bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1 -...

28
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Klinik Sanitasi 2.1.1 Klinik Sanitasi 2.1.1.1 Pengertian Klinik adalah balai pengobatan khusus seperti keluarga berencana, penyakit paru-paru atau juga merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya thd satu macam gangguan kesehatan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi dasar adalah Sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga. Klinik sanitasi merupakan wahana untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui upaya terintegrasi kesehatahn lingkungan-pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari kegiatan puskesmas. Bekerja sama dengan program yang lain dari sektor terkait di wilayah kerja puskesmas. Klinik sanitasi lingkungan merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang menderita pnyakit berbasis lingkungan dan

Upload: lyliem

Post on 03-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Klinik Sanitasi

2.1.1 Klinik Sanitasi

2.1.1.1 Pengertian

Klinik adalah balai pengobatan khusus seperti keluarga berencana, penyakit

paru-paru atau juga merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam

penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya thd

satu macam gangguan kesehatan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam

pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan

langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan

usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi dasar

adalah Sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana

pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Klinik sanitasi merupakan wahana untuk mengatasi masalah kesehatan

masyarakat melalui upaya terintegrasi kesehatahn lingkungan-pemberantasan

penyakit dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas

puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri,

tetapi sebagai bagian dari kegiatan puskesmas. Bekerja sama dengan program

yang lain dari sektor terkait di wilayah kerja puskesmas.

Klinik sanitasi lingkungan merupakan suatu upaya/kegiatan yang

mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif dan kuratif yang

difokuskan pada penduduk yang menderita pnyakit berbasis lingkungan dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

9

masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas

puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara aktif dan pasif di

dalam dan di luar puskesmas (Depkes RI, 2002).

Klinik sanitasi merupakan pengembangan dari konsep yang di perkenalkan

oleh puskesmas wanasaba kabupaten Lombok timur provinsi NTB pada tahun

1995. Selanjutnya kegiatan ini di ikuti oleh beberapa puskesmas di NTB, provinsi

jawa timur, provinsi Sulawesi tenggara, provinsi Sulawesi selatan, provinsi

Sumatra selatan dan Kalimantan selatan. Sampai pada tahun 2004, klinik sanitasi

sudah tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, sudah mencapai 23,4 % yaitu

1.527 puskesmas yang melaksanakan klinik sanitasi dari 6.521 jumlah puskesmas

di seluruh Indonesia (Aini, 2004).

Timbulnya konsep ini karena ditemukannya data 10 jenis penyakit terbanyak

yang diderita pasien puskesmas Wanasaba berkaitan erat dengan masalah kondisi

lingkungan pemukiman maupun sarana sanitasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan seperti penyakit diare, ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI, 2003).

Dalam pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas

puskesmas, klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi

puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan penularan penyakit

berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan

lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Secara umum tujuan klinik sanitasi yaitu meningkatnya derajat kesehatan

masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang di lakukan secara terpadu,

terarah dan terus menerus.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

10

2.1.1.2 Pasien

Penderita penyakit yang di duga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang

di rujuk oleh petugas medis ke ruang klinik sanitasi.

2.1.1.3 Klien

Merupakan masyarakat umum bukan penderita penyakit yang datang ke

puskesmas untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan

lingkungan.

2.1.1.4 Bengkel Sanitasi

Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk menyimpan

peralatan pemantauan dan perbaikan kualitas lingkungan.

2.1.1.5 Ruang Klinik Sanitasi

Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan oleh Sanitarian/Tenaga

Kesling/Tenaga Pelaksana kegiatan Klinik Sanitasi untuk melakukan fungsi

penyuluhan, konsultasi, konseling, pelatihan perbaikan sarana sanitasi dan

sebagainya.

2.1.1.6 Konseling

Adalah kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk

mengenali masalah lebih rinci kemudian di upayakan pemecahannya yang di

lakukan oleh tenaga sanitarian/tenaga pelaksana klinik sanitasi, sehubungan

dengan konsultasi penderita/klien yang datang ke puskesmas.

Pada waktu konseling membantu klien/pasien, maka terjadi langkah-langkah

komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal)

untuk membantu klien/pasien dalam membuat keputusan Jadi konseling bukan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

11

semata-mata dialog, melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang

agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-

tindakannya. Oleh karena itu seorang petugas konseling harus dapat menciptakan

hubungan dengan pasien/klien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan

melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan

pertemuan tersebut.

Tujuan diadakannya konseling di klinik sanitasi adalah:

1) Menyediakan dukungan teknis bagi mereka yang mempunyai masalah

kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.

2) Mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan, misalnya malaria,

demam berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare, penyakit kulit dan

lain-lain.

3) Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan klien/pasien

untuk menggali potensi dan sumber daya serta pelayanan kesehatan yang

dapat membantu klien memecahkan masalah kesehatan lingkungan dan

penyakit berbasis lingkungan yang mereka hadapi.

4) Peningkatan kualitas hidup yang lebih baik

2.1.1.7 Kunjungan rumah

Kunjungan rumah adalah kegiatan sanitarian/tenaga kesling/tenaga pelaksana

klinik sanitasi untuk melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat keadaan

lingkungan rumah sebagai tindak lanjut dari kunjungan penderita atau klien ke

ruang klinik sanitasi (Depkes RI, 2002).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

12

2.1.2 Kegiatan Klinik Sanitasi

2.1.2.1 Kegiatan dalam gedung (Indoor Activity)

Kegiatan dalam gedung di fokuskan pada identifikasi penyakit yang di derita

pasien, kegiatan konseling yaitu tenaga kesling/sanitarian mewawancarai dan

memberikan penyuluhan kepada pasien serta janji kunjungan rumah. Kegiatan di

dalam gedung di lakukan adalah membahas segala permasalahan, cara pemecahan

masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dan dalam

mini lokakarya puskesmas yang melibatkan seluruh penanggung jawab kegiatan

dan di laksanakan sebulan sekali.

2.1.2.2 Kegiatan luar gedung (outdoor Activity)

Kegiatan luar gedung merupakan tindak lanjut dari kegiatan konselingberupa

kunjungan rumah. Pada kunjungan rumah ini dilakukan inspeksi sanitasi terhadap

kondisi lingkungan tempat tinggal pasien serta penyuluhan yang lebih terarah ,

baik kepada pasien, keluarga pasien maupun tetangga sekitar.

Kunjungan ini merupakan kegiatan rutin yang dipertajam sasarannya, karena

saat kunjungan petugas telah mempunyai data tentang sarana sanitasi lingkungan

yang bermasalah yang perlu diperiksa dan faktor-faktor perilaku yang berperan

besar dalam terjadinya penyakit. Apabila dalam kunjungan tersebut perlu

dilakukan suatu perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya

besar, maka petugas dapat mengusulkan kepada instansi terkait (Depkes RI,

2002).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

13

Gambar 2.1

Skema Alur Kegiatan Klinik Sanitasi

Ket :

Penderita

Klien

Petugas

Umpan Balik

Sumber Data Depkes RI, 2002

Pemantauan

Penilaian - Pws

Pemantauan

Penilaian - Pws

Kunjungan rumah dan

lingkungan : lingkungan

kerja, TTU, TPM,

Transportasi

Implementasi dan

rekomendasi Perbaikan

lingkungan

PULANG

Lok Mini

Klinik Sanitasi

Apotik

Poliklinik L

O

K

E

T

P u s k e s m a s

Klien Masyarakat

Umum

Penderita

- Dep. Agama

- Dep. PU

- PMD

- Pariwisata - Pertanian

- Sektor Terkait

Lainnya

Koordinasi

Lintas Sektor

- Pustu

- Polindes/

Blindes

Koordinasi

Lintas Program

- Toga

- Toma

- LKMD

- Guru

- Kader

Koordinasi

Masyarakat

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

14

Keterangan :

1. Pasien datang ke puskesmas, mendaftar di loket, diperiksa oleh

medis/paramedik jika indikasinya menderita penyakit berbasis lingkungan

maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien dikonseling, diberikan

penyuluhan serta membuat perjanjian kunjungan rumah untuk memecahkan

masalah kesehatan lingkungan yang dialaminya kemudian pasien mengambil

obat di apotek kemudian pulang.

2. Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya mini atau

pertemuan bulanan.

3. Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan implementasi dan

rekomendasi perbaikan lingkungan.

4. Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan

lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan masalah.

5. Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur pelaksanaan klinik

sanitasi (Depkes RI, 2002).

2.1.3 Hambatan dan peluang

1. Beberapa hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan

klinik sanitasi sebagai berikut yaitu :

a. Masih terbatasnya tenaga puskesmas sebagai pelaksana klinik sanitasi,

sehingga kegiatan ini belum menjadi prioritas puskesmas.

b. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa

yang ada di wilayah puskesmas karena luasnya wilayah, kondisi

geografis, dan terbatasnya transportasi.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

15

c. Terbatasnya dana untuk kegiatan klinik sanitasi.

2. Beberapa peluang yang mungki n ditemui dalam pelaksanaan

klinik sanitasi sebagai berikut yaitu :

a. A d a n y a dana operasional Puskesmas yang dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi.

b. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.

c. Adanya mekanisme lokakarya mini di puskesmas yang dapat digunakan untuk

pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi.

d. Pendayagunaan tenaga kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar

bidang tugasnya untuk pelaksanaan klinik sanitasi.

e. Adanya dana sektor lain yang dapat dialokasikan di desa sehingga dapat

menunjang kegiatan klinik sanitasi.

f. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam p embangunan

di desa sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat selama ini.

g. Telah tersediaannya alat (water test kit dan media penyuluhan).

h. Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan

klinik sanitasi.

2.1.4 Kriteria Keberhasilan

1. Kunjungan Klien Meningkat, Pasien Turun

2. Cakupan SAB/S Swadaya Meningkat

3. Kunjungan Lapangan Meningkat

4. Penyakit Lingkungan Kurang

5. Hub. baik dg L/P dan L/S

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

16

2.2 Tinjauan Umum Penyakit ISPA

2.2.1 Pengertian ISPA

Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari rongga hidung dan sinus paranasal.

Rongga hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju

rongga hidung. Adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya di pisahkan oleh

sputum. Dinding rongga hidung di lapisi oleh mukosa respirasi serta sel epitel

batang, bersilia, dan berlapis semu. Sedangkan sinus paranasal berperan dalam

menyereksi mukus, membantu pengaliran air mata melalui saluran nasoklarimalis,

dan membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembab

(Muttaqin, 2008).

Saluran pernafasan merupakan jalur pemaparan yang paling penting pada

lingkungan industri. Berbagai jenis zat padat terbawa dalam udara lingkungan

kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernafasan sangat beragam, tergantung

pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang

terpapar (Mulia, 2005). Infeksi pernapasan akut adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk saluran adneksanya seperti

sinus, rongga telinga tengah dan pleora (Depkes RI, 2002).

Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang di sebabkan oleh

mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk

pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, laring, yang di kenal dengan

ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza

tanpa komplikasi. Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

17

juga dapat terlibat sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus.

Semua jenis infeksi mengaktifkan respons imun dan inflamasi sehingga terjadfi

pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi

menyebabkan peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA,

yaitu kongesti atau hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung

(pilek). Sakit kepala, demam ringan, dan malaise juga dapat terjadi akibat reaksi

inflamasi (Elizabeth, 2009).

Infeksi saluran nafas atas mengenai saluran hidung, faring, tonsil dan

epiglotis yang sebagian besar adalah infeksi minor yang di peroleh di masyarakat

dan di sebabkan oleh virus. Infeksi saluran nafas atas dapat menimbulkan

konsekuensi serius bagi pasien berusia lanjut atau sangat mudah (Dinah &

Crhistine, 2003).

2.2.2 Gambaran klinis

Gambaran klinis ISPA bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme

penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan

adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme (Elizabeth, 2009) Manifestasi

klinis antara lain :

Batuk

Bersin dan kongesti nasal

Pengeluaran mucus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorok.

Demam derajat ringan.

Malaise (tidak enak badan)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

18

2.2.3 Etiologi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek

dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari

300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur (Departemen Kesehatan,

2004b). Virus merupakan penyebab tersering Infeksi Saluran Pernapasan Atas

Akut (ISPA-A). Virus penyebab ISPA meliputi rhinovirus, coronavirus, influenza

virus, parainfluenza virus, adenovirus, respiratory sincytial virus (RSV), dan

coxsackieviru (Suhaeni, 2006).

Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan ISPA melalui infeksi primer atau

superinfeksi. Sebagai contoh, sebanyak 5-10% kasus faringitis disebabkan oleh

Streptococcus haemolytic β group A. Bakteri lainnya penyebab faringitis antara

lain Streptococcus haemolytic β group C, diphtheriae, Neisseria gonorrhoeae,

Arcanobacterium haemolyticum, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma

pneumoniae. Superinfeksi bakteri sering terjadi pada sinusitis akut oleh virus, dan

penyebab terseringnya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophylus

influenzae, dan Moraxella catarrhalis (Aswan, 2008).

