bab ii tinjauan pustaka 2.1
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/1.jpg)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
2.1.1 Definisi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat tubuh
yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira 15% dari berat tubuh dan luas kulit
orang dewasa 1,5 m2 . Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh
serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m.
Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm)
terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).
2.1.2 Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan dengan
lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah (Djuanda,2007):
1. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisik atau mekanik (tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia (
zat-zat kimia yang iritan), dan gagguan bersifat panas (radiasi, sinar
ultraviolet), dan gangguan infeksi luar.
2. Fungsi absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2,
CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada
fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
3. Fungsi ekskresi Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea,
asam urat, dan amonia.
![Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/2.jpg)
6
4. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis sehingga kulit mampu mengenali rangsangan
yang diberikan. Rangsangan panas diperankan oleh badan ruffini di
dermis dan subkutis, rangsangan dingin diperankan oleh badan krause
yang terletak di dermis, rangsangan rabaan diperankan oleh badan
meissner yang terletak di papila dermis, dan rangsangan tekanan
diperankan oleh badan paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) Kulit melakukan fungsi
ini dengan cara mengekskresikan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin, peredaran
darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada
waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat
dijaga tidak terlalu panas.
6. Fungsi pembentukan pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit)
terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah
melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu.
7. Fungsi kreatinisasi Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap
infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan/sintesis vitamin D
2.1.3 Anatomi Kulit
![Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/3.jpg)
7
Gambar 2. 1 Struktur kulit (Weller, Richard et al., 2015)
2.1.4 Lapisan Kulit
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu (Djuanda,
2007) :
1. Epidermis.
Lapisan epidermis terdiri atas :
a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal merupakan lapisan
epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal
terdapat melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk
melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.
b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi atau disebut
juga prickle cell layer (lapisan akanta) merupakan lapisan epidermis yang
paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda akibat adanya mitosis serta sel ini
makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini
banyak mengandung glikogen.
c. Lapisan granular atau stratum granulosum (Lapisan Keratohialin). Lapisan
granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-butir (granul)
keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga tampak jelas di
telapak tangan dan kaki
d. Lapisan lusidum atau stratum lusidum. Lapisan lusidum terletak tepat di
bawah lapisan korneum. Terdiri dari selsel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
e. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk merupakan lapisan
terluar yang terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Pada
permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat.
2. Dermis.
![Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/4.jpg)
8
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi
dua bagian yakni:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan.
Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen,
elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, saraf,
rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
3. Lapisan subkutis Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas
yang memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan
inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan subkutan
mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan
atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan
adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan
energi.
2.2 Rute Penetrasi Zat Aktif Pada Kulit
Jalur utama penetrasi obat yaitu dengan cara menembus stratum korneum yaitu
melalui jalur transepidermal. Jalur transepidermal dibagi menjadi dua jalur yaitu
jalur transselular dan jalur interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit
dengan cara menembus lapisan lipid stratum korneum secara langsung dan
sitoplasma dari keratinosit yang mati (Trommer dan Neubert, 2006).
2.3 Acne Vulgaris
Patogenesis Acne vulgaris besifat multifatkoral. Ada 4 faktor penting yang
dianggap berperan dalam perkembangan suatu lesi Acne vulgaris. Faktor-faktor
tersebut antara lain hiperproliferasi folikuler epidermal, peningkatan produksi
sebum, Peningkatan aktivitas P. Acnes, dan inflamasi (Layton A., 2005).
![Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/5.jpg)
9
Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali
dikenal dalam perkembangan Acne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari
hiperprofilerasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis yang telah
diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat hiperpoliferatif
pada individu dengan Acne vulgaris. Pertama, hormon androgen, yang telah
dikenal sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang menyebabkan
pembentukan sumbatan pada muara folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas
pada orang-orang dengan Acne vulgaris. Derajat Acne vulgaris komedonal pada
usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu
dehydroepiandrosterone suphate (DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen
ditemukan pada folikel-folikel dimana komedo berasal. Selain, itu individu dengan
malfungsi reseptor androgen ternyata tidak akan mengalami Acne vulgaris. Kedua,
perubahan komposisi lipid, yang telah diketahui berperan dalam perkembangan
Acne. Pada pasien Acne biasanya mempunyai produksi sebum yang berlebihan dan
kulit yang berminyak. Produksi sebum yang berlebihan ini dapat melarutkan lipid
epidermal normal dan menyebabkan suatu perubahan dalam konsentrasi relatif dari
berbagai lipid. Berkurangnya konsentrasi asam linoleat ditemukan pada individu
dengan lesi Acne vulgaris, dan menariknya, keadaan ini akan normal kembali
setelah pengobatan yang berhasil dengan menggunakan isotretinoin. Penurunan
relatif asam linoleat dapat mengaktifkan pembentukan komedo. Inflamasi adalah
faktor hipotesis ketiga yang terlibat dalam pembentukan komedo. Inflamasi adalah
faktor hipotesis ketiga yang terlibat dalam pembentukan komedo. Interleukin I-α
adalah suatu sitokin proinflamasi yang telah digunakan pada suatu model jaringan
untuk menginduksi hiperproliferasi epidermal folikular dan pembentukan Acne
vulgaris. Walaupun inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis
pada lesi awal Acne vulgaris dan komedo.
Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam
pembentukan Acne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah
hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya, meningkatkan
pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita dengan Acne
![Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/6.jpg)
10
vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang
normal.
