama

apabila secara tidak sengaja sampai menembus dura.

2) Torakal epidural

Secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian

juga risiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan

paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak

digunakan untuk intra atau post operatif analgesia.

3) Cervikal epidural

Teknik ini biasanya dikerjakan dengan posisi pasien duduk, leher

ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis digunakan

terutama untuk penanganan nyeri (Visser L, 2001).

b. Indikasi anestesi epidural

1) Bedah daerah panggul dan lutut

Anestesi epidural untuk pembedahan daerah panggul dan lutut

berhubungan dengan rendahnya kejadian trombosis vena dalam. Perdarahan

juga minimal apabila dilakukan pembedahan dengan teknik anestesi

epidural.

2) Revaskularisasi ekstremitas bawah

12

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit

pembuluh darah perifer yang dioperasi dengan teknik anestesi epidural aliran

darah ke distal lebih besar dan oklusi pembuluh darah post operatif juga

menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan anestesi umum.

3) Persalinan

Pada proses persalinan yang sulit, apabila dilakukan dengan teknik

epidural anestesi menyebabkan stress peripartum berkurang. Hal ini

berhubungan dengan menurunnya produksi katekolamin.

4) Post operatif manajemen

Pasien dengan gangguan cadangan paru, misalnya PPOK menunjukkan

maintenance fungsi paru lebih bagus dengan teknik epidural anestesi

dibandingkan dengan general anestesi. Post operatif pun, pasien lebih

kooperatif dan lebih cepat dipindahkan dari recovery room(Morgan, 2006).

c. Kontra indikasi

Tabel 2.2. Kontra indikasi anestesi epidural

No Kontra indikasi relatif Kontra indikasi absolut

1 Neuropati perifer Sepsis

2 “mini-dose” heparin Bakteremia

3 Demensia atau psikosis Infeksi kulit pada lokasi injeksi

4 Aspirin atau pengobatan anti platelet lainnya

Hipovolemia berat

5 Penyakit demielisasi system saraf pusat Koagulopati

6 Stenosis aorta Dalam pengobatan dengan antikoagulan

7 Pasien tidak kooperatif Peningkatan tekanan intra cranial

8 Pasien menolak

d. Teknik Anestesi Epidural

Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum epidural

dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua teknik

13

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang epidural

adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.

Gambar 2.3. Tempat injeksi epidural

Teknik “loss of resistance” lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum

epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih

terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan

meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan

dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi.

Bila ujung jarum masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan

mengalami hambatan dan suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian

ditusukan secara perlahan, milimeter demi milimeter sambil terus atau secara

kontinyu melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang

epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan

mudah dilakukan (Latief SA, 2002).

e. Obat-obat anestesi epidural

Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah

akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi

umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan

memerlukan suntikan tunggal short atau long acting anestesi atau

14

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi

kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3%

kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk

bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat

anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk

epidural atau kaudal saja yang dianjurkan(Morgan, 2006).

Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui

kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman

praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan

regresi blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-

masing obat anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan

untuk terjadinya penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila

telah terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak

sepertiga sampai setengah dari dosis inisial(Morgan, 2006).

Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat,

durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang

tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari

kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu

permasalahan. Preparat bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan

intratekal dengan volume yang besar. Sedangkan formulasi EDTA

menimbulkan nyeri pinggang yang berat (diperkirakan karena terjadinya

hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan

tidak menimbulkan komplikasi tersebut(Morgan, 2006).

Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide

dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi

menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk

menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak

dianjurkan pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan

menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena.

15

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai

akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam

lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga

timbul refractory re-entrant arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari

bupivakain (misal 0,0625%) sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan

untuk analgesia untuk persalinan dan nyeri pasca operasi. S-enantiomer dari

bupivakain: levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi

saraf tetapi tidak menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang

toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama

dengan bupivakain(Morgan, 2006).

f.Kegagalan Blok Epidural

Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas, dan

secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural sangat tergantung

pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau hanging drop). Juga,

lebih bervariasinya anatomi dari ruang epidural dan kurang terprediksinya

penyebaran obat anestesi lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang

dapat diprediksi.

Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam

sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis lembut dan

perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan, dengan kata lain kekeliruan

dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri. Demikian juga bila masuk ke

muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of resistance.

Penyebab lain kegagalan anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural,

dan injeksi intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat

dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan waktu

yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak berhasil.

16

Page 16: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar

dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi

dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan

dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien

mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa

kasus (tarikan pada ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang

lainnya seperti tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian

suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama

nervus vagus mengakibatkan semua hal ini(Morgan, 2006).

g. Komplikasi Anestesi Epidural

Komplikasi anestesi epidural hampir sama dengan komplikasi anestesi

spinal. Hal yang membedakannya hanya tingkat kehebatannya dan insidennya

(Fischer, 2009). Dosis anestesi lokal dibutuhkan lebih besar untuk anestesi

epidural dibandingkan anestesi subaraknoid spinalis. Kadarnya dalam darah

dapat menjadi tinggi dan dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung dan

pengurangan curah jantung pada penderita yang lanjut usia dengan keadaan otot

jantung yang tidak sempurna. Jarum atau kateter pada anestesi subaraknoid

dapat memasuki pembuluh darah dan suntikan sistemik sehingga dapat

menyebabkan hipotensi yang tiba-tiba. Jika dura ditembus secara tidak sengaja,

tetapi tidak diketahui, maka dosis anestesi lokal yang disuntikkan berkali-kali

pada anestesi spinalis subaraknoid dapat menyebabkan blok spinal menyeluruh,

hipotensi, ketidaksadaran, dan apnue. Dura yang dapat ditembus oleh jarum

besar untuk kateterisasi dapat menyebabkan kebocoran LCS sehingga terjadi

nyeri kepala spinalis (Boulton TB, 1994).

