bab ii tinjauan pustaka a. konsep dasar 1. universal...

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Universal Precautions a. Pengertian Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya. b. Tujuan Universal Precautions Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan : 1) Mengendalikan infeksi secara konsisten Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah. 2) Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah 10

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Dasar 1. Universal Precautions

    a. Pengertian

    Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions

    merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for

    Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational

    Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi

    dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan

    fasilitas pelayanan kesehatan.

    Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan

    Universal (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara

    untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien

    ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien

    lainnya.

    b. Tujuan Universal Precautions

    Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal

    precautions perlu diterapkan dengan tujuan :

    1) Mengendalikan infeksi secara konsisten

    Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang

    harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien,

    setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan

    melalui darah.

    2) Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis

    atau tidak terlihat seperti berisiko

    Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat

    perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah

    10

  •   11

    maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis

    maupun yang belum diketahui.

    3) Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien

    Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi

    petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV namun juga

    melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap

    segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

    4) Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

    Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah

    infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang

    ditularkan melalui darah / cairan tubuh.

    c. Macam Universal Precautions

    Tindakan pencegahan universal meliputi hal-hal sebagai berikut :

    1) Cuci tangan

    Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan

    tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat

    pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk mengurangi

    mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi

    dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi

    (Kurniawati & Nursalam, 2007).

    Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk

    antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu:

    a) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa

    (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung

    tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan

    pemasangan infus.

    b) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa

    pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang

    terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.

  •   12

    Prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif dengan sabun atau

    handsrub yang berbasis alkohol menggunakan 7 langkah (WHO

    dalam Prosedur Tetap RSUP Dr. Kariadi Semarang, 2011):

    a) Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun

    ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak

    tangan

    Gambar 2.1 Langkah pertama cuci tangan

    b) Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.

    Gambar 2.2 Langkah kedua cuci tangan

    c) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.

    Gambar 2.3 Langkah ketiga cuci tangan

    d) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari

    tangan kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri bergantian

  •   13

    Gambar 2.4 Langkah keempat cuci tangan

    e) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian

    Gambar 2.5 Langkah kelima cuci tangan

    f) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian

    Gambar 2.6 Langkah keenam cuci tangan

    g) Menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar

    dengan telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan

    menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan..

    Gambar 2.7 Langkah ketujuh cuci tangan

  •   14

    2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)

    Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput

    lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh,

    sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien.

    Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan

    seperti :

    a) Penggunaan Sarung Tangan

    Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien

    dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan

    pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi

    dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang. Menurut

    Tiedjen (2004), ada tiga jenis sarung tangan yaitu:

    (1) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan

    infasif atau pembedahan.

    (2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi

    petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan atau

    pekerjaan rutin.

    (3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses

    peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan

    sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.

    Pemakaian sarung tangan steril menurut Prosedur Tetap

    Keperawatan RSUP Dr. Kariadi Semarang ( 2011) meliputi :

    Gambar 2.8 Sarung Tangan

  •   15

    Pelaksanaan :

    (1) Cuci tangan dengan seksama

    (2) Buka pembungkus bagian luar kemasan sarung tangan

    dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya

    (3) Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada

    permukaan yang bersih dan datar, buka kemasan, jaga

    sarung tangan tetap pada kemasan dalam

    (4) Jika sarung tangan kanan dan kiri, kenakan sarung tangan

    yang dominan terlebih dahulu

    (5) Dengan ibu jari dan telunjuk tangan non dominan, pegang

    tepi manset untuk tangan yang dominan, sentuh hanya

    permukaan bagian dalam sarung tangan

    (6) Pakai sarung tangan dominan, pastikan manset tidak

    tertumpuk di pergelangan tangan, ibu jari dan jari-jari

    lainnya berada pada tempat yang tepat

    (7) Dengan tangan dominan yang bersarung tangan, selipkan

    jari di dalam manset sarung tangan kedua

    (8) Kenakan sarung tangan kedua pada tangan non dominan

    (9) Setelah sarung tangan kedua dikenakan, tautkan kedua

    tangan, manset biasanya jatuh ke bawah

    (10) Sarung tangan yang sudah dipakai dibuang pada

    tempatnya.

    b) Penggunaan Gaun pelindung

    Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien

    dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari

    staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan.

    c) Penggunaan Celemek (skort)

    Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak

    tembus cairan. Tujuannya untuk melindungi petugas dari

    kemungkinan genangan atau percikan darah maupun cairan

    tubuh lain yang dapat mencemari baju seragam.

