bab ii tinjauan pustaka 2 -...

32
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang di buang karena sudah tidak berguna atau diperlukan lagi (Tchobanoglous,et,al., 1993). Sedangkan menurut Wasito (1970) sampah ialah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau sudah tidak berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak dapat membusuk kecuali zat-zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia (kotoran atau najis manusia). Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah bahan buangan sebagai akibat aktivitas manusia dan binatang, yang merupakan bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga di buang sebagai barang yang sudah tidak berguna lagi. Berikut adalah data jenis sampah dan jumlahnya selama setahun disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan Presentase Sampah di Indonesia Jenis Sampah Jumlah (juta ton/tahun) Persentase (%) Sampah Dapur 22,4 58 Sampah Plastik 5,4 14 Sampah Kertas 3,6 9 Sampah Lainnya 2,3 6 Sampah Kayu 1,4 4 Sampah Kaca 0,7 2 Sampah Karet/Kulit 0,7 2 Sampah Kain 0,7 2 Sampah Metal 0,7 2 Sampah Pasir 0,5 1 TOTAL 38,5 100 2.2 Sampah Plastik Plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk pembuatan peralatan rumah tangga, otomotif dan sebagainya. Penggunaan bahan plastik semakin lama semakin meluas karena sifatnya kuat dan tidak mudah rusak oleh pelapukan. Produk plastik selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan. Plastik bekas cukup sulit untuk

Upload: ngotu

Post on 05-May-2018

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari

aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang di buang karena sudah

tidak berguna atau diperlukan lagi (Tchobanoglous,et,al., 1993). Sedangkan

menurut Wasito (1970) sampah ialah segala zat padat atau semi padat yang

terbuang atau sudah tidak berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak

dapat membusuk kecuali zat-zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh

manusia (kotoran atau najis manusia). Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang

dimaksud dengan sampah ialah bahan buangan sebagai akibat aktivitas manusia

dan binatang, yang merupakan bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga di

buang sebagai barang yang sudah tidak berguna lagi.

Berikut adalah data jenis sampah dan jumlahnya selama setahun disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkiraan Presentase Sampah di Indonesia

Jenis Sampah Jumlah

(juta ton/tahun) Persentase (%)

Sampah Dapur 22,4 58

Sampah Plastik 5,4 14

Sampah Kertas 3,6 9

Sampah Lainnya 2,3 6

Sampah Kayu 1,4 4

Sampah Kaca 0,7 2

Sampah Karet/Kulit 0,7 2

Sampah Kain 0,7 2

Sampah Metal 0,7 2

Sampah Pasir 0,5 1

TOTAL 38,5 100

2.2 Sampah Plastik

Plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk

pembuatan peralatan rumah tangga, otomotif dan sebagainya. Penggunaan bahan

plastik semakin lama semakin meluas karena sifatnya kuat dan tidak mudah rusak

oleh pelapukan. Produk plastik selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga

mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan. Plastik bekas cukup sulit untuk

7

dikendalikan. Sebagai contoh, pembakaran plastik seperti PVC dapat

menimbulkan asap yang mengandung khlorin. Sampah plastik sangat potensial

mencemari lingkungan karena plastik merupakan bahan yang sulit terdegradasi

sehingga di timbun dalam penimbunan akhir akan memberikan banyak masalah

antara lain: (1) sampah plastik akan menempati bagian yang seharusnya dapat

digunakan oleh sampah lainnya; (2) karena ringan, dengan tanah penutup akhir

yang tidak baik, plastik cenderung terangkat ke permukaan dan mengotori

lingkungan sekitar; dan (3) jika terjadi kebakaran plastik menimbulkan zat-zat

yang berbahaya bagi kesehatan. Berikut adalah contoh dari sampah plastik

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 1. Contoh Sampah Plastik

Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang di bentuk dengan proses

polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul

sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar

(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang untuk

penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah

satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang

dihasilkan dari penyulingan minyak atau gas alam. Sebagai Gambaran, untuk

membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi

kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar dkk.,

2011). Berdasarkan asumsi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari

penduduk Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang atau secara total

sebanyak 189 ribu ton sampah/hari. Dari jumlah tersebut 15% berupa sampah

plastik atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik/hari (Pahlevi, 2012).

Salah satu cara mengatasi sampah plastik adalah dengan melakukan daur

ulang (Recycle). Jenis plastik yang dapat di daur ulang di beri kode berupa nomer

8

untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya. Berikut adalah

penjelasan jenis plastik, kode, dan penggunaannya pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis plastik, kode dan penggunaannya

No. Jenis Plastik Penggunaannya

1 PET (polyethylene terephthalate) Botol kemasan air mineral, botolo

minyak goreng, jus, botol sambal,

botol obat dan botol kosmetik

2 HDPE (High-density Poliethylene) Botol obat, botol susu cair, jerigen

pelumas

3 PVC (Polyvinyl Chloride) Pipa selang air, pipa bangunan,

mainan, taplak meja dari plastik,

botol shampo dan botol sambal

4 LDPE (Low-density Polyethylene) Kantong kresek, tutup plastik, plastik

pembungkus daging beku, dan

berbagai macam plastik tipis

5 PP (Polypropylene) Cup plastik, tutup botol dari plastik,

mainan anak dan margarine

6 PS (Polystyrene) Kotak CD, sendok dan garpu plastik,

gelas plastik, atau styrofoam.

7. Other (O), jenis plastik lainnya

selain dari No.1 sampai 6

Botol susu bayi, plastik kemasan,

galon air minum, suku cadang mobil,

alat-alat rumah tangga, komputer,

alat-alat elektronik, sikat gigi dan

mainan lego (Sumber: Kurniawan, 2012)

2.3 Pengelolaan Sampah

Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan

merupakan sebuah permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya

jumlah penduduk dan aktivitasnya, maka sampah semakin besar jumlah dan

variasinya. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak sederhana untuk

menangani sampah dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.

Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan secara

terpadu. Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar, industri dan

lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS)

tanpa melalui proses pemilahan dan pengolahan. Dari TPS, sampah kemudian

diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian di timbun.

Pengelolaan seperti ini mengabaikan nilai sampah sebagai sumber daya.

9

Sampah anorganik biasanya berupa botol, kertas, plastik, kaleng, sampah

bekas alat-alat elektronik dan lain-lain. Sampah ini sering kita jumpai di beberapa

tempat seperti sungai, halaman rumah, lahan pertanian dan di jalan-jalan. Sifatnya

sukar di urai oleh mikroorganisme, sehingga akan bertahan lama menjadi sampah.

Untuk mengatasi masalah sampah anorganik, dapat dilakukan cara-cara berikut

ini.

a. Reduce (Mengurangi Penggunaan)

Mengurangi sampah bisa dilakukan, yaitu dengan menerapkan pola hidup

sederhana dimana selalu memperhatikan hal-hal berikut:

a) Menentukan prioritas sebelum membeli barang;

b) Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak

dapat di daur ulang oleh alam;

c) Membeli produk yang tahan lama; dan

d) Menggunakan produk selama mungkin, tidak terlalu menganut mode.

Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai juga

merupakan salah satu perilaku yang menguntungkan, baik secara ekonomis

maupun ekologis, misalnya botol minuman, sirup dan alat elektronik. Sampah alat

elektronik dijual kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat

elektronik, karena memang biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk

digunakan.

b. Reuse (Menggunakan ulang)

Banyak sekali barang-barang yang setelah digunakan bisa digunakan ulang

dengan fungsi yang sama dengan fungsi awalnya tanpa melalui proses

pengolahan. Sebagai contoh, jika membeli botol minuman ukuran besar dan botol

tersebut digunakan kembali sebagai tempat minuman, maka sudah ikut

mengurangi jumlah sampah yang di buang ke lingkungan.

c. Recycle (Daur ulang)

Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri

atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan

pembuatan produk/material bekas pakai. Material yang dapat di daur ulang

diantaranya:

10

a) Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim, kopi; baik yang putih bening

maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.

b) Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali

kertas yang berlapis (minyak atau plastik).

c) Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja,

besi rangka beton.

d) Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen dan ember.

Pengolahan sampah anorganik dengan cara mendaur ulang merupakan salah

satu cara yang efektif, karena selain menguntungkan secara ekonomis juga secara

ekologis. Secara ideal kemudian pendekatan proses bersih tersebut dikembangkan

menjadi konsep hierarki urutan prioritas penanganan sampah secara umum, yaitu

(Damanhuri, 2010):

1) Langkah 1 Reduce (pembatasan):mengupayakan agar limbah yang dihasilkan

sesedikit mungkin.

2) Langkah 2 Reuse (Guna-ulang):bila limbah akhirnya terbentuk, maka

upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung.

3) Langkah 3 Recycle (daur-ulang):residu atau limbah yang tersisa atau tidak

dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau di olah untuk

dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.

4) Langkah 4 Treatment (olah): residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat

dimanfaatkan kemudian di olah, agar memudahkan penanganan berikutnya,

atau agar dapat secara aman di lepas ke lingkungan.

5) Langkah 5 Dispose (Singkir): residu/limbah yang tidak perlu di lepas

kelingkungan secara aman, yaitu melalui rekayasa yang baik dan aman

seperti menyingkirkan pada sebuah lahan-urug (landfill) yang di rancang dan

disiapkan secara baik.

6) Langkah 6 Remediasi: media lingkungan yang sudah tercecar akibat limbah

yang tidak terkelola secara baik, perlu direhabilitasi atau diperbaiki melalui

upaya rekayasa yang sesuai seperti bioremediasi dan sebagainya.

11

2.4 Bank Sampah

Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang

kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan

kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya

(Kasmir, 2012). Kemudian menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang

dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan ke masyarakat dalam

bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.

Tujuan bank sampah adalah untuk membantu menangani pengolahan

sampah di Indonesia, untuk menyadarkan masyarakat akan lingkungan yang

sehat, rapih dan bersih, mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih berguna

dalam masyarakat untuk kerajinan dan lainnya. Bank sampah pertama kali

didirikan pada tahun 2008 di Kabupaten Bantul bernama Bank Sampah Gemah

Ripah atas prakarsa masyarakat setempat, yang berarti bersamaan tahunnya

dengan terbitnya UU No. 18 Tahun 2008, mendahuli terbitnya PP No. 81 Tahun

2012 dan peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012.

Sistem pengelolaan sampah dengan metode Bank Sampah dapat mereduksi

sampah rata-rata sekitar 0,14 kg/orang/hari (Irdam, 2013: 3). Mekanisme sistem

Bank Sampah adalah sebagai berikut:

1) Pemilihan Sampah Rumah Tangga

Nasabah harus memilah sampah sebelum disetorkan ke Bank Sampah.

Pemilihan sampah tergantung pada kesepakatan saat pembentukan bank sampah.

Misalnya berdasarkan kategori sampah organik dan anorganik. Biasanya, sampah

anorganik kemudian dipisahkan lagi berdasarkan jenis bahannya: plastik, kertas,

kaca dan lain-lain. Pengelompokan sampah akan memudahkan proses penyaluran

sampah akan memudahkan proses penyaluran sampah.

