bab ii tinjauan pustaka 2.1. puyuh jantaneprints.undip.ac.id/56852/3/bab_ii.pdf · burung puyuh...

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan Burung puyuh merupakan salah satu komoditi unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging. Burung puyuh betina akan mulai bertelur pertama kali pada umur 42-50 hari (Rachmat dkk., 2007). Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan muda mulai bersuara/berkicau pada umur 5- 6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap malam (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galliformes Famili : Phasianidae Sub Famili : Phasianidae Genus : Coturnix Species : Coturnix coturnix japonica

Upload: phamduong

Post on 14-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh Jantan

Burung puyuh merupakan salah satu komoditi unggas dari genus Coturnix

yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging. Burung puyuh

betina akan mulai bertelur pertama kali pada umur 42-50 hari (Rachmat dkk.,

2007). Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang

berwarna cokelat muda. Puyuh jantan muda mulai bersuara/berkicau pada umur 5-

6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap

malam (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), klasifikasi zoologi burung

puyuh adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Aves

Ordo : Galliformes

Famili : Phasianidae

Sub Famili : Phasianidae

Genus : Coturnix

Species : Coturnix coturnix japonica

4

Fase pertumbuhan yang dialami oleh burung puyuh jantan terdiri dari 2 fase

yaitu fase starter yang terjadi antara 0-3 minggu dan fase grower yang terjadi

antara 3-5 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Menurut Djulardi dkk.

(2006), pada periode starter dan grower pertumbuhannya sangat cepat setelah itu

turun berlahan, pertumbuhan maksimal dicapai pada umur 5 minggu kemudian

melambat dan beratnya akan tetap pada umur 7 minggu.

Puyuh jantan mempunyai kelenjar kloaka pada pinggir atas anus yang

mengeluarkan bahan berwarna putih dan berbuih bila ditekan (Anggorodi, 1995).

Abidin (2005) menyatakan jika bulu diatas mata berwarna gelap dan membentuk

garis melengkung, puyuh tersebut jantan tetapi jika warna bulu diatas mata tidak

gelap atau tidak berbentuk garis melengkung, puyuh tersebut berarti betina. Puyuh

jantan merupakan jenis unggas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan

sebagai penghasil protein hewani karena mudah dipelihara, biaya pemeliharaan

tidak terlalu besar serta dapat diusahakan pada lahan yang tidak terlalu luas

(Mahfudz dkk., 2009)

Beberapa alasan menjadikan puyuh sebagai bahan penelitian adalah puyuh

akan memberikan respon yang baik jika diberi perlakuan yang sama dengan

perlakuan terhadap ayam karena puyuh memiliki struktur, fisiologis dan

kebutuhan nutrisi yang hampir sama dengan ayam, luasan kandang yang

dibutuhkan relatif kecil (untuk 8-10 ekor puyuh memerlukan luasan kandang yang

sama untuk satu ekor ayam), kebutuhan pakannya relatif kecil sesuai dengan

ukuran tubuhnya yang kecil, serta mudah dari luka (Redaksi Agromedia, 2004).

Puyuh merupakan unggas yang tujuan utama diternakkan sebagai petelur.

5

Berdasarkan data dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015), populasi

puyuh di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 12.903.759 ekor. Burung puyuh

relatif tahan stres dan memiliki ketahanan terhadap penyakit yang tinggi dan daya

sembuh tinggi (Susilorini, 2007).

2.2. Pencahayaan

Penambahan cahaya pada malam hari dapat meningkatkan produksi puyuh,

tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan

yang menguntungkan (Triyanto, 2007). Puyuh merupakan salah satu ternak

unggas yang peka terhadap rangsangan cahaya, cahaya memegang peranan

penting dalam proses pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur pada

ternak puyuh. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat

dipisahkan dari manajemen usaha peternakan puyuh, bahkan merupakan salah

satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak (Negara dkk., 2013).