  •   16

    d) Penggunaan Masker dan kaca mata (google)

    Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google),

    tujuannya melindungi membran mukosa mata, hidung dan

    mulut, digunakan selama melakukan tindakan perawatan pasien

    yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh

    lain.

    Langkah-langkah perawat / bidan / POS dalam memakai

    masker agar tidak terjadi infeksi nosokomial baik bagi pasien

    maupun perawat di ruang rawat inap (Kurniawati & Nursalam,

    2007).

    Gambar 2.9 Masker

    Prosedur :

    (1) Memasang masker menutupi hidung dan mulut, kemudian

    mengikat tali-talinya

    (a) Tali bagian atas diikat ke belakang kepala melewati

    bagian atas telinga

    (b) Tali bagian bawah diikat ke belakang leher

    (2) Menanggalkan masker dengan melepaskan ikatan tali-

    talinya, kemudian masker dilipat dengan bagian luar di

    dalam

    (3) Masker direndam dengan larutan desinfektans

    (4) Cuci tangan

  •   17

    e) Sepatu tertutup

    Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah ketat.

    Sepatu ini dapat berupa sepatu tertutup biasa sebatas mata kaki

    dan sepatu booth tertutup yang biasa dipakai pada operasi yang

    memungkinkan terjadinya genangan percikan darah atau cairan

    tubuh pasien, misalnya pada operasi sectio caesarea atau

    laparatomy.

    3) Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati.

    Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam

    wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator,

    dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian

    dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya

    kaleng untuk dikubur dan kapurisasi.

    4) Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan

    dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi. Dekontaminasi dan

    desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan

    cairan desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau

    desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin autoclave.

    5) Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah

    dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus

    dikelola secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan

    membran mukosa serta kontaminasi pakaian.

    2. Perilaku a. Pengertian perilaku

    Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

    bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

    langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003), merumuskan

    bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

    stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi

    melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian

  •   18

    organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-

    O-R” atau Stimulus – Organisme – Respons.

    b. Respon Perilaku

    Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

    dibedakan menjadi dua, yaitu :

    1) Perilaku tertutup (covert behavior)

    Respons perilaku seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk

    terselubung atau tertutup (covert). Respons atau suatu reaksi

    terhadap suatu stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

    pengetahuan/ kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

    menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas

    oleh orang lain.

    2) Perilaku terbuka (overt behavior)

    Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

    atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

    bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat

    diamati atau dilihat orang lain.

    c. Faktor yang mempengaruhi perilaku

    Menurut Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku manusia tersebut

    dalam perilaku manusia pada tingkat kesehatan. Sedangkan kesehatan

    seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu

    faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku

    kesehatan dipengaruhi oleh:

    1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

    Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

    kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal

    yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut

    masyarakat, tingkat pendidikan, dan persepsi.

  •   19

    2) Faktor-faktor pendukung (enabling faktor)

    Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa

    sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu

    perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor

    pendukung (enabling faktor) mencakup ketersediaan sarana dan

    prasarana atau fasilitas, sumber daya / dana, keterampilan dan

    keterjangkauan. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya

    mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku,

    sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

    3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)

    Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat

    terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau

    berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan

    memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang

    akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. Hal yang

    paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku perawat adalah

    motivasi, sikap dan perilaku masyarakat, sikap dan perilaku

    petugas kesehatan dan fasilitas dan peralatan yang memadai.

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi universal precautions Faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2003) adalah

    pengetahuan, sikap dan motivasi :

    a. Pengetahuan

    1) Pengertian Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari

    tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

    terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

    indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan

    domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

    (overt behavior).

