bab ii tinjauan pustaka 2.1. penelitian sebelumnya bab ii.pdfindustri pariwisata, industri ritel...

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang pengelolaan lingkungan sangat mudah ditemukan dan telah banyak dilakukan dan hasilnya telah dipublikasikan. Umumnya penelitian tentang lingkungan banyak dalam bentuk mengevaluasi dampak lingkungan dari kegiatan operasional perusahaan, baik itu di industri yang memproduksi barang, industri jasa, dan juga di pariwisata. Kondisi ini berbeda dengan penelitian yang membahas dampak kegiatan operasional hotel pada lingkungan sekitarnya. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian pengelolaan pariwisata dan perhotelan yang berdampak pada lingkungan yang sudah dipublikasikan. 2.1.1. Penelitian Pengelolaan Lingkungan dan Dampaknya pada Pariwisata Devis dan Cahill (2000), melakukan studi tentang dampak lingkungan dari industri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap kualitas lingkungan. Penelitian ini menggunakan kerangka yang dikembangkan dari konsep ekologi industri untuk menilai dampak industri pariwisata terhadap lingkungan. Tiga kategori dampak yang dibahas: dampak hulu, yang dihasilkan dari kemampuan penyedia layanan perjalanan untuk mempengaruhi pemasok; dan dampak hilir, di mana penyedia layanan dapat mempengaruhi pola perilaku atau konsumsi pelanggan. Studi ini mengidentifikasi dampak dari wisatawan terkait transportasi, termasuk pesawat 17

Upload: nguyenphuc

Post on 27-Jul-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang pengelolaan lingkungan sangat mudah ditemukan dan

telah banyak dilakukan dan hasilnya telah dipublikasikan. Umumnya penelitian

tentang lingkungan banyak dalam bentuk mengevaluasi dampak lingkungan dari

kegiatan operasional perusahaan, baik itu di industri yang memproduksi barang,

industri jasa, dan juga di pariwisata. Kondisi ini berbeda dengan penelitian yang

membahas dampak kegiatan operasional hotel pada lingkungan sekitarnya.

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian pengelolaan pariwisata dan perhotelan

yang berdampak pada lingkungan yang sudah dipublikasikan.

2.1.1. Penelitian Pengelolaan Lingkungan dan Dampaknya pada Pariwisata

Devis dan Cahill (2000), melakukan studi tentang dampak lingkungan dari

industri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya

pada dampak industri pariwisata terhadap kualitas lingkungan. Penelitian ini

menggunakan kerangka yang dikembangkan dari konsep ekologi industri untuk

menilai dampak industri pariwisata terhadap lingkungan. Tiga kategori dampak

yang dibahas: dampak hulu, yang dihasilkan dari kemampuan penyedia layanan

perjalanan untuk mempengaruhi pemasok; dan dampak hilir, di mana penyedia

layanan dapat mempengaruhi pola perilaku atau konsumsi pelanggan. Studi ini

mengidentifikasi dampak dari wisatawan terkait transportasi, termasuk pesawat

17

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

2

terbang, mobil, dan rekreasi darat dan kapal pesiar; dalam kaitan wisatawan dan

pembangunan, kegiatan wisatawan, dan dampak langsung industri penginapan dan

pelayaran. Hasilnya menunjukan bahwa kesempatan untuk meningkatkan industri

pariwisata dari hulu ke hilir cukup besar. Hotel bisa mempengaruhi pemasoknya

untuk menyediakan produk yang ramah lingkungan, seperti penyediaan

perlengkapan untuk mandi dari bahan daur ulang. Demikian pula, industri

pelayaran dapat menggunakan pengaruhnya untuk meyakinkan pemasok untuk

meningkatkan kualitas lingkungan dari produknya. Agen perjalanan dan Biro

Perjalanan Wisata dapat mempengaruhi dan mendidik wisatawan tentang

bagaimana cara untuk meminimalkan dampak kegiatannya terhadap lingkungan.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Baysan (2001), dimana perbedaan

dalam kesadaran lingkungan pada wisatawan sangat terkait dengan perbedaan

kebangsaan, dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan wisatawan.

Hasil analisisnya menyatakan bahwa wisatawan Jerman lebih sadar lingkungan

dari pada wisatawan Rusia maupun Turki. Juga ada perbedaan kebangsaan dalam

kesediaan untuk membayar proses pelestarian lingkungan. Penelitian ini

mensurvei responden wisatawan yang berkebangsaan Jerman, Rusia dan Turki,

kuesionernya diterjemahkan ke dalam tiga bahasa asal responden tersebut. Hal ini

membuktikan bahwa ada kepedulian wisatawan mengenai dampaknya pada

lingkungan pariwisata, khususnya kesediaan wisatawan untuk membayar dan

sikapnya terhadap lembaga yang bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan

di daerah pariwisata Kemer, Antalya, di Turki.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

3

Selanjutnya analisis Buultjens dan Davis (2001:40) mulai mengkaitkan

aktivitas wisatawan dengan pemanasan global, dimana dinyatakan bahwa sudah

banyak bukti yang membuktikan bahwa pemanasan global adalah hasil dari

aktivitas wisatawan dan hal ini cenderung memiliki konsekuensi serius dalam

waktu yang relatif dekat. Pariwisata berbasis alam memiliki potensi untuk

menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan jika terus dilakukan tanpa

manajemen yang efektif. Manajemen yang efektif ini adalah menggunakan

berbagai instrumen perencanaan untuk menentukan berkelanjutan tingkat

pemanfaatan, dan instrumen ekonomi juga berharga dalam memastikan

pemanfaatan sumber daya lingkungan, dan bagaimana hal ini dapat digunakan

bersama-sama untuk menentukan bentuk pengelolaan yang berkelanjutan.

Sonak (2004:2) melangkah lebih maju lagi dengan mengembangkan metode

baru dengan menggunakan konsep The Ecological Footprint of Tourism (jejak

ekologis pariwisata) untuk menilai dampak lingkungan dari kegiatan industri

pariwisata. Konsep ini menyajikan sebuah pendekatan untuk memperkirakan jejak

produksi kegiatan pariwisata di tingkat lokal. Jejak ekologis pariwisata merupakan

indikator dampak dan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur

keberlanjutan kegiatan pembangunan, membangun strategi manajemen, yang

memperhitungkan kesehatan ekosistem, sederhana untuk dipahami dan dapat

digunakan oleh para pembuat kebijakan.

Lebih lanjut dari sekedar menyajikan sebuah pendekatan untuk

memperkirakan jejak produksi kegiatan pariwisata menggunakan jejak ekologis

pariwisata, Cetron (2007:37) menyatakan banyak yang mencari cara untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

4

mengurangi dampak lingkungan dari perjalanan wisatwan dalam industri

perjalanan dan industri pariwisata, diantaranya dengan mengurangi emisi karbon

industri perjalanan, menghemat energi, dan pada saat yang sama, lebih peduli

dengan industri yang semakin hijau, karena meningkatnya jumlah wisatawan yang

melakukan perjalanan wisata juga adalah salah satu penyebab terjadinya

pemanasan global saat ini. Jika ditelusuri lebih dalam ternyata wisatawan juga

bertanya-tanya bagaimana cara mereka dapat mengurangi kontribusi dari aktivitas

perjalanan mereka terhadap masalah pemanasan global ini. Terryn (2011:143)

melakukan pengkajian hal ini dengan menggunakan the Ecological Modernisation

Theory (EMT) sebagai paradigma kebijakan lingkungan. Untuk mengatasi

tantangan dan ancaman pariwisata saat ini, sangat penting menurutnya untuk men

setting kembali sebuah model kebijakan yang inovatif, untuk membawa perspektif

baru, interaksi antara para pemangku kepentingan dan instrumen kebijakan untuk

menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan masalah lingkungan. Untuk itu

dalam industri pariwisata diperlukan pengenalan teknologi baru dan strategi

manajemen ditingkat perusahaan untuk membawa manfaat ekonomi dan

lingkungan, karena destinasi pariwisata yang memiliki daya saing, sukses secara

komersial, dan berkelanjutan adalah tujuan utama yang dikehendaki semua orang.

Faraji rad dan Aghajani (2010), menyimpulkan semuanya dengan

menyatakan bahwa kebutuhan melestarikan aset dunia untuk generasi yang akan

datang menjadi agenda penting tidak hanya untuk industri pariwisata dan Biro

Perjalanan Wisata, tetapi juga untuk semua industri lain yang menggunakan

sumber daya alam di Bumi. Hal ini dinyatakannya untuk menjawab bagaimana

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

5

hubungan antara pariwisata dan lingkungan. Pariwisata sebagai salah satu industri

tercepat perkembangannya di dunia, memiliki banyak dampak, baik positif dan

negatif pada lingkungan. Dampak negatif akan muncul jika jumlah pengunjung

melampaui daya dukung lingkungan. Dampak positif akan muncul jika setiap

wisatawan memahami konsep utama dari pelestarian lingkungan dan pariwisata

yang berkelanjutan dengan hati, bukan hanya dengan mendiskusikannya.

2.1.2. Penelitian Pengelolaan Lingkungan pada Perhotelan

Industri perhotelan selama ini dikenal sebagai salah satu industri yang

paling pesat perkembangannya dan industri ini hanya sedikit yang dipengaruhi

oleh peraturan lingkungan, dan sejauh mana hotel merespon masalah lingkungan.

Lorente et al. (2003), menganalisisnya menggunakan teori stakeholder (pemangku

kepentingan) untuk mengeksplorasi sejauh mana praktik pengelolaan lingkungan

pada 279 hotel Spanyol didorong oleh (i) upaya untuk meningkatkan legitimasi

perusahaan, dan (ii) respon terhadap tekanan yang timbul dari para pemangku

kepentingan yang kuat. Hasilnya menunjukkan bahwa praktik pengelolaan

lingkungan hotel merupakan respon hotel sebagai sebuah organisasi terhadap

tuntutan lingkungan dari pemangku kepentingan, dan hal ini tergantung pada (i)

kekuatan pemangku kepentingan menyelesaikan isu-isu lingkungan, (ii) untuk

melindungi lingkungan, dan (iii) dirasakan adanya keuntungan ekonomi dari

kegiatan pengelolaan lingkungan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

6

2.1.2.1. Penelitian Sertifikasi Pengelolaan Lingkungan pada Perhotelan

Lebih lanjut terkait dengan kekuatan pemangku kepentingan menyelesaikan

isu-isu lingkungan, untuk melindungi lingkungan Rivera (2004:779),

mengidentifikasi bagaimana kekuatan institusional, seperti tekanan peraturan dan

pemangku kepentingan, terkait dengan perilaku lingkungan proaktif dengan

fasilitas hotel yang berpartisipasi dalam Certification for Sustainable Tourism,

program lingkungan sukarela didirikan oleh pemerintah Kosta Rika. Program ini

adalah salah satu inisiatif pertama pihak ketiga berbasis kinerja sertifikasi

lingkungan diterapkan pada negara berkembang. Temuan menunjukkan bahwa

program-program lingkungan sukarela yang mencakup standar berbasis kinerja

dan pemantauan pihak ketiga efektif dalam mempromosikan kepatuhan perilaku

lingkungan ketika program-program lingkungan ini dilengkapi oleh adanya

tekanan kelembagaan pemerintah dan asosiasi (pemangku kepentingan). Anehnya,

temuan juga menunjukkan bahwa dibandingkan dengan hotel lokal, kinerja

lingkungan hotel chain dan multinasional tidak signifikan berkorelasi dan

memiliki partisipasi yang lebih tinggi/unggul.

Lebih lanjut Bohdanowicz et al. (2005:1642), juga mengkonfirmasi temuaan

yang hampir sama setelah membandingkan empat skema benchmarking

berdasarkan alat yang dikembangkan oleh berbagai organisasi diantaranya Green

Globes 21 (GG21), the Green Globes Canada (GGC), International Hotel

Environmental Initiative (IHEI) benchmark hotel, and Hilton Environmental

Reporting (HER), dan diikuti dengan diskusi tentang relevansi dan kegunaannya

untuk sektor perhotelan. Hasil yang didapatkannya menyatakan bahwa potensi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

7

menerapkan praktek-praktek yang lebih berkelanjutan di sektor hotel

membutuhkan ketersediaan alat yang dapat diandalkan untuk penilaian dan

benchmarking kinerja lingkungan dari hotel tersebut. Sejumlah alat tersebut telah

dikembangkan oleh organisasi lingkungan internasional, asosiasi-asosiasi cabang

organisasi lingkungan internasional dan bahkan hotel itu sendiri. Skema-skema

tersebut berbeda terkait dengan kondisi geografis/iklim daerah tersebut, termasuk

jenis fasilitas hotel, detail informasi lingkungan yang diperlukan, metode

benchmarking, keramahtamahan user dan biaya pelaksanaan skema tersebut.

Mengembangkan dan membuat alat yang dapat diandalkan tersedia untuk

benchmarking kinerja lingkungan adalah langkah-langkah penting dalam upaya

untuk keberlanjutan fasilitas hotel.

Sesuai dengan hasil sebelumnya terkait dengan benchmarking kinerja

lingkungan Vähätiitto (2010:1) meneliti tentang model bagaimana cara hotel non-

chain di Lapland Finlandia mengelola aspek lingkungan bisnis dan meningkatkan

kualitas lingkungan, dilihat dari bagaimana status pengelolaannya saat ini,

penanganan isu-isu lingkungan dalam bisnis perhotelan, dan juga definisi konsep

kualitas lingkungan, menggunakan teori Total Quality Management Lingkungan

(TQM), Environmental Management Systems (EMS) seperti ISO 14001 dan

European Union’s Environmental Management and Audit Scheme (EMAS) dan

skema eco-label yang bersertifikat (the Nordic eco-label Swan), serta parameter

fisiknya adalah data energi, air, limbah dan konsumsi bahan kimia di hotel. Hasil

analisis menunjukkan bahwa Hotel K5 Levi sebenarnya hotel yang cukup ramah

terhadap lingkungan dilihat dari tingkat konsumsi energi dan air. Namun, untuk

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

8

analisis dampak lingkungan pengelolaan limbah dan penggunaan bahan kimia

beberapa sistem pengukuran tetap harus dikembangkan, serta perlu ada bimbingan

untuk mengembangkan pengelolaan lingkungan pada tingkat strategis di hotel.

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa tidak ada kualitas lingkungan dan

manajemen bersadarkan teori yang dianalisis yang menawarkan solusi siap untuk

sebuah hotel untuk mulai mengelola kualitas lingkungan. Skema The Nordic eco-

label Swan tampaknya paling komprehensif diantara yang lain namun tidak

mempertimbangkan biaya lingkungan.

Hasil yang sama juga dinyatakan oleh Priego et al. (2011:361) yang

menganalisis proses pengambilan keputusan oleh manajemen terhadap lingkungan

dari sudut motivasi dan proses pengambilan keputusan, untuk memahami alasan-

alasan perilaku pro-lingkungan oleh manajemen pada hotel-hotel yang

bersertifikat EMAS di Spanyol. Metode Mixed methods untuk mempelajari

persepsi manajemen pada hotel-hotel yang bersertifikat EMAS dan alasan untuk

menjadi bersertifikat, dengan triangulasi, wawancara ahli dan bukti dokumenter.

Empat kelompok hotel dibedakan: Hotel Strategis (22%) (dengan tingkat

pengelolaan lingkungan terpadu), Pengikut (48%), Greenwashers (11%), dan

Laggers (19%) (dengan rendahnya tingkat pengelolaan lingkungan terpadu).

Sebagian besar hotel ditemukan memiliki dorongan internal dalam tujuan mereka

dan diatur pada pengambilan keputusan mereka, walaupun dengan pemahaman

yang terbatas tentang manfaat dari dorongan eksternal dan motivasi untuk sistem

manajemen yang lebih sistematis. Pertanyaan ini adalah keberhasilan EMAS baik

sebagai manajemen yang terus-menerus diperbaiki dan sebagai pasar yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

9

berbasis alat regulasi untuk hotel. Pada beberapa hotel, harus memiliki standar

lingkungan yang tinggi secara keseluruhan untuk memperoleh keuntungan pasar,

dan menghindari tantangan hukum.

2.1.2.2. Penelitian Proses Pengelolaan Lingkungan pada Perhotelan

Kepedulian pada proses pengelolaan lingkungan pada perhotelan selain

berkaitan dengan keuntungan ekonomi juga berkaitan dengan kinerja

lingkungannya yang lebih tinggi. Moreno et al. (2004) menganalisis strategi

lingkungan yang diterapkan dalam industri jasa dan dampaknya terhadap kinerja

perusahaan dari 268 hotel di Spanyol (yang dikategorikan ke dalam empat

kelompok), strategi lingkungan yang diterapkan didasarkan pada kegiatan

perlindungan lingkungan, dan menggunakannya untuk kompetisi. Hasilnya

menunjukkan adanya perbedaan antara masing-masing strategi lingkungan pada

empat kelompok dalam hal variabel kontekstual dan kinerja. Temuan ini

menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di kelompok dengan strategi

lingkungan yang lebih maju merasakan tingkat yang lebih tinggi dari kinerja

lingkungannya tetapi hal ini tidak selalu searah dengan kinerja ekonomi. Lebih

lanjut Tierney (2007:24) menjelaskan bahwa trifecta keberlanjutan yang

mangatakan bahwa good for the planet, good for people, good for profits adalah

konsep yang efektif untuk menjelaskan mengapa hotel butik harus going green,

ini adalah salah satu inisiatif maju dari para meneger hotel dalam kegiatan

operasional hotel. Meneger hotel tipe ini akan memilih bahan terbarukan dan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

10

perlengkapan yang ramah lingkungan, teknologi hemat energi dan praktek

pengelolaan operasional hotel yang dampak lingkungan minimal.

Penentuan jumlah sumber daya dan emisi yang terjadi pada fasilitas wisata,

melalui analisis siklus hidup, membuka pintu untuk membangun perbaikan

struktural dan operasional serta pelaksanaan energi terbarukan. Rosselló et al.

(2007:1) menyatakan Spanyol saat ini menerima lebih dari 80 juta pengunjung,

dimana lebih dari 50% terkonsentrasi di musim panas. Peningkatan populasi, yang

terletak terutama di akomodasi wisata, menyebabkan perubahan yang mengubah

penggunaan normal infrastruktur: transportasi, energi, air dan pengelolaan limbah.

Di tempat seperti Kepulauan Balearic, dengan lebih dari 10 juta pengunjung setiap

tahunnya, terjadi peningkatan 31% dari konsumsi listrik, 60% dari konsumsi akhir

dan 30% dari produksi sampah.

Peluang untuk memotong biaya operasional dapat dilakukan dalam empat

bidang, seperti pengelolaan air limbah, pengelolaan energi, pengurangan limbah

padat dan pengelolaan dan pembelian produk-produk dengan label green (IHEI,

1993; IHA, IHEI & UNEP, 1995). Sweeting dan Sweeting, (2003) memberikan

contoh seperti Sandal Negril Beach Resort & Spa di Jamaika selama tiga tahun

mulai dari tahun 1998 sampai tahun 2000, mampu mengurangi konsumsi air

total per malam sebesar 28,6%. Menurut Dodds dan ITP (2005), untuk kegiatan

operasional hotel, biaya untuk airnya saja mencapai 15% dari tagihan

total utilitas di sebagian besar hotel dan hampir 95% dari air tawar dilepaskan

sebagai limbah tanpa adanya treatment atau perawatan yang tepat. Oleh karena

itu, pengelolaan air menjadi semakin penting bagi para pelaku bisnis perhotelan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

11

karena hal ini dapat mengurangi tidak hanya biaya total konsumsi air yang

sebenarnya, tetapi juga biaya pengolahan limbah cair.

Beberapa studi telah mengidentifikasikan bahwa penghematan energi pada

hotel juga sama dengan penghematan biaya. Penghematan biaya ini terjadi dengan

melakukan penghematan energi dan praktek mengurangi konsumsi energi. Pada

banyak hotel proyek energi ini meliputi pengaturan pencahayaan, pemanasan

ruang dan sistem pendingin mencapai nilai 20% atau lebih (ORHMA, 2008).

Hilton Hotel Corporation mampu menghemat hampir US $ 2,5 juta dalam biaya

energi. Hal ini dicapai dengan menghemat hampir 43 juta kwh listrik atau setara

dengan 65 juta pon emisi CO2 di tahun 2000.

Studi yang dilakukan oleh El Dief dan Font (2010), menguraikan berbagai

praktek pengelolaan lingkungan pada hotel-hotel di Laut Merah khususnya

kegiatan operasional dan cara mengorganisasikannya. Penelitian ini menggunakan

test model konseptual, sehingga dapat menjelaskan kenapa beberapa hotel lebih

proaktif dibandingkan dengan hotel lainnya. Hasilnya ditemukan bahwa sejak

awal 1990an praktek pengelolaan lingkungan ini telah dilakukan, hanya saja

belum ada kajian akademik mengapa hanya beberapa hotel yang melakukannya

sementara yang lain tidak. Studi ini menyarankan tiga teori untuk menjelaskan

prilaku perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan, dimana pemotongan

biaya operasi dan meminimalkan konsumsi sumber daya adalah strategi yang

paling meyakinkan untuk dilakukan pengelolaan hotel.

Upaya pengelola bisnis perhotelan untuk meningkatkan kelestarian

lingkungan dalam kegiatan operasionalnya, dipromosikan dengan dimilikinya alat

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

12

ukur industri yang konsisten untuk melakukan benchmarking kegiatan operasional

saat ini dan melacak efek dari inisiatif-inisiatif keberlanjutan lingkungan. Jenis

ukuran ini juga dapat membantu para pemangku kepentingan eksternal, seperti

tamu hotel dan pemerintah, untuk mengukur upaya–upaya keberlanjutan

lingkungan hotel dilakukan oleh Zhang, Jie J et al. (2010:5). Menggunakan studi

factor eksploratory dengan menggunakan catatan analisis biaya konsumsi sumber

daya (listrik, air dan saluran pembuangan, biaya pemeliharaan lainnya, dan

laundry, linen, dan perlengkapan untuk kamar dan layanan makanan dan

minuman), dan faktor perilaku, yang sebagian besar didorong oleh laundry, linen,

dan perlengkapan kamar dan layanan makanan dan minuman. Ditemukan bahwa

secara umum, biaya dalam faktor operasi berada di bawah kontrol manajemen,

tetapi biaya dalam faktor perilaku dipengaruhi oleh kegiatan para tamu.

Susskind dan Verma (2011), menganalisis bagaimana manipulasi proses

hemat energi pada hotel kamar, dengan melihat bagaimana para tamu akan

bereaksi terhadap perubahan yang dilakukan untuk menghemat energi atau apakah

upaya konservasi ini tidak akan mengganggu tamu. Disain penelitian ini adalah

penelitian eksperimental dengan mengurangi tingkat daya televisi dan perubahan

pencahayaan di kamar mandi, dan di kamar tamu pada hotel Statler, yang

merupakan hotel berbintang empat berlian dengan 150 kamar dan dioperasikan

oleh Cornell School of Hotel Administration untuk hotel komersial dan sebagai

laboratorium pembelajaran. Penelitian ini menguji empat tingkat daya televisi

liquid crystal display (LCD) untuk ruang tamu, dan juga membandingkan reaksi

para tamu terhadap lampu compact fluorescent lamp (CFL) di kamar mandi dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

13

penggantian lampu CFL dengan lampu light emitting diodes (LED) di beberapa

kamar, kemudian para tamu diminta untuk memberikan penilaian mereka.

Hasilnya tamu tidak melihat ada perbedaan tingkat daya pada televisi dan juga

pada penggantian lampu CFL ke lampu LED. Hal ini mengindikasikan

kemungkinan bagi pengelola perhotelan untuk mengganti set televisi yang sudah

tua dengan televisi LCD, dan minimal mengganti lampu pijar dengan CFL untuk

penghematan yang cukup besar, atau mengambil langkah dengan menggunakan

lampu LED untuk lebih melestarikan energi. Penelitian ini menunjukkan bahwa

tamu tidak terlihat mendukung langkah-langkah konservasi energi tersebut. Salah

satu temuan juga menyatakan bahwa banyak responden akan bersedia membayar

lebih untuk mendukung inisiatif keberlanjutan sebuah hotel.

Studi yang dilakukan Dalem (2012), menunjukan bahwa sistem pengelolaan

lingkungan sangat penting perannya dalam mewujudkan pembangunan yang

berkelanjutan, tetapi berbagai praktek pengelolaan lingkungan yang terjadi, sistem

pengelolaan lingkungan belum dilakukan dengan baik pada industri perhotelan di

Bali.

Peiró-Signes et al. (2014:40) menganalisis dampak dari sistem sertifikasi

lingkungan ISO 14001 dari perspektif pelanggan pada hotel. Berdasarkan pada

perbandingan dari peringkat pelanggan 6.850 hotel di Spanyol dengan dan tanpa

sertifikasi ISO 14001, keseluruhan tamu menilai hotel dengan sertifikasi ISO

14001 mendapat appresiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hotel yang

tanpa sertifikasi. Hasil ini kuat untuk kenyamanan hotel dan pelayanan hotel

dibandingkan dengan atribut hotel lainnya. Selain itu, perbedaan yang paling

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

14

signifikan ditemukan pada hotel berbintang empat ke atas. Sementara pada hotel

berbintang tinggi seperti pada hotel berbintang lima berlian tidak didapatkan

diferensiasi khusus antara memiliki sertifikasi ISO 14001 atau tidak, sedangkan

untuk hotel bintang tiga, sensitivitas harga mengesampingkan masalah lingkungan

dalam pertimbangan tamu. Pada hotel berbintang empat, hotel tampaknya bisa

mendapatkan keuntungan pasar yang berbeda dari sertifikasi lingkungan, dan

untuk semua hotel, disiplin manajemen yang disediakan oleh ISO 14001 dapat

memberikan keunggulan kompetitif.

2.1.3. Keterkaitan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana industri perhotelan selama

ini dikenal sebagai salah satu industri yang paling pesat perkembangannya

merespon proses pengelolaan lingkungan berdasarkan isu yang ada di masyarakat

dan pemangku kepentingan, dan menurut Lorente et al. (2003), peran pemangku

kepentingan sangat penting pengaruhnya dalam proses pengelolaan lingkungan,

karena proses pengelolaan lingkungan pada hotel merupakan respon hotel sebagai

sebuah organisasi terhadap tuntutan lingkungan dari pemangku kepentingan, dan

hal ini menunjukkan kekuatan dari para pemangku kepentingan terhadap

kepentingan menyelesaikan isu-isu lingkungan, untuk melindungi lingkungan,

dan dirasakan adanya keuntungan ekonomi dari kegiatan pengelolaan lingkungan.

Penelitian ini juga berkaitan erat dengan pengelolaan jumlah sumber daya

dan emisi yang terjadi pada fasilitas wisata (Rosselló et al. 2007:1) dimana hotel

termasuk sarana akomodasi yang menjadi penyebab terjadinya peningkatan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

15

populasi khususnya terkait dengan penggunaan energi, air dan pengelolaan

limbah. Seperti pada hotel-hotel di kepulauan Balearic, dimana terjadi terjadi

peningkatan 31% dari konsumsi listrik, 60% dari konsumsi akhir dan 30% dari

produksi sampah.

Dilihat dari sisi proses, sebenarnya ada peluang untuk pemotongan biaya

operasional dari proses pengelolaan lingkungan pada hotel, hal ini dapat

dilakukan pada pengelolaan air limbah, pengelolaan energi, pengurangan limbah

padat dan pengelolaan pembelian produk-produk dengan label green (IHEI, 1993;

IHA, IHEI & UNEP, 1995). Sweeting dan Sweeting, (2003) memberikan contoh

seperti Sandal Negril Beach Resort & Spa di Jamaika, selama tiga tahun mampu

mengurangi konsumsi air total per malam sebesar 28,6%. Menurut catatan Dodds

dan ITP (2005), untuk kegiatan operasional hotel, biaya untuk air mencapai 15%

dari tagihan total utilitas di sebagian besar hotel dan hampir 95% dari air

tawar dilepaskan sebagai limbah tanpa adanya treatment atau perawatan yang

tepat.

Beberapa studi telah mengidentifikasikan bahwa penghematan energi pada

hotel juga sama dengan penghematan biaya. Penghematan biaya ini terjadi dengan

melakukan penghematan energi dan praktek mengurangi konsumsi energi. Pada

banyak hotel proyek energi ini meliputi pengaturan pencahayaan, pemanasan

ruang, sistem pendinginan ruang yang mencapai nilai 20% bahkan lebih

(ORHMA, 2008). Hilton Hotel Corporation mampu menghemat hampir US $

2,5 juta dalam biaya energi. Hal ini dicapai dengan menghemat hampir 43

juta kwh listrik atau setara dengan 65 juta pon emisi CO2 di tahun 2000. Studi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

16

yang dilakukan oleh El Dief dan Font (2010), menyarankan tiga teori untuk

menjelaskan prilaku perusahaan dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan,

dimana adanya pemotongan biaya operasioal dan meminimalkan konsumsi

sumber daya adalah strategi yang paling meyakinkan untuk dilakukan dalam

pengelolaan lingkungan pada hotel.

Penelitian ini juga mencoba mengkonfirmasi apakah kegiatan pengelolaan

lingkungan pada perhotelan dapat membantu para pemangku kepentingan

eksternal, seperti tamu hotel dan pemerintah, untuk mengukur upaya–upaya

keberlanjutan lingkungan pada hotel. Zhang, Jie J et al. (2010:5), sudah

melakukan studi menggunakan alat faktor eksploratori dengan menggunakan

catatan analisis biaya konsumsi sumber daya (listrik, air dan saluran pembuangan,

biaya pemeliharaan lainnya, dan laundry, linen, dan perlengkapan untuk kamar

dan layanan makanan dan minuman), dan faktor perilaku, yang sebagian besar

didorong oleh laundry, linen, dan perlengkapan kamar dan layanan makanan dan

minuman, dimana ditemukan bahwa biaya dalam kegiatan operasional berada di

bawah kontrol manajemen, tetapi biaya dalam faktor perilaku dipengaruhi oleh

kegiatan para tamu. Sementara Susskind dan Verma (2011) melanjutkannya

dengan manipulasi proses hemat energi pada hotel kamar, dengan melihat

bagaimana para tamu akan bereaksi terhadap perubahan yang dilakukan untuk

menghemat energi atau apakah upaya konservasi ini tidak akan mengganggu

tamu. Penelitian ini menunjukkan bahwa tamu tidak terlihat mendukung langkah-

langkah konservasi energi tersebut, tetapi anehnya salah satu temuan juga

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

17

menyatakan bahwa banyak responden akan bersedia membayar lebih untuk

mendukung inisiatif keberlanjutan sebuah hotel.

Studi yang dilakukan Dalem (2012), menunjukan bahwa sistem pengelolaan

lingkungan sangat penting perannya dalam mewujudkan pembangunan yang

berkelanjutan, tetapi berbagai praktek pengelolaan lingkungan belum dilakukan

dengan baik pada perhotelan di Bali.

2.2. Pengelolaan Lingkungan pada Hotel

Studi tentang pengelolaan lingkungan mencakup studi tentang semua

kegiatan teknis dan organisasi yang bertujuan untuk mengurangi dampak

lingkungan yang disebabkan oleh operasional perusahaan (Cramer, 1998).

Definisi ini pada hotel adalah adanya misi pengurangan dampak lingkungan, yang

penekanannya mengarah pada beberapa keputusan pengelola hotel yang secara

sengaja dapat mengurangi dampak lingkungan pada hotel.

Pengelolaan lingkungan melibatkan berbagai inisiatif lingkungan yang

mungkin berbeda dalam implementasinya, tergantung pada jenis industri,

karakteristik organisasi dan dampaknya terhadap lingkungan. Inisiatif-inisiatif

pengelolaan lingkungan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang

berbeda seperti kategori pencegahan teknis dan organisasional, atau kategori

polusi dan pengendalian polusi (Russo dan Fouts 1997; Cramer, 1998).

Dilihat dari strategi bisnis, industri perhotelan termasuk industri baru yang

muncul dan menarik banyak minat dari praktisi industri serta pendidik, khususnya

dari sisi manajemen lingkungan. Industri perhotelan secara tradisional dianggap

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

18

sebagai salah satu industri yang tidak memiliki dampak besar pada lingkungan

alam dibandingkan dengan industri lainnya seperti gas dan minyak, dan industri

manufaktur produk konsumen lainnya. Namun hotel adalah salah satu sektor

bisnis utama di industri perhotelan, menyebabkan lebih banyak dampak negatif

terhadap lingkungan daripada yang disangkakan oleh masyarakat, mengkonsumsi

sejumlah besar barang tidak tahan lama baik itu barang lokal dan impor, energi

dan air, serta juga menghasilkan sejumlah besar karbon dioksida (Kirk, 1998;

Bohdanowicz, 2006).

Upaya untuk mengidentifikasi motivasi dan insentif utama untuk

menerapkan praktek-praktek ramah lingkungan di hotel telah dilakukan untuk

meningkatkan pemahaman pengelola hotel dalam pengambilan keputusan dan

arah pengelolaan lingkungan di industri perhotelan. Banyak penelitian

sebelumnya telah mengidentifikasi kekuatan utama yang menentukan pengelolaan

menuju hotel yang hijau ini, dan tampaknya pada industri perhotelan hal ini telah

mencapai konsensus. Hanya saja luasnya area pengelolaan lingkungan ini dihotel

menyebabkan pengelola hotel harus secara signifikan juga memahami adanya

perbedaan dalam implimentasi proses pengelolaan lingkungan di hotel akibat dari

adanya konteks situasional yang berbeda seperti peraturan pemerintah daerah,

keseluruhan hal kepedulian sosial tentang isu-isu lingkungan, dan karakteristik

hotel.

Kirk (1998) meneliti tentang manfaat yang dirasakan oleh pengelola hotel

dari pengelolaan lingkungan. Hal-hal yang digunakan untuk mengukur manfaat

yang dirasakan pengelola dari pengelolaan lingkungan adalah: meningkatkan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

19

profitabilitas, meningkatkan pelanggan dan kepuasan karyawan, meningkatkan

hubungan dengan masyarakat setempat, membantu hubungan masyarakat, dan

keuntungan pemasaran atas pesaing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengelola hotel di Inggris menunjukkan tingkat moderat dalam kesepakatan

tentang manfaat keseluruhan pengelolaan lingkungan. Manfaat yang paling

signifikan adalah potensi peningkatan hubungan masyarakat dan hubungan yang

lebih baik dengan masyarakat setempat.

Bohdanowicz (2005) melakukan penelitian dalam skala besar untuk menilai

pengelolaan lingkungan di lebih dari 600 hotel di Eropa, dan menemukan bahwa

mengurangi biaya operasi adalah hal yang paling signifikan untuk hotel dari

menerapkan pengelolaan lingkungan, diikuti oleh permintaan dari pelanggan, dan

meningkatkan citra Hotel. Mensah (2006) menyelidiki tentang praktek-praktek

pengelolaan operasional hotel yang ramah lingkungan dan menilai apa yang

dirasakan pelaku bisnis perhotelan di Ghana. Hasilnya menunjukkan bahwa

menyediakan lingkungan yang aman dan sehat, kualitas pelayanan lingkungan

yang bersih, dan mengurangi biaya dari bahaya lingkungan adalah beberapa

tujuan utama dari pengelolaan lingkungan.

Tzschentke et al (2008) menemukan bahwa pada hotel-hotel di Eropa, untuk

penginapan kecil yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, ternyata didapatkan

bahwa praktek-praktek pengelolaan operasional hotel menuju industri ramah

lingkungan ini utamanya didorong oleh etika dan adanya pertimbangan ekonomi.

Manfaat ekonomi telah dianggap sebagai salah satu keuntungan yang paling

terlihat dalam dari pengelolaan lingkungan. Sejumlah besar literatur industri telah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

20

menyoroti manfaat ekonomi dari praktek ramah lingkungan sebagai salah satu

penggerak utama menuju industri hijau, dan organisasi-organisasi lingkungan

terkait telah membuktikan secara kuantitatif tentang penghematan biaya ini.

Marriott International, misalnya, saat ini memiliki 211 hotel yang

tersertifikat Energy-Star dalan sistemnya. Hotel-hotel ini memiliki penggunaan

energi 35 persen lebih sedikit dari rata-rata (Marriott International, 2007).

InterContinental Hotel Chicago O'Hare juga memanfaatkan 100 persen energi

terbarukan dari angin pada atap hijau (green roof) yang membantu mengurangi

biaya pendinginan, dan menghemat 40 persen biaya energi melalui penggunaan

lampu LED (Esposito, 2008). Penelitian akademik Banyak juga menemukan

manfaat ekonomi melalui efisiensi sumber daya yang lebih besar sebagai salah

satu pendorong yang signifikan untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan

(Iwanowski & Rushmore, 1994; Bohdanowicz, 2005; Kirk, 1995, 1998; Mensah,

2006).

Keuntungan finansial atas pesaing melalui pengelolaan pengelolaan menuju

industri ramah lingkungan agak dipertanyakan. Sebagai bukti dari keunggulan

kompetitif melalui pengelolaan lingkungan, maka data kinerja keuangan Tujuan

dikumpulkan, dan hubungan antara kinerja ekonomi dan tingkat komitmen

pengelolaan lingkungan dianalisis dalam konteks hotel-hotel di Spanyol (Cortes,

Azorin, Moliner, & Gamero, 2007), ditemukan tidak ada dampak yang signifikan

dari komitmen lingkungan terhadap kinerja keuangan yang diamati. Namun

peneliti menunjukkan bahwa penerapan proses pengelolaan lingkungan adalah hal

yang baru yang dilakukan pada destinasi yang dianalisis, dan sebaiknya perlu

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

21

dilakukan penelitian longitudinal untuk mendapatkan hasil yang lebih dapat

diandalkan.

Banyak penelitian di industri umum menekankan hubungan

Stakeholdersebagai salah satu kekuatan eksternal yang paling signifikan yang

mendorong pengelolaan lingkungan pada perusahaan (Banerjee, 2001; Lee &

Rhee, 2006). Beberapa penelitian di industri hotel juga menunjukkan bukti

empiris bahwa pengelolaan lingkungan didorong oleh pengaruh stake holder,

seperti pemerintah, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Persepsi

pemangku kepentingan mengenai isu-isu lingkungan bervariasi sesuai dengan

negara-negara di mana penelitian dilakukan. Kasim (2007) mengidentifikasi

pendorong utama dan hambatan untuk pengelolaan lingkungan di hotel Malaysia.

Sebagai variabel eksogen, peraturan pemerintah dianggap salah satu faktor

penentu untuk hotel-hotel di Malaysia untuk mengadopsi pengelolaan lingkungan.

Organisasi pemerintah daerah, misalnya, menyediakan pedoman pengelolaan

lingkungan bagi hotel dan berusaha untuk memasukkan pengelolaan lingkungan

ke dalam sistem rating. Mewajibkan peraturan lingkungan yang dikombinasikan

dengan pemantauan dan sanksi yang jelas untuk ketidakpatuhan telah terbukti

menjadi mekanisme yang efektif untuk memotivasi hotel untuk meningkatkan

praktik proses pengelolaan lingkungannya (Winter and May 2001; Meegeren,

2001; Cashore dan Vertinisky, 2000; Henriques dan Sadorsky, 1996). Selain itu,

kemampuan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku hotel sebagai sebuah

perusahaan ditemukan signifikan, bahkan ketika peraturan belum disahkan dan

tidak ada hukuman khusus yang dikenakan (Raedeke, et al, 2001; Cashore dan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

22

Vertinisky, 2000; Khana dan Damon 1999 ). Ancaman dari adanya peraturan

lingkungan yang baru atau dukungan pemerintah yang jelas terhadap praktik

lingkungan yang melebihi-kepatuhan diketahui sebagai insentif yang signifikan

bagi perusahaan-perusahaan untuk berpartisipasi dalam inisiatif pengelolaan

lingkungan sukarela (Winter and May 2001; Cashore dan Vertinisky, 2000;

Khanna, Quimio, dan Bojilova, 1998). Tekanan pemerintah ini memiliki dampak

yang lebih tinggi pada hotel, khususnya pada hotel menghadapi monitoring yang

lebih besar, karena hotel jenis ini lebih mungkin akan terpengaruh oleh keputusan

pemerintah (Cashore dan Vertinisky, 2000; Henriques dan Sadorsky, 1996;

Raedeke, et al, 2001). Perusahaan menghadapi pengawasan pemerintah yang lebih

tinggi juga cenderung memiliki informasi lebih lanjut tentang tren peraturan dan

penegakan hukum.

Di sisi lain, Bohdanowicz (2005) mengidentifikasi permintaan dari

pelanggan sebagai inisiatif yang paling berpengaruh bagi pengelola hotel untuk

mengadopsi praktek-praktek ramah lingkungan di industri perhotelan di Eropa.

Manaktola dan Jauhari (2007) meneliti sikap konsumen terhadap praktek industri

ramah lingkungan dan niat perilaku di hotel India. Mereka menemukan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara sikap pelanggan dan niat perilaku terhadap

praktik industri ramah lingkungan. Sikap-sikap yang menguntungkan dan niat

terhadap pengelolaan lingkungan pada hotel, namun tidak menunjukan adanya

kesediaan pelanggan untuk membayar lebih untuk pengelolaan industri yang

ramah lingkungan. Dalam nada yang sama, Gustin dan Weaver (1996) juga

mengembangkan dan menguji versi perilaku lingkungan. Hasil penelitian

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

23

menunjukkan bahwa sikap pelanggan hotel, pengetahuan, dan self-efficacy yang

dirasakan berpengaruh positif terhadap niat perilaku pelanggan untuk tinggal di

hotel yang ramah lingkungan. Dengan demikian terbukti bahwa strategi

lingkungan hotel dapat berperan dalam menarik pelanggan yang semakin

meningkat kesadarannya akan lingkungan.

Meskipun hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan di lokasi dan geo-

politik yang terbatas atau dengan ukuran sampel yang relatif kecil, dan karena itu

memiliki keterbatasan dalam generalisasi temuan, namun hal ini menunjukkan

adanya peningkatan kekhawatiran pelanggan tentang lingkungan, dan hal ini telah

terbukti menjadi salah satu penggerak utama yang menentukan pengelolaan

lingkungan di hotel. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa pelaku bisnis perhotelan

semakin sadar terjadinya peningkatkan kekhawatiran pelanggan tentang

lingkungan alam dan tanggung jawab sosial hotel sebagai sebuah perusahaan, dan

tren pembelian lingkungan mereka.

Selanjutnya, Nuh, Robert, dan Vladas (2008) melakukan studi

eksperimental untuk meneliti partisipasi pelanggan hotel dalam program

lingkungan tertentu. Penelitian ini menggunakan konsep norma deskriptif untuk

mengetahui efektivitas tanda-tanda yang ditempatkan di kamar pelanggan untuk

meminta partisipasi pelanggan hotel dalam program penggunaan kembali handuk.

Tanda-tanda pesan yang digunakan dideskriptifkan secara eksplisit, dimana isinya

menginformasikan kepada para pelanggan hotel tentang program re-used handuk.

Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan mau berpartisipasi dalam

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

24

program penggunaan handuk kembali, dan lebih mungkin untuk mendorong

partisipasi para pelanggan dalam program ini.

Di antara beberapa literatur banyak menunjukkan komitmen manajemen

puncak untuk pengelolaan lingkungan merupakan salah satu prasyarat yang paling

penting bagi strategi lingkungan yang sukses (Barnerjee, 2001; Bansal & Roth,

2000; Kasim, 2007; Andersson & Bateman, 2000). Bagi para pengelola hotel

dikaitkan dengan manajemen lingkungan, maka kesadaran akan masalah

lingkungan dan tingkat kekhawatiran tentang lingkungan terbukti menjadi faktor

penentu yang menentukan bagi hotel sebagai sebuah perusahaan' (Enz & Siguaw,

1999; Tzschentke et al, 2008.).

Tzschentke (2008) melalui pendekatan kualitatif meneliti tentang sikap

lingkungan hotel-hotel kecil di Eropa menemukan bahwa banyak pengelola hotel

jenis ini mulai pengelolaan lingkungan pada hotelnya disesuai dengan etika

pribadi lingkungan mereka sebagai sikap lingkungan yang mempengaruhi mereka

untuk bertindak dengan cara yang ramah lingkungan (Hines, Hungerford, dan

Tomera, 1986). Selanjutnya, pengelola dengan masalah lingkungan yang lebih

besar menunjukkan motivasi etika yang lebih tinggi untuk pengelolaan

lingkungan, sementara pengelola dengan tingkat yang lebih rendah dari masalah

lingkungan mengungkapkan motivasi yang lebih berorientasi finansial untuk

menjadi lebih hijau.

Pada tahun 1995 International Hotel and Restaurant Association

mempublikasikan checklist lingkungan yang komprehensif dan action

development guide untuk hotel kecil dan menengah. Publikasi ini membantu hotel

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

25

dengan informasi yang lebih rinci untuk sistem pengelolaan lingkungan. Hampir

semua hotel telah mengimplementasikan program ini dengan berbagai tingkat

intensitas. Survei yang dilakukan tentang implementasi program ini menunjukkan

bahwa manfaat paling signifikan dari pengelolaan lingkungan bagi hotel adalah

perbaikan citra publik dan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat setempat

(Kirk, 1995). Namun, bagi para pekerja hotel kebijakan lingkungan ini lebih

bermanfaat pada kinerja pengelolaan keuangannya.

Pengelolaan lingkungan di hotel harus mencakup semua aktivitas hotel

yang berdampak pada lingkungan dan mengembangkan praktek-praktek yang

lebih luas untuk menguranginya. Contohnya, dalam mengurangi penggunaan

energi, pengelola hotel harus mengontrol dan memperbaiki ventilasi dan alat

pendingin, pencahayaan, dan fasilitas lain yang membutuhkan energi yang

digunakan dalam areal yang berbeda. Sama halnya, untuk mengurangi sampah

hotel berupaya secara simultan meminimalkan konsumsi pelanggan dan

pembungkusan yang menggunakan plastik, pengunaan container yang dapat

diurai kembali, material yang dapat dipakai kembali, seperti gelas, kertas dan

pengumpulan sampah yang diseleksi. Akan tetapi, seperti catatan Brown (1994),

meskipun dalam beberapa praktek pada industri perhotelan memiliki label

lingkungan, alasan utamanya hotel mau terlibat dalam pengelolaan lingkungan

adalah karena adanya kepentingan regulasi, penghematan sumberdaya dan

tekanan dari Biro Perjalanan Wisata, dan pelanggan/wisatawan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

26

2.2.1. Program Sertifikasi PROPER

Untuk Indosenia, pemerintah telah menyiapkan Program Penilaian

Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sering

disebut dengan PROPER merupakan salah satu instrumen kebijakan yang

dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mendorong

penaatan dan kepedulian perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Program PROPER ini telah dilaksanakan sejak Tahun 2002. Kementerian

Lingkungan Hidup membuat tujuh karegori kinerja perusahan untuk menilai

keberhasilan perusahaan dalam program PROPER. Tujuan Kategorisasi ini

adalah untuk memudahkan masyarakat dan para stakeholder memahami tingkat

kinerja penaatan masing-masing perusahaan dan guna membuka lebih besar lagi

ruang apresiasi bagi perusahaan yang telah meningkatkan kinerja penaatannya.

Kelima peringkat warna dengan tujuh kategori tersebut sesuai dengan

Program Proper. Kementrian Lingkungan Hidup RI. Tahun 2010 adalah sebagai

berikut. Peringkat Emas, dimana hotel telah melakukan pengelolaan lingkungan

lebih dari yang dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3R (Reuse, Recycle dan

Recovery), menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan,

serta melakukan upaya-upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat pada

jangka panjang; Peringkat Hijau dimana hotel telah melakukan pengelolaan

lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan, telah mempunyai sistem pengelolaan

lingkungan, mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat, termasuk

melakukan upaya 3R (Reuse, Recycle dan Recovery); Peringkat Biru dimana hotel

telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

27

dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku; Peringkat Biru Minus dimana hotel

telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi beberapa upaya

belum mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan; Peringkat Merah dimana hotel telah melakukan

upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian mencapai hasil yang

sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-

undangan; Peringkat Merah Minus dimana hotel telah melakukan upaya

pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian kecil mencapai hasil yang

sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan; Peringkat Hitam dimana hotel belum melakukan upaya lingkungan

berarti, secara sengaja tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan

sebagaimana yang dipersyaratkan, serta berpotensi mencemari lingkungan.

Perusahaan-perusahaan yang melaksanakan program PROPER akan

mendapat penghargaan PROPER, karena dianggap bahwa perusahaan tersebut

telah melakukan kinerja pengelolaan lingkungan yang baik.

2.2.2. Program Sertifikasi Tri Hita Karana Award

Tri Hita Karana (THK) adalah philosofi yang menjadi dasar bagi

masyarakat bali dalam beraktivitas sehari-hari. Menurut Dharma Putra (2009)

Mekanisme Penyelenggaraan dan Penilaian THK Award &Accreditation Secara

garis besar acuan penilaian dibagi atas 2 (dua) parameter, yaitu objektif dan

subjektif. Sudut pandang objektif dipergunakan karena berhadapan dengan fakta

yang tak bisa dihindari. Sebaliknya sudut pandang subjektif dipakai karena sesuai

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

28

dengan nilai–nilai etika yang ada. Pihak penyelenggara mempergunakan Buku Tri

Hita Karana Tourism Awards and Accreditations (THK Awards) sebagai acuan

bagi tim penilai dan sasaran program (objek ternilai).

Terdapat beberapa unsur yang dijadikan penilaian yakni: (1) Parhyangan

(lingkungan spiritual), (2) Pawongan (lingkungan sosial, dan (3) Palemahan

(lingkungan alam). Ke-3 unsur yang merupakan kinerja utama penilaian itu

diidentifikasi lagi ke dalam indikator kinerja utama dan kriteria penilaian dengan

metode sebagai berikut: 1) Kuesioner, dengan menggunakan pilihan tertutup

bervariasi: ya/tidak; 2) Interview dengan menggunakan interview guide; 3)

Observasi, pengamatan visual langsung ke objek-objek fisik dan atau peristiwa-

peristiwa aktual; 4) Dokumen, dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti

dokumenter mengenai objek fisik atau peristiwa masa lalu. Mekanisme penilaian

dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) initial screening(penjaringan awal), (2)

penyebaran kuesioner, (3) site inspection (pemeriksaan ke lapangan).

Pada tahap pertama (initial screening), pihak yang akan dinilai dikirimi

kuesioner singkat untuk keperluan penyaringan awal. Sebelum tahap ini

dijalankan, dilakukan sosialisasi program THK Awards melalui media massa, baik

cetak maupun elektronik. Di samping itu, Tim THK Awards juga aktif menggelar

dengar pendapat (hearing) dengan DPRD propinsi dan kabupaten/kota, di

samping melakukan sosialisasi langsung ke berbagai organisasi kepariwisataan,

ke desa-desa pakraman seputar hotel dan ke forum-forum pengembangan kawasan

wisata strategis.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

29

Penilaian pada tahap pertama ini dilakukan secara professional judgement

(pertimbangan dan keputusan profesional) dengan melibatkan tim ahli dari Bali

Travel News dan Pusat Kajian (PUSAKA) Bali, unsur-unsur dari Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan (Disbud), dan Dinas

Pariwisata Daerah (Diparda) dengan acuan konsep Tri Hita Karana. Pelaksanaan

initial screening dilakukan paling lambat bulan Mei tiap tahun.

Pada tahap kedua (penyebaran kuesioner), pihak yang dinilai yang telah

mengikuti dan lulus initial screening, kembali dikirimi kuesioner. Kuesioner ini

merupakan hasil penjabaran dari kriteria THK Awards yang mencakup tiga bidang

(parhyangan, pawongan, palemahan). Di samping itu, dilengkapi pula dengan

panduan penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 yang telah

disesuaikan dengan sasaran THK Awards. Pada tahap ini selain melibatkan Tim

THK Awards yang meliputi unsur Bali Travel News, PUSAKA Bali, BLH,

Disparda, dan Disbud, juga melibatkan unsur-unsur perguruan tinggi (negeri atau

swasta) dan masyarakat di sekitar hotel atau objek ternilai. Penilaian Tahap (2)

dilaksanakan selambat-lambatnya bulan Juli – Agustus.

Penilaian pada tahap ke-3 (inspeksi lapangan) bersifat mencocokkan

jawaban responden, terutama jawaban pihak manajemen hotel/pihak ternilai

dengan kenyataan di lapangan. Untuk itu, perlu dilakukan inspeksi langsung atau

check reliability (cek kehandalan) oleh dewan juri/Tim THK Awards. Selain ke

pihak manajemen, sasaran inspeksi lapangan ini ditujukan juga ke pihak karyawan

dan wisatawan yang menginap di hotel atau objek ternilai. Bersamaan dengan itu,

dijaring juga pendapat dari komponen pariwisata dan pers. Inspeksi lapangan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

30

dilakukan secara terbuka (dengan memberitahukan kepada pihak hotel/objek

ternilai) dan tertutup (secara diam-diam/silent). Ini dilaksanakan selambat-

lambatnya bulan September.

Penilaian mengggunakan 7 (tujuh) instrumen dengan melibatkan tujuh

komponen. Ke-7 komponen ini pada hakikatnya sekaligus ikut menentukan para

pemenang/pemberian awards. Komponen-komponen itu meliputi: 1) Komponen

manajemen perusahaan selaku responden utama; 2) Masyarakat di sekitar objek

ternilai yang mencakup unsur perangkat desa/kelurahan (kepala desa/lurah,

sekretaris desa/kepala urusan, kepada dusun), tokoh adat, tokoh agama, tokoh

pemuda, yang terwadahi dalam focus group di masing-masing kawasan wisata

strategis; 3) Komponen pariwisata, khususnya pemandu wisata/guide;

4) Komponen pers, khususnya wartawan pariwisata; 5) Wisatawan yang

menikmati layanan usaha; 6) Karyawan dan 7) Tim penilai THK Awards.

Pengumuman bagi pemenang dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap I

(pertama) pengumunan bagi peserta yang bisa masuk nominasi 10 besar untuk

masing-masing kategori. Ini ditentukan oleh jawaban atas: (1) initial screening,

(2) kuesioner manajemen (3) kuesioner masyarakat sekitar dan (4) hasil site

inspection pertama tim THK Awards. Tahap II (kedua) pengumuman bagi peserta

yang berhasil meraih trophy THK Awards. Di samping trophy, pihak

penyelenggara juga memberikan sertifikat akreditasi THK kepada seluruh peserta,

yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) peringkat sebagai berikut: 1) Istimewa

(excellent), sertifikat tertinggi; 2) Sangat baik (very good); 3) Baik (good);

4) Cukup (credit); 5) Afiliasi (affiliation).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

31

2.3. Strategi Pengelolaan Lingkungan pada Hotel

ISO seri 14001 menjelaskan pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Sesuai

ISO seri 14001 hotel harus memiliki kebijakan lingkungan yang jelas, tujuan,

sasaran dan perencanaan yang baik. Untuk lebih meningkatkan efektivitas, para

pengelola hotel harus selalu memonitor dan meninjau sistem yang telah

diimplementasikan. Kendala yang ada selama ini adalah karena keterbatasan

sumber daya, banyak hotel yang menutup sementara upaya pengelolaan

lingkungannya setelah melakukan beberapa inisiatif praktek lingkungan seperti

pengelolaan hemat air, penghematan energi untuk instalasi lampu, penggunaan

kembali limbah kertas dan beberapa inisiatif lainnya. Terakhir ISO seri 14001

memberikan pedoman yang efektif pada sisi audit, evaluasi kinerja lingkungan

dan lainnya, dokumen ISO 14001 memiliki elemen yang sangat penting bagi

pengelolaan lingkunan, karena implementasi pengelolaan lingkungan

membutuhkan banyak sumber daya, termasuk tenaga kerja, biaya dan waktu untuk

perencanaan (Sayre, 1996).

Kirk (1995), melihat adanya hubungan antara karakteristik tertentu dari

industri pariwisata dengan isu-isu lingkungan. Karakteristik tertentu ini bisa

membentuk strategi lingkungan pada hotel. Karakteristik tersebut adalah:

Pertama, operasional hotel terhadap lingkungan menghasilkan buangan sampah

pada areal yang luas, karena operasional hotel terdiri atas sejumlah besar kegiatan

kecil yang dilakukan pada bagian departemen hotel, yang masing-masing

memakai sejumlah kecil energi, air, makanan, kertas dan sumberdaya lain, dan

berkontribusi pada penambahan sejumlah kecil polusi terhadap lingkungan dalam

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

32

bentuk asap, bau, kebisingan dan polutan akibat bahan kimia. Kedua, peraturan

lingkungan dalam industri pariwisata hampir tidak ada, dibandingkan seperti pada

sektor manufaktur. Ketiga, konsumen industri pariwisata adalah wisatawan yang

menjadi tamu hotel yang kehadirannya berpengaruh langsung terhadap kegiatan

pelayanan yang terjadi di hotel. Ketiga aspek ini mengakibatkan adanya tiga

bentuk pengelolaan lingkungan pada hotel, ketiga bentuk tersebut adalah: (1)

aktivitas pengelolaan lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary), (2) aktivitas

pengelolaan lingkungan yang melibatkan tamu sebagai pelanggan dalam

implementasi usaha-usaha pengelolaan lingkungan; dan (3) aktivitas pengelolaan

lingkungan yang fokus pada usaha-usaha prevensi terhadap pulusi dan/atau aspek-

aspek organisasi pengelolaan lingkungan.

Sifat sukarela dalam implementasi praktek-praktek lingkungan pada hotel

terjadi karena kurangnya aspek normatif yang membuatnya wajib, apalagi

keadaan ini diperkuat oleh fakta bahwa dampak lingkungan pada hotel meliputi

area yang luas yang membuat masyarakat umum sulit untuk menerima pendapat

bahwa hotel memiliki peran langsung dalam perusakan lingkungan (Brown, 1994;

Kirk, 1995).

Kebutuhan untuk melibatkan pelanggan atau wisatawan didasarkan atas

peran aktif wisatawan, baik dalam pelayanan yang diharapkan maupun dengan

cara bagaimana wisatawan dapat berkontribusi pada usaha-usaha untuk

meminimalkan dampak negatif yang diakibatkan kegiatannya di hotel. Oleh

karenanya, pada banyak hotel wisatawan atau pelangan dapat berkolaborasi dalam

penghematan konsumsi energi dan air, penggantian handuk, dan lainnya. Melalui

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

33

program ini wisatawan atau pelangan dilibatkan secara langsung dalam

kebanyakan aktivitas yang berusaha untuk meminimalisasi kerusakan

lingkungan. Hal Ini dapat dijelaskan karena dari satu sisi, tidak ada aturan

normatif yang mewajibkan kontrol terhadap polusi lingkungan, sementara di sisi

lainnya, kontrol terhadap polusi akibat operasional hotel bukan pilihan yang

paling tepat ketika banyak sumber-sumber lain yang bersamaan menghasilkan

dampak lingkungan juga (Dobers, 1997).

Pertimbangan di atas mengidentifikasi tiga dimensi strategi lingkungan yang

harus diperhatikan pada hotel, yaitu: Pertama, sejauh mana praktek-praktek

pengelolaan lingkungan yang berbeda diimplementasikan. Kedua, adanya

pengalaman hotel dalam mengaplikasikan usah-usaha tersebut, dan Ketiga, adalah

persepsi pengelola hotel terhadap pengelolaan lingkungan sebagai sebuah

kemampuan strategik.

2.3.1. Isu-Isu Lingkungan sebagai Sumberdaya Strategis bagi Hotel

Strategi lingkungan dapat juga didefisikan menggunakan persepsi bahwa

aktivitas proteksi lingkungan dapat menyediakan manfaat yang kompetitif bagi

hotel. Beberapa penelitian telah mengaplikasikan padangan ini dan mempertegas

bahwa aktivitas pengelolaan lingkungan berpotensi mengembangkan kemampuan

berharga perusahaan, dalam hal integrasi stakeholder, inovasi berkelanjutan atau

proses pembelajaran yang lebih tinggi dan yang berkelanjutan (Russo dan Fouts,

1997; Sharma dan Vredenburg, 1998).

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

34

Akan tetapi, tidak semua perusahaan mampu untuk menerapkan hal yang

dapat menyediakan manfaat competitive yang berkelanjutan ini (Grant,1991).

Amit dan Schoemaker (1993), menjelaskan adanya kesulitan karena perusahaan

beroperasi dalam sebuah lingkungan yang terus berubah dan semakin kompleks,

sehingga praktek pengelolaan lingkungan juga mengalami perubahan, termasuk

cara-cara mengintegrasikannya kedalam organisasi. Sejalan dengan hal ini maka

tidak semua lini depan perusahaan mengapresiasi keberadaan manfaat kompetitif

ini, hanya lini depan perusahaan yang menganggap praktek manejemen

lingkungan mempunyai karakteristik nilai, ambiguitas kausal, kompleksitas sosial

dan “imperfect imitability” yang menganggapnya sebagai sebuah kemampuan

strategis (Grant, 1991; Barney, 1991).

2.3.2. Pengalaman Pengelolaan Lingkungan

Tipologi strategi lingkungan mengisyaratkan bahwa ada satu garis tegas

yang membatasi perusahaan-perusahaan yang tidak berkomitmen terhadap isu-isu

lingkungan dibandingkan dengan pada perusahaan-perusahaan yang sangat peduli

dan menjadi pemimpin dalam pengelolaan lingkungan (Arago´n-Correa,1998).

Kelompok perusahaan yang peduli pada lingkungan dan menjadi

pemimpin dalam pengelolaan lingkungan memiliki lebih banyak pengalaman

dalam hal isu-isu proteksi lingkungan, dan juga memiliki strategi lingkungan yang

lebih proaktif. Kelompok perusahaan ini telah mendapatkan keuntungan-

keuntungan dari proses proteksi lingkungan yang dikelolanya (Nehrt, 1996).

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

35

2.3.3. Faktor Faktor Kinerja Pengelolaan Lingkungan

Strategi lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, dan pada

akhirnya mempengaruhi kinerja (performance). Ada beberapa faktor kontesktual

yang mempengaruhi suatu pengelolaan lingkungan pada hotel. Banyak literatur

dalam strategi lingkungan telah mempelajari peran yang dimainkan oleh tekanan

stakeholder dan ukuran organisasi (Fineman dan Clarke, 1996; Henriques dan

Sadorsky, 1999). Dalam industri pelayanan, dan dalam sektor perhotelan

khususnya, sangat relevan untuk menganalisa pengaruh dari afiliasi jaringan

(chain hotel) terhadap strategi lingkungan yang dimilikinya (IHEI, 1993).

2.3.3.1. Pengaruh Stakeholder

Tekanan sosial dapat membentuk respon asli lingkungan korporasi

(Henriques dan Sadorsky,1999). Pandangan ini berasumsi bahwa setiap organisasi

mengadopsi inisiatif pengelolaan lingkungan karena permintaan atau motivasi

stakeholder tertentu. Menurut teori stakeholder, setiap organisasi melakukan

aktivitasnya perusahaan untuk memuaskan kebutuhan stakeholder utama, karena

dengan cara ini, perusahaan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk

bertahan dalam jangka panjang (Freeman, 1984; Donaldson dan Preston, 1995).

Oleh karena itu, salah suatu cara perusahaan untuk mempelajari tekanan sosial

terhadap proteksi lingkungan adalah dengan menganalisa stakeholder perusahaan

dan, khususnya, permintaan stakeholder yang terkait dengan hal lingkungan

(Cramer, 1998; Henriques dan Sadorsky, 1999).

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

36

Setiap stakeholder mempunyai mekanisme pengaruhnya masing-masing,

yang dapat dipakai secara individual maupun bersama-sama untuk melakukan

perlindungan terhadap lingkungan (Frooman, 1999). Respon hotel tidak hanya

hasil dari claim atau ketertarikan stakeholder individual, tetapi perhatian yang

simultan dari semua stakeholder. Sebagai contoh, tour operator berkomitmen

terhadap keberlanjutan lingkungan dapat mengawasi performance pengelolaan

lingkungan yang dilakukan di hotel. Stakeholder lain, seperti, pemerintah atau

pelanggan tertentu, dapat mendukung hotel dengan suatu insentif, atau bahkan

bekerjasama, dalam upaya memecahkan masalah lingkungan. Hal ini membuat

pengelola hotel lebih menyadari bahwa stakeholder memiliki peran yang tidak

biasa diabaikan untuk mencoba mempengaruhi pengelola hotel untuk lebih peduli

kepada pelestarian lingkungan, dengan demikian pengelola hotel akan semakin

berusaha untuk meresponnya dengan strategi lingkungan yang lebih proaktif.

2.3.3.2. Pengaruh Ukuran Organisasi

Christmann (2000) menerangkan bahwa ada hubungan antara ukuran

organiasai dengan aktivitas pengelolaan lingkungan. Suatu alasan awal yang

menerangkan hubungan ini didasarkan pada fakta bahwa ukuran organisasi

berpengaruh lebih substansial terhadap lingkungan (absolute) dan hal ini muncul

kepermukaan akibat tekanan yang lebih besar karena: (1) dampak lingkungan dari

organisasi dengan ukuran tertentu lebih kelihatan/visibel (Henriques dan

Sadorsky, 1996: 385); (2) lebih mudah untuk mengontrol sumber-sumber polusi

yang disentralisasi dibandingkan dengan yang sumber-sumber polusinya yang

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

37

menyebar (Dobers, 1997: 35); (3) Model dari upaya ini dilihat sebagai model

untuk ditiru (Ghobadian et al. 1999: 14).

Perbandingan lain misalnya, alasan-alasan teoritis yang telah digunakan

untuk menjelaskan mengapa perusahaan besar mengembangkan pengelolaan

lingkungan yang lebih advance mengatakan bahwa: 1) Perusahaan besar ini

mempunyai ketersediaan sumberdaya yang lebih besar untuk diinvestasikan dalam

proses konservasi dan perlindungan terhadap lingkungan (Sharma dan

Vredenburg, 1998), 2) Perusahaan-perusahaan besar mengadopsi suatu bentuk

pengelolaan formal dan ini akan dilanjutkan dengan pengelolaan lingkungan yang

lebih formal (Merritt, 1998); 3) Perusahaan-perusahaan besar ini dipercaya

mempunyai skala kekuatan ekonomi untuk melakukan reuse, recycling atau

mengevaluasi program pengelolaan sampah (Andersen,1997). Untuk semua

alasan ini, dapat diharapkan bahwa hotel besar akan lebih didorong untuk

mengadopsi strategi proaktif lingkungan dibandingkan dengan hotel yang lebih

kecil.

2.3.3.3. Pengaruh Affiliasi Jaringan Hotel (Hotel Chain)

Hotel chain mengimplementasikan serentetan aktivitas yang bertujuan untuk

menyeragamkan pola aspek-aspek tertentu dari suatu pengelolaan hotel yang

dapat dilakukan. Standarisasi pengelolaan hotel mengizinkan “hotel chain” untuk

mempertahankan reputasinya dan mengambil skala manfaat ekonomi, yang

mengarahkan pada suatu peningkatan dalam penggunaan sumberdaya secara

effisien (Brown dan Dew, 1999; Ingram dan Baum, 1997)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

38

2.3.4. Manfaat Ekonomi

Bagian dari motivasi internal perencanaan korporasi dan eksekusi dari

strategi pengelolaan lingkungan yang konsisten pada hotel adalah manfaat

ekonomi. Pengelola hotel sebaiknya menerima dan menghormati beberapa prinsip

aktivitas pengelolaan lingkungan yang terfokus pengkondisian pendekatan

ekonomi yang paling tepat dalam melakukan suatu aktivitas, karena pemenuhan

prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan ini memunculkan

konsekuensi biaya yang secara implisit ditentukan oleh manfaat-manfaat yang

akan diperoleh dari mengikuti proses pengelolaan lingkungan ini. Sesuai

pandangan ini, praktek-praktek pengelolaan lingkungan seharusnya akan

berdampak negatif mempengaruhi perfomance bisnis (Cordeiro dan Sarkis, 1997;

Walley dan Whitehead, 1994).

Aktivitas-aktivitas proses pengelolaan lingkungan juga tidak mewakili

suatu aktivitas yang tersediri, tetapi berhubungan dengan keputusan bisnis yang

memiliki kemungkinan untuk meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Proses

pengelolaan lingkungan seharusnya mengarah pada suatu perbaikan lingkungan,

dan proses ini nantinya akan diapresiasi oleh masyarakat sebagai suatu upaya

perbaikan terhadap citra hotel, juga ada hubungannya dengan masyarakat lokal

pada khususnya (Welford, 1995).

Berbagai keuntungan potensial dari sisi ekonomi yang disebutkan telah

dikemukakan pada literatur-literatur terdahulu ketika isu-isu lingkungan

diintegrasikan dalam strategi perusahaan (Guimaraes dan Liska, 1995). Jika

dirangkum hal ini meliputi: penghematan biaya dan perbaikan dalam efisiensi

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya BAB II.pdfindustri pariwisata, Industri ritel ketiga terbesar di Amerika Serikat, khususnya pada dampak industri pariwisata terhadap

39

perusahaan, perbaikan dalam kualitas produk, peningkatan dalam market share,

pengurangan dalam tanggungjawab, melampaui para pesaing atau perundangan,

akses terhadap pasar baru, motivasi dan kepuasan karyawan, perbaikan dalam

hubungan dengan masyarakat dan akses terhadap bantuan finansial.

Penelitian yang ada selama ini melaporkan bahwa bukti yang terkait

dengan hubungan antara pengelolaan lingkungan perusahaan yang berkelanjutan

dengan performance ekonomi adalah kontradiktif, karena pada satu sisi kita

menemukan penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara

perfomance ekonomi dan produktivitas dalam strategi pengelolaan lingkungan

perusahaan (Russo dan Fouts, 1997; Judge dan Douglas, 1998), sementara yang

lainnya mengidentikasikan hubungan ini negatif (Cordeiro dan Sarkis, 1997;

Worrell et al. 1995).