bab ii tinjauan pustaka 2.1 polusi sektor transportasieprints.umm.ac.id/38833/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Sektor Transportasi
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan alat transportasi
kendaraan bermotor menghasilkan polusi dan gas berbahaya lainya seperti
Karbon Monoksida (CO), Hidrocarbon (HC), Nitrogen Oksida (NOx) dan
Sulfur Dioksida (SO2), untuk mengurangi tingkat emisi tersebut bisa
dilakukan dengan cara pemasangan Catalytic Converter yang bertujuan
mengurangi kadar emisi gas buang beracun hasil pembakaran bahan bakar
dan diharapkan mampu meningkatkan performa dari mesin itu sendiri.
Sektor transportasi merupakan sektor yang memegang peranan penting
dalam kontribusi bahan-bahan pencemar ke udara. Dari tabel 2.1 dapat di lihat
bahwa transportasi memegang proporsi paling besar dalam masalah polutan
yaitu sebesar 88,3 juta ton/tahun dibandingan dengan sumber polutan lainnya,
sedangkan proporsi gas pencemar terbesar adalah gas CO yaitu sebesar 69,1
juta ton/tahun.
Tabel 2.1 Sumber-sumber polusi udara
Sumber : (Peavy, 1985)
SUMBER 106 ton / tahun
CO Partikulat SOx HC Nox
Transportasi 69.1 1.4 0.9 7.8 9.1
Pembakaran bahan bakar 2.1 1.4 19.0 0.3 10.6
Proses industri 5.8 3.7 3.8 10.8 0.7
Pembuangan limbah padat 2.2 0.4 0.0 0.6 0.1
Pembakaran Alami 6.2 0.9 0.0 2.4 0.2
6
Dari penelitian sebelumnya, Pengujian emisi dilakukan oleh saudara Nurul
Arifin dengan menggunakan engine stand sepeda motor SUZUKI Satria FU150 CC
sistem pembakaran karburator, dengan pengujian emisi menggunakan katalis
berbahan pelat kuningan berlubang didapatkan hasil data sebagai berikut :
Tabel 2.2 Prosentase Emisi dan Prosentase Penurunan Emisi
HC (ppm) CO (%) CO2 (%) O2 (%)
85,10 75,704 73,45 63,51 Prosentase Emisi
14,89 24,29 26,54 36,49 Prosentase Penurunan Emisi
Hasil prosentase emisi pengujian emisi menggunakan katalis berbahan pelat
kuningan berlubang didapatkan hasil emisi yaitu :
• Penggunaan katalis plat kuningan berlubang dapat menurunkan kadar
emisi HC sebesar 14,89 ppm dari prosentase sebesar 85,10 ppm.
• Pada emisi CO dapat berkurang sebanyak 24,29% dari prosentase emisi
sebesar 73,45 %.
• Emisi pada CO2 menurun sebesar 26,54 % dari prosentase sebanyak
73,45%. (Nurul Arifin,2015)
7
2.2 Proses Terbentuknya Gas Buang
2.2.1 CO (Carbon Monoksida)
Gas Carbon Monoksida dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak
sempurna karena pencampuran bahan bakar dan udara yang terlalu kaya.
Boleh dikatakan bahwa terbentuknya CO sangat tergantung dari
perbandingan bahan bakar yang masuk dalam ruang bakar. Menurut teori
bila terdapat oksigen yang melebihi perbandingan campuran ideal (teori)
campuran menjadi terlalu kurus maka tidak akan terbentuk CO. Tetapi
kenyataannya CO juga terjadi dan dihasilkan pada saat kondisi campuran
terlalu kurus. Berikut proses terjadinya CO :
2C + O2 → 2CO
2CO + O2 →CO2
Akan tetapi reaksi ini sangat lambat dan tidak dapat merubah seluruh
sisa CO menjadi CO2 (Swisscontact,2000).