Nyeri punggung kadang dilaporkan setelah dilakukan tindakan anestesi

epidural atau spinal. Hal ini dikaitkan dengan beberapa faktor seperti yang

terlihat pada table dibawah ini.

17

Page 17: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Tabel 2.3. Faktor penyebab nyeri punggung post anestesi epidural/spinal

Faktor penyebab Keterangan

Nyeri bekas suntikan Terlokalisir dan bersifat sementara

Posisi Posisi yang berlebihan saat operasi atau melahirkan

Obat-obatan 2-Chloroprocaine and EDTA

Abses atau hematoma epidural Jarang tetapi penting untuk diterapi

Rekurensi nyeri punggung sebelumnya

(Sumber: Fischer HBJ, 2009)

2.4.3 Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis

kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang

kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum

sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum

supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal

berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura (Latief, et al.,

2001).

a. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Kaudal

Indikasi anestesi kaudal antara lain bedah daerah sekitar perineum,

anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal. Sedangkan kontraindikasi

anestesi kaudal seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.

b. Teknik Analgesia Kaudal

18

Page 18: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

1) Posisi pasien telungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala

lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama pada wanita

hamil.

Gambar 2.4. Posisi untuk analgesia kaudal

2) Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum kateter vena (venocath,

abocath) ukuran 20-22 pada penderita dewasa.

3) Pada dewasa biasanya ditusuk pada L5-S1 dengan dosis 1-2 ml/segmen

(12-25 ml).

4) Pada anak prosedur lebih mudah

5) Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis kanan

dan kiri yang sangat mudah teraba pada penderita kurus dan spina iliaka superior

posterior, dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus

sakralis.

19

Page 19: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.5. Blok Epidural Kaudal

6) Setelah dilakukan tindakan aseptik pada daerah hiatus sakralis, tusukan jarum

mula-mula 90º terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, arah jarum

dirubah 45º - 60º dan jarum didorong sedalam 1 – 2 cm. Setelah itu, suntikan

NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan

dikulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanais kaudalis

(Latief SA, 2009).

2.4.4. Anestesi Spinal Total

Anestesi spinal total adalah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik

sampai diatas daerah servikal. Anestesia ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-

batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien

yang tidak menguntungkan.

Tanda-tanda klinis anestesia spinal total adalah pasien merasa tanganya

kesemutan, lidahnya kesemutan, nafas berat, mengantuk kemudian tidak sadar, terjadi

bradikardi dan hipotensi berat, henti nafas dan pupil mata sangat melebar (midriasis).

Walaupun saraf frenikus mungkin terkena blokade, namun henti nafas ini lebih

disebabkan hipoperfusi pusat kendali nafas. Kejadian ini timbul segera setelah

tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini sebenarnya bersifat

sementara, tetapi jika tidak segera ditanggulangi akan disusul oleh henti jantung yang

akan merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting

supaya pertolongan dapat segera dilakukan.

Tindakan terhadap anestesia spinal total pada pasien dewasa dengan menaikkan

curah jantung, infus cairan koloid 2-3 liter, menaikkan kedua tungkai, kendalikan

pernafasan dengan O2 100%, jika perlu intubasi trakea dan intubasi ini dapat

20

Page 20: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

dikerjakan dengan sangat mudah karena terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin

untuk melawan bradikardi dan efedrin untuk melawan hipotensi (Latief SA, 2009).

2.5. Pembahasan Blok Perifer

a. Definisi

Dilakukan dengan menyuntikkan obat anestesi di area tertentu dimana

saraf yang mempersarafinya diblok agar rangsang nyeri tidak dilanjutkan.Jadi

dengan teknik blok, anestesi dilakukan di proksimal daerah operasi. Pada

daerah operasinya dapat juga ditambahkan anestesi infiltrasi.Blok saraf perifer

merupakan teknik anestesi yang cocok untuk operasi superfisial pada

ekstremitas. Keuntungan blok saraf perifer adalah tidak menganggu kesadaran

dan refleks saluran napas atas. Teknik ini menguntungkan bagi pasien penyakit

pulmoner kronik, gangguan jantung berat, atau gangguan fungsi ginjal. Akan

tetapi pencapaian efek anestetik yang adekuat pada teknik ini kurang dapat

diprediksi sehingga dapat mempengaruhi jalannya operasi. Keberhasilan teknik

blok ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan petugas/dokternya. Pasien juga

harus kooperatif untuk mendapatkan hasil blok saraf perifer yang efektif. Blok

saraf perifer selain untuk anestesi, dapat digunakan untuk analgesia setelah

operasi dan tatalaksana nyeri kronik. Pada saat evaluasi preoperatif perlu

diperiksa dengan teliti adanya infeksi kulit di lokasi blok, selain itu perlu

memastikan fungsi koagulasi yang normal (Stoelting RK et.al, 2007).