Menurut publikasi World Health Organization (WHO), penelitian di berbagai

negara menunjukkan bahwa di negara berkembang, Streptococcus pneumoniae

dan Haemophylus influenzae merupakan bakteri penyebab tersering pneumonia

dan selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi aspirat paru atau spesimen

darah penderita pneumonia (Departemen Kesehatan, 2004b). Beberapa jenis virus

juga diketahui merupakan penyebab pneumonia antara lain respiratory syncytial

virus, adenovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

19

2.2.4 Perjalanan alamiah penyakit ISPA

Perjalanan alamiah penyakit dibagi menjadi 5 tahap yaitu :

Tahap pertama adalah tahap kerentanan yang mana pada tahap ini terjadi

interaksi antar agent, penjamu dan lingkungan diluar tubuh, bentuk penyakit

ketika terjadi dan beberapa keadaan dapat merupakan faktor resiko terjadinya

penyakit.

Tahap kedua adalah presimptomatik yang mana pada tahap ini telah terjadi

interaksi dari berbagai faktor yang mengakibatkan perubahan-perubahan

patogenik yang masih dibawah garis korim klinik.

Tahap ketiga adalah klinik, tahap ini telah muncul tanda-tanda atau gejala

penyakit dan dapat diketahui dengan jelas, keadaaan ini disebabkan karena

perubahan anatomik ataupun kelainan fungsional.

Tahap keempat adalah penyakit klinis berlanjut, pada tahap ini perjalanan

penyakit akan berlanjut menjadi lebih berat kalau tidak mendapat perhatian dan

Tahap kelima adalah tahap kecacatan dengan upaya tindakan kesehatan

secara spontan dan beberapa penyakit masih dapat disembuhkan tetapi sebagian

masih meninggalkan gejala yang dapat berlangsung dalam waktu panjang dan

masih merupakan gangguan kesehatan penderita.

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dimulai dengan adanya interaksi antara

kuman penyebab, manusia dan lingkungan serta waktu, sehingga jika tidak

interaksi ini berjalan terus akan mengakibatkan perubahan tanpa gejala (Elizabeth

2009).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

20

2.2.5 Cara Penularan ISPA

Penyakit ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui

udara (airborne diseases). Sumber penularan penyakit adalah penderita ISPA.

Karena beragamnya etiologi ISPA, maka awal dan lamanya penderita dapat

menularkan penyakitnya ke orang lain juga berbeda-beda. Penderita influenza

dapat menularkan penyakitnya ke orang lain sejak awal timbulnya gejala, kadang-

kadang 0-24 jam sebelum gejala timbul, sampai dengan 5-10 hari (Muttaqin,

2008).

Penularan organisme penyebab ISPA terjadi melalui aerosol, droplet atau

kontak langsung tangan dengan sekret yang terinfeksi yang kemudian menyentuh

hidung atau mata. Penularan melalui udara terjadi karena terdapatnya bibit

penyakit di udara yang umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang

melayang di udara. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2,

yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari

tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust (campuran antara bibit

penyakit yang melayang di udara) (Depkes RI, 2004b).

Kuman dilepaskan ke udara ketika penderita batuk bersin atau berbicara. Pada

umumnya virus dalam bentuk aerosol hanya dapat bertahan di udara dalam bentuk

yang dapat menular selama kurun waktu tidak lebih dari 1 jam. Virus influenza

lebih stabil dalam kondisi kelembaban yang rendah. Percobaan pada tikus

menunjukkan bahwa kondisi kelembaban yang tinggi dapat menurunkan

kemampuan infeksi virus influenza dalam bentuk aerosol dari 24 jam menjadi 1

jam. Dalam penelitian menunjukkan bahwa virus penyebab ISPA juga

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

21

mempunyai kemampuan bertahan hidup di atas permukaan suatu objek.

Diperkirakan virus influenza tetap memiliki kemampuan untuk menimbulkan

infeksi sampai selama 2 jam, kadang-kadang sampai 8 jam, di atas permukaan

objek yang tercemar. Penularan melalui perantaraan objek yang tercemar ini

terutama terjadi pada infeksi oleh rhinovirus karena dosis infektifnya lebih kecil

(Aswan, 2008).

Penularan terjadi bila kuman tersebut terhirup oleh orang lain yang rentan.

Selain itu, penularan ISPA juga dapat terjadi melalui kontak langsung tangan

dengan permukaan objek yang terkontaminasi sekret infektif, lalu kemudian

menyentuh hidung atau mata. Permulaan infeksi akan terjadi apabila terjadi

kontak antara bibit penyakit tersebut dengan selaput lendir saluran pernapasan.