2) Penyetoran Sampah ke Bank

Waktu penyetoran sampah biasanya telah disepakati sebelumnya. Misalnya,

dua hari dalam sepekan setiap rabu dan sabtu. Penjadwalan ini maksudnya untuk

menyamakan waktu nasabah menyetor dan pengangkutan ke pengepul. Hal ini

agar sampah tidak bertumpuk di lokasi bank sampah.

12

3) Penimbangan

Sampah yang sudah di setor ke bank kemudian ditimbang. Berat sampah yang

disetorkan sudah ditentukan pada kesepakatan sebelumnya. Misalnya minimal

harus satu kilogram.

4) Pencacatan

Petugas akan mencatat jenis dan bobot sampah setelah penimbangan. Hasil

pengukuran tersebut lalu di konversi dalam nilai rupiah yang kemudian ditulis di

buku tabungan. Pada sistem bank sampah, tabungan biasanya bisa diambil setiap

tiga bulan sekali.

5) Pengangkutan

Bank sampah sudah bekerjasama dengan pengepul yang sudah di tunjuk dan

di sepakati. Sehingga setelah sampah terkumpul, ditimbang dan dicatat langsung

diangkut ke tempat pengelolaan sampah berikutnya.

2.5 Jenis-jenis Mesin Pencacah

Mesin pencacah termasuk salah satu mesin yang dibutuhkan pada bidang

pertanian dan bidang lainnya. Berikut ini adalah beberapa mesin yang fungsi

utamanya yaitu untuk mencacah atau memotong adalah sebagai berikut:

2.5.1 Mesin Pencacah Plastik

Mesin pencacah sampah plastik adalah mesin yang bertujuan untuk

mengolah sampah plastik menjadi serpihan-serpihan kecil sehingga memudahkan

untuk di olah kembali. Mesin pencacah sampah plastik ini memiliki sistem

mencacah dengan kontruksi alat cacah yang terdiri dari 6 pisau putar dan 4 pisau

tetap yang diikat pada dinding ruang pencacah. Mesin ini dioperasikan dengan

menggunakan motor listrik dengan menggunakan elemen transmisi puli dan

sabuk. Hasil dari mesin ini berupa serpihan sampah plastik kecil dengan ukuran

±10-15 mm. Mesin ini memiliki kapasitas sebesar ±20 kg/jam (Napitupulu, 2013).

Berikut adalah hasil proses uji coba mesin pencacah plastik disajikan pada Tabel

3.

13

Tabel 3. Data Proses Uji Coba

Uji Jenis Sampah

plastik

Tebal

( mm)

Berat

sampah

plastik

(gr)

Waktu

(menit)

Berat

sampah

yang di

cacah

Produksi

(kg)/jam

1 Cup minuman 0,3 250 5 250 3,0

2 Cup minuman 0,5 980 3 980 13,8

3 Ember plastik 1,5 1100 2,5 1100 19,2

4 Ember plastik 2,0 800 2 800 21,0 (Sumber: Napitupulu, 2013)

Tabel 3 menunjukan data ketebalan sampah plastik dan kecepatan

pencacahannya dimana semakin tebal sampah plastik yang di cacah maka akan

semakin cepat produksi sampah plastik. Hal itu terjadi karena sampah plastik yang

tebal lebih mudah untuk di cacah dibandingkan dengan sampah plastik yang

memiliki ketebalan lebih kecil. Berikut adalah contoh mesin pencacah plastik

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Mesin Pencacah Sampah Plastik

2.5.2 Mesin Pencacah Kompos

Mesin pencacah sampah organik merupakan pengembangan dari mesin

pencacah sampah yang sudah ada. Prinsip kerjanya adalah motor akan

memutarkan blade dinamis kemudian sampah dimasukkan ke dalam hopper inlet

kemudian masuk ke ruang pencacahan dan sampah tersebut akan tercacah diantara

blade statis dan blade dinamis. Hasil pencacahan tersebut menjadi sampah yang

berukuran lebih kecil dan sampah cacahan tersebut akan langsung tertampung

oleh bak atau kantong (Suwiyanto, 2010).

14

Sistem kerja mesin ini pada dasarnya sama dengan gilingan martil (hammer

mill) berfungsi sebagai batang pemukul namun pada mesin ini batang pemukul

tersebut dapat diganti dengan batang pisau pemotong. Bahan yang di cacah

dengan mesin ini adalah serat, dedaunan dan sayuran.Mesin pencacah kompos

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3. Mesin pencacah kompos

(Sumber: Suwiyanto, 2010)

2.5.3 Chopping Corn for Silage

Prinsip kerja mesin chopping corn for silage hampir sama dengan mesin

combine harvester yaitu pisau dengan akan memotong batang jagung kemudian

tanaman jagung yang terpotong tersebut akan masuk dan mengenai reel, reel dan

cutterbar akan mencacah tanaman jagung tersebut kemudian diarahkan pada

konveyor oleh silinder pengumpan, konveyor akan membawa hasil cacahan pohon

jagung pada silinder pemipil dan masuk ke penyaringan sehingga jagung yang

sudah dipipil akan jatuh melewati saringan dan masuk jalur grain kemudian

dihisap oleh blower dan masuk tank grain sedangkan cacahan batang dan daun

jagung tidak lolos saringan dan didorong oleh blower sehingga masuk jalur

cacahan dan keluar. Gambar 5 merupakan contoh dari chopping corn for silage.