b. Keuntungan dan Kerugian

1) Keuntungan

- Keberhasilan cukup tinggi

- Area yang teranestesi relatif bisa lebih luas dibandingkan dengan

anestesi infiltrasi

- Obat yang dipakai lebih sedikit sehingga menurunkan toksisitas

2) Kerugian

- Teknik lebih rumit

21

Page 21: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

- Penyuntikan tergantung daerah operasi

- Tidak semua daerah operasi dapat dilakukan tindakan anestesi blok

- Cedera saraf permanen

c. Persiapan

Pasien dievaluasi seperti halnya teknik anestesi lainnya dan pemberian obat

berguna untuk mengurangi rasa sakit selama jarum dimasukkan untuk

melakukan blok saraf perifer. Ruang tempat melakukan blok harus terdapat

monitor, alat, dan obat jika terdapat reaksi obat anestesi lokal yang tidak

diinginkan (adverse reactions). Selain itu kateter intravena harus terpasang

sebelum melakukan blok. Obat-obatan sedasi atau anestesi umum dapat

disiapkan, jika sewaktu-waktu perlu digunakan. Pemilihan obat anestetik local

untuk blok saraf perifer tergantung pada onset, durasi, dan derajat blok

konduksi. Lidokain dan mepivakain, 1-1,5% untuk operasi 10-20 menit dan 2-3

jam, sedangkan ropivakain 0,5% dan bupivakain 0,375-0,5% memiliki onset

lebih lambat dan kurang memblok sistem motorik, akan tetapi efek anestesi

dapat bertahan 6-8 jam. Pemberian epinefrin 1:200.000 (5μg/ml) intravena

dapat meningkatkan durasi blok konduksi1, beberapa klinisi menggunakan

dosis 3 ml anestesi local dengan 1:200.000 (5μg/mL) atau 1:400.000

(2,5μg/mL) epinefrin untuk mendeteksi letak intravaskular jarum atau kateter.

Peningkatan denyut jantung lebih dari 20% dari keadaan awal menunjukkan

injeksi ke intravaskular. Setiap pemberian 5 ml obat anestesi local dilakukan

aspirasi untuk meminimalkan risiko injeksi intravascular (Morganet.al, 2006).

22

Page 22: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.6. Pelengkapan blok saraf perifer

Keterangan:

A. Penggaris dan pulpen untuk mengukur dan

menentukan lokasi dan titik injeksi;

B. Alkohol usap dan 1% lidokain siring 25G untuk

anestesi kulit;

C. Khlorheksidin glukonat sebagai antimikroba kulit;

D. Siring untuk sedasi (5mg midazolam dan 250μg

fentanyl untuk sedasi);

E. Anestesi lokal;

F. Stimulator saraf perifer;

G. Jarum stimulator;

H. Sarung tangan steril

Keberhasilan anestesi perifer berdasarkan posisi yang tepat dari ujung

jarum di selubung perineural. Dahulu pengerjaan ini dengan membuat

parestesia dengan ujung jarum atau menggunakan pendekatan transarterial.

Karena adanya risiko kerusakan arteri atau saraf permanen, maka berkembang

suatu teknologi baru berupa alat stimulasi saraf untuk membantu menentukan

letak ujung jarum. Penggunaan alat stimulasi saraf ini memiliki risiko

meningkatkan morbiditas, sehingga dilakukan pengembangan alat baru yang

lebih optimal, seperti ultrasonografi , Doppler, dan stimulasi saraf sensorik.

Saat ini cara terbaik menentukan letak ujung jarum berdasarkan respon motorik

terhadap stimulasi saraf. Respon motorik pada 0,5 mA/0,1 ms menunjukkan

bahwa ujung jarum berada pada letak yang tepat dan anestesi lokal dapat

diinjeksi(Morganet.al, 2006).

Gambaran ultrasonografi dengan resolusi tinggi akan menghasilkan

visualisasi saraf perifer, letak jarum blok, dan distribusi larutan anestesi lokal

sehingga meningkatkan keberhasilan blok dan meminimalkan pemberian obat

23

Page 23: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

anestesi lokal. Selain itu ultrasonografi dapat mengetahui letak pembuluh darah

agar dapat mengurangi risiko komplikasi. Ultrasonografi frekuensi tinggi

menghasilkan gambaran yang bagus akan tetapi penetrasi ke dalam jaringan

jelek (Stoelting RK et.al, 2007).

Kontraindikasi blok saraf perifer adalah pasien tidak kooperatif (anak-anak,

demensia, dan pasien memberontak), kecenderungan perdarahan (antikoagulan,

hemofilia, dan koagulasi intravaskular diseminata), infeksi di lokasi blok,

toksisitas anestesi lokal, dan neuropati perifer(Morganet.al, 2006).

d. Obat-obatan Anastesi Lokal

Berikut ini merupakan tabel pilihan obat-obatan anestesi local berdasarkan

teknik anestesi dan efek farmakologi yang diharapkan.

Tabel 2.4 Penggunaan anestesi lokal

Topikal InfiltrasiBlok

SarafARIV Epidural

Spinal

Intratekal

Ester

Prokain

Kloroprokain

Tetrakain

-

-

+

+

+

-

+

+

-

-

-

-

-

+

-

+

-

+

Amida

Lidokain

Etidokain

Prilokain

Mepivacain

Bupivacain

Ropivacain

Levobupivacain

+

-

-

-

-

-

-

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

+

-

-

-

-

+

+

+

+

+

+

+

+

-

-

-

+

+

+

24

Page 24: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Tabel 2.5 Efek farmakologi dan penggunaan klinis anestesi lokal