Kemampuan penularan (transmissiblility) adalah kapasitas suatu agen infeksi

untuk menyebar dari satu orang ke orang lain. Inhalasi sedikitnya tiga partikel

infektif virus influenza dapat menularkan infeksi, dan sebagian besar orang yang

terinfeksi akan timbul gejala-gejala influenza, yang kemudian akan meningkatkan

kemungkinan penularan. Anak-anak adalah kelompok yang paling mungkin

terkena infeksi dan menularkan penyakit. Bila ada salah seorang anggota keluarga

menderita influenza, maka 20-60% dari anggota keluarga lainnya yang terpapar

akan terinfeksi dan separuh atau lebih diantaranya akan timbul gejala-gejala

penyakit influenza. Adanya infeksi rhinovirus dalam suatu keluarga akan

menyebabkan infeksi pada dua pertiga anggota keluarga lainnya.

Kemungkinan bahwa kuman akan menularkan dari satu orang ke orang

lainnya dan penyakit akan ditimbulkan ditentukan oleh jumlah organisme dalam

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

22

sekret, kapasitas kuman untuk bertahan hidup, jumlah kuman dibutuhkan untuk

infeksi, virulensi kuman, faktor berkaitan dengan patogenisitas infeksi, dan status

kekebalan pejamu.

2.2.6 Patogenesis

Sejak dapat ditemukan dari biakan sel dan organ pada tahun 1950, infeksi

oleh rhinovirus telah digunakan dalam penelitian untuk mengetahui patogenesis

common cold yang merupakan bentuk ISPA yang paling sering ditemukan.

Setelah masuk melalui rongga hidung, virus dibawa ke nasofaring posterior

terutama oleh sel-sel epitel bersilia. Di nasofaring, virus memasuki sel-sel tubuh

dengan cara melekatkan diri pada reseptor virus di permukaan sel-sel epitel

hidung dan adenoid. Infeksi virus ini akan merangsang sistem saraf parasimpatis

dan mengaktifkan beberapa jalur mekanisme peradangan. Respon tubuh terhadap

virus diyakini merupakan penyebab utama timbulnya gejala-gejala common cold.

Bila infeksi virus berlanjut, virus akan bergerak ke depan ke dalam hidung. Ini

akan merangsang peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan terjadi

transudasi cairan ke dalam selaput lendir hidung. Mediator-mediator peradangan

seperti interleukin ditemukan pada sekresi hidung penderita common cold. Ini

menyebabkan selaput lendir hidung membengkak dan tampak kemerahan, tetapi

tidak terdapat kerusakan langsung pada sel epitel hidung (WHO, 2001).

Gejala mulai timbul setelah 16 jam masuknya virus ke dalam hidung atau

tampak setelah 24-48 jam pasca masuknya virus. Virus dapat hilang dari tubuh

dalam 24 jam, tetapi kadar puncaknya adalah pada hari ke-2 sampai ke 3.

Penyebaran virus tetap bertahan sampai gejala penyakit berkurang, dan pada 10-

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

23

20% penderita virus masih dapat ditemukan pada biakan hingga 2-3 minggu

setelah infeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit berlangsung rata-

rata 9,5 – 11 hari. Gejala awal yang dialami oleh pasien biasanya adalah hidung

berair dan tersumbat, batuk, dan sakit kepala.

Mekanisme hiperaktivitas saluran pernapasan yang dipicu oleh rhinovirus,

belum sepenuhnya dipahami. Tetapi faktor-faktor yang berperan seperti

peningkatan refleks bronkokontriksi, pelepasan mediator kekebalan tubuh,

peningkatan respon saluran napas terhadap tachykinins, penumpukan dan aktivasi

sel-sel peradangan, dan induksi Ig E.

Faringitis terjadi akibat virus patogen menginvasi sel mukosa nasofaring dan

rongga mulut. Bakteri menempel dan menginvasi selaput lendir saluran

pernapasan bagian atas menyebabkan edem dan hiperemia membran mukosa dan

tonsil. Banyak manifestasi klinis infeksi terjadi akibat reaksi imun terhadap

produk sel bakteri. Infeksi pada sinus paranasal baik oleh virus atau bakteri

menyebabkan gangguan aktivitas silia pada lapisan epitel sinus dan meningkatkan

sekresi lendir. Ini akan menyebabkan obstruksi ostium sinus paranasal yang akan

menghambat drainase cairan. Multiplikasi bakteri dalam rongga sinus akan

mengubah lendir menjadi eksudat mukopurulen. Adanya pus akan menyebabkan

iritasi pada lapisan selaput lendir dan menyebabkan bertambahnya edema,

kerusakan epitel dan obstruksi ostium. Otitis media akut umumnya terjadi setelah

ISPA atas yang menyebar dari nasofaring melalui tuba eustachius ke telinga

tengah (Suhaeni, 2006).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

24

Agen infeksi mencapai saluran pernapasan bagian bawah melalui inhalasi

aerosol, aspirasi kuman dari saluran pernapasan atas, atau penyebaran melalui

aliran darah. Bila bronkus terinfeksi, selaput lendir akan menjadi hiperemia dan

membengkak dan menghasilkan sekret bronkus. Kerusakan mukosa dapat

bervariasi dari yang paling sederhana berupa kehilangan fungsi mukosilia sampai

kerusakan epitel saluran pernapasan.