Pencahayaan mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam

tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan

pemberian pakan dan pencernaan (Walad, 2007). Pemberian cahaya yang terus

menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta

aktivitas lainnya. Unggas adalah makhluk diurnal yang apabila menerima

rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan unggas untuk

makan dan minum (Lavergne, 2005). Cahaya (light) mengandung energi proton

yang dapat diubah menjadi ransangan biologis yang diperlakukan untuk berbagai

proses fisiologis tubuh (Olanrewaju dkk., 2006). Nalbandov (1990) dalam Sunarti

6

(2004), menjelaskan bahwa cahaya melalui retina mata akan diteruskan melalui

saraf mata menuju hipotalamus anterior, kemudian merespon dengan melepaskan

substansi yang menstimulir kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon

gonadotropin. Hormon ini akan bersama aliran darah merangsang ovarium serta

organ reproduksi lain. Di samping itu juga akan membantu proses pematangan

folikel telur di gonad, perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Di sisi

lain cahaya juga akan menggertak kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon

pertumbuhan untuk mengatur proses metabolisme. Selain itu cahaya gelap akan

menggertak dilepaskannya hormon androgen. Hormon androgen ikut serta dalam

proses pembentukan tulang.

Selama periode gelap ternyata level hormon kortikosteroid menjadi rendah.

Level hormon kortikosteroid berbanding lurus dengan level stres. Unggas adalah

hewan yang mudah stres, sehingga pemberian cahaya gelap akan menghambat

pelepasan hormon kortikosteroid dan memberikan kesempatan labih banyak pada

unggas untuk beristirahat, sehingga stres dapat berkurang. Stres yang berkurang

ini akan mempengaruhi pertumbuhan puyuh, semakin lama penambahan cahaya

ssemakin meningkatkan hormon kortikosteroid yang ada di dalam tubuh puyuh

(Byuse, 1996 dalam Sunarti, 2004). Warna pada pencahayaan akan

mempengaruhi dampak yang ada pada puyuh, pemberian warna merah dan kuning

dapat meningkatkan aktivitas dan konsumsi pakan. Cahaya merah dan kuning

memiliki panjang gelombang yang lebih panjang akan mengakibatkan

peningkatan aktivitas harian puyuh.

7

Pencahayaan akan masuk melalui retina mata diteruskan syaraf mata

menuju hipotalamus anterior, sehingga disekresikan somatotropic hormone

releasing factor (STH-RH) dan tyrotropic releasing hormone (TRH). Releasing

faktor tersebut akan merangsang glandula pituitary anterior mensekresikan STH

dan TSH, TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan tiroksin. STH

dan tiroksin akan merangsang tubuh meningkatkan aktivitas pertumbuhannya

(Bell dan Freeman, 1971). Unggas lebih atraktif pada perlakuan cahaya dibanding

perlakuan panas (Alsam dan Wathes, 1991, dalam Sunarti, 2004). Terdapat

indikasi puyuh yang menerima cahaya monokromatik hijau dan kombinasi cahaya

hijau-biru, serta merahhijau mencapai masak kelamin lebih cepat. Adanya unsur

cahaya hijau atau biru dengan panjang gelombang pendek disinyalir mampu

melakukan penetrasi langsung pada tulang tengkorak dan jaringan kranial,

kemudian sinyal cahaya akan diterima oleh fotoreseptor ekstraretina dan

diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus dapat terstimulasi dengan mensekresikan

beberapa faktor/hormon seperti faktor stimulasi growth hormone (GHRF: growth

hormone releasing factor) dan hormon gonadotropin (GnRH). Davies dkk.,

(2011) mengemukakan kranium aves permeabel terhadap cahaya, terutama cahaya

tampak (visible light), namun penyebaran dan absorpsi foton bergantung pada

komposisi spektrum cahaya yang melakukan penetrasi. Terutama cahaya dengan

panjang gelombang 400-450 nm (cahaya violet-biru) dan 525-550 nm (hijau)

dapat diabsorpsi oleh bulu, kulit, kranium, dan otak aves.

Rozenboim dkk., (2004) dan Jing dkk., (2007), untuk mengotimalkan

pertumbuhan dengan konsumsi pakan normal dan konversi pakan baik, unggas

8

sebaiknya dipelihara menggunakan cahaya monokromatik hijau dan biru.

Pemberian cahaya hijau yang dikombinasikan dengan warna cahaya biru atau

merah dapat menstimulasi performa reproduksi. Mengacu pada hasil penelitian

Rozenboim dalam Priel (2007) bahwa retina aves sangat sensitif terhadap cahaya

hijau. Lebih lanjut Rozenboim mengemukakan untuk meningkatkan profil

reproduksi pada aves, jaringan retina mata akan lebih baik jika dinetralisasi. Hal

tersebut menunjukkan pemakaian cahaya hijau harus dikombinasikan dengan

cahaya biru, merah, atau kuning.