Gambar 4. Chopping Corn of Silage

(Sumber: Persson, 1987)

15

2.5.4 Forage Chopper

Salah satu fungsi utama dari alat pencacah tanaman pakan ternak (forage

chopper) adalah memperkecil ukuran kemudian membawa produk hasil cacahan

tersebut kedalam bak truk. ASAE (American Society Agriculture Engineering)

Standar S472 membagi 2 tipe penanganan dalam pemanenan untuk makanan

ternak. Tipe pertama adalah pemotongan bahan dengan presisi dan tipe kedua

adalah pemotongan bahan dengan tidak presisi. Untuk tipe pemotongan dengan

presisi biasanya alat yang digunakan adalah tipe silinder pemotong (a cylindrical

cutterhead) yang dilengkapi dengan bagian pisau yang diam (stationary

contershear)(Srivastava, 1993). Pemotongan bahan pakan ternak dengan presisi

dibagi menjadi 3 mekanisme pemotongan yaitu tipe pertama dipotong lalu

dilempar, tipe kedua dipotong lalu dihembuskan dan tipe ketiga pemotongan

dengan sistem hembusan menggunakan fasilitas auger konveyor yang dipasang

diantara chopper dan blower (Srivastava, 1993). Gambar 6 merupakan contoh dari

mekanisme pemotongan.

Gambar 5. Mekanisme Pemotongan Pakan Ternak

(Sumber: Srivastava, 1993)

2.6 Tipe Pisau Pemotong

Pemotongan bahan pertanian (cutting) adalah salah satu operasi yang paling

sering dilakukan dan hampir selalu diterapkan saat panen. Operasi pengolahan

lainnya juga sering membutuhkan pemotongan (cutting). Selama proses

pemotongan terjadi berbagai deformasi terjadi pada materi, tergantung pada

bentuk ujung pisau dan kinematika dari proses cutting tersebut (Sitkei, 1986).

Pisau pemotong dapat dibedakan menjadi dua tipe dengan perbedaan yang dapat

dilihat dari konstruksi dan hasil potongannya. Pisau pemotong rumput terdiri dari

dua buah pisau antara lain reel dan bedknife. Reel merupakan pisau yang bergerak

melingkar sedangkan bedknife pisau yang diam. Reel terdiri dari beberapa pisau

16

(blade) yang ditempelkan pada rangka (Mardison, 2000). Adapun pisau pemotong

rumput dapat dilihat pada Gambar7.

Gambar 6. Pisau Pemotong Rumput

Adapun mekanisme kerja pisau pemotong rumput dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7. Mekanisme kerja pisau pemotong rumput

(Sumber: Mardison, 2000)

Pisau pemotong tipe slasher terdiri dari satu bilah pisau yang digerakkan

secara rotasi dengan kecepatan tinggi, sehingga menghasilkan daya pukul yang

kuat untuk memotong (Mardison, 2000).

2.7 Analisis Teknik

Aspek teknik yang dipertimbangkan dalam analisis teknik mesin pencacah

plastik adalah analisis yang meliputi: analisis kebutuhan daya, analisis unit

transmisi, analisis poros, analisis spi, analisis bantalan, analisis kekuatan rangka

dan analisis kekuatan las. Analisis teknik bertujuan untuk mengetahui kekuatan

bahan dari setiap komponen mesin yang dilakukan dengan cara perhitungan

secara teoritis dan pengamatan langsung yang terjadi di lapangan.

17

2.7.1 Kebutuhan Daya Penggerak

Analisis kebutuhan daya dilakukan untuk mengetahui daya yang diperlukan

oleh mesin dalam menjalankan mesin dari awal hingga akhir baik penggerak

transmisi, putaran silinder dan lain-lain. Perhitungan kebutuhan daya penggerak

dapat dihitung dengan Persamaan 1 (Singer dkk., 1995).

………………………………………………………(1)

Dimana:

Pp = Daya yang dibutuhkan motor penggerak (watt)

N = Kecepatan putaran puli (rpm)

Mp = Momen puntir (Nm)

Untuk menghasilkan daya tersebut, maka besarnya momen puntir silinder

pencacah dapat menggunakan Persamaan 2 (Hall et. al, 1993).

………………………………………………………..(2)

Dimana:

Fd = Gaya tangensial (N)

r = Jari-jari silinder pencacah (m)

Gaya tangensial pada silinder pencacah (Ft) dihitung dengan menggunakan

Persamaan 3 (Hall et. al. 1993).

……………………………………………………….(3)

Dimana:

mp = Massa silinder pencacah (kg)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Daya pencacahan dapat dihitung menggunakan Persamaan 4:

P =Pb–Pt....................................................................................(4)

Dimana:

Pb = daya pada saat proses pencacahan

Pt = daya sebelum proses pencacahan

Besarnya daya dapat dipengaruhi oleh konstruksi dan bahan dari silinder

yang digerakkan oleh mesin. Adapun untuk mesin pencacah yang memiliki

18

silinder dengan massa yang besar dapat berlaku prinsip roda gaya (flywheel).

Flywheel merupakan sebuah benda dengan berbagai macam bentuk silinder pejal

atau cakram yang memiliki massa dan jari-jari tertentu. Mekanisme penyimpanan

energinya menggunakan prinsip gerak rotasi, energi disimpan dalam bentuk

energi kinetik. Besarnya energi yang tersimpan pada flywheel tergantung pada

momen inersia dan kecepatannya saat berputar (Gopinath, 2008). Flywheel akan

menyimpan energi saat berputar karena dikenai gaya dalam bentuk energi kinetik

rotasi dan akan melepaskan energi tersebut saat gaya yang mengenainya

berkurang atau dihilangkan. Sebuah flywheel bisa berputar sampai puluhan ribu

RPM tergantung dari material yang menyusunnya, semakin padat dan keras

material suatu flywheel semakin bagus karena dengan volume yang kecil

massanya semakin besar dan selain itu juga akan semakin tahan jika diputar

dengan kecepatan tinggi (Aminudin dkk., 2007).

