bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. …digilib.unila.ac.id/15959/13/2. bab 2.pdf12 c....

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan hal yang sangat penting bagi sistem kelistrikan. Bagian-bagian yang diketanahkan meliputi titik netral suatu sistem tenaga listrik, bagian pembuangan muatan listrik dari arrester, kawat petir pada sepanjang saluran transmisi dan peralatan-peralatan yang pada keadaan normal tidak dialiri arus listrik tetapi berpotensi dialiri arus listrik. Tujuan dari sistem pentanahan adalah[1]: 1. Mengalirkan arus ganguan ke dalam tanah baik arus ganguan yang berasal dari surja hubung maupun surja petir. 2. Melindungi manusia dari peralatan-peralatan yang dalam keadaan normal tidak teraliri arus tetapi berpotensi mengalirkan arus saat terjadi ganguan. 3. Sistem pentanahan juga berfungsi untuk membatasi tegangan dari fasa-fasa yang tidak terganggu bila terjadi ganguan. 4. Menjaga tingkat kinerja peralatan sehingga sistem dapat berjalan dengan baik. Sistem pentanahan yang efektif adalah sistem pentanahan yang memiliki nilai pentanahan yang rendah. Tahanan pentanahan tidak boleh melebihi 5 Ω tetapi untuk daerah yang memiliki tahanan jenis tanah sangat tinggi boleh mencapai

Upload: nguyentuong

Post on 23-May-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sistem Pentanahan

Sistem pentanahan merupakan hal yang sangat penting bagi sistem kelistrikan.

Bagian-bagian yang diketanahkan meliputi titik netral suatu sistem tenaga listrik,

bagian pembuangan muatan listrik dari arrester, kawat petir pada sepanjang

saluran transmisi dan peralatan-peralatan yang pada keadaan normal tidak dialiri

arus listrik tetapi berpotensi dialiri arus listrik. Tujuan dari sistem pentanahan

adalah[1]:

1. Mengalirkan arus ganguan ke dalam tanah baik arus ganguan yang berasal dari

surja hubung maupun surja petir.

2. Melindungi manusia dari peralatan-peralatan yang dalam keadaan normal tidak

teraliri arus tetapi berpotensi mengalirkan arus saat terjadi ganguan.

3. Sistem pentanahan juga berfungsi untuk membatasi tegangan dari fasa-fasa

yang tidak terganggu bila terjadi ganguan.

4. Menjaga tingkat kinerja peralatan sehingga sistem dapat berjalan dengan baik.

Sistem pentanahan yang efektif adalah sistem pentanahan yang memiliki nilai

pentanahan yang rendah. Tahanan pentanahan tidak boleh melebihi 5 Ω tetapi

untuk daerah yang memiliki tahanan jenis tanah sangat tinggi boleh mencapai

8

10Ω[2]. Tahanan pentanahan sangat dipengaruhi oleh tahanan jenis, ukuran

elektroda pentanahan dan banyaknya elektroda yang ditanamkan. Memperkecil

tahanan pentanahan dapat dilakukan dengan cara antara lain[3]:

a. Mendesain elektroda pentanahan. Memperkecil tahanan pentanahan (R) bisa

dilakukan dengan mendesain bagaimana jenis elektroda dan metode elektroda

apa yang dibutuhkan sampai mendapatkan nilai tahanan pentanahan yang

sesuai.

b. Menimbun suatu zat kimia didalam tanah. Zat kimia yang ditimbun di dalam

tanah harus memiliki persyaratan mampu menjaga nilai tahanan pentanahan

yang rendah dalam jangka waktu yang panjang, tidak larut atau hancur dalam

waktu yang lama, dan memiliki harga yang ekonomis.

c. Mendesain elektroda pentanahan dan menimbum zat kimia didalam tanah.

2. Bagian-bagian yang Diketanahkan [4]

Dalam suatu sistem kelistrikan terdapat beberapa bagian yang harus diketanahkan,

yaitu:

a. Peralatan listrik yang dalam keadaan normal tidak dialiri arus listrik tetapi

pada saat terjadi ganguan berpotensi teraliri arus listrik.

b. Pada bagian bawah arrester agar arus yang ditimbulkan petir dapat dialirkan

ke dalam tanah.

c. kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. kawat petir ini

berada di sepanjang saluran transmisi, semua kaki tiang transmisi harus

ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah

melalui kaki tiang saluran transmisi.

9

d. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator.

