bab ii tinjauan pustaka 2.1 financial literacy (literasi...

28
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi Keuangan) Di abad ke 21 ini, kemampuan untuk mengelola uang dan keuangan secara efektif menjadi semakin penting, tidak hanya untuk para profesional di sektor investasi dan perbankan, namun bagi setiap orang yang bertanggung jawab dalam mengelola urusan keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan ini termasuk dalam istilah literasi keuangan (C. Aprea et al., 2016: 1). Literasi keuangan tidak terbatas pada pengertian pegetahuan, keterampilan dan keyakinan akan lembaga, produk dan layanan jasa keuangan yang ada, namun sikap dan perilaku juga memberikan pengaruh dalam meningkatkan literasi keuangan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat (OJK, 2017). Tingkat literasi keuangan sangat penting bagi setiap individu, sebab apabila seorang individu memiliki tingkat literasi keuangan yang baik (well literate) maka individu tersebut akan mampu mengelola keuangannya dengan baik. Istilah melek finansial mengacu pada seperangkat keterampilan dan pengetahuan individu yang memungkinkannya membuat keputusan yang tepat dan efektif melalui pemahaman tentang keuangan (Sinha & Gupta, 2013: 67). Melek keuangan mengacu pada kemampuan untuk menilai informasi dan mengambil keputusan yang efektif mengenai penggunaan dan pengelolaan uang (Ramachandran, 2011: 2). Menurut Lusardi dan Mitchell (2014) dalam Amagir, Groot, Maassen van den Brink, & Wilschut (2017: 2) menyatakan bahwa literasi keuangan dapat dilihat sebagai investasi modal manusia dan dapat membantu dalam konteks mengenai keputusan tentang pensiun, tabungan, kredit, dan keputusan keuangan lainnya. Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD (2016) mendefinisikan literasi keuangan sebagai pengetahuan dan pemahaman atas konsep dan risiko keuangan, berikut keterampilan, motivasi, serta keyakinan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk membuat keputusan

Upload: duongkhuong

Post on 10-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Financial Literacy (Literasi Keuangan)

Di abad ke 21 ini, kemampuan untuk mengelola uang dan keuangan secara

efektif menjadi semakin penting, tidak hanya untuk para profesional di sektor

investasi dan perbankan, namun bagi setiap orang yang bertanggung jawab dalam

mengelola urusan keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan ini

termasuk dalam istilah literasi keuangan (C. Aprea et al., 2016: 1). Literasi

keuangan tidak terbatas pada pengertian pegetahuan, keterampilan dan keyakinan

akan lembaga, produk dan layanan jasa keuangan yang ada, namun sikap dan

perilaku juga memberikan pengaruh dalam meningkatkan literasi keuangan demi

terwujudnya kesejahteraan masyarakat (OJK, 2017).

Tingkat literasi keuangan sangat penting bagi setiap individu, sebab apabila

seorang individu memiliki tingkat literasi keuangan yang baik (well literate) maka

individu tersebut akan mampu mengelola keuangannya dengan baik. Istilah melek

finansial mengacu pada seperangkat keterampilan dan pengetahuan individu yang

memungkinkannya membuat keputusan yang tepat dan efektif melalui pemahaman

tentang keuangan (Sinha & Gupta, 2013: 67). Melek keuangan mengacu pada

kemampuan untuk menilai informasi dan mengambil keputusan yang efektif

mengenai penggunaan dan pengelolaan uang (Ramachandran, 2011: 2). Menurut

Lusardi dan Mitchell (2014) dalam Amagir, Groot, Maassen van den Brink, &

Wilschut (2017: 2) menyatakan bahwa literasi keuangan dapat dilihat sebagai

investasi modal manusia dan dapat membantu dalam konteks mengenai keputusan

tentang pensiun, tabungan, kredit, dan keputusan keuangan lainnya.

Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD (2016)

mendefinisikan literasi keuangan sebagai pengetahuan dan pemahaman atas konsep

dan risiko keuangan, berikut keterampilan, motivasi, serta keyakinan untuk

menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk membuat keputusan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

11

keuangan yang efektif, meningkatkan kesejahteraan keuangan (financial well

being) individu dan masyarakat, serta berpartisipasi dalam bidang ekonomi (OJK,

2017: 15).

Garman dan Forgue (2010: 4) mengatakan bahwa literasi keuangan merupakan

pengetahuan mengenai fakta, konsep, prinsip dan alat teknologi yang mendasari

untuk cerdas dalam menggunakan uang. Menurut Robert T. Kiyosaki (2003: 57)

menjelaskan bahwa literasi keuangan merupakan kemampuan untuk membaca dan

memahami hal-hal yang berhubungan dengan masalah finansial/keuangan.

Menurut Pailella (2016), melek keuangan merupakan kemampuan untuk

mengumpulkan informasi penting serta memiliki kemampuan membedakan antara

pilihan keuangan yang beragam, membahas masalah keuangan, perencanaan dan

solusi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan keuangan (Firli, 2017: 1).

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi keuangan

merupakan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

mengelola keuangan guna meningkatkan kesejahteraan hidup, di mana

keputusannya dapat berdampak pada masyarakat, negara, dan ekonomi secara

global.

2.1.1 Kerangka Kerja Literasi Keuangan

Berdasarkan kerangka kerja Organisation for Economic Cooperation and

Development (OECD), untuk mengukur literasi keuangan di berbagai negara di

seluruh dunia terdapat tiga variabel utama, yaitu: (1) pengetahuan dan

keterampilan (knowledge & skills), (2) perilaku (behavior), (3) sikap (attitude).

Pengetahuan dan keterampilan mengukur pengetahuan dan keterampilan

seseorang tentang keuangan. Perilaku mengukur perilaku seseorang mengenai

pengelolaan keuangan dasar, seperti perilaku menabung dan partisipasi finansial.