Obat Ester /

amida

Mula

Kerja

Lama

Kerja

Penggunaan

Klinis

Properties

Procaine Ester Lambat Singkat - Terbatas

- Vascular

spam

- Diagnostik

prosedure

-Vasodilatasi

- Alergenik

Amethocaine Ester Cepat Singkat - Topical

anesthesia

- Spinal

anesthesia

- Toksisitas sistemik

kuat

Chloroprocai

ne

Ester Cepat Singkat - Peripheral

anesthesia

- Obstetric

extradural block

-Toksisitas sistemik

rendah

Mepivacaine Amida Cepat Sedang - Infiltration

- Peripheral

nerve blocks

-Versatile, dilatasi

sedang

Prilocaine Amida Cepat Sedang - Infiltration

- Intravenous

anesthesia

- Peripheral

nerve blocks

-

Methaemoglobinane

mia pada dosis tinggi

- Sedikit toksisitas

amida

Bupivacaine Amida Sedang Lama - Infiltration

- Intravenous

regional

-Pemisahan blockade

sensoris dan motorik

25

Page 25: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Obat Ester /

amida

Mula

Kerja

Lama

Kerja

Penggunaan

Klinis

Properties

anesthesia

- Extradural

∓ spinal

blocks

Etidocaine Amida Cepat Lama - Infiltration

- Intravenous

regional

anesthesia

- Extradural

blocks

- Blokade motorik

yang snagat besar

Lignocaine Amida Cepat Sedang - Infiltration /

topical

- Intravenous

regional

anesthesia

- Extradural

&spinal blocks

- Peripheral

nerve blocks

- Agen paling

serbaguna

- Vasodilatasi sedang

Anestesi topikal biasanya digunakan pada daerah mukosa seperti hidung,

mulut, tenggorok, percabangan trakeobronkial, esofagus, kandung kemih.

Anestesi topikal ini akan diserap ke dalam sirkulasi darah sehingga dapat

menimbulkan efek samping yang toksik. Oleh karena itu, sangat penting untuk

memperhatikan jumlah maksimum yang boleh digunakan pada suatu area yang

akan di anestesi. Formula topikal ini tidak boleh digunakan untuk daerah

26

Page 26: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

mukosa dan luka terbuka, karena akan terjadi penyerapan yang cepat oleh tubuh

dan dapat menyebabkan keracunan sistemik.

Tabel 2.6 Anestesi lokal yang di gunakan secara topikal

Nama obatPenggunaan pada

KeteranganMata Telinga Hidung Tenggorok Uretra Rektum Kulit

Lidokain - - - - - - +Lidokain HCL

- + + + + - -

Dibuakin - + - - - + + Tidak menyebabkan midriasis

Tetrakain + + + + - + + SdaBenoksinat + - - - - - - Ester asam

benzoat. Dosis 1-2 tetes larutan 0,4%

Kokain - + + + - - -Pramoksin - - - + - + + Bentuk

lotion,larutan,krim dan Gel 1%

Diklonin - - - + + + + Bentuk larutan 0,5-1%. Mula kerja dan masa kerja mirip prokain

Benzokain - + + + + + + Obat ini diberikan sebagai larutan minyak,salep atau supositoria

Ket : ( - ) tidak dianjurkan atau tidak efektif, ( + ) biasa digunakan

27

Page 27: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

e. Teknik Blok Perifer

1) Blok Pleksus Servikalis

Pleksus ini dibentuk oleh empat saraf servikal pertama. Kepala pasien

dimiringkan ke sisi berlawanan sehingga pleksus servikal superfi sial dapat

diblok dengan infi ltrasi obat anestesi lokal sedalam muskulus platysma

dan di titik tengah dari batas lateral posterior muskulus

sternokleidomastoideus.Penggunaan blok ini untuk operasi didaerah leher

seperti endarterektomi karotis.Penggunaan blok ini kurang efektif jika

tidakdikombinasikan dengan blok pleksus servikalisprofunda(Stoelting RK

et.al, 2007; Morganet.al, 2006).

Gambar 2.7. Lokasi blok saraf servikal superfisial

2) Blok Pleksus Brakialis

Pleksus brakialis dibentuk oleh rami anterior C5-C8 dan T1. Rami

tersebut akan bergabung membentuk tiga trunkus di rongga antara muskulus

skalene anterior dan media kemudian melewati kosta pertama dan berjalan di

bawah klavikula untuk memasuki daerah aksila. Trunkus akan membentuk

divisi anterior dan posterior lalu akan membentuk tiga fasikulus (cord) dan

akhirnya akan membentuk cabang terminal yang mempersarafi sensorik dan

28

Page 28: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

motorik seluruh ekstremitas superior kecuali bagian bahu yang dipersarafi

oleh pleksus servikalis dan lengan atas medial dipersarafi oleh nervus

interkostobrakial dan kutaneus brakial medial(Stoelting RK et.al, 2007;

Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

Gambar 2.8. Persarafan pleksus brakialis

3) Blok Interskalene

Blok ini dilakukan dengan memberikan 25-40 ml anestetik lokal ke celah

interskalene yang berdekatan dengan prosesus transversus C6 (area vena

29

Page 29: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

jugularis eksterna). Lokasi ini terletak di lateral dari kartilago krikoid yang

berpotongan dengan celah interskalene setinggi C6. Respon motoric

stimulator saraf ekstremitas superior dapat dibangkitkan sebelum pemberian

anestesi lokal, dan perlu diingat bahwa pleksus brakialis berada di superfisial

(1-2 cm dari kulit). Pemberian 40 ml anestesi lokal akan memblok pleksus

servikal dan brakial sehingga dapat dilakukan operasi daerah

akromioklavikular walaupun saraf yang mempersarafi daerah ulna (C8-T1,

trunkus inferior) mungkin tidak terblok(Stoelting RK et.al, 2007;

Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

Pneumotoraks jika pasien batuk atau nyeri dada saat mencari pleksus

brakialis dan blok saraf phrenikus ipsilateral (hemiparesis diafragma)

merupakan efek samping blok ini karena nervus phrenikus berada di

muskulus skalene anterior. Pasien normal dapat mentoleransi paralisis

unilateral diafragma tanpa gejala (asimptomatik), akan tetapi berbahaya bagi

penderita insufi siensi respirasi atau kelumpuhan kontralateral nervus

phrenikus. Blok nervus laryngeal rekuren jarang terjadi, dapat menyebabkan

obstruksi total jalan napas pada pasien dengan kelumpuhan pita suara

kontralateral (vocal cord palsy). Riwayat preoperatif sesak napas atau

operasi daerah leher perlu diperhatikan(Stoelting RK et.al, 2007;

Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

Gambar 2.9. Blok Interskalene Gambar 2.10. Blok Supraklavikula

30

Page 30: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

4) Blok Supraklavikular

Keuntungan blok ini adalah dapat dilakukanpada berbagai posisi lengan.

Blok ini dapatdilakukan dengan cara pasien berbaringtelentang, lengan

ipsilateral blok di sisisamping, dan leher mengarah ke sisiberlawanan. Jarum

dimasukkan di sisi lateralmuskulus sternokleidomastoideus yangberbatasan

dengan klavikula dari anterior keposterior hingga menemukan trunkus

pleksusbrakialis yang berada di antara muskulusskalene anterior dan media

dan berada diatas arteri subklavia. Blok dilakukan dengan25-40 ml anestesi

lokal. Komplikasi terseringblok ini adalah pneumotoraks dengan

gejalabatuk, dispnea, dan nyeri dada. Paralisisnervus phrenikus dapat terjadi

(50% tindakan)meskipun tidak menunjukkan gejala klinisbermakna, oleh

karena itu blok supraklavikularbilateral tidak direkomendasikan,

terutamapada pasien penyakit paru obstruktif kronik(Stoelting RK et.al,

2007; Morganet.al, 2006).

5) Blok Infraklavikular

Blok ini dilakukan dengan posisi lenganbebas; lengan abduksi dapat

mempermudahmenentukan lokasi anatomi dan menggunakanmarker

prosesus coracoid. Lokasi blok 2 cmmedial dari prosesus coracoid lalu 2

cmkaudal, jarum 18-22G dimasukkan tegak lurus kulit hingga tercapai

respon motorik. Pleksusbrakialis berada di atas arteri aksilaris.

Setelahteridentifi kasi, kecilkan stimulasi < 0,5 mAdan repson motorik

berkurang, lalu aspirasi,jika tidak ada darah maka masukkan 30-40ml

anestesi lokal. Adanya aktivitas nervusmuskulokutaneus (kontraksi bisep

ataubrakialis) menandakan blok tidak sempurna,karena nervus

muskulokutaneus dapatbercabang lebih awal dari pleksus brakialis(Stoelting

RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006).

31

Page 31: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.11 Blok infraklavikular

6) Blok Aksilaris

Blok ini dapat digunakan untuk anestesitangan, lengan, dan bahu. Pasien

posisiberbaring, lengan abduksi 90°, rotasi eksternal,dan siku fl eksi 90°.

Identifi kasi arteri aksilarisdan muskulus coracobrachialis, lalu

tusukkanjarum paralel di celah dua marker tersebut, diatas arteri aksilaris ke

arah proksimal dengansudut 30-40° dari kulit, kedalaman jarum kirakira2,5-

3,75 cm. Risiko blok ini jika jarum terlaludalam akan mengenai arteri

aksilaris, Tarikjarum perlahan hingga darah tidak teraspirasilagi. Hal ini

menunjukkan bahwa posisi jarumberada superfi sial dari arteri aksilaris

danmasih berada di dalam selubung saraf, lalumasukkan larutan anestesi

local (Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

Gambar 2.12 Blok axilaris

32

Page 32: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

7) Blok Saraf Medianus

Nervus medianus mempersarafi sensorikterbanyak di telapak tangan. Di

pergelangantangan nervus medianus diblok denganmemberi 3-5 ml anestesi

lokal antara tendonpalmaris longus dan fl eksor karpi radialis (Stoelting RK

et.al, 2007; Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

8) Blok Saraf Ulnaris

Blok saraf ini dilakukan dengan memasukkan jarum 3-4 cm ke arah

medial antara tendon fl eksor karpi ulnaris dan arteri ulnaris 3-5 ml anestetik

local (Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

9) Blok Saraf Radialis

Banyak pasien dominan sensasi nervus radialis di daerah dorsal tangan,

oleh karena itu blok nervus radialis dapat dilakukan dengan infiltrasi

subkutan 3-5 cm proksimal sendi pergelangan tangan.1,4 Selain dengan

infiltrasi subkutan, dapat dilakukan blok cabang sensorik ke arah sisi lateral

ibu jari yang berada di antara arteri radialis dan tendon fleksor karpi radialis.

Kemudian masukkan 1-2 ml anestetik lokal di daerah tersebut, pada

beberapa orang nervus ini dapat terpalpasi dari volar ke dorsal, maka dapat

diberikan 2-3 ml anestetik local langsung ke nervus di lateral radius.

Anestesi ini akan memblok punggung tangan 3 jari lateral (Morgan et.al,

2006).

