bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan konsep dasar kebutuhan...

40
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis agar dapat mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar ini bersifat heterogen, artinya pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang sama, tetapi karena terdapat perbedaan budaya, kebutuhan itu pun ikut berbeda. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow terdapat dalam kebutuhan fisiologis (physiologic needs), Karena oksigen ( 2 ) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia. Kebutuhan oksigen ( 2 ) sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen ( 2 ) dalam tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen ( 2 ) dalam tubuh kurang maka akan terjadi kerusakan jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Kebutuhan fisiologis ini mencakup: a. Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas; b. Kebutuhan cairan dan elektrolit; c. Kebutuhan makanan; d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi; e. Kebutuhan istirahat dan tidur; f. Kebutuhan aktivitas; g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh; dan h. Kebutuhan seksual.

Upload: others

Post on 03-Jul-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi untuk

mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis agar dapat

mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar ini bersifat

heterogen, artinya pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang sama,

tetapi karena terdapat perbedaan budaya, kebutuhan itu pun ikut berbeda.

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku

Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar

Manusia Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow terdapat

dalam kebutuhan fisiologis (physiologic needs), Karena oksigen (𝑂2)

merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia. Kebutuhan

oksigen (𝑂2) sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan

oksigen (𝑂2) dalam tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen

(𝑂2) dalam tubuh kurang maka akan terjadi kerusakan jaringan otak dan bila

hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Kebutuhan fisiologis

ini mencakup:

a. Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas;

b. Kebutuhan cairan dan elektrolit;

c. Kebutuhan makanan;

d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi;

e. Kebutuhan istirahat dan tidur;

f. Kebutuhan aktivitas;

g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh; dan

h. Kebutuhan seksual.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

7

Sumber: Saputra 2014

Gambar 2.1 Kebutuhan Dasar Abraham Masllow

Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson Manusia

mmengalami perkembangan yang dimulai dari proses tumbuh-kembang

dalam rentang kehidupan (life span). Dalam melakukan akikvitas sehari-

hari, individu memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar

untuk mandiri melalui sebuah proses yang disebut pendewasaan. Proses

tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan sekitar, dan status

kesehatan individu. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu dapat

dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu:

1. Terlambat dalam melakukan aktifitas;

2. Belum mampu melakukan aktifitas; dan

3. Tidak dapat melakukan aktifitas.

Virginia Henderson dalam Potter dan Perry (1997) membagi kebutuhan

dasar manusia ke dalam 14 komponen sebagai berikut:

a. Bernafas secara normal;

b. Makan dan minum yang cukup;

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

8

c. Eliminasi (buang air besar dan kecil);

d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan;

e. Tidur dan istirahat;

f. Memilih pakaian yang tepat;

g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan

menyesuaikan pakaian yang digunakan dan memodifikasi lingkungan;

h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan;

i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan

orang lain;

j. berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan, kekhwatiran, dan opini;

k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan;

l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan

hidup;

m. Bermain atau berpartisipasindalam berbagai bentuk rekreasi; dan

n. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah

pada perkembangan yang normal,kesehatan, dan penggunaan fasilitas

kesehatan yang tersedia (Saputra, 2013).

2. Pengertian Oksigen

Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan, oksigen

sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Masalah kebutuhan

oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar

manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen

akan mengalami hipoksia dan bisa mengalami kematian. Proses

pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan cara pemberian

oksigen melalui saluran pernafasan, memulihkan dan memperbaiki organ

pernafasan agar berfungsi secara normal serta membebaskan saluran

pernafasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

9

Oksigenasi merupakan proses penambah O2 ke dalam sistem (kimia

atau fisika), Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau yang

mutlak dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Akibat oksigenisasi

terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Walaupun begitu,

penambahan CO2 yang melaebihi batas normal pada tubuh, akan

memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel. (Andina

dan Yuni, 2017).

3. Anatomi Sistem Pernafasan

Sumber: Potter & Perry 2010

Gambar 2.2 Anatomi Sistem Pernafasan

Anatomi saluran pernafasan terbagi menjadi dua bagian yaitu saluran

pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.

a. Sistem pernafasan atas

1) Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi

sebagai alat pernafasan (respirasi ) dan indra penciuman (pembau).

Dinding organ hidung dilapisi oleh mukosa yang berfungsi untuk

menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk

melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

10

yang berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing

berukuran besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan bagian

bawah.

2) Faring

Faring (tekak) adalah saluran otot selaput kedudukan nya

tegak lurus antara basis krani dan vertebrae servikalis VI. Faring

merupakan saluran yang sama-sama dilalui oleh udara dan

makanan. Faring terbagi menjadi nasofaring dan orofaring yang

kaya akan pasokan jaringan limfe yang menangkap dan

menghancurkan pathogen yang masuk bersamaan dengan udara.

3) Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang

rawan yang dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan

ligamentum. Laring sangat penting untuk mempertahankan

kepatenan jalan nafas bawah dari makanan dan minuman yang

ditelan. Selama menelan pintu masuk ke laring (epiglottis)

menutup, mengarahkan makanan masuk ke esophagus. Epiglottis

terbuka selama bernafas, yang memungkinkan udara bergerak

bebas ke jalan nafas bawah.

b. Sistem pernafasan bawah

1) Trakea (batang tenggorokan)

Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa

seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang

disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae servikalis

VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra V. tabung

tulang yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru, maka

merupakan bagian penting pada system pernafasan. trakea adalah

tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan, yang sekitar

4,5 inci panjang dan lebar 1 inci. Diameter didalam sekitar 21-27

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

11

mm, panjang 10-16 c, ada sekitar 15-20 cincin tulang rawan

berbentuk C tidak Lengkap, yang melindung trakea dan menjaga

jalan nafas. Otot-otot trakea yang terhubung ke cincin lengkap dan

kontrak saat batuk, yang mengurangi ukuran lumen trakea untuk

meningkatkan aliran udara.

2) Bronkus dan bronkiolus

Trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri.

Bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan lebih vertical daripada kiri.

Bronkus kiri lebih panjang dan langsing dari yang kanan , dan

berjalan dibawah artei pulmonalis sebelum di belah menjadi

beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

Bronkiolus membentuk percabangan bronkiolus terminalis ,

yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus

terminalis ini kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang di

anggap menjadi saluran tradisional antara jalan udara transisional

antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

3) Pulmo (paru)

Pulmo (paru) adalah organ utama dalam system pernafasan,

merupakan salah satu organ sistem pernafasan yang berada di

dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura

viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis dan berada dalam rongga

torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air (Muttaqin, 2012).