Sikap mengukur bagaimana seseorang bersikap dan bertanggung jawab terhadap

uang. Kerangka kerja literasi keuangan berdasar OECD dapat dilihat pada tabel

berikut:

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

12

Tabel 2.1 OECD Framework

(1) Knowledge and Skills (2) Behavior

Knowledge of financial concepts

- Inflation & investment risk

Basic money management

- Decision maker

- Household budget incidence

- Decision making – P2Y new

ownership

- Sources of information –

P2Y new ownership

Financial numeracy

- Division & time

- Return

- Simple & compound interest

Savings Behavior

- Past 12 months savings

method

- Savings sustaining power in

the event of income loss

- Financial deficit –

incidence/response

Financial Participation

- Financial products

awareness

- Current holdings

- Past 2 years purchase

(3) Attitude

Attitude towards money

Financial responsibility

Sumber: OECD 2012, Data diolah

Namun, berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Firli (2017)

variabel yang mempengaruhi literasi keuangan kemudian dikembangkan menjadi

lima variabel. Menurut Firli, variabel-variabel yang mempengaruhi literasi

keuangan dapat dikelompokkan menjadi lima variabel, yaitu: (1) Personal Socio-

demographic characteristics; (2) Financial knowledge; (3) Financial Behavior;

(4) Financial Attitude; (5) Financial Training.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

13

Tabel 2.2 Proposed Framework of Financial Literacy

(1) Personal Socio Demographic

Characteristics

• Age

• Gender

• Education

• Marital status

• Nationality

• Income

• Personal level (motivation, online

tools, attitude and volition)

• Occupation

• Wealth

• Qualification

• Hopelessness

• Religiosity

• Parent’s education

• Parent’s occupation

• Family member opinion

• Workplace activity

(2) Financial Knowledge

• Knowledge about current

product and services

• Educational of financial

• Basic knowledge

• Money management

• Savings & investment

• Risk management

• Perception & opinion

(3) Financial Behavior

• Basic Money Management

• Savings Behavior

• Investment behavior

• Portfolio and diversification

• Financial participation (bonds,

bills, repo, stocks, hedge funds,

gold, foreign currency, term

deposit and none).

(4) Financial Attitude

• Attitude towards money

• Financial responsibility

(5) Financial Training

• Received training in finance

Sumber: A Firli (2017), Data diolah

Berdasarkan kerangka kerja literasi keuangan yang diungkapkan Firli,

terdapat dua variabel tambahan, yaitu; (1) Personal Socio-demographic

characteristics dan (2) Financial Training yang sebelumnya tidak termasuk ke

dalam kerangka kerja literasi keuangan berdasar OECD.

2.1.1.1 Personal Socio-demographic characteristics

Argawalla S K et. al., (2015); Bashir T. et. al., (2013) mengemukakan

bahwa jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendapatan keluarga, proses

pengambilan keputusan keuangan, penganggaran dan pengeluaran, jabatan,

kualifikasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi literasi keuangan (A

Firli, 2017: 4). Sinha dan Gupta (2013: 72) juga berpendapat bahwa terdapat

banyak faktor yang mempengaruhi tingkat financial literacy seperti

pekerjaan, latar belakang pendidikan, pendapatan rumah tangga, faktor

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

14

demografi yang ternyata berpengaruh signifikan secara statistik dengan

tingkat financial literacy. Lusardi & Mitchell (2011: 15) mengemukakan

bahwa tingkat pengetahuan keuangan rata-rata perempuan dewasa di Amerika

lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengetahuan keuangan rata-rata

laki-laki. Seseorang yang sudah menikah dianggap akan lebih memiliki

motivasi untuk menambah kekayaan, misalnya dengan investasi, dana

pensiun, dan rencana jangka lainnya. Orang yang memiliki kekayaan yang

lebih juga cenderung tertarik dengan produk keuangan seperti asuransi,

pensiun, produk pasar modal seperti saham. Faktor-faktor yang telah

disebutkan pada tabel di atas akan berpengaruh pada tingkat literasi keuangan

seseorang, sehingga harus dipertimbangkan dalam mengukur tingkat literasi

keuangan seseorang.

2.1.1.2 Financial Knowledge

Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya literasi keuangan

merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan keuangan (Chen dan Volpe,

1998; Carpena, et al., 2011). Oleh karena itu, negara-negara yang ada di dunia

biasanya meningkatkan literasi keuangan masyarakatnya dengan

meningkatkan pengetahuan mereka melalui lembaga pendidikan. Lusardi &

Mitchell (2011: 15) menyatakan bahwa seseorang yang tingkat literasi

keuangannya rendah biasanya berkorelasi dengan penghasilan rendah,

pendidikan rendah, dan kekayaan yang rendah. Oleh karena itu, peningkatan

pengetahuan keuangan bagi rumah tangga diperlukan agar mereka dapat

berpartisipasi secara berkelanjutan di pasar uang (Ramachandran, 2011).

2.1.1.3 Financial Behavior

Firli (2017: 6) menyatakan bahwa literasi keuangan juga berhubungan

dengan perilaku. Perilaku keuangan seseorang dapat diukur dengan perilaku

mereka dalam mengelola keuangan dasar, misalnya dalam hal menabung,

konsumsi, bahkan investasi. Perilaku keuangan seseorang juga dapat

ditunjukkan dengan berpartisipasinya seseorang dalam membeli produk

keuangan, seperti membeli saham, obligasi, emas, valuta asing, deposito

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

15

berjangka. Van Rooij, Lusardi, & Alessie (2011: 467) menemukan bahwa

seseorang yang berpartisipasi di pasar saham cenderung memiliki tingkat

literasi keuangan yang tinggi.

2.1.1.4 Financial Attitude

Variabel lain yang mempengaruhi literasi keuangan adalah sikap

keuangan (financial attitude). Sikap keuangan diukur dari sikap seseorang

terhadap uang dan tanggung jawab keuangan (Firli, 2017: 6). Van Rooij,

Lusardi, & Alessie (2011: 467) menemukan bahwa sikap responden terhadap

risiko berkorelasi dengan kepemilikan saham. Mereka yang tidak mau

mengambil risiko cenderung tidak berpartisipasi di pasar saham. Oleh karena

itu, financial attitude menjadi salah satu ukuran untuk mengukur tingkat

literasi keuangan seseorang. Hayhoe, et.al (1999); Lim dan Theo (1997)

mengemukakan bahwa financial attitudes berkorelasi dengan tingkat masalah

keuangan (Herdjiono & Damanik, 2016: 227).

2.1.1.5 Financial Training

Orang yang mendapat pelatihan keuangan akan memiliki pengetahuan

yang lebih dalam di bidang keuangan dan akan membuat keputusan yang

lebih baik, sehingga dapat dikatakan bahwa orang tersebut lebih melek

keuangan (A Firli, 2017: 6). Financial training yang dilakukan terhadap

petani di Desa Rwanda (India) menemukan bahwa pelatihan yang dilakukan

meningkatkan tabungan, mendorong petani untuk mengambil pinjaman, dan

meningkatkan kegiatan baru yang menghasilkan pendapatan, serta

mendorong petani membayar hutangnya (Sayinzoga, Bulte, & Lensink, n.d.).

Pendidikan keuangan yang berhubungan dengan keuangan pribadi

memungkinkan individu untuk mengambil tindakan efektif guna

meningkatkan kesejahteraan keuangan dan menghindari masalah keuangan

(Ramachandran, 2011: 3).

2.1.2 Literasi Keuangan di Indonesia

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan

oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

16

Indonesia pada tahun 2016 meningkat dari 21,84% di tahun 2013 menjadi

29,66%, yang berarti dari setiap 100 penduduk Indonesia hanya sekitar 30 orang

yang termasuk ke kategori well literate. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan pemahaman keuangan (well literate) di tahun 2016. Pada tahun 2016,

hanya terdapat tiga belas provinsi dari total tiga puluh empat provinsi yang

memiliki tingkat literasi keuangan di atas rata-rata nasional.

Grafik 2.1 Indeks Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia Tahun 2016

Sumber: OJK (2017), Data diolah

2.1.3 Tingkat Literasi Keuangan

Tingkat literasi keuangan di Indonesia dibagi menjadi 4 bagian oleh Otoritas

Jasa Keuangan (OJK), yakni:

1. Well Literate

Yakni memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan

serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban

terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan

produk dan jasa keuangan.

29.70%

30.50%

30.50%

31.30%

31.30%

32.70%

33.00%

33.50%

35.60%

37.10%

37.50%

38.20%

38.50%

40.00%

Rata-Rata Nasional

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Sumatera Utara

Sumatera Selatan

Aceh

Jawa Barat

Jawa Tengah

Jawa Timur

Kepulauan Riau

Bali

Banten

DI Yogyakarta

DKI Jakarta

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

17

2. Suffiecient Literate

Yakni memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan

serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan

kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.

3. Less Literate

Yakni hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan, produk

dan jasa keuangan.

4. Not Literate

Yakni tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap lembaga jasa

keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam

menggunakan produk dan jasa keuangan.

2.3 Financial Management Practices (Praktik Manajemen Keuangan)

Manajemen keuangan menurut Bambang Riyanto dalam buku Dasar-Dasar

Pembelanjaan Perusahaan adalah keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan

usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana

tersebut. Menurut Meredith (2006), manajemen keuangan adalah salah satu dari

beberapa bidang fungsional manajemen yang penting bagi keberhasilan usaha kecil

(Jennifer & Dennis, 2015: 66). Manajemen keuangan membuat pelaku usaha dapat

mengelola keuangan usahanya untuk dapat mencapai tujuan keuangan usaha.

Definisi lain mengenai manajemen keuangan diungkapkan oleh McMahon et al.,

(2008) dalam penelitian Jennifer & Dennis (2015: 66), mendefinisikan manajemen

keuangan berdasarkan perpindahan dan penggunaan sumber dana yang terkait

dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai aset dan aktivitas

perusahaan, alokasi dana yang terbatas, dan memastikan bahwa dana tersebut dapat

digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan. Praktik

manajemen keuangan dalam penelitian ini terdiri dari lima komponen yang meliputi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

18

manajemen modal kerja (working capital management) terdiri dari manajemen kas,

manajemen piutang, dan manajemen persediaan. Kemudian, empat komponen

lainnya terdiri dari investasi, pembiayaan, sistem informasi akuntansi serta analisa

dan laporan keuangan. Hal tersebut dirangkum dari penelitian-penelitian terdahulu,

misalnya berdasar Ross et al., (2009) dalam penelitian Jennifer & Dennis (2015:

66) yang mengindikasikan tiga keputusan penting bagi seorang manajer keuangan,

yaitu meliputi keputusan pembiayaan, keputusan pembiayaan jangka pendek, dan

juga memperhatikan net working capital perusahaan, investasi dan laporan

keuangan. Penelitian lainnya yang serupa dilakukan oleh Ang (2002) dalam

penelitian (Jennifer & Dennis, 2015: 66) yang menggolongkan tiga keputusan

keuangan penting yang meliputi keputusan investasi, keputusan pembiayaan, dan

keputusan dividen. Menurut Meredith (2006), pengelolaan keuangan berkaitan

dengan semua bidang manajemen yang tidak hanya melibatkan sumber keuangan

dan penggunaan keuangan di perusahaan tetapi juga implikasi atau akibat yang

diperoleh dari pengambilan keputusan investasi, produksi, pemasaran atau personil

dan kinerja total dari perusahaan (Jennifer & Dennis, 2015: 66). Oleh karena itu,

manajemen keuangan sangat penting bagi setiap pelaku usaha sebab kurangnya

kemampuan manajer dalam mengelola keuangan usahanya akan menjadi penyebab

utama dalam gagalnya sebuah UMKM untuk dapat tumbuh dan berkembang.

2.3.1 Working Capital Management

2.3.1.1 Pengelolaan Kas (Cash Management)

Kas menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No. 2

mengenai arus kas (IAI, 2015) adalah:

“Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro.

Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat

liquid, berjangka pendek dan dengan cepat dapat dijadikan sebagai kas

dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang

signifikan”.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

19

PSAK No. 2 paragraf enam, menjelaskan bahwa setara kas yang

dimiliki digunakan untuk memenuhi komitmen kas jangka pendek dan bukan

untuk investasi atau tujuan lain. Untuk memenuhi persyaratan setara kas,

investasi harus dapat segera diubah menjadi kas dalam jumlah yang diketahui

tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Karenanya, suatu

investasi baru dapat memenuhi syarat sebagai setara kas jika segera akan jatuh

tempo dalam kurun waktu tiga bulan atau kurang dari tanggal perolehan

investasi tersebut. Kas merupakan komponen aktiva (asset) lancar yang paling

likuid atau cair di dalam neraca dan juga kas sering kali mengalami mutasi

atau perpindahan di mana hampir semua transaksi kas yang terjadi dalam

perusahaan akan mempengaruhi posisi kas. Kas adalah mata uang kertas dan

logam, baik dalam valuta rupiah maupun valuta asing yang masih berlaku

sebagai alat pembayaran yang sah. Kas perlu diatur sehingga tidak terjadi

kekurangan dan tidak juga berlebihan. Untuk itu, pelaku UMKM harus dapat

mengelola kasnya dengan baik demi terjaganya kelancaran transaksi kas

usahanya.