Apabila unsur oksigen udara tidak cukup, maka pembakaran disebut
tidak sempurna sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan
proses sebagai berikut : C + ½ O2 → CO
Emisi CO dari kendaraan banyak di pengaruhi oleh perbandingan
campuran udara dengan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar (AFR).
Jadi untuk mengurangi CO, Perbandingan campuran harus dikurangi atau
dibuat kurus. Karakteristik Karbon Monoksida (CO) merupakan polutan
yang tidak berwarna dan tidak berbau. Karbon Monoksida merupakan racun
apabila CO bercampur dengan oksigen dan terhirup oleh manusia, maka CO
8
akan beraksi dengan Hemoglobin (HB) yang menyebabkan kemampuan
darah untuk mentransfer oksigen menjadi berkurang.
2.2.2 HC (Hidrocarbon)
Sumber emisi HC dapat dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
1. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah.
2. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC
lain yang keluar bersama gas buang : C8CH18 → H + C + H
Sebab utama timbulnya HC, sebagai berikut :
1. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana
temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.
2. Missing (missifire)
3. Adanya overlaping katup (kedua katup bersama-sama terbuka)
sehingga merupakan gas pembilas/pembersih
Karakteristik HC
a) Hidrokarbon jenuh (paraffin). Hidrokarbon jenuh umumnya tidak
berbau, mengandung efek narkotik dan menyebabkan iritasi ringan
pada selaput lendir.
b) Hidrokarbon tak jenuh (Oflens, Acetylenes). Hidrokarbon tak jenuh
umumnya agak berbau dan terkadang menyebabkan iritasi ringan pada
selaput lendir.
c) Hidrokarbon beraroma. Hidrokarbon jenis ini berbau, dapat meracuni
urat syaraf, pada konsumsi rendah menyebabkan iritasi pada mata dan
hidung (Bosch 1988:307)
9
2.2.3 NOx (Nitrogen Oksida)
Nitrogen Oksida (NOx) dihasilkan senyawa nitrogen dan oksida yang
terkandung di udara dari campuran udara bahan bakar. Kedua unsur tersebut
bersenyawa jika temperature didalam ruang bakar 1.800 °C. 95% dari NOx
yang terdapat pada gas buangan berupa nitric oxide (NO) yang terbentuk
didalam ruang bakar, dengan reaksi kimia berikut :
→ N2 + O2 → 2NO
Nitric oxide ini selanjutnya bereaksi dengan oxigen di udara
membentuk nitrogen dioksida (NO2 ). Dalam kondisi normal, nitrogen (N2)
akan stabil berada diudara atmosfer sebesar hampir 80%, namun dalam
keadaan temperature tinggi (diatas sekitar 1.800 °C) dan pada konsentrasi
oksigen yang tinggi, maka nitrogen bereaksi dengan oksigen membentuk
(NO). Pada kondisi ini maka konsentrasi NOx justru akan semakin besar
pada proses pembakaran yang sempurna.
2.3 Catalytic Converter
2.3.1 Pengertian Catalytic Converter
Catalytic Converter merupakan salah satu alternatif teknologi yang
dapat digunakan untuk menurunkan polutan dari emisi gas buang kendaraan
bermotor, khususnya untuk motor berbahan bakar bensin (Heisler, 1995).
Catalytic Converter berfungsi untuk mempercepat reaksi oksidasi emisi
hidrokarbon (HC) dan karbon monksida (CO), serta mereduksi nitrogen
oksida (NOx). Tujuan pemasangan Catalytic Converter adalah merubah
polutan-polutan yang berbahaya menjadi polutan yang tidak berbahaya,
seperti karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan nitrogen (N2) melalui
10
reaksi kimia. Pengkonversian polutan-polutan berbahaya tersebut tergambar
pada reaksi sebagai berikut :
1. CO → CO2
2. HC → H2O + CO2
3. NOx → N2 + O2
Pada reaksi nomor 1 dan 2 terjadi reaksi oksidasi (penambahan
oksigen), sedangkan pada reaksi nomor 3 memerlukan pengeluaran oksigen
(reduksi).
Catalytic Converter terdiri atas bahan-bahan yang bersifat katalis
yaitu bahan yang bisa mempercepat terjadinya reaksi kimia yang tidak
mempengaruhi keadaan akhir kesetimbangan reaksi dan komposisi kimia
katalis tersebut tidak berubah. Bahan dasar dari catalytic converter adalah
logam katalis. Logam katalis yang biasa di gunakan adalah Platinum (Pt)
dan Rhodium (Rh). Alasan pemilihan bahan ini karena Platinum
mempunyai keaktifan yang tinggi selama proses oksidasi karbon monoksida
(CO) dan hidrokarbon (HC), sedangkan Rhodium sangat aktif selama proses
reduksi nitrogen oksida (NOx).
Temperatur gas buang pada mesin penyalaan cetus (Spark Ignition
Engine) bervariasi antara 300-4000 °C. Umumnya, pengoprasian mesin
penyalaan cetus pada perbandingan campuran bahan bakar dan udara (F/A)
antara 0,9-1,2. Namun, terkadang pada kondisi campuran sedikit atau
campuran banyak yang menyebabkan terbentuknya CO, HC, dan NOx.
Untuk diketahui bahwa oksidasi HC pada fase tanpa katalis
dibutuhkan waktu oksidasi lebih 50m/s dan temperatur lebih dari 6000 °C.
11
Untuk oksidasi CO dibutuhkan temperatur lebih besar dari 7000 °C
(Heywood, 1988:616). Sedangkan pada proses oksidasi CO dan HC serta
reduksi NOx dengan katalis pada saluran gas buang dapat terjadi pada
temperatur yang lebih rendah, yaitu mulai 3000 °C (Heisler, 1995:698).
Sedangkan pada proses oksidasi CO dan HC serta reduksi NOx dengan
katalis pada saluran gas buang dapat terjadi pada temperatur yang lebih
rendah, yaitu mulai 3000 °C (Heisler, 1995:698).
Penempatan Catalytic Converter dapat di lihat pada gambar 2.1 yaitu
di tempatkan setelah emisi keluar dari ruang bakar kemudian terbuang
melalui manifold knalpot kemudian gas buang masuk melalui saluran
pembuangan dan melewati Catalytic Converter, setelah itu masuk ke mufler
sampai akhirnya emisi keluar melalui ujung exhaust knalpot.
Gambar 2.1. Posisi penempatan Catalytic Converter.
12
2.3.2 Jenis-jenis Catalytic Converter
Adapun jenis catalytic converter yang sudah ada adalah sebagai
berikut :
1. Catalytic Converter Oksidasi
Catalytik Converter oksidasi atau single bed oxidation catalytic
converter dapat di lihat pada gambar 2.2 dimana katalis beroperasi
pada keadaan udara berlebih mengubah HC dan CO menjadi H2O dan
CO2. Namun catalytic converter ini tidak memberikan pegaruh
terhadap NOx.
Gambar 2.2. Single Bed Oxidation
Sumber : (Schafer F, 1995)
2. Catalytic Converter Dua Jalan
Sistem ini terdiri dari dua sistem katalis yang dipasang segaris.
Dimana gas buang pertama mengalir melalui catalytic reduksi dan
kemudian catalytic oksidasi. Sistem yang pertama (Bagian Depan)
merupakan katalis reduksi yang berfugsi untuk menurunkan emisi
NOx. Sedangkan sistem yang kedua (Bagian Belakang) merupakan
katalis oksidasi yang dapat menurunkan emisi HC dan CO. Namun,
sistem ini tidak dapat optimal dalam mengonversikan gas NOx.
13
Terdapat dua sistem katalis yang terpasang segaris, terdapat
reaksi sebagai berikut :
a) Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida :
2CO + O2 → 2CO2
b) Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar /
terbakar parsial) menjadi karbon dioksida dan air :
CxH2x + 2 + [(3X+1)/2]O2 → xCO2 + (x+1) H2O
Dapat dilihat pada gambar 2.3 Konverter jenis ini secara luas
dipakai pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon
dan karbon monoksida.