4. Fisiologi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin

ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel–sel tubuh dan

pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen di ambil dari

atmosfer, ditransfer masuk ke paru–paru dan terjadi pertukaran gas oksigen

dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusikan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

12

untuk masuk ke kapiler darah untuk di manfaatkan oleh sel sel dalam proses

metabolisme.

Pernafasan (respiratori) adalah peristiwa menghirup udara dari luar

yang mengandung oksigen ke dalam tubuh(inspirasi) serta mengeluarkan

udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi ke luar tubuh

(ekspirasi). Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga

tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transfortasi oksigen (Tarwoto dan

Wartonah, 2010).

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar

paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru thoraks yang

elastik dan persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah

diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari

medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.

b. Difusi gas

Difusi gas adalah bergeraknya gas 𝑜2 dan c𝑜2 atau partikel lain

dari area yang bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Di

dalam alveoli 𝑂2 melintasi membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke

darah karena adanya perbedaan tekanan 𝑃𝑂2 yang tinggi di alveoli dan

tekanan pada kapiler yang lebih rendah.

c. Transfortasi oksigen

Transfortasi oksigen adalah perpindahan gas dari paru ke

jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

Transportasi oksigen di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah

jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),

perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit),

serta eritrosit dan kadar Hb.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

13

5. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, dalam waktu tertentu

membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak karena suatu sebab. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam tubuh antara lain

lingkungan, latihan fisik, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan.

a. Lingkungan

Saat berada dilingkungan yang panas, tubuh akan merespon dan

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer,

akibatnya darah banyak mengalir ke kulit. keadaan tersebut

mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui pori–pori kulit.

Respon tersebut mengakibatkan curah jantung meningkat dan kebutuhan

oksigen juga meningkat. Sebaliknya pada lingkungan dingin pembuluh

darah mengalami kontraksi dan terjadi penurunan tekanan darah

sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen juga

menurun.

Selain itu, tempat yang tinggi juga mempengaruhi kebutuhan

oksigen. Semakin tinggi tempat, maka semakin sedikit kandunngan

oksigennya. Sehingga, jika seseorang berada pada tempat yang tinggi,

misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka

tekanan alveoli berkurang. Hal tersebut mengindikasikan kandungan

oksigen dalam paru–paru sedikit, sehingga rawan kekurangan oksigen.

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan

denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen

semakain tinggi.

c. Emosi

Emosi merupakan gejolak dalam jiwa yang biasanya diluapkan

melalui bentuk perbuatan yang tidak terkendali. Saat seseorang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

14

mengalami emosi, misalnya timbul rasa takut, cemas dan marah, akan

mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen meningkat.

d. Gaya Hidup

Gaya hidup mempengaruhi status oksigenasi, misalnya pada

seseorang perokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan

pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat

menyebabkan vasokontraksi pembuluh darah perifer dan pembuluh

darah koroner. Akibatnya suplai darah kejaringan menurun.

e. Status Kesehatan

Pada orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit

pernafasan, dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen manunisa. Sebaliknya, pada orang sehat, sistem kardiovaskuler

dan sistem pernafasan berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi

kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.

f. Usia

Faktor perkembangan merupakan pengaruh yang sangat pening

dalam fungsi pernafasan. Perubahan yang terjadi karena penuaan yang

mempengaruhi sistem pernafasan menjadi sangat penting jika sistem

mengalami gangguan akibat perubahan seperti infeksi, stress fisik, atau

emosional, pembedahan, anastesi atau prosedur lain.

g. Stress

Apabila stress dan stressor dihadapi, baik respons psikologis

maupun fisiologis dapat mempengaruhi oksigenasi. Beberapa orang

dapat mengalami hiperventilasi sebagai respon terhadap stress. Apabila

ini terjadi, 𝑃𝑂2 arteri meningkat dan 𝑃𝐶𝑂2 menurun. Akibatnya, orang

mengalami kunang-kunag, kesemutan pada jari tangan, jari kaki, dan

sekitar mulut.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

15

6. Masalah yang terjadi pada Kebutuhan Oksigenasi

Menurut Bararah & Jauhar (2013), terdapat beberapa komplikasi dari pola

napas tidak efektif antara lain:

a. Hipoksemia

Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi

oksigen dalam darah arteri (𝑃𝑎𝑂2) atau saturasi 𝑂2arteri (𝑆𝑎𝑂2) di

bawah normal (normal 𝑃𝑎𝑂2 85-100 mmHg, 𝑆𝑎𝑂2 95%). Neonatus,

𝑃𝑎𝑂2 < 50 mmHg atau 𝑆𝑎𝑂2 < 88%, sedangkan dewasa, anak, dan bayi,

𝑃𝑎𝑂2 < 60 mmHg atau 𝑆𝑎𝑂2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh

gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada

tempat yang kurang oksigen. Keadaan hipoksemia tubuh akan

melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,

meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan

peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di antaranya sesak

napas, frekuensi napas cepat, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.

b. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak

adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi

oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada

tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi

berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:

1) Menuruunya hemoglobin;

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen;

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen;

4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada

pneumonia;

5) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok; dan

6) Kerusakan atau gangguan ventilasi.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

16

Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,

menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat

dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing fugu).

c. Gagal napas

Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi

kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara

adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan

oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan karbondioksida

dan penurunan oksigen dalam darah secara signifikan. Gagal napas

disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol

pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan

metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

d. Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa

sekitar 18-22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang

dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas

dapat berupa:

1) Dispnea, yaitu kesulitan bernafasan, misalnya pada pasien dengan

asma;

2) Apnea, yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas;

3) Takipnea, yaitu pernafasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi

lebih dari 24 x/menit;

4) Bradipnea, yaitu pernafasan lebih lambat (kurang) dari normal

dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit;

5) Kussmaul, yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi

sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam, misalnya

pada penyakit diabetes militus dan uremia;

6) Cheyne-stoke, merupakan pernafasan cepat dan dalam kemudian

berangsur-angsur dangkal dan diikuti priode apnea yang berlubang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

17

secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit

jantung, dan penyakit ginjal;

7) Stridor, merupakan pernafasan bising yang terjadi karena

penyempitan pada saluran pernafasan. Pola ini biasanya ditemukan

pada kasus spasme trackea atau obstruksi laring; dan

8) Biot, adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea

dengan priode yang tidak teratur, misalnya pada penyakit

meningitis.

