bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengukuran...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengukuran Kinerja
Kinerja adalah catatan hasil yang dihasilkan pada fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama periode waktu tertentu (Rivai, verthzal, basri,2005). Menambahkan
bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Pengukuran kinerja adalah
suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam
pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk
informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi
(Moeheriono, 2010). Sedangkan menurut Yuwono dkk, (2002) pengukuran kinerja
merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang cukup baik tindakan
yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian kinerja pegawai
serta operasinya.
Berkaitan dengan pengukuran kinerja, maka pemilihan ukuran-ukuran kinerja
yang tepat dan berkaitan laangsung dengan tujuan-tujuan strategis dan perusahaan
adalah sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan
banyak sekedar melaksanakan pengukuran terhadap hal-hal yang tidak penting dan
tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategicperusahaan. Ada beberapa
metode pengukuran kinerja yang berkaitan erat dengan tujuan-tujuan strategic
perusahaan salah satu diantaranya yaitu metode balanced scorecard yang merupakan
salah satu model sistem pengukuran kinerja dengan mempertimbangkan tidak hanya
aspek keuangan, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek non keuangan kedalam
5
ukuran kinerjanya agar terjadi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang perusahaan bersangkutan (Kaplan dkk, 2000).
Ada metode pengukuran kinerja baru yang merupakan keseimbangan dari
balanced scorecard yaitu human resource scorecard. Metode pengukuran kinerja
yang memungkinkan anda untuk melakukan dua hal penting diantaranya mengelola
sumber daya manusia sebagai asset strategic dan menunjukan kontribusi sumber daya
manusia terhadap keberhasilan financial peusahaan. Jadi dalam pengukuran ini lebih
ditekankan pada aspek sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan. Karena
menurut Becker dkk, (2009) persoalan sumber daya manusia yang memiliki dampak
terhadap strategiperusahaan sulit untuk dilihat dan secara langsung berkaitan dengan
kualitas yang juga menjadikannya sebagai sumber utama pontensi kompetitif yang
berkelanjutan. Akan tetapi untuk menyadari pontensi ini, para manajer sumber daya
manusia harus memahami strategi perusahaan, implikasi dari strategi tersebut.
Akhirnya mereka membutuhkan sistem penilaian inovatif yang memungkinkan
mereka untuk dapat mengaitkan orang-strategi-kinerja.
Neely and Kennerly (2000) berhasil merumuskan apa yang seharusnya ada dalam
sistem pengukuran kinerja yang akan memberikan pedoman bagi para manajer dan
konsultan didalam membuat sistem pengukuran kinerja bagi organisasi, adalah sebagi
berikut:
1. Pengukuran kinerja harus mampu memonitor efisiensi dan keefektifan
untukmencapai tujuan strategi organisasi, Fungsi pengukuran kinerja
tidak hanya sekedar mengukur tetapi juga mampu menganalisa,
mengevaluasi dan melakukan perbaikan agar program-program
organisasi mampu menunjang efisiensi dan keefektifan dalam mencapai
tujuan strategi organisasinya.
2. Mampu menerapkan (menggambarkan) kinerja organisasi secara
menyeluruh, Sistem pengukuran kinerja yang baik seharusnya tidaklah
6
bersifat parsial berdasarkan fungsionalitas di organisasi. Tidak
terintegrasinya pengukuran kinerja bisa menimbulkan tidak terjadinya
sinergisitas agar departemen di organisasi dalam menjalankan tujuan
strategi organisasi. Organisasi akan cemderung mengalami hambatan
bahkan tidak mampu mewujudkan tujuan strateginya.
3. Adanya sarana-sarana pendukung, Adanya sarana-sarana pendukung
tersebut diharapkan mampu menyediakan informasi untuk
dibandingkan, disortir, di analisa, dan diinterpretasikan. Harapannya
hasil analisa dan interpretasi terhadap indikator kinerja kunci terutama
yang bernilai buruk atau kurang akan dapat diperbaiki dan dijalankan
untuk periode yang akan datang. Pengukuran kinerja membutuhkan data
penting, data tersebut berupa data primer ataupun data sekunder. Tanpa
adanya data yang baik apa yang hendak diukur akan sulit untuk
dilakukan dan akan menghambat periodisasi pengukuran dan analisis
dalam waktu yang relative lama.
4. Mendukung tujuan strategi organisasi (strategic objective) Sistem
pengukuran kinerja seharusnya diturunkan dari tujuan strategi
organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja dapat
mendukung aksi dari apa yang hendak dicapai dan diaplikasikan oleh
strategi organisasi. Seringkali adanya perubahan strategi organisasi akan
menyebabkan sistem pengukuran kinerja organisasi juga harus berubah.
5. Memiliki kesimbangan yang tepat,Penting mendesaian sistem
pengukuran kinerja tidak hanya memperhatikan aspek non- finansial
yang diyakini menunjang keberhasilan organisasi. Keseimbangan yang
tepat antara aspek finansial lebih berorientasi pada jangka pendek
sehingga tidak menjamin organisasi dapat bertahan dalam jangka
panjang. Oleh karena itu penting memperhatikan aspek non-finansial
seperti: kepuasaan pelanggan, biaya, kualitas, pengiriman, fleksibilitas,
dan responsiveness.
7
6. Memiliki indikator kinerja terbatas, Mengukur dan menganalisa kinerja
membutuhkan pengumpulan data. Banyaknya data menyebabkan waktu
dan biaya yang diperlukan menjadi lama dan mahal. Disisi lain, banyak
indikator kinerja yang harus diukur dan dianalisa menyebabkan
pekerjaan manajer akan lebih banyak dan bisa mengganggu kerja
regulernya. Oleh karena itu penting bagi organisasi membatasi indikator
kinerja dengan hanya memilih indikator kinerja kunci saja.
7. Mudah diterima, Tujuan utama adanya sistem pengukuran kinerja
adalah memberikan informasi penting pada waktu yang tepat dan
dengan orang yang tepat pula. Penting bagi organisasi mendesain
sistem pengukuran kinerjanya dengan cara mudah mengakses informasi
kinerja, mudah menggunakannya, dan mudah mengerti apa yang telah
dievaluasi.
8. KPI haruslah terspesifikasi, KPI yang hendak digunakan seharusnya
memiliki tujuan yang jelas dan definisinya tidak ambigu bagi karyawan
yang menggunakannya. Kedepannya, penting melakukan spesifikasi
KPI dan penentuan terget yang stretching.
2.1.1 Faktor-faktor yang memengaruhi Kinerja
Menurut Kaplan dkk (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1) Usaha yang dicurahkan, terdiri dari: motivasi, etika kerja, kehadiran, dan
rancangan tugas
2) Kemampuan individual, terdiri dari: bakat, minat, dan faktor kepribadian.
3) Dukungan organisasional, terdiri dari: pelatihan dan pengembangan,
peralatan dan teknologi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja.
8
2.2 Sistem Sumber Daya Manusia
Sistem SDM adalah pasak bagi pengaruh strategis SDM. Model sistem yang
dianjurkan ialah yang disebut High performance Work System (HPSW), masing-
masing unsur sistem SDM dirancang untuk memaksimalkan keseluruhan kualitas
modal SDM pada keseluruhan organisasi. Untuk membangun dan menjaga stock
modal SDM berbakat (Becker dkk, 2009). HPSW melakukan hal-hal berikut:
• Menghubungkan keputusan-keputusan seleksi dan promosi dengan model-
model kompetensi yang tervalidasi.
• Mengembangkan strategi-strategi yang memberikan dukungan tepatwaktu dan
efektif bagi keterampilan yang dituntutoleh implemintasi strategi perusahaan,
dan,
• Membuat kebijakan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan, dan memotivasi karyawan berkinerja tinggi
Perusahaan dengan system kerja ”berkinerja tinggi” mengadopsi praktik
manajemen sumber daya manusia yang sangat berbeda dari yang diadopsi oleh
perusahaan dengan dengan sistem kerja berkinerja rendah. Perusahaan mengerahkan
sumber daya untuk merekrut dan menyeleksi, mereka melatih dengan kekuatan yang
jauh lebih besar , mereka menjalankan lebih banyak manajemen kinerja dan mengikat
konpensasi pada manjemen tersebut, mereka mengunakan tim-tim yang jauh lebih
banyak mereka melipat duakan jumlah SDM per karyawan, dan mereka memiliki
kemungkinan kecil untuk bergabung dalam serikat pekerja. Perbandingan ini bukan
praktik manajemen SDM manapun bukan perekrutan atau pelatihan ataupun
konpensasi, namun pada perbedaaan yang jauh lebih komprehensif dan sistematik.
2.2.1 Perilaku Karyawan Yang Strategis
Menurut rivai, vethzal, basri (2008) peran sumber daya manusia yang strategis
akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku
9
strategic adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan
strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :
1. Perilaku inti adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti perilaku
yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk
keberhasilan organisasi.
2. Perilaku dalam situasi tertentu (situation-specific behaviors) yang esensial
pada titik-titik kunci dalam rantai nilai perusahaan. Misalnya berupa
keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang.
Mengintegrasikan perhatian pada perilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk
memengaruhi dan mengukur kontribusi sumberdaya manusia terhadap organisasi
merupakan suatu tantangan. Karena, pentingnyaperilaku akan didefinisikan
olehkepentingan untuk implementasi strategi organisasi, dan cukup penting untuk
mengingat bahwa kita tidak memengaruhi perilaku strategis secara langsung. Perilaku
tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur sumberdaya manusia secara luas.
2.2.2 Fungsi Sumber Daya Manusia
Fungsi sumber daya manusia adalah peran yang dijalankan profesional dalam
organisasinya. Fungsi sumber daya manusia mencakup:
a) Fungsi Teknis (Technical HRM) Yaitu memberi jasa dasar sumber daya
seperti rekrutmen, pelatihan dan, kompensasi.
b) Fungsi Strategik (Strategic HRM)Yaitu menjalankan fungsi teknis sedemikian
rupa sehingga secara langsung mendukung implementasi strategi perusahaan.
Dalam prakteknya ditemukan bahwa kebanyakan manajaer SDM lebih memusatkan
kegiatanya pada penyampaian (delivery) yang tradisioanl atau kegiatan manajemen
SDM teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen SDM yang
strategic. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer SDM masa depan dan
10
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi
manajemen sdm strategic dan bisnis.
2.3 Perancangan sistem pengukuran kinerja
Perancangan sistem pengukuran kinerja lingkungan merupakan hasil dari
suatu perancangan yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja
kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikatir masukan, keluaran, hasil, manfaat
dan dampak. Perancangan sistem pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar dalam
untuk merancang keberhasilan dan kegagalan dalam melakukan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan
visi dan misi tersebut.
2.3.1 Human Resource Scorecard
Dalam perkembangan organisasi dan ekonomi baru pada era globalisasi sekarang
ini, khususnya pada penciptaan nilai-nilai (valuecreation), suatu organisasi sangat
didominasi oleh human capital dan modal intangible (tidak berwujud) lainnya. Oleh
sebab itu, perlu diwujudkan adanya pengukuran terhadap strategi sumber daya
manusia. Salah satu konsep yang diperkenalkan itu adalah Human Resource (HR)
Scorecard yang menawarkan langkah-langkah penting guna mengelola strategi
sumber daya manusia. Maka kemudian, lahirlah HR Scorecard, sebuah bentuk
pengukuran sumber daya manusia (human resources) yang mencoba memperjelas
peran sumber daya manusia secara detail sebagai sesuatu yang selama ini dianggap
masih intangible (tidak berwujud) untuk diukur peranannya sejauh mana terhadap
pencapaian visi, misi, dan strategi perusahaan (Moeheriono, 2010).
Human Resource Scorecard merupakan suatu metode baru dalam pengukuran
kinerja SDM dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Model pengukuran ini
sangat bermanfaat bagi manajer SDM dalam memahami perbedaan antara Human
Resource Doables (Kinerja SDM yang tidak mempengaruhi implementasi stategi
11
perusahaan) denganHuman Resource Deliverable (Kinerja SDM yangmempengaruhi
implementasi strategi perusahaan). Di samping itu, Human ResourceScorecard dapat
mengukur Leading Indicator (indikator sebab) danLagging Indicator (indikator
akibat) yang mana model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan
SDM dan sistem SDM denganHuman Resource Deliverable dan mempengaruhi key
performance. Dengan demikian, metode pengukuran Human Resource Scorecard
membantu dan mengontrol biaya value perusahaan, menilai kontribusi SDM,
mendukung perubahan dan fleksibilitas organisasi.
Becker dkk (2009) menyatakan bahwa HR Scorecard merupakan alat pengungkit
yang penting yang dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk merancang
dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif. Selain itu dengan adanya HR
Scorecard perusahaan akan memiliki pedoman yang jelas dan efektif untuk mengukur
kinerja segenap karyawan dan kontribusinya terhadap strategi perusahaan secara
menyeluruh.Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Human
Resource Scorecard merupakan alat pengukur kinerja sumber daya manusia dengan
mengaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang
berhasil dalam mencapai visi, misi, serta strateginya
2.3.2 Membuat HR Scorecard
Sebagaimana dalam banyak unit bisnis, R&D memiliki sasaranprofitabilitas yang
akan memengaruhi pertumbuhan pendapatan dan peningkatan produktivitas, yang
merupakan pendorong kinerja yang penting. Berikut merupakan uraian dari dua
dimensi tersebut (Rivai dkk, 2010):
1. Pertumbuhan pendapatan (revenue growth)
2. Peningkatan produktivitas Berkaitan dengan pemeliharaan jadwal produksi
yang optimal, yang bergantung pada pemeliharaan staf-staf yang sesuai
12
2.3.3 Perspektif HR Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (2000:22), menerjemahkan misi dan strategi ke
dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif, yaitu
perspektif keuangan, persperktif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
1. pertumbuhan.Perspektif Keuangan
Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan,
implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan kontribusi bagi
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, tujuan keuangan menjadi fokus
tujuan dan ukuran ketiga perspektif lainnya. Dalam menentukan tujuan dan
ukuran keuangan ini, perlu diidentifikasi posisi perusahaan saat ini.
2. Perspektif Pelanggan
Pelanggan memiliki peranan penting dalam kehidupan perusahaan. Sebuah
perusahaan yang tumbuh dalam persaingan tidak akan mungkin dapat
bertahan apabila tidak didukung oleh pelanggan. Loyalitas tolok ukur
pelanggan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap
segmen pasar yang akan menjadi target atau sasaran. Apa yang menjadi
keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang penting dalam
perspektif ini.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan
analisis rantai nilai. Manajemen mengidentifikasi proses bisnis internal kritis
yang harus diunggulkan oleh perusahaan.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan
ambisius dalam tiga perspektif lainnya tercapai. Tujuan dalam perspektif
13
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya
kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif yang pertama.
Gambar 2.1 Perspektif HR Scorecard
Tabel 2.1 Perspektif HR Scorecard
Perspektif
pembelajaran dan
pertumbuhan
Perpektif proses
bisnis internal
Perpektif
pelanggan
Perpektif
keuangan
- Kemampuan
karyawan
- Kemampuan
sistem
informasi
- Motivasi
- Pemberdayaan
- Kesesuaian
dengan
standar
kinerja
- Inovasi
- Proses
- Pelayana
- Market
Share
- Customer
Acquisitian
- Customer
Retention
- Customer
Satisfaction
- Customer
Profitability
- Coas
Effectiv
eness
14
2.3.4 Keuntungan HR Scorecard
Keuntungan dari HR Scorecard:
1) Memperkuat perbedaan antara HR doable dan HR Deliverable
HR Doable fokus pada hitungan efisiensi dan aktivitas SDM. Sedangkan
HR Deliverable merupakan hasil arsitektur SDM yang bertindak untuk
mengeksekusi strategi perusahaan. HR Deliverable ini terdiri dari dua
kategori: performance driver (kapabilitas atau aset inti dari manusia, seperti
produktivitas dan kepuasan karyawan), dan enablers (memperkuat
performance driver, seperti struktur reward). (Becker dkk, 2009).
2) Memungkinkan pengendalian biaya dan penciptaan nilai
HR Scorecard membantu manajer SDM untuk menyeimbangkan kedua tujuan
tersebut.
3) Mengukur leading indicator
Leading indicator merupakan indikator yang menilai status faktor
keberhasilan kunci yang mendorong implementasi strategi perusahaan
danlebih menekankan pada masa depan. Dimana berbanding terbalik dengan
lagging indicator yang mencerminkan apa yang terjadi di masa lalu.
4) Menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi.
5) Manajer SDM harus memiliki strategi yang jelas untuk pengukuran
HRDeliverable.
6) Memungkinkan profesional SDM mengatur tanggung jawab mereka secara
efektif.
HR Scorecard mendorong manajer SDM untuk fokus pada keputusan yang
memengaruhi keberhasilan implementasi strategi perusahaan.
7) Mendorong fleksibilitas dan perubahan
15
HR Scorecard mendorong fleksibilitas dan perubahan, karena scorecardfokus
pada implementasi strategi perusahaan, yang membutuhkan perubahan secara
konstan.
2.4 Tahapan Perancangan sistem pengukuran kinerja
Pada saat hendak membuat sebuah sistem yang akan digunakan pada
suatu perusahaan, setiap pengembang aplikasi diharuskan membuat sebuah rancangan
dari sistem yang ingin dibuat. Rancangan ini bertujuan untuk memberi gambaran
umum dari sistem yang akan berjalan nantinya kepada stakeholder. Berikut ini
terdapat pula beberapa teori mengenai pengertian perancangan sistem. Perancangan
sistem adalah sekumpulan aktivitas yang menggambarkan secara rinci bagaimana
sistem akan berjalan. Hal itu bertujuan untuk menghasilkan produk perangkat lunak
yang sesuai dengan kebutuhan user.
Menurut Bentley dan Whitten (2009) melalui buku yang berjudul “system
analysis and design for the global enterprise” juga menjelaskan bahwa perancangan
sistem adalah teknik pemecahan masalah dengan melengkapi komponen-komponen
kecil menjadi kesatuan komponen sistem kembali ke sistem yang lengkap. Teknik ini
diharapkan dapat menghasilkan sistem yang lebih baik.
2.5 Alat-Alat Penunjang Pengukuran Kinerja
Dalam buku Iwan Vanani (2009) Alat-alat penunjang pengukuran kinerja
digunakan untuk membantu proses pengukuran kinerja seperti penentuan bobot
kinerja dan upaya melakukan konsolidasi kinerja dari indikator-indikator kinerja
kunci (Key Performance Indicators (KPI’s)) yang beragam jenis metriknya. Berikut
merupakan alat penunjang yang sesuai fungisnya: yang pertama adalah untuk
menentukan bobot kinerja yaitu dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Metode ini lebih sering digunakan karena lebih mudah dan cepat penyelesaianya akan
16
tetapi juga cukup komprehensif. Didukung dengan adanya perangkat lunak aplikasi
Expert Choice, semakin memudahkan praktisi mengaplikasikannya.
Alat penunjang kedua adalah untuk melakukan konsolidasi dari KPI’s
yang memiliki beragam jenis ukuran metriknya. Istilah lain yang lebih popular
disebut dengan sistem skor. Adapun metode sistem skor adalah metode Objective
Matrix (OMAX) dari James Riggs.
2.6 Key Performance Indikator
Iveta dkk (2012), menyatakan bahwa key performance indicator merupakan
cerminan dari kinerja organisasi. Manajemen di sektor entrepreneurial harus
memiliki KPI yang berhubungan dengan visi dan misi perusahaan.
Menurut Becker dkk (2009) elemen pada HR Scorecard adalah key leading
indicator untuk kesuksesan tenaga kerja. Keyperformance indicator bertugas untuk
tiap perspektif pada peta strategi dan akhirakhir ini menjadi benchmark pada HR level
di sektor entrepreneurial. Menurut Kaplan dkk (2000), KPI terbagi menjadilagging
indicator dan leadingindicator.
Membagi lima kriteria untuk KPI yang efektif:
1. Specific (spesifik)
2. Measurable (dapat diukur)
3. Attainable (dapat dicapai)
4. Relevant (relevan)
5. Time bound (ada jangka waktu)
Peta strategi merupakan bagian penting pada HR Scorecard dan merupakan dasar
untuk mengatur KPI yang tepat.
17
2.7 Analytical Hierarchy Proses (AHP)
Metode AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School
of Bussines pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement
dalam memilih alternatif yang disukai. Menurut Saaty (2004), hierarki merupakan
suatu representasi sebuah permasalah yang komplekas dalam suatu struktur multi
level, diman level pertama adalah tujuan, diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan
seterusnya ke bawah hinggah level terakhir dari alternatif. Pada dasarnya proses
pengambilan keputusan menggunakan metode AHP adalah memilih suatu alternatif.
Peralatan utamaAHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya
persepsi manusia. Prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP meliputi:
a. Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu
menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi.
b. Menentukan prioritas elemen
1) Membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen
secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.
2) Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap
elemen yang lainnya.
c. Sintesis
Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah:
1) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks
2) Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
3) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan
jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
d. Mengukur Konsistensi
Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik
konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan
18
pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam
langkah ini adalah:
1. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif
elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif
elemen kedua, dan seterusnya.
2. Jumlahkan setiap baris.
3. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif
yang bersangkutan.
4. Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada,
hasilnya disebut maks.
e. Menghitung Consistency Indeks CI dengan rumus:
CI =γmax − n
n − 1
Dimana n = banyaknya elemen.
f. Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) dengan rumus:
CR =CI
IR
Dimana: CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Indeks
IR = Indeks Random Consistency
g. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian
datajudgment harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/IR) kurang
atau sama dengan 0,1. Maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Daftar
indeks Random Konsistensi (IR).
19
Tabel 2.2 Daftar Indeks Random Konsistensi (IR)
Ukuran
Matriks
1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nilai
IR
0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
2.8 Scoring Systemd dengan metode Objective Matrix
Scoring system dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah
dengan Objective Matrix (OMAX). Dengan metode ini kita dapat
mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dapat digunakan
untuk mengukur aspek kinerja yang dipertimbangkan dalam suatu unit kerja.
Indikator untuk setiap input dan output dapat didefinisikan dengan jelas.
Menyertakan pertimbangan pihak manajemen dalam penentuan skor sehingga
terkesan lebih fleksibel
Menurut Nasution dkk (2006) Objectives Matrix (Omax) adalah suatu sistem
pengukuran produktivitas parsial yang di kembangkan untuk memantau produktivitas
di suatu perusahaan atau di tiap bagian saja, dengan rasio produktivitas yang sesuai
dengan keberadaan bagian tersebut. Dalam Omax diharapkan aktifitas seluruh
personil perusahaan untuk turut menilai, memperbaiki dan mempertahankan. Karena
sistem ini merupakan sistem pengukuran yang diserahkan langsung ke bagianbagian
unit proses produksi.
Model ini diciptakan oleh Prof. James L. Riggs, seorang ahli produktivitas
dari Amerika Serikat. Matriks ini berasal dari usaha-usaha beliau untuk
mengkuantifikasikan perawatan yang di landasi kasih sayang (tender loving care)
dalam studi produktivitas rumah sakit pada tahun 1975. Walau tidak sepenuhnya
memuaskan para perawat, suatu skema multidimensional untuk menyertakan
Tender Loving Care dalam pengukuran unjuk kerja telah dirancang.
20
Konsep dari pengukuran ini yaitu penggabungan beberapa kriteria kinerja
kelompok kerja kedalam sebuah matrik. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran
berupa jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan kepentingan
terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran dengan metode OMAX ini
adalah sebuah nilai tungal untuk suatu kelompok kerja.
Adapun langkah-langkah umum pengukuran kinerja dengan metode OMAX
adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan kriteria kinerja
Mengidentifikasikan beberapa kriteria yang efektif dalam membuat ukuran,
yaitu:
a. Kuantitatif
b. Mudah dipahami
c. Seimbang
d. Mudah dipantau
e. Sering dipublikasikan
2. Penetapan skala skor kinerja
Dalam Objective Matrix skor performance yang digunakan yaitu antara 0 -
10. Hal ini berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap indikatornya.
21
Table 2.3 Contoh table target pencapaian OMAX
Indicator Financial Customer Internal
Bussiness
Learning
and Growth
F1 F2 F3 C1 C2 C3 I1 I2 I3 L1 L2
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Nilai (N)
Bobot (B)
N x B
Total N x B
Tingkat 0 :Tingkat terendah dari kinerja selama periode dasar.
Tingkat 3 : Hasil yang menunjukkan tingkat knerja kelompok kerjapada saat
pengukuran periode dasar.
Tingkat 10: Tingkat realistis yang dapat dicapai dengan sumber system yang
berlaku
3. Penetapan bobot berdasarkan kepentingan kriteria kinerja.
22
Penetapan bobot kepentingan kriteria kinerja merupakan tangggung jawab
manajemen. Proses dalam penentuan bobot dapat dilakukan dengan duacara
yaitu cara subyektif dan obyektif
4. Mengukur indikator kinerja
Langkah terakhir dari pengukuran ini adalah dengan menggabungkan
hasildari langkah-langkah sebelumnya menjadi suatu indikator.
2. 9 Traffic light System
Traffic light System berfungsi sebagai tanda apakah nilai score dari suatu KPI
memerlukan suatu perbaikan atau tidak. Traffic light Systemberhubungan erat dengan
scoring sistem. Dalam Traffic light Systemtersebut dipakai tiga warna yang
digunakan yaitu:
1) Warna hijau, achievement untuk suatu indikator sudah tercapai, yaitu bila
lebih dari 0,89
2) Warna kuning, achievement dari suatu indicator kinerja belum tercapai
meskipun nilainya sudah mendekati target. Hal ini adalah apabila skor berada
pada 0,88> nilai >0,34, jadi pihak manajemen harus berhati-hati.
3) Warna merah achievement darisuatu indicator kinerjabenar-benar dibawah
target yang telah ditetapkan dan perlu dilakukan perbaikan secepatnya, yaitu
bila skor menunjukan berada 0,33≥ nilai 0
Tabel 2.4 klasifikasi score dalam traffic light system
kategori Score Light
from Until
Bad 0 0,33
Fair 0,34 0,88
Excellent 0,89 >0,89