2.3.1.2 Pengelolaan Piutang (Account Receivable Management)

Piutang menurut PSAK No. 9, yaitu:

“Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan

produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha

normal perusahaan. Piutang usaha dan lain-lain yang

diharapkan tertagih dalam satu atau siklus usaha normal

diklasifikasikan sebagai aktiva lancar”.

Selain menurut PSAK No. 9, terdapat beberapa pengertian piutang

menurut para ahli ekonomi. Menurut Munawir (2004: 15) berpendapat bahwa

piutang dagang merupakan tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau

pelanggan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.

Dari semua definisi piutang menurut para ahli yang berbeda-beda,

dapat disimpulkan bahwa piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

20

ketiga dalam bentuk uang, jasa maupun barang yang semuanya akan

membawa pengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan hubungan

langsung dengan langganan penerimaan kredit. Pelaku UMKM harus dapat

mengelola piutang usahanya agar tetap terjaga kelancaran usahanya.

2.3.1.3 Pengelolaan Persediaan (Inventory Management)

Pengertian persediaan menurut PSAK No. 14 (IAI, 2015), Persediaan

adalah aset:

(1) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

(2) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau

(3) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam

proses produksi atau pemberian jasa.

Persediaan merupakan bagian dari modal kerja. Setiap perusahaan

baik yang bergerak dalam bidang manufaktur, perdagangan, maupun

perusahaan jasa memiliki persediaan. Begitu juga dengan UMKM, para

pelaku UMKM harus mampu mengelola persediaannya agar tidak merugi dan

terjaga kelancaran usahanya.

2.3.2 Investasi (Investment)

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No. 2 mengenai Arus

Kas (IAI, 2015), aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka

panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.

Menurut Brigham (1995) dalam Jennifer & Dennis (2015: 68)

mengemukakan bahwa penganggaran modal bagi perusahaan yang lebih kecil,

mungkin lebih penting daripada perusahaan yang lebih besar karena kurangnya

akses ke pasar publik untuk mendapatkan pendanaan. Pengelolaan keuangan yang

baik oleh pelaku UMKM dibutuhkan agar keuangan usahanya dapat

diinvestasikan ke dalam aset jangka panjang dan dapat menjadi tambahan modal

usaha. Investasi yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat dianalisis dan dievaluasi

dengan menggunakan Payback Period, metode sederhana yang digunakan untuk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

21

menilai apakah suatu investasi layak ataukah tidak berdasar jangka waktu

pengembalian modal yang diinvestasikan. Menurut Block’s (1997) dalam

Jennifer & Dennis (2015: 68) yang mengadakan survei kepada 232 UMKM di

USA menyatakan bahwa payback period merupakan teknik yang paling banyak

digunakan oleh usaha kecil dalam memilih investasi, sedangkan perusahaan besar

umumnya menggunakan model arus kas diskonto.

2.3.3 Pembiayaan/Pendanaan (Financing)

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No. 2 mengenai Arus

Kas (IAI, 2015), aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan

perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi ekuitas dan pinjaman entitas.

Perusahaan kecil sering mengalami masalah keuangan yang berhubungan

dengan modal usaha. Hal tersebut dikarenakan usaha kecil biasanya dikelola

secara mandiri oleh pemiliknya, selain itu modal yang tersedia pun terbatas untuk

mengakses pasar ekuitas. Di tahap awal memulai usaha mikro, kecil, dan

menengah akan terasa sulit apabila pelaku usaha tidak memiliki cukup modal

untuk mengembangkan usahanya.

Thevaruban (2009) meneliti industri skala kecil dan masalah keuangannya

di Sri Lanka, dan menyatakan bahwa UKM di Sri Lanka merasa sangat sulit

memperoleh kredit dari luar karena arus masuk kas dan tabungan UKM di sektor

kecil secara signifikan rendah (Jennifer & Dennis, 2015: 69). Penelitian lain

mengenai pembiayaan UKM dilakukan oleh Pettit dan Singer (1985) yang

mengemukakan bahwa pembiayaan adalah masalah paling sulit dari UKM yang

berada di Amerika Serikat (Jennifer & Dennis, 2015: 69). Hal tersebut

dikarenakan pembiayaan eksternal lebih mahal daripada pembiayaan internal

(Watson et al., 1998; Datta, 2010; Jennifer & Dennis, 2015: 69).

Sulitnya akses kredit bagi UMKM juga dirasakan oleh pelaku UMKM di

Indonesia. Pada tahun 2014, tercatat dari 56,4 juta UMKM yang ada di Indonesia,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

22

baru 30% yang mendapatkan akses pembiayaan, dengan persentase 76,1%

mendapatkan pembiayaan dari Bank dan 23,9% mendapatkan pembiayaan dari

lembaga keuangan non-bank. Artinya, 60-70% dari total UMKM yang ada di

Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan (Bank Indonesia dan LPPI,

2015).

Sseundaula (2002) dalam Jennifer & Dennis (2015: 69) mencantumkan

faktor-faktor yang membuat bank enggan memberikan kredit kepada UMKM di

antaranya adalah pencatatan dan penyimpanan arsip yang buruk; teknologi yang

kuno; kurangnya profesionalisme dan networking; kurangnya jaminan; kurangnya

gerai pasar karena produknya tidak memiliki standar kualitas; hubungan yang

buruk dan keterbatasan pengetahuan mengenai peluang bisnis. Oleh karena itu,

masalah pembiayaan merupakan masalah keuangan yang penting bagi pelaku

UMKM sehingga hal tersebut harus menjadi salah satu perhatian pelaku UMKM

dalam mengelola keuangan UMKM.

2.3.4 Sistem Informasi Akuntansi (Accounting Information System)

Sistem Informasi Akuntansi (accounting information system) menurut

Romney & Steinbart (2016: 10) adalah:

“Sistem informasi akuntansi adalah suatu sistem yang

mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan mengolah data untuk

menghasilkan informasi bagi para pengambil keputusan. Sistem ini

meliputi orang, prosedur dan instruksi, data, perangkat lunak,

infrastruktur teknologi informasi, serta pengendalian internal dan

ukuran keamanan.”

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi

akuntansi adalah suatu kumpulan sumber daya yang dibuat untuk mengolah data

finansial dan data-data lainnya menjadi informasi akuntansi. Sering dikatakan

bahwa akuntansi merupakan bahasa bisnis. Jika demikian, maka sistem informasi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

23

akuntansi merupakan kecerdasan atau sebuah alat yang menyediakan informasi

dari bahasa tersebut (Romney dan Steinbart, 2016: 10). Sistem informasi

akuntansi (SIA) dapat menjadi sistem manual dengan menggunakan pensil dan

kertas maupun sistem kompleks yang menggunakan teknologi informasi terbaru.