7. Perubahan Fungsi Pernafasan

a. Hiperventilasi, merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang

dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang

diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan

oleh ansietas, infeksi obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basa, dan

hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok.

b. Hipoventilasi, terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk

memenuhi kebutuhan oksigen tubuh mengeliminasi karbondioksida

secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka 𝑃𝑎𝐶𝑂2 akan

meningkat dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.

8. Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

a. Metode pemenuhan kebutuhan oksigen

Menurut (Tarwoto dan Wartonah 2010) kebutuhan oksigen dapat

dipenuhi dengan beberapa metode, antara lain inhalasi oksigen

(pemberian oksigen), fisioterapi dada, nafas dalam dan batuk efektif,

serta penghisapan lendir.

1) Inhalasi oksigen (pemberian oksigen)

Terdapat dua system inhalasi oksigen yaitu system aliran darah

rendah dan system aliran darah tinggi.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

18

a) Sistem aliran rendah

Sistem aliran darah rendah ditujukan pada klien yang

memerlukan oksigen dan masih mampu bernafas sendiri dengan

pola pernafasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk

menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen

diantaranya dengan menggunakan nasal kanul, sungkup muka

sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan

sungkup muka dengan kantong nonreabreathing.

(1) Nasal kanul

Dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6 liter/menit dan

konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.

(2) Sungkup muka sederhana

Aliran oksigen yang diberikan melalui alat ini sekitar 5-8

liter/menit dengan konsentrasi 40%-60%.

(3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari sungkup

muka sederhana yaitu 60%-80% dengan aliran oksigen 8-12

liter/menit.

(4) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing

Memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran

yang sama pada kantong rebreathing.

b) Sistem aliran tinggi (high flow oxygen system)

Penggunaan teknik ini menjadikan konsentrasi oksigen

lebih stabil dan tidak dipengaruhi tipe pernafasan, sehingga dapat

menambah konsentrasi oksigen lebih cepat. Misalnya melalui

sungkup muka dengan ventury. Tujuan utama inhalasi dengan

sistem aliran darah tinggi ini adalah untuk mengoreksi hipoksia

dan asidema, hipoksemia, hiperkapnia, dan hipotensi. untuk

menghindari kerusakan otak irreversible atau kematian.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

19

(1) Fisioterapi dada

Merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang

terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage. Tujuan dari

tindakan ini yaitu melepaskan secret yang melekat pada

dinding bronkus.

(2) Nafas dalam

Merupakan bentuk latihan yang terdiri atas pernafasaan

abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.

(3) Batuk efektif

Adalah latihan batuk untuk mengeluarkan secret.

(4) Suctioning (penghisapan lendir)

Merupakan suatu metode untuk melepaskan sekresi yang

berlebihan pada jalan nafas. Suctioning dapat diterapkan pada

oral, nasofaringeal, tracheal, serta endotracheal. Tujuan

tindakan ini adalah untuk membuat jalan nafas yang paten

dengan menjaga kebersihannya dari sekresi yang berlebihan

(Tarwoto dan Wartonah2010).

9. Konsep Pola Nafas Tidak Efektif

a. Pengertian pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran

udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat (Santoso, 2006).

Pola napas tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi dan atau

ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).

b. Etiologi pola nafas tidak efektif

Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI) tahun 2017, penyebab pola nafas tidak efektif antara lain

sebagai berikut:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

20

1) Depresi pusat pernafasan;

2) Hambatan upaya nafas (misalnya, nyeri saat bernafas,

kellemahan otot pernafasan);

3) Deformitas dinding dada;

4) Deformitas dinding dada;

5) Gangguan neuromuscular;

6) Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram (EEG)

positif, cedera kepala, gangguan kejang);

7) Imaturitas neurologis;

8) Penurunan energy;

9) Obesitas;

10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru;

11) Sindrom hipoventilasi;

12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas);

13) Cedera pada medulla spinalis;

14) Efek agen farmakologis; dan

15) Kecemasan.

c. Manifestasi klinis pola nafas tidak efektif

Menurut PPNI (2016), data minor untuk masalah pola

napas tidak efektif yaitu: pernapasan pursed-lip, pernapasan

cuping hidung, diameter thoraks anterior–posterior meningkat,

ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan

ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun dan ekskursi dada

berubah. Sedangkan, data mayor untuk masalah pola nafas tidak

efektif antara lain;

1) Penggunaan otot bantu pernapasan

2) Fase ekspirasi yang memanjang

3) Pola napas abnormal

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

21

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.

Pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek

biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah

untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien. Metode

utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara,

observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).

Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan, verifikasi, dan

komunikasi data tentang klien. Fase dari pengkajian meliputi:

pengumpulan data dan analisa data.

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan

pasien, kemampuan pasien untuk mengelola kesehatan dan

perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan

lainnya (Hidayat, A. A, 2009).

1) Data biografi

a) Identitas pasien

Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku atau bangsa, tanggal masuk RS,

tanggal pengkajian, no medrek, diagnosa medis, alamat klien.

b) Identitas Penanggung jawab

Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan,

hubungan dengan klien dan alamat.

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Merupakan keluhan pasien pada saat masuk RS, Selain itu

mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan pasien membutuhkan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

22

pertolongan sehingga pasien dibawa ke RS dan menceritakan

kapan pasien mengalami gangguan kebutuhan oksigen.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien

saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST. Metode ini

meliputi hal-hal:

P: Provokatif/paliatif, yaitu apa yang membuat terjadinya

timbulnya keluhan, hal-hal apa yang memperingan dan

memperberat keadaan atau keluhan pasien tersebut yang

dikemabangkan dari keluhan utama.

Q: Quality/Quantity, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana

rasanya, berapa sering terjadinya.

R: Regional/Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau

ditemukan, apakah juga penyebaran ke area lain, daerah atau

area penyebarannya.

S: Severity of Scale, intensitas keluhan dinyatakan dengan

keluhan ringan, sedang, dan berat.

T: Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa

sering dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap, apakah

keluhan berulang-ulang, bila berulang dalam selang waktu

berawal lama hal itu untuk menetukan waktu dan durasi.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Untuk mendapatkan profil penyakit, cedera atau operasi yang

dialami individu sebelumnya.

(1) Penyakit, operasi atau cidera sebelumnya

(a) gejala, perjalanan, terminasi;

(b) Kekambuhan komplikasi;

(c) Insiden penyakit pada anggota keluarga lain atau

komunitas;

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

23

(d) Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya; dan

(e) Kejadian dan sifat cidera.

