bab ii tinjauan pustaka a. altruisme 1. pengertian...

31
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruisme Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri. Altruisme adalah kebalikan dari egoisme. Orang yang altruis peduli dan mau membantu orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak mengharapkan imbalan. Pendapat lain dikemukakan oleh Baron & Byrne (2005) yang menyatakan bahwa altruisme yang sejati adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain. Selain itu, Santrock (2003) mendefinisikan altruisme adalah minat yang tidak mementingkan dirinya sendiri untuk menolong orang lain. Altruisme diartikan oleh Aronson, Wilson, & Alkert (Taufik, 2012) sebagai pertolongan yang diberikan secara murni, tulus, tanpa mengharap balasan apapun dari orang lain dan tidak memberikan manfaat apapun untuk dirinya. Selain itu, Schroeder, Penner, Dovidio, dan Pilavin (Taylor, dkk., 2009) menyatakan bahwa altruisme adalah tidakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau sekedar ingin beramal baik. Comte (Taufik, 2012) menjelaskan bahwa altruisme berasal dari kata “alter” yang artinya “orang lain”. Secara bahasa altruisme adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan orang lain. Comte membedakan antara

Upload: others

Post on 21-Jan-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Altruisme

1. Pengertian Altruisme

Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah motif untuk

meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri

sendiri. Altruisme adalah kebalikan dari egoisme. Orang yang altruis peduli

dan mau membantu orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang

ditawarkan atau tidak mengharapkan imbalan. Pendapat lain dikemukakan oleh

Baron & Byrne (2005) yang menyatakan bahwa altruisme yang sejati adalah

kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan

orang lain. Selain itu, Santrock (2003) mendefinisikan altruisme adalah minat

yang tidak mementingkan dirinya sendiri untuk menolong orang lain.

Altruisme diartikan oleh Aronson, Wilson, & Alkert (Taufik, 2012)

sebagai pertolongan yang diberikan secara murni, tulus, tanpa mengharap

balasan apapun dari orang lain dan tidak memberikan manfaat apapun untuk

dirinya. Selain itu, Schroeder, Penner, Dovidio, dan Pilavin (Taylor, dkk.,

2009) menyatakan bahwa altruisme adalah tidakan sukarela untuk membantu

orang lain tanpa pamrih, atau sekedar ingin beramal baik.

Comte (Taufik, 2012) menjelaskan bahwa altruisme berasal dari kata

“alter” yang artinya “orang lain”. Secara bahasa altruisme adalah perbuatan

yang berorientasi pada kebaikan orang lain. Comte membedakan antara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

12

perilaku menolong yang altruis dengan perilaku menolong yang egois.

Menurutnya dalam memberikan pertolongan, manusia memiliki dua motif,

yaitu altruis dan egois. Perilaku menolong yang egois tujuannya mencari

manfaat untuk diri sendiri (penolong) atau mengambil manfaat dari orang yang

ditolong, sedangkan perilaku menolong yang altruis yaitu perilaku menolong

yang ditujukan semata-mata untuk kebaikan orang yang ditolong, selanjutnya

Comte menyebut perilaku menolong ini dengan altruisme. Sementara Batson

(Taufik, 2012) mengartikan altruisme yang tidak jauh berbeda dengan Comte

yaitu dorongan menolong dengan tujuan utama semata-mata untuk

meningkatkan kesejahteraan orang lain, sedangkan egoisme yaitu dorongan

menolong dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa altruisme

merupakan motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa

memikirkan kepentingan diri sendiri. Orang yang altruis peduli dan mau

membantu orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau

tidak mengharapkan imbalan.

2. Aspek-aspek Altruisme

Myers (2012) menjelaskan bahwa altruisme memiliki 3 aspek, antara

lain:

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

13

a. Memberikan perhatian terhadap orang lain

Seseorang memberikan bantuan kepada orang lain karena adanya rasa

kasih sayang, pengabdian serta kesetiaan yang diberikan, tanpa ada

keinginan untuk memperoleh imbalan untuk dirinya sendiri.

b. Membantu orang lain

Seseorang yang memberikan bantuan kepada orang lain disadari oleh

keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada yang meminta

ataupun mempengaruhinya untuk menolong orang lain.

c. Meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri

Dalam memberikan bantuan kepada orang lain, kepentingan yang

bersifat pribadi akan dikesampingkan dan lebih mementingkan kepentingan

orang lain.

Sementara itu Leeds (Taufik, 2012) menjelaskan bahwa suatu tindakan

pertolongan dapat dikatakan altruisme jika memenuhi kriteria, yaitu:

a. Memberikan manfaat bagi orang yang ditolong atau berorientasi untuk

kebaikan orang yang akan ditolong, karena bisa jadi seseorang berniat

menolong, namun pertolongan yang diberikan tidak disukai atau dianggap

kurang baik oleh orang yang ditolong.

b. Pertolongan yang telah diberikan berproses dari empati atau simpati yang

selanjutnya menimbulkan keinginan untuk menolong, sehingga tindakannya

itu dilakukan bukan karena paksaan melainkan secara sukarela diinginkan

oleh yang bersangkutan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

14

c. Hasil akhir dari tindakan itu bukan untuk kepentingan diri sendiri, atau tidak

ada maksud-maksud lain yang bertujuan untuk kepentingan si penolong.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

altruisme menurut Myers meliputi memberikan perhatian kepada orang lain,

membantu orang lain, dan meletakkan kepentingan orang lain diatas

kepentingan diri sendiri. Sementara itu menurut Leeds aspek-aspek altruisme

meliputi memberikan manfaat bagi orang yang ditolong atau berorientasi untuk

kebaikan orang yang akan ditolong, pertolongan yang diberikan berproses dari

empati, dan hasil akhir dari tindakan itu bukan untuk kepentingan diri sendiri.