Gambar 2.3. Dual Bed Oxidation
Sumber : (Schafer F, 1995)
3. Catalytic Converter Tiga Jalan
Sistem ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan, seperti CO,
HC, NOx yang keluar dari sistem gas buang dengan cara
mengubahnya melalui reaksi kimia menjadi CO2, Uap air (H2O), dan
Nitrogen (N2). Terdapat tiga reaksi simultan, terdapat reaksi sebagai
berikut :
14
a) Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen
dan oksigen :
2NOx → xO2 + N2
b) Reaksi oksidasi karbon monoksida mejadi karbon dioksida :
2CO + O2 → 2CO2
c) Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar
menjadi karbon dioksida dan air : CxH2x+2 + [(3x+1)/2]O2 +
(x+1) H2O Ketiga reaksi ini berlangsung paling efesien ketika
campura udara bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati ideal
(stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh
karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih
meggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar. CC
paling ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan
closed loop feedback fuel injection dapat di lihat pada gambar
2.4 berikut ini.
Gambar 2.4. Single Bed Three Way
Sumber : (Schafer F, 1995)
2.3.3 Cara Kerja Catalytic Converter
Catalytic converter membantu mengurangi kadar emisi gas
buang, biasanya dengan menggunakan 2 macam katalis dari logam yang
15
berbeda yang berfungsi sebagai reduction catalyst dan oksidation
catalyst.
Reduction catalyst adalah langkah pertama converter yang
kebanyakan menggunakan platina dan rodhium untuk membantu
mengurangi emisi atau pancaran NOx, ketika sebuah molekul NO atau
NO2 melewati katalisator out, katalisator menyobek atom zat lemas
tersebut keluar dari molekul dan setelah itu membebaskan oksigen (O2).
Atom zat lemas mengikat atom zat lemas yang lain membentuk N2.
Contoh : 2NO → N2 + O2 atau 2NO2 → N2 + 2O2
Oksidasi adalah langkah yang kedua converter yang mengurangi
atau mengoksidasi hidrokarbon yang tidak terbakar pada proses
pembakaran zat tersebut di atas dengan platina atau rodhium sebagai
katalisator. Katalisator ini membantu menuntaskan gas sisa reaksi CO
dan hidrokarbon menjadi oksigen.
Contoh : 2CO2 + O2 → 2CO2
Langkah ketiga adalah suatu sistem kendali dengan ECU
(Electrical Control Unit) yang memonitori dan memberi informasi untuk
mengendalikan sistem injeksi bahan bakar kedalam ruang bakar.
2.4 Katalis
2.4.1 Pengertian Katalis
Wilhelm Oswald pada tahun 1895 memberikan definisi katalis sebagai
suatu zat yang mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi tidak di konsumsi
dalam reaksi dan tidak mempengaruhi kesetimbangan pada akhir reaksi.
Sifat-sifat katalis adalah sebagai berikut :
16
1. Komposisi kimia katalis tidak berubah pada akhir reaksi.
2. Katalis yang di perlukan dalam suatu reaksi sangat sedikit.
3. Katalis tidak mempengaruhi keadaan akhir suatu
kesetimbangan reaksi.
Katalis tidak memuai suatu reaksi tetapi mempengaruhi laju reaksi.
Secara umum, kenaikan konsentrasi katalisator juga menaikkan kecepatan
reaksi. Katalisator juga menurunkan tenaga aktivasi hingga meyebabkan
kecepatan reaksi meningkat.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu :
1. Katalis Homogeneous (katalis pada phase yang sama)
Katalis ini tertuju pada proses dengan sedikitnya satu reaktan dalam
larutan yang bersifat sebagai katalis. Sebagai contoh kehomogenan
katalis adalah proses industri Oxo untuk membuat isobntil-aldehyde
normal. Reaktan terdiri propylene, karbon monoksida, dan hidrogen
sedangkan kobalt kompleks fase cair sebagai katalisnya.
2. Katalis Heterogeneous (katalis pada phase berbeda, biasanya gas
pada solid)
Katalis ini terdiri lebih dari satu phase, umumnya phase katalisnya
adalah padat sedangkan reaktan dan produk adalah phase cair atau gas.
Sebagai contoh adalah pada pembuatan benzene umumnya di produksi
dari dehidrogenerasi (dehydrogeneration) ikloheksana (diperoleh dari
petroleum kotor) dengan menggunakan katalis platinum-on-alumina.
17
Dengan kedua tipe katalis ini, yang paling sering di gunakan adalah
katalisis heterogen. Pemisahan dengan cara sederhana maupun lengkap
campuran produk fluida dari katalis padat sangat menarik secara
ekonomi, khususnya karena bayak katalis harganya mahal dan
penggunaan yang berulang-ulang. Reaksi katalitik heterogen terjadi pada
atau sangat dekat denga interface cair-padat.
Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan diantaranya :
1. Katalis Ziegler-natta yang di gunakan untuk produksi masal
polietilen dan polipropilen.
2. Proses Haber untuk sintesis anomiak, yang menggunakan besi
biasa sebagai katalis.
3. Converter Katalitik yang dapat menghancurkan produk
samping knalpot yang paling bandel.
Penggunaan katalis (Catalytic Converter) merupakan teknologi yang
mampu merubah zat-zat pembakaran seperti, Hidrokarbon (HC), Karbon
Monoksida (CO), dan NOx, menjadi zat yang ramah lingkungan, seperti
carbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O) yang relatif aman terhadap
lingkungan Umumnya Catalytic Converter yang di pakai saat ini adalah
tipe pelet dan monolitik dengan katalis berbahan logam mahal dan jarang
yaitu Palladium, platinum, radium.
2.4.2 Energi Aktifasi dan Katalis
Pada teori tabrakan, reaksi terjadi degan cara tabrakan antara
molekul ion dari reaktan. Pada temperatur biasa molekul tidak memiliki
cukup energi dan oleh karena itu tabrakan yang terjadi tidak efektif. Akan
18
tetapi apabila temperatur dari sistem naik, energi kinetik dari molekul
meningkat. “sejumlah energi minimum yang di butuhkan utnuk terjadinya
reaksi diketahui sebagai energi aktivasi”. Katalis tersebut menurunkan
energi aktifasi dari reaksi dengan menyediakan jalan baru.
2.4.3 Kecepatan Reaksi Untuk Reaksi Katalis Heterogen
Proses katalis heterogen terdiri dari satu fase, yang mana pada
umumnya fase katalisnya padat sedangkan reaktan dan produk adalah fase
cair dan gas. Ketika reaksi katalis heterogen terjadi, beberapa proses kimia
harus mendapatkan tempat pada urutan yang tepat. Holigen, waston dan
yang lainnya telah menemukan tahapan yang terjadi pada skala mulkuler
dalam cara-cara berikut ini :
1. Transfer massa reaktan dari bagian utama fluida ke permukaan luar
yang kasar dari partikel katalis.
2. Difusi molekul atau aliran kondusen reaktan dari permukaan luar
partikel ke struktur pori bagian dalam.
3. Penyerapan kimia sekurang-kurangnya satu reaktan pada permukaan
katalis.
4. Reaksi pada permukaan yang mana dapat meliputi dari permukaan
katalis.
5. Desorpsi (secara kimia) spesies terabsorpsi dari permukaan katalis.
6. Transfer produk dari pori-pori katalis di bagian dalam permukaan
luar yang kasar dari katalis oleh difusi molekul normal dan difusi
kondusen.
19
2.5 Substrac
Di dalam Catalytic Converter terdapat substrac yang merupakan bahan
dasar dari konstruksinya yang nantinya dengan washcoat. Ada 3 jenis substrac
yaitu : Ceramic pellet, ceramic honeycomb (monolith) dan metallic
honeycomb.
2.5.1 Ceramic Pellet
Ceramic pellet terbuat dari lapisan keramik magnesium-alumunium
silikat yang tahan terhadap abrasi pada suhu tinggi sekitar 1000 °C dapat
dilihat pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5. Catalytic Converter Ceramic Pellet
Sumber : (Heisler, 1995)
2.5.2 Ceramic Honeycomb
Ceramic honeycomb memiliki bahan yang sama dengan ceramic pellet
dan bentuknya seperti sarag lebah. Dapat dilihat pada gambar 2.6 adalah
Struktur dari model ini lebih mudah pecah karena dipasang flexibel wire
mesh subtrat di antara casing honeycomb. Pemasangan ini berguna untuk
melindungi honeycomb dari expansi panas thermal dan gangguan dari luar
yang dapat merusak bentuk dari honeycomb itu sendiri.
20
Gambar 2.6. Catalytic Converter Ceramic Honeycomb
Sumber : (Heisler, 1995)
2.5.3 Metallic Honeycomb
Pada model metallic hoeycomb mempunyai bentuk spiral yang berguna
dalam menyediakan persebaran ekspansi thermal yang membuatnya lebih
tahan lama. Dapat dilihat pada gambar 2.7 Catalytic ini terbuat dari bahan
alumina berpori (Al2O3).
Gambar 2.7. Catalytic Converter Metallic Honeycomb
Sumber : (Heisler, 1995)
2.6 Material Katalis
Bahan katalis bentuk padatan digunakan secara luas karena murah,
mudah dipisahkan dari reaktan serta sangat mudah beradaptasi dengan
berbagai reaktor. Umumnya katalis padat digunakan dalam bentuk berpori
dalam suatu cetakan. Beberapa jenis katalis padatan antara lain adalah katalis
21
oksida logam, katalis logam dan alloy, katalis organologam serta katalis asam
atau basa. (Green, 1997).
Oksida logam transisi dan campurannya serta logam mulia diketahui
berfungsi sebagai bahan katalis untuk mempercepat reaksi oksidasi karbon
monoksida (Bielannski, 1991).
Bahan katalis dari logam mulia memiliki beberapa kekurangan maupun
kelebihan. Kelebihannya terletak pada tingkat pada tingkat aktivitasnya yang
sangat tinggi. Kekurangannya yaitu harga yang mahal, ketersediannya sedikit
di alam, volatilitasya tinggi, membentuk padatan tersinter pada suhu 500 °C
serta waktu hidupnya singkat. Oksida logam lebih banyak digunakan sebagai
bahan katalis karena ketersediaannya besar di alam, murah serta waktu
hidupnya lama walaupun aktivitasya lebih redah dibandingkan bahan logam
mulia (Rosyidah, 1998).
Oksida logam yang di gunakan untuk Catalytic Converter diantaranya
adalah oksida tembaga (Cu). Tembaga sebagai katalis karena memiliki
aktivitas dan selektivitas yang tinggi untuk reaksi oksidasi reduksi. Tingkat
oksidasi tembaga berubah secara termodinamik antara CuO, Cu2O dan Cu.
Perbedaan dalam adsorpsi oksigen oleh spesies pada tingkat oksidasi
tersebut merupakan penyebab tingginya aktivitas dan selektivitas katalis
tembaga (Nagase, et ai, 1999).
2.6.1 Tembaga
Adapun penggunaan Tembaga (Cu) sebagai pengganti bahan katalis
berdasarkan beberapa faktor yaitu : material ini mudah didapatkan di
22
pasaran, dengan harga relatif murah, memiliki sifat mampu bentuk, tahan
terhadap panas tinggi dan mempunyai ketahanan korositas.
(Tata Surdia, 1985).
Tembaga adalah suatu unsur kimia dari tabel periodik yang memiliki
lambang Cu dan nomor atom 29, lambangnya berasal dari bahasa latin
cuprum. Tembaga merupakan koduktor panas dan listrik yang baik.
Selain itu unsur ini memiliki korosi yang lambat sekali.
Tembaga merupakan logam kemerahan, dengan kekoduksian
elektrik dan kekonduksian haba yang tinggi (antara semua logam-logam
tulen dalam suhu bilik, henya perak mempunyai kekonduksian lebih
tinggi dari padanya). Apabila dioksidakan, tembaga adalah besi lemah,
tembaga memiliki ciri warnanya itu oleh sebab struktur jalurnya, yaitu ia
memantulkan cahaya merah dan jingga meyerap frekuensi-frekuensi lain
dalam spectrum tampak. Bandingkan ciri optik ini dengan ciri optik
perak, emas, dan alumunium.
Tembaga terletak dalam keluarga seperti perak dan emas dalam
jadual berkala, oleh sebab itu ia memiliki sifat-sifat yang serupa dengan
kedua logam tersebut. Kesemuanya memiliki kekondisian elektrik yang
tinggi kesemua adalah logam yang mudah tertempa. Dalam keadaan cair,
suatu permukaan jelas (apabila tiada cahaya sekitar) logam tersebut
terlihat kehijauan begitu juga dengan emas. Perak tidak memiliki sifat
ini, maka ia bukan merupakan warna pelengkap untuk warna pijar jingga.
Apabila tembaga lebur berada dalam keadaan cahaya terang, kita dapat
23
melihat kilau merah jambunya. Logam lebur temaga tidak membasahkan
permukaan mempunyai tegangan permukaan yang sagat kuat apabila
dituangkan diatas suatu permukaan. Tembaga tidak larut dalam air
(H2O), iso propanol, dan isoprophyl alkohol, Contoh :
HC + Cu → HCu
Cu + NOx → Cu
Cu + Co → Cu(CO3)2
2.6.2 Kuningan
Kuningan merupakan logam paduan antara tembaga (Cu) dan seng
(Zn). Perbandingan antara tembaga dan seng beragam, tergantung
dengan karakteristik kuningan yang ingin dihasilkan. Namun, umumnya
kadar tembaga antara 60-90% dari massa total. Kuningan banyak
digunakan sebagai dekorasi karena memiliki warna yang cerah seperti
emas. Selain itu kuningan juga banyak digunakan sebagai bahan dalam
membuat alat-alat rumah tangga dan alat musik seperti terompet dan snar
drum. kandungan tembaga dalam kuningan mampu membunuh bakteri
seperti Staphylococcus aureus, E.coli, dan Pseudomonas aeruginosa
dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam setelah menempel.
Tembaga ini dapat membunuh mikroorganisme tersebut dengan
beberapa mekanisme, antara lain: merusak struktur membran sel bakteri
sehingga bakteri dapat mati, menganggu keseimbangan ion dalam
bakteri, mengganggu tekanan osmosis, dan membentuk senyawa
hidrogen peroksida (H2O2) pada membran bakteri.
24
2.7 Desain Katalis Model Jaring Laba-laba
Penggunaan bentuk dalam desain pada katalis merupakan hal yang pasti
terjadi, karena tidak mungkin menciptakan sebuah desain tanpa meggunakan
sekurang-kurangnya satu bentuk. Bentuk sebagai salah satu elemen dalam
desain akan membantu desainer untuk mengkomunikasikan atas fungsi atas
kegunaannya dalam teknologi.
Bentuk jaring laba-laba yang rapat dan bersifat perekat ini diaplikasikan
pada desain catalytic coverter dengan tujuan agar pertikel gas buang dapat
tersaring pada jaring katalis. Sehingga pada proses reduksi pergerakan aliran
panas dapat dilepaskan dengan baik dan Catalytic Converter mampu bekerja
dengan maksimal.
2.8 Perbandingan udara dengan bahan bakar (A/F) atau AFR
Dalam teori stoichiometric menyatakan, untuk membakar 1 gram bensin
dengan sempurna dibutuhkan 14,7 gram udara. Dengan kata lain perbandingan
campuran ideal adalah 14,7 : 1 AFR ( Air Fuel Ratio).
Pada alat uji emisi yang menggunakan istilah AFR, ketika dilakukan
pengujian emisi dapat menampilkan angka yang berbeda, dimana :
• AFR = 14,7 berarti campuran ideal
• AFR > 14,7 berarti campuran kurus / miskin
• AFR < 14,7 berarti campuran gemuk / kaya
• Lamda (λ)
25
Untuk menyatakan perbandingann antar teori dan kondisi nyata suatu
campuran bahan bakar dan udara dinyatakan dengan Lamda
(Swisscontact,2000). Secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut.
λ = Jumlah udara sesugguhnya
Teori Stoichiometric
Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7 gram maka :
λ = 14,7
14,7∶1 = 1
Artinya : λ = 1 berarti campuran ideal
λ > 1 berarti campuran kurus
Asumsi teori pembakaran sempurna adalah :
C12H26 + 18,5 O2 → 12CO2 + 13 H2O
Tabel 2.3 Pengaruh A/F pada daya, bahan bakar dan emisi
(Sumber : Nevers, 1995)
2.9 Reaksi Pembakaran
Proses pembakaran akan terjadi jika unsur – unsur bahan bakar teroksidasi.
Proses ini akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai proses
oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran
diperoleh dari udara, dimana terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, maka
reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni CmHn dapat ditulis
dengan persamaan:
CmHn + n ( O2 + 3,76 N2 ) → a CO2 + b H2O + 3,76n N2
Persamaan ini disederhanakan karena cukup sulit untuk memuaskan
proses pembakaran yang sempurna dengan rasio ekivalen yang tepat dari udara.
Parameter A/F > 14,7 A/F = 14,7 A/F < 14,7
Daya
Konsumsi bahan bakar
CO
HC
NOx
Kecil
Terbaik
Rendah
Rendah
Tinggi
Rata – rata
Rata – rata
Medium
Medium
Medium
Tertinggi
Tertinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
26
Jika terjadi pembakaran tidak sempurna, maka hasil persamaan di atas CO2 dan
H2O. Juga sering berbentuk hidrokarbon tak jenuh, formaldehida dan bisa saja
didapat karbon.
Pada temperatur yang sangat tinggi gas – gas yang tak sederhana dan
molekul – molekul dari gas dasar akan terpecah menjadi atom – atom yang
membutuhkan panas dan menyebabkan kenaikan temperatur. Reaksi akan
bersifat endotermik dan disosiasi tergantung pada temperatur dan waktu kontak
( Taufiq, FT UI, 2008 ).
Tabel 2.4 Standart Emisi Gas Buang
Euro Standart Implementation
Date
CO
(g/km)
THC
(g/km)
NMHC
(g/km)
NOx
(g/km)
HC=NOx
(g/km)
PM
(g/km)
Diesel
Euro I July 1993 2.72 - - - 0.97 0.14
Euro II January 1997 1.00 - - - 0.70 0.08
Euro III January 2001 0.64 - - 0.50 0.56 0.05
Euro IV January 2006 0.50 - - 0.25 0.30 0.025
Euro V September 2010 0.500 - - 0.180 0.230 0.005
Euro VI September 2015 0.500 - - 0.080 0.170 0.005
Petrol
Euro I July 1993 2.72 - - - 0.97 -
Euro II January 1997 2.20 - - - 0.50 -
Euro III January 2001 2.30 0.20 - 0.15 - -
Euro IV January 2006 1.00 0.10 - 0.08 - -
Euro V September 2010 1.000 0.100 0.068 0.060 - 0.005**
Euro VI September 2015 0.100 0.100 0.068 0.060 - 0.005**
(Sumber : EU emissions standarts)