(2) Alergi

(a) Hay fever, asma, atau eksema; dan

(b) Reaksi tak umum terhadap makanan, obat, binatang,

tanaman atau produk rumah tangga.

(3) Obat-obatan

Nama, dosis, jadwal, durasi dan alasan pemberian.

(4) Kebiasaan

(a) Pola perilaku

Menggigit kuku, menghisap ibu jari, pika, ritual, seperti

“selimut pengaman“, gerakan tidak umum

(membenturkan kepala, memanjat), tempat tantram.

(b) Aktivasi kehidupan sehari-hari

Jam tidur dan bangun, durasi tidur malam/siang, usia

toilet training, pola defekasi dan berkemih, tipe latihan

(c) Penggunaan/penyalahgunaan obat, alkohol, kopi (kafein)

atau tembakau.

(d) Disposisi umum, respon terhadap frustasi

3) Pemeriksaan fisik

Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi

terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk mendapatkan informasi

tentang masalah kesehatan yang potensial.

a) Keadaan umum

Keadaan umum meliputi penampilan umum, postur tubuh, gaya

bicara, mimik wajah.

b) Tanda-tanda vital

Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan darah, nadi,

pernafasan, suhu tubuh.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

24

c) Kulit

Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor, warna

dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain, jerawat,

erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada sianosis.

d) Kepala

Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa kebersihan

dan keutuhan rambut.

e) Mata

Periksa mata untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan, kaji

reflek cahaya, edema kelopak mata.

f) Hidung

Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan yang keluar dari hidung,

ada tidaknya sumbatan.

g) Telinga

Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan

pendengaran.

h) Mulut

Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah gigi, kaji

kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.

i) Tenggorokan

Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau edema, kaji ada

tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak atau

ketidakteraturan suara lain.

j) Leher

Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan

kepala lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa

lain.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

25

k) Dada

Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara, pembesaran

nodus remaja, tanyakan tentang pemeriksaan payudara.

(1) Inspeksi dada

Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat gerakan dinding

dada, bandingkan kesimetrisan dinding dada kiri dan kanan.

Lihat adanya bekas luka, bekas operasi, atau adanya lesi.

Perhatikan warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan

pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta, dan penggunaan

otot bantu nafas.

(2) Palpasi dada

Pada Pemeriksaan ini yang pertama dilakukan oleh pemeriksa

yaitu, meletakan tangan di atas kedua dinding dada. Rasakan

kesimetrisan pengembangan dinding dada saat inspirasi dan

ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa dan krepitasi

(jika terjadi fraktur). Setelah itu, lakukan Pemeriksaan taktil

fremitus dengan cara letakan tangan diatas dada, lalu minta

pasien mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan Sembilan”.

Lakukan Pemeriksaan disemua lapang paru. Prinsip

Pemeriksaan adalah getaran suara akan merambat melalui

udara yang ada dalam paru–paru (vibrasi) dan saat bicara,

getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.

(3) Perkusi paru

Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yaitu suara

seperti bunyi “dug-dug”. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

mengetuk pada seluruh lapang paru pada ruang interkosta

(dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada area jantung

akan menghasilkan bunyi peka (ICS 3–5, sebelah kiri

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

26

sternum). Hasil perkusi juga akan terdengar pekak pada

daerah hepar dan daerah payudara.

(4) Auskultasi

Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal. Setelah beberapa

saat, letakan stetoskop pada ICS 2 kanan, minta pasien

bernafas panjang;

(2) Bandingkan suara yang terdengar di lapang paru kiri dan

kanan; dan

(3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan di semua

lapang paru.

Suara nafas normal sebagai berikut :

(a) Vasikuler: suara ini terdengar halus. Biasa didengar

di lapang paru. Suara ini dihasilkan oleh perputaran

udara dalam alveoli (inspirasi > ekspirasi);

(b) Bronkovasikuler: suara ini biasa didengar di ICS 1

dan 2 kiri dan kanan. Suara ini dihasilkan dari

perputaran udara dari saluran yang besar menuju

saluran yang lebih kecil (inspirasi= ekspirasi); dan

(c) Bronkhial: suaranya terdengar kerasa dan karas.

suara ini dihasilkan dari perputaran udara melalui

trakea (ekspirasi > inspirasi).

l) Kardiovaskuler

Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir,

adanya peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung

pada dada, pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.

m) Adbomen

Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi,

perkusi area abdomen.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

27

n) Punggung dan bokong

Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas: CRT, turgor

kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan

achiles.

o) Genitalia

Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK

p) Anus

Kaji BAB dan keadaan di area anus.

q) Sistem persyarafan

Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan refleks,

nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral, kejang,

tremor.

r) Riwayat nutrisi

Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan diet

dan pola makan.

s) Riwayat medis keluarga

Untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyakit yang

memiliki kecendrungan familiar. untuk mengkaji kebiasaan

keluarga dan terpapar penyakit menular yang dapat

mempengaruhi anggota keluarga.

t) Pola aktivitas sehari-hari

Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit dan sesudah

sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat

tidur, aktivitas dan gaya hidup.

(1) Data psikologis

Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap

penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit

yang lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur

tindakan yang akan dilakukan. Kaji ungkapan pasien tentang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

28

ketidakmampuan koping, perasaan negatif tentang tubuh

serta konsep diri klien

(2) Data sosial

Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang

kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang dianut

pasien dan bagaimana persepsi pasien terhadap penyakitnya,

bagaiman aktifitas pasien selama menjalani perawatan di

rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi

motivasi untuk kesembuhan.

(3) Riwayat seksual

Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau

aktivitas orang muda dan adanya data yang berhubungan

dengan aktivitas seksual.

(4) Data spiritual

Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya

sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien

dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya

pasien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri

dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi

fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan gangguan

penglihatan.

u) Data penunjang

(1) Laboratorium

Dengan pemeriksaan darah akan diketahui apakah infeksi

muncul atau tidak.

(2) Terapi

Dengan terapi dapat diketahui pemberian terapi yang akan

diberikan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

29

v) Analisa Data

Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya.

Setiap data yang didapat, kemudian dianalisis sesuai dengan

masalah. Menentukan validitas data membantu menghindari

kesalahan dalam intrepetasi data.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini

adalah pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif suatu keadaan

dimana inspirasi dana tau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat (PPNI, 2016).

Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia pola napas tidak

efektif masuk kedalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi.

Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan menurut SDKI

menggunakan format problem, etiology, sign and symptom (PES).

Penyebab dari pola napas tidak efektif adalah depresi pusat pernapasan,

hambatan upaya napas (misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan otot

pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas tulang dada, imaturitas

neurologia, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom

hipoventilasi, dan efek agen farmakologis (PPNI, 2016).