Beratnya roda gaya (flywheel) akan sangat berpengaruh pada besarnya

daya motor penggerak pada mesin. Adapun perhitungannya dapat menggunakan

Persamaan 5:

...........................................................................................(5)

Dimana:

W = Berat roda gaya

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

E = Energi kinetik

K = Jari-jari girasi flywheel

= Fluktuasi kecepatan flywheel

= Kecepatan sudut flywheel l(rad/s)

Besarnya energi kinetik flywheel dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan 6:

E = I. . ...........................................................................................(6)

Dimana:

E = Energi kinetik

I = Momen inersia (m4)

= Fluktuasi kecepatan flywheel

= Kecepatan sudut flywheel(rad/s)

19

Koefisien fluktuasi adalah variasi kecepatan yang diaplikasikan pada roda

gaya. Besarnya koefisien fluktuasi kecepatan roda gaya dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 7:

...........................................................................................(7)

Dimana:

= Fluktuasi kecepatan flywheel

= Kecepatan sudut maksimum flywheel (rad/s)

= Kecepatan sudut minimum flywheel (rad/s)

= Kecepatan sudut flywheel (rad/s)

2.7.2 Analisis Unit Transmisi

Analisis unit transmisi bertujuan untuk mengetahui dan menentukan jumlah

sabuk dan puli yang diperlukan dalam transmisi mesin yang kemudian dicocokkan

dengan kebutuhan diameter poros transmisi. Dalam menentukan panjang sabuk

yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 8 (Sularso dan

Suga, 1997):

……………………………(8)

Dimana:

L = Panjang sabuk (m)

C = Jarak antar dua sumbu poros (m)

Dp = Diameter puli besar (m)

dp = Diameter puli kecil (m)

Sabuk-V memiliki 5 tipe sabuk dengan ukuran luas penampang yang

berbeda-beda. Ukuran penampang sabuk-V disajikan pada Gambar 9.

Gambar 8. Ukuran Penampang Sabuk-V (Sumber : Sularso dan Suga, 1997)

20

Sudut kontak sabuk dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 (Hall

et. al. 1993):

………………………………………(9)

Dimana:

α1 = Sudut kontak sabuk

R = Jari-jari puli besar (m)

r = Jari-jari puli kecil (m)

Bila sabuk-V bekerja meneruskan momen, tegangan akan bertambah pada

sisi tarik T1 (bagian panjang sabuk yang menarik) dan berkurang pada sisi kendor

T2 (bagian panjang sabuk yang tidak menarik) dapat dihitung dengan Persamaan

10 (Sularso dan Suga, 1997):

…………………………………………………………(10)

Dimana:

T1 = Tegangan pada sisi kencang (N)

= Tegangan sabuk yang diijinkan (MPa)

A = Luas penampang sabuk (m2)

Sedangkan tegangan sisi kendor T2 dapat dihitung dengan mengunakan

Persamaan 11 (Sularso dan Suga, 1997):

…………………………………………………(11)

Dimana:

T2 = Tegangan pada sisi kendor (N)

ms = Massa sabuk (kg)

v = Kecepatan linier (m/s)

Kecepatan linier dapat dihitung dengan mengunakan Persamaan 12 (Sularso

dan Suga, 1997):

………………………………………………………..(12)

Dimana:

v = Kecepatan linier sabuk (m/s)

dm = Diameter puli motor penggerak (m)

N = Kecepatan putaran puli (rpm)

21

Besarnya daya persabuk dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan

13 (Hall et. al. 1993):

............................................................................(13)

Dimana:

Ps = Daya per sabuk (watt/sabuk)

Jumlah sabuk yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan 14 (Sularso dan Suga, 1997):

…………………………………………………………….....(14)

Dimana:

ns = Jumlah sabuk

Pt = Daya yang tersedia (Watt )

Ps = Daya yang ditransmisikan per sabuk (Watt/sabuk)

Nilai kecepatan putar yang relatif besar akan menyebabkan getaran pada

sabuk yang mengakibatkan penurunan efisiensinya. Dalam hal demikian,

perencanaan harus diperbaiki dengan menggunakan sabuk yang lebih besar

penampangnya. Dalam transmisi yang menggunakan sabuk lebih dari satu harus

memperhatikan panjang, mutu dan sebagainya jangan sampai berbeda karena akan

mengakibatkan tegangan yang berbeda-beda pula. Maka dari itu untuk dapat

memelihara tegangan yang cukup dan sesuai pada sabuk, jarak poros puli harus

dapat diatur ke dalam maupun ke luar.

2.7.3 Analisis Poros

Poros merupakan bagian dari yang meneruskan tenaga bersama-sama

dengan putaran, dimana pada poros tersebut terpasang elemen-elemen pemindah

daya lainnya (Shigley, 1984). Besarnya diameter poros harus diperhitungkan

dengan cermat karena poros ini merupakan unit penyalur daya pada mesin

sehingga mesin dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Putaran yang cepat akan

mengakibatkan puntiran dan momen lentur pada poros, untuk mengurangi hal itu

diameter poros harus sesuai.

22

Analisis yang akan dilakukan terhadap poros meliputi kekuatan dan

diameter poros menggunakan perhitungan poros yang menerima beban puntir dan

beban lentur, karena poros ini meneruskan daya melalui sabuk dan puli. Untuk

analisis tersebut dilakukan perhitungan diameter poros dan putaran kritis yang

diijinkan.