33

Page 33: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.13. Anestesi blok saraf radialis

10) Blok Saraf Interkostal

Blok ini dapat dilakukan dalam berbagai posisi, akan tetapi lebih

optimal dalam posisi pronasi. Masing-masing kostae yang akan diblok,

dipalpasi terlebih dahulu, dan diberi tanda 5-7 cm dari midline punggung.

Kostae 6 hingga 11 dapat mudah dipalpasi, sedangkan kostae di atasnya

terhalang skapula dan muskulus paraspinous. Jarum ditusukkan dengan

sudut 80° hingga mengenai kostae, lalu jarum diarahkan ke kaudal sehingga

berada di sisi inferior kostae. Kedalaman jarum 3-5 mm dan diberikan 3-5

ml anestetik local (Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006).

34

Page 34: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.14 Blok saraf interkosta (kanan) dan Saraf Ilioinguinal

Iliohipogastrik (kiri)

11) Blok Saraf Ilioinguinal dan Iliohipogastrik

Blok ini digunakan untuk operasi daerah inguinal dan genital, seperti

herniorafi inguinal atau orchidopexy. Nervus ini merupakan cabang akhir

pleksus lumbal L1 dan beberapacabang dari T12. Lokasi blok ini 2 cm

medial diatas spina iliaka anterior superior dantusuk tegak lurus hingga di

bawah fasia, lalu masukkan 10-20 ml anestetik lokal. Cabang genital nervus

genitofemoral diblok dengan2-3 ml anestetik lokal lateral dari tuberkel pubis

dan cabang femoral dapat diblok dengan 3-5ml anestetik lokal subkutan di

bawah ligament inguinal (Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006).

12) Blok Saraf Ekstremitas Inferior

Ekstremitas bawah dipersarafi oleh pleksus lumbal dan sakral yang

berdistribusi luas ketika memasuki daerah femoral. Oleh karena itu pada

operasi ekstremitas bawah perlu dilakukan beberapa blok saraf perifer

(Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

13) Blok Saraf Femoral

Blok ini mempengaruhi bagian anterior dan medial tungkai atas.

Ligamen inguinal diidentifi kasi lalu membuat garis antara spina iliaka

anterior superior dan tuberkel pubis. Di pertengahan garis tersebut arteri

femoralis diidentifikasi dengan palpasi, lokasi penusukan tegak lurus kulit di

2 cm lateral dari arteri femoralis dan 2 cm distal dari garis ligamen inguinal

dengan kedalaman 2-3 cm. Identifikasi kontraksi muskulus kuadriseps atau

patellar snap, lalu turunkan < 0,5 mA, lalu injeksi 20-30 ml anestetik lokal

(Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006).

35

Page 35: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.15 Blok saraf femoral

14) Blok Saraf Safenus

Saraf ini merupakan cabang nervus femoralis yang mempersarafi tungkai

di bawah lutut. Saraf ini berjalan bersamaan dengan vena safenus di medial

tungkai. Lokasi blok di sekitar vena safenus setinggi tuberositas tibia. Vena

ini sulit dipalpasi, dapat dibantu dengan ultrasonografi . Blok ini biasanya

dikombinasi dengan blok saraf poplitea. Dilakukan dengan infiltrasi

subkutan 7-10 ml anestetik lokal mulai dari tuberositas tibia dan menuju

medial hingga mendekati bagian posterior tungkai (Stoelting RK et.al, 2007;

Morganet.al, 2006).

15) Blok Saraf Kutaneus Femoral Lateral

Saraf ini merupakan saraf sensorik yang mempersarafi bagian lateral

femur, memiliki banyak percabangan dan bervariasi tiap individu. Blok

dilakukan dengan menginfi ltrasi 5-10 ml anestetik lokal di 2 cm medial dan

2 cm distal dari spina iliaka anterior superior. Blok ini untuk anestesi operasi

superfi sial, seperti biopsi dan dapat membantu blok lain untuk operasi di

atas lutut. Blok saraf femoral dengan jumlah anestetik lokal yang banyak,

dapat memblok saraf ini(Stoelting RK et.al, 2007; Morganet.al, 2006)

36

Page 36: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.16 Blok saraf femoral lateral

16) Blok Saraf Obturator

Saraf ini dapat bervariasi mempersarafi femur,ada yang sisi medial

(20%), posterior (23%),atau tidak mempersarafi (57%). Blok saraf ini

dengan menusukkan jarum 1-2 cm lateral dan distal dari tuberkel pubis. Jika

telah menyentuh tulang, jarum diarahkan ke lateral dan kaudal dengan

kedalaman 2-4 cm memasuki foamen obturator sehingga terdapat respon

motoric aduktor. Setelah itu menurunkan stimulator <0,5 mA dan aspirasi

untuk memastikan tidak mengenai vaskular, lalu masukkan 10-20 ml

anestetik local (Morganet.al, 2006)

17) Blok Saraf Skiatik

Pleksus sakralis (L4-5, S1-3) membentuk saraf skiatik, sekitar 2 cm

lebarnya ketika keluar dari pelvis. Pasien diposisikan lateral dekubitus

(Sim’s position) ke arah berlawanan dengan saraf yang akan diblok. Batasan

yang digunakan adalah trokanter mayor, spina iliaka posterior superior, dan

hiatus sakral. Garis pertama dibuat dari trokanter mayor dan spina iliaka

posterior superior dan garis kedua dari trokanter mayor dan hiatus sakral.