Gejala dan tanda mayor dari pola napas tidak efektif adalah

subjektif yaitu dispnea, objektif yaitu penggunaan otot bantu

pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (misalnya

takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, dan Cheyne-stokes).

Gejala dan tanda minor dari pola napas tidak efektif secara subjektif

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

30

adalah ortopnea. Secara objektif adalah pernapasan pursed-lip, pernapasan

cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi

semenit menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun,

dan ekskursi dada berubah (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan pada masalah kebutuhan Respirasi, dalam buku

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) yaitu:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas;

2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot

pernafasan; dan

3. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.

3. Intervensi Keperawatan

Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah

segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

pengetahuan dan penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di

harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas

spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimpementasikan

intervensi keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

menggunakan sistem klasifiksai yang sama dengan SDKI. Sistem

klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of

nursing precite (ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of

Nursing (ICN) sejak tahun 1991.

Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang

dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi

keperawatan. tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas

observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter

dan Perry, 2013; Seba, 2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan

intervensi keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor

yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome) keperawatan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

31

yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi keperawatan, kemampuan

perawat, penerimaan pasien, hasil penelitian.

Tabel 2.1 Intervensi Masalah Keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif

Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung

Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan hambatan

upaya nafas.

Definisi:

Inspirasi atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi

adekuat. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan pola

nafas pasien teratur dengan

kriteria hasil sebagai berikut: 1. Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada

pursed lips); 2. Menunjukkan jalan nafas

yang paten (klien tidak

merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal,

tidak ada suara nafas

abnormal; dan

3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan

darah, nadi, pernafasan).

Penyebab:

1. Depresi pusat pernafasan; 2. Hambatan upaya nafas

(misal: nyeri saat bernafas,

kelemahan otot pernafasan);

3. Deformitas dinding dada; 4. Deformitas tulang dada;

5. Gangguan neuromoskular;

6. Gangguan neurologi

(misal: elektroensefalogram (EEG) positif, cedera

kepala, gangguan kejang);

7. Imaturitas neurologis; 8. Penurunan energi;

9. Obesitas;

10. Posisi tubuh yang

menghambat ekspansi paru; 11. Sindrom hipoventilasi;

12. Kerusakan intervasi

Manajemen jalan nafas

Observasi:

1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas);

2. Monitor bunyi nafas tambahan

(missal: gurgling, mengi,

whezzing, ronkhi kering); dan 3. Monitor sputum (jumlah, warna,

aroma).

Teraupetik:

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-

lift (jaw-thrust jika curiga

trauma servikal);

2. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler;

3. Lakukan fisioterapi dada jika

perlu;

4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik;

5. Lakukan hiperoksigenasi

sebelum penghisapan

endotrakeal; 6. Keluarkan sumbatan benda

padat dengan forsep McGill; dan

7. Berikan oksigen jika perlu.

Edukasi:

1. Anjurkan asupan cairan 2000

ml/hari, jika tidak

kontraindikasi; dan

2. Ajarkan teknik batuk efektif. Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian

bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi

Observasi:

1. Monitor frekuensi, irama,

kedalaman, dan upaya nafas; 2. Monitor pola nafas (seperti

bradipnea, takipnea,

hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes,biot, ataksik);

3. Monitor kemampuan batuk

efektif;

4. Monitor adanya produksi sputum;

5. Monitor adanya sumbatan jalan

1. Dukungan

Emosional;

2. Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan;

3. Dukungan Ventilasi;

4. Edukasi Pengukuran

Respirasi; 5. Konsultasi Via

Telepon;

6. Manajemen Energi;

7. Manajemen Jalan Nafas Buatan;

8. Manajemen

Medikasi;

9. Pemberian Obat Inhalasi;

10. Pemberian Obat

Interpleura;

11. Pemberian Obat Intradermal;

12. Pemberian Obat

Intravena;

13. Pemberian Obat Oral; 14. Pencegahan Aspirasi;

15. Pengaturan Posisi;

16. Perawatan Selang

Dada; 17. Manajemen Ventilasi

Mekanik;

18. Pemantauan

Neurologis; 19. Pemberian

Analgesik;

20. Pemberian Obat;

21. Perawatan Trakheostomi;

22. Reduksi Ansietas;

23. Stabilasi Jalan Nafas;

dan 24. Terapi Relaksasi Otot

Progresif.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

32

diafragma (kerusakan syaraf

C5 ke atas);

13. Cedera pada medula spinalis;

14. Efek agen farmakologi; dan

15. Kecemasan.

Gejala dan tanda mayor Subjektif:

1. Dyspnea.

Objektif. 1. Penggunaan otot bantu

pernafasan;

2. Fase ekspirasi memanjang;

3. Pola nafas abnormal (misal: takipnea,

bradipnea, hiperventilasi,

kusmaul, cheyne-stokes).

Gejala dan tanda minor Subjektif:

1. Ortopnea.

Objektif: 1. Pernafasan pursed-lip;

2. Pernafasan cuping hidung;

3. Diameter thoraks anterior-

posterior meningkat; 4. Ventilasi semenit menurun;

5. Kapasitas vital menurun;

6. Tekanan ekspirasi

menurun; 7. Tekanan inspirasi

menurun; dan

8. Ekskursi dada berubah

nafas;

6. Palpasi kesimetrisan ekspansi

paru; 7. Auskultasi bunyi nafas;

8. Monitor saturasi oksigen;

9. Monitor nilai AGD; dan

10. Monitor X-ray toraks. Teraupetik:

1. Atur interval pemantauan

respitrasi sesuai kondisi pasien;

dan 2. Dokumentasi hasil

pemantauan.

Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan; dan

2. Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu.

Tabel 2.2 Intervensi Masalah Keperawatan Gangguan Ventilasi Spontan

Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung

Gangguan ventilasi spontan

berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan.

Definisi:

Penurunan cadangan energi

yang mengakibatkan individu tidak mampu bernafas secara

adekuat.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan pola nafas pasien teratur dengan

criteria hasil sebagai berikut:

1. Respon alergi sistemik: tingkat keparahan respons

hipersensitivitas imun

sistemik terhadap antigen

lingkungan (eksogen) Respon

Dukungan ventilasi Observasi:

1. Identifikasi adanya otot bantu

nafas;

2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status

pernafasan; dan

3. Monitor status respirasi dan

oksigenasi (missal: frekuensi kedalaman nafas, penggunaan

otot bantu nafas, bunyi nafas

tambahan, saturasi oksigen.