Penanganan Acne yang berhasil membutuhkan pemahaman tentang empat
aspek dari patofisiologi Acne. Para ahli klinis harus memilih rejimen pengobatan
yang diarahkan secara mekanis yang menargetkan setiap jenis lesi yang dominan
pada pasien.
2.4 Tinjauan Bakteri Propionibacterium acnes
2.4.1 Klasifikasi Propionibacterium acnes
Kingdom : Bacteria
Phyllum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acnes (Bruggeman,2010)
2.4.2 Morfologi Propionibacterium acnes
Gambar 2. 2 Gambar a – Propionibacterium acnes berbentuk batang dengan
panjang 1 µm yang dilihat dengan mikroskop elektron. Gambar b -
Propionibacterium acnes yang diwarnai kristal ungu dengan perbesaran objek 100x
(Abate, 2013:1)
Propionibacterium acnes tidak memiliki spora, flagel dan kapsul (Oprica,
2006). Propionibacterium acnes adalah mikroaerophilic, anaerobic, bakteri Gram-
positive, dan salah satu produk akhir dari fermentasi bakteri adalah asam propionat.
Organisme adalah anggota flora normal rongga mulut, usus besar, konjungtiva, dan
![Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/7.jpg)
11
kulit pada manusia. Propionibacterium acnes memiliki dinding sel tebal yang kaya
akan peptidoglikan dan lipopolisakarida (Oprica,2006). Propionibacterium acnes
memiliki lebar 0,5 - 0,8 mikrometer dan panjang 3-4 mikrometer, bakteri ini
berbentuk batang dengan ujung meruncing atau kokoid (bulat) (Brooks,2008). Suhu
optimum untuk pertumbuhan koloni Propionibacterium acnes adalah 37 °C dengan
kondisi anerob.
2.4.3 Habitat Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes merupakan bakteri flora normal yang ada pada kulit
dan pada umumnya terdapat pada folikel sebasea. Saat bayi lahir, pada kulit bayi
sudah ditemukan koloni bakteri Propionibacterium acnes namun hanya dalam
jumlah sedikit, dan akan bertambah jumlahnya saat saat memasuki usia remaja
diikuti dengan peningkatan produksi sebum pada folikel sebasea.
Propionibacterium acnes lebih banyak ditemukan pada bagian wajah dan kulit
kepala bila dibandingkan dengan lengan dan kaki pada kulit manusia. Kulit
merupakan habitat utama dari Propionibacterium acnes, namun dapat juga diisolasi
dari rongga mulut, saluran pernafasan bagian atas, saluran telinga eksternal,
konjugtiva, usus besar, uretra dan vagina (Oprica, 2006).
2.4.4 Patogenitas Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes mampu melakukan invasi ke dalam jaringan dan
menghasilkan beberapa produk enzim sehingga dapat menimbulkan manifestasi
klinis dari suatu penyakit. Enzim tersebut yaitu lipase, Phospholipase C, proteinase,
hyaluronidase, neuroaminidase, acid phosphatase, bacteriocins, histamine dan
triptami.
Peradangan Acne kronis tidak dapat didefinisikan menjadi penyakit infeksi,
karena bakteri biasanya terdapat pada kulit sebagian besar individu, terlepas dari
keberadaan lesi Acne. Propionibacterium acnes ternyata hanya memicu penyakit
ketika memenuhi daerah dermatofisiologis yang menguntungkan. Keempat faktor
utama patofisiologi yang dapat menyebabkan Acne antara lain androgen
merangsang seborrhea, hyperkeratinization dan obstruksi epitelium folikel,
proliferasi Propionibacterium acnes, dan kemudian peradangan.
![Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/8.jpg)
12
Comedogenesis, transformasi folikel pilosebaceous menjadi lesi Acne primer,
komedo, adalah produk keratinisasi folikel abnormal terkait dengan sekresi sebum
yang berlebihan. Selama proses ini, Propionibacterium acnes sering terperangkap
dalam lapisan corneocytes dan sebum yang dengan cepat mengkolonisasi
comedonal kernel, menghasilkan microcomedone, struktur yang tidak terlihat oleh
mata telanjang. Sebuah microcomedone dapat berkembang menjadi struktur yang
lebih besar, yang disebut komedo.
Komedo dapat berupa struktur tertutup (whitehead) yang tampak seperti
benjolan berwarna pada kulit atau struktur terbuka (blackhead). Tidak seperti
komedo terbuka, komedo tertutup tidak dapat menyingkirkan gabungan serabut dari
sisa-sisa sel, sebum, Propionibacterium acnes dan produk lain ke permukaan kulit,
dan ini membuat mereka lebih rentan terhadap peradangan.
Inflamasi pada Acne, komedo dan material folikel lebih mudah terdispersi ke
dalam dermis dari pada di permukaan kulit. Tergantung pada tingkat kerusakan pada
dinding komedo, berbagai jenis lesi inflamasi diproduksi dan ini diklasifikasikan
sebagai papula, pustula, atau nodul. Nodul adalah jenis lesi Acne yang paling parah
dan jaringan parut dapat dikaitkan dengan segala bentuk Acne peradangan yang
parah.