Berdasarkan penelitian Williams (1986) dalam Jennifer & Dennis (2015:

70) yang mengevaluasi kecukupan catatan akuntansi untuk 10.570 usaha kecil

yang bertahan dan beroperasi di Australia, menyatakan bahwa sebagian besar

manajer atau pemilik usaha tidak memiliki catatan akuntansi yang memadai.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Peacock’s (1986,

1987 dan 1988). Penelitian yang lain adalah mengenai persyaratan informasi

akuntansi yang dilakukan oleh Holmes pada tahun 1987 terhadao 928 usaha kecil

yang beroperasi di Sydney, Melbourne dan Bribane. Hasil dari penelitian tersebut

adalah sebanyak lima puluh tujuh persen responden menunjukkan bahwa mereka

menggunakan sistem jurnal atau buku besar (double entry). Namun, temuan ini

agak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Peacock’s (1987) mengenai

catatan yang dikelola oleh perusahaan yang gagal, di mana hanya 2,1 persen

responden yang ditemukan menggunakan sistem jurnal atau buku besar (double

entry) Jennifer & Dennis (2015: 70).

Perkembangan sistem informasi akuntansi untuk UMKM di Indonesia

cukup baik sejauh ini. Dapat dikatakan demikian sebab sudah banyak perusahaan

berbasis digital (start up) yang bergerak di bidang jasa keuangan untuk UMKM

maupun Individu, seperti PT Jurnal Consulting Indonesia (Jurnal.id) yang

menyediakan pelayanan software akuntansi untuk UMKM, lalu terdapat

AKUN.biz yang merupakan aplikasi pembukuan online sederhana yang ditujukan

untuk mengatur keuangan personal hingga pengusaha. Namun sejauh ini belum

terdapat penelitian mengenai berapa banyak UMKM yang sudah well literate

terkait sistem informasi akuntansi berbasis digital ini.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

24

2.3.5 Analisa dan Laporan Keuangan (Financial Reporting and Analysis)

Pembukuan tanpa disertai menyiapkan laporan keuangan kemungkinan

tidak dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan bagi manajer atau

pelaku UMKM. D’Amboise dan Gasse (1980) dalam Jennifer & Dennis (2015:

70) mempelajari penggunaan analisis laporan keuangan oleh produsen kecil di

Quebec, Kanada dan menemukan bahwa produsen kecil di industri sepatu dan

plastik secara formal melakukan analisis berdasarkan laporan keuangan dan

temuan tersebut mengungkapkan bahwa keputusan manajerial perusahaan

manufaktur sebagian besarnya didasarkan pada laporan keuangan yang telah

disiapkan. Penelitian lain yang dilakukan oleh DeThomas dan Fredenberger

(1985) dalam Jennifer & Dennis (2015: 70) menemukan bahwa 81 persen

perusahaan kecil secara teratur memperoleh ringkasan informasi keuangan, di

mana 91 persen dari ringkasan informasi keuangan tersebut berupa laporan

keuangan tradisional yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan dana dan

sisanya merupakan rekonsiliasi bank dan ringkasan operasi serta tidak ada bisnis

yang secara teratur membuat laporan mengenai arus kas. Hal tersebut sama

dengan SAK EMKM atau Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan

Menengah yang telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan

(DSAK) IAI dalam rapatnya pada tanggal 18 Mei 2016 dan aktif pada 1 Januari

2018.

SAK EMKM merupakan standar akuntansi keuangan yang jauh lebih

sederhana bila dibandingkan dengan SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan

Entitas tanpa Akuntabilitas Publik) karena hanya terdiri dari laporan neraca,

laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan sebagai komponennya. Oleh

karena itu, SAK EMKM diharapkan dapat membantu sekitar 57,9 juta pelaku

UMKM di Indonesia dalam menyusun laporan keuangannya dengan tepat tanpa

harus terjebak dalam kerumitan standar akuntansi keuangan yang ada. SAK

EMKM mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mendefinisikan dan memberikan rentang

kuantitatif EMKM.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

25

2.4 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

2.4.1 Pengertian Pelaku Usaha (Entrepreneur)

Secara umum diakui bahwa pengusaha, terlepas dari usia mereka, pasti

terlibat dalam kegiatan pengambilan keputusan mengenai perolehan, alokasi dan

pemanfaatan sumber daya. Oleh karenanya, kegiatan tersebut memiliki implikasi

finansial dan agar berfungsi secara efektif, maka pengusaha perlu melek secara

finansial (Kojo Oseifuah, 2010: 164). Menurut Global Entrepreneurship Monitor

Report tahun 2006 dalam Kojo Oseifuah (2010: 164) mengungkapkan bahwa

literasi keuangan yang buruk dan praktik manajemen yang tidak memadai

membatasi aktivitas kewirausahaan di kalangan pemuda Afrika Selatan.

Schumpeter (1934) mendefinisikan pengusaha sebagai inovator yang

mengembangkan teknologi yang belum dicoba, di mana merujuk dalam artian

produk baru, metode produksi baru, pasar baru, atau bentuk organisasi baru

sehingga kekayaan tercipta saat inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru

(Kojo Oseifuahm 2010: 165).

2.4.2 Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Di Indonesia, sebanyak 57,9 juta unit UMKM diatur dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2008. Berdasarkan undang-undang tersebut, UMKM

didefinisikan sebagai sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM

adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki

oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.

Dalam penelitian ini, klasifikasi UMKM didasarkan pada hasil penjualan tahunan

yang kemudian dikonversikan ke bulan.

UMKM dalam penelitian ini memiliki definisi dan kriteria

berdasarkan UU No. 20 tahun 2008:

a. Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

26

a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah).

b. Usaha Kecil

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah

atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah).

c. Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil

atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan seperti kriteria berikut:

a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

27

*) Kriteria tersebut nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan

perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Penggolongan UMKM di Indonesia mengikuti konsep ISIC (International

Standard Classification of All Economic Activities) yang direvisi tahun 1968, di

mana UMKM di Indonesia digolongkan menjadi sembilan golongan utama sektor

ekonomi, yaitu:

1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan;

2) Pertambangan dan Penggalian;

3) Industri Pengolahan;

4) Listrik, Gas dan Air Bersih;

5) Bangunan;

6) Perdagangan, Hotel dan Restoran;

7) Pengangkutan dan Komunikasi;

8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan;

9) Jasa-jasa.