Teraupetik:

1. Pertahankan kepatenan jalan

nafas;

2. Berikan posisi semi Fowler atau

Fowler;

1. Dukungan Emosional;

2. Dukungan Perawatan Diri;

3. Edukasi Keluarga:

Pemantauan Respirasi;

4. Edukasi Pengukuran Respirasi;

5. Fisioterapi Dada;

6. Konsultasi;

7. Manajemen Asam-Basa;

8. Manajemen Asam-

Basa: Alkalosis Respiratorik;

9. Manajemen Asam-

Basa: Asidosis

Respiratorik;

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

33

ventilasi mekanis: pertukaran

alveolar dan perfusi jaringan

didukung oleh ventilasi mekanik.

2. Status pernafasan pertukaran

gas: pertukaran 𝐶𝑂2 atau

𝑂2 di alveolus untuk

mempertahankan konsentrasi gas darah arteri dalam

rentang normal

3. Status pernafasan ventilasi:

pergerakan udara keluar masuk paru adekuat.

4. Tanda vital: tingkat suhu

tubuh, nadi, pernafasan,

tekanan darah dalam rentang normal

5. Menerima nutrisi adekuat

sebelum, selama, dan setelah

proses penyepihan dari ventilator

Faktor yang berhubungan:

1. Gangguan metabolisme;

dan 2. Kelelahan otot pernafasan.

Batasan karakteristik:

Tanda Mayor

1. Subyektif Dyspnea.

2. objektif

a. Penggunaan otot bantu

nafas meningkat; b. Volume tidal menurun;

c. 𝑃𝐶𝑂2meningkat;

d. 𝑃𝑂2 menurun; dan

e. 𝑆𝑎𝑂2 menurun.

Tanda Minor

1. Subyektif

(tidak tersedia). 2. Objektif

a. Gelisah; dan

b. Takikardi.

3. Fasilitasi merubah posisi

senyaman mungkin;

4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan (missal: nasal kanul,

masker wajah, masker

rebreathing atau non

rebreathing); dan 5. Gunakan bag-valve mask, jika

perlu.

Edukasi:

1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam;

2. Ajarkan merubah posisis secara

mandiri; dan

3. Ajarkan teknik batuk efektif. Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian

bronchodilator, jika perlu.

Pemantauan Respirasi Observasi:

1. Monitor frekuensi, irama,

kedalaman, dan upaya nafas;

2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,

hiperventilasi, kussmaul,

Cheyne-stokes,biot, ataksik);

3. Monitor kemampuan batuk efektif;

4. Monitor adanya produksi

sputum;

5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas;

6. Palpasi kesimetrisan ekspansi

paru;

7. Auskultasi bunyi nafas; 8. Monitor saturasi oksigen;

9. Monitor nilai AGD; dan

10. Monitor X-ray toraks.

Teraupetik:

1. Atur interval pemantauan

respitrasi sesuai kondisi pasien;

dan

2. Dokumentasi hasil pemantauan. Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan;

2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu;

10. Manajemen Energy;

11. Manajemen Jalan

Nafas; 12. Manajemen Ventilasi

Mekanik;

13. Pemantauan Asam

Basa; 14. Pemberian Obat;

15. Pemberian Obat

Inhalasi;

16. Pemberian Obat Interpleura;

17. Pemberian Obat

Intradermal;

18. Pemberian Obat Intramuscular;

19. Pemberian Obat

Intraoseous;

20. Pemberian Obat Intravena;

21. Pemeriksaan

Kelengkapan Set

Emergensi; 22. Pencegahan Aspirasi;

23. Pencegahan Infeksi;

24. Pencegahan Luka

Tekan; 25. Pengambilan Sample

Darah Arteri;

26. Pengaturan Posisi;

27. Penghisapan Jalan Nafas;

28. Pengontrolan Infeksi;

29. Perawatan Jenazah;

30. Perawatan Tirah Baring;

31. Perawatan

Trakheostomi;

32. Reduksi Ansietas; dan

33. Stabilisasi Jalan

Nafas.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

34

Tabel 2.3 Intervensi Risiko Aspirasi

Diagnosa keperawatan Intervensi umum Intervensi pendukung

Resiko aspirasi

Definisi:

beresiko mengalami masuknya

sekresi gastrointestinal, sekresi

orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobrnchial

akibat disfungsi mekanisme

protektif saluran nafas.

1. Pasien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi

pernafasan normal;

2. Pasien mampu menelan,

mengunyah tanpa terjadi aspirasi dan mampu

melakukan oral hygine; dan

3. Jalan nafas paten, mudah

bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara

nafas abnormal.

Faktor resiko:

1. Penurunan tingkat kesadaran; 2. Penurunan refleks muntah

dan batuk;

3. Gangguan menelan disfagia; 4. Kerusakan mobilitas fisik;

5. Peningkatan residu lambung;

6. Peningkatan tekanan

intragastik; 7. Penurunan mobilitas

gastrointestinal;

8. Sflngter esofagus bawah

inkompeten; 9. Perlambatan pengosongan

lamnbung;

10. Terpasang selang nasogenik;

11. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube;

12. Trauma atau pembedahan

leher, mulut, dan wajah;

13. Efek agen farmakologis; dan 14. Ketidakmatangan koordinasi

menghisap, menelan dan

bernafas.

Kondisi klinis terkait 1. Cedera kepala;

2. Stroke;

3. Cedera medula spinalis;

4. Guillain barre syndrome; 5. Penyakit parkinson;

6. Keracunan obat dan

alkohol;

7. Pembesaran uterus;

Manajemen jalan nafas Observasi:

1. Monitor pola nafas (frekuensi,

kedalaman, usaha nafas);

2. Monitor bunyi nafas tambahan (missal: gurgling, mengi,

whezzing, ronkhi kering); dan

3. Monitor sputum (jumlah, warna,

aroma). Teraupetik:

1. Pertahankan kepatenan jalan

nafas dengan head-tilt dan chin-

lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal);

2. Posisikan Semi-Fowler atau

Fowler;

3. Berikan minum hangat; 4. Lakukan fisioterapi dada jika

perlu;

5. Lakukan penghisapan lendir

kurang dari 15 detik; 6. Lakukan hiperoksigenasi

sebelum penghisapan

endotrakeal; 7. Keluarkan sumbatan benda padat

dengan forsep McGill; dan

8. Berikan oksigen jika perlu.

Edukasi:

1. Anjurkan asupan cairan 2000

ml/hari, jika tidak

kontraindikasi; dan

2. Ajarkan teknik batuk efektif. Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian

bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu.