2.4.5 Infeksi Terkait Propionibacterium acnes
Koloni bakteri Gram positif anaerobik yaitu Propionibacterium acnes yang
menyebabkan kondisi peradangan Acne pada kulit telah dikenal selama lebih dari
satu abad, peran terbesarnya dalam menginfeksi manusia dan kondisi klinis lainnya
tidak diragukan lagi. Propionibacterium acnes dalam sampel biologis hanya
mencerminkan kontaminasi dari mikroflora kulit atau secara klinis tidak relevan
karena tingkat infeksinya yang rendah. Atas dasar itu, ada kemungkinan bahwa
sejumlah infeksi Propionibacterium acnes yang tidak diketahui, tidak terdiagnosis
dan tidak dikenali (McDowell et al., 2013). Sedangkan penyakit yang melibatkan
infeksi Propionibacterium acnes dan terkait alat-alat medis (kateter, prosthetic
joints, implants, dan lain-lain) yaitu konjungtivitas akibat lensa kontak, (shunt
![Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/9.jpg)
13
nephritis, shunt-associated central nervous system infection dan anaerobic arthritis
(Bruggeman,2010).
Propionibacterium acnes bisa saja terlibat dalam penyebab penyakit seperti
osteomyelitis, peritonitis, infeksi gigi, rheumatoid artritis, abses otak, empyema
subdural, keratitis, ulkus kornea, endoftalmitis, sarkoidosis, dan radang prostat
(Oprica,2006).
2.5 Identifikasi Bakteri Propionibacterium acnes
Tabel II. 1 Identifikasi Propionibacterium acnes (Breed et al., 2005; Bojar, 2004)
Identifikasi Propionibacterium acnes
Morfologi koloni Sirkuler
Pewarnaan gram Gram positif
Morfologi Sel Polimorf, berbentuk batang
Uji motilitas Non motile
Uji reduksi nitrat +
Uji Indole +
Hidrolisis Kasein +
Katalase +
B heolisis +/-
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Propionibacterium acnes
dapat diidentifikasi dengan cara melihat morfologi koloni, pewarnaan gram, morfologi
sel, uji motilitas, uji reduksi nitrat, uji indole, hidrolisis kasein, kasein dan Β heolisis.
1. Morfologi Koloni
Bakteri dapat ditumbuhkan dalam suatu media agar yang akan membentuk
suatu penampakan berupa koloni. Koloni sel bakteri adalah sekelompok masa sel
yang dapat dilihat dengan mata telanjang tanpa alat bantu. Semua sel dalam
koloni tersebut sama dan keturunan (progeny) dari satu mikroorganisme dan
mewakili suatu biakan murni. Penampakan koloni pada media agar menunjukkan
bentuk dan koloni yang khas, dilihat dari bentuk keseluruan penampakan koloni,
![Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/10.jpg)
14
tepi dan permukaan koloni. Pada Propionibacterium acnes koloni bakteri
berbentuk sirkuler (Breed, Murray dan Smith, 2005)
2. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna
dan paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi (Rahayu &
Gumilar, 2017). Pewarnaan gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif
dan bakteri gram negate yang dibedakan berdasarkan sifat kimia dan fisik
dinding sel bakteri. Pewarnaan gram memiliki prinsip berdasarkan kemampuan
dinding selnya terhadap zat warna dasar yaitu kristal violet setelah pencucian
alkohol 96%. Bakteri gram positif akan terlihat berwarna ungu karena dinding
sel yang mengikat kristal violet lebih kuat, sedangkan bakteri gram negatif
mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan kristal
violet merupakan bahan yang mudah larut saat pencucian alkohol 96%
(Karmana, 2008).
3. Morfologi Sel
Morfologi sel bakteri dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya, bakteri
memiliki banyak bentuk seperti, kokus, basil dan spiral. Propionibacterium
acnes memiliki morfologi sel yang terlihat polimorf dan berbentuk batang
(Breed, Murray dan Smith,2005).
4. Uji Motilitas
Uji motilitas dilakukan untuk melihat pergerakan dari suatu bakteri.
Kebanyakan sel bakteri dapat bergerak dengan menggunakan flagel, akan tetapi
terdapat sel bakteri yang tidak dapat bergerak karena tidak memiliki flagel,
karena flagel merupakan alat gerak bagi bakteri. Bakteri dengan uji motilitas
positif berarti mampu bergerak dan memiliki flagel, begitu pula sebaliknya
bakteri dengan uji motilitas negatif tidak mampu bergerak dan tidak memiliki
flagel (hastiti, 2005).
5. Uji Katalase
![Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/11.jpg)
15
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada suatu
bakteri uji. Bakteri katalase yang positif mampu membentuk gelembung-
gelembung oksigen hal ini disebabkan oleh adanya pemecahan H2O2 oleh
enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2
merupakan salah satu zat beracun yang berasal dari hasil respirasi bakteri
aerobik, dimana hasil respirasi tersebut mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Pada bakteri katalase negatif, bakteri tidak menghasilkan gelembung-
gelembung karena bakteri gram negatif tidak memiliki enzim katalase untuk
menguraikan H2O2 (Hastiti, 2005). Propionibacterium acnes memiliki hasil
uji katalase positif (Bojar, 2004).
6. Uji Indol
Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim
triptophanase, sehingga kuman tersebut mampu mengoksidasi asam amino
triptophan dan membentuk indol (Cowan, 2004). Propionibacterium acnes
merupakan bakteri dengan indol positif (Breed, 2001). Adanya indol dapat
diketahui dengan penambahan reagen Ehrlich Kovac’s yang berisi paradimetil
amino bensaldehid. Apabila interpretasi negatif tidak terbentuk lapisan cincin
berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk
indol dari triptophan sebagai sumber karbon. Begitu pula sebaliknya,
interpretasi positif bila terbentuk lapisan cincin berwarna merah pada
permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari triptophan sebagai
sumber karbon (Cowan, 2004).
7. Uji Reduksi Nitrat
Reduksi nitrat terjadi pada kebanyakan bakteri anaerob. Uji reduksi nitrat
bertujuan untuk mengatahui kemampuan suatu bakteri dalam mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Pembentukan nitrit ditandai dengan terbentuknya warna merah
setelah ditambahkan asam sulfalinat dan α-naphtalamyne (karmana, 2008).
8. Uji Reduksi Kasein
Uji reduksi kasein bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
memfermentasi susu menjadi asam yang dapat menyebabkan kasein
![Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/12.jpg)
16
mengendap atau menggumpal. Uji kasein positif bila terbentuk endapan
berwarna hijau dan terjadi perubahan warna yang pada awalnya berwarna
keabu-abuan menjadi berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi disebabkan
oleh adanya respon indikator terhadap perubahan pH yang menjadi asam
(Karmana,2008).
9. β - hemolisis
Blood agar plate (BAP) adalah media differensial untuk membedakan
bakteri hemilitik dan non hemolitik yaitu berdasarkan kemampuan bakteri
untuk melisiskan eritrosit (Sihotang, 2015). Uji hemolisis digunakan untuk
mengetahui kemampuan bakteri untuk melisiskan eritrosit. β -hemolisis
didefinisikan lisis lengkap dengan tampilan wrna transparan dikelilingi bakteri
pada medium (Karmana,2008).
2.6 Emulgel
Emulgel merupakan sediaan bertipe emulsi minyal dalam air (o/w) atau air
dalam minyak (w/o) yang diaplikasikan kedalam bentuk sediaan gel. Sifat
dermatologis dari emulgel adalah waktu kontak lama, tiksotropik, melembabkan,
konsistensi baik, mudah menyebar, mudah terpenetrasi, larut air, transparan, mudah
dihilangkan, dan mudah bercampur dengan bahan eksipien (Haneefa et. al., 2013).
Obat yang bersifat hidrofilik sangat sulit apabila dibuat dalam bentuk sediaan gel,
sehingga karena kekurangan ini maka obat dengan sifat hidrofilik dibuat dalam
bentuk sediaan emulgel (Panwar et.al., 2011). Stabilitas emulsi akan meningkkat
bila diinkorporasi dalam sediaan gel. Sediaan gel akan membuat sediaan emulsi
stabil dengan adanya penurunan tegangan permukaan dan antarmuka secara
bersamaan (Khullar et. al., 2012).
2.6.1 Keuntungan Emulgel
Emulgel memiliki beberapa keuntungan antara lain :
1. Gel mudah digabungkan dengan obat bersifat hidrofilik dengan
mengunakan emulsi bertipe o/w. Masalah yang dimiliki obat
dengan sifat hidrofilik adalah kelarutannya yang susah dan tidak
dapat langsung bergabung dengan basis gel, oleh karena itu
![Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/13.jpg)
17
emulgel dapat membantu menggabungkan antara obat hidrofilik
dangan basis gel.
2. Stabilitas lebih baik
3. Penetrasi lebih baik
4. Biaya persiapan dan uji kelayakan produksi sediaan lebih
ekonomis
5. Proses sonikasi tidak perlu intensif
6. Emulgel dibuat menjadi pelepasan terkendali dan cocok untuk
obat dengan t ½ pendek
7. Digunakan untuk obat hidrofobik maupun hidrofilik
(Hyma,2014).
2.6.2 Kerugian Emulgel
Emulgel memiliki beberapa kekurangan antara lain :
1. Dapat terjadi pembentukan gelembung saat produksi
2. Obat dengan ukuran partikel besar sulit terpenetrasi kedalam kulit
bila menggunakan sediaan emulgel
3. Obat dengan permeabilitas rendah pada kulit tidak disarankan
dibuat dalam sediaan emulgel (Supriya,2014).
2.7 Tinjauan Tamanu Oil
2.7.1 Sejarah Tamanu Oil
Tamanu dianggap sebagai pohon suci untuk waktu yang lama. Pohon ini
ditanam di marae (situs suci). Dikatakan bahwa para dewa bersembunyi di pohon
untuk menonton manusia tanpa terlihat. Kayu pohon Tamanu digunakan secara
eksklusif untuk menghasilkan totem, tiki dan berhala.Berkat perlindungan ini,
pohon Tamanu menjadi luas di Polinesia, tempat itu membuat hutan-hutan yang
indah menghadap motu (terumbu karang). Pohon Tamanu dihargai karena
harumnya bunga dan dedaunan yang elegan, ditanam di sepanjang jalan. Dengan
perubahan orang Polinesia ke agama Kristen, eksploitasi dari pohon-pohon ini
menjadi intensif untuk daun, minyak dan buah buahan mereka digunakan di
berbagai bidang.Pada 50-an, studi ilmiah pertama tentang minyak diekstraksi dari
![Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/14.jpg)
18
kacang membantu menyoroti sifat penyembuhan yang luar biasa:regeneratif,
penyembuhan, pelembab, anti-bakteri, anti-parasit dan aktivitas antiinflamasi yang
mengejutkan. Saat ini, Tamanu atau «ati» dengan banyak manfaatnya masih penting
di farmakope lokal. Ia dikenal karena penyembuhannya yang luar biasa properti.