Titik tengah dari garis trokanter mayor dan spina iliaka posterior superior

diberi tanda dan dibuat garis tegak lurus dengan titik tengah itu ke arah

37

Page 37: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

kaudal hingga bersilangan dengan garis trokanter mayor dan hiatus sakral

(kurang lebih 5 cm), titik persilangan itu merupakan lokasi blok. Jarum

dimasukkan tegak lurus hingga terdapat respon motorik muskulus gluteal,

pergelangan kaki, kaki, dan jari kaki. Setelahsemua respon motorik didapat,

turunkan stimulator hingga < 0,5 mA, lalu masukkan 20-30 ml anestetik

local (Morganet.al, 2006)

Gambar 2.17 Blok saraf skiatik

18) Blok Saraf Poplitea

Blok saraf poplitea memberi anestesi daerah proksimal sebelum saraf

skiatik bercabang menjadi nervus peroneus komunis dan tibialis di fosa

poplitea. Blok ini dapat dilakukan dari lateral ataupun posterior. Keuntungan

blok dari lateral adalah pasien tetap dalam posisi supinasi, sedangkan jika

dari posterior pasien posisi pronasi atau lateral dekubitus. Pada blok dari

lateral, palpasi celah intertendinous antara muskulus vastus lateralis dan

biseps femoris, kurang lebih 10-12 cm dari proksimal patela, kemudian

jarum ditusukkan dengan sudut distal 20°-30° dan sudut posterior 30°-45°

38

Page 38: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

hingga ditemukan respon motoric pergelangan kaki, kaki, dan jari kaki

(kedalaman 6-9 cm), lalu masukkan 30-40 ml anestetik lokal.2,4 Blok saraf

poplitea dari posterior dengan mengidentifi kasi fosa poplitea sebagai

segitiga dengan batas lateral muskulus biseps femoris,batas medial muskulus

semitendinous dansemimembranous, dan batas inferior garis poplitea. Pada

titik tengah garis popliteal tarik garis tegak lurus hingga bersilangan pada

ujung segitiga poplitea (8-10 cm), kemudian lokasi jarum 1 cm dari ujung

dan 1 cm ke lateral dengan sudut posterior 30°- 45°, kedalaman 4-6 cm

hingga menemukan kontraksi pergelangan kaki, kaki, dan jari kaki, lalu

berikan 30-40 ml anestetik local (Morganet.al, 2006; Meier et.al., 2004).

19) Blok Saraf Pergelangan Kaki

Saraf perifer yang mempersarafi kaki ada lima dan semuanya dapat

diblok setinggi maleolus. Nervus tibialis merupakan saraf utama telapak

kaki, terletak di posterior arteri tibialis posterior dan diblok dengan infi ltrasi

5-8 ml anestetik lokal. Nervus suralis mempersarafi bagian lateral kaki dan

diblok dengan 5-8 ml anestetik lokal di celah antara maleolus lateralis dan

kalkaneus. Nervus peroneus profunda mempersarafi jari kaki pertama dan

kedua, diblok dengan identifi kasi celah proksimal antara tendon ekstensor

halikus longus dan tendon ekstensor digitorum longus, lalu injeksi subkutan

5-8 ml anestetik lokal hingga mengenai periosteum. Kemudian dari lokasi ini

infi ltrasi subkutan 5-8 ml anestetik lokal ke arah maleolus lateralis untuk

memblok nervus peroneus superfi sialis yang mempersarafi dorsum kaki.

Setelah itu, dari lokasi yang sama arahkan jarum ke maleolus medialis infi

ltrasi subkutan 5-8 ml anestetik lokal untuk memblok nervus safenus yang

mempersarafi bagian medial kaki (Morganet.al, 2006)

2.6. Anestesi Lokal

2.6.1. Infiltrasi Lokal

39

Page 39: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga

efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang

akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi jaringan

lunakSuntikan dilakukan di daerah subkutis. Setelah seluruh pinggir

area diinfiltrasi, area tepat diatas insisi diinfiltrasi lagi.  Jarak antara

pinggir daerah yang diinfiltrasi dengan target operasi tidak melebihi

2 cm. Jika lebih maka kemungkinan masih ada impuls saraf yang

tidak terblok. Jika memang masa yang akan operasi cukup besar,

kemungkinan diperlukan infiltrasi beberapa lingkaran, agar area

yang diinfiltrasi menjadi luas. Kedalaman infiltrasi tergantung dari

jenis operasi. Jika masa yang diambil cukup dalam, maka perlu juga

dilakukan infiltrasi lebih dalam, bahkan sampai otot atau

periosteum. Adapun teknik anestesi infiltrasi dapat dilakukan menurut langkah

berikut ini (Kapteu, 2013).

1. Masukan jarum di salah satu sudut area operasi. 

2. Arahkan ke area kanan, aspirasi, jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari

kulit) sambil obat dikeluarkan.

3. Jarum dibelokan ke arah kiri, aspirasi, jarum dicabut sambil obat dikeluarkan.

4. Masukan jarum di sudut yang bersebrangan dengan sudut tadi

5. Arahkan ke area kanan, aspirasi, jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari

kulit) sambil obat dikeluarkan

6. Jarum dibelokan ke arah kiri, aspirasi, jarumdicabut sambil obat dikeluarkan.

7. Lanjutkan penyuntikan ketiga tepat diatas garis yang akan   diinsisi

8. Masase

9. Cek dengan menjepitkan pinset

40

Page 40: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

2.18. Teknik Penyuntikan infiltrasi lokal

2.7. Teknik Field Block

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal

dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat injeksi

cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas pada teknik

nerve block). Anestesi regional teknik blok lapangan yang sering digunakan dalam

bedah umum adalah reseksi iga yang biasanya dibutuhkan saat tindakan drainase

empiema, pemasangan Waterseal Drainage (WSD) dan sebagainya. Sepanjang garis

insisi yang akan dibuat disuntikkan anestetik local secara infiltrasi intrakutan dan

subkutan (Losley, 2010). Selain pada reseksi iga, field block juga digunakan dalam

anetesi regional mediana tinggi pada laparotomi, dimana disuntikkan infiltrasi

sepanjang garis insisi yang akan dibuat kira-kira 15-20 menit sebelum dilakukan

insisi.