Menurut Sularso dan Suga (1997), jika P adalah daya nominal output dari

motor penggerak, maka berbagai macam faktor keamanan biasanya dapat diambil

dalam perencanaan maka koreksi pertama dapat diambil kecil. Jika faktor koreksi

adalah f, maka daya rencana dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 15

(Sularso dan Suga, 1997):

Pd = fc x P.............................................................................................(15)

Dimana:

Pd = Daya yang direncanakan (Watt)

fc = Faktor koreksi daya

P = Daya nominal output motor penggerak (Watt)

Faktor koreksi untuk menghitung daya rencana menurut Sularso dan Suga

(1997) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai faktor koreksi daya (fc)

Daya yang ditransmisikan Fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2

Daya normal 1,0 – 1,5 (Sumber: Sularso dan Suga (1997))

Momen puntir (momen rencana) dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan 16:

Pd = 9,74 x 105

……………………………………………………(16)

Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus

dibatasi, untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja

normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 sampai 0,3 derajat

(Sularso dan Suga, 1997). Besarnya defleksi puntiran dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 17 (Hall at all, 1993):

23

……………………………………………………….(17)

Dimana:

= Defleksi puntiran (0)

ds = Diameter poros (m)

l = Panjang poros (m)

Mp = Momen puntir (kg.m)

G = Modulus geser (8,3 x 103) (kg/ mm

2)

Poros merupakan salah satu komponen penting dalam suatu putaran, dimana

besarnya diameter suatu poros mempengaruhi besarnya putaran. Besarnya

diameter poros dapat dihitung dengan Persamaan 18 (Sularso dan Suga, 1997):

……………………………(18)

Dimana:

ds = Diameter poros (m)

Kb = Faktor koreksi momen lentur

Nilai Kb adalah 1,5 untuk poros dengan momen lentur tetap, 1,5–

2,0 untuk beban lentur ringan, dan 2,0–3,0 untuk beban tumbukan

berat.

Mb = Momen lentur maksimal (Nm)

Kt = Faktor koreksi momen puntir

Nilai Kt adalah 1,0 untuk beban dikenakan secara halus, 1,0–1,5

jika terjadi sedikit lendutan dan tumbukan, 1,5-3,0 jika terjadi

tumbukan besar.

SS = Tegangan geser (MPa)

Nilai Ss adalah 55 Mpa untuk poros yang tidak ada alur spi, dan

40 Mpa untuk poros dengan alur spi (Muhaemin, M, dkk., 2008).

Nilai momen torsi yang bekerja dalam perhitungan diameter poros dihitung

dengan menggunakan Persamaan 19:

= (T1 – T2).r………………………………………………………..(19)

Dimana:

Mt = Momen torsi (Nm)

24

Putaran kritis poros adalah putaran tertinggi yang dapat ditahan oleh poros.

Untuk putaran poros tinggi, putaran kritis sangat penting untuk diperhitungkan.

Pada mesin-mesin yang dibuat secara baik, putaran kerja di dekat atau di atas

putaran kritis tidak terlalu berbahaya. Tetapi, demi keamanan, dapat diambil

pedoman secara umum bahwa putaran poros maksimum tidak boleh melebihi 80%

putaran kritisnya (Sularso dan Suga, 1997). Putaran kritis poros yang dimiliki

sebuah benda yang berputar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 20

(Sularso dan Suga, 1997):

…………………………………………………(20)

Dimana:

=Putaran kritis poros (rpm)

=Diameter poros ( mm)

l =Jarak antar bantalan ( mm)

W = Berat beban (kg)

2.7.4 Analisis Spi

Spi atau pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan

bagian-bagian seperti roda gigi, sprocket, kopling yang dipasang pada poros.

Momen diteruskan ke naf atau dari naf ke poros. Berdasarkan letaknya pada poros

spi dibedakan menjadi empat macam, yaitu pasak pelana, pasak rata, pasak benam

dan pasak singgung.

Bahan spi pada umumnya dipilih bahan yang memiliki kekuatan tarik lebih

dari 60 kg/mm2 lebih kuat dari porosnya, namun kadang-kadang sengaja dipilih

bahan yang lemah untuk spi sehingga spi akan lebih dahulu rusak dari pada poros

atau nafnya. Ini disebabkan karena harga spi lebih murah dan pemasangan spi

lebih mudah dari pada porosnya. Adapun karena ukuran lebar dan tebal spi sudah

distandarkan, maka beban yang ditimbulkan karena adanya gaya F disesuaikan

dengan menyesuaikan panjang spi. Namun demikian spi yang terlalu panjang tak

dapat menahan tekanan yang merata pada permukaan. Adapun untuk lebar spi

sebaiknya antara 25%-35% dari diameter poros (Sularso dan Suga, 1997). Karena

ukuran spi yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada

permukaan maka panjang spi harus diperhitungkan dengan baik. Adapun ukuran

25

panjang spi sebaiknya antara 0,75-1,5 dari diameter poros (Sularso dan Suga,

1997).

Mesin pencacah plastik ini juga terdapat spi yang berfungsi untuk

mengikat/mengunci puli dengan poros. Spi ini digunakan untuk mencegah

terjadinya slip pada putaran puli. Momen torsi pada spi dapat dihitung dengan

Persamaan 21:

= (T1 – T2).r………………………………………………………..(21)

Dimana:

Mts = Momen torsi (Nm)

T1 = Tegangan sisi kencang pada sabuk dan puli (N)

T2 = Tegangan sisi kendor pada sabuk dan puli (N)

r = jari-jari puli (m)

Gaya tangensial yang bekerja pada spi yang terletak pada komponen

elemen-elemen mesin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 22 (Hall

et. al. 1993):

...............................................................................................(22)

Dimana:

Fs = Gaya tangensial (N)

Mts = Momen torsi (Nm)

r = Jari-jari poros (m)

Untuk menghitung ukuran spi yang digunakan berlaku Persamaan 23 dan 24

(Shigley, 1986):

..........................................................................................(23)

....................................................................................................(24)

Dimana:

A = Luas Spi, l x t (m2)

F = Gaya (N)

τa = Allowable shear stress (MPa)

Pada spi dapat terjadi gaya geser pada penampang b x l karena adanya gaya

F (N) dengan demikian tegangan geser spi dapat dihitung berdasarkan Persamaan

25 (Sularso dan Suga, 1997):

26

………………………………………………………………..(25)

Dimana:

= Tegangan geser (N/m2)

F = Gaya tangensial (N)

b = lebar spi (m)

l = panjang spi (m)

Kemudian dibandingkan dengan tegangan geser yang diizinkan dihitung

dengan menggunakan Persamaan 26:

………………………………………………………..(26)

Dimana:

= Tegangan geser yang diizinkan (N/m2)

= Kekuatan tarik bahan (N/m2)

= Faktor keamanan, umumnya bernilai 6

= Faktor keamanan, 1-1,5 untuk beban perlahan, 1,5-3 untuk

tumbukan ringan, 3-5 untuk tumbukan berat.