Pencegahan Aspirasi

Observasi:

1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah, dan kemampuan

menelan;

2. Monitor status pernafasan;

3. Monitor bunyi nafas, trutama setelah makan dan minum;

4. Periska residu gaster sebelum

member asupan oral; dan

5. Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi

asupan oral.

1. Dukungan perawatan diri: Makan dan

Minum;

2. Insersi selang

nasogenik; 3. Manajemen jalan

nafas buatan;

4. Manajemen kejang;

5. Manajemen muntah; 6. Manajemen sedasi;

7. Manajemen ventilasi

mekanik;

8. Pemantauan respirasi; 9. Pemberian makanan;

10. Pemberian makanan

enternal;

11. Pemberian Obat; 12. Pemberian Obat

Inhalasi;

13. Pemberian Obat

Interpleura; 14. Pemberian Obat

Intravena;

15. Pengaturan posisi; 16. Penghisapan jalan

nafas;

17. Perawatan

pascaanastesi; 18. Perawatan selang

gastrointestinal;

19. Resusitasi neonates;

dan 20. Terapi menelan.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

35

8. Miestenia gravis;

9. Fistula trakeoesofagus;

10. Striktura esofagus; 11. Sklerosis multipel;

12. Labiopalatoskizi;

13. Atresia esofagus;

14. Laringomalasia; dan 15. Prematuritas.

Teraupetik:

1. Posisikan semi Fowler

(30 − 400) 30 menit sebelum member asupan oral;

2. Pertahankan posisi semi fowler

(30 − 400) pada pasien tidak

sadar; 3. Pertahankan kepatenan jalan

nafas (misal: teknik head tilt

chin, jaw thrust, in line);

4. Pertahankan pengembangan balon Endotracheal tube (ETT);

5. Lakukan penghisapan jalan

nafas, jika produksi secret

meningkat; 6. Sediakan suction diruangan;

7. Hindari member makan melalui

selang gastrointestinal, jika

residu banyak; 8. Berikan makanan dengan ukuran

kecil atau lunak; dan

9. Berikan obat oral dalam bentuk

cair. Edukasi:

1. Ajarkan makan secara

perlahan;

2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi; dan

3. Ajarkan teknik mengunyah atau

menelan, jika perlu.

Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Tim pokja SIKI DPP PPNI,

2018. Amin, Hardhi, 2015

4. Implementasi

Menurut Kozier & Snyder (2010), implementasi keperawatan

merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau

intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi

NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang

merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan

intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan

kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus

mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya tindakan

keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan tindakan yang sudah

direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

36

kondisi pasien, selalu dievaluasi mengenai keefektifan dan selalu

mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas yang dilakukan pada

tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas,

menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan

mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang

telah dilakukan (Debora, 2013).

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan

yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan

rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,

intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan

untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,

2010). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.

Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,

jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi

asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan

pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai

dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008). Jenis-jenis tindakan pada

tahap pelaksanaan implementasi adalah:

a. Secara mandiri (independent)

Tindakan yang diprakarsai oleh perawat untuk membantu pasien dalam

mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.

b. Saling ketergantungan (interdependent)

Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan

tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan lain-lain.

c. Rujukan/ketergantungan (Dependent)

Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya

diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

37

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan

untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan

respons klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2009). Menurut

Deswani (2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.

Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik

selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan

setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas

pengambilan keputusan.

Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013),

evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP

(subyektif, obyektif, assessment, planing). Komponen SOAP yaitu S

(subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih

dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang

berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung dan

dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah

kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk

masalah keperawatan). P (planning ) adalah perencanaan keperawatan yang

akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana

kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

C. Konsep Penyakit

1. Pengertian PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang

mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke paru. Gangguan yang penting

adalah bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronchial. bronchial

kronis adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus

yang berlebihan dalam bronkhus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk

kronis serta membentuk sputum selama tiga bulan dalam setahun, minimal

dua tahun berturut-turut. Emfisema merupakan perubahan anatomi

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

38

parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, ductus alveolar,

dan destruksi dinding alveolar, sedangkan asma bronchial adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari

trakea dan bronchus terhadap berbagai macam rangsangan dengan

manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyempitan

menyeluruh dari saluran pernafasan (Muttaqin, 2012).

2. Etiologi PPOK

Menurut Ikawati, 2016 ada beberapa faktor risiko utama

berkembangnya penyakit ini , yang dibedakan menjadi faktor paparan

lingkungan dan faktor host.

a. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah:

1. Merokok

Merokok merupakan penyebab utama terjadi PPOK, dengan

resiko 30 kali lebih besar pada perokok disbanding dengan perokok,

dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang dari 15-

20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait

dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan

status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun

demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. Kurang

lebih 10% orang yang tidak merokok juga menderita PPOK.

Perokok pasif (tidak merokok tapi sering terkena asap rokok) juga

berisiko menderita PPOK.

2. Pekerjaan

Para pekerja tambangemas atau batu bara, industri gelas dan

keramik yang terpapar debu silica, atau pekerja yang terpapar debu

katun dan debu gandum, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih

besar dari pada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan tadi

diatas.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

39

3. Polusi udara

Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin

memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini biasa

berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor,

dll, maupun polusi yang berasal dari dalam rumah misalnya asap

dapur.

4. Infeksi

Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis

merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas,

terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan

peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan

jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi dan percepatan

penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian

PPOK.

b. Beberapa faktor risiko yang berasal dari host atau pasiennya antara lain

adalah:

1. Usia

Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK.

2. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini

terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada

kecenderungan peningkatan pravalensi PPOK pada wanita karena

meningkatnya jumlah wanita yang merokok. Bukti-bukti klinis

menunjukan bahwa wanita dapat mengalami penurunan fungsi paru

yang lebih besar daripada pria dengan status merokok yang relative

sama. Wanita juga akan mengalami PPOK yang lebih parah daripada

pria. Hal ini diduga karena ukuran paru-paru wanita umumnya

relative lebih kecil daripada pria, sehingga dengan paparan asap

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

40

rokok yang sama persentase paru yang terpapar pada wanita lebih

besar daripada pria.

3. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi

Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko

terjadinya PPOK. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru

mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan dengan

wanita daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko

terhadap perkembangan PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang

yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat

badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami

PPOK.

4. Predisposisi genetik, yaitu defisiensi 𝛼2 antritipsin (AAT).

Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan kejadian emfisema

yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di dalam paru-

paru secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara enzim

proteolitik dan faktor protektif. Pada keadaan normal faktor protrktif

AAT menghambat enzim proteolitik sehingga mencegah kerusakan.

