bab ii. tinjauan pustaka 2.1. konsep pembangunan … · 2015-08-29 · bab ii. tinjauan pustaka ....

39
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commision on Environment and Development) WCED (1988), insititusi yang pertama kali menggulirkan konsep pembangunan berkelanjutan mendefinisikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. WCED membagi dua kunci konsep utama dari definisi tersebut. Pertama, konsep tentang kebutuhan atau needs yang sangat esensial untuk penduduk miskin dan perlu diprioritaskan. Kedua, konsep tentang keterbatasan atau limitation dari kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu diperlukan pengaturan agar lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Usulan konkrit dari himbauan tentang apa yang harus dilakukan telah diajukan oleh IUCN (The World Conservation Union). UNEP (United Nation Environmental Program) dan WWF (World Wide Fund For Nature) tahun 1991 menerbitkan dokumen yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living. Menurut dokumen ini, pada prinsipnya harus ada pemaduan dan keseimbangan antara pembangunan dan konservasi. Konservasi bukan menghambat tetapi justru mendukung pembangunan, karena hanya dengan mengkonservasikan alam maka pembangunan dapat berkelanjutan. Dokumen ini merupakan pengembangan atas dokumen yang berisi usulan dan himbauan yang berjudul World Consevation Strategy tahun 1980, yang disusun oleh ketiga badan dunia tersebut. Walaupun demikian dokumen ini kelihatannya kurang mendapat perhatian dunia. Ini disebabkan selain karena penyebaran yang memang terbatas, bobot politik dan institutionalnya juga belum mencukupi. Ketua Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WECD) Gro Harlem Brutland dalam pengantarnya di buku “Our Common Future” menceritakan bahwa tugas komisinya ketika memperoleh mandat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1983 adalah memformulasikan agenda global untuk perubahan atau “a global agenda for change” yang bertujuan : 1. Mengajukan strategi jangka panjang di bidang lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan tahun 2000 dan kedepan.

Upload: doanthuan

Post on 24-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commision on

Environment and Development) WCED (1988), insititusi yang pertama kali

menggulirkan konsep pembangunan berkelanjutan mendefinisikan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah “pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk

memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. WCED membagi dua kunci konsep utama dari

definisi tersebut. Pertama, konsep tentang kebutuhan atau needs yang sangat esensial

untuk penduduk miskin dan perlu diprioritaskan. Kedua, konsep tentang keterbatasan

atau limitation dari kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi

sekarang dan yang akan datang. Untuk itu diperlukan pengaturan agar lingkungan tetap

mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan

manusia. Usulan konkrit dari himbauan tentang apa yang harus dilakukan telah diajukan

oleh IUCN (The World Conservation Union). UNEP (United Nation Environmental

Program) dan WWF (World Wide Fund For Nature) tahun 1991 menerbitkan dokumen

yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living. Menurut

dokumen ini, pada prinsipnya harus ada pemaduan dan keseimbangan antara

pembangunan dan konservasi. Konservasi bukan menghambat tetapi justru mendukung

pembangunan, karena hanya dengan mengkonservasikan alam maka pembangunan dapat

berkelanjutan. Dokumen ini merupakan pengembangan atas dokumen yang berisi usulan

dan himbauan yang berjudul World Consevation Strategy tahun 1980, yang disusun oleh

ketiga badan dunia tersebut. Walaupun demikian dokumen ini kelihatannya kurang

mendapat perhatian dunia. Ini disebabkan selain karena penyebaran yang memang

terbatas, bobot politik dan institutionalnya juga belum mencukupi.

Ketua Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WECD) Gro Harlem

Brutland dalam pengantarnya di buku “Our Common Future” menceritakan bahwa tugas

komisinya ketika memperoleh mandat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa

pada tahun 1983 adalah memformulasikan agenda global untuk perubahan atau “a global

agenda for change” yang bertujuan :

1. Mengajukan strategi jangka panjang di bidang lingkungan untuk mencapai

pembangunan berkelanjutan tahun 2000 dan kedepan.

Page 2: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2. Merekomendasikan cara-cara atau strategi untuk lingkungan yang mungkin dapat

direfleksikan pada kerjasama diantara negara–negara berkembang dan diantara

negara yang tingkat sosial ekonominya berbeda dan menuju ke pencapaian tujuan

bersama dan saling menguntungkan dengan memperhatikan keterkaitan antar

manusia (people), sumber-sumber (resources), lingkungan (environment), dan

pembangunan (development).

3. Mempertimbangkan strategi dan cara dimana masyarakat internasional dapat

mengatasi dengan efektif keprihatinan lingkungan.

4. Membantu mendifinisikan pandangan tentang isu–isu lingkungan jangka panjang

dan upaya-upaya yang tepat yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah

dalam rangka melindungi dan meningkatkan daya dukung lingkungan, agenda

tindak untuk jangka panjang selama sepuluh tahun mendatang dan tujuan-tujuan

yang aspiratif untuk masyarakat global.

Salim (1990), dalam makalahnya berjudul “Sustainable Development : An

Indonesian Perspektif” menyebutkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan

menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang (a longer term

perspective). Konsep tersebut menuntut adanya solidaritas antar generasi. Hadi (2001),

menyatakan untuk konteks Indonesia pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk

mengurangi kemiskinan dan juga mengeliminasi kerusakan sumberdaya alam dan

lingkungan. Pembangunan berkelanjutan secara implisit juga mengandung arti untuk

memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumberdaya

alam. Konsep pembangunan berkelanjutan menyadari bahwa sumberdaya alam

merupakan bagian dari ekosistem. Dengan memelihara fungsi ekosistem maka

kelestarian sumberdaya alam akan tetap terjaga. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembangunan berkelanjutan mempersyaratkan melarutnya lingkungan dalam

pembangunan.

Sebagai salah seorang anggota komisi Brutland, Salim (1990) selanjutnya

mengatakan bahwa penduduk dunia telah mencapai 5,2 milyar. Jumlah ini ditopang oleh

pertumbuhan ekonomi dunia yang meningkat 20 kali lipat selama tahun 1900-1990.

Pertumbuhan yang tinggi ini dimungkinkan dengan konsumsi energi dunia yang terus

meningkat. Meskipun jumlah penduduk di negara-negara maju hanya 25% dari

penduduk dunia, tetapi mereka mengkonsumsi energi dunia sebanyak 80%. Sementara

itu penduduk negara berkembang yang mencapai 75% dari penduduk dunia hanya

15

Page 3: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

menkonsusmsi 20% energi dunia. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju maupun

berkembang membawa kesejahteraan tetapi juga ketidakmerataan dan kerusakan

lingkungan. Dampak pada lingkungan meliputi (a) pencemaran atmosfir seperti

menipisnya lapisan ozone, pemanasan global, hujan asam, perubahan iklim (b) kenaikan

permukaan air laut, pencemaran laut karena “oil spill”, penangkapan ikan yang

berlebihan atau “over fishing” (c) penggundulan hutan (d) merosotnya keanekaragaman

hayati (e) degradasi tanah, erosi lahan, karena eksploitasi lahan yang berlebihan.

Para pakar mengidentifikasi tiga pandangan tentang Pembangunan Berkelanjutan

yang berkembang dari tiga disiplin ilmu pengetahuan (Seraggeldin, 1994). Pandangan

tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, pandangan dari sudut ekonomi yang

meletakkan pusat perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin

dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi. Sumberdaya alam

merupakan modal yang lambat laun akan menjadi sesuatu yang langka, dan ini pada

gilirannya akan menjadi kendala bagi upaya peningkatan kemakmuran. Sementara itu

sumberdaya manusia dengan kemampuan teknologinya akan menjadi tumpuan harapan

untuk melonggarkan batas dan mengubah kendala-kendala yang ada. Atas dasar itu

diharapkan perkembangan kemakmuran akan terus mengalami keberlanjutan. Kedua,

pandangan dari sudut ekologi yang melihat terjaganya keutuhan ekosisitem alami

sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Ketiga,

pandangan dari segi sosial yang menekankan kepada pentingnya demokratisasi,

pemberdayaan, peran serta, transparansi dan keutuhan budaya, sebagai kunci untuk

melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

Selanjutnya Seragaldin (1993) menguraikan bahwa pembangunan berkelanjutan

harus mengintegrasikan tiga bidang ilmu yang berbeda serta hubungan diantara

ketiganya baik aspek ekonomi maupun non ekonomi yaitu (1) tujuan ekonomi, yaitu

pertumbuhan berkelanjutan dan efisiensi capital, (2) tujuan sosial, yaitu pengentasan

kemiskinan dan pemerataan (3) ekosistem, yaitu pengelolaan sumberdaya yang

menjamin keberlanjutan (Gambar 4).

16

Page 4: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Tujuan Sosial : Pemberdayaan masyarakat, partisipasi, mobilitas sosial, kepaduan/kohesi sosial, identitas budaya dan pengembangan kelembagaan

Tujuan Ekosistem : Integritas ekosistem, daya dukung lingkungan keanekaragaman hayati dan isu-isu global

Tujuan Ekonomi : Pertumbuhan, pemerataan

dan efisiensi capital

Gambar 4. Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Seragaldin, 1993)

Munasinghe (1993) dalam Indahsari (2001) menyatakan bahwa tidaklah mudah

untuk menyatukan ketiga tujuan di atas dan akan terjadi tolak angsur (trade off) diantara

tujuan–tujuan tersebut. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, para

ahli ekonomi memiliki pendekatan tersendiri dalam mencapai pembangunan

berkelanjutan. Inti dari pendekatan tersebut adalah bahwa telah ada upaya penilaian

terhadap nilai-nilai lingkungan serta sosial yang tidak tertransaksi di pasar. Selain itu,

untuk memfasilitasi trade off antara ketiga tujuan yang berbeda tersebut digunakan

analisis multikriteria dengan indikator-indikator ekonomi, sosial dan lingkungan tertentu

(Gambar 5).

Lebih jauh Munasinghe (1993) menguraikan usaha-usaha untuk mencapai

pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan ekonomi. Pertama, menelusuri dampak

di tingkat proyek pembangunan yaitu dengan melakukan analisis biaya manfaat. Jika

manfaat suatu proyek pembangunan lebih besar daripada biayanya (termasuk biaya

lingkungan dan sosial) maka proyek tersebut layak dilaksanakan. Kedua, adalah

menelusuri dampak ditingkat sektoral, yaitu dengan kebijakan pricing terhadap

sumberdaya –terutama sumberdaya/jasa-jasa yang langka– dan pengenaan biaya

tambahan (charges) untuk menutupi dampak-dampak eksternal. Ketiga, menelusuri

dampak di tingkat makro ekonomi berupa pendesain ukuran-ukuran komplemen yang

dapat menurunkan dampak negatif kebijakan dan meningkatkan dampak positif

17

Page 5: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

kebijakan, baik dalam kebijakan ekonomi, lingkungan, maupun sosial, terutama dalam

hal alokasi dan akses ke sumberdaya.

Tujuan Ekonomi

Tujuan Sosial Tujuan Ekosistem

evaluasi dampak lingkungan

valuasi sumberdaya internaliasasi dampak

distribusi pendapatan

employment targeted asistance

Gambar 5. Unsur-unsur Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

partisipasi konsultasi pluralisme

Sumber : Munasinghe, 1993

Unsur-unsur pembangunan berkelanjutan akan diuraikan dibawah ini.

2.1.1. Tujuan Ekonomi dan Sosial

Kedalam tujuan ekonomi sosial, terdapat tiga unsur penting yang harus

diperhatikan agar tujuan ekonomi dan tujuan sosial dapat dicapai secara bersamaan, yaitu

distribusi pendapatan, kesempatan kerja (employment), dan bantuan bersasaran (targeted

assistence). Pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan upaya peningkatan kesempatan

kerja dan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk mencapai hal tersebut,

segala bentuk rintangan (barriers) yang menghalangi akses masyarakat, terutama

masyarakat miskin untuk ikut serta dalam pembangunan, pemanfaatan sumberdaya, dan

lain-lain, harus ditekan sekecil mungkin atau dihilangkan sama sekali.

Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan

berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman

modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain. Keberpihakan terhadap

kelompok masyarakat miskin, masyarakat di perdesaan, wanita dan anak-anak, ataupun

kelompok masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan

kemiskinan dapat terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal

yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang

berkelanjutan.

18

Page 6: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2.1.2. Tujuan Ekonomi dan Tujuan Ekosistem

Kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sebagian besar

mempunyai relevansi terhadap konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang

berkelanjutan. Response dan akselerasi pembangunan ekonomi membutuhkan

pemeliharaan lingkungan hidup yang mendukung kegiatan ekonomi dan sosial yang

dinamis, selain menentukan kebijaksaan juga ditingkat nasional membutuhkan program-

program di tingkat lokal dan wilayah yang dapat dilaksanakan. Pembangunan nasional

tidak akan tumbuh pesat apabila kehidupan ekonomi wilayah dan lokal tidak dinamis,

stabil dan penuh ketidakpastian. Pembangunan juga tidak akan berjalan pesat apabila

anggaran belanja pembangunan tidak mencukupi.

Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak

memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti

nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat

pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya

menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang

sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung

beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun

diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat

saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas

kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin

pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan

berkelanjutan tidak akan tercapai).

Oleh karena itu, maka dalam program-program pembangunan wilayah dan

pemukiman sekelompok masyarakat, tujuan ekosistem ini harus diperhatikan. Setiap

program yang akan dilaksanakan harus dievaluasi dampaknya terhadap lingkungan.

Selain itu, penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai

ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya

mengurangi, eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya

internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) harus dilakukan, misalnya dengan

bentuk-bentuk kompensasi. Dengan demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan

tetap memperhatikan pengelolaan yang berkelanjutan.

19

Page 7: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2.1.3. Tujuan Sosial dan Tujuan Ekosistem

Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan

lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu

memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk

mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan

dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka

panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.

Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan

sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh

umum (tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka

(open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat memanfaatkan sumberdaya

yang ada tanpa sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya.

Pengukuhan hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak

sehingga pihak tersebut dapat mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan

mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari intervensi maupun ancaman dari

pihak luar.

Kearifan-kearifan (wisdoms) harus dipahami dan dijadikan sebagai dasar/landasan

dalam membuat program-program pengembangan wilayah tersebut. Untuk itu,

masyarakat lokal, sebagai pihak yang menguasai pengetahuan tradisional (traditional

knowledge) yang dimilikinya harus diikutkan dalam upaya perumusan/pembuatan

program-program tersebut. Jika hal ini dapat dilakukan dan terealisasi, maka partisipasi

aktif dari masyarakat dalam pembangunan akan muncul dengan sendirinya.

Menurut Anwar (2001), pembangunan wilayah harus diarahkan kepada terjadinya

pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan

keberlanjutan (sustainability). Konsep pembangunan yang memperhatikan ketiga aspek

tersebut, dalam perkembangannya secara evolusi dengan berjalan melintas waktu yang

ditentukan oleh perubahan tata nilai dalam masyarakat, seperti perubahan keadaan sosial,

ekonomi, serta realitas politik. Agar perencanaan dan pengelolaan pembangunan

mencapai tujuan untuk memperbaiki tingkat kesejaheraan masyarakat, maka perlu

mencurahkan perhatian kepada semua aspek-aspek tentang kesejahteraan manusia,

menurut lintas waktu dan skala spasial yang diarahkan kepada sistem cara perencanaan

dan pengelolaan pembangunan melalui kelembagaan. Untuk mengevaluasi keberhasilan

dalam mencapai tujuan–tujuan tersebut, menurut segugus nilai–nilai untuk wilayah

20

Page 8: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

geografis tertentu (seperti kelembagaan/organisasi, wilayah dll dan rentang waktu jangka

pendek, menengah dan panjang dengan memperhatikan semua aspek dan semua

tingkatan (Gambar 6).

Spasial Internasional _ Temporal Nasional _ Regional _ Lokal _ | | | Aspek-aspek

Skala spasial yang paralel dan berhubungan dengan hirarkhi administrasi dan

ekologi

Pandangan jauh ke depan memerlukan terjadinya proses

yang berkembang secara evolutif yang dapat mempengaruhi

keberlanjutan (sustainability)

Aspek-Aspek diatas perlu dipertimbangkan agar tindakan kebijaksanaan mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh

Ekonomi Sosial Lingkungan Gambar 6. Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan Sumber : Anwar (2001)

Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan yang di muat dalam dokumen

Agenda 21 pada dasarnya mengandung empat hal utama. Pertama, program yang

bertalian dengan aspek sosial ekonomi seperti penanggulangan kemiskinan,

kependudukan, perubahan pola konsumsi dan produksi, permukiman, kesehatan,

pemaduan lingkungan dan pembangunan, dan kerjasama internasional. Kedua, program

yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam seperti

perlindungan atmosfir; pengelolaan tanah, hutan, air tawar, pesisir dan kelautan;

perdesaan dan pertanian; bio-teknologi; pengendalian bahan dan limbah beracun dan

berbahaya; pengelolaan limbah termasuk radioaktif di dalamnya. Ketiga, program yang

berhubungan dengan penguatan peranan kelompok utama dalam masyarakat seperti

masyarakat adat, kalangan perempuan, pemerintah daerah, pekerja, petani, pengusaha

dan industriawan, komunitas ilmuan dan pakar teknologi. Keempat, program yang

21

Page 9: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

bertautan dengan pengembangan sarana untuk pelaksanaan seperti pembiayaan, alih

teknologi, pengembangan ilmu, pendidikan, kerjasama nasional maupun internasional,

dan pengembangan informasi.

Agar suatu pembangunan dapat berkelanjutan, ada persyaratan minimum yaitu

bahwa sediaan kapital alami (natural capital stock) yang harus dipertahankan sehingga

kualitas dan kantitasnya tidak menurun dalam suatu rentang waktu (Pearce, 1993) dalam

Margo (2005) (Gambar 7). Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kapital alami adalah

suatu proses substraksi dan/atau penambahan materi dari dan kepada sistem alam

(Gunawan, 1994). Proses ini kemudian menyebabkan perubahan ke dalam setiap

komponen sistem alam tersebut yang berakibat pada perubahan kondisi alami dari

sumberdaya.

Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development)

Memastikan bahwa generasi yang akan datang memiliki kesempatan ekonomi yang sama dalam mencapai kesejahteraannya, seperti halnya generasi sekarang

Kesejahteraan tidak berkurang dengan berjalannya waktu

Diperlukan cara untuk memperbaiki dan mengelola portofolio asset ekonom; sehingga nilai agregatnya tidak berkurang dengan berjalannya waktu

1. Weak Sustainability Substitusi Kn dan Kp Substitusi Kn dengan Kh Kn bukan hal yang esensial

Kapital alami (Kn) Kapital fisik (Kp) Kapital manusia (Kh)

2. Strong Sustainability

Menjaga Kn agar utuh karena : 1. Substitusi yang sempurna 2. Kerugian/kehilangan yang tidak dapat

dikembalikan 3. Ketidakpastian nilai

Gambar 7. Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan

Sumber : Pearce dan Barbier (2000 dalam Margo, 2005)

22

Page 10: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2.2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan Daerah

Menurut Agenda 21 (2000). Untuk menggambarkan berbagai aspek yang

kompleks dan sulit terukur dari masyarakat, seringkali dipakai angka atau suatu nilai,

seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan daerah dan

pendapatan per kapita rata–rata. Nilai–nilai tersebut memang kemudian dapat membantu

mengantarkan kepada suatu penilaian tentang keadaan suatu kelompok penduduk dan

daerahnya. Tetapi, dari awal pun diketahui bahwa penilaian tersebut mempunyai

kelemahan–kelemahan. PDRB merupakan jumlah dari semua barang dan jasa yang

dihasilkan suatu daerah dalam nilai uang. Angka PDRB itu tidak dapat menggambarkan

proses ekonomi yang berlangsung pada kehidupan sehari–hari yang tentunya berbeda

antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Pendapatan perkapita rata–rata juga tidak

mampu memberikan gambaran secara lebih detail berapa jumlah penduduk yang hidup

diatas dan dibawah garis kemiskinan. Angka pendapatan perkapita rata–rata tidak bisa

memberikan gambaran berapa orang kaya dan berapa orang miskin di suatu daerah.

Angka dan nilai–nilai tersebut hanya digunakan untuk memudahkan kita melakukan

perkiraan terhadap keadaan makmur-miskin suatu daerah dan penduduknya. Angka dan

nilai itu berfungsi sebagai indikator.

Indikator merupakan alat yang dipakai untuk menggambarkan secara sederhana

suatu keadaan yang tidak berdiri sendiri, tetapi terkait kedalam sistem yang lebih besar

dan lebih rumit. Indikator tidak dimaksudkan untuk menjadi alat tunggal dalam evaluasi

objektif atas suatu keadaan. Selain aspek ekonomi, seperti PDRB, pendapatan daerah dan

pendapatan perkapita rata–rata, juga dipakai indikator–indikator sosial (misalnya, tingkat

pendidikan penduduk) dan lingkungan.

Pada perkembangan selanjutnya, yaitu saat konsep pembangunan berkelanjutan

mulai diadopsi dan dilaksanakan, disadari bahwa tolak ukur perkembangan

pembangunan yang murni bersifat ekonomi harus didukung pula oleh tolak ukur yang

bersifat non ekonomis. Ukuran ekonomi, seperti GNP, ternyata tidak mampu mengukur

adanya inequality dan kemiskinan serta perkembangan sumberdaya manusia; adanya

degradasi serta penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan; dan aspek-aspek sosial,

politik dan spiritual manusia (Steer dan Lutz, 1993). Oleh karena itu kemudian muncul

indikator pembangunan lain yang memasukkan dampak-dampak sosial dan lingkungan

dalam pembangunan. Indikator pembangunan yang memperlihatkan dampak sosial

pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI).

23

Page 11: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Dalam HDI ini telah dimasukkan indikator-indikator sosial seperti tingkat melek huruf,

tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan

kebutuhan perumahan dan lain-lain. Bentuk ukuran pembangunan manusia yang lain

yang mirip dengan HDI adalah Physical Quality of Life Index (PLQI). PLQI ini

menggunakan indikator-indikator yang lebih sederhana daripada HDI, yaitu tingkat

harapan hidup pada usia satu tahun, tingkat kematian bayi, dan tingkat melek huruf

(Todaro, 1998).

Indikator pembangunan yang lain adalah dengan memasukkan dampak

lingkungan terhadap pendapatan nasional. Untuk keperluan tersebut diperlukan

penghitungan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Pemikiran mengenai

penghitungan sumberdaya alam dan lingkungan ini muncul berkaitan dengan semakin

meningkatnya perhatian dunia terhadap masalah kelangkaan sumberdaya alam dan

degradasi lingkungan. Steer dan Lutz (1993) menyebutkan bahwa ada tiga bentuk

penghitungan sumberdaya alam dan lingkungan, yaitu menghitung dampak fisik

(ekosistem), dampak terhadap produktifitas dan kesehatan dan dampak moneter.

Suparmoko (1994) bahkan menambah satu lagi bentuk penghitungan sumberdaya alam

dan lingkungan, yaitu melalui pendekatan pendapatan. Melalui penghitungan-

penghitungan tersebut maka akan diketahui seberapa besar pengurasan pendapatan

nasional yang konvensional dengan hasil penghitungan pengurasan sumberdaya alam

dan degradasi lingkungan.

Dengan demikian, ukuran-ukuran pembangunan berkelanjutan harus

memasukkan ukuran atau indikator ekonomi. Produk Domestik Bruto per kapita ataupun

Produk Domestik Regional Bruto per kapita harus digandengkan dengan Indeks

Pembangunan Manusia (Human Development Index) dan hasil penghitungan dampak-

dampak terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.

Dengan bertambahnya wawasan tentang pembangunan yang harus

memperhatikan azas keberlanjutan (sustainability), maka indikator-indikator yang

dipakai untuk mengukur kemajuan suatu daerah sebagai dampak dari pembangunan juga

mengalami perkembangan. Aspek lingkungan kemudian memperoleh perhatian yang

lebih layak sehingga banyak diciptakan indikator lingkungan. Selain itu, tumbuh juga

kesadaran bahwa kegiatan pembangunan itu berlandaskan diri pada penyelenggaraan

urusan publik dan swasta yang baik (good governance) yang tanggap terhadap kebutuhan

24

Page 12: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

dan tingkat perkembangan masyarakat setempat. Indikator–indikator yang dapat

menonjolkan azas tersebut pada tingkat daerah perlu mendapat perhatian secara khusus,

terutama untuk kasus seperti Indonesia dengan keragaman daerah yang sangat tinggi.

Dengan keadaan yang seperti itu prioritas lokal bisa saja sangat berbeda antara suatu

daerah dengan daerah/pemerintahan daerah lainnya.

Pengunaan indikator dalam proses Pembangunan Berkelanjutan secara sederhana

ditunjukkan pada Gambar 8 sebagai berikut :

Kesepakatan pengertian pembangunan berkelanjutan

Laporan tentang keberlanjutan

Kesepakatan : tujuan Pembangunan

Perkembangan

Pengendalian

Pengorganisasian partisipasi masyarakat

Penggunaan indicator Pemantaun dan Pelaporan

Uji coba indikator

Penggunaan indikator

Pemantauan dan pelaporan

Rumusan rancangan indikator

Gambar 8. Penggunaan Indikator dalam Proses Pembangunan Berkelanjutan

Sumber: Agenda 21 Sektoral buku 3 (2000)

2.3. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Mineral

Salah satu sifat sumberdaya mineral adalah tidak terbarukan. Sumberdaya yang

tidak pulih adalah sumberdaya yang laju pemulihannya sangat lamban sehingga

sumberdaya tersebut tidak dapat memulihkan stok/sediaannya dalam waktu yang

ekonomis (Conrad, 1999 dan Tietenberg, 2000). Sumberdaya yang tidak dapat

diperbaharui (non renewable resources) seperti mineral disebut juga sumberdaya

terhabiskan (depletable), yaitu sumberdaya alam yang tidak memiliki kemampuan

regenerasi secara biologis sehingga suatu saat akan habis. Selain itu sumberdaya mineral

memerlukan waktu yang lama untuk siap ditambang. Hotteling dalam Stiglitz (2007)

25

Page 13: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

menawarkan kerangka utuk menentukan waktu paling tepat mengeluarkan sumber alam

dari perut bumi. Teori ini sebagai basis dari ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih

secara optimal. Prinsip model Hotteling adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya

mineral secara optimal dengan kendala stok dan waktu. Aplikasi dari teori ini adalah

bagi pihak perusahaan pertambangan, untuk mendapatkan produksi sumberdaya mineral

secara optimal harus mampu menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan

kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik sumberdaya dalam hal

ini negara harus bersikap mengabaikan (indifferent) terhadap sumberdaya mineral,

apakah akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai

pengambil kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi sumberdaya

mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi (economic oriented) tetapi juga

harus mempertimbangkan secara cermat dampak lingkungan, sosial, kesiapan

kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat.

Sumberdaya mineral dengan sifat tersebut mempunyai implikasi yang sangat luas

dalam kehidupan masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan aset yang memberi

harapan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya

mineral merupakan kesempatan bagi masyarakat yang hanya datang sekali saja, sehingga

harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian industri pertambangan

merupakan industri alternatif yang paling efektif untuk meningkakan kesejahteraan

masyarakat di daerah yang penduduknya berada dalam kemiskinan struktural. Di sisi lain

industri pertambangan juga merupakan industri yang menimbulkan berbagai perubahan

drastis terhadap lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi-

fungsi lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat. Potensi-

potensi positif sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasikan potensi-

potensi negatif ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik dengan

kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).

Di lain pihak ada kenyataan bahwa investasi pertambangan merupakan satu-

satunya cara untuk mendapatkan manfaat dari sumberdaya mineral. Sebab sumberdaya

mineral hanya mempunyai satu kemanfaatan, yaitu kemanfaatan ekonomis. Tanpa ada

investasi, maka sumberdaya mineral dapat dikatakan tidak dapat memberikan

kemanfaatan apa pun. Kemanfaatan ekonomis dalam eksploitasi sumberdaya mineral

cenderung ditujukan untuk mencapai tujuan–tujuan jangka pendek berupa kemanfaatan

finansial yang menjadi kepentingan investor maupun pemerintah. Karena sifatnya yang

26

Page 14: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

jangka pendek, maka tujuan finansial juga cenderung dicapai dengan mengabaikan

tujuan-tujuan dan kepentingan–kepentingan jangka panjang (Agenda 21, 2001).

Tujuan jangka panjang yang terkait dengan investasi pertambangan pada umumnya

merupakan kepentingan masyarakat luas dan masyarakat setempat. Kepentingan jangka

panjang yang terkait dengan investasi pertambangan meliputi kelestarian lingkungan,

konservasi sumberdaya mineral dan kelestarian hak-hak masyarakat setempat. Kerusakan

atau peniadaan terhadap kepentingan jangka panjang ini tidak mungkin dapat

dikompensasi atau dikoreksi dengan kemanfaatan finansial yang diperoleh dari investasi

pertambangan. Oleh karena itu azas Pembangunan Berkelanjutan sektor Pertambangan

dimaksudkan dapat berfungsi sebagai instrumen yang efektif dalam upaya menciptakan

sebesar-besar kemakmuran rakyat melalui eksploitasi sumberdaya mineral (Agenda 21,

2001).

Inti dari azas Pembangunan Berkelanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya mineral adalah mengupayakan agar sumberdaya mineral dapat memberikan kemanfaatan secara optimal bagi manusia pada masa kini tanpa megorbankan kepentingan generasi mendatang (Agenda 21, 2001).

Mengingat sifat tidak terbarukan yang terkandung dalam sumberdaya mineral,

maka eksploitasi sumberdaya mineral harus mampu menciptakan kondisi awal serta

kemampuan–kemampuan agar masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah

sumberdaya mineral habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan kondisi awal dan

proses peningkatan kemampuan–kemampuan masyarakat secara berkelanjutan inilah

yang dimaksud sebagai proses transformasi sosial. Dengan kata lain, penerapan azas

pembangunan manusia berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya mineral adalah

untuk menciptakan proses transformasi sosial secara berkelanjutan.

Amin et al (2003) mengatakan implementasi kegiatan konservasi pertambangan

sebagai action plan actual dari peningkatan nilai tambah pertambangan adalah

keberlanjutan manfaat ekonomi dan lingkungan sosial kemasyarakatan yang diperoleh

semenjak perencanaan, selama berlangsungnya kegiatan pertambangan sampai dengan

pasca tambang. Peningkatan nilai tambah pertambangan adalah upaya optimalisasi atas

pengelolaan proses hulu-hilir kegiatan pertambangan serta pengembangan wilayah dan

masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Gambar 9).

27

Page 15: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

POTENSI MINERAL & BATUBARA (logam primer/sekunder, batubara, pasir urug, mineral industri, panas bumi)

LEGALITAS KK, PKP2B, KP, SIPR, SIPD

(IUP&IPR)

Pengembangan berkelanjutan

PERTAMBANGAN

- eksplorasi - penambangan - pengolahan/ekstraksi - penanganan hasil produksi - pemasaran - pasca tambang

PRODUK Based on demand & applicable tecnology Upgraded raw material Bahan baku setengah jadi Bahan baku industri hilir

STRATEGI 1. Terapan Teknologi & Inovasi 2. Dukungan Pemasaran + Jaringan

Kerja 3. Down stream-upstream linkage

(hulu-hilir) 4. Pengembangan SDM 5. Faktor Sosial

MANFAAT Peningkatan Nilai Tambah 1. efek ganda 2. pengembangan industri kecil 3. pengembangan wilayah 4. pengembangan tenaga kerja lokal 5. pengembangan masyarakat 6. pemenuhan bahan baku energi & industri dalam negeri 7. pertumbuhan ekonomi nasional

Gambar 9. Pola Pikir Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan

Sumber : Amin et al, (2003)

Kebijakan peningkatan nilai tambah pertambangan diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan pertambangan yang berkelanjutan baik tingkat lokal,

regional maupun nasional. Manfaat bukan saja dirasakan karena sedang ada

pertambangan, tetapi juga karena pernah ada kegiatan pertambangan (Amin et al, 2003).

2.4. Transformasi Sumberdaya kearah Berkelanjutan

Menurut (Agenda 21 sektoral, buku 2, 2000) dalam penyelenggaraan

pembangunan di Indonesia selama ini di kenal adanya kekayaan (asset) untuk

pembangunan dan sumberdaya untuk pembangunan. Kekayaan adalah apa yang dimiliki

dan sumberdaya adalah apabila kekayaan itu siap digunakan sebagai modal untuk

menyelenggarakan pembangunan. Secara lebih persis dapat diartikan bahwa kekayaan

adalah bahan yang belum siap, sedangkan sumberdaya adalah barang jadi yang siap

28

Page 16: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, memiliki kekayaan tidak

dengan sendirinya berarti dapat menyelenggarakan pembangunan. Kekayaan itu masih

harus dikombinasikan dengan sumberdaya lain untuk mendapatkan manfaatnya. Dengan

kata lain, memiliki kekayaan alam tidak dengan sendirinya dapat dimanfaatkan, apabila

tidak disertai misalnya dengan modal dan teknologi.

Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan perkembangan memang harus

tersedia sumberdaya yang mencukupi, bahkan sumberdaya itu harus dikembangkan,

artinya harus mempunyai kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan. Sumberdaya itu

digolongkan dalam empat katagori, yaitu (1) sumberdaya alam yang secara alami

tersedia, (2) sumberdaya buatan yang dibuat manusia (human made resources) (3)

sumberdaya manusia yaitu manusia dengan segala kepandaian dan keterampilannya, dan

(4) sumberdaya sosial sebagai produk dari keterkaitan, kerjasama dan interaksi antar

manusia seperti misalnya system nilai dan kelembagaan. Akan tetapi, ada pula yang

menyebutkan sumberdaya sosial adalah sumberdaya buatan yang bersifat lunak

(software), meskipun demikian ada pula yang berpendapat bahwa sumberdaya sosial

tidak dibuat tetapi terjadi dengan sendirinya sebagai hasil dari dialog dan interaksi.

Pembangunan juga dapat diartikan sebagai pembangunan sumberdaya, mengubah

kekayaan menjadi sumberdaya, menciptakan sumberdaya baru dan menata keterkaitan

antar sumberdaya sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi peningkatan

kualitas hidup secara berkelanjutan. Kondisi ideal akan tercapai pada saat kualitas hidup

yang terus meningkat, tanpa harus meningkatkan penggunaan sumberdaya alam

mengingat sumberdaya ini –terutama yang tidak dapat diperbaharui– memiliki

keterbatasan. Untuk itu sumberdaya lain yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya sosial

dan sumberdaya buatan harus menjadi andalan pembangunan berkelanjutan, sedangkan

sumberdaya alam harus dihemat dan dijaga kelestariannya.

2.4.1. Empat Tipe Kapital

Menurut Seragaldin dan Steer dalam Indahsari (2001) pembangunan

berkelanjutan berupaya agar generasi yang akan datang mempunyai kesempatan yang

setidaknya sama seperti kesempatan yang dirasakan oleh generasi saat ini. Kesempatan

yang dimaksud adalah kesempatan memanfaatkan potensi yang ada untuk kesejahteraan

kehidupan. Untuk mewujudkan upaya tersebut, apalagi menghadapi tingkat pertumbuhan

populasi yang tinggi, maka perlu adanya transformasi dan pengembangan stok kapital

29

Page 17: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

yang ada sangatlah diperlukan. Ada empat tipe kapital. Tipe yang pertama adalah

sumberdaya buatan (man made capital), yakni infrastruktur misalnya jalan, jembatan,

bangunan dan berbagai bentuk teknologi lainnya. Wanmali (1992) menyatakan bahwa

ada dua tipe infrastruktur, yaitu hard infrastruktur (seperti jalan, telekomunikasi, listrik,

dan sistem irigasi) dan soft infrastruktur (berbagai bentuk pelayanan, seperti transportasi,

kredit dan perbankan, input produksi dan pemasaran). Secara fisik sumberdaya buatan

merupakan ”kekayaan” (hasil pembangunan) yang dapat diukur dengan mudah. Karena

alasan inilah maka pembangunan, terutama di negara-negara berkembang, cenderung

menekankan kepada pengembangan tipe kapital ini (Seragaldin dan Steer, 1993 dalam

Indahsari). Kebijakan industrialisasi dan modernisasi merupakan salah satu bentuk

penekanan arah dan prioritas pembangunan pada pengembangan kapital ini.

Tipe kapital yang kedua adalah sumberdaya alam (natural capital), yaitu

seluruh cadangan aset yang disediakan oleh lingkungan seperti sumberdaya alam (SDA)

dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbaharui ataupun tidak. Hingga saat ini, SDA

dan lingkungan memberikan kontribusi terbesar sebagai pemuas kebutuhan manusia

sebag pemuas kebutuhan ini sangat menentukan eksistensi kehidupan manusia. Peace

dan Warford dalam Indahsari (2001) merinci kontribusi langsung dan tak langsung SDA

dan lingkungan terhadap kehidupan manusia. Kontribusi langsung dapat dirasakan pada

pendapat riil dari sektor–sektor yang berhubungan dengan alam (terutama pertanian),

aktifitas ekonomi dengan SDA dan lingkungan sebagai input produksi, dan kontribusi

terhadap keberlanjutan sistem pendukung kehidupan secara umum. Kontribusi secara

langsung terhadap kualitas kehidupan. Kualitas SDA dan lingkungan yang baik dan

dapat termanfaatkan dengan baik pula akan menjamin kualitas kehidupan yang baik.

Sebalikya kualitas yang buruk –seperti SDA dan lingkungan yang rusak dan

terdegradasi– akan menyebabkan kualitas kehidupan yang buruk pula. Selain itu, kapital

ini memiliki karakteristik tersendiri yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan

dan pengembangannya. Karakteristik tersebut adalah bahwa kapital ini dapat langka

dengan cepat, terutama SDA dan lingkungan yag tidak dapat diperbaharui.

Sumberdaya manusia (human capital) merupakan tipe kapital ketiga. Manusia,

dalam hal ini kuantitas dan kualitas penduduk, merupaka potensi tersendiri dalam

pembangunan. Manusia juga merupakan subjek sekaligus objek pembangunan. Sebagai

subjek pembangunan, maka kuantitas dan kualitas penduduk diharapkan dapat

mendukung dan menjadi potensi yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan

30

Page 18: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

pembangunan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan penduduk itu sendiri.

Dan sebagai objek, penduduk diharapkan dapat meningkatkan kesejateraannya dengan

menikmati hasil–hasil pembangunan. Oleh karena itu, pengembangan (investasi)

sumberdaya manusia sehingga mendapat kualitas dan kuantitas yang ideal merupakan

salah satu strategi pembangunan yang penting dan mungkin terpenting (Seragaldin dan

Steer 1993 dalam Indahsari 2001). Bentuk–bentuk pengembangan sumberdaya manusia

adalah investasi di bidang pendidikan, kesehatan, tingkat gizi individu, dan lain – lain.

Tipe keempat adalah modal sosial (social capital). Bentuk dari kapital ini

antara lain fungsi kelembangaan dan budaya yang berbasis sosial. Tata nilai dan

kelembagaan dalam masyarakat, baik formal maupun non formal, merupakan fungsi

kelembagaan dan budaya berbasis sosial yang merupakan potensi penting dalam

pelaksanaan pembangunan.

2.4.2. Komposisi Kapital dalam Pelaksanaan Pembangunan yang Berkelanjutan

Pembangunan yang berkelanjutan berarti memberi kepada generasi yang akan

datang kesempatan–kesempatan, setidaknya sama dengan kesempatan – kesempatan

yang dirasakan oleh generasi saat ini. Kesempatan – kesempatan ini dapat diukur dalam

bentuk kapital (man–made, human, social dan natural capital). Oleh karena itu dalam

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, keempat tipe kapital harus dikembangkan

setiap saat untuk mencapai tujuan pembangunan yang diharapkan. Namun, masing–

masing kapital memiliki karakteristik tersendiri kapital memiliki karakteristik tersendiri

yang selanjutnya mengharuskan adanya pengaturan komposisi kapital dalam pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan.

Sumberdaya alam (natural capital) bersifat dapat langka dengan cepat, oleh

karena itu harus dikembangkan dan proporsi pemanfaatannya harus mulai berkurang

setiap waktu untuk mencegah kelangkaan bahkan ’habisnya’ kapital ini yang tentu saja

mengancam keberlanjutan pembangunan. Demikian halnya dengan sumberdaya buatan

yang proporsi pengembangannnya antar waktu diharapkan berkurang. Penelitian

menunjukkan bahwa di negara–negara maju sumberdaya buatan hanya memberikan

kontribusi 20% terhadap total kekayaan/kesejahteraan manusia. Kontribusi terbesar

diberikan oleh human dan social capital (Seragaldin, 1993).

Komposisi kapital yang harus dikembangkan dengan proporsi yang semakin

besar antar waktu adalah social dan human capital (Gambar 10). Walau bagaimanapun,

penduduk –dengan pertumbuhan yang relatif cepat – merupakan potensi besar yang

31

Page 19: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

harus dikembangkan, terutama kualitasnya baik secara individual maupun secara sosial.

Kualitas individu, seperti keahlian dan keterampilan, merupakan potensi tersendiri dalam

pembangunan (peningkatan produktifitas) yang tidak akan ’habis’ antar waktu. Dan

berbagai penelitian menunjukkan bahwa produktifitas kelompok dalam ukuran tertentu

(pemanfaatan social capital) akan lebih besar dibandingkan penjumlahan produktifitas

dari masing–masing individu. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan memiliki

arti pengembangan keempat kapital antar waktu yang disertai dengan perubahan

komposisinya (Anwar, 1999).

Gambar 10. Pengembangan dan Komposisi Kapital dalam Pembangunan Berkelanjutan

Natural Capital

Man – made Capital

Social Capital

Human Capital

Natural Capital

Man-made Capital

Social Capital

Human Capital

Sumber : Anwar, 1999

Menurut Anwar (2002) Human Capital (H), Physical Capital (K), Natural

Capital (R) dan Social Capital (S) dapat menyumbang pada pertumbuhan ekonomi

wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kapital fisik menyumbang pada

kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi. Sedangkan human dan social capital

beserta natural dan environmental capital juga demikian, karena semuanya juga

merupaan komponen-komponen langsung dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Human dan social, beserta natural capital juga akan menyumbang pada akumulasi

kapital fisik dengan meningkatkan manfaat-manfaatnya. Sedangkan kapital fisik

meningkatkan manfaat–manfaat kepada human dan social capital serta natural capital

dimana jika pasar berjalan, maka merupakan pencerminan dari pemanfaatan ini.

Akumulasi dari empat kapital tersebut pada gilirannya akan menyumbang kepada

terjadinya kemajuan teknologi dan bertumbuhnya total factor productivity (TFP)

(Gambar 11).

32

Page 20: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Kapital Manusia

(H)

Sumber : Anwar, 2001 2.5. Performa Pertambangan Indonesia

Seperti didiskripsikan pada bab pendahuluan bahwa komoditi pertambangan

bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) maknanya sumberdaya tersebut tidak

memiliki kemampuan regenerasi secara biologis sebagaimana sumberdaya terbarukan

(renewable resources). Untuk itu eksploitasi sumberdaya mineral harus dilakukan secara

hati-hati agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi sebesar-besar kemakmuran

rakyat sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD ’45 ”Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar–

besar kemakmuran rakyat”.

Industri pertambangan di Indonesia pada era Orde Baru dimulai sejak

disyahkannya UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

(UU No.11/67) dan UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA

67). Melalui konsep Kontrak Karya Pertambangan (KKP) dan Perjanjian Karya

Gambar 11. Kerangka Berfikir Total Factor Productivity (TFP)

Mengatasi salah urus dan korupsi, Mengurangi distorsi yang mengutamakan K, Memperbaki Kegagalan Pasar yang merusak H, R dan S, Memperbaiki Institusi

Pertumbuhan

Kapital Fisik (K)

Kesejahteraan Masyarakat

Kapital Alami

(R)

Kapital Social

(S)

TFP = Total Factor Productivity

33

Page 21: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), sektor pertambangan Indonesia

mengalami kemajuan pesat. Tidak kurang dari 376 perusahaan telah mengantongi ijin

untuk menambang emas, tembaga, batubara serta mineral logam lainnya. Seiring dengan

munculnya krisis ekonomi pada tahun 1997 yang terus berkepanjangan menjadi krisis

politik dan sosial, Indonesia hingga saat ini dianggap bukan lagi sebagai tempat untuk

tujuan investasi pertambangan (Sigit, 2004).

Dalam empat dekade terakhir ini, industri pertambangan di Indonesia belum

mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan nasional maupun bagi

daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral di Indonesia seperti Aceh, Riau,

Kalimantan Timur, Papua, Sumbawa Barat dan lain-lain. Munculnya ketidakpuasan

daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral tersebut, terutama sejak era reformasi

1998 karena pengelolaan pertambangan bersifat sentralistik dan sektoral. Ketidakpuasan

itu bersumber karena adanya ketimpangan pendapatan bagi hasil sumberdaya mineral

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah selama masa orde baru. Berdasarkan

studi Pricewaterhaouse Coopers PwC 2003 (IMA, 2006) alokasi pendapatan sektor

pertambangan dari pembagian pajak dan royalty ke provinsi, kabupaten dan kota sebesar

57,1% masih jatuh ke pusat setelah estimasi bagi hasil melalui dana alokasi umum

(DAU) disertakan, bila tidak pemerintah pusat masih memegang 76% dari dana tersebut

(Gambar 12).

Euforia reformasi tahun 1998 secara emosional ikut memicu daerah-daerah yang

kaya sumberdaya mineral untuk memisahkan diri dari NKRI dalam bentuk separatisme

yang masih merebak hingga saat ini misalnya untuk kasus Papua dan Aceh. Disamping

masalah bagi hasil pendapatan sumberdaya mineral dengan pemerintah pusat,

kekecewaan daerah penghasil juga bersumber dari tidak adanya kepemilikan saham

pemerintah daerah. Sebenarnya di dalam Kontrak Karya Pertambangan terdapat pasal

yang mewajibkan penjualan saham asing pada pihak Indonesia. Namun ketidakmampuan

kepemilikan saham daerah penghasil sangat terkait dengan besarnya dana yang harus

disediakan untuk membeli saham perusahaan pertambangan yang tertuang dalam

Kontrak Karya Pertambangan. Misalnya saat PT. Newmont Nusa Tenggara

mendivestasikan sahamnya sebesar 3% tahun 2006 maka dana yang harus disiapkan oleh

pembeli adalah Rp. 1,09 triliun. Anggaran sebesar itu setara dengan empat kali lipat

APBD Kabupaten Sumbawa Barat 2007 yang hanya Rp. 260 milyar.

34

Page 22: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Gambar 12. Alokasi Pendapatan Sektor Pertambangan di Indonesia

Sumber : Pricewaterhaouse Coopers PwC 2003 (IMA, 2006)

Selain itu berdasarkan studi yang dilakukan oleh Fraser Institute di Vancauver,

Canada, tahun 2004 (IMA, 2006) terhadap 159 perusahaan tambang dan eksplorasi di

seluruh dunia, ternyata ada beberapa hal yang dianggap sangat menghambat minat

investasi dunia di Indonesia antara lain, faktor stabilitas politik 90 %, ketidakpastian

peraturan 66 % dan tumpang tindih peraturan 53 % (Tabel 7). Studi tersebut juga

menyebutkan berbagai ketidakpastian investasi pertambangan di Indonesia berkenaan

dengan klaim tanah oleh penduduk asli, wilayah yang akan dilindungi sebagai suaka

alam atau taman nasional dan minimnya infrastruktur (Tabel 8).

Tabel 7. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Investasi Pertambangan di Indonesia

No. Faktor % responden yang mempertimbangkan faktor sebagai hambatan utama investasi di Indonesia

Komentar

1.

Stabilitas Politik

90%

Hanya Zimbabwe (97%) yang mendapat nilai lebih buruk

2. Ketidakpastian hukum 66% Nilai terburuk 3.

Duplikasi (tumpang tindih peraturan)

53%

Hanya India (66%) dan Filipina (69%) yang mendapat nilai lebih buruk

Sumber : Fraser Institute, 2004

35

Page 23: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Tabel 8. Berbagai Ketidakpastian Investasi Pertambangan di Indonesia No. Faktor % responden yang

mempertimbangkan faktor yang merupakan ketidakpastian investasi pertambangan di Indonesia

Komentar

1. Ketidakpastian berkenaan dengan klaim tanah oleh penduduk asli

22% peringkat terendah ke-5

2. Ketidakpastian berkenaan dengan wilayah yang akan dilindungi sebagai suaka alam atau taman nasional

13%

peringkat terendah ke-2

3. Infrastruktur 24% peringkat terendah ke-4 Sumber : Fraser Institute, 2004

Demikian juga dengan hasil laporan Word Bank (IMA, 2006) tentang indeks kepercayaan investor menyebutkan bahwa Indonesia relatif memiliki tingkat kepercayaan investor yang lebih rendah dari Thailand dan Vietnam (Gambar 13). Rendahnya tingkat kepercayaan investor ini mengakibatkan munculnya disentif yang sangat besar bagi investor untuk ikut serta dalam kegiatan investasi di Indonesia, termasuk investasi pada sektor pertambangan yang relatif memakan waktu yang lama serta risiko yang besar (IMA, 2006).

Faktor lain yang menjadi kendala melemahnya investasi pertambangan di Indonesia adalah besarnya korupsi pada sektor pemerintahan di Indonesia. Gambar 14 memperlihatkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia relatif sangat parah dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki tingkat korupsi yang lebih buruk dibandingkan dengan India dan Thailand serta sangat jauh jika dibandingkan dengan Malaysia. Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disentif yang sangat besar bagi investasi pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan melibatkan sejumlah peraturan yang diatur oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi yang besar akan mengurangi kepastian berusaha karena adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Gambar 13. Index Kepercayaan Investor (FDI Confidence Index Among Global Investors)

Sumber : Word Bank, 2005

36

Page 24: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Gambar 14. Indeks Persepsi korupsi 2003

Sumber : Transperancy International, 2003

Jika dilihat dari perspektif daerah penghasil, sektor pertambangan sering

menimbulkan kondisi kantong (enclave) pada masa operasi, terjadinya efek pengurasan

(backwash effect) oleh daerah-daerah yang lebih maju yang justru menghambat

perkembangan wilayah-wilayah perdesaan/hinterland yang kaya sumberdaya mineral

(Anwar 2001). Sebagai akibatnya investasi pertambangan menyebabkan terjadinya

kebocoran wilayah (regional leakage) bagi daerah penghasil pada masa operasi karena

kecilnya penggunaan dan pembelian barang dan jasa di daerah setempat yang mana

sebagian besar barang dan jasa tersebut harus di import.

Menurut Agenda 21 sektor Pertambangan (2001) menyatakan bahwa industri

pertambangan juga merupakan industri yang menimbulkan berbagai perubahan drastis

terhadap lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi-fungsi

lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat. Dalam prespektif

lingkungan, kehadiran industri pertambangan pada suatu daerah dapat menyebabkan

terjadinya depresiasi (degradation dan depletion) lingkungan, hilangnya

keanekaragaman hayati flora dan fauna, hutan, lahan, sungai dan laut. Potensi-potensi

positif sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasi potensi-potensi

negatif itu, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik dengan

kepentingan masyarakat.

37

Page 25: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Pertambangan juga berdampak pada kehidupan masyarakat lokal yang

menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam. Aksessibilitas masyarakat lokal

terhadap sumberdaya alam sebagai mata pencaharian tradisionalnya dapat hilang jika

wilayah Kontrak Karya Pertambangan tertutup bagi mereka, hal ini dapat menjadi

masalah serius bagi penduduk setempat. Munculnya berbagai masalah sosial budaya,

pelanggaran hak asasi manusia, hilangnya kearifan-kearifan lokal masyarakat asli

(indegenous people) turut mewarnai perjalanan industri pertambangan di Indonesia

selama empat dekade terakhir ini.

Meskipun berbagai persoalan yang menghambat investasi pertambangan di

Indonesia namun sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sumberdaya mineral yang

cukup kaya dan beragam. Menurut Hamilton dan Katili (Sigit, 1996) secara geologi

posisi Indonesia diuntungkan karena berada pada konvergensi tiga lempengan raksasa

dunia yakni lempengan Australia-Hindia yang bergerak ke Utara, lempengan Pasifik

bergerak ke Barat dan lempengan Eurasia (Eropa Asia) yang relatif diam. Konvergensi

ke tiga lempengan tersebut membawa dampak positif dan negatif bagi Indonesia.

Dampak negatifnya ; struktur kepulauan Indonesia di penuhi oleh deretan gunung berapi

yang berpotensi mendatangkan bencana. Dampak positifnya; pola penyebaran

mineralisasi hampir merata pada gugus kepulauan Indonesia yang mengandung potensi

sumberdaya mineral yang kaya dan beragam.

38

Page 26: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Tabel 9. Potensi Sumberdaya Mineral di Indonesia No Jenis Mineral Deposit (cadangan) Lokasi Keterangan 1. Bauksit 1,3 milyar ton Pulau Bintan Propinsi

Riau. Kalimantan Barat PT. Aneka Tambang memiliki izin penambangan tunggal seluas 10.000 ha

2. Batubara 36,5 milyar ton Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Irian Jaya dan Pulau Jawa

3. Kobalt Nomor 3 terbesar di dunia setelah Kanada dan Uganda

Pulau Wageo (antara pulau Halmahera dan Irian Jaya)

4. Tembaga 32 juta ton Grasberg, Irian Jaya, Kalimantan, Jawa, Sumatera dan Sulawesi

PT. Freeport Inc

5. Intan Tidak ada data Kalimantan Selatan Kandungan mineral yang penting di Kalsel

6. Emas 3120 ton Grasberg Irian Jaya. Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Wetar Irian Jaya

PT. Freeport Inc

7. Kaolin tidak ada data Sulawesi Timur Laut, Kepulauan Bangka dan Belitung

Di Belitung terdapat 14 pertambangan

8. Mangan tidak ada data Jawa Barat, Jawa Tengah

9. Mika tidak ada data Wasior, Irian Jaya 10. Pasir Besi tidak ada data Cilacap, Bali, Ende

(NTT), Sumatera

11. Pasir Chroom tidak ada data Pulau Halmahera 12. Nikel + 27.000 ton nikel

kasar (nikel matte) tahun 1990. 1000 juta ton nikel laterit dengan kandungan logam 13 juta ton

Soroako Sulawesi Selatan, Kalimantan, Halmahera dan Irian Jaya

PT. INCO

13. Timah 24.000 ton Kepulauan Riau, lepas pantai timur Sumatera. Pulau Bangka Sumatera Selatan

PT. Tambang Timah (BUMN)

14. Uranium tidak ada data Sungai Riang Kalbar, sungai Mahakam, Sibolga SUMUT, Kelian KALTIM, Sungai Momi Monokwari Irian Jaya

Di survey oleh PT.Anggi Chemaloy

15. Seng tidak ada data Irian Jaya Sumber : diolah dari berbagai sumber, 2006

Tentang potensi sumberdaya mineral (Bachriadi, 1998) menambahkan Indonesia menyimpan kandungan minyak terbesar di dunia, juga dikenal sebagai penghasil timah nomor 2 di dunia dan bersama Thailand sebagai kontributor 58% dari produksi timah dunia. Indonesia juga tercatat sebagai pengekspor batubara uap nomor 3, penghasil nikel

39

Page 27: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

nomor 5 dan penghasil emas nomor 9 di dunia. Jika mengacu pada program perluasan tambang PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Papua sejak tahun 1997 maka perusahaan ini akan menjadi penghasil tembaga nomor 2 terbesar di dunia. Potensi sumberdaya mineral yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang menyangkut jenis, deposit dan penyebarannya merupakan kekayaan nasional disajikan pada Tabel 9 diatas.

Sedangkan persebaran potensi sumberdaya mineral dan pelaku utama sektor pertambangan di Indonesia di tunjukkan pada Gambar 15 di bawah ini.

Gambar 15. Persebaran Pelaku Utama Sektor Pertambagan di Indonesia Sumber : DESDM (IMA, 2006)

Hasil annual survey of mining companies 2002/2003 yang dilakukan oleh Fraser

Institute (lembaga penelitian ekonomi, sosial dan pendidikan di Kanada) tentang

kekayaan sumberdaya mineral di Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun tersebut,

Indonesia dari sisi mineral potential index berada pada urutan 16 dari 47 negara yang di

survey seperti terlihat pada Gambar 16.

Indonesia urutan ke 16 dari 47

Gambar 16. Indeks Potensi Mineral dari 47 negara Sumber : Fraser Institute 2002/2003 survey of mining companies

40

Page 28: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Namun betapapun kayanya potensi sumberdaya mineral di sebuah negara, harus

pula ditopang oleh kebijakan pemerintah dan iklim investasi yang kondusif.

Sebagaimana dikatakan oleh Sigit (1996) :

“Tingkat perkembangan dan kemajuan pertambangan di suatu negara, bukannya

ditentukan terutama oleh potensi sumberdaya mineralnya betapapun juga

kayanya, tetapi lebih banyak bergantung pada kebijaksanaan pemerintah yang

berkuasa dalam menetapkan iklim usaha yang diperlukan”

Menurut Sigit (2004), sejak tahun 1997 timbul berbagai hal yang merusak iklim

investasi pertambangan di Indonesia, yang menyebabkan tidak saja terhentinya arus

investasi pertambangan baru, tetapi juga menyebabkan terhentinya ratusan proyek

eksplorasi yang di lakukan oleh perusahaan-perusahaan Penanaman Modal Asing

(PMA). Sebagai konsekuensi dari situasi demikian berdasarkan hasil annual survey of

mining companies 2002/2003 yang dilakukan oleh Fraser Institute, Indonesia berada

pada urutan ke 47 dari 47 negara dalam Policy Potential Index sebagai negara tujuan

investasi pertambangan, seperti terlihat pada Gambar17.

Indonesia urutan ke 47 dari 47

Gambar 17. Indeks Potensi Kebijakan Sumber : Fraser Institute 2002/2003 survey of mining companies

Selanjutnya Sigit (2004) menyatakan pertambangan di Indonesia mengalami

pertumbuhan pesat selama kurun waktu 1970-1996, namun dewasa ini mengalami

kesulitan yang berkepanjangan. Sejak tahun 1997 timbul berbagai hal yang merusak

iklim investasi, yang menyebabkan tidak saja terhentinya arus investasi pertambangan

baru, tetapi juga menyebabkan terhentinya ratusan proyek eksplorasi yang dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan PMA. Puluhan investor berbondong-bondong meninggalkan

Indonesia dan mengalihkan investasinya ke negara lain (terutama China, India, Vietnam,

41

Page 29: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Chili, dsbnya) karena negara-negara tersebut dapat memberikan fasilitas dan kondisi

lingkungan kerja yang lebih baik. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian BCI (Bussiness

Competitiveness Index) (IMA, 2006) tentang kondisi persaingan usaha di Indonesia yang

relative buruk dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, Brazil maupun

Thailand (Gambar 18). Kinerja yang buruk ini tentunya akan mengurangi tingkat

kepastian investor untuk melakukan tindakan investasi di Indonesia. Karenanya, peran

pemerintah untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif menjadi mutlak

untuk dilakukan.

Gambar 18. Indeks Persaingan Usaha

Sumber : BCI (Bussiness Competitiveness Index) dalam IMA, 2006 Selain itu, serangkaian kebijakan pemerintah yang tertuang dalam peraturan

perundangan di bidang perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, pertanahan,

ketenagakerjaan dan pelaksanaan otonomi daerah, telah menimbulkan berbagai

permasalahan yang membuat iklim investasi tidak kondusif lagi. Dengan demikian sejak

tahun 1996 penanaman modal dalam pertambangan di Indonesia telah mengalami

Stagnasi atau mati suri.

Setelah beroperasi selama lebih dari empat dekade menurut data BPS 2003,

secara nasional kontribusi sektor pertambangan pada perekonomian nasional (Produk

Domestik Nasional Bruto) berturut-turut tahun 1997 sebesar Rp. 7.645,6 triliun (1,76%),

1998 sebesar Rp. 9.678,0 triliun (2,57%), 1999 sebesar Rp. 10.357,7 triliun (2,73%),

2000 sebesar Rp. 11.619,2 triliun (2,92%), 2001 sebesar Rp. 12.502,5 triliun (3,04%),

2002 sebesar Rp. 13.082,2 triliun (3,07%). Nilai sebesar itu belum dapat dikatakan

42

Page 30: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

signifikan jika dibandingkan dengan besarnya deposit sumberdaya mineral yang terdapat

dalam perut bumi Indonesia.

Menurut LPEM UI dalam studi pembuatan road map sektor pertambangan (2004)

bahwa proporsi sektor pertambangan terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2002

hanya mencapai lebih dari 2,5% dari total PDB. Proporsi ini relatif menurun

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 3% dari total PDB

secara keseluruhan (Gambar 19). Kecilnya proporsi nilai tambah sektor pertambangan ini

hendaknya menjadi perhatian pemerintah untuk dapat terus meningkatkan nilai tambah

sektor pertambangan sehingga peranannya pada masa yang akan datang dapat terus

ditingkatkan, mengingat besarnya sumberdaya dan cadangan bahan tambang di

Indonesia.

Gambar 19. Proporsi Nilai Tambah Sektor Pertambangan terhadap PDB Indonesia

Sumber : CEIC (LPEM UI, 2004) Lahirnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33

tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) juga berdampak signifikan

bagi pendapatan daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral. Daerah-daerah yang

memiliki potensi sumberdaya alam yang signifikan akan memiliki alokasi yang besar

dari penerimaan negara yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 dan PP No. 104/2000

terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) dan penerimaan dari sumberdaya alam. Untuk sektor pertambangan

umum di bagi dengan imbangan 20% Pemerintah Pusat, 16% Propinsi, 32%

43

Page 31: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Kabupaten/Kota Penghasil dan 32% Kabupaten/Kota dalam Propinsi. Bagi hasil

penerimaan negara dari sumberdaya alam secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Persentase Alokasi Bagi Hasil Penerimaan dari Sumberdaya Alam No. PENERIMAAN PUSAT PROVINSI KAB./KOTA

PENGHASIL KAB./KOTA LAINNYA

KAB./KOTA SELURUH INDONESIA

A. SDA Non Migas 1. Kehutanan - PSDH 20 16 32 32 0 - IHPH 20 16 64 0 0 - Dana Reboisasa 60 0 40 0 0 2. Pertambangan - Land Rent 20 16 32 32 0 - Royalty 20 16 32 32 0 3. Perikanan 20 0 0 0 80 B SDA Migas 1. Penerimaan Negara

Setelah dikurangi komponen pajak yang berasal dari minyak bumi

85 3 6 6 0

2. Penerimaan Negara Setelah dikurangi komponen pajak yan berasal dari gas alam

70 6 12 12 0

Sumber : UU No. 33 Tahun 2004 dirangkum

Bagi hasil pajak dan sumberdaya alam serta dana perimbangan terlihat pada tabel

10 dan tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Bagian Pusat–Daerah dari Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam

No Jenis Bagi Hasil & Perincian Bagian Daerah Pusat Daerah 1. Pajak Bumi da Bangunan (PBB) 10% 90% 2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan 20% 80% 3. Pajak Penghasil Perorangan** 80% 20% 4. SDA Kehutanan Iuran Hak Penguasaan Hutan (HPH)

(Provinsi 16%, Kabupaten/Kota Penghasilan 6%) 20% 80%

Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) (Provinsi 16% Kabupaten/Kota Penghasil 32%, Kabupaten/Kota Lainnya 32%)

20% 80%

5. SDA Pertambangan Umum : Iuran Tetap (Land Rent)

(Provinsin 16%, Kabupaten/Kota Penghasil 64%) 20% 80%

Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalty) (Provinsi 16 %, Kabupaten/Kota Penghasil 32%, Kabupaten/Kota Lainnya 32%)

20% 80%

Sumber : UU No. 33/2004, PP No. 104/2000 dan PP No. 115/2000

44

Page 32: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Tabel 12. Dana Perimbangan menurut Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000

No Jenis Penerimaan Pusat Provinsi Kab/Kota Penghasil

Kabupaten Lainnya

1. PBB 10% + (90%x9%,

sebagai biaya pungut)

90%x16.2% 90%x64.8%

2. BPHTB 20% 80%x16% 80%x64% 32 3. IHPH 20% 16% 64%x50% 64%x50% 4. Propisi SDH 20% 16% 64% 5. Iuran Tetap 20% 16% 64% 6. Royalty 20% 16% 64%x50% 64%x50% 7. Perikanan 20% 80% 8. Minyak Bumi

(Penerimaan Bersih) 85% 3% 6% 6%

9. Gasa Alam (Penerimaan Bersih)

70% 6% 12% 12%

10. Alokasi Umum Minus 25% dari APBN

10% 90%

11. Alokasi Khusus 12. Dana Reboisasi 60% 40%*** Sumber : Peraturan Pemerintah No. 104 tahun 2000, dirangkum

Di beberapa daerah yang memiliki sumberdaya mineral sektor pertambangan

mampu menyumbangkan persentase yang besar bagi Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) daerah. Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Kabupaten Kutai

Timur sebesar 74,7 persen, Kabupaten Mimika Papua 97,4 persen dan Kabupaten Luwu

Utara, Sulsel 80 persen, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB sebesar 92,70 persen (2003),

95,24 persen (2004) dan 95,26 persen (2005). Namum tingginya PDRB di daerah-daerah

yang kaya sumberdaya mineral belum dapat dijadikan indikator kesejahteraan

masyarakat karena penilaian tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan. Salah satu

kelemahannya adalah bahwa PDRB konvensional belum dikurangi dengan depresiasi

lingkungan yakni penyusutan (depletion) dan kerusakan (degradation) lingkungan.

Selama empat dekade perjalanan industri pertambangan di Indonesia dari

prespektif sosial budaya dipenuhi konflik dengan pemerintah daerah dan masyarakat

lokal dan ketidakpuasan unsur-unsur masyarakat di daerah. Sumberdaya mineral yang

selama ini menjadi simbol kekayaaan di daerah menjadi sumber tuntutan untuk

mendapatkan hak otonomi. Pertambangan yang perizinannya dikelola secara sentralistik

dan sektoral dirasakan telah menciptakan ketidakadilan, pencemaran lingkungan serta

kecilnya manfaat bagi masyarakat telah menjadi sasaran tuntutan lahirnya paradigma

baru pertambangan.

45

Page 33: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2.6. Penganggaran dan Kinerja Pembangunan

Sebagai daerah yang terbuka, adalah wajar apabila suatu daerah mempunyai

akses dan keterkaitan dengan daerah lain. Kecenderungan yang terjadi menunjukkan

bahwa semakin banyak alur akses dan keterkaitan dengan daerah lain, maka semakin

besar kesempatan suatu daerah untuk berkembang. Adanya sejumlah akses tersebut

memungkinkan suatu daerah untuk dapat melakukan pertukaran barang dan jasa secara

efektif. Dalam perencanaan wilayah, keadaan ini disebut sebagai simpul jasa distribusi

(Agenda 21 buku 2, 2000).

Selanjutnya (Agenda 21, 2000) menerangkan dapat pula terjadi eksploitasi suatu

daerah terhadap daerah lain, misalnya eksploitasi suatu kota terhadap daerah buritannya.

Analogi dengan hal tersebut, dalam ekologi dikenal watak dasar bahwa ekosistem yang

dewasa, kuat dan mapan akan melakukan invasi serta mengalahkan ekosisitem yang

muda, lemah dan labil.

Karenanya yang biasa terjadi adalah pembangunan sarana perhubungan dan

komunikasi yang menghubungkan suatu daerah yang “lemah” dengan daerah lain yang

“kuat” akan menyebabkan invasi dan eksploitasi dari yang kuat terhadap yang lemah.

Dengan demikian terjadilah ketergantungan daerah yang lemah terhadap yang kuat.

Kondisi yang demikian tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah satu atau

bahkan kedua belah pihak akan mengalami kebangkrutan dan kemerosotan atau yang

satu menjadi beban yang lain. Sehingga yang harus dikembangkan adalah saling

ketergantungan, kerjasama antar daerah berdasarkan kekuatan masing-masing. Untuk itu

pola pikir pembangunan berkelanjutan harus menuju pada upaya memperkuat daerah

sehingga terbangun saling ketergantungan.

Kabupaten mempunyai kesempatan untuk membangun hubungan yang saling

menguntungkan antara perdesaan yang berbasis ekonomi pertanian dan perkotaan yang

berbasis ekonomi industri dan jasa. Hal ini juga berarti mengembangkan dan menjaga

hubungan yang serasi antara satuan ruang yang didomominasi oleh lingkungan buatan

dan satuan ruang yang didominasi oleh lingkungan alami. Sumberdaya alami menjadi

komponen yang penting untuk menjamin keberlanjutan perkembangan, bukan hanya

untuk Kabupaten itu sendiri tetapi juga untuk Kota yang harus ditopangnya. Usaha

pertanian yang berkelanjutan dalam arti luas dan mungkin juga kehutanan, perlu menjadi

perhatian utama dalam perencanaan pembangunan Kabupaten.

46

Page 34: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

2.6.1. Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi dalam

penyelenggaraan pemerintah, karena berkaitan dengan pemerintahan itu sendiri untuk

mensejahterakan rakyatnya (Soenarto, 2007). Oleh karena itu output dari perencanaan

adalah penganggaran. Pada era otonomi daerah pemerintah daerah dituntut untuk mampu

secara mandiri mengelolaan keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran

pendapatan belanja daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi

pemerintah daerah (UU 33/2004). APBD bagi pemerintah daerah merupakan rencana

kerja yang akan dilaksanakan dan disajikan dala bentuk angka-angka. Angka-angka pada

sisi penerimaan mencerminkan rencana pendapatan serta sumber-sumber untuk

mendapatkannya, sedangkan angka-angka pada sisi pengeluaran mencerminkan program

kerja pemerintahan maupun pembangunan yang akan dilaksanakan.

APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah, peran

pemerintah dalam pengalokasian anggaran sangat menentukan bidang-bidang atau

sektor-sektor mana yang harus dikembangkan untuk ditingkatkan anggarannya karena

berpengaruh terhadap kinerja pembangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola

pengalokasian anggaran dengan kinerja pembangunan daerah yaitu: 1) Pola

pengalokasian anggaran suatu daerah 2) Pola pengalokasian anggaran daerah sekitarnya

dan 3) kinerja pembangunan daerah sekitarnya.

2.6.2. Indikator-Indikator Kinerja Pembangunan

Menurut (Saefulhakim, 2005) indikator-indikator kinerja pembangunan dibangun

atas dasar variabel-variabel penting yang dianggap bisa menggambarkan tingkat

perkembangan dan pertumbuhan atau mampu menjelaskan tingkat ukuran kinerja

pembangunan dapat dirumuskan dengan indeks/ratio. Indeks/rasio tersebut diantaranya

adalah: 1) Bidang perekonomian: diukur dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi,

struktur perekonomian, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan,

tingkat pemerataan pendapatan (indeks gini), tingkat daya beli, tingkat tabungan

masyarakat, tingkat investasi, perdagangan luar negeri (eksport import), indeks harga

bangunan, realisasi penerimaan APBD dll. 2) Bidang ketertiban umum: diukur dengan

luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan konflik/kejadian, penduduk berdasarkan

jenis kasus/kejadian, kecelakan, kebakaran hutan dll. 3) Bidang kesehatan: jumlah

penduduk sakit, tingkat kematian, tingkat harapan hidup, angka kelahiran, dll. 4) Bidang

pendidikan: diukur dengan tingkat pendidikan, angka putus sekolah, rataan lama sekolah,

47

Page 35: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

angka buta dan melek huruf dll. 5) Bidang tata ruang, lingkungan dan pemerintahan

umum: diukur dengan kepadatan penduduk, rumah permanen dan non permanen,

penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang, tingkat ketersediaan ruang

terbuka hijau, pencemaran lingkungan dll.

2.6.3. Peran Penganggaran dan Kinerja Pembangunan

Perencanaan pembangunan wilayah yang disusun secara komprehensif pada

akhirnya akan meningkatkan kinerja pembangunan daerah sehingga hasil-hasil yang

diharapkan dapat tercapai. Dalam pembangunan perekonomian daerah, setiap kebijakan

dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan pembangunan di daerah pasti akan

mendasarkan diri dari kekhasan yang menjadi ciri daerah yang bersangkutan, dimana

kegiatan tersebut ditujukan bagi terciptanya peningkatan (baik jumlah maupun jenis)

kesempatan kerja bagi masyarakatnya, pertumbuhan perekonomian wilayah yang stabil

dan peningkatan pendapatan perkapita.

Keterbatasan dana sebagai sumber pembiayaan dalam melaksanakan

pembangunan merupakan alasan ditetapkannya suatu skala prioritas di dalam

pembangunan yang tertuang dalam pola pengalokasian anggaran. Pola pengalokasian

anggaran dalam suatu pembangunan di daerah berarti merupakan suatu pola untuk

melaksanakan rencana kerja dengan tujuan bahwa rencana kerja tersebut akan

mempunyai dampak atau manfaat yang lebih besar bagi masyarakat yang secara umum

akan mempengaruhi kinerja pembangunan.

Berkaitan dengan penganggaran maka pola pengalokasian anggaran yang kurang

tepat akan menyebabkan pemborosan sumberdaya dan sasaran yang akan dicapai tidak

dapat terwujud dengan optimal yaitu kinerja pembangunan yang buruk. Alokasi

anggaran belanja yang tidak disesuaikan dengan pemahaman atas karakteristik

perekonomian wilayah maka tidak akan memberikan manfaat dalam penyusunan rencana

pengeluaran pemerintah.

Kaitannya dengan interaksi spasial, maka pola pengalokasian anggaran suatu

daerah yang tepat akan memberi pengaruh terhadap kinerja pembangunan yang baik

untuk daerah yang bersangkutan dan diharapkan juga memberi pengaruh terhadap kinerja

pembangunan di daerah sekitarnya. Begitu pula kinerrja pembangunan di suatu daerah

tidak hanya dipengaruhi oleh pola pengalokasian anggaran pada daerah yang

bersangkutan, tetapi mendapat pengaruh dari daerah disekitarnya. Pengalokasian

anggaran belanja yang baik sesuai untuk suatu daerah akan memberi dampak terhadap

48

Page 36: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

daerah-daerah lainnya. Ataua dapat dikatakan, dengan tercapainya kinerja pembangunan

yang baik maka daerah-daerah sekitarnya akan menerima manfaat juga (Soenarto, 2005).

2.7. Analisis Isi (Content Analysis) Peraturan Perundangan dan Proses Perubahan Kebijakan

2.7.1. Analisis Isi (Content Analysis) Peraturan Perundangan

Content analysis adalah teknik penelitian yang digunakan untuk menganalisis

dokumen-dokumen tertulis seperti laporan, surat, transkrip wawancara, dan bentuk-

bentuk tertulis lainnya (Henderson, 1991 dan Krippendorf, 1980). Teknik penelitian ini

bisa berupa teknik kuantitatf yang sistematis dan bisa direplikasi yang digunakan untuk

menjelaskan atau memahami konsep yang sedang dipelajari (Riffe et al. 1998). Teknik

ini memungkinkan peneliti untuk mempelajari perilaku manusia secara tidak langsung

melalui analisis cara mereka berkomunikasi (Fraenkel et al. 1996).

Teknik analisis ini memiliki kelebihan karena sifatnya yang unobtrusive (tidak

langsung dan tidak mengganggu obyek yang diteliti), ekonomis, bisa direplikasi serta

tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Namun demikian kelemahan dari metode ini

diantaranya adalah sumber data yang terdokumentasi terbatas, dan sulit menentukan

validitas jika ada ketidaksepakatan antar penguji (Fraenkel et al, 1996).

Tahapan/prosedur dalam melakukan content analysis dimulai dari identifikasi

permasalahan penelitian, review teori dan penelitian sebelumnya, menentukan fokus

penelitian, mendefinisikan isi dokumen yang relevan, membuat desain yang lebih

spesifik, membuat tabel contoh, membangun protokol untuk pengkodean, spesifikasi

populasi, spesifikasi kerangka sample, melakukan analisis percobaan, memproses data

dan melaporkan hasil (Borg et al., 1989; Riffe et al., 1998; Fraenkel et al., 1996, dan

Krippendorff, 1980). Secara ringkas tahapan content analysis ini disajikan pada Gambar

20.

49

Page 37: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

Konseptualisasi (Conceptualization)

Rancangan (Design)

Analisis (Analysis)

Identifikasi Problem Penelitian

Review Theory dan Penelitian Sebelumnya

Assert Research Questions

Penentuan Konteks yang relevan

Spesifikasi Desain Formal

Pembuatan Dummy Tables

Pretest

Proses pengolahan data :Analisis kualitatif, Analisis Kuantitatif

atau gabungan keduanya

Tetapkan Reliability

HASIL

Pembangunan Protokol Pengkodean

Spesifikasikan Populasi

Spesifikasi Sampling Frame

Gambar 20. Prosedur Analysis Isi (content analysis)

Sumber : Rosylin, 2008

Analisis isi (content analysis) untuk keperluan penelitian ini dilakukan terhadap

peraturan perundang undangan tentang mineral dari pusat hingga ke daerah penelitian

dalam konteks pembanguan berkelanjutan untuk aspek ekonomi, lingkungn dan sosial.

2.7.2. Proses Perubahan Kebijakan

Sutton (1999) menyatakan bahwa segala sesuatu yang diputuskan oleh para pembuat keputusan dianggap sebagai perwujudan pemikiran umum dan pemisahan keputusan-keputusan tersebut dari implementasinya, padahal naskah suatu kebijakan dilahirkan oleh suatu proses yang “chaotic”. Lindayati dalam Rosylin (2008) menyatakan pengalaman di Indonesia menunjukkan bahwa pembuatan kebijakan tidak hanya didorong oleh kepentingan pemerintah; tetapi juga melibatkan proses

50

Page 38: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

”pembelajaran” bagi pembuat kebijakan dimana gagasan kebijakan memainkan peranan utama.

Arus utama dalam pembuatan kebijakan yang berjalan saat ini disebut sebagai model liner. Model ini dikenal juga dengan model rasional atau common-sense. Urutan pembuatan kebijakan dalam model ini adalah sebagai berikut (Sutton, 1999) : 1. Mengenali dan merumuskan isu yang diperkirakan sebagai masalah. 2. Merumuskan tindakan untuk mengatasai masalah. 3. Memberi bobot terhadap alternatif tindakan dengan mengenali resiko dan hambatan

yang mungkin terjadi. 4. Memilih tindakan sebagai kebijakan yang dianggap paling tepat. 5. Pelaksanaan kebijakan. 6. Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan.

Sedangkan menurut (IDS, 200) proses pembuatan kebijakan non linier mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Pembuatan kebijakan harus dipahami sebagai suatu proses politik yang

sesungguhnya yaitu sesuatu yang bersifat analitis atau suatu pemecahan masalah. Proses pembuatan kebijakan sama sekali bukan semata-mata bersifat teknis, aktivitas rasional-lah yang sering dipertahankan.

2. Pembuatan kebijakan adalah suatu proses yang kompleks dan tidak menentu, bersifat berulang-ulang dan sering juga didasarkan pada percobaan, kesempatan belajar dari kekeliruan, dan mengambil ukuran-ukuran yang bersifat perbaikan. Oleh karena itu tidak ada keputusan atau hasil kebijakan tunggal yang optimal.

3. Selalu ada tumpang-tindih dan agenda yang berlawanan; disana mungkin tidak ada kesepakatan yang penuh antar stakeholders atas apa permasalahan kebijakan penting yang sebenarnya.

4. Keputusan tidaklah bersifat teknis dan terpisah: nilai-nilai dan fakta-fakta saling terjalin. Pertimbangan-pertimbangan nilai memainkan peran utama.

5. Implementasi melibatkan pertimbangan dan negosiasi oleh para pengambil keputusan dan pelaksana keputusan (memberi kesempatan untuk melakukan inovasi dan lebih dihargai).

6. Tenaga ahli teknis dan penentu kebijakan bekerja sama ‘saling membangun’ kebijakan. Kerja sama ini dikenal juga sebagai co-produksi (produksi bersama) antara kebijakan dan ilmu pengetahuan.

7. Co-Produksi kebijakan dan ilmu pengetahuan sering dilakukan untuk mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian ilmiah, dimana ilmuwan berusaha melengkapi dengan memberi jawaban untuk pembuat kebijakan, dan selanjutnya didiskusikan.

51

Page 39: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan … · 2015-08-29 · BAB II. TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. ... yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living

8. Proses kebijakan meliputi beberapa perspektif atas biaya sebagai perspektif dari kemiskinan dan ketermarjinalan yang sering terabaikan.

Proses pembuatan kebijakan dapat dikembangkan dan diuraikan dalam suatu kerangka sederhana yang menghubungkan tiga tema yang saling berhubungan (Gambar 21) (IDS, 2006), yaitu : 1. pengetahuan dan diskursus (apa yang merupakan ‘kebijakan naratif’? Bagaimana hal

tersebut dirangkai melalui ilmu pengetahuan, riset dan lain sebagainya ?); 2. para pelaku dan jaringan kerja (siapa yang terlibat dan bagaimana mereka terhubung

?); dan 3. politik dan kepentingan ( apakah yang merupakan dasar dinamika kekuasaan ?)

Diskursus & Naratif

Politik & Kepentingan

Pelaku & Jaringan

Kerja

Gambar 21. Kerangka Hubungan Antar Aktor dalam Proses Perumusan Kebijakan (Sumber : Institute of Development Studies, 2006)

Sutton (1999) menjelaskan bahwa pengembangan narasi (narrative development)

yaitu suatu keyakinan di masa lalu berisi penyederhanaan kompleksitas situasi yang

seringkali digunakan oleh pembuat kebijakan. Mereka sering menetapkan keyakinan-

keyakinan tersebut sebagai kearifan di masa lalu yang sulit sekali ditinggalkan.

Keberadaan kelompok kepentingan, kekuasaan, dan kewenangan mempunyai kedudukan

penting karena akan saling memberi pengaruh terhadap ’kebenaran’, asumsi, jalan

keluar, berdasarkan argumentasi dari pengalaman, literatur, atau pasal-pasal dalam

peraturan-perundangan. Kelompok-kelompok tersebut menentukan cakupan atau arena

yang dibahas dalam pembuatan kebijakan. Narasi membatasi ruang untuk melakukan

manuver atau membatasi ruang kebijakan (policy space), yaitu kemampuan pembuat

kebijakan untuk menemukan alternatif atau pendekatan baru. Narasi dilahirkan melalui

jaringan pembuat kebijakan (policy coalition/network) dan mengembangkan

paradigmanya sendiri sehingga menjadi sangat berpengaruh.

52