2.7.5 Analisis Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga

putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan

panjang waktu pakainya. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan

poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak

berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat

bekerja dengan semestinya (Sularso dan Suga, 1997).

Beban yang ditopang oleh poros ketika proses pencacahan berlangsung

merupakan gabungan dari beberapa berat antara lain beban puli dan tegangan

sabuk. Nilai beban tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 27

(Sularso dan Suga, 1997):

...............................................................(27)

Dimana:

w1,2,..n = beban radial komponen mesin (kg)

Beban tersebut merupakan beban radial yang bisa dihitung dengan

menggunakan Persamaan 28 (Sularso dan Suga, 1997):

27

............................................................................................(28)

Dimana:

Pr = Beban radial yang ditumpu

fw = Faktor beban, nilainya sebesar 1,1 - 1,3 untuk kerja biasa

Fr = Beban radial yang dibawa poros

Faktor kecepatan untuk bantalan bola dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan 29 (Sularso dan Suga, 1997):

……………………………………………………..........(29)

Dimana:

fn = Faktor kecepatan

n = Putaran poros

Sedangkan perhitungan faktor umur untuk bantalan dapat dihitung dengan

Persamaan 30 (Sularso dan Suga, 1997):

…………………………………………………………....(30)

Dimana:

fh = Faktor umur

Cb = Beban nominal dinamis spesifik (kg)

Pr = Beban ekuivalen dinamis (kg)

Umur nominal untuk bantalan dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan 31 (Sularso dan Suga, 1997):

Lh = 500. fh3…………………………………………………………....(31)

2.7.6 Analisis Kekuatan Rangka

Rangka berfungsi sebagai penahan beban yang berada diatasnya dimana

rangka tersebut akan mengalami defleksi dan lengkungan sebagai akibat dari

beban yang ditopangnya. Rangka mesin merupakan penyangga atau kedudukan

dari semua komponen mesin. Analisis rangka dihitung berdasarkan lendutan dan

beban kritis yang diizinkan. Beban yang dapat ditopang oleh baris menggunakan

Persamaan 32 (Singer dkk., 1995):

= EI

PL

48

3

……………………………………………………………(32)

28

Dimana:

= lendutan yang diizinkan (m)

P = Beban yang bekerja pada rangka (kg)

L = Panjang kolom baris (m)

E = Modulus elastisitas rangka (kg/m2)

I = Momen inersia rangka (m4)

Kemudian lendutan yang terjadi akibat dari beban yang ditopang oleh

rangka dibandingkan dengan lendutan izin menggunakan Persamaan 33 (Singer

dkk.,1995):

= 1

300

1L ………………………………………………………….(33)

Pada kolom jari-jari girasi dihitung dengan menggunakan Persamaan 34:

k = ……………………………………………………………….(34)

Dimana:

k = jari-jari girasi

I = Momen inersia (m4)

A = Luas permukaan bidang rangka (m2)

2.7.7 Analisis Kekuatan Las

Pengelasan adalah metode pengikat logam dengan leburan. Terdapat dua

tipe utama las yaitu las temu dan las sudut. Kekuatan las ini dapat menopang

beban rangka jika kekuatan las temu lebih besar dari gaya yang bekerja pada

rangka (Singer dkk., 1995). Kekuatan las dapat dihitung menggunakan Persamaan

36 (Shigley, 1986):

……………………………………………………..(36)

Dimana:

Fl = Gaya yang bekerja pada rangka (N)

σ = Tegangan izin (N/m2)

h = Tebal bidang las (m)

l = Panjang bidang las (m)

29

2.7.8 Kapasitas Teoritis Pencacahan

Kapasitas teoritis pencacahan merupakan kemampuan mesin untuk

mencacah bahan per satuan waktu yang diketahui berdasarkan perhitungan.

Kapasitas teoritis dihitung dengan menggunakan Persamaan 37 (Srivastava,

1993):

………………………………………………(37)

Dimana:

= Kapasitas teoritis (kg/s)

= Densitas bahan (kg/m3)

= luas area pencacahan (cm2)

= banyaknya pisau pencacah

= panjang potongan teoritis (mm)

= kecepatan putar silinder pencacah (rev/m)

Panjang potongan teoritis dapat dihitung dan direncanakan menggunakan

Persamaan 38 (Srivastava, 1993):

Lc = ………………………………………………………….......(38)

Dimana:

Lc = panjang potongan teoritis (m)

= kecepatan pengumpanan (m/s)

= banyaknya pisau pencacah

= kecepatan putar silinder pencacah (rev/m)

2.8 Uji Kinerja

Uji kinerja mesin pencacah plastik bertujuan untuk mengevaluasi

kemampuan mesin tersebut yang dioperasikan pada kondisi optimum. Pengukuran

parameter yang dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja mesin pencacah plastik

yang meliputi: kapasitas teoritis mesin pencacah plastik, kapasitas aktual mesin

pencacah plastik, efisiensi mesin pencacah plastik, konsumsi bahan bakar,

konsumsi daya, energi spesifik, rendemen pencacahan, persentase panjang

cacahan, tingkat kebisingan dan getaran.