Masa inkubasi penyakit yang tergolong dalam ISPA bervariasi menurut

etiologinya. Sebagai contoh, masa inkubasi influenza berkisar antara 12-72 jam,

sedangkan pada common cold oleh rhinovirus mempunyai masa inkubasi 8-16

jam, kadang-kadang 2 jam.

2.2.7 Faktor Resiko

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan

berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko infeksi saluran

pernapasan akut pada balita meliputi kondisi rumah yaitu ventilasi, kelembaban,

pencahayaan, kamarisasi, letak dapur, kepadatan penghuni, status gizi; status

imunisasi; pemberian ASI; pemberian vitamin A; dan berat badan lahir (Aswan,

2008).

2.3 Tinjauan Umum Sanitasi Dasar

2.3.1 Perumahan

Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang di lengkapi dengan

berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat

sampah, sumber air bersih (Chandra, 2007). Rumah merupakan tempat untuk

berlindung atau bernaung dari hubungan keadaan alam sekitarnya (misalnya

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

25

hujan, matahari, dan lain-lain) serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah

bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Suharmadi, 1985).

Rumah bagi manusia saat ini mempunyai arti lebih dari hanya sekedar tempat

berlindung dari cuaca alam. Rumah tinggal sekarang adalah segala-galanya.

Rumah merupakan shelter, sense of security, tempat yang sehat dan nyaman untuk

di tempati sebagai hunian. Rumah sehat terdiri dari atap, dari segi teknis tujuan

pembuatan atap antara lain untuk mencegah pengaruh panas, angin, dan curah

hujan. Atap melindungi ruang di bawahnya, manusia, dan elemen bangunan dari

pengaruh cuaca, hujan, dan panas matahari. Oleh karena itu atap harus kedap air

agar tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca, panas dan hujan (Wardana, 2005).

Lantai rumah merupakan bagian dari rumah yang harus memenuhi syarat

yang harus di penuhi agar fungsi dan manfaatnya maksimal. Permukaan lantai

yang basah atau lembab terjadi karena air yang berada dalam tanah meresap ke

permukaan. Dinding atau tembok sebagai bagian dari rumah yang berfungsi untuk

melindungi penghuni dari terpaan panas dan hujan. Bahan dinding yang di

gunakan untuk rumah sebaiknya aman, kuat, dan tidak membahayakan kesehatan

bagi penghuni rumah (Wardana, 2005).

Kunsen-pintu-jendela adalah bukan dinding yang sangat krusial dan sering

dianggap sebagai symbol dari sebuah rumah. Fungsi dari kunsen-pintu-jendela

antara lain untuk keluar masuk (pintu), untuk melihat dari dalam keluar (jendela),

sebagai ventilasi untuk pertukaran sirkulasi udara dalam rumah serta untuk

menambah estetika rumah (Wardana, 2005).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

26

Sanitasi rumah adalah usaha untuk kesehatan masyarakat yang

menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang

menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain konstruksi bangunan,

jendela, ventilasi, kepadatan hunian, kamarisasi, lantai, pencahayaan, kelembaban,

saran pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan

air bersih. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit

menular dan penyakit berbasis lingkungan, terutama ISPA. Lingkungan

perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya penyakit ISPA.

Hubungan antara rumah dengan kondisi kesehatan sudah di ketahui. Pada

komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi

dasar yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan hunian yang

tinggi dan penyediaan air bersih yang tidak memadai. Rumah yang jendelanya

kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik,

akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul di dalam rumah (Triska

dan Lilis, 2005).

2.3.1.1 Kriteria Rumah sehat

Menurut criteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment

dari WHO (1974) yaitu :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai

tempat istrahat.

2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur,masak, mandi, mencuci, kakus, dan

kamar mandi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

27

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.

4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi

penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi (Chandra,2007).

Sementara itu, kriteria rumah sehat menurut Winslow, antara lain :

1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan.

4. Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit (Chandra,2007)

Di Indonesia, terdapat suatu criteria untuk rumah sehat sederhana (RSS),

yaitu :

1. Luas tanah antara 60-90 meter persegi

2. Luas bangunan antara 21-36 meter persegi

3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur

4. Berdinding batu bata dan di plester

5. Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek

6. Memiliki sumur atau air PAM

7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt

8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor (Chandra,2007)

2.3.1.2 Syarat Rumah Sehat

Menurut Winslow dan APHA Syarat-syarat rumah sehat :

1) Bahan bangunan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

28

1. Lantai ubin atau semen adalah baik

2. Dinding tembok adalah baik

3. Atap genteng untuk daerah tropis.

4. Lain-lain (tiang, kaso dan seng. Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso

dan adalah umum di pedesaan.

2) Ventilasi

Venilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dan bakteri-bakteri

terutama bakteri pathogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus

menerus. Bakteri yang dibawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya

adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban

(humidity) yang optimum ( Notoatmodjo, 2003).

Ada 2 macam ventilasi yakni :

1. Ventilasi alamiah

Di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui

jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di

pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan

masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada

usaha-usaha lain melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

2. Ventilasi buatan

Dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut,

misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok

dengan kondisi rumah di pedesaan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

29

Perlu di perhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus di jaga

agar udara tidak membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah

harus ada jalan masuk dan keluarnya udara (Notoatmodjo, 2003).

Ventilasi yang baik adalah

1) Berukuran ± 10 – 20 % dari luas lantai.

2) Memberikan udara segar dari luar.

3) Suhu optimum 22 – 24°C.

4) Kelembaban 60 %

5) Pencahayaan yang cukup

Memberi kesempatan cahaya matahari masuk, minimal ± 60 lux dan tidak

menyilaukan sehingga cahaya matahari mampu membunuh kuman-kuman

pathogen dan jika pencahayaan kurang sempurna akan mengakibatkan ketegangan

mata (Kusnoputranto, 2002). Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya

sekurang-kurangnya 15 % sampai 20 % dan luas lantai yang terdapat didalam

ruangan rumah (Notoatmodjo, 2003).

3) Kamarisasi

Kamarisasi berfungsi untuk mengisolasi penderita ISPA dalam ruangan

tertentu sehingga membatasi kontak antara penderita dengan penghuni rumah

lainnya dan membatasi sebaran kuman di udara dalam rumah. Bila kamarisasi

rumah tidak memenuhi syarat dan ada penderita ISPA dalam rumah, maka

kemungkinan kontak penderita dengan penghuni lainnya tidak dibatasi dan kuman

dapat tersebar bebas di udara ke bagian rumah lainnya sehingga menimbulkan

risiko yang lebih besar bagi penghuni lainnya untuk tertular penyakit ISPA

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

30

(Aswan, 2008). Luas ruang tidur minimal 8 m2, dan tidak dianjurkan lebih dari 2

orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali dibawah umur 5 tahun (Kusnoputranto,

2002).

4) Kepadatan hunian rumah

Setiap orang membutuhkan ruang dalam rumah dengan ukuran yang cukup

untuk beristrahat dan beraktivitas. Jumlah penghuni rumah yang padat

menyebabkan berkurangnya ruang bagi setiap penghuni, sehingga kontak antar

penghuni terjadi lebih sering dan lebih lama. Akibatnya bila ada penderita ISPA di

dalam rumah akan lebih mudah terjadi penularan ke penghuni rumah lainnya yang

lebih rentan seperti balita dan orang berusia lanjut. Hal ini menyebabkan

kemungkinan infeksi silang kepada penghuni lainnya lebih besar. Menurut United

Nations Centre for Human Settlements, penularan penyakit akan meningkat di

antara orang-orang yang tinggal bersama-sama di tempat yang padat penghuni,

dengan rasio ruangan ≥ 9m2/orang menunjukan tidak ada padat penghuni. Secara

spesifik, kepadatan penghuni meningkatkan risiko infeksi karena meningkatnya

jumlah orang yang potensial tertular. Akibatnya, anak-anak yang tinggal di tempat

yang padat penghuni menderita infeksi lebih sering dan bahkan lebih (Aswan,

2008).

2.3.2 Lingkungan Perumahan/Pemukiman Dan Hubungannya Dengan

Kesehatan

Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan

sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, social,pendidikan,tradisi/kebiasaan,

suku, geografi, dan kondisi local.selain itu lingkungan perumahan dan pemukiman

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

31

di pengaruhi oleh beberapa factor yang dapat menentukan kualitas lingkungan

perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan, yang

dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental,

kesejahteraan social, bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2008).

