bab ii tinjauan pustaka 2.1 kajian pustakaberita memiliki dua jenis, yakni straight news dan feature...

22
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Terdapat beberapa penelitian atau pustaka terdahulu yang berkaitan dengan pembingkaian berita media massa, di antaranya penelitian dari Adi Nugroho tahun 2012 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Berita Pilgub Jateng pada Suara Merdeka”. Penelitian ini mengangkat unit analisis berita Suara Merdeka edisi 21 Mei--21 Juni 2008 karena berita mengenai Pilgub Jateng pada tanggal tersebut sangat gencar diberitakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana frame kebijakan redaksional serta mengetahui sikap media cetak dalam membingkai pemberitaan tentang pemilihan umum Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2008. Penelitian ini menggunakan paradigma konstrutivisme dengan metode penelitian analisis framing model Pan dan Kosicki. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial milik Peter L Berger dan teori agenda setting untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini. Temuan dalam penelitian ini, yakni berita harian Suara Merdeka memberikan ruang untuk masyarakat memilih calon gubernur secara objektif dan menjelaskan latar belakang visi misi calon gubernur, ini bertujuan agar masyarakat tidak salah memilih pemimpin mereka. Selain itu, pemberitaan ini lebih menekankan untuk menagih janji-janji yang belum terealisasikan oleh gubernur sebelumnya. Penelitian lain diungkapkan oleh Leonardo Johanes tahun 2013 mengenai analisis framing yang berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Partai

Upload: truongthu

Post on 05-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Terdapat beberapa penelitian atau pustaka terdahulu yang berkaitan

dengan pembingkaian berita media massa, di antaranya penelitian dari Adi

Nugroho tahun 2012 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Berita Pilgub

Jateng pada Suara Merdeka”. Penelitian ini mengangkat unit analisis berita Suara

Merdeka edisi 21 Mei--21 Juni 2008 karena berita mengenai Pilgub Jateng pada

tanggal tersebut sangat gencar diberitakan. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan bagaimana frame kebijakan redaksional serta mengetahui sikap

media cetak dalam membingkai pemberitaan tentang pemilihan umum Gubernur

(Pilgub) Jawa Tengah 2008. Penelitian ini menggunakan paradigma

konstrutivisme dengan metode penelitian analisis framing model Pan dan Kosicki.

Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial milik Peter L Berger dan teori

agenda setting untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini. Temuan

dalam penelitian ini, yakni berita harian Suara Merdeka memberikan ruang untuk

masyarakat memilih calon gubernur secara objektif dan menjelaskan latar

belakang visi misi calon gubernur, ini bertujuan agar masyarakat tidak salah

memilih pemimpin mereka. Selain itu, pemberitaan ini lebih menekankan untuk

menagih janji-janji yang belum terealisasikan oleh gubernur sebelumnya.

Penelitian lain diungkapkan oleh Leonardo Johanes tahun 2013 mengenai

analisis framing yang berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Partai

9

Nasional Demokrat (Nasdem) di harian MEDIA INDONESIA dan Koran SINDO”.

Leonarda Johanes dalam penelitiannya memaparkan bahwa harian MEDIA

INDONESIA dan Koran SINDO membingkai berita konflik Partai Nasdem dengan

mengedepankan unsur ketokohan (who) dalam berita bingkai konflik Partai

Nasional Demokrat. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa pemilik

media memengaruhi dalam penulisan berita. Pembingkaian berita yang dilakukan

dua media tersebut tidak lepas dari kepentingan politik pemilik media. Dalam

melakukan penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode analisis framing

model Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki dengan pandangan konstruksionis.

Unit analisis dalam penelitian Johanes adalah berita di harian Media

Indonesia tanggal 22 Januari 2013 yang berjudul “Nasdem Hormati Keputusan

Mundur Hary Tanoe” dan Koran SINDO tanggal 22 Januari 2013 dengan judul

“Partai Lain Siap Tampung HT-Rofiq”. Selain itu, Johanes tidak hanya

menganalisis berita pada tanggal 22 Januari 2013, tetapi juga menganalisis berita

pada tanggal 26 Januari 2013 di harian Media Indonesia dan Koran SINDO yang

berjudul “Surya Paloh Ketua Umum Nasdem” di harian Media Indonesia dan

“Ribuan Kader Mundur Nasdem Gembos” di Koran SINDO.

Mengenai analisis framing juga pernah dilakukan oleh Faiz Fauzan pada

tahun 2014 dengan judul ‘Analisis Framing Pemberitaan Kasus Dugaan Korupsi

dan Gaya Hidup Mewah Gubernur Ratu Atut Chosiyah pada Koran TEMPO”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian berita mengenai dugaan

kasus korupsi yang dilakukan oleh gubernur Banten dan gaya hidup mewah Ratu

Atut Chosiyah. Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis

10

pemberitaan ini adalah analisis framing model Pan dan Kosicki. Obyek penelitian

adalah pemberitaan kasus dugaan korupsi dan gaya hidup mewah Gubernur Ratu

Atut Chosiyah yang muncul pada Koran TEMPO dari tanggal 5 Okober 2013

sampai dengan 13 November 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koran

TEMPO memberikan gambaran pemberitaan dengan menunjukan struktur,

sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Temuan pada penelitian ini, yaitu penulisan

berita yang dibuat oleh Koran TEMPO sangat lengkap. Struktur retoris dalam

Koran TEMPO tampak menonjol karena wartawan Koran TEMPO banyak

menggunakan istilah, leksikon, idiom, bahkan gambar karikatur yang dapat

menarik perhatian khalayak. Gaya pemberitaan Koran TEMPO terkenal kritis dan

tajam dalam investigasi. Koran TEMPO memiliki volume dan frekuensi berita

yang lebih dibandingkan media yang lain karena mampu memuat lebih dari satu

pemberitaan dengan kasus yang sama dalam satu edisi. Dalam pemberitaan Ratu

Atut ini, Koran TEMPO tetap objektif dan independen karena wartawan TEMPO

lebih mementingkan berita yang bermutu dan selalu berpegang teguh pada kode

etik.

Pembingkaian berita media online pernah diteliti Tri Dewi Putri Lestari

tahun 2012 pada tesisnya yang berjudul: “Pemberitaan Rencana Kenaikan Harga

BBM Bersubsidi oleh PemerintahanSusilo Bambang Yudhoyono (Analisa

Framing pada Media KOMPAS dan tvOne (Maret-April 2012)”. Penelitian yang

dilakukan oleh Tri Dewi Lestari ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi dalam

pemberitaan rencana kenaikkan harga BBM dalam PemerintahanSusilo Bambang

Yudhoyono (SBY) pada surat kabar KOMPAS dan tvOne. Penelitian ini dibatasi

11

pada dua media yang dianggap representatif untuk dikaji mengenai bagaimana

media nasional, baik surat kabar maupun televisi membingkai berita mengenai

rencana kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh

PemerintahanSBY. Dua media tersebut adalah KOMPAS dan tvOne. Satuan unit

analisis dalam penelitian ini dibatasi pada tanggal 31 Maret 2012 sampai dengan 2

April 2012.

Penelitian ini menggunakan model analisis Robert Entman serta

menggunakan paradigma konstruktivisme. Pada penelitian ini peneliti memilih

dua frame yang dominan, yaitu frame kenaikan harga BBM dan hal yang

melatarbelakanginya serta frame isu PemerintahanSBY yang mengambil

keuntungan dari naiknya harga BBM. Selain menggunakan analisis framing

Entman, Tri Dewi Putri Lestari juga melakukan wawancara dengan pihak di

dalam kedua media tersebut. Temuan dalam penelitian Tri Dewi Putri Lestari

adalah bahwa dalam pemberitaan tidak ada kebenaran yang mutlak dan objektif,

peneliti mengatakan pemberitaan yang telah ditayangkan oleh kedua media

tersebut adalah hasil dari konstruksi dari berbagai kepentingan dan latar belakang.

Dari analisis teks pada pemberitaan di harian KOMPAS lebih banyak

memberitakan masalah rencana kenaikan harga BBM, yaitu sebesar 85,54% atau

sebanyak 296 berita, sedangkan tvOne menempatkan 14,45% atau 48 berita”.

tvOne lebih memberitakan sisi pembangunan dan mengapa SBY menaikkan harga

BBM bersubsidi, sedangkan KOMPAS lebih memberitakan secara side story

mengapa SBY menaikkan harga BBM bersubsidi dengan lebih menonjolkan

12

beberapa partai yang tidak setuju akan keputusan ini, serta aksi demonstrasi, dan

anarkis di beberapa daerah di Indonesia.

Dalam penelitian ini KOMPAS meletakkan pemberitaan rencana kenaikan

harga BBM bersubsidi dalam bidang kontroversi, sedangkan tvOne dalam bidang

penyimpangan. Namun, peneliti menemukan bahwa pemberitaan kedua media

tersebut dalam mendefinisikan masalah pemberitaan rencana kenaikan harga

BBM dalam PemerintahanSBY sebagai masalah politik dan ekonomi kelas atas.

Analisis framing dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan

memperjelas tentang keberpihakan media pada isi berita secara kualitatif.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dilihat adanya perbedaan antara

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yakni penelitian ini tidak hanya

analisis teks, tetapi juga menganalisis level produksi dan sosial-kultural yang

melingkupi institusi media antara lain sosial, politik, budaya, dan ekonomi.

Analisis produksi didapat dari hasil-hasil wawancara dan observasi di lapangan.

Analisis sosial-kultural didapat dengan hasil wawancara dan dokumentasi

sekunder.

Ada pembaruan tema yang diangkat, yaitu 100 hari pemberitaan

Pemerintahanyang berkuasa. Penelitian ini menggunakan analisis framing model

Robert Entman. Model ini digunakan karena penelitian ini mengangkat mengenai

komunikasi politik dan model ini lebih dinamis dalam mengungkapkan realitas

politik.

13

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Analisis Framing

Analisis framing adalah metode analisis teks atau analisis isi media.

Analisis framing termasuk dalam paradigma kontruksionis untuk melihat

bagaimana media membentuk pesan atau mengkontruksi peristiwa dan bagaimana

media menyajikan pesan kepada khalayak (Eriyanto, 2002:12). Dalam teori

framing terdapat banyak macam model, antara lain (1) model Murray Edelman,

(2) model Robert Entman, (3) model William A. Gamson, dan (4) model

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Empat model tersebut menganalisis

bagaimana berita dikontruksi yang tidak hanya berdasarkan fakta di lapangan,

namun juga untuk menonjolkan pesan yang ingin disampaikan oleh wartawan atau

pihak lain termasuk dari pemilik media (Eriyanto, 2002:13).

Menurut Robert Entman dalam (Eriyanto, 2002: 220), framing dilihat

dalam dua dimensi besar, yakni seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari

realitas oleh media. Penonjolan memiliki arti bahwa dalam proses pembuatan

berita, media menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain. Hal

ini dilakukan dengan strategi wacana, yaitu dengan pembuatan judul yang

menarik, pengulangan, menyisipkan grafis untuk mendukung aspek yang

ditonjolkan dan cara-cara yang lainnya untuk memperkuat penonjolan tersebut.

Hal ini bertujuan agar bersifat menarik dan mudah diingat khalayak. Dalam model

Entman, framing merujuk pada definisi masalah, diagnose causes (penjelasan

masalah), make moral judgement (adanya keputusan moral), dan menekankan

penyelesaian.

14

Model Murray Edelman menjelaskan bahwa analisis framing melihat

perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata tertentu yang menandakan

bagaimana fakta atau realitas dipahami. Menurut Edelman (Eriyanto, 200:185)

framing adalah sesuatu yang telah dikategorisasikan. Kategorisasi yang dimaksud

adalah pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu

pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi

merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran, karena kategorisasi adalah kekuatan

yang besar dalam memengaruhi pikiran dan kesadaran publik.

Dalam model William Gamson, analisis framing adalah cara mengetahui

bagaimana berita itu dikonstruksi oleh media dengan menghubungkan wacana

media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain. Framing adalah

sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau

cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Gamson

mengatakan cara pandang tersebut itu sebagai kemasan (package) (Eriyanto,

2002:260--261). Kemasan (package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan

isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Kemasan diibaratkan

sebuah wadah atau struktur data yang mengumpulkan sejumlah informasi yang

menunjukkan posisi atau adanya kecenderungan politik dan membantu

komunikator untuk menjelaskan muatan-muatan dibalik isu atau peristiwa.

Framing dipahami sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang

atau media memahami dan memaknai sebuah isu (Eriyanto, 2002:263--265). Ide

sentral tersebut didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu wacana

dengan bagian wacana lain saling mendukung (Eriyanto, 2002:263). Perangkat

15

wacana itu seperti kata, kalimat, pemakaian gambar, atau grafik tertentu,

proporsisi, dan lain-lainnya (Eriyanto, 2002:262). Semua elemen tersebut akan

mengarah pada ide tertentu dan mendukung ide sentral dari suatu berita. Dalam

model William Gamson terdapat dua perangkat bagaimana gagasan atau ide

sentral diterjemahkan pada teks berita, yaitu:

“Framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing itu ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, serta metafora tertentu, sedangkan reasoning device (perangkat penalaran). Perangkat ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar, alasan tertentu, dan sebagainya.” (Eriyanto, 2002:265-266).

Berbeda dengan model sebelumnya, Model Zhondang Pan dan Gerald M.

Kosicki (Pan dan Kosicki) (Eriyanto, 2002:290) menyatakan bahwa analisis

framing merupakan sebuah proses membuat pesan yang lebih menonjol,

menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju

pada pesan tersebut. Framing adalah metode untuk melihat perbedaan media

dalam mengungkapkan suatu peristiwa (realitas).

Pan dan Kosicki mengatakan (Eriyanto, 2002:291) bahwa analisis framing

digunakan untuk mengetahui berita yang dikontruksi media dengan cara

mengaitkan dua konsep. Konsep pertama adalah konsep psikologi yang lebih

menekankan pada bagaimana wartawan memproses informasi pada dirinya.

Konsep kedua adalah konsep sosiologis, konsep ini menjelaskan bagaimana

wartawan melakukan pembingkaian dengan melihat dari segi latar belakang

lingkungan sosial yang dikonstruksi seseorang.

16

2.2.2 Berita Sebagai Komunikasi Politik

Berita harus berupa fakta dari segala peristiwa yang aktual dan menarik

perhatian orang banyak. Berita adalah sebuah peristiwa yang baru saja terjadi dan

masih hangat-hangatnya, berita yang aktual dan faktual. Berdasarkan sifatnya

berita memiliki dua jenis, yakni straight news dan feature news. Straight news

adalah berita yang disampaikan langsung pada pokok persoalan atau yang biasa

disebut berita secara langsung yang bersifat informative tanpa melupakan unsur

5W+1H. 5W+IH adalah what, when, where,who, why, and how, itu merupakan

unsur wajib yang harus ada dalam sebuah berita. Feature news adalah berita yang

tidak langsung. Feature news biasanya dibumbui dengan kata yang mendayu-

dayu, membuat peristiwa yang biasa saja bisa lebih menarik untuk dibaca

(Tamburaka, 2013:138).

Berdasarkan medianya, berita dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu berita

media cetak dan online, berita media radio, serta berita televisi. Berita televisi

berbeda dengan berita media cetak maupun berita di radio, sebab berita televisi

menyajikan gambar dan suara sehingga khalayak akan lebih tertarik dalam

menikmati berita tersebut. Berita televisi adalah berita yang memadukan kekuatan

suara dan gambar. Ted White (dalam Halim, 2013:76) menyatakan bahwa gambar

adalah bagian yang paling penting dalam narasi. Selain itu, laporan yang

disampaikan menggunakan media televisi disajikan secara menarik dan langsung

oleh presenter (news anchor).

Komunikasi politik adalah studi interdispliner yang dibangun atas berbagai

macam disiplin ilmu, terutama dalam ilmu komunikasi dan ilmu politik.

17

Komunikasi politik berkembang mulai tahun 1922 dikembangkan pertama kali

oleh Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmann yang mengkaji tentang opini publik

pada masyarakat, kemudian ditambah oleh Bagehot, Maine, Byrce dan Graha

Walla di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik

(Cangara, 2014:27).

Terminologi komunikasi berasal dari bahasa Latin, yakni communico,

memiliki arti membagi dan communis yang berarti membangun kebersamaan

antara dua orang atau lebih (Cangara, 2014:13). Sementara menurut Harold D.

Lasswell komunikasi adalah siapa yang mengatakan apa, melalui apa, kepada

siapa dan apa akibatnya (Cangara, 1999:14). Politik adalah siapa yang

memperoleh apa, kapan, dan bagaimana. Politik adalah pembagian nilai-nilai yang

otoritatif. Politik adalah kekuasaan dan pemegang kekuasaan, pengaruh, dan

tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluaskan tindakan

lainnya (Dan Nimmo, 1999:8). Menurut Miriam Budiardjo (2008:19). Politik

adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh

warga negara untuk menentukan arah kehidupan sosial. Peter Merkl mengatakan

bahwa politik adalah perebutan kekuasaan, harta, dan takhta (Mariam Budiardjo,

2008:16). Sementara itu, Dan Nimmo (1999) mengatakan komunikasi politik

adalah kegiatan berpolitik yang melibatkan pembicaraan. Pembicaraan yang

dimaksud adalah pembicaraan yang inklusif, adanya pertukaran simbol (Dan

Nimmo, 1999:8). Cangara mengatakan komunikasi politik adalah proses

komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas politik. Di dalam komunikasi politik

terdapat isi pesan yang bermuatan politik (Cangara, 2014:30).

18

MetroTV sebagai news media merupakan salah satu agen media yang

bertugas menjalankan pendidikan politik kepada masyarakat. Media berfungsi

menyebarkan norma politik kepada masyarakat agar masyarakat dapat

menentukan pilihan setiap pemilihan umum dan dapat mengkritisi apa yang

dilakukan pemeritah jika dianggap menyimpang. Selain pendidikan politik, media

juga bertugas sebagai penyalur pesan politik antara komunikator politik kepada

khalayak untuk kepentingan tertentu.

Metro Hari Ini (MHI) adalah program berita yang ada di media MetroTV.

MHI adalah program berita buletin yang disiarkan setiap harinya pada pukul

17.00 WIB dengan durasi 60 Menit. Isi dalam program berita tersebut adalah

peristiwa yang terjadi di nasional maupun internasional. Berita dalam program

tersebut lebih banyak menonjolkan berita politik dibandingkan berita yang berbau

sosial, kriminal, atau entertainment. MHI adalah salah satu program berita yang

mememiliki rating yang paling tinggi daripada berita yang lainnya di MetroTV.

(Sumber : Company profile MetroTV)

2.2.3 Teori Ekonomi Politik Media

Kajian ekonomi politik berawal dari teori tentang masyarakat industri dan

kapitalisme yang berawal dari pemikiran Adam Smith (1723--1790). Pemikiran

Adam Smith dikritisi Karl Marx, Karl Marx mengkaji ekonomi secara mendalam

dan teliti sehingga berpandangan kritis terhadap pemikiran Smith. Namun,

pemikiran kritis tersebut ditanggapi berbeda oleh sosiolog dan ekonom Inggris.

Mereka setuju mengenai pemikiran Smith, yakni kapitalisme dan determinisme

ekonomi (Harahap, 2013:41).

19

“Mereka cenderung menerima pemikiran gagasan Smith yang menyatakan adanya kekuatan tak terlihat, teori tangan tersembunyi yang menentukan pasar barang dan tenaga kerja” (Harahap, 2013:41).

Pasar merupakan realitas independen yang berdiri di atas individu dan

mengendalikan prilaku individu. Hal ini memiliki arti bahwa pasar media

dikendalikan oleh profesional media dalam menyampaikan isi media (Harahap,

2013:41). Ekonomi politik menurut Vincent Mosco (1996) adalah studi yang

mengkaji tentang hubungan sosial, khususnya kekuasaan, yang terkait masalah

produksi, distribusi, konsumen, dan regulasi komunikasi (Mosco, 1996:5). Mosco

menjelaskan bahwa adanya aspek kekuasaan dibalik kegiatan produksi, distribusi,

dan konsumsi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Mosco merumuskan terdapat tiga hal yang mempengaruhi ekonomi politik pada

kajian komunikasi, yaitu:

1. Komodifikasi

Komodifikasi adalah cara pandang kapitalisme, yaitu proses transformasi

barang dan jasa dari nilai guna menjadi komoditas nilai tukar (Mosco,

1996:140). Transformasi barang dan jasa yang dimaksud, misalnya seperti

pemberitaan mengenai kisruh KPK dengan Polri di MetroTV, konflik yang

sebenarnya harus diselesaikan, tetapi justru dijadikan tontonan karena

media memiliki kepentingan menghasilkan profit.

2. Spasialisasi (spatialization).

Spasialisasi adalah proses mengatasi kendala tempat dan waktu di

kehidupan sosial. Selain itu, spasialisasi merupakan perpanjangan institusi

kegiatan berorganisasi. Perpanjangan institusi ini adalah sebagai

20

kekuasaan korporasi dan besarnya badan usaha. Artinya, perpanjangan

berorganisasi adalah proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu

yang dilakukan perusahaan media dalam bentuk perluasan badan usaha.

Terdapat dua jenis badan usaha, yaitu badan usaha horizontal dan vertikal.

Bentuk horizontal adalah badan usaha media yang berbentuk konglomerasi

dan monopoli, sedangkan bentuk vertikal adalah proses integrasi antara

induk perusahaan dan anak perusahaan (Mosco, 1996:173--176).

Perusahaan media memiliki pengaruh yang memengaruhi produksi media

atau isi pesan yang disampaikan media kepada khalayak. Pengaruh

tersebut, antara lain pemilik media terhadap produksi media dan teks

media.

3. Strukturasi (structuration)

Strukturasi menekankan pada aksi dan agensi yang berkaitan dengan

proses sosial dan kehidupan sosial. Strukturisasi adalah independensi

antara agensi dengan kehidupan sosial dan reproduksi (Mosco, 1996:210--

211). Pengaruh media tidak hanya pada pemilik saja, tetapi juga dari luar

organisasi, yaitu sosial masyarakat. Pengaruh sosial masyarakat dapat

memengaruh produksi media dan teks media yang dihasilkan MetroTV.

Murdock dan Golding yang mengadaptasi pemikiran Marx mengenai

ekonomi politik dalam analisa media massa berpendapat bahwa

pernyataan Marx dalam The German Ideology membutuhkan tiga proporsi

empiris hingga dapat divalidasi secara memuaskan:

“Bahwa produksi dan distribusi gagasan dipusatkan di tangan para sarana-sarana produksi kapitalis; bahwa karena itu gagasan-

21

gagasan mereka semakin mengemuka dan mendominasi pemikiran kelompok-kelompok subordinat; dan dalam arena itu dominasi ideologis ini berfungsi mempertahankan sistem ketidaksetaraan kelas yang umum terjadi saat member hak istimewa kelas penguasa dan mengeksploitasi kelas-kelas subordinat” ( Halim, 2013:40).

Murdock dan Golding merumuskan tiga konsep kunci sebagai konteks pasar,

yakni logika determinisme ekonomi, kepemilikan, dan pengendalian, serta

konsukensi produksi. Maksudnya, kepatuhan media massa, pemiliki modal dan

kekuasaan politik adalah wujud kompromi kepada pasar dengan produk-produk

“budaya komersial”. Dalam artian Murdock dan Golding menjelaskan bahwa

adanya hegemoni yang dikembangkan oleh media massa dalam perspektif

ekonomi politik media. Namun, dalam ekonomi politik media tidak

memperlihatkan media berkompromi dengan kelas penguasa (Halim, 2013:40--

41). Dalam penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa media massa akan

terikat dengan kepentingan sosial, ekonomi, dan kepentingan politik. Tiga hal

tersebut yang akan memengaruhi produksi dan distribusi media massa.

2.2.4 Hierarchy Of Influence

Model ini diciptakan oleh dua ahli komunikasi, yaitu Pamela J. Shoemaker

dan Stephen D. Reese (1996) membuat model hierarchy of influence, model yang

menjelaskan bahwa dalam produksi informasi sebuah media dipengaruhi oleh

lapisan-lapisan yang melingkupi institusi media. Lapisan-lapisan yang melingkupi

institusi media, yaitu:

22

1. Level Individual

Wartawan sebagai individu. Individu seorang wartawan sangat

berpengaruh dalam pembuatan berita, Pamela J. Shoemaker dan

Stephen D. Reese. (1996) menjelaskan beberapa faktor yang

memengaruhi wartawan dalam membuat berita, yaitu karakteristik

wartawan, latar belakang, pengalaman, tingkah laku, keyakinan,

etnisitas, dan kekuatannya dalam media tersebut (karir). Hal tersebut

sangat memengaruhi wartawan dalam membentuk sudut pandang

berita dan mengkontruksi fakta yang ada di lapangan, walaupun tugas

wartawan membuat berita sesuai fakta, namun wartawan juga memiliki

tugas bagaimana pesan tersebut disampaikan kepada publik.

Hasil observasi awal mengenai pola kerja masing-masing individu,

koordinator liputan tidak sepenuhnya menentukan sudut pandang suatu

berita dan wartawan tidak sepenuhnya bekerja dengan arahan produser

maupun koordinator liputan. Namun, wartawan juga menggunakan

pikiran kreatif dalam mencari suatu berita. Saat pembuatan berita

tersebut wartawan menggabungkan pandangannya. Pandangan tersebut

adalah hasil konstruksi bukan realitas yang sesungguhnya. Maka dari

itu, hasil dari liputan wartawan dipengaruhi oleh latar belakang

wartawan, cara pandang wartawan, dan pengalaman wartawan. Faktor-

faktor tersebut juga mempengaruhi secara langsung isi teks media.

23

2. Level Rutinitas Media

Rutinitas media adalah siklus yang berulang-ulang yang terjadi

dalam redaksi pemberitaan. Siklus tersebut adalah rutinitas media

dalam mengemas berita, seperti dikejar deadline, keterbatasan tempat,

penulisan berita, mencari gambar yang menarik, riset data untuk

ditambahkan dalam package, dan mengejar narasumber. Pada level ini

ada tiga hal yang memengaruhi dalam rutinitas media, yaitu (1)

suppliers, (2) organisasi media (processor), dan (3) audience

(consumers).

1. Suppliers adalah sumber-sumber yang diperlukan untuk

dijadikan bahan berita. Sebagai contoh media bergantung pada

data-data di lapangan, pidato pejabat, wawancara, laporan

perusahaan, atau dengar pendapat pemerintah yang dijadikan

sumber-sumber yang memiliki pengaruh besar pada konten

media.

2. Organisasi media (processor) adalah organisasi media atau

processor adalah redaksi sebuah media yang bertugas untuk

mengemas pemberitaan dan selanjutnya dikirim kepada

khalayak.

3. Audience (consumers). Audience atau consumer adalah

konsumen sebuah berita di media. Yang disebut audience adalah

pendengar, pembaca dan penonton yang menikmati berita yang

diproduksi media massa.

24

Rutinitas di redaksi MetroTV dalam pembuatan berita adalah

sebagai berikut. Pertama, akan dilakukan dengan memilih topik

berita yang sedang hangat terjadi di masyarakat dan berita yang

menarik. Wartawan akan mengejar narasumber dengan batas

waktu yang ditugaskan koordinator liputan dan produser.

Produser dan anggota redaksi selalu melakukan rapat proyeksi

sebelum tayang untuk melakukan pemilihan berita yang akan

ditayangkan. Berita yang telah dibuat wartawan akan diseleksi

oleh produser. Produser akan memilih berita yang menarik,

berita yang ratingnya tinggi, dan berita yang sesuai dengan

perintah direksi. Dalam rapat proyeksi, segenap redaksi akan

berdebat untuk memilih berita yang akan diletakkan per segmen.

Jika ada materi yang lengkap dan gambar yang baik, berita

tersebut akan dibuat menjadi paket berita. Namun, ketika materi

kurang lengkap dan gambar juga kurang lengkap, hanya dibuat

voice over.

3. Level Organisasional Media

Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi

pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media.

Media memiliki tujuan, yaitu keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari

media akan memengaruhi pada produksi media tersebut. Level ini

lebih berpengaruh karena kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik

media atau Direktur Utama sebuah media. Jadi, penentu kebijakan

25

pada sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap

dipegang oleh pemilik media. Ketika tekanan dari atasan, pekerja

secara individu harus tunduk pada organisasi yang lebih besar

(Shoemaker, 1996:140).

MetroTV adalah media massa yang memiliki tujuan secara

ekonomi, politik, maupun ideologi. MetroTV adalah media massa yang

memiliki tujuan profit sehingga memiliki tujuan untuk meraup

keuntungan. Setiap pemberitaan yang ditayangkan tetap mendapat

pengaruh dari pemilik media massa maupun CEO.

4. Pengaruh dari Luar Organisasi Media

Media dipengaruhi oleh faktor dari luar organisasi, seperti pengaruh

sosial masyarakat, pangsa pasar, pengiklan, politik dan lain-lain. Hal

tersebut adalah bagian luar dari organisasi media yang memiliki pengaruh

besar dalam proses pembuatan teks berita. Dalam penelitian awal, penulis

menemukan bahwa keputusan redaksi juga tergantung dari kepentingan

ekonomi (pengiklan), politik, sosial, dan lain-lain. Pengaruh yang paling

besar adalah kepentingan politik pemilik.

5. Level Ideologi

Ideologi sebagai mekanisme integrasi sosial yang berkaitan dengan

fungsi kontrol sosial media, yaitu untuk mempertahankan batas-batas

dalam suatu budaya untuk mempersatukan masyarakat (Pamela J.

Shoemaker dan Stephen D. Reese. 1996:216). Menurut Samuel Becker

(dalam Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. 1996:213) ideologi

26

berfungsi untuk mengatur cara kita memandang dunia kita dan diri kita

sendiri mengendalikan apa yang kita lihat sebagai suatu yang alami.

Level ideologi menjelaskan bahwa ide memiliki hubungan dengan

kepentingan dan kekuasaan, serta kekuasaan yang menciptakan simbol

adalah kekuasaan yang tidak netral. Tidak hanya berita tentang kelas

yang berkuasa, tetapi juga struktur berita agar kejadian-kejadian

diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa (Shoemaker,

1996:224). Ideologi ini adalah sesuatu yang bersifat abstrak.

Pemberitaan di MetroTV tidak boleh melenceng dengan

ideologi, yaitu sesuai dengan slogan MetroTV, yaitu “Knowledge to

elevate”. MetroTV lahir sebagai media berita pertama yang tayang 24

jam dengan ruang lingkup berita nasional dan internasional dengan

proporsi 70% berita dan 30% berita non news. MetroTV memiliki visi

sebagai televisi nomor satu dalam program beritanya sehingga MetroTV

selalu ingin cepat dan tanggap ketika terjadi peristiwa. Setiap

pengemasan berita yang dibuat oleh produser harus sesuai dengan citra

MetroTV. Hasil penelitian awal, ideologi sering terabaikan oleh

kepentingan-kepentingan yang memengaruhi. Contoh, pada Pemilihan

Presiden 2014, dimana MetroTV menjadi salah satu televisi pendukung

salah satu calon. Padahal motto MetroTV Knowledge to elevate dan misi

MetroTV salah satunya untuk membangkitkan dan mempromosikan

kemajuan bangsa dan negara melalui suasana yang demokratis, dan

menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Namun, sayanganya karena

27

adanya keberpihakan MetroTV telah melanggar Pedomanan Prilaku

Penyiaran dan Standaran Program Siaran 2012 Pasal 18 Ayat 2 bahwa

media tidak boleh menjadi partisipan politik.

28

2.2.5 Kerangka Pemikiran

Tabel 2. 1 Kerangka Pemikiran

Keterangan

= Adanya hubungan secara tidak langsung

=Mempengaruhi secara langsung

TEMUAN

Analisis Produksi

Analisis Teks FRAMING

Analisi Social-Kultural

Content/Isi Media/Teks

Politik Institusi Media

Modal

Pasar

Ideologi

29

Sesuai dengan kerangka pemikiran di atas bahwa media massa sebagai

media pemberitaan memiliki faktor-faktor luar yang memengaruhi produksi media

massa, seperti modal, pasar, ideologi, politik, dan lain-lain. Pada teori ekonomi,

politik media menjelaskan bahwa hubungan sosial, khususnya kekuasaan yang

terkait masalah produksi, distribusi, konsumen, serta regulasi komunikasi akan

memengaruhi proses produksi media. Namun, dalam penelitian ini penulis fokus

meneliti kepentingan politik yang memengaruhi teks pada media tersebut.