2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut ini disajikan tabel yang berhubungan dengan penelitian pengaruh

tingkat literasi keuangan terhadap praktik manajemen keuangan.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

No

Peneliti Variabel Model

Analisis

Hasil

1. Brent A.

Marsh

(2006)

Independen:

- Personal

finance

attitudes

- Personal

finance

behavior

- Knowledge

levels

Descriptive

statistics, t

test

statistics,

and one-way

analysis of

variance

(ANOVA)

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa

senior students memiliki

sikap, perilaku, dan

pengetahuan keuangan

pribadi yang lebih baik

daripada first-year

students.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

28

No

Peneliti Variabel Model

Analisis

Hasil

Dependen:

- Personal

demographic:

Age (first-year

students and

senior-year

students)

2. Sabana

(2014)

Independen:

- Entrepreneur

financial

literacy

Intervening:

- Financial

access

Moderat:

- Transaction

Cost

Dependen:

- Microenterprise

performance

Multiple

Linear

Regression

Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa

entrepreneur financial

literacy memiliki

pengaruh yang

signifikan terhadap

performance of micro

enterprises.

Entrepreneur financial

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap

financial access, dan

financial access

memiliki pengaruh yang

signifikan dalam

hubungannya sebagai

variabel intervening

antara financial literacy

dan performance of

microenterprises.

3. Jennifer

& Dennis

(2015)

Independen:

- Working capital

- Investment

- Financing

- Accounting

information

system

- Financial

reporting and

analysis

Multiple

regression

analysis

Praktik manajemen

keuangan yang terdiri

dari working capital

management, investment

practices, financial

planning practices,

accounting information

systems and financial

reporting and analysis

menjadi faktor paling

menentukan dan

berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan

UKM di Kenya.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

29

No

Peneliti Variabel Model

Analisis

Hasil

Dependen:

- SME’s Growth

4. Aribawa,

D. (2016)

Independen:

- Financial

literacy

Dependen:

- Performance

- Sustainability

PLS SEM

(Structural

Equation

Modelling)

Hasil penelitian ini

mengemukakan bahwa

literasi keuangan

berpengaruh signifikan

terhadap kinerja dan

keberlanjutan usaha

pada UMKM kreatif di

Jawa Tengah.

5. Eniola &

Entebang,

(2017)

Independen:

- Financial

knowledge

- Financial

awareness

- Financial

attitudes

Dependen:

- Financial

performance

Structural

Equation

Modelling

(SEM)

Financial knowledge

berpengaruh signifikan

terhadap financial

performance, financial

awareness berpengaruh

signifikan terhadap

financial performance,

dan financial attitudes

berpengaruh tidak

signifikan terhadap

financial performance.

6. Wangeci

Mwathi,

A. (2017)

Independen:

- Financial

knowledge

- Financial skills

- Financial

attitudes

Dependen:

- Financial

decision

Multiple

regression

analysis

Hasil penelitian

menyatakan bahwa

financial knowledge dan

financial skills memiliki

pengaruh signifikan

terhadap personal

financial decision.

Namun, financial

attitude memiliki

pengaruh tidak

signifikan terhadap

personal financial

decision.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

30

Berdasarkan literature review yang telah dilakukan, dapat diambil

kesimpulan bahwa masih belum terdapat penelitian mengenai pengaruh financial

literacy level terhadap financial management practices. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh financial literacy level

terhadap financial management practices pada pelaku usaha mikro, kecil, dan

menengah di mana penelitian ini merupakan penelitian murni dari peneliti yang

belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya.

2.6 Kerangka Pemikiran dan Paradigma Penelitian

Tingkat literasi keuangan sangat penting bagi setiap individu, sebab apabila

seorang individu memiliki tingkat literasi keuangan yang baik (well literate) maka

individu tersebut akan mampu mengelola keuangannya dengan baik. Menurut

Bosma dan Harding (2006) dalam Eniola & Entebang (2017: 6) banyak perusahaan

UKM yang gagal karena mereka (pelaku usaha) kurang melek keuangan, ketajaman

bisnis yang tidak mencukupi, serta lemahnya pengetahuan finansial dan hal tersebut

dapat melemahkan aktivitas kewirausahaan.

Joo dan Grable (2000) dalam Eniola & Entebang (2017: 4) menyatakan bahwa

alasan mengapa business people membuat keputusan keuangan yang tidak tepat,

tidak memadai dan tidak efektif adalah karena kurangnya pengetahuan keuangan

pribadi, kurangnya waktu untuk belajar tentang pengelolaan keuangan pribadi,

kompleksitas dalam transaksi keuangan dan beragam variasi pilihan dan produk dan

layanan keuangan. Oleh karena itu, kurangnya keterampilan manajemen bisnis

dapat meningkatkan hambatan finansial bagi UMKM.

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan untuk mengukur pengaruh

literasi keuangan terhadap praktik manajemen keuangan pada pelaku UMKM

terdiri dari empat variabel yang tercantum dalam penelitian Firli (2017) yaitu: (1)

Financial Knowledge, (2) Financial Behavior, (3) Financial Attitude, (4) Financial

Training. Sedangan untuk Pengelolaan keuangan UMKM biasanya meliputi

pengelolaan kas (cash management), pengelolaan piutang (account receivable

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

31

management), pengelolaan persediaan (inventory management), investasi

(investment), pembiayaan (financing), sistem informasi akuntansi (accounting

information system), serta analisa dan laporan keuangan (financial reporting and

analysis) (Jennifer dan Dennis, 2015).

2.6.1 Pengaruh Secara Langsung Pengetahuan Keuangan Terhadap Praktik

Manajemen Keuangan

Menurut Marsh (2006); Kholilah dan Iramani (2013) dalam Herdjiono &

Damanik (2016: 229), Pengetahuan keuangan mengacu pada apa yang diketahui

individu tentang masalah keuangan pribadi yang diukur dengan tingkat

pengetahuan mereka tentang berbagai konsep keuangan pribadi dan penguasaan

seseorang atas berbagai hal tentang dunia keuangan. Sehingga, pengetahuan

keuangan akan mempengaruhi seseorang dalam mengelola keuangannya secara

personal maupun dalam bisnis. Hal tersebut dibuktikan oleh Hilgert, Hogarth, &

Beverly (2003: 309) yang menyatakan bahwa pengetahuan keuangan dan

pendapatan terkait dengan praktik-praktik keuangan memiliki hubungan dengan

manajemen arus kas, manajemen kredit, tabungan, dan investasi.