30

2.8.1 Kerapatan Kamba

Kerapatan kamba atau bulk density dipakai untuk menghitung kapasitas

teoritis dan menghitung banyaknya jumlah plastik yang dimasukan ke dalam inlet,

kerapatan kamba tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 39:

Kerapatan kamba = …………………………………………………(39)

Dimana:

= Massa plastik (kg)

V = Volume bak yang digunakan (m3)

2.8.2 Kapasitas Aktual Pencacah Plastik

Kapasitas aktual mesin pencacah plastik ini dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 40:

……………………………………………………………..(40)

Dimana:

Kap = Kapasitas aktual pencacahan (kg/jam)

Bbh = Massa total bahan cacahan yang keluar dari mesin pencacah

selama waktu tertentu (kg)

t = Waktu yang ditentukan untuk keluaran bahan cacahan (jam)

2.8.3 Efisiensi Pencacahan

Efisiensi adalah perbandingan antara kapasitas aktual dengan kapasitas

teoritis. Efisiensi pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 41:

.....................................................................................(41)

Dimana:

η = efisiensi mesin

Kap = kapasitan aktual (kg/jam)

Kt = kapasitas teoritis (kg/jam)

2.8.4 Konsumsi Bahan Bakar

Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan untuk mengetahui volume

bahan bakar yang dikonsumsi oleh mesin untuk proses operasi pencacahan per

31

satuan waktu. Konsumsi bahan bakar dihitung dengan menggunakan Persamaan

42:

……………………………………………………………....(42)

Dimana:

FC = konsumsi bahan bakar (liter/jam)

FV = volume bahan bakar (liter)

t2 = waktu beroperasi motor penggerak (jam)

2.8.5 Kebutuhan Daya Pencacahan

Kebutuhan daya mesin pada saat mesin pencacah plastik dioperasikan harus

diketahui sebagai perbandingan dengan hasil perhitungan dengan data yang

sebenarnya pada mesin. Kebutuhan daya silinder pencacah agar dapat memotong

plastik dengan baik dapat didekati dengan Persamaan 43:

Pc = ……………………………………………………………(43)

Dimana:

Pc = daya pencacahan (N.m/s) atau Watt

T = torsi pencacahan (N.m)

N = kecepatan putar (put/menit)

Dari Persamaan 43, dapat dijelaskan bahwa semakin besar torsi yang

dibutuhkan untuk mencacah bahan, maka semakin besar pula kebutuhan daya

penggeraknya dan semakin besar kecepatan putar yang terjadi maka semakin

besar pula kebutuhan daya pemotongan yang terjadi.

2.8.6 Energi Spesifik

Energi spesifik pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan

44:

………………………………………………………….(44)

Dimana:

Esp = Energi spesifik pencacahan (kJ/kg)

Pap = Daya aktual (kW)

Kap = Kapasitas aktual (kg/jam)

32

2.8.7 Rendemen Pencacahan

Uji rendemen dilakukan dengan mempersentasikan panjang plastik yang

tercacah dengan keseluruhan plastik yang dimasukan kedalam mesin. Persentase

rendemen dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 45 (Smith, 2000):

.....................................................................................(45)

Dimana:

R = Rendemen bahan (%)

mt = Massa cacahan plastik yang keluar (kg)

min = Massaplastik yang masuk (kg)

2.8.8 Persentase Panjang Cacahan

Persentase panjang keluaran cacahan plastik dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 46:

.......................................................................(46)

Dimana:

Ppk = persentase panjang keluaran hasil cacahan plastik (%)

Bb1 = massa cacahan plastik yang panjangnya kurang dari 1cm (kg)

Bb2 = massa cacahan plastik yang panjangnya lebih dari 1cm (kg)

2.9 Kajian Ergonomi

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memerlukan informasi-informasi

mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat

sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi

dan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Kecelakaan kerja paling banyak terjadi disebabkan oleh kesalahan

manusia, baik dari aspek kompetensi para pekerja konstruksi maupun pemahaman

arti pentingnya penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja (Bagyo, 2006).

2.9.1 Anthropometri

Anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metr yang

berarti ukuran. Secara definitif anthropometri adalah studi yang berkaitan dengan

pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya memiliki bentuk,

33

ukuran, dan berat tubuh yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya

(Nugroho, 2008). Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan

secara luas antara lain dalam hal:

a. Perancangan areal kerja;

b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas;

c. Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja, komputer; dan

d. Perancangan lingkungan kerja fisik.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran tubuh manusia antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Keacakan (random)

Hal ini menjelaskan bahwa walaupun telah terdapat dalam satu kelompok

populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku atau bangsa, kelompok usia

dan pekerjaaannya, namun masih ada perbedaan yang cukup signifikan antara

berbagai macam masyarakat.

2) Jenis Kelamin

Dimensi ukuran tubuh laki-laki pada umumnya akan lebih besar

dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu

seperti pinggul dan sebagainya.

3) Suku Bangsa

Setiap suku bangsa atau kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik

yang akan berbeda satu dengan lainnya.

4) Usia

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar

seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan

umur sekitar 20 tahun. Variasi ini digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu

balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Hal ini sangat berpengaruh

terutama jika desain diaplikasikan untuk anthropometri anak-anak atau yang

lainnya. Anthropometri akan terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun

sesudah usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk

perlambatan pertumbuhan.

34

5) Jenis Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi

karyawan. Misalnya, buruh dermaga harus mempunyai postur tubuh yang relatif

besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya.

Tujuan menganalisis anthropometri ini adalah untuk mengetahui kelayakan

mesin ditinjau dari sisi anthropometri. Selain untuk keperluan perancangan