2.3.3 Aspek Kesehatan Dari Perumahan

2.3.3.1 Memenuhi kebutuhan fisiologis

Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu dalam rumah yang

ideal berkisar antara 18-200C, yang di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan

udara, dan kelembaban udara ruangan. pencahayaan yang optimal, intensitas

cahaya pada suatu ruangan pada jarak 85cm di atas lantai maka intensitas

penerangan minimal tidak boleh kurang dari 5 foot-candle. perlindungan terhadap

kebisingan, ventilasi memenuhi persyaratan, dan tersedianya ruang yang optimal

untuk bermain anak.

2.3.3.2 Memenuhi kebutuhan psikologis

Kebutuhan psikologis berfungsi untuk memnjamin ”Privacy” bagi penghuni

perumahan. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal di

rumah tersebut secara normal.

2.3.3.3 Perlindungan terhadap penularan penyakit

Untuk mencegah penularan penyakit di perlukan sarana air bersih, fasilitas

pembuangan air kotor, fasilitas peyimpanan makanan, menghindari adanya

intervensi dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan

penyakit.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

32

2.3.3.4 Perlindungan/pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah

Agar terhindar dari kecelakaan maka konstruksi rumah harus kuat dan

memenuhi syarat bangunan, desain pencegahan terjadinya kebakaran dan

tersedianya alat pemadaam kebakaran, pencegahan kecelakaan jatuh, dan

kecelakaan mekanis laninnya.

2.3.4 Beberapa Faktor Dari Rumah Yang Berpangaruh Terhadap

Kesehatan

Faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah :

1. Kualitas bangunan rumah meliputi kualitas bahan dan konstruksinya serta

denah rumah.

2. Pemanfaatan bangunan rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan,

tetapi apabila peruntukannya tidak sesuai maka akan menganggu kesehatan.

3. Pemeliharaan bangunan akan mempengaruhi terjadinya penyakit.

Selain yang tersebut di atas, rumah sehat harus memiliki unsur tersebut di

bawah ini :

1. Komponen bangunan rumah seperti atap, dinding, jendela, pintu, lantai,

dan pondasi.

2. Fasilitas kelengkapan bangunan rumah seperti sarana air bersih, selokan,

kakus, tempat pembuangan sampah, dan fasilitas penerangan.

3. Penataan bangunan rumah seperti perencanaan ruang, dan konstruksi

bangunan rumah.

4. Aturan membangun dan kerukunan bertetangga serta perawatan rumah.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

33

2.4 Tinjauan Umum Sumber Daya

Tenaga pelaksana

Tenaga pelaksana merupakan petugas klinik sanitasi yang berperan aktif di

dalamnya seperti tenaga inti ahli di bidang kesehatan lingkungan (sanitarian),

tenaga pendukung seperti tenaga kesehatan lainnya yaitu bidan, perawat kesehatan

masyarakat, petugas gizi dan petugas lainnya. Tenaga-ternaga tersebut di atas,

perlu mendapatkan pengetahuan/organisasi tentang klinik sanitasi.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

34

2.5 Kerangka Pikir

Gambar 2.5 Kerangka Pikir

KLINIK SANITASI

Sanitasi dasar Perumahan

Biologi Fisik

Virus, Bakteri

Terjadi melalui

aerosol, droplet

Kontak langsung

dengan penderita

Tipe Rumah

Ventilasi

Kamarisasi

Kepadatan

hunian

Kondisi fisik rumah

Kusades/Tindak Lanjut

Tidak Melaksanakan saran

Pasien/Penderita

Kusades/Tindak Lanjut

Tidak Melaksanakan saran

Klien

Tenaga Inti di Bidang Kesling

Sumber Daya

Kejadian Penyakit

ISPA

Sanitasi dasar SAB Sanitasi dasar JAGA

mikroorganisme

Jenis sarana

air bersih

Kualitas air

bersih

Jenis sarana

Status

kepemilikan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6881/3/2013-1-13201-811409076-bab2... · Bekerja sama dengan program ... ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI,

35

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

Variabel yang di teliti yaitu kondisi fisik rumah penderita ISPA yang meliputi

tipe rumah, ventilasi, kamarisasi dan kepadatan hunian setelah pelaksanaan klinik

sanitasi.

Perumahan

Tipe rumah

Ventilasi

Kamarisasi

Kepadatan hunian

Sumber Daya

Tenaga pelaksana

(sanitarian).

KLINIK SANITASI