Tamanu Oil selalu digunakan dalam pengobatan tradisional Polinesia. Bayi
masih digosok dari ujung kepala sampai ujung kakiuntuk mencegah gigitan
nyamuk, pantat kemerahan atau hanya untuk memijat.
Minyak ini sangat dianjurkan karena sifat analgesiknya terutama dalam
kasus linu panggul, lumbago dan reumatik. Ini juga mengandung khasiat
penyembuhan luar biasa yang sering digunakan untuk infeksi kulit, bahkan yang
paling banyakparah seperti borok atau luka tekan dari semua jenis dan dalam
mengobati luka bakar, dan luka pasca operasi, untuk menyebutkanbeberapa dari
mereka.Terkenal karena sifat regenerasinya pada kulit dan sel, Tamanu Oil
digunakan dalam kosmetik modern di mana aplikasinya tidak terbatas (krim anti-
kerut dan anti-penuaan, krim yang menenangkan, formulasi surya, krim anti-Acne,
setelah bercukur).Selain itu, sifatnya yang melembabkan, anti-oksidan, dan anti-
radikal menjadikan produk ini «melakukan segalanya» produk, terutama efektif dan
aman (Dweck dan Meadows, 2002).
2.7.2 Klasifikasi Tanaman Tamanu Oil
a. Taksonomi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledenae
Bangsa : Guttiferaes
Suku : Guttiferaes
Marga : Calophyllum
Jenis : Calophyllum inophyllum L.
b. Morfologi tanaman
Calophyllum inophyllum dikenal dengan tanaman nyamplung
merupakan tumbuhan liar dengan tinggi pohon mencapai 20 m dan
![Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/15.jpg)
19
diameter batang 1,50 m, batang sangat pendek, bercabang rendah
mendekati permukaan tanah dan tumbuh berkelompok (Bustomi dan
Lisnawati, 2009). Tanaman ini baru mulai berbuah pada umur 5-20 tahun.
Bentuk daun tunggal, berseling berhadapan, berwarna hijau dengan
pertulangan menyirip. Bunga dan buah yang dihasilkan tumbuh langsung
dari kuncup dorman ketiak daun teratas.
Buahnya berbentuk bulat seperti peluru dengan bagian ujung
meruncing, berwarna hijau dan ketika tua warnanya menjadi kekuningan.
Kulit biji yang tipis lambat laun akan menjadi keriput dan mudah
mengelupas. Biji yang tersisi berupa daging buah berbentuk bulat dengan
ujung meruncing, mengandung minyak berwarna kuning, terutama jika
dijemur. Biji yang dijemur kering mengandung minyak 71,4% dan air 3,3%
(Balitbang Kehutanan, 2008).
Di Indonesia, nyamplung banyak tumbuh di daerah sepanjang pantai
yang beriklim tropis. Namun tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik
pada ketinggian 100-350 mdpl.
2.7.3 Kandungan senyawa Tamanu Oil
Diketahui bahwa buah biji C. Inophyllum mengandung lipid (63,1%), Fiber
(16,64%), abu (3,22%), protein (3,42%), kelembaban (4,15%), dan Nitrogen Free
Extract (13.62%) . Dan juga memiliki nilai kalori 6092 kal/gr. Lipid mengandung
asam lemak bebas (8,23%), monogliserida (3,93%), digliserida (3,37%),
trigliserida (81.06%) dan bioactive (3,4%) (Chandra., et al, 2013)
Komposisi asam lemak yang ditemukan dalam tamanu antara lain : asam
palmitat (16,5 ± 1,59%), asam palmitoleat (0,26 ± 0,11%), asam stearat (30,2 ±
4,36%), asam oleat ( 23,6 ± 4,77%), asam linoleat (25,5 ± 3,87%), asam
alfalinoleat (0,26 ± 0,05%), asam arakidonat (0,6 ±0,09%), asam gadoleat (0,3
±0,1%), asam dihomo-gamma-linoleat (<0,1%), asam behenic (0,1 ± 0,15%),
asam docosadienoat (1,4 ± 5,08%). Asam lemak jenuh adalah konstituen yang
utama (41-52%) dengan proporsi relatif tinggi asam stearat (25-35%). Asam
![Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/16.jpg)
20
lemak tak jenuh (18-22%) ditemukan dalam jumlah yang baik, masing-masing
asam oleat (20-26%) dan asam linoleat (21-29%) (Raharivelomanana, 2018).
Minyak Tamanu mengandung juga bagian resin etanol yang larut (berkisar
20% dari minyak), yang sebagian besar terdiri dari metabolit sekunder sebagian
besar tersusun oleh neoflavonoid dan derivatif pyranocoumarin (Lederer et al.,
1953; Laure, 2005; Bruneton, 2009; Leu et al., 2009). Mengikuti struktural mereka
fitur, senyawa ini diklasifikasikan sebagai inofil (dalam substituen fenil),
calanolides (dalam propil substituen), atau tamanolides (dalam substituen sec-
isobutyl) tetapi unsur utamanya adalah selalu calophyllolide (an turunan
inophyllum). Komponen utama dari Perancis Bagian resin minyak tamanu adalah:
calophyllolide,inopyllums (C, D, E, P), calanolides (A, B, D), tamanolides (D, P)
Tamanu Oil juga mengandung senyawa kumarin yang didalamnya terdiri dari
berbagai senyawa antara lain adalah Calophylloide, Inophylloide, Calophyllic
acid, Tomentolide A, Desoxo-12-hydroxy-12 Inophylloide., Apetalolide,
Calaustraline, Calafloride yang mana senyawa Calophylloide inilah yang
memiliki aktivitas antibakteri (Raharivelomanana et al, 2018).
2.7.4 Karakteristik Tamanu Oil
Tabel II. 2 Karakteristik Minyak Nyamplung (Bernardus et al, 2009))
Karakteristik Satuan Nilai
Kadar air % 2,40
Bobot Jenis g/mL 0,93
Viskositas
Suhu 400C
Suhu 600C
cS/t
53,52
51,42
rendemen % 51,315
Angka asam Mg/g 32,09
Angka peroksida Meq/g 1,24
Angka Penyabunan Mg/g 392,70
![Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/17.jpg)
21
2.7.5 Khasiat Tamanu Oil
Minyak yang didapatkan dari biji ini (sekitar 60%) kadang-kadang disebut
minyak Domba di Eropa dan telah terbukti berguna dalam pengobatan rematik
serta dalam pengobatan gatal atau kudis. Minyak itu pernah dipikirkan para
farmakologis lama menjadi minyak Tacamahaca (balsam poplar atau Populus
balsamifera). Ini mirip dengan myrhh (Commiphora molmol) dan juga bermanfaat
untuk ulcer. Minyak juga digunakan dalam kasus gonorea. Minyak dari biji
digunakan topikal pada rematik dan asam urat dan spesifik untuk kudis dan juga
dapat digunakan untuk kurap. Secara topikal juga Tamanu Oil digunakan untuk
mengobati rematik kronis, inflamasi tulang dan sendi, dan ankylosis (Dweck dan
Meadows, 2002)
Tamanu Oil dapat dioleskan pada kulit juga lesi membran mukosa dapat
menyembuhkan luka kecil seperti pecah- pecah, tetapi juga lebih efisien masalah
kulit yang serius: luka atonik, luka bakar kimia, radiodermatitis, luka pasca bedah.
Aktivitas (Dweck dan Meadows, 2002)adalah dipelajari dalam banyak kasus
klinis. Komponen anti-inflamasi dan antibiotik membuat Tamanu Oil merupakan
bahan baku yang sangat baik untuk kosmetik, dalam formulasi regenerasi dan
pelindung (Dweck dan Meadows, 2002).
Minyak ini sangat direkomendasikan untuk semua jenis luka bakar (terbakar
sinar matahari atau luka bakar kimia), sebagian besar dermatosis, kicatriisasi
pascabedah, alergi kulit tertentu, Acne, psoriasis, herpes, chilblains, kulit retak,
luka diabetes, wasir, kulit kering, insomnia, rambut rontok, dll. Dalam tata rias,
digunakan dalam persiapan krim regeneratif. Minyak yang menenangkan ini
memiliki sudah lama menjadi rahasia kecantikan Tahitian Vahine (Dweck dan
Meadows, 2002).
![Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/18.jpg)
22
2.8 Komponen Penyusun Emulgel
2.8.1 CMC Na
Gambar 2. 3 Struktur Kimia CMC Na (Rowe et al, 2009)
Sinonim : Sodium carboxymethylcellulose, sodium celluloseglycolate,
Tylose MGA, Xylo-Mucine.
Pemerian : Serbuk berwarna putih hingga hampir putih, tidak berbau, tidak
berasa.dan higroskopis setelah pengeringan.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan toluena.
Mudah didispersikan dalam air pada semua suhu, membentuk
larutan koloid yang jernih.
Inkompatibilitas :Karboksimetilselulosa natrium tidak sesuai dengan larutan yang
sangat asam dan dengan garam besi yang larut dan beberapa
logam lainnya, seperti aluminium, merkuri, dan seng.
Kegunaan :Natrium karboksimetilselulosa banyak digunakan dalam
formulasi farmasi oral dan topikal, terutama untuk sifatnya yang
meningkatkan viskositas. Karboksimetilselulosa natrium juga
dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi. Konsentrasi yang
digunakan 3-6%. Karboksimetilselulosa natrium juga digunakan
dalam kosmetik dan produk makanan.
2.8.2 Propilenglikol
Gambar 2. 4 Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe et al, 2009)
![Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/19.jpg)
23
2.8.3 Polysorbate 80
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Polysorbate 80 (Rowe et al, 2009)
Sinonim :Polysorbate 80
Pemerian :Cairan berminyak tidak berbau, memiliki rasa pahit, berwarna
kekuningan
Kelarutan :Larut dalam air, larut dalam etanol. Tidak larut dalam mineral dan
minyak sayur
Inkompatibilitas :Perubahan warna dapat terjadi dengan berbagai zat, terutama
fenol, tanin, bahan mirip tar. Aktivitas antimikroba dari pengawet
paraben berkurang dengan adanya polisorbat.
Kegunaan :Emulgator M/A: 1-15%
Emulsifying agent (kombinasi emulsi M/A): 1-10%
(Rowe, et al. 2009)
Sinonim :1,2-Dihydroxypropane2-hidroksipropanol; metil etilen glikol;
metil glikol; propana-1,2-diol;propylenglycolum.
Pemerian :Cairan jernih, tidak berwarna, kental dan praktis tidak berbau
dengan rasa manis yang sedikit tajam menyerupai gliserin.
Kelarutan :Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air;
larut pada 1 dalam 6 bagian eter; tidak larut dengan minyak mineral.
Inkompatibilitas :Propilen glikol tidak sesuai dengan pereaksi pengoksidasi seperti
kalium permanganat.
Kegunaan :Pengawet antimikroba; desinfektan; humektan; plasticizer;
pelarut; zat penstabil; cosolvent larut air
![Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/20.jpg)
24
2.8.4 Sorbitan Monolaurate 20
Gambar 2. 6 Struktur Kimia Sorbitan Monolaurate 20 (Rowe et al, 2009)
Sinonim :Sorbitan monolaurat
Pemerian :Cairan atau padatan berwarna krem sampai kuning dengan bau
dan rasa yang khas
Kelarutan :Larut dalam minyak larut dan dalam sebagian besar pelarut
organik
Inkompatibilitas :-
Kegunaan :Agen dispersi; agen pengemulsi; surfaktan nonionik; zat pelarut;
agen suspensi; agen pembasah. Dengan konsentrasi M/A: 1-15%
Emulsifying agent (kombinasi emulsi M/A): 1-10%
2.8.5 Metil Paraben
Gambar 2. 7 Struktur Kimia Metil Paraben (Rowe et al, 2009)
Sinonim :Aseptoform M, metil p-hidroksibenzoat; Metil Parasept; Nipagin
M
Pemerian :Berbentuk kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih. Tidak
berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar
Kelarutan :Larut ethanol 1 : 2 bagian, larut ethanol (95%) 1 : 3 bagian, larut
ethanol (50%) 1 dalam 6 bagian, larut ether 1 : 10 bagian, larut
glycerin 1:60 bagian, larut propilenglikol 1: 5 bagain, larut air 1 :
400 bagian.
![Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/21.jpg)
25
Inkompatibilita :Aktivitas antimikroba metilparaben dan paraben lainnya sangat
berkurang dengan adanya surfaktan nonionik,seperti polisorbat 80,
sebagai hasil dari miselisasi.
Kegunaan :Pengawet. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet
antimikroba dalam kosmetik dan formulasi farmasi.. Metil paraben
efektif pada rentang pH yang luas yaitu pH 4-8. Metil paraben
digunakan pada kadar 0,02-0,3%. Efikasi dari pengawet dapat
ditingkatkan dengan penambahan 2-5% propilenglikol.
2.8.6 BHT (Butylated Hydroxytoluene)
Gambar 2. 8 Struktur Kimia BHT (Rowe et al, 2009)
Sinonim :Dibutylated hydroxytoluene, Embanox BHT, Impruvol, Ionol CP,
Nipanox BHT,OHS28890, Sustane,TenoxBHT,Topanol, Vianol
Pemerian :Serbuk hablur putih atau kuning pucat dengan bau fenol yang
lemah
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air, gliserin, PG, agak larut dalam mineral
oil, methanol, etanol (95%), minyak lemak. BHT larut dalam
minyak sehingga dapat mencegah timbulnya bau tengik akibat
oksidasi fase minyak.
Inkompatibilitas :Butylated hydroxytoluene adalah fenolik dan mengalami reaksi
karakteristik fenol. Kontak dengan zat pengoksidasi dapat
menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi menyebabkan
perubahan warna dengan hilangnya aktivitas
Kegunaan :Antioksidan untuk sediaan topikal 0,0075-0,1%.
![Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/22.jpg)
26
2.8.7 Propil Paraben
Gambar 2. 9 Struktur Kimia Propil Paraben (Rowe et al, 2009)
Sinonim : Aseptoform P, Nipagin P, Nipasol M, propagin
Pemerian :Berbentuk bubuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutan :Seluruhnya larut acetone, larut etanol (95%) 1 dalam 1.1 bagian,
larut etanol (50%) 1 dalam 5.6 bagian, seluruhnya larut eter, larut
gliserin 1 dalam 250 bagain, larut minyak mineral 1 dalam 3330
bagian, larut propilen glikol 1 dalam 3,9 bagian, larut propilen
glikol (50%) 1 dalam 110 bagian, larut air 1 dalam 4350 pada
150C.
Inkompatibilitas :Aktivitas antimikroba propilparaben berkurang secara signifikan
dengan adanya surfaktan nonionik. Magnesium aluminum
silicate, magnesium trisilicate juga telah dilaporkan dapat
menyerap propil paraben, sehingga mengurangi efektivitasnya
sebagai pengawet.
Kegunaan :Pengawet. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet
antimikroba dalam kosmetik dan formulasi farmasi. Ini dapat
digunakan sendiri, dalam kombinasi dengan ester paraben lain,
atau dengan agen antimikroba lainnya. Propil paraben
menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8. Paraben lebih
aktif melawan ragi dan jamur daripada melawan bakteri. Kadar
yang digunakan dalam pembuatan sediaan topikal ialah 0,01 –
0,6%
2.8.8 Aquadest
Aqua Destilata :Aquades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan
hampir semua cairan yang umum dijumpai. (Khotimah et al.,
2017). Pemerian aquades, cairan jernih, tidak bewarna, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa.
(Rowe, et al. 2009)
![Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/23.jpg)
27
2.9 Tinjauan Pengujian Antibakteri In vitro
Uji kepekaan terhadap obat-obatan secara in vitro bertujuan untuk mengetahui
obat antibakteri yang masih dapat digunakan untuk mengatasi infeksi oleh mikroba
tersebut. Uji kepekaan terhadap obat antibakteri pada dasarnya dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu :
a. Metode dilusi
b. Metode difusi cakram
c. Bioautografi
2.9.1 Metode dilusi
Metode dilusi adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui potensi suatu senyawa terhadap aktifitas mikroba dengan
menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimal (KBM) (Lennettedkk, 1991). Prinsip dari metode dilusi menggunakan
satu seri tabung reaksi yang diisi dengan media cair dan sejumlah sel mikroba
tertentu yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan obat yang
telah diencerkan secara serial. Selanjutnya masing-masing seri tabung diinkubasi
pada suhu 37°C selama 18-24 jam dan diamati perubahan yang terjadi yaitu
kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung ditunjukkan
dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih yang menandakan tidak ada
kontaminan terhadap bakteri, yang menandakan cairan tersebut adalah obat
KHM . Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada
media agar padat, lalu diinkubaskan dan esok harinya diamati ada tidaknya
koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang
ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari
obat terhadap bakteri uji (Dzen, 2003).
2.9.2 Metode difusi cakram
Pada metode difusi, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan
difusi dari zat antimikroba dalam agar plate yang telah diinokulasikan dengan
mikroba yang uji. Hasil pengamatan yang diperoleh berdasarkan pada zona
hambatan yang terbentuk di sekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa
![Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/24.jpg)
28
inkubasi (brooks et al, 2007). Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu
:
a. Metode Cakram Kertas (Disc)
Prinsip dari metode difusi cakram yaitu obat dijenuhkan kedalam
kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat
tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur
dengan mikroba yang diuji, kemudian media diinkubasikan 37°C selama
18-24 jam. Selanjutnya diamati area (zona) jernih disekitar cakram kertas
yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Dzen, 2003).
Untuk evaluasi hasil uji kepekaan, dapat dilakukan dengan 2 cara
berikut:
1. Cara Kirby Bauer, yaitu dengan cara membandingkan diameter dari
area jernih (zona hambatan) disekitar cakram dengan tabel standar
yang dibuat oleh NCCLS (National Committe for Clinical
Laboratory Standard). Dengan tabel NCCLS ini dapat diketahui
kriteria sensitif, sensitif intermediet dan resisten
2. Cara Joan-Stokes, yaitu dengan cara membandingkan radius zona
hambatan yang terjadi antara bakteri kontrol yang sudah diketahui
kepekaannya terhadap obat tersebut dengan isolat bakteri yang diuji.
Pada cara ini, prosedur uji kepekaan untuk bakteri kontrol dan bakteri
uji dilakukan bersama-sama dalam satu piring agar (Dzen, 2003).
Kelebihan yang dimiliki metode cakram kertas adalah mudah
dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah.
Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk
tergantung kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta
ketebalan medium (Pelczar et al,.1988). Apabila keempat faktor tersebut
tidak sesuai maka hasil dari metode cakram kertas biasanya sulit untuk
diinterpretasikan. Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat
diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat
(Bonang, 1992).
![Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/25.jpg)
29
b. Metode Parit (Ditch)
Suatu lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji
dibuat sebidang parit. Parit tersebut berisi zat antimikroba, kemudian
diinkubasi pada waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji.
Hasil pengamatan yang akan diperolah berupa ada tidaknya zona hambat
yang kan terbentuk di sekitar parit (Bonang, 1992).
c. Metode Sumuran (hole/cup)
Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang
telah diinokulasi dengan bakteri. Pada lempeng agar yang telah
diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya
diisi dengan zat antimikroba uji. Kemudian setiap lubang itu diisi dengan
zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan
mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya
zona hambatan di sekeliling lubang (Prayoga, 2013).
2.9.3 Bioautografi
Metode bioautografi merupakan metode sederhana yang dugunakan
untuk menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau antikapang. Metode ini
menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis degan respon dari
mikroorganisme yang diujji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit yang
dapat berupa antibakteri,antikapang, dan antiprotozoa (Choma, 2010).
Bioautografi merupakan metode paling efisien untuk mendeteksi
komponen senyawa antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas meskipun
dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk senyawa kompleks dan
dapat pula diisolasi langsung dari komponen yang aktif (Musttary et al., 2011).
Bioautografi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Bioautografi kontak
Bioautografi kontak merupakan senyawa antimikroba yang
dipindahkan dari lempeng KLT ke medium agar yang telah
diinokulasikan bakteri uji secara merata dan dilakukan kontak langsung
(Dewanjee et al., 2014).
![Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022012015/615a358fe0bc962007745182/html5/thumbnails/26.jpg)
30
2. Bioautografi Langsung (Deteksi KLT)
Metode bioautografi langsung merupakan metode dimana
mikroorganisme tumbuh secara langsung diatas lempeng KLT. Prinsip
kerja dari metode ini adalah suspensi mikroorganisme uji dalam
medium cair disemprotkan pada permukaan KLT dengan cara
menghilangkan sisa-sisa eluen yang menempel pada lempeng
kromatogram. Setelah itu di inkubasi pada suhu dan waktu tertentu
/b(Dewanjee et al., 2014).
3. Bioautografi Perendaman
Bioautografi perendaman merupakan metode dimana medium agar
yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri kemudian dituang di
atas lempeng KLT. Pada metode ini lempeng kromatografi yang telah
dieluasi di letakkan dalam cawan petri, sehingga permukaan tertutup
oleh medium agar yang berfungsi sebagai base layer. Setelah base layer
memadat, dituangkan medium yang telah disuspensikan mikroba uji
yang berfungsi sebagai seed layer. Kemudian di inkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai (Dewanjee et al., 2014).