3. Elektroda Pentanahan[2]

Elektroda pentanahan merupakan suatu alat yang ditanam langsung didalam tanah

yang berfungsi untuk mengalirkan arus ganguan ke dalam tanah. Penghantar

pentanahan yang tidak terisolasi di dalam tanah juga bisa disebut elektroda

pentanahan. Elektroda biasanya terbuat dari tembaga, baja yang digalvanisasi

atau dilapisi tembaga.

Jenis-jenis elektroda adalah sebagai berikut:

1. Elektroda pita merupakan suatu jenis elektroda pentanahan yang biasanya

digunakan untuk daerah yang memiliki tahanan jenis tanah yang rendah atau

dengan kata lain cocok pada daerah yang jarang mengalami kekeringan.

Elektroda pita biasanya terbuat dari bahan logam yang dipilin.

Gambar 1. Elektroda pita [1]

2. Elektroda Batang ialah elektroda yang banyak digunakan pada sistem

pentanahan. Dalam Penggunaannya, jumlah dan ukuran elektroda batang

dipilih dan disesuaikan dengan tahanan pentanahan yang dibutuhkan.

10

Elektroda batang biasanya terbuat dari pipa besi, baja profil, atau batang

logam lainnya.

Gambar 2. Elektroda Batang

3. Elektrode pelat terbuat dari lempengan pelat logam yang berbentuk persegi

atau persegi panjang. Penanaman elektroda pelat di dalam tanah ditanam

secara tegak lurus di dalam tanah sekurang-kuranagnya ditanam sedalam 1,5

meter didalam tanah. Luas pelat ditentukan disesuaikan dengan besarnya

tahanan pentanahan yang diperlukan.

Gambar 3. Elektroda plat

11

Umumnya satu lembar pelat sudah cukup memadai untuk dipergunakan. Jika

dilakukan hubung paralel dari beberapa pelat ini, jarak antar pelat sekurang-

kurangnya 3 meter.

4. Metode penanaman elektroda [5]

a. Sistem pentanahan driven rod

Sistem pentanahan driven rod merupakan suatu sistem pentanahan dengan

cara menanamkan suatu elektroda batang (rod) yang tegak lurus dengan

tanah, dimana arus ganguan akan mengalir dari elektroda tersebut ke tanah

sekitarnya.

Gambar 4. Sistem pentanahan driven rod

b. Sistem pentanahan counterpoise

Sistem pentanahan counterpoise adalah sistem pentanahan dengan menanam

elektroda secara horizontal atau sejajar dengan tanah.

Gambar 5. Sistem pentanahan counterpoise

12

c. Sistem pentanahan grid

Pentanahan grid biasanya digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan

pentanahan yang kecil. Bentuk geometris pentanahan grid dapat dibuat

bentuk bujur sangkar atau persegi panjang.

Gambar 6. Sistem pentanahan grid

5. Perbaikan Pentanahan [6]

Dalam perbaikan nilai tahanan pentanahan ada suatu metode yaitu dengan

penimbunan zat kimia di dalam tanah. Zat kimia yang ditimbun di dalam tanah

harus memiliki persyaratan mampu menjaga nilai tahanan pentanahan yang

rendah dalam jangka waktu yang panjang, tidak larut atau hancur dalam waktu

yang lama, dan memiliki harga yang ekonomis. Zat kimia yang sudah banyak

digunakan antara lain seperti garam, serbuk arang, zeolit, gypsum, dan bentonit.

7. Bentonit

Bentonit adalah suatu jenis lempung yang sebagian besar mengandung

montmorillonit dengan mineral-mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars,

dan mineral lainnya. Bentuk fisik bentonit dapat dilihat pada gambar berikut :

13

Gambar 7. Serbuk bentonit

Bentonit memiliki sifat dapat menyerap air dan menahan air pada strukturnya, hal

ini dikarenakan pada montmorillonit terdapat beberapa lapisan yaitu lapisan

lempung yang terdiri dari lapisan tetrahedral dan lapisan oktahedral kemudian

lapisan interlayer di mana penyerapan air terjadi pada lapisan interlayer. Pada

lapisan interlayer ini terdapat molekul air dan kation-kation[7].

Gambar 8. Struktur monmorillonit[7]

14

Bentonit telah banyak diaplikasikan dalam usaha perbaikan tahanan pentanah.

Bentonit sering digunakan karena memiliki sifat[8]:

1. Memiliki sifat tahanan jenis yang sangat rendah dan stabil.

2. Bentonit dapat mengembang menjadi beberapa kali lipat bila dicelupkan ke

dalam air dan dapat menahan air pada strukturnya.

3. Bentonit memiliki harga yang ekonomis.

4. Bentonit tidak menyebabkan korosi pada elektroda.

5. Bentonit tidak mudah hancur karena bentonit merupakan bagian dari tanah

liat itu sendiri.