Karena itu, kekurangan AAT menyebabkan berkurangnya faktor

proteksi terhadap kerusakan paru.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Ikawati, 2016 diagnosa PPOK ditegakan berdasarkan adanya gejala-

gejala meliputi:

a. Batuk kronis: terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi

sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam hari);

b. Produksi sputum secara kronis: semua pola produksi sputum dapat

mengidentifikasi adanya PPOK;

c. Bronchitis akut: terjadi secara berulang;

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

41

d. Sesak nafas (dyspnea): bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap

hari, memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi

pernafasan;

e. Riwayat paparan terhadap faktor resiko: merokok, partikel dan senyawa

kimia, asap dapur;

f. Smoker’s cough, biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin,

kemudian berkembang sepanjang tahun;

g. Sputum, biasanya banyak dan lengket, berwarna kuning, hijau atau

kekuningan bila terjadi infeksi;

h. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan;

i. Lelah dan lesu; dan

j. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah dan terengah-

engah).

Pada gejala berat dapat terjadi:

1) Sianosis, terjadi kegagalan respirasi;

2) Gagal jantung dan oedema perifer; dan

3) Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukan gejala wajah yang

memerah yang disebabkan polycythemia (erytrocytosis, jumlah eritrosit

yang meningkat), hal ini merupakan respon fisiologis normal karena

kapasitas pengangkutan 𝑂2 yang berlebih.

4) Patofisiologi

Obstruktif jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

bergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronis dan bronchiolitis, terjadi

penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat

jalan nafas. Pada emfisema, obstruktif pada pertukaran oksigen dan

karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh

overekstensi ruang udara dalam paru pada asma, jalan nafas bronkhial

menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

42

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi

genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat

kerja merupakan factor resiko penting yang menunjang terjadinya penyakit

ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga

ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal

untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang

membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukan onset gejala klinisnya

seperti kerusakan fungsi paru, PPOK sering menjadi simptomatik selama

bertahun-tahun usia baya, tetapi insiden nya meningkat sejalan dengan

peningkatan usia (Muttaqin, 2012).

4. Pathway

Sumber Mutaqqin, 2012

Gambar 2.3 Pathway PPOK

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

43

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan gas darah arteri (AGD)

Pada pasien PPOK, Pa𝑂2 menurun, P𝐶𝑂2 meningkat, sering menurun pada

asma. Nilai PH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.

Tabel 2.4 Nilai Normal Hasil Analisis Gas Darah Arteri

Fungsi Pernafasan Pengukuran Nilai Normal

Keseimbangan

asam basa

Oksigenasi

Ventilasi

pH: Konsentrasi ion hydrogen

Pa𝑂2: tekanan parsial kelarutan oksigen didalam

darah

Sa𝑂2: persentase ikatan oksigen dengan

hemoglobin.

Pa𝐶𝑂2 : tekanan parsial kelarutan karbondioksida

dalam darah

7,35-7,45

80-100mmHg

95% atau lebih

35-45mmHg

Sumber: Bararah & Jauhar. 2013

Keterangan :

1. Pa𝑂2 merupakan indikator klinis untuk mengetahui status oksigenasi.

Bila nilainya <80 mmHg mengidentifikasi bahwa pasien mengalami

hipoksemia.

2. Sa𝑂2 merupakan parameter oksigen terkait oleh hemoglobin. Sa𝑂2 ini

mempunyai hubungan dengan Pa𝑂2 yaitu menggambarkan kurva

disosiasi oksihemoglobin.

3. pH menyatakan kepekaan ion hidrogen dan keasaman zat yang

ditimbulkannya. Apabila terjadi penambahan atau peningkatan

konsentrasi ion hidrogen , maka keadaan bersifat asam dan pH akan

turun. Sebaliknya, bila tubuh bersifat basa atau alkali, maka PH akan

meningkat (Asmadi, 2009).

b. Fungsi paru

Dilakukan dengan pengukuran spirometry. Pada pasien PPOK kapasitas

inspirasi menurun, volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis

dan asma. Nilai FE𝑉1/FVC menurun yaitu <70% sehingga menjadi

karakteristik PPOK.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

44

c. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan dengan pengambilan darah vena, pemeriksaan yang

dilakukan meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan

eritrosit. Pada pasien PPOK hemoglobin dan hematokrit meningkat pada

polisitemia sekunder, jumlah darah, eosinofil dan total IgE meningkat,

sedangkan Sa𝑂2 oksigen menurun.

d. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman

pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia dan

hemophylus influenza.

e. Pemeriksaan radiologi thoraks foto.

Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan

bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan

letak yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal > (foto

lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.

f. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung.

Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan,

gelombang P tinggi pada hantaran II, III, dana VF. Voltase QRS rendah.

Di 𝑉1 rasio R/S lebih dari 1 dan di 𝑉6, 𝑉1 rasio R/S kurang dari 1

(Mutaqin, 2012).

7. Penatalaksanaan PPOK

Intervensi medis bertujuan untuk

a. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme bronkus

dan membersihkan secret yang berlebih;

b. Memelihara keefektifan pertukaran gas;

c. Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan;

d. Meningkatkan toleransi latihan;

e. Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut);

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/445/3/BAB II.pdf · 3. Anatomi Sistem Pernafasan Sumber: Potter & Perry 2010 Gambar 2.2

45

f. Mencegah allergan/iritasi jalan nafas; dan

g. Manajemen medis yang diberikan berupa :

1) Pengobatan farmakologi.

a) Anti inflamasi (kortikostroid, natrium kromolin, dan lain-lain);

b) Bronkodilator;

(1) Adrenergic: efedirin, epineprin, dan beta adrenergic agosis

selektif.

(2) Non adrenergic: aminofilin, teofilin

c) Antihistamin;

d) Steroid;

e) Antibiotik; dan

f) Ekspetoran.

Oksigen digunakan 3x/menit dengan nasal kanul.

2) Hygiene paru

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekresi paru, meningkatkan

kerja silia, dan menurunkan resiko infeksi. Dilaksanakan dengan

nebulizer, fisioterapi dada, dan postural drainase.

3) Menghindari bahan iritan

Penyebab iritan jalan nafas yang harus dihindari diantaranya asap

rokok dan perlu juga mencegah adanya allergen yang masuk tubuh.

4) Diet

Klien sering kali mengalami kesulitan makan karena adanya dyspnea.

Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan

sekaligus banyak.