Pada penelitian ini, peneliti memilih aspek-aspek altruisme dari Myers,

karena aspek yang dibuat lebih detail sehingga memudahkan peneliti dalam

pembuatan instrumen pengumpulan data. Selain itu, teori ini juga telah

digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu seperti penelitian yang

dilakukan oleh Afivah (2016).

3. Faktor-faktor Altruisme

Menurut Myers (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

altruisme yaitu faktor internal, faktor situasional, dan faktor personal. Faktor

internal meliputi imbalan (reward) dan empati. Faktor situasional meliputi

jumlah pengamat, membantu ketika orang lain juga membantu (ada model),

tekanan waktu, dan adanya kesamaan. Faktor personal meliputi sifat-sifat

kepribadian, gender, dan religiusitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi

altruisme akan dijelaskan secara rinci di bawah ini:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

15

a. Faktor Internal

1) Imbalan (reward)

Imbalan (reward) yang memotivasi untuk menolong bisa jadi

bersifat eksternal ataupun internal. Imbalan yang bersifat eksternal yaitu

kita memberi untuk mendapatkan sesuatu. Biasanya seseorang lebih suka

menolong orang yang menarik bagi dirinya (Krebs, dalam Myers, 2012).

Misalnya ketika sebuah perusahaan menyumbangkan uang agar

mendapatkan kesan yang baik. Kemudian contoh lainnya yaitu ketika

seseorang menawarkan tumpangan berharap akan mendapatkan

penghargaan atau agar bisa bersahabat dengan orang yang diberikan

tumpangan tersebut. Lalu imbalan yang bersifat internal yaitu ketika

memberikan pertolongan kepada orang lain akan merasa bahwa diri kita

berharga, seseorang akan merasa baik setelah melakukan kebaikan.

2) Empati

Empati adalah pengalaman yang mewakili perasaan orang lain,

menempatkan diri sendiri pada orang lain. Ketika kita merasakan empati,

kita tidak berfokus terlalu banyak kepada tekanan yang kita rasakan

sendiri, melainkan berfokus kepada mereka yang mengalami

penderitaan. Batson (dalam Howe, 2013) menemukan bahwa ketika

tingkat perasaan empati sangat tinggi, orang-orang akan cenderung

melakukan tindakan altruisme, bahkan dalam situasi-situasi yang relatif

mudah untuk tidak terlibat atau tidak merespon sama sekali. Kepedulian

empatik muncul ketika seseorang menyadari bahwa orang lain

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

16

membutuhkan bantuan, sehingga terdorong melakukan sesuatu untuk

menolong tanpa memperhitungkan keuntungan. Sejalan dengan Batson,

Temuan lain menunjukkan bahwa altruisme sejati memang ada, dengan

tergugahnya empati mereka, orang akan membantu meskipun mereka

percaya bahwa tidak akan ada satu orang pun yang tahu mengenai

perilaku menolong yang mereka lakukan. Kepedulian mereka akan

berlanjut hingga seseorang telah terbantu (Fultz dkk., dalam Myers,

2012). Maka dengan tergugahnya empati, banyak orang yang termotivasi

untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan atau tertekan,

bahkan ketika bantuan tersebut tanpa menyebutkan nama (Myers, 2012).

b. Faktor Situasional

1) Jumlah Pengamat

Latane dan Darley (Myers, 2012) menyimpulkan bahwa ketika

jumlah pengamat mengalami peningkatan, masing-masing pengamat

tersebut memiliki kemungkinan yang semakin kecil untuk mengetahui

apa yang sedang terjadi, memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk

menginterpretasikan apa yang sedang terjadi sebagai suatu masalah atau

suatu kondisi darurat, dan memiliki kecenderungan yang lebih kecil

untuk berasumsi bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengambil

suatu tindakan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

17

2) Membantu Ketika Orang Lain Juga Membantu (ada model)

Salah satu kondisi yang mempengaruhi seseorang cenderung akan

memberikan bantuan adalah ketika baru saja mengobservasi ada orang

lain yang juga memberikan bantuan. Bryan dan Mary Ann Test (Myers,

2012) menemukan bahwa para pengemudi di Los Angeles lebih

cenderung menawarkan bantuan kepada seorang pengemudi wanita yang

mengalami kempes ban jika seperempat mil sebelumnya telah melihat

seseorang membantu untuk mengganti ban.

3) Tekanan Waktu

Kondisi yang dapat meningkatkan perilaku menolong adalah

memiliki setidaknya cukup waktu luang, seseorang yang sedang terburu-

buru cenderung tidak memberikan pertolongan. Hal ini didukung oleh

temuan Darley dan Batson (Myers, 2012) bahwa seseorang yang sedang

tidak terburu-buru mungkin akan menawarkan bantuan kepada seseorang

yang sedang mebutuhkan, sedangkan orang yang sedang terburu-buru

cenderung tidak menawarkan bantuan kepada seseorang yang sedang

membutuhkan.

4) Adanya Kesamaan

Kesamaan erat kaitannya dengan menyukai, dan menyukai terkait

erat dengan membantu, kita akan lebih empati dan cenderung membantu

seseorang yang sama atau mirip dengan kita (Miller dkk., dalam Myers,

2012). Bias kesamaan ini terjadi pada tampilan luar ataupun

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

18

kepercayaan. Seseorang cenderung membantu orang lain yang memiliki

kesamaan atau kemiripan dengan dirinya.

c. Faktor Personal

1) Sifat-sifat Kepribadian

Para peneliti kepribadian telah melakukan penelitian bagaimana

sifat kepribadian dalam mempengaruhi altruisme. Pertama,

ditemukannya perbedaan individual dalam perilaku menolong dan

terlihat bahwa perbedaan-perbedaan tersebut bertahan sepanjang waktu

dan dikenali oleh rekan-rekan dari orang tersebut (Hampson dkk., dalam

Myers, 2012). Kedua, para peneliti menemukan bahwa seseorang yang

memiliki emosi positif yang tinggi, empati, dan efikasi diri adalah orang

yang yang paling besar kemungkinan memiliki perhatian dan bersedia

memberikan bantuan (Einsberg dkk., dalam Myers, 2012). Ketiga,

kepribadian mempengaruhi bagaimana orang tertentu bereaksi terhadap

situasi-situasi tertentu Carlo dkk., dalam Myers 2012). Seseorang yang

memiliki pemantauan diri yang tinggi akan bergantung pada harapan

orang lain, sehingga akan cenderung lebih penolong karena berpikir

bahwa perilaku menolong akan mendapatkan imbalan secara sosial

(White & Gerstein, dalam Myers, 2012).

2) Jenis Kelamin (Gender)

Alice Eagly dan Maureen Crowly (dalam Myers, 2012)

menjelaskan bahwa ketika menghadapi situasi-situasi yang berpotensi

menimbulkan bahaya ketika ada seseorang yang mebutuhkan bantuan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

19

para pria lebih sering memberikan bantuan pada situasi seperti ini.

Sedangkan pada situasi-situasi yang lebih aman, para wanita cenderung

memberikan bantuan pada situasi-situasi tersebut. Oleh karena itu,

perbedaan gender ini tergantung pada situasi yang ada. Jika dihadapkan

pada masalah seorang teman, para wanita akan merespons dengan empati

yang lebih besar dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menolong

(George dkk., dalam Myers, 2012).

3) Religiusitas

Batson (dalam Zhao, 2012) mengatakan bahwa religiusitas

merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme.

Semua ajaran-ajaran agama besar secara eksplisit mendorong altruisme,

oleh karena itu semakin kuat keyakinan agama seseorang maka semakin

tinggi altruisme seseorang. Sejalan dengan Batson, Steefen & Masters

(dalam Myers, 2012) mengatakan bahwa empat agama terbesar di dunia

yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha semuanya mengajarkan tentang

kasih sayang dan beramal. Dalam semua agama-agama ini, menjadikan

altruisme sebagai salah satu tujuan yang penting bahkan menjadi yang

utama. Harapannya adalah agama harus membantu setiap individu untuk

mencapai altruisme (Midlarsky, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Shah & Ali (2012) sebagian besar agama

mendorong adanya altruisme. Agama dapat membawa seseorang untuk

berperilaku tanpa pamrih, berbelas kasih, dan bermurah hati. Maka

melalui agama dapat menumbuhka altruisme.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

20

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang

mempengaruhi altruisme menurut Myers yaitu faktor internal, faktor

situasional, dan faktor personal. Faktor iternal meliputi imbalan (reward) dan

empati. Faktor situasional meliputi jumlah pengamat, membantu ketika orang

lain juga membantu (ada model), tekanan waktu, dan adanya kesamaan. Faktor

personal meliputi sifat-sifat kepribadian, gender, dan religiusitas.

Pada penelitian ini peneliti memilih faktor empati dan faktor religiusitas

sebagai variabel bebas dalam penelitian. Faktor empati dan faktor religiusitas

keduanya merupakan faktor dari dalam, faktor dari dalam ini dipilih

karena altruisme muncul karena adanya alasan internal di dalam diri sesorang yang

menimbulkan perasaan yang positif sehingga dapat memunculkan tindakan untuk

menolong orang lain. Alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoisme

(Waal, 2008). Egoisme artinya sikap yang mementingkan dirinya sendiri daripada

kesejahteraan orang lain (Suhanda, 2017). Peneliti memilih faktor empati karena

menurut pendapat Batson (dalam Howe, 2013) menemukan bahwa semakin tinggi

tingkat empati seseorang, maka akan cenderung melakukan tindakan altruisme.

Kepedulian empatik muncul ketika seseorang menyadari bahwa orang lain

membutuhkan bantuan, sehingga terdorong melakukan sesuatu untuk menolong

tanpa memperhitungkan keuntung. Peneliti memilih faktor religiusitas karena

merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme. Semua ajaran-

ajaran agama besar secara eksplisit mendorong altruisme, oleh karena itu semakin

kuat keyakinan agama seseorang maka semakin tinggi altruisme seseorang (Batson,

Schoenrade, & Ventis dalam Zhao, 2012).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

21

B. Empati

1. Pengertian Empati

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengenal dan

memahami emosi, pikiran serta sikap orang lain (Davis, 2014). Selain itu,

Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan

untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba

menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

Cohen (dalam Howe, 2013) mendefinisikan empati sebagai kemampuan

untuk mengidentifikasi apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan oleh orang

lain dalam rangka untuk merespons pikiran dan perasaan mereka dengan sikap

yang tepat. Selain itu, Allport (dalam Taufik, 2012) mendefinisikan empati

sebagai perubahan imajinasi seseorang ke dalam pikiran, perasaan, dan

perilaku orang lain. Taufik (2012) berpendapat bahwa empati merupakan suatu

aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang

lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan

(observer, perceiver) terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa

yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa empati merupakan

kemampuan seseorang untuk mengenal dan memahami emosi, pikiran, serta

sikap orang lain.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

22

2. Aspek-Aspek Empati

Davis (2014) mengemukakan bahwa secara global ada dua aspek dalam

empati, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif terdiri dari

pengambilan perspektif (perspective taking) dan Imajinasi (fantacy).

Sedangkan aspek afektif terdiri dari perhatian empatik (empathic Concern) dan

distress pribadi (personal distress). Keempat aspek tersebut mempunyai arti

sebagai berikut:

a. Aspek Kognitif

1) Pengambilan Perspektif (Perspective Taking)

Perspective-taking didefinisikan oleh Davis sebagai

kecenderungan mengadopsi pandangan-pandangan psikologis orang lain

secara spontan. Mead (dalam Davis, 1983) menekankan pentingnya

kemampuan dalam pengambilan perspektif untuk perilaku non

egosentrik, yaitu kemampuan yang tidak berorientasi pada kepentingan

sendiri, tetapi pada kepentingan orang lain. Pengambilan perspektif

dalam empati meliputi proses self identification dan self positioning. Self

identification yaitu mengarahkan individu untuk menyentuh kesadaran

dirinya sendiri melalui perspektif yang dimiliki oleh orang lain,

sementara self positioning yaitu memandu individu untuk memposisikan

diri pada situasi dan kondisi orang lain untuk kemudian membantu

penyelesaian masalahnya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

23

2) Imajinasi (Fantasy)

Kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara

imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal

(membayangkan) dalam buku, film atau cerita yang dibaca dan

ditontonnya. Fantacy merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi

emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.

b. Aspek Afektif

1) Perhatian Empatik (Empathic Concern)

Perasaan yang berorientasi pada orang lain berupa simpati,

kasihan, peduli dan perhatian terhadap orang lain yang mengalami

kesulitan. Aspek ini berhubungan secara positif dengan reaksi emosional,

perilaku menolong pada orang lain dan merupakan cerminan dari

perasaan kehangatan yang erat kaitannya dengan kepekaan dan

kepedulian terhadap orang lain. Perhatian yang muncul pada seseorang

mencerminkan pula tingkat kematangan emosi dan empati dari orang

tersebut. Seseorang yang telah matang tingkat emosinya memiliki

kemungkinan yang lebih besar pula dalam mengendalikan empatinya

dengan baik. Perhatian yang diberikan bisa dalam bentuk implisit

maupun eksplisit, tergantung bentuk situasi dan kondisinya.

2) Distress Pribadi (Personal Distress)

Distress pribadi atau personal distress yaitu orientasi seseorang

terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan kegelisahan

dalam menghadapi setting (situasi) interpersonal yang tidak

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

24

menyenangkan. Personal Distress yang tinggi membuat kemampuan

sosialisai seseorang menjadi rendah. Sears (dalam Taufik, 2012)

mendefinisikan personal distress sebagai pengendalian reaksi pribadi

terhadap penderitaan orang lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut,

cemas, prihatin, dan tidak berdaya (lebih terfokus pada diri sendiri).

Menurut Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa empati terdiri dari

2 aspek yaitu:

1) Kognitif

Individu yang memiliki kemampuan empati dapat memahami apa

yang orang lain rasakan dan mengapa hal itu dapat terjadi pada orang

tersebut. Kognisi yang relevan termasuk kemampuan untuk

mempertimbangkan sudut pandang orang lain, terkadang disebut sebagai

pengambilan perspektif (perspective taking), mampu untuk menempatkan

diri dalam posisi orang lain. Kemampuan untuk merasa empati pada

karakter fiktif. Penonton yang merasa berempati akan mengalami

kesedihan, ketakutan, atau kegembiraan, ketika emosi-emosi ini dialami

oleh karakter dalam cerita.

2) Afektif

Individu yang berempati merasakan apa yang dirasakan orang lain. Bahkan

anak-anak yang berusia 2 bulan tampak jelas dapat merasakan stress sebagai

respon dari stress yang dirasakan orang lain (Brothers, dalam Baron &

Byrne, 2005). Aspek ini tidak hanya merasa simpati terhadap penderitaan

orang lain, tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan mencoba untuk

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

25

melakukan sesuatu untuk meringankan penderitaan mereka. Misalnya,

individu yang memiliki empati yang tinggi akan lebih termotivasi untuk

menolong orang lain daripada mereka yang memiliki empati yang rendah

(Schlenker & Britt, dalam Baron & Byrne, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek empati

menurut Davis terbagi menjadi 2, yaitu: (a) aspek kognitif, terdiri dari

pengambilan perspektif dan imajinasi. (b) aspek afektif, terdiri dari perhatian

empatik dan distress pribadi. Aspek-aspek empati menurut Baron dan Byrne

yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Pada penelitian ini, peneliti memilih

aspek-aspek yang dikemukakan oleh Davis (2014) karena aspek yang dibuat

lebih detail sehingga memudahkan peneliti dalam membuat instrumen

pengumpulan data. Selain itu, teori ini juga telah digunakan dalam beberapa

penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Satoto (2014) dan

Fatimah (2015).

C. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Religiusitas berasal dari kata religi berasal dari bahasa Latin yaitu

“religio” yang akar katanya adalah religure yang artinya adalah mengikat.

Maka dari itu mengandung makna bahwa religi atau agama pada umumnya

memiliki aturan dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh

pemeluknya. Semua itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok

orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan sekitarnya

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

26

(Gazalba dalam Ghufron & Risnawati, 2016). Adapun pengertian agama

menurut Glock & Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2011) adalah sistem simbol,

sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang

semua itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling

bermakna (Glock & Stark dalam Ancok & Suroso, 2011).

Berdasarkan istilah agama yang telah dijelaskan di atas, kemudian

muncul apa yang dinamakan religiusitas. Walaupun berakar kata sama, namun

dalam penggunaan istilah religiusitas mempunyai makna yang berbeda dengan

religi atau agama. Menurut Mangunjaya (dalam Jalaluddin, 2016) agama lebih

menunjukkan kepada kelembagaan yang mengatur tata cara beribadah manusia

kepada Tuhan, sedangkan religiusitas lebih melihat kepada aspek yang telah

dihayati di dalam lubuk hati manusia.

Ancok dan Suroso (2011) mendefinisikan religiusitas sebagai

keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang

bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),

tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.

Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat

oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi di dalam hati

seseorang. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai

macam sisi atau dimensi.

Ghufron dan Risnawita (2016) menjelaskan bahwa religiusitas adalah

tingkat penghayatan dan internalisasi ajaran agama sehingga berpengaruh

dalam dalam segala tindakan dan pandangan hidup. Selain itu Jabrohim (dalam

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

27

Jalaluddin, 2016) menjelaskan bahwa dalam pendekatan psikologi, religiusitas

merupakan konstruk psikologi dan agama yang tidak terpisahkan. Religiusitas

adalah inti dari kualitas hidup manusia, dan harus dimaknakan sebagai rasa

rindu, rasa ingin bersatu, rasa ingin berada dengan sesuatu yang abstrak.

Religiusitas mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi

manusia dan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia (Nashori,

2008). Selain itu, Norris dan Inglehart (dalam Wulandari, 2017)

mendefinisikan religiusitas yaitu sebagai nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan

praktik-praktik agama yang ada dalam suatu masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas sebagai

keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang

bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),

tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.

Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat

oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi di dalam hati

seseorang. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai

macam sisi atau dimensi.

2. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Glock & Stark (dalam Ancok & Suroso, 2011) dimensi-dimensi

religiusitas terdiri dari lima macam, yaitu:

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

28

a. Dimensi Keyakinan (Religious Belief/ The Ideological Dimensions)

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius

berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran

ajaran-ajaran tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat

kepercayaan dimana para penganut diharapkan diharapkan akan taat.

Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak

hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi

dalam agama yang sama.

b. Dimensi Ritualistik (Religious Practice/ The Ritualistic Dimensions)

Dimensi ritualistik mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-

hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama

yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting

yaitu ritual dan ketaatan.

c. Dimensi Pengalaman atau Eksperiensial (Religious e. Feeling/ The

Experiential Dimensions)

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama

mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika

dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu

akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan

terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan

kekuatas supernatural). Seperti yang telah dikemukakan bahwa dimensi ini

berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-

persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

29

suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat

komunikasi walaupun kecil dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan

Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transendental.

d. Dimensi Pengetahuan (Religious Knowledge/ The Intellectual Dimensions)

Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang

beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai

dasar-dasar keyakinan, tata cara dalam upacara keagamaan, kitab suci dan

tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan saling berkaitan satu

sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi

penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat

pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada

keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-

benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar

pengetahuan yang amat sedikit.

e. Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi (Religious Effect/ The

Consequential Dimensions)

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan

keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke

hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya

seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak

sepenuhnya hanya sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama

merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari

agama.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

30

Menurut Ancok dan Suroso (2011) dengan mengacu pada dimensi

religiusitas dari Glock dan Stark, religiusitas Islam meliputi lima dimensi,

yaitu:

a. Dimensi keyakinan atau akidah Islam

Dimensi ini menunjukkan seberapa jauh tingkat keyakinan seorang

muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap

ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam isi dimensi

akidah menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi atau

Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.

b. Dimensi peribadatan atau syari’ah (ibadah)

Dimensi ini menunjukkan sejauh mana seorang muslim dalam

menjalankan kewajibannya untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual

sebagaimana yang dianjurkan oleh agamanya. Di dalam dimensi

peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, membaca Al-

Qur’an, berdoa, zikir, haji, ibadah kurban, iktikaf, dan sebagainya.

c. Dimensi pengamalan (akhlak)

Dimensi ini menunjuk seberapa tingkatan seorang muslim berperilaku

dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi

dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Di dalam dimensi ini

meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menegakkan

keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, tidak mencuri,

mematuhi norma-norma agama dalam berperilaku seksual, berjuang untuk

hidup sukses dalam beragama, dan sebagainya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

31

d. Dimensi penghayatan atau pengalaman (ihsan)

Dimensi ini menunjukkan seberapa jauh tingkat seorang muslim

dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-

pengalaman religius. Di dalam keberislaman dimensi ini terwujud dalam

perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan cinta pada Allah, perasaan

doa-doa yang sering terkabul, perasaan tenteram bahagia, perasaan

tawakkal, perasaan khusuk ketika beribadah, dan sebagainya.

e. Dimensi pengetahuan atau ilmu

Dimensi ini menunjukkan seberapa tingkat pengetahuan dan

pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama

mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, sebagaimana termuat dalam

kitab sucinya. Di dalam dimensi ini meliputi pengetahuan tentang isi Al-

Qur’an, pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan

rukum iman), hukum dalam Islam, sejarah tentang Islam, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima

dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark yaitu dimensi keyakinan, dimensi

ritualistik, dimensi pengalaman atau eksperiensial, dimensi pengetahuan, dan

dimensi pengamalan atau konsekuensi. Sementara itu menurut menurut Ancok

dan Suroso dengan mengacu pada dimensi religiusitas dari Glock dan Stark,

religiusitas Islam meliputi lima dimensi yaitu keyakinan atau akidah,

peribadatan atau syari’ah, pengamalan atau akhlak, penghayatan atau ihsan,

dan pengetahuan atau ilmu.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

32

Pada penelitian ini, peneliti memilih dimensi-dimensi religiusitas yang

disebutkan oleh oleh Ancok dan Suroso (2011). Penggunaan dimensi tersebut

didasarkan pada pemilihan subjek dalam penelitian ini yang merupakan remaja

muslim, sehingga sesuai dengan pandangan Ancok dan Suroso yang

membatasi dimensi religiusitas untuk individu dengan keyakinan ajaran Islam.

Selain itu, teori ini telah digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu seperti

penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari (2015) dan Nisa’ (2015).

D. Hubungan Antara Empati dengan Altruisme

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam

kehidupan. Artinya, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya membutuhkan

bantuan orang lain dan alam atau tidak bisa hidup sendiri (Wanisyah, 2017).

Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain, maka sudah

semestinya kita juga secara sukarela memberikan pertolongan atau bantuan kepada

orang lain (Wulandari, 2017). Berkaitan dengan tolong menolong, salah satu contoh

dari tingkah laku tolong menolong yang paling jelas adalah altruisme

(Hermaningrum, 2017).

Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah motif untuk meningkatkan

kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri. Altruisme

adalah kebalikan dari egoisme. Orang yang altrustis peduli dan mau membantu

orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak

mengharapkan imbalan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi altruisme,

salah satunya adalah empati (Myers, 2012). Hoffman (dalam Taufik, 2012)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

33

mengatakan bahwa dalam penelitian-penelitian sosial empati telah digunakan untuk

menjelaskan berbagai macam bentuk perilaku altruisme.

Selain itu, Batson (dalam Howe, 2013) menemukan bahwa ketika semakin

tinggi tingkat empati seseorang, maka akan cenderung melakukan tindakan

altruisme. Kepedulian empatik muncul ketika seseorang menyadari bahwa orang

lain membutuhkan bantuan, sehingga terdorong melakukan sesuatu untuk

menolong tanpa memperhitungkan keuntungan. Sejalan dengan Batson, Howe

(2013) mengatakan bahwa semakin kurang empati seseorang, semakin rendah

kemungkinannya untuk menjadi selfess dan other oriented. Sebaliknya, semakin

besar besar empati seseorang terhadap kesusahan yang dialami orang lain, maka

akan semakin besar kemungkinannya untuk membantu, dan lebih cepat

kemungkinannya akan menolong.

Davis (1983; 2014) mendefinisikan bahwa empati merupakan kemampuan

seseorang untuk mengenal dan memahami emosi, pikiran, serta sikap orang lain.

Empati memiliki 2 aspek yaitu: (1) Aspek kognitif, meliputi perspective taking dan

fantacy. (2) Aspek afektif (emosi), meliputi empathic concern dan personal distress

(Davis, 1983; 2014).

Aspek perspective taking merupakan kecenderungan seseorang untuk

mengadopsi pandangan-pandangan psikologis orang lain secara spontan. Menurut

theory of mind kunci pokok dari perspective taking terletak pada kemampuan

seseorang dalam mengoptimalkan pikirannya untuk memahami kondisi orang lain,

melalui pemaknaan sikap dan perilaku yang dilihatnya (Taufik, 2012). Davis (2014)

menekankan pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku non

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

34

egosentrik, yaitu kemampuan yang tidak berorientasi pada kepentingan sendiri,

tetapi pada kepentingan orang lain. Pengambilan perspektif berhubungan dengan

reaksi emosional dan perilaku menolong pada remaja. Berdasarkan hal tersebut

menunjukkan bahwa dengan adanya perspective taking maka seseorang akan

memberikan bantuan dan mengedepankan kepentingan orang lain daripada

kepentingannya sendiri, memberikan bantuan dan mengedepankan kepentingan

orang lain daripada kepentingannya sendiri merupakan cakupan dari aspek

altruisme (Myers, 2012). Kemudian para teoretikus biasanya menghubungkan

perspective taking dengan berbagai variabel salah satunya yaitu altruisme

(Cialdino, Brown, Lewis, Luce, & Neuberg, dalam Taufik, 2012).

Aspek fantacy merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah diri

mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter

khayal (membayangkan) dalam buku, film atau cerita yang dibaca dan ditontonnya.

Fantacy merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain

dan menimbulkan perilaku menolong. Ketika mengalami fantasi, seseorang akan

terstimuli untuk menyampaikan perasaan dan persepsi atas suatu kejadian atau

proses yang menyatakan perubahan sikap atau perilaku orang lain. Fantasi sangat

mempengaruhi intensitas empati seseorang, misalnya seperti meminta orang lain

menceritakan runut permasalahannya sebagai media problem solving atas masalah

tersebut (Davis, 1983). Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa dengan

adanya fantacy maka seseorang akan memberikan bantuan kepada orang lain,

memberikan bantuan kepada orang lain merupakan salah satu cakupan dari

altruisme (Myers, 2012).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

35

Aspek empathic concern merupakan perasaan yang berorientasi pada orang

lain berupa simpati, kasihan, peduli dan perhatian terhadap orang lain yang

mengalami kesulitan Davis (1983). Dalam literatur psikologi sosial, empathic

concern telah sering digunakan untuk menjelaskan sebuah respons emosional lain

yang ditimbulkan dan sesuai dengan kondisi orang lain (Batson, dalam Taufik,

2012). Kemudian aspek ini berhubungan secara positif dengan reaksi emosional,

perilaku menolong pada orang lain dan merupakan cerminan dari perasaan

kehangatan yang erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang

lain (Davis, 1983). Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya empathic

concern dapat menumbuhkan altruisme, sesuai dengan salah satu aspek dari

altruisme menurut Myers (2012) yaitu memberikan perhatian kepada orang lain.

Aspek personal distress merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya

sendiri yang berupa perasaan cemas dan kegelisahan dalam menghadapi setting

(situasi) interpersonal yang tidak menyenangkan. Penelitian yang pernah dilakukan

oleh Thomas (2012) menyebutkan bahwa kondisi personal distress berpengaruh

pada bagaimana seseorang memandang kualitas hidupnya. Kualitas hidup yang

dimaksud adalah kualitas dalam memberi kasih sayang atau perhatian kepada orang

lain, yang diindikasikan dengan kepuasan kasih sayang, kejenuhan, dan belas

kasihan yang melelahkan. Seseorang yang mengalami personal ditress,

menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kesadaran untuk meyayangi orang

lain, terutama dalam membantu mereka untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan adanya personal distress maka seseorang akan

memberikan perhatian dan memberikan bantuan kepada orang lain, memberikan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

36

perhatian dan memberikan bantuan kepada orang lain merupakan cakupan dari

aspek altruisme (Myers, 2012).

E. Hubungan Antara Religiusitas dengan Altruisme

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa selain sebagai makhluk individu,

juga sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia

memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang lain dalam menjalankan

kehidupannya, mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Sebagai makhluk sosial

yang membutuhkan pertolongan orang lain, maka sudah semestinya kita juga secara

sukarela memberikan pertolongan atau bantuan kepada orang lain. Perilaku tolong

menolong dalam psikologi dikenal dengan altruisme (Wulandari, 2017).

Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah motif untuk meningkatkan

kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri. Altruisme

adalah kebalikan dari egoisme. Orang yang altrustis peduli dan mau membantu

orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak

mengharapkan imbalan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi altruisme

adalah religiusitas (Myers, 2012).

Di samping adanya teori di atas, ada banyak penelitian yang menjelaskan

tentang keterkaitan antara altruisme dengan religiusitas. Salah satunya yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Zhao, 2012)

yang mengatakan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor utama yang

mempengaruhi altruisme. Senada dengan penelitian tersebut Zhao (2012)

menyatakan bahwa orang-orang yang religius mempunyai perilaku yang lebih

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

37

altruistik daripada orang yang non religius. Selain itu, Malhotra (2010) dalam

penelitiannya juga menemukan bahwa religiusitas merupakan faktor utama yang

mempengaruhi altruisme, orang yang religius berkarakteristik lebih stabil, sehingga

spontanitas untuk memberikan bantuan lebih besar.

Religiusitas adalah sebagai keberagaman yang berarti meliputi berbagai

macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan

perilaku ritual (beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh

kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak

dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi di dalam

hati seseorang. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai

macam sisi atau dimensi (Ancok & Suroso, 2011). Menurut Ancok dan Suroso

(2011) dengan mengacu pada dimensi religiusitas dari Glock dan Stark, religiusitas

Islam meliputi lima dimensi, yaitu: (1) dimensi keyakinan atau akidah, (2) dimensi

peribadatan atau syari’ah, (3) dimensi pengalaman atau ihsan, (4) dimensi

pengetahuan atau ilmu, dan (5) dimensi pengamalan atau akhlak.

Dimensi Keyakinan atau akidah menunjukkan seberapa jauh tingkat

keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama

terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik (Ancok & Suroso,

2011). Kemudian Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Zhao, 2012) mengatakan

bahwa semakin kuat keyakinan agama seseorang maka semakin tinggi altruisme

yang dimilikinya. Dalam agama Islam menghendaki pemeluknya untuk meyakini

ajaran agamanya secara komprehensif dan optimal, salah satu perintah yang sangat

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

38

dianjurkan di dalam Islam adalah saling tolong menolong (Gatot, 2015). Perilaku

tolong menolong dalam psikologi dikenal dengan altruisme (Wulandari, 2017).

Dimensi peribadatan atau syari’ah menunjukkan seberapa jauh seorang

muslim dalam menjalankan kewajibannya untuk mengerjakan kegiatan ritual atau

beribadah yang dianjurkan oleh agamanya (Ancok & Suroso, 2011). Dalam agama

islam menghendaki pemeluknya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan, salah

satu ibadah yang dianjurkan di dalam Islam yaitu tolong menolong atau

meringankan beban orang lain (Gatot, 2015). Sebagaimana yang telah

diperintahkan dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam

bersabda:

“Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah

akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang

yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan

di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan

menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong

hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (H.R Muslim)

Kemudian Allah SWT menegaskan kembali mengenai kewajiban tolong-

menolong dalam hal kebaikan dalam firman-Nya, sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar

Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulanbulan haram, jangan

(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,

dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah

sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila

kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. Dan

janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka

menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat

melampaui batas (kepada mereka). dan tolong menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah : 2)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

39

Ayat ini memberikan perintah untuk saling tolong menolong dalam

mengerjakan kebajikan dan taqwa merupaka perintah bagi seluruh manusia. Yakni,

hendaknya menolong sebagian yang lain dan berusaha untuk mengerjakan apa yang

Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Sebab setiap kebajikan adalah

ketaqwaan dan setiap taqwa adalah kebajikan (Gatot, 2015). Berkaitan dengan

tolong menolong salah satu contoh dari tingkah laku menolong yang paling jelas

adalah altruisme (Hermaningrum, 2017), sehingga seharusnya seorang penganut

agama yang taat memiliki perilaku altruisme (Midlarsky, 2012).

Dimensi pengamalan atau akhlak menunjukkan seberapa tingkatan seorang

muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana

individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain (Ancok &

Suroso, 2011). Bila individu tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, maka Islam

akan mengarahkan individu untuk berperilaku sesuai dengan norma agama yang

dianutnya, keberagamaan akan mengerakkan individu untuk melaksanakan ajaran

agama. Salah satu aspek terpenting dalam ajaran agama adalah perbuatan baik

terhadap sesama misalnya yaitu saling tolong menolong (Gatot, 2015). Di dalam

dimensi pengamalan meliputi bekerjasama, berlaku jujur, memaafkan, mematuhi

norma-norma agama, berderma, suka menolong, dan sebagainya (Ancok & Suroso,

2011). Tolong menolong dalam psikologi disebut dengan altruisme (Wulandari,

2017).

Dimensi pengalaman atau ihsan menunjukkan seberapa jauh tingkat seorang

muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-

pengalaman religius (Ancok & Suroso, 2011). Dalam agama Islam menghendaki

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

40

pemeluknya menghayati ajaran agama secara kaffah (komprehensif) dan optimal,

termasuk di dalamnya sifat yang sangat di anjurkan di dalam Islam yaitu tolong

menolong sesama manusia (Gatot, 2015). Seorang muslim yang ber-taqwa

menjalani segala perintah dan semua ibadah akan merasakan ketenangan di dalam

hatinya, maka ketika seseorang berbuat baik kepada sesama dengan memberikan

bantuan kepada orang yang membutuhkan akan merasakan ketenangan di dalam

hatinya (Taslim, 2010). Membantu orang lain merupakan cakupan dari aspek

Altruisme (Myers, 2012).

Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjukkan seberapa tingkat pengetahuan

dan pemahaman seorang muslim terhadap ajaran agamanya, terutama mengenai

ajaran-ajaran pokok dari agamanya, yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok &

Suroso, 2011). Salah satu perbuatan yang diperintahkan dalam agama Islam adalah

membantu orang lain dan mengedepankan kepentingan orang lain (Gatot, 2015).

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’la, sebagai berikut:

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman

(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai

orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada memiliki

keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada

mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang

Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa

yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,

mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr : 9)

Ayat ini menunjukkan selamatnya hati mereka (orang-orang Anshar) dan

tidak ada rasa dengki dan iri dihatinya kepada kaum muhajirin. Ayat ini juga

menunjukkan sifat orang-orang Anshar yang mengutamakan orang lain daripada

diri sendiri meskipun mereka membutuhkannya. Ayat tersebut turun saat peristiwa

hijrah Nabi saw dimana kaum Anshar mendahulukan kaum muhajirin (Terjemahan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Altruisme 1. Pengertian Altruismeeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3602/3/BAB 2.pdf · 2018-08-21 · keinginan yang tulus dan dari hati nuraninya, tanpa ada

41

dan Tafsir Al-qur’an, 2013). Seorang muslim yang memiliki pengetahuan tentang

ayat tersebut maka akan mencontoh perilaku kaum Anshar yang mendahulukan

kepentingan kaum muhajirin (Gatot, 2015). Mendahulukan kepentingan orang lain

diatas kepentingan pribadi merupakan cakupan dari aspek altruisme (Myers, 2012).

Pada diri individu yang pemahaman agamanya baik tidak hanya sebatas kebenaran

yang diyakini, tetapi secara konsisten tercermin dalam perilakunya dan salah satu

bentuk dari perilaku tersebut adalah altruisme (Rain dalam Gatot, 2015).

F. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mengajukan dua hipotesis dalam

penelitian ini, yaitu:

H1: Terdapat hubungan yang positif antara empati dengan altruisme pada remaja.

Semakin tinggi empati yang dimiliki remaja, maka semakin tinggi pula

altruisme pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah empati yang dimiliki

remaja, maka semakin rendah pula altruisme pada remaja.

H2: Terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan altruisme pada

remaja. Semakin tinggi tingkat religiusitas yang dimiliki remaja, maka semakin

tinggi pula altruisme pada remaja. sebaliknya, semakin rendah tingkat

religiusitas yang dimiliki remaja, maka semakin rendah pula altruisme pada

remaja.