  •   20

    Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng,

    sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut terjadi proses

    yang berurutan yakni :

    a) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalam

    arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

    b) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

    c) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

    tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah

    lebih baik lagi

    d) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru

    e) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

    pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

    2) Domain kognitif pengetahuan

    Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan tercakup dalam domain

    kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

    a) Tahu (know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

    dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa

    orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

    menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

    sebagainya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

    pengetahuan yang paling rendah.

    b) Memahami (Comprehension)

    Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

    obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

    tersebut secara benar.

    c) Aplikasi (Application)

    Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  •   21

    d) Analisis (analysis)

    Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek

    ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

    struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    e) Sintesis (synthetis)

    Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

    meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

    kemampuan untuk menyusun formula baru. Formulasi-

    formulasi yang telah ada.

    f) Evaluasi (evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

    penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilian ini

    dibutuhkan suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan

    kriteria yang ada.

    3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

    Menurut Sukmadinata (2003), faktor–faktor yang mempengaruhi

    pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor

    – faktor sebagai berikut :

    a) Faktor internal

    (1) Jasmani

    Faktor jasmani di antaranya adalah keadaan indera

    seseorang.

    (2) Rohani

    Faktor rohani di antaranya adalah kesehatan psikis,

    intelektual, psikomotor serta kondisi efektif dan kognitif

    individu.

    b) Faktor eksternal

    (1) Pendidikan

    Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

    memberi respon yang datang dari luar. Orang yang

    berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih

  •   22

    rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir

    sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka

    peroleh dari gagasan tersebut.

    (2) Paparan Media Massa

    Melalui berbagai media cetak maupun elektronik, berbagai

    informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga

    seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV,

    radio, majalah, pamphlet, dll) akan memperoleh informasi

    media ini, berarti paparan media massa mempunyai tingkat

    pengetahuan yang dimiliki seseorang.

    (3) Ekonomi

    Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan

    sekunder, keluarga dengan status ekonomi lebih baik

    mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status

    ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan

    akan informasi yang termasuk kebutuhan sekunder.

    (4) Pengalaman

    Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa

    diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses

    perkembangannya, misal sering mengikuti kegiatan yang

    mendidik, misalnya seminar. Organisasi dapat memperluas

    jangkuan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan

    tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh.

    4) Alat Ukur Pengetahuan

    Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengukuran pengetahuan dapat

    dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

    tentang isi materi yang ingin diukur dari obyek penelitian atau

    responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-

    kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-

    angka, hasil hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses

    dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang

  •   23

    diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasikan lalu

    ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif sebagai

    berikut:

    a) Pengetahuan baik (76-100%)

    b) Pengetahuan cukup (55-75%)

    c) Pengetahuan kurang (< 55%)

    b. Sikap

    1) Pengertian

    Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau

    reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah

    perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

    tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek

    tersebut. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi

    terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan

    bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan

    potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu

    dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya

    respons.

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

    menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

    tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

    bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).

    2) Tingkatan Sikap

    Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah:

    a) Menerima (receiving) : Diartikan bahwa orang (subjek) mau

    dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

    b) Merespon (responding) : Memberikan jawaban apabila ditanya,

    mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

    suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

  •   24

    menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

    terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti

    bahwa orang menerima ide tersebut

    c) Menghargai (valuing) : Mengajak orang lain untuk

    mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

    indikasi sikap tingkat tiga.

    d) Bertanggung jawab (responsible) : Bertanggung jawab atas

    segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

    merupakan sikap yang paling tinggi.

    3) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

    Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap

    tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.

    Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

    menurut Azwar (2009) adalah :

    a) Pengalaman pribadi

    Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk

    dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

    b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

    Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

    komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita.

    Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita

    harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan

    pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau

    seseorang yang berarti khusus bagi kita.

    c) Pengaruh kebudayaan

    Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

    pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita

    hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi

    pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai

    sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan

    heteroseksual.

  •   25

    d) Media Massa

    Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

    seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai

    pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan

    orang.

    e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

    Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

    mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

    keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam

    diri individu.

    f) Pengaruh Faktor Emosional

    Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan

    dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu

    bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi

    yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

    pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

    4) Pengukuran Sikap

    Menurut Azwar (2009), salah satu aspek yang sangat penting guna

    memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah

    pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap.

    Sesungguhnya sikap dapat dipahami lebih daripada sekedar

    favorabel atau seberapa tidak favorabelnya perasaan seseorang,

    lebih daridapa sekedar positif atau seberapa negatifnya. Sikap

    dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya yang lain. Beberapa

    karakteristik (dimensi) sikap yaitu :

    a) Arah

    Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah

    kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah

    mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak

    memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek.