41

Page 41: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Gambar 2.19 Pola penyuntikkan nerve block dan field block berdasarkan jalur saraf

2.8. Analgesia Permukaan (Topikal)

Teknik ini dilakukan dengan  cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan

mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung saraf

bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan pada tempat yang akan

diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum. Bentuk anestesi dapat

berupa gel, salep maupun spray.

2.9. Analgesia Regional Intravena (Bier Block)

Bier Block adalah teknik anastesi regional melalui rute intravena. Bier block

membutuhkan 3 mg/kg agen anestesi local low-concentration short-acting seperti

0.5% prilocaine atau lidocain tanpa epinefrin. Bier block sebaiknya menghindari

penggunaaan bupivacaine secara intravena karena erat hubungannya dengan

toksisitas anestesi local hingga kematian. Penambahan obat-obatan long-acting

amide seperti tramadol, ketorolac atau klonidin sebaiknya dilakukan untuk

memperpanjang blockade dan analgesia setelah pelepasan tourniquet Bier block

dapat digunakan baik untuk ekstremitas atas maupun bawah.

2.10. Komplikasi Tindakan Anestesi Lokal

a. Hematom

Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi yang kemudian

darah berkumpul di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Hematom

ini dapat terus membesar atau berhenti tergantung dari besarnya pembuluh

darah yang terkena. Pada pembuluh darah kecil biasanya hematom tidak

membesar karena platelet plug sudah cukup untuk menghentikan kebocoran

tadi. Jika terjadi hematom, kita evaluasi beberapa saat apakah hematom itu

42

Page 42: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

terus membesar atau tetap. Jika terus membesar, kita harus berusaha mencari

pembuluh darah yang pecah dan mengikatnya kemudian membuang bekuan

darah yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar  hanya

diperlukan membuang masa hematomnya saja. 

b. Edema

Edema disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan

sehingga obat tersebut berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan

sub mukosa. Hal ini akan mempersulit ketika melakukan penjahitan. Udem

akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam.

c. Syok Anafilaktik

Syok anafilaksis disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas type I. Terjadi

vasodilatasi perifer sehingga terjadi pengumpulan darah di perifer. Akibatnya

terjadi penurunan venous return sehingga cardiac output pun menurun, dengan

tanda dan gejala:

Nadi cepat dan kecil

Penurunan tekanan darah

Keringat dingin

Lemas

Badan terasa melayang

Mual

Penatalaksanaan: syok anafilaktik:

a. Letakkan pasien dalam posisi trendelenburg.

b. Berikan oksigen lembab 3 - 5  l/menit.

c. Suntikan segera adrenalin 1:1000 sebanyak 0,3-0,4 ml im , sebaiknyna

otot deltoid,  atau subcutan (sc) dan segera dimasase, ulangi pemberian

0,3-0,4 ml adrenalin tiap 5-10 menit sampai tekanan sistolik mencapai 90-

100 mmHg dan denyut jantung/nadi tidak melebihi 120x/menit.

43

Page 43: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

d. Suntikan:

e. Antihistamin difenhidramin 10-20 mg

f. Kortikosteroid-hidrokortison 100-250 mg iv    

g. Bila ada spasme bronchial, Aminofilin 200-500 mg i.v perlahan lahan.(1

ml mengandung 24 mg aminofilin)

h. Bila terjadi henti nafas, berikan nafas buatan, bila disertai henti jantung

lakukan RJP.

i. Bersamaan dengan pemberian adrenalin, lakukan pernafasan buatan dan

kompresi jantung, pemasangan infus dengan  kristalolid (NaCl, ringer

laktat) dengan tetesan secepat mungkin (diguyur) sampai nadi teraba.

j. Observasi dengan seksama sampai tanda-tanda vital stabil.

2.11. Efek Fisiologis Neuroaxial Block

1. Efek Kardiovaskuler

Akibat dari adanya blok secara simpatis maka menyebabkan penurunan

tekanan darah. Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok, dimana pada

spinal terjadi pada 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, dan pada epidural

terjadi pada level yang sama

Terjadi vasodilatasi arteri dan vena sehingga akan hipotensi. Pencegahan

dapat dilakukan dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi

hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural

anestesi. Terapi lain dapat dilakukan pemberian cairan dan vasopressor

(efedrin)

Bila terjadi high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4) maka

selanjutnya dapat terjadi bardikardia sampai cardiac arrest.

2. Efek Respirasi

44

Page 44: BAB II Tinjauan Pustaka Anestesi Regional

Bila terjadi spinal tinggi (blok lebih dari dermatom T5) maka akan terjadi

hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak sehingga memicu respiratory arrest.

Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus yang akan mengganggu gerakan

diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal

Mual muntah akibat blok neuroaksial dapat terjadi sebesar 20% kasus hal ini

dikarenakan hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatis vagal yang unopposed

oleh simpatis yg terblok. Menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi

usus dapat menciptakan kondisi operasi maksimal.Mual muntah juga bisa akibat

hipotensi karena terjadi hipoksia otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar

ventrikel ke IV).

45