2.3. Ransum Puyuh

Ransum adalah pakan yang diberikan pada ternak selama 24 jam dengan

cara diberikan sekali atau beberapa kali (Anggorodi, 1995). Ransum unggas

terdiri dari bahan pakan yang bagian-bagiannya dapat dicerna dan diserap oleh

unggas sedemikian rupa, sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya dapat

berguna bagi unggas. Ransum yang baik adalah ransum yang mengandung protein

dan energi yang seimbang (Anggorodi, 1994). Menurut Wahju (1997) ransum

sebaiknya mempunyai imbangan energi-protein yang baik, sebab hal ini akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan, konversi ransum, komposisi tubuh dan

efisiensi ransum. Penggunaan bahan pakan kualitas tinggi sangat penting untuk

burung puyuh dalam menyusun pakan puyuh. Kualitas bahan pakan yang kurang

baik mungkin dapat ditoleransi oleh beberapa tipe ternak, tetapi tidak untuk

puyuh. Penggunaan bahan pakan yang berkualitas jelek, akan menyebabkan

ditemukan masalah dalam produksi (Smith, 2011).

9

Puyuh yang memiliki kecenderungan untuk mematuk lebih cocok dengan

bentuk pakan remah atau tepung karena akan memudahkan burung untuk menelan

dan mencerna (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Puyuh memiliki kebutuhan

ransum yang harus dipenuhi pada fase-fase tertentu dengan kadar yang berbeda,

yaitu pada fase starter burung puyuh memiliki kebutuhan PK 25 % dan EM 2900

kkal/kg, sedangkan pada fase grower kadar PK dikurangi menjadi 20% dan EM

2800 kkal/kg (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Konsumsi ransum yang tidak berbeda disebabkan kandungan energi dalam

ransum pada setiap perlakuan relatif sama. Sesuai dengan pernyataan Nuraini

(2009) dan Zahra dkk. (2012) bahwa kesetaraan tingkat energi pada ransum

menyebabkan jumlah ransum yang dikonsumsi pada setiap perlakuan relatif sama.

Wahju (2004), hakekatnya ternak mengonsumsi ransum untuk memenuhi

kebutuhan energi dalam tubuh.

2.3.1. Protein

Protein merupakan zat organik yang memiliki kandungan berupa C, H, O,

N, S dan P. Protein berfungsi untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan

jaringan baru, metabolisme, sumber enzime essensial serta sebagai sumber

hormon tertentu (Anggorodi, 1994). Kebutuhan protein pada unggas dipengaruhi

beberapa faktor yaitu umur, reproduksi, temperatur, tingkat energi, serta bangsa

unggas. Prrotein dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber asal hewani dan

nabati (Tillman dkk., 1990).

10

Kualitas ransum ditentukan oleh jumlah asam amino essensial didalamnya,

tanaman dapat mensintesis 22 asam amino sedang hewan hanya dapat mensintesis

12 asam amino. Hal tersebut yang mendasari hewan harus mendapatkan asam

amino yang penting dari ransum yaitu Methionin dan Lisin, kandungan dua unsur

ini harus seimbang karena jika terjadi kekurangan atau kelebihan akan terjadi

hambatan dalam pertumbuhan (Wahju, 2004).

Protein dalam ransum berhubungan erat dengan kecepatan perumbuhan,

karena protein yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk membentuk

jaringan baru, memelihara jaringan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak

(Anggorodi, 1995).

Mahfudz (2006), semakin meningkatnya kecernaan protein akan

mempermudah metabolisme protein sehingga secara langsung juga akan

meningkatkan pertambahan bobot badan harian. Protein merupakan struktur yang

sangat penting untuk pertumbuhan jaringan didalam tubuh ternak seperti

pembentukan daging, kulit, bulu dan paruh (Wahju, 2004). Irawan dkk. (2012)

yang menyatakan bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh tingkat protein

ransum, apabila tingkat protein dalam ransum semakin tinggi, maka konsumsi

protein akan semakin meningkat.

2.3.2. Energi

Energi merupakan tenaga yang dibutuhkan bagi seluruh proses produksi dan

hidup pokok hewan yaitu untuk pertumbuhan, hidup pokok dan sintesa jaringan

baru (Tillman dkk, 1991). Energi yang dikonsumsi dari ransum dapat digunakan

11

oleh tubuh dan tingkatan energi ransum erat kaitannya dengan jumlah konsumsi

ransum dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk bekerja, dapat

diubah menjadi panas dan dapat disimpan dalam jaringan tubuh sebagai lemak

(Wahju, 2004). Tingkat energi ransum erat kaitannya dengan jumlah konsumsi

ransum (Anggorodi, 1995). Defisiensi energi dapat mengakibatkan jumlah lemak

yang tertimbun dalam karkas akan menurun. Faktor-faktor yang dipengaruhi

kebutuhan energi adalah suhu lingkungan, besar tubuh dan laju pertumbuhan

(Suprijatna, 2005).

2.4. Konsumsi Ransum

Tabel 1. Kebutuhan Pakan Puyuh Berdasarkan Umur

Umur Puyuh Jumlah pakan yang diberikan (g)

1 hari – 1 minggu 2 1-2 minggu 4 2-4 minggu 8 4-5 minggu 14 5-6 minggu 15 >6 minggu 17-19

Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2000).

Konsumsi burung puyuh akan pakan sebagian besar dipengaruhi oleh

kebutuhan pakan burung puyuh (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Faktor-

faktor yang sering mempengaruhi konsumsi burung puyuh adalah ukuran tubuh,

berat badan, tahapan produksi, suhu lingkungan, dan keadaan energi pakan yang

ada pada ransum (North dan Bell, 1992). Faktor yang mempengaruhi konsumsi

pakan diantaranya adalah lingkungan dan palatabilitas. Lingkungan diantaranya

berupa kelembaban dan suhu. Hasil pengamatan terhadap kelembaban dan suhu

lingkungan adalah 35-79% dan 22-27,5. Suprijatna dkk. (2005) menyatakan

12

bahwa ternak unggas mampu berproduksi stabil pada kisaran kelembaban 30-80%

dan temperatur 10-30, suhu sudah sesuai dengan suhu lingkungan untuk

kehidupan, sehingga konsumsi tidak berbeda nyata.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi minum antara lain

: lingkungan, seperti suhu, kelembaban, pakan, umur, jenis kelamin dan lain-lain

(Wahju, 2004). Wahju (2004), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi

ransum adalah kandungan energi metabolisme dalam pakan, imbangan nutrisi

ransum, kesehatan, temperatur lingkungan, ruang tempat pakan, keadaan air

minum dan aktivitas ternak.

2.5. Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Pertumbuhan burung puyuh jantan lebih cepat dibandingkan dengan burung

puyuh betina, kadar hormon pertumbuhan pada periode umur tertentu dapat

menjadikan pertumbuhan burung puyuh berada pada titik optimal karena bisa

mempengaruhi bertambahnya bobot badan burung puyuh sehingga dengan tujuan

akhir pertumbuhan optimal dan produktivitas menjadi lebih baik (Rahayuningtyas

dkk., 2014). Pertambahan bobot badan tidak hanya dapat dipengaruhi oleh

konsumsi pakan namun juga dipengaruhi oleh hormon growth hormone yang

dimiliki oleh burung puyuh itu sendiri sehingga akan berpengaruh langsung pada

pertumbuhan dan pertambahan bobot badan (Triyanto, 2007). Menurut Wahju

(2004), kecepatan pertumbuhan akan terhambat oleh beberapa faktor, antara lain

lingkungan parasit, kepadatan kandang, penyakit, temperature, pakan dan tata

laksana pemeliharaan yang kurang baik. Laju pertumbuhan pada burung puyuh

13

paling cepat terjadi pada umur 1 hari – 4 minggu, setelah 4 minggu pertambahan

bobot badannya menurun hingga umur 6 minggu dan pada umur 6 minggu keatas

pertumbuhannya relatif kecil, kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak

faktor antara lain umur, jenis kelamin, spesies, jumlah ransum yang dikonsumsi,

energi metabolisme, protein dan suhu lingkungan.

Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Puyuh

Jenis Kelamin Umur (Minggu)

0 1 2 3 4 5 6

Betina (g/ekor) 5,43 19,06 40,23 64,66 87,14 101,94

116,59

Jantan (g/ekor) 5,41 18,92 39,91 64,07 84,87 96,13 100,39 Sumber : Aggrey dkk. (2003).

Ilustrasi 1. Grafik Pertumbuhan Puyuh (Aggrey dkk.,2003)

Ternak mengkonsumsi ransum untuk kebutuhan energi dalam tubuh,

kebutuhan energi akan terpenuhi apabila ransum yang dikonsumsi memiliki

energi yang dibutuhkan oleh ternak (Wahju., 2004). Mengurangi intensitas cahaya

dapat menjadikan tingkat kanibalisme rendah (Pond dan Wilson, 2000). Setianto

14

(2009), lama pencahayaan yang pendek pada awal pemeliharaan unggas akan

mengurangi konsumsi pakan dan membatasi pertumbuhan ternak.

Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot badan adalah kualitas dan

kuantitas pakan, dengan jumlah pemberian ransum dan kandungan nutrien ransum

yang sama sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang sama. Hal ini

sesuai dengan pendapat Widjastuti dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan

bahwa bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang

dikonsumsi. Goa dkk. (2015), faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot

badan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan pakan dalam saluran

pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan dan imbangan kandungan nutrisi

pakan. Iqbal dkk. (2012) menyebutkan bahwa PBB sangat berpengaruh terhadap

konsumsi protein karena PBB berasal dari protein yang menghasilkan sintesis

protein.

Kombinasi antara pencahayaan dan level protein akan membantu

meningkatkan pertambahan bobot badan. Pencahayaan akan mempengaruhi

pertumbuhan puyuh yang merupakan hasil korporasi, integrasi, dan regulasi

antara sistem saraf dan sistem hormon. Protein yang dikonsumsi dipergunakan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan, pemeliharaan, dan proses reproduksi.

Sinyal cahaya yang diterima oleh sistem saraf merangsang hipotalamus untuk

mensintesis dan mensekresi releasing factor yang dapat memacu hipofisis untuk

mensintesis berbagai hormon yang berperan dalam pertumbuhan (Etches, 2000).

Lavergne (2005) menyatakan pemberian cahaya yang terus menerus selama

24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya.

15

Pemberian cahaya selama 24 jam pada unggas akan meningkatkan waktu untuk

makan, sehingga mningkatkan pertambahan bobot badan dan meningkatkan

pembentukkan bulu.

Perbedaan pertambahan bobot badan yang terjadi dapat diakibatkan oleh

jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Perlakuan dengan pemberian cahaya

lampu selama 12 jam memiliki rataan pertambahan bobot badan yang paling

tinggi dibandingkan dengan perlakuan lama pencahayaan lampu selama 4 jam dan

8 jam, namun hal ini juga sesuai dengan rataan konsumsi pakan yang dihabiskan

untuk memperoleh peningkatan bobot badan tersebut (Negara dkk., 2013).

Classen dkk. (1991) menyatakan lama pencahayaan yang pendek pada awal

pemeliharaan unggas akan mengurangi konsumsi pakan dan membatasi

pertumbuhan ternak.

2.5. Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan

pertambahan bobot badan pada waktu tertentu (Jull, 1977). Tinggi rendahnya nilai

konversi ransum sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan pertambahan

bobot badan harian (Nuraini, 2009) menambahkan bahwa semakin baik kualitas

ransum, semakin kecil pula nilai konversi ransumnya. Kualitas ransum ditentukan

oleh keseimbangan nutrien dalam ransum. Luas lantai kandang yang digunakan

oleh setiap ternak puyuh akan berbanding lurus dengan berat badan dan

berbanding terbalik dengan nilai konversi ransum yang ada (North dan Bell,

1990). Konversi ransum juga merupakan gambaran dari efisiensi produksi,

16

semakin rendah nilai konversi yang dihasilkan maka makin sedikit ransum yang

digunakan untuk menaikan bobot badan, yang berarti efisiensi penggunaan

ransum tinggi (Anggorodi, 1995).

Level protein akan mempengaruhi tingkat konsumsi ransum, tingkat

konsumsi ransum dipengaruhi oleh adanya pencahayaan yang diberikan kepada

ternak. Hazim dkk. (2010), angka konversi ransum burung puyuh idealnya adalah

3,76-4,71. Achmanu dkk. (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan konversi

pakan disebabkan karena adanya perbedaan dalam konsumsi ransum dan

pertambahan bobot badan. Menurut Amrulloh (2003), faktor yang mempengaruhi

konversi ransum adalah kualitas ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi

ransum serta bobot badan ternak. Hasil penelitian Achmanu dkk. (2011)

menunjukkan konversi ransum burung puyuh adalah 2,45. Tingginya konversi

ransum penelitian karena puyuh masih produksi pada awal produksi dan belum

mencapai umur puncak produksi.