    Orangg yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu

  •   26

    objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif

    sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung

    dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

    b) Intensitas

    Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan

    sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya

    mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya

    terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah

    negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama

    intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang

    kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang

    positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai

    dari aspek agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.

    c) Keluasan

    Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau

    ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai

    hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat

    pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

    Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel terhadap program

    keluarga berencana secara menyeluruh, yaitu pada semua aspek

    dan kegiatan keluarga berencana sedangkan orang lain

    mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit)

    dengan hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja kegiatan

    program keluarga berencana tersebut.

    d) Konsistensi

    Sikap juga konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara

    pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya

    terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap

    diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat

    konsisten, sikap harus berubah, yang labil, tidak dapat bertahan

    lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi

  •   27

    juga diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam

    bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya

    pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang

    tidak konsisten, yang tidak menunjukkan kesesuaian antara

    pernyataan sikap dan perilakunya, atau yang mudah berubah-

    ubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak

    banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku

    individu yang bersangkutan. Harus dibedakan antara pengertian

    sikap yang tidak konsisten dan pengertian sikap yang tidak

    memihak. Sikap yang tidak memihak atau netral tetap disebut

    sikap juga walaupun arahnya tidak positif dan tidak negatif.

    Orang dapat saja bersikap netral secara konsisten.

    e) Spontanitas

    Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaittu

    menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan

    sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas

    yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus

    melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar

    individu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan

    terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu individu

    berkesempatan untuk mengemukakan sikapnya. Dalam

    berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab

    dengan ”setuju” atau ”tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada

    umumnya tidak dapat terlihat.

    5) Pembagian sikap

    Pembagian sikap menurut Azwar (2009) antara lain :

    a) Sikap mendukung

    b) Sikap tidak mendukung

  •   28

    c. Motivasi

    1) Pengertian Motivasi

    Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin

    “movere”, yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi

    inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku, beraktifitas

    dalam pencapaian tujuan. Karena itu motivasi diartikan sebagai

    kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong

    untuk berbuat atau merupakan driving force. Motif sebagai

    pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait

    mengait dengan faktor-faktor lain, hal-hal yang dapat

    mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin

    mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah

    sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait

    dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated

    behavior) (Sunaryo, 2004).

    Menurut Walgito (2004) motivasi merupakan keadaan dalam diri

    individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.

    Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi mempunyai

    3 aspek, yaitu :

    a) Keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state) :

    yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan

    b) Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini

    c) Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut

    2) Teori-teori motif

    Mengenai motif ini ada beberapa teori yang diajukan yang

    memberi gambaran tentang seberapa jauh peranan dari stimulus

    internal dan eksternal. Teori-teori tersebut adalah (Walgito, 2004) :

    a) Teori insting (instinct theory) : Perilaku itu sebabkan karena

    insting, dan mengajukan suatu daftar insting. Insting

  •   29

    merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan

    insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.

    b) Teori dorongan (drive theory) : Teori ini bertitik tolak pada

    pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-

    dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan

    dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong

    organisme berperilaku.

    c) Teori insentif (insentive theory) : Teori ini bertitik tolak pada

    pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena

    adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme

    berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai

    reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif.

    d) Teori atribusi : Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab

    perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi

    internal (misal motif, sikap) ataukah keadaan eksternal. Pada

    dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi

    juga dapat atribusi eksternal.

    e) Teori kognitif : Apabila seseorang harus memilih perilaku

    mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang

    bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan

    membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang

    bersangkutan.

    3) Jenis-jenis motif

    Jenis-jenis motif menurut Walgito (2004) adalah:

    a) Motif fisiologis : dorongan atau motif fisiologis pada umumnya

    berakar pada keadaan jasmani, misal dorongan untuk makan,

    dorongan untuk minum, dorongan seksual, dorongan untuk

    mendapatkan udara segar.

    b) Motif sosial : motif sosial merupakan motif yang kompleks,

    dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan

    manusia.