2.6.2 Pengaruh Secara Langsung Perilaku Keuangan Terhadap Praktik

Manajemen Keuangan

Menurut Firli (2017: 6) perilaku keuangan dapat diukur dengan bagaimana

perilaku seseorang dalam mengelola keuangannya, seperti bagaimana seseorang

mengalokasikan keuangannya untuk menabung dan konsumsi serta perilaku

dalam mengelola portofolio keuangan dan membeli produk keuangan seperti

saham dan obligasi. Dari penelitian tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa

perilaku keuangan mempengaruhi seseorang dalam mengelola keuangannya, baik

secara pribadi maupun bisnis.

2.6.3 Pengaruh Secara Langsung Sikap Keuangan Terhadap Praktik

Manajemen Keuangan

Menurut Marsh (2006) sikap keuangan mengacu pada bagaimana seseorang

menyikapi masalah keuangan pribadi yang diukur dengan tanggapan atas sebuah

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

32

pernyataan atau opini. Sedangkan financial attitude menurut Pankow (2003)

dalam Herdjiono & Damanik (2016: 229) merupakan keadaan pikiran, pendapat

serta penilaian tentang keuangan. Oleh karena itu, sikap keuangan seseorang

dapat menentukan bagaimana seseorang mengelola keuangannya termasuk dalam

keuangan bisnis. Hal tersebut dibuktikan oleh Mien dan Thao (2015: 1) dalam

penelitiannya terhadap masyarakat Vietnam, bahwa sikap keuangan dan

pengetahuan keuangan memiliki hubungan signifikan positif dengan perilaku

manajemen keuangan. Namun belum terdapat penelitian yang secara langsung

meneliti hubungan sikap keuangan terhadap praktik manajemen keuangan.

2.6.4 Pengaruh Secara Langsung Pelatihan Keuangan Terhadap Praktik

Manajemen Keuangan

Menurut Firli (2017: 5) pelatihan keuangan mengacu pada pernah atau

tidaknya seseorang mendapatkan pelatihan mengenai keuangan, di mana

pelatihan keuangan dapat meningkatkan pengetahuan keuangan seseorang

sehingga menghasilkan keputusan bijak dalam hal keuangan. Dari penelitian

tersebut, dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa pelatihan keuangan mempengaruhi

seseorang dalam mengelola keuangannya, baik secara pribadi maupun bisnis.

Menurut Mensah & Benedict (2010: 159) dan King dan McGrath (2002) dalam

Chepngetich (2016: 27) menyatakan bahwa pelatihan keuangan merupakan salah

satu faktor yang berdampak positif terhadap pertumbuhan UKM karena

pengusaha dengan tingkat literasi keuangan yang baik akan dapat menempatkan

diri untuk menyesuaikan perusahaan mereka dengan lingkungan bisnis yang terus

berubah serta secara tidak langsung meningkatkan praktik manajemen keuangan

seseorang.

2.6.5 Pengaruh Secara Tidak Langsung Pengetahuan Keuangan Terhadap

Praktik Manajemen Keuangan Melalui Perilaku Keuangan

Menurut penelitian dari Hilgerth, Hogarth, and Beverly (2003) dan Lusardi

dan Mitchell (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat diantara

financial knowledge dan financial behavior (Mitchell et al., 2011: 2). Menurut

Hilgert, Hogarth, & Beverly (2003: 311), Seseorang yang mendapat nilai lebih

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

33

tinggi pada tes literasi keuangan (terkait pengetahuan keuangan) lebih cenderung

mengikuti praktik keuangan yang direkomendasikan seperti membayar semua

tagihan tepat waktu, melakukan rekonsiliasi checkbook setiap bulan serta

memiliki dana darurat. Beberapa penelitian seperti (Robb and Woodyard, 2011;

Zakaria et al., 2012) juga menemukan bahwa pengetahuan keuangan memang

mempengaruhi individu untuk berperilaku dengan cara lebih bertanggung jawab

secara finansial (Thi et al., 2015: 4). Beberapa peneliti lain juga menegaskan

hubungan positif antara pengetahuan dan perilaku keuangan, seperti Calvert,

Campbell, dan Sodini (2005) dalam (Lusardi & Mitchelli, 2007: 39) yang

menemukan bahwa rumah tangga yang melek keuangan lebih cenderung membeli

aset keuangan berisiko dan berinvestasi lebih efisien, sehingga secara tidak

langsung meningkatkan praktik manajemen keuangan seseorang.

2.6.6 Pengaruh Secara Tidak Langsung Pengetahuan Keuangan Terhadap

Praktik Manajemen Keuangan Melalui Sikap Keuangan

Menurut penelitian (Bryant et al., 2006) dalam (Shim, Barber, Card, Xiao,

& Serido, 2010) mengemukakan bahwa pengetahuan keuangan seseorang

diharapkan dapat mempengaruhi sikap individu. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian mengenai literasi keuangan yang dilakukan Mandell (2009) bahwa

seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang baik mengarah pada

peningkatan pengambilan keputusan keuangan yang baik (Shim et al., 2010).

Shim, Xiao, Barber, & Lyons (2009: 722) dalam penelitiannya mengemukakan

bahwa pengetahuan keuangan yang diperoleh melalui Pendidikan formal

cenderung meningkatkan pengetahuan finansial dan mengarah pada sikap dan

motivasi yang lebih positif, sehingga secara tidak langsung meningkatkan praktik

manajemen keuangan seseorang.

2.6.7 Pengaruh Secara Tidak Langsung Pengetahuan Keuangan Terhadap

Praktik Manajemen Keuangan Melalui Pelatihan Keuangan

Menurut Hogarth, Beverly, & Hilgert (2003: 5) jika peningkatan

pengetahuan keuangan memperbaiki perilaku keuangan, maka pendidikan

keuangan berpotensi untuk memperbaiki perilaku keuangan melalui peningkatan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

34

pengetahuan. Selain itu, program pendidikan keuangan biasanya lebih dari

sekedar memberikan informasi keuangan karena membantu seseorang

mengidentifikasi tujuan keuangan yang realistis, menunjukkan bahwa tabungan

terakumulasi dari waktu ke waktu, serta sering kali bertujuan untuk memberikan

motivasi.

Berdasar penelitian yang dilakukan (Shim et al., 2009) menyatakan bahwa

Pendidikan formal dalam keuangan pribadi juga dapat berkontribusi pada

pengetahuan finansial. Para siswa yang mengambil kelas keuangan dan ekonomi

pribadi selama SMA maupun Perguruan tinggi menganggap bahwa dirinya

memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai masalah keuangan. Berdasar

penelitian Hospido, Villanueva, & Zamarro (2015: 23) menemukan bahwa

pelatihan literasi keuangan meningkatkan kinerja dalam kompetensi keuangan.

Sejumlah studi juga telah menganalisis apakah pelatihan keuangan di SMA

memiliki dampak jangka panjang terhadap keputusan keuangan selama siklus

hidup, seperti Bernheim et al., (2001) yang mendokumentasikan bahwa individu

yang belajar di negara bagian AS, di mana sekolahnya memiliki kurikulum

pendidikan keuangan telah mengumpulkan tingkat kekayaan yang lebih tinggi

dari yang lainnya. Brown et al., (2013) juga menemukan bahwa individu yang

menjalani pendidikan keuangan cenderung tidak memiliki hutang atau memiliki

rasio hutang yang rendah. Kesimpulan dari kedua studi tersebut menunjukkan

bahwa kurikulum keuangan di SMA telah membentuk suatu keputusan portofolio

melalui peningkatan pengetahuan keuangan para siswa. Sehingga secara tidak

langsung meningkatkan praktik manajemen keuangan seseorang.

2.6.8 Pengaruh Secara Tidak Langsung Perilaku Keuangan Terhadap

Praktik Manajemen Keuangan Melalui Sikap Keuangan

Menurut penelitian Thi, Mien, & Thao (2015: 12) menunjukkan bahwa

sikap keuangan memiliki pengaruh besar terhadap praktik pengelolaan keuangan.

Hasil serupa juga ditemukan dalam beberapa studi seperti Parotta dan Johnsin

(1998) dan Joo et al., (2003) yang menyatakan bahwa temuan ini dapat menjadi

titik kunci bagi inisiatif pendidikan agar lebih sadar akan pengaruh sikap

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

35

keuangan terhadap perilaku keuangan kaum muda saat memberikan program

pelatihan (Thi et al., 2015: 12). Seseorang dengan sikap keuangan yang tidak

takut mengambil risiko akan lebih berani dalam berperilaku keuangan terkait

risiko, seperti trading saham. Menurut theory of planned behavior (Ajzen 1991)

menjelaskan mengenai kerangka kerja bagaimana perilaku seseorang dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol

perilaku yang dirasakan. Shim et al., (2009) menemukan hubungan hierarki

antara pengetahuan keuangan, komponen sikap (kontrol perilaku dan sikap yang

dirasakan) serta maksud perilaku. Shim et al., (2010: 1466) dalam penelitiannya

yang berjudul Financial Socialization of First-year College Students: The Roles

of Parents, Work, and Education menemukan bahwa sikap keuangan juga

memprediksi perilaku keuangan dan secara tidak langsung meningkatkan praktik

manajemen keuangan seseorang.

2.6.9 Pengaruh Secara Tidak Langsung Perilaku Keuangan Terhadap

Praktik Manajemen Keuangan Melalui Pelatihan Keuangan

Giné dan Mansuri (2011) dalam (Sayinzoga et al., n.d.) menunjukkan

bahwa pelatihan bisnis, yang berfokus pada perencanaan bisnis, pemasaran, dan

manajemen keuangan, meningkatkan pengetahuan bisnis dan meningkatkan

praktik bisnis di kalangan pengusaha di pedesaan Pakistan. Sayinzoga et al., n.d.

dalam penelitiannya menemukan bahwa pelatihan keuangan memberikan efek

pada perilaku keuangan yang signifikan secara statistik dan ekonomi. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa pelatihan meningkatkan tabungan, mendorong

petani untuk mengambil pinjaman, dan meningkatkan dimulainya kegiatan yang

menghasilkan pendapatan baru. Peneliti lain seperti Bayer, Bernheim, dan Scholz

(1996) menemukan bahwa seminar tentang pensiun yang diperuntukkan bagi

pengusaha meningkatkan partisipasi dan kontribusi terhadap rencana tabungan

(Mandell & Klein, 2009: 17). Hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan

praktik manajemen keuangan seseorang.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

36

2.6.10 Pengaruh Secara Tidak Langsung Sikap Keuangan Terhadap Praktik

Manajemen Keuangan Melalui Pelatihan Keuangan

Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara sikap

keuangan dan pelatihan keuangan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Choi,

Laibson, Madrian, & Metrick (2006) dan Madrian & Shea (2001) yang

menemukan bahwa para peserta seminar pensiun memiliki niat yang jauh lebih

baik daripada menindaklanjutinya (Mandell & Klein, 2009: 17). Artinya,

pelatihan keuangan yang dilakukan dengan cara seminar maupun workshop

memberikan dampak positif terhadap sikap seseorang terhadap keputusan

finansial yang lebih baik dan secara tidak langsung meningkatkan praktik

manajemen keuangan seseorang.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Financial

Knowledge Financial

Behaviour Financial Attitude Financial Training

Financial Literacy

Financial

Management

Practices

Working Capital

Management Investment Financing Accounting

Information

System

Financial

Reporting &

Analysis

Cash Management

Receivable

Management

Inventory

Management

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Literacy (Literasi …media.unpad.ac.id/thesis/120110/2014/120110140061_2_5625.pdf · dengan penggalangan dana yang diperlukan untuk membiayai

37

Gambar 2.2

Paradigma Penelitian

Financial

knowledge

(X1)

Financial

Behavior

(X2)

Financial

Attitude

(X3)

Financial

Training

(X4)

Financial

Management

Practices

(Y)

pyx1

pyx2

pyx3

pyx4

e

rx1x3

rx1x4 rx2x4

rx2x3

rx1x2

rx3x4

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H1 : Pengetahuan Keuangan, Sikap Keuangan, Perilaku Keuangan, dan

Pelatihan Keuangan berpengaruh signifikan secara bersama-sama

terhadap praktik manajemen keuangan

H2 : Pengetahuan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik

manajemen keuangan

H3 : Perilaku keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik

manajemen keuangan

H4 : Sikap keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik

manajemen keuangan

H5 : Pelatihan keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik

manajemen keuangan