Dalam penerapannya bentonit mengalami beberapa kendala yaitu tidak tahan

terhadap temperatur yang tinggi oleh karena itu untuk meningkatkan kestabilan

termal bisa dilakukan proses pilarisasi, selain itu setelah mengalami pilarisasi

bentonit akan memiliki daya serap yang lebih baik dikarenakan mengalami

peningkatan luas permukaan. Pilarisasi yang bisa digunakan adalah memodifikasi

bentonit menjadi bentonit terpilar ferri oksida, di mana telah diteliti bentonit

terpilar ferri oksida dapat meningkatkan luas permukaan bentonit sebesar 5,7545

m2/g[9].

8.Aktivasi [10]

Aktivasi merupakan perlakuan terhadap zat kimia yang bertujuan untuk

memperbesar pori yaitu dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau

mengoksidasi molekul permukaan sehingga zat kimia itu mengalami perubahan

fisik, baik fisik atau kimia. Aktivasi terbagi menjadi 2 yaitu aktivasi secara fisika

15

dan aktifasi secara kimia. Aktivasi fisika biasanya dilakukan dengan bantuan

panas, uap dan gas CO2, sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi yang di

lakukan dengan bantuan zat kimia lain yang disebut aktivator. Aktivator yang

sering digunakan untuk prose aktivasi adalah alkali, klorida, sulfat, fosfat dan

asam-asam organik seperti H2SO4 dan H3PO4.

9. Pilarisasi Lempung [7]

Proses pilarisasi adalah proses pergantian kation pada daerah interlayer dengan

kation logam lain yang memiliki muatan dan ukuran yang lebih besar. pada

pemilaran ini lembaran semakin besar sehingga dapat digunakan untuk adsorpsi

dan katalis.

Gambar 9. Proses Pilarisasi[7]

16

proses pilarisasi oleh polikation terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. polimerisasi dari polikation seperti Al(III), Ga(III), Ti(IV), Zr(IV), Fe(III),

Cr(IV) dan lainnya.

2. interkalasi polikation ke dalam interlayer lempung sehingga terjadi

substitusi dengan kation alami (Na dan Ca).

3. kalsinasi pada suhu tinggi yang merupakan bagian terpenting karena pada

kalsinasi polikation logam yang dimasukan akan mengalami dehidrasi dan

dehidroksilasi membentuk kluster oksida logam yang menjaga ruang antar

lembaran secara permanen.

B. Penelitian yang Telah dilakukan

Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah:

1. IGN Junardana, Perbedaan penambahan garam dengan penambaha bentonit

terhadap nilai tahanan pentanahan pada sistem pentanahan, 2005.

Melakukan penelitian tentang perbandingan penambahan garam dengan

penambahan bentonit terhadap nilai tahanan pentanahan pada sistem

pentanahan. Penelitian ini dilaksanakan pada jenis tanah lempung di Padang

Sambian Denpasar Bali. Elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah

tipe rod dengan panjang dan diameter yang sama yaitu 240 cm dan diameter

1,0 cm. Pengukuran dilakukan sebanyak 20 kali pengukuran yang

dilaksanakan setiap hari pada pukul 12.00 dan 15.00 WITA. Hasil dari

penelitian ini didapatkan nilai tahanan pentanahan saat menggunakan bentonit

jauh lebih kecil yaitu sekitar 3-3,2 ohm sedangkan dnegan menggunakan

garam di dapatkan tahanan pentanahan sebesar 7-8 ohm[11].

17

2. Wiwik purwati widyaningsih, perbaikan tahanan pentanahan dengan

menggunakan bentonit, 2011. Melakukan penelitian dengan memvariasikan

kedalaman parit dan banyaknya bentonit yang dimasukan kedalam parit.

Hasil dari penelitian ini didapatkan semakin dalam batang elektroda

ditanamkan dan semakin banyak bentonit yang di masukan maka akan

didapatkan tahanan pentanahan yang semakin kecil[5].

3. IGN Junardana, pengaruh umur pada bentonit terhadap nilai tahanan

pentanahan, 2005. penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, dengan

mevariasikan banyaknya bentonit yang akan di masukan ke dalam tanah yaitu

5kg, 10 kg dan 15 kg. Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai rata-rata

tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 5

kg selama 6 bulan adalah 3,25 ± 0,27 ohm. Nilai rata-rata tahanan pentanahan

dengan penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 10 kg selama 6 bulan

adalah 2,51 ± 0,23 ohm. Nilai rata-rata tahanan pentanahan dengan

penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 15 kg selama 6 bulan adalah

2,01 ± 0,008 ohm[6].