  •   30

    c) Teori kebutuhan dari Murray : Selain teori kebutuhan atau teori

    motif yang dikemukakan oleh McClellland, dikenal pula teori

    kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray atau disebut teori

    motif.

    d) Motif eksplorasi, kompetensi dan self-aktualisasi : mengadakan

    eksplorasi terhadap lingkungan; motif untuk menguasai

    tantangan yang ada dalam lingkungan dan menanganinya

    dengan secara efektif (competency, or effectance motivation);

    dan motif untuk aktualisasi diri (self actualization) yang

    berkaitan sampai seberapa jauh seseorang dapat bertindak atau

    berbuat untuk mengaktualisasikan dirinya.

    4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

    Menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yang berpengaruh

    terhadap motivasi yaitu:

    a) Faktor internal

    Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul

    dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga

    manusia menjadi puas.

    Faktor internal meliputi:

    (1) Faktor fisik

    Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

    kondisi fisik misalnya status kesehatan.

    (2) Faktor proses mental

    Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu

    saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya

    motivasi tersebut. Ibu dengan fungsi mental yang normal

    akan memandang dirinya secara positif, seperti halnya ada

    kemampuan untuk mengontrol kejadian-kejadian dalam

    hidup yang harus dihadapi.

  •   31

    (3) Faktor hareditas

    Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe

    kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada

    tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau

    sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak perasaanya,

    setiap kejadian menimbulkan reaksi perasaan padanya.

    (4) Faktor kematangan usia

    Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses

    pengambilan keputusan dan proses berfikir dalam

    melakukan sesuatu.

    (5) Pengetahuan

    Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi

    motivasi individu, yang mana makin tinggi pengetahuan

    seseorang maka makin tinggi motivasi sesorang untuk

    melakukan universal precautions.

    b) Faktor eksternal

    Motivasi yang berasal dari luar diri individu yang merupakan

    pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal

    meliputi:

    (1) Faktor lingkungan

    Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar

    individu baik secara fisik, biologis maupun sosial.

    (2) Dukungan sosial

    Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun

    nonverbal, saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang

    diberikan masyarakat dengan subyek didalam lingkungan

    sosialnya.

    (3) Fasilitas (sarana dan prasarana)

    Ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang seperti

    Puskesmas, Posyandu, klinik, bidan desa yang mudah

    terjangkau oleh masyarakat, serta tersedianya alat-alat data

  •   32

    menunjang keberhasilan perawat untuk melakukan

    universal precautions.

    (4) Media

    Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau

    info kesehatan. Adanya media ini memudahkan ibu menjadi

    lebih tahu tentang informasi-informasi kesehatan yang pada

    akhirnya dapat menjadi motivasi perawat untuk melakukan

    universal precautions.

    5) Pembagian Motivasi

    Menurut Walgito (2004), ada 3 pembagian motivasi, yaitu :

    a) Motivasi tinggi jika skor 76%-100%

    b) Motivasi cukup jika skor 55%-75%

    c) Motivasi rendah jika skor < 55%

  •   33

    B. Kerangka Teori

    Bagan 2.10 Kerangka Teori

    Sumber : Notoatmodjo (2003)

    Perilaku Universal precautions pada perawat

    Faktor predisposisi (predisposing factor) 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Nilai 4. Kepercayaan 5. Persepsi

    Faktor pendukung (enabling factor) 1. Ketersediaan sarana 2. Sumber daya / dana 3. Keterampilan 4. Keterjangkauan

    Faktor pendorong (reinforcing factor) 1. Motivasi 2. Sikap dan perilaku masyarakat 3. Sikap dan perilaku petugas

    kesehatan

  •   34

    C. Kerangka Konsep

    Bagan 2.11 Kerangka Konsep

    D. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati

    (Sugiyono, 2007).

    Variabel dalam penelitian ini adalah :

    1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

    Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau

    yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

    Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan

    motivasi.

    2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

    Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

    menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam

    penelitian ini adalah perilaku universal precautions pada perawat

    pelaksana di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

    E. Hipotesis Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesis penelitian adalah jawaban sementara

    penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan

    dalam penelitian tersebut.

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Pengetahuan

    Perilaku universal precautions

    Sikap

    Motivasi

  •   35

    Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

    1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku universal precautions

    pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi

    Semarang.

    2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku universal precautions pada

    perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang.

    3. Ada hubungan antara motivasi dengan perilaku universal precautions pada

    perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang.