bab ii tinjauan pustaka a. gangguan jiwa 1. pengertianrepository.ump.ac.id/9435/3/iwan maulana bab...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Jiwa
1. Pengertian
Gangguan jiwa adalah sekumpulan keadaan-keadaan yang tidak
normal baik yang berhubungan dengan keadaan secara fisik maupun secara
mental.Namun, ketidaknormalan tersebut bukan disebabkan oleh sakit atau
rusaknya bagian anggota badan tertentu meskipun terkadang gejalanya dapat
terlihat dengan keadan fisik Menurut Ardani (2013). Sedangkan menurut
Yosep (2011) gangguan jiwa adalah sekumpulan gejala patologik dominan
yang berasal dari unsur jiwa.Meskipun begitu hal tersebut bukan berarty
bahwa unsur yang lainj tidak mengalami gangguan sebab sesungguhnya
yang sakit dan menderita ialah manusia secara utuh bukan hanya badan jiwa
dan lingkungannya.
Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai
macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa
putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan,
takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya
tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2013). Gangguan Jiwa
sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja
gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa
cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita
kenal sebagai gila (Budiman, 2010).
2. Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
Menurut Videback (2008), Proses mengenai timbulnya gangguan jiwa
dipengaruhi oleh banyak faktor. Gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga
faktor di antaranya:
a) Faktor individual
1. Faktor Biologik
Pada faktor biologis, setiap faktor yang mengganggu
perkembangan fisik dapat menyebabkan gangguan mental,faktor-
faktor ini mungkin dari keturunan atau dari lingkungan (kelainan
kromosom, kelainan-kelainan neurotransmitter biokimia, anatomi
otak, cacat kongenital dan gangguan otak).
2. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada suatu hal yang tidak jelas akan sesuatu hal
yang menyebabkan individu merasa terancam dan ketakutan.
b) Faktor Psikologik
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan
mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan kondisi
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
situasi orang itu. Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan
tetangga selama periode stress.Struktur sosial, perubahan sosial dan
tingkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman hidup
seseorang. Kepribadian merupakan bentuk ke tahanan relatif dari situasi
interpersonal yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia.
Perilaku yang sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari
riwayat waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan
pengambilan kembali.Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa
fungsional memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau
beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal
dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya.
Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan perwujudan dari
pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.
c) Faktor Sosio-budaya
Faktor sosiologis pun tidak kecil peranannya dalam perkembangan
yang salah, misalnya adat istiadat dan kebudayaan yang kaku atau pun
perubahan-perubahan yang cepat dalam dunia modern ini, sehingga
menimbulkan stress yang besar pada individu. Suatu masyarakat pun,
seperti seorang individu, dapat jua berkembang kearah yang tidak baik
yang dipengaruhi oleh lingkungan atau keadaan sosial masyarkat itu
sendiri. Adanya perbedaan satu budaya dengan budaya yang lainnya,
merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan distribusi dan tipe
gangguan jiwa. Ketiga faktor ini terus menerus saling mempengaruhi dan
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
karena manusia bereaksi seutuhnya, maka perlu untuk membuat
diagnosis multi-axial yang berusaha mencakup ketiga faktor ini, hanya
biasanya dititikberatkan pada unsur bio-psiko-sosial.
d) Faktor presipitasi
Sebagai factor stimulus dimana setiap individu mempersiapkan
dirinya melawan tantangan, ancaman ataupun tuntutan untuk melakukan
koping.
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi gangguan jiwa menurut PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan mental organik dan simtomatik. Ciri khas : etiologi
organik/fisik jelas, primer/sekunder.
2. Skizofrenia, gangguan Skizotipal, dan gangguan Waham. Ciri khas :
gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas.
3. Gangguan suasana perasaan (Mood/Afektif) Ciri khas : gejala
gangguan afek (psikotik dan non-psikotik).
4. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan gangguan stres. Ciri
khas : gejala non-psikotik, etiologi non organik.
5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik. Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organik.
6. Gangguan Kepribadian dan perilaku masa dewasa Ciri khas : gejala
perilaku, etiologi non-organik.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
7. Retardasi mental Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa
kanak.
8. Gangguan perkembangan psikologis Ciri khas : gejala perkembangan
khusus, onset masa kanak.
9. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan
remaja. Ciri khas : gejala perilaku/emosional, onset masa kanak.
10. Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis. Ciri khas: tidak
tergolong gangguan jiwa.
4. Penggolongan Gangguan Jiwa
PPDGJ-III menganut pendekatan ateoretik, yaitu tidak mengacu pada
teori tertentu berkenaan dengan etiologik atau atau proses patofisiologik,
kecuali untuk gangguan-gangguan yang sudah jelas dan disepakati
penyebabnya, misalnya pada Gangguan Mental Organik, dimana faktor
organik merupakan faktor yang penting. Pendekatan ateoretik itu
dilaksanakan dengan cara mendeskripsikan (menguraikan dan
menggambarkan) secara menyeluruh apa manifestasi gangguan jiwa
(deskripsi gambaran klinis) dan jarang menjelasan bagaimana timbulnya
gangguan itu. Pengelompokan gangguan jiwa berdasarkan persamaan dalam
gambaran klinisnya. Suatu anggapan yang salah bahwa penggolongan
gangguan jiwa menggolongkan orang-orang. Yang digolongkan adalah
gangguan-gangguan yang diderita oleh seseorang.Sehingga harus
dihindarkan pemakaian istilah seperti, “seorang skizofrenik”, “seorang
neurotik”, atau “seorang pecandu”. Hendaklah dipakai istilah : seorang
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dengan skizofrenia, seorang dengan gangguan neurotik, atau seseorang
dengan ketergantungan zat. Anggapan salah lainnya bahwa semua orang
yang menderita gangguan jiwa yang sama adalah juga serupa dalam
berbagai hal yang penting. Yang benar adalah walaupun seseorang
menderita gangguan jiwa yang sama, persamaannya hanyalah terletak pada
ciri-ciri gangguan jiwa itu, tetapi mereka dapat pula menunjukan perbedaan
dalam banyak hal yang penting yang dapat mempengaruhi terapi dan hasil
terapi.
5. Gejala Gangguan Jiwa
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi
dokter/perawat (misal, afek yang terbatas dan retardasi psikomotorik);
Gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh
pasien (misal, mood yang tertekan dan lemas dan lelah).Gejala-gejala
gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik,
psikologis dan sosial budaya. Gejala-gejala ini sebenarnya menandakan
dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pada pemikiran,
perasaan dan perilaku (Kaplan & Sadock, 2010).
a) Gangguan Kesadaran: tingkat kesadaran meliputi apersepsi (persepsi
yang dimodifikasi oleh emosi dan pikiran seseorang), sensorium
(keadaan fungsi kognitif tentang perasaan khusus), disorientasi
(gangguan orientasi waktu, tempat, atau orang), stupor (hilangnya reaksi
dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling), delirium
(kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
rasa takut dan halusinasi), koma (derajat ketidaksadaran yang paling
berat), koma vigil (koma dimana pasien tampak tertidur tetapi segera
dapat dibangunkan), somnolensi (mengantuk yang abnormal yang
paling sering ditemukan pada proses organik).
b) Gangguan Atensi (perhatian): distraktibilitas (ketidakmampuan
memusatkan perhatian), inatensi selektif (hambatan hanya pada hal-hal
yang menimbulkan kecemasan), hipervigilensi (perhatian dan
pemusatan yang berlebihan pada semua stimulus internal dan eksternal),
dan trance (atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya
terlihat pada hypnosis, gangguan disosiatif).
c) Gangguan Emosi: appropriate affect (afek yang sesuai kondisi harmonis
antara pemikiran, gagasan, pembicaraan), inappropriate affect (afek
yang tidak sesuai, ketidakharmonisan antara pemikiran, gagasan, dan
pembicaraan), blunted affect (afek yang tumpul, penurunan berat pada
intesitas irama perasaan), restricted or constricted affect (afek yang
terbatas, penurunan intesitas tidak terlalu berat), flat affect (afek yang
datar, adanya atau hampir tidak adanya ekspresi afek), dan labile affect
(afek yang labil, perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba
yang tidak berhubungan dengan stimulus).
d) Gangguan Mood: mood disforik (mood yang tidak menyenangkan),
mood eutmik (mood dalam rentang normal), expansive mood (mood
yang meluap-luap ekspresi perasaan seseorang yang tanpa pembatasan),
irritable mood (perasaan yang mudah diganggu atau dibuat marah),
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
elevated mood (mood yang meninggi, suasana keyakini dan kesangan,
suatu mood yang lebih ceria), euphoria (elasi yang kuat dengan perasaan
kebesaran), depresi (perasaan kesedihan yang psiko-patologis),
anhedonia (hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktivitas rutin),
dan aleksitimia (ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan
atau menyadari emosi).
e) Gangguan Perilaku Motorik (Konasi): ekopraksia (peniruan pergerakan
yang patologis seseorang), katatonia (kelainan motorik dalam gangguan
nonorganic), negativism (tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha
untuk menggerakan), katalepsi (hilangnya tonus otot dan kelemahan
secara sementara yang dicetuskan oleh keadaan emosional), stereotipik
(pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang),
mannerism (pergerakan tidak disadari dan menjadi kebiasaan),
otomatisme (tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu
aktivitas simbolik), overaktivitas, kompulsi (impuls yang tidak
terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara berulang), ataksia
(kegagalan koordinasi otot; iregularitas gerakan otot), mimikri (aktivitas
motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak), agresi (tindakan yang
kuat dan diarahkan pada verbal atau fisik), agresi (tindakan yang kuat
dan diarahkan pada verbal atau fisik), abulia ( penularan impuls untuk
bertindak dan berpikir).
f) Gangguan Berpikir: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan
dari fantasi, berpikir tidak logis (berpikir mengandung kesimpulan yang
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
salah atau kontraindikasi), dereisme (aktivitas mental yang tidak sesuai
dengan logika atau pengalaman), berpikir autistic (preokupasi dengan
dunia dalam dan pribadi), word salad (kata yang bercampur aduk),
tangensialitas (ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi yang
diarahkan oleh tujuan), inkoherensi (pembicaraan yang tidak logis,
pemikiran yang tidak dapat dimengerti), perseverasi (respon terhadap
stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus baru diberikan),
vebigrasi (pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak
mempunyai arti), jawaban yang tidak relevan, blocking (penghambatan;
terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba), dan glosolia (ekapresi
pesan-pesan yang relevan melalui katakata yang tidak dipahami).
g) Gangguan Bicara: logorrhea (bicara yang banyak sekali, bertalian,
logis), poverty of speech (pembatasan jumlah bicara yang digunakan),
bicara yang tidak spontan, peningkatan jumlah dan kesulitan untuk
memutuskan pembicaraan, bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi
sedikit memberikan informasi, disporsodi (hilangnya irama bicara yang
normal), disatria (kesulitan dalam artikulasi), bicara yang lemah atau
keras yang berlebihan, gagap dan kekacauan.
h) Gangguan Persepsi: halusinasi (persepsi sensori yang palsu yang tidak
disertai dengan stimulus eksternal yang nyata), ilusi (mispersepsi atau
misinterprestasi terhadap stimulus eksternal yang nyata), anogsonia
(ketidaktahuan untuk mengenali defek neurologis yang terjadi pada
dirinya), somatopagnosia (ketidakmampuan untuk mengenali suatu
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
bagian tubuhnya sendiri), agnosia visual (ketidakmampuan untuk
mengenali benda-benda atau orang), astereognosia (ketidakmampuan
mengenali benda melalui sentuhan), prosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tugas
tertentu), simultagnosia (ketidakmampuan untuk mengerti dari satu
elemen pandangan visual), adidokokinesia (ketidakmampuan untuk
melakukan pergerakan yang berubah dengan cepat), makropsia
(menyatakan benda-benda tampak lebih besar dari biasanya), derealisasi
(suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan aneh dan tidak nyata), fuga
(mengambil identitas baru pada amnesia melupakan identitas lama),
multiple personality (kepribadian ganda).
6. Terapi dan Rehabilitasi
Dalam penangan penderita gangguan jiwa dilakukan pendekatan
yang holistik atau menyeluruh, yaitu terapi antipsikotik (psikofarma),
terapi psikomotor, terapi psikososial/terapi perilaku, terapi psikoreligius,
terapi kelompok, terapi rekreasi, terapi seni, dan rehabilitasi (Hawari,
2012). Farmakoterapi adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa berupa obat-obatan neuoleptika yang mempunyai efek
anti psikosa dan anti skizofrenia serta anti cemas, anti depresi dan anti
agitasi.Obat-obatan anti psikosa adalah Chlorpromazine, Haloperidol,
Risperidane, Perfenazine, Flufenazin, Levomepromazine (Videbeck,
2010). ECT (Electro Convulsive Therapy) adalah tepai kejut listrik
untuk memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dengan klien.Terapi ini merupakan tindakan terakhir dari pengobatan
jika dengan terapi obat tidak berhasil terjadi pada skizofrenia. Akan
tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Biasanya pada saat pemberian terapi ini pasien mengalami
ketidaksadaran/disorientasi. Komplikasi yang sering terjadi adalah
kebingungan pasca ECT, klien juga bisa mengalami agresif dan sangat
gelisah (Kaplan & Sadock, 2010).
Menurut Hawari (2012) dalam penanganan penderita gangguan
jiwa dilakukan dengan pendekatan yang holistik atau menyeluruh, yaitu
dengan terapi antipsikotik (psikofarmaka), terapi psikososial/terapi
perilaku, terapi psikomotor, terapi psikoreligius, terapi kelompok, terapi
rekreasi, Art terapi, dan rehabilitasi. Persepsi di masyarakat bahwa
gangguan jiwa terjadi karena “gunaguna” (personalistik), sehingga
tindakan awal pencarian pengobatan secara tradisional dengan
menggunakan dukun.Pengobatan dengan berbagai dukun ternyata tidak
memberikan kesembuhan, kemudian masyarakat menggunakan sistem
medis modern, yaitu berobat ke sarana kesehatan.
Pengobatan dengan medis modern memberikan kesembuhan,
tetapi setelah penderita gangguan jiwa kembali ke lingkungan keluarga
dan masyarakat kembali mengalami kekambuhan.sehingga pada
akhirnya penanganan terakhir yang dilakukan oleh keluarga adalah
dengan merantai, mengurung di kamar dan memasung (Idwar, 2009).
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Hingga sekarang penanganan penderita gangguan jiwa belum
memuaskan,disebabkan ketidaktahuan (ignorancy) keluarga maupun
masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa. Diantaranya adalah masih
terdapatnya pandangan yang negatif (stigma) dan bahwa gangguan jiwa
bukanlah suatu penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Sikap
keluarga dan masyarakat yang menganggap bahwa bila salah seorang
anggota keluarganya menderita gangguan jiwa, hal ini merupakan aib
bagi keluarga.
Oleh karena itu, seringkali penderita gangguan jiwa
disembunyikan bahkan dikucilkan karena rasa malu (Hawari, 2012).
Banyak sekali orang yang percaya bahwa gangguan jiwa tidak mungkin
bisa disembuhkan dan orang yang menderitanya tidak mungkin bias
berfungsi secara normal di masyarakat. Persepsi yang muncul kemudian
dalam taraf yang lebih jauh akan menyebabkan orang tidak mau untuk
mengetahui permasalahan kesehatan jiwa baik dalam dirinya sendiri
maupun orang lain. Di Indonesia, pengetahuan seseorang tentang
gangguan jiwa dipengaruhi erat oleh kultur budaya. Seseorang dengan
gangguan jiwa sering dianggap terkena guna-guna, menderita suatu dosa
ataupun terkena pengaruh setan atau makhluk halus lainnya (Hawari,
2012).
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
7. Dampak Gangguan Jiwa
a. Dampak gangguan jiwa bagi masyarakat
Menurut Admin (2010), dampak gangguan jiwa cukup besar, baik
bagi pasien, bagi masyarakat dan lingkungan. Dampak tersebut antara
lain:
1) Sebagai penyebab paling utama dari disabilitas kelompok usia
produktif
2) Penderita gangguan jiwa menjadi tidak produktif dan menganggur
3) Penderita mengalami penolakan, pengucilan, dan diskriminasi
4) Biaya perawatan yang tinggi
b. Dampak gangguan jiwa bagi keluarga
Dampak dari anggota yang mengalami gangguan jiwa bagi
keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan:
1) Penolakan
Sering terjadi ketika keluarga yang menderita gangguan jiwa
pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut dan
meyakini penyakit yang berkelanjutan. Selama episode akut
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada
mereka yang dicintai.
2) Stigma
Keluarga menganggap penderita gangguan jiwa tidak dapat
berkomunikasi layaknya orang normal lainnya.Hal ini
menyebabkan beberapa anggota keluarga merasa tidak nyaman
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
untuk mengundang penderita gangguan jiwa dalam kegiatan
tertentu.
3) Frustasi, tidak berdaya dan cemas
Sulit bagi siapa saja untuk menangani pemikiran aneh dan
tingkah laku aneh yang tak terduga dari penderita gangguan
jiwa.Keluarga dapat menjadi marah, cemas dan frustasi karena
berusaha untuk mendapatkan rutinitas yang sebelumnya penderita
lakukan.
4) Kelelahan dan bourn out
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan
orang yang memiliki penyakit mental.Mereka mungkin merasa
tidak mampu dan lelah mengatasi orang yang sakit terus-menerus.
5) Duka
Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit disembuhkan
c. Dampak gangguan jiwa bagi penderita
Persepsi masyarakat dan keluarga yang salah dapat
menyebabkan penderita siksaan yang bisa dapatkan oleh penderita
gangguan jiwa seperti pemasungan yang dilakukan oleh masyarakat
dan keluarga. Kesembuhan pada pendrita gangguan jiwa menjadi
sangat kecil karena kurangnya dukungan dari masyarakat dan
keluarga.Setelah penderita gangguan jiwa sembuh ada kemungkinan
terjadi kekambuhan pada penderita gangguan jiwa, hal ini terjadi
karena sikap keluarga dan masyarakat yang memberikan label
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
mantan gangguan jiwa mereka tetap mempersepsikan negatif
sehingga penderita gangguan jiwa merasa menjadi beban bagi
keluarga dan masyarakat (Arum, 2015).
2. Sikap
1. Pengertian
Sikap Menurut Azwar (2011), sikap adalah perasaan
mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek
psikologis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap
merupakan perasaan yang muncul karena stimulus, kecenderungan
untuk berespon positif atau negatif terhadap objek, organisme atau
situasi tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi adalah merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Menurut
Notoatmodjo (2012),
Sedangkan (Notoatmodjo, 2012) menjabarkan sikap
merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutatan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak
baik dan sebagainya).Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu
suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau
objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian,
dan gejala kejiwaan yang lain.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
New comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan
bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam
kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatnodjo, 2012).
2. Faktor Yang Mempngaruhi Sikap
Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
adalah:
1. Pengalaman pribadi
Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi
penghayatan dalam stimulus sosial, tanggapan akan menjadi
salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat
memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki
pengamatan yang berkaitan dengan objek psikologis. Sikap
yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan
pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya Pengaruh
langsung tersebut dapat berupa predisposisi perilaku yang akan
direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi
memungkinkan.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara
komponen sosil yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseornag
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
yang kita anggap penting, akan banyak mempengaruh
pembentukan sikap kita terhadao sesuatu.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.Tanpa kita
sadari, kebudayaan tekah menanamkan garis pengaruh sikap
kita terhadap berbagai masalah.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan irang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa
informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar
efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral diri individu, pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari puast keagamaan
serta ajaran-ajarannya.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseornag.Kadang-kadang
suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang disadari oleh
emosi yang berfungs sebagai semacam penyaluran frustasu atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
3. Tingkatan sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai
tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya menurut Notoatmodjo
(2012), yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek).Misalnya sikap seseorang
terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau
diukur dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyluhan tentang
ante natal care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Misalnya seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal
caretersebut ditanya atau diminta menanggapioleh penyuluh,
kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan
nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti
membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau adanya risiko lain.
1. faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
Menurut Azwar (2011), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap manusia yaitu :
a) Pengalaman pribadi
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
c) Pengaruh kebudayaan
d) Media massa
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
f) Pengaruh faktor emosional
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Sifat Sikap
Sifat sikap ada 2 jenis (Wawan dan Dewi, 2010):
a. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
b. Sikap negatif, kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu
4. Pengukuran Sikap
Sikap dalam penerapannya dapat diukur dalam beberapa cara.
Secara garis besar pengukuran sikap dibedakan menjadi 2 cara,
yaitu:
a. Pengukuran secara langsung
Pengukuran secara langsung dilakukan dengan cara subjek
langsung diamati tentang bagaimana sikapnya terhadap sesuatu
masalah atau hal yang dihadapkan padanya. Jenis-jenis
pengukuran sikap secara langsung meliputi:
1). Cara pengukuran langsung berstruktur
Cara pengukuran langsung berstruktur dilakukan dengan
mengukur sikap melalui pertanyaan yang telah disusun
sedemikian rupa dalam suatu instrumen yang telah
ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang
diteliti. Instrumen pengukuran sikap dapat dilakukan dengan
menggunakan skala Bogardus, Thurston, dan Likert. Disini
peneliti melakukan pengukuransikap menggunakan skala
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Likert dikenal dengan teknik “Summated ratings”.
Responden diberikan pernyataan dengan kategori jawaban
yang telah dituliskan dan umumnya terdiri dari 1 hingga 4
kategori jawaban. Jawaban yang disediakan adalah sangat
setuju (4), setuju (3), kurang setuju (2), tidak setuju (1). Nilai
4 adalah hal yang favorable (menyenangkan) dan nilai 1
adalah unfavorable (tidak menyenangkan). Hasil pengukuran
dapat diketahui dengan mengetahui interval (jarak) dan
interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode
mencari interval (I) skor persen dengan menggunakan rumus:
I = 100𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
maka I= 1004
= 25
Maka kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval:
a. Nilai 0%-25% = Sangat setuju
b. Nilai 26%-50% = Setuju
c. Nilai 51%-75% = Kurang setuju
d. Nilai 76%-100% = Tidak setuju
Untuk hasil pengukuran skor dikoversikan dalam persentase
maka dapat dijabarkan untuk skor ≥50% maka hasil pengukuran
positif.
2). Cara pengukuran langsung tidak berstruktur
Cara pengukuran langsung tidak berstruktur merupakan
pengukuran sikap yang sederhana dan tidak memerlukan
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
persiapan yang cukup mendalam, seperti mengukur sikap
dengan wawancara bebas atau free interview dan pengamatan
langsung atau survey.
b. Pengukuran secara tidak langsung
Pengukuran secara tidak langsung adalah pengukuran sikap
dengan menggunakan tes. Cara pengukuran sikap yang banyak
digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E.
Osgood.
Menurut Arikunto (2010), tingkat pengetahuan dapat
dikategorikan berdasarkan nilai sebagai berikut:
a) Pengetahuan baik : mempunyai nilai pengetahuan > 76 -100%
b) Pengetahuan cukup : mempunyai nilai pengetahuan >56-75%
c) Pengetahuan kurang : mempunyai nilai pengetahuan <56%
5. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra
manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo dalam
Wawan, 2011). Notoatmodjo (2012) menjelaskan, bahwa
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu
penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata).
Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan tentang sakit
dan penyakit meliputi : penyebab penyakit, gejala atau tanda-
tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari
pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara
pencegahannya. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor
pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan
pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi makaorang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu di tekankan, bukan berarti
seorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan
rendah pula. Menurut teori WHO (World Health Organization)
yang dikutip oleh Natoadmodjo (2010), salah satu bentuk obyek
kesehatan dapat di jabarkan oleh pengetahuan yang di peroleh
dari pengalaman sendiri. Wawan (2011) mengutip dari
Notoatmodjo (2003), Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang cukup didalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat pengetahuan, yaitu
a) Tahu (Know)
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah dimana
tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk pula mengingat kembali
sesuatu materi yang bersifat spesifik dari materi yang telah
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
diantaranya menyebutkan tanda dan gejala gangguan jiwa, dan
menyatakan bahwa gangguan jiwa bukanlah penyakit yang
menular.
b) Memahami (Comprehention)
Seorang individu dapat dikatakan memahi akan sesuatu hal
apabila individu tersebut memiliki kemampuan untuk
menjelaskan suatu objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi dari objek tersebut secara benar.
Individu ini mampu untuk menjelaskan danmemberi contoh
ciri-ciri dari pasien yang menderita gangguan jiwa, serta dapat
menyimpulkan pasien dengan gangguan jiwa.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c) Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan individu untuk
mengguanakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi yang sebenarnya.
d) Analisis (Analysis)
Analisa merupakan suatu untuk menjabarkan obyek atau
materi dalam komponen-komponen dan masih berkaitan antara
komponen yang satu dengan yang lain.
e) Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakan
atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang
bersifat keseluruhan sehingga bisa membuat formulasi baru
dari formulasi yang ada sebelumnya.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitkan dengan kemampuan individu untuk
melakukan penelitian terhadap suatu materi atau obyek diman
penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau yang sudah ada.
6. Faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Wawan (2011), yaitu :
a) Faktor Internal
1) Pendidikan
2) Pekerjaan
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Umur
4) Informasi
5) Pengalaman
6) Sosial ekonomi
b) Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
2) Kultur (Sosial, Budaya, Agama)
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan jiwa
disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut ”roh
jahat” yang telah merasuki jiwa, sehingga seseorang yang
mengalami gangguan jiwa harus diasingkan atau dikucilkan dan
dipasung karena dianggap sebagai aib bagi keluarga. Kenyataan
tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena yang terjadi
memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian besar
masyarakat, hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia taraf pendidikannya masih rendah (Salahuddin,2009)
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 kerangka konsep
Videbeck ( 2008), Wawan (2011), Admin (2010), (Kaplan &
Sadock, 2010).
Gangguan jiwa :
1. Faktor biologik
2. Faktor psikologik
3. Faktor sosio
budaya
Tanda dan gejala :
a. Gangguan jiwa
b. Gangguan natensi
(perhatian)
c. Gangguan emosi
d. Gangguan mood
e. Gangguan perilaku
motorik
f. Gangguan berpikir
g. Gangguan bicara
h. Gangguan persepsi
Dampak :
1. Dampak gangguan jiwa bagi
masyarakat
2. Dampak gangguan jiwa bagi
penderita
3. Dampak gangguan jiwa bagi
keluarga
Pengetahuan :
a. Faktor internal
1.pendidikan
2.pekerjaan
3.umur
4.informasi
5.pengalaman
6.sosial ekonomi
b. faktor eksternal
1.lingkungan
2.sosial ekonomi Sikap masyarakat
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
C. Kerangka konsep
Variabel Bebas Variabel
Terikat
Gambar 2.2 kerangka teori
D. Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa
dengan sikap masyarakat pada penderita gangguan jiwa.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa dengan
sikap masyarakat pada penderita gangguan jiwa.
Pengetahuan tentang gangguan jiwa
Sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa.
Hubungan Pengetahuan Tentang..., Iwan Maulana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019