4. Siow Chun LIm et al, preliminary results of the performance of grounding

electrodes encased in bentonite-mixed concrete, 2012. Penelitian ini

melakukan pencampuran beton dengan bentonit, banyak semen digantikan

dengan bentonit sebanyak 10 %, 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dan 70%. Hasil

penelitin yaitu pada campuran bentonit sebanyak 20% didapatkan resistansi

yang sangat tinggi pada awal pengukuran tetapi setelah bulan pertama

mendapatkan nilai tanahan yang stabil dan kosisten lebih rendah. Sedangkan

bentonit di bawah 30% memiliki resistansi lebih rendah dari pada campuran

18

beton biasa dan campuran diatas 30% memiliki tahanan pentanahan yang

lebih tinggi[12].

5. Hiroshi YAMANE at al, long-term stability of reducing graund resistance

with water.absorbent polymers pada penelitian ini polimer penyerap air

opoxy dibandingkan dengan bentonit dan diuji dengan kondisi tanah yang

sangat kering, dan basah dengan temperatur 25oC, 70oC dan 90oC. Hasil

penelitian ini adalah pada kondisi sangat kering pada suhu 25oC tahanan

pentanahan stabil tetapi pada 70oC dan 90oC meningkat dengan cepat, ketikan

sampel ini diberikan air tahanan pentanahan kembali ke nilai awal, sedangkan

bentonit hancur sekitar seminggu di temperatur 70oC dan 90oC. Pada kondisi

basah polimer dan bentonit didapatkan hasil yang stabil[13].

6. Siow Chun LIm et al, characterizing of bentonite with chemical, physical and

electrical perspectives for improvement of electrical grounding systems,

2013. Pada penelitian ini penulis merasa perlu untuk meneliti kenapa bentonit

sering digunakan sebagai perbaikan tahanan pentanahan, karena selama ini

tidak ada penelitian yang jelas tentang hal itu oleh karena itu ada beberapa hal

yang dilakukan pada penelitian ini yaitu melakukan pengujian untuk melihat

komposisi kimia dari bentonit, melihat seberapa besar daya serap dari

bentonit, kemampuan mengembang dari bentonit, dan tahanan jenis dari

bentonit. Penelitian ini menggunakan 3 sampel bentonit yang diimpor dari

Indonesia dan 2 sampel dari Pakistan. Bentonit dari indonesia merupakan Ca-

bentonit sedangkan 2 sampel dari pakistan tidak di ketahui. 2 sampel dari

Pakistan di beri nama B1 dan B2, lalu dari indonesia di beri nama B3.

Percobaan-percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

19

a. Melihat daya serap dan pengembangan bentonit dilakukan dengan

memasukan bentonit sebanyak 100 cm3 kedalam gelas ukur kemudian

diberi air sebanyak 200 cm3 lalu didiamkan selama 1 hari.

b. Untuk melihat tahanan jenis dari bentonit dilakukan dengan cara

membuat kotak dari perspex dengan ukuran 10cmx10cmx10cm, dua sisi

kotak diberikan aluminium foil. bentonit diisi penuh kedalam kotak

kemudian di tekan dengan 4,7 kg selama 30 menit untuk meratakan dan

memadatkan bentonit kemudia untuk mengukur tahanan jenis tanah di

lakukan dengan alat LCR meter. Cara kerja LCR meter adalah 2 probe

dari LCR meter dijepitkan pada aluminium foil pada kotak kemudian

didapat nilai dari tahanan kotak, nilai tahanan ini yang nantinya akan

digunakan untuk mendapatkan tahanan jenis bentonit, kemudian untuk

melihat tahanan jenis dari bentonit basah kotak di isi penuh dengan air

kemudian dimasukan bentonit yang sebelumnya juga telah dicampur air

dan dilakukan pengukurn yang sama dengan sebelumnya.

c. Analisis komposisi kimia bentonit dilakukan dengan menggunakan

scanning electron microscope (SEM) dengan nomor model Hitachi S -

3400N.

Hasil yang di dapatkan pada penetian ini adalah 2 sampel yang belum

diketahui sebelumnya merupakan bentonit Na-bentonit. Daya serap sampel

B1 sebanyak 220% karena bentonit seberat 100 gram (100cm3) dapat

menyerap air sebanyak 160 gram air, dan pertambahan volume menjadi 220

cm3. Kemudian nilai tahanan jenis bentonit didapat pada sampel B3 didapat

nilai tahanan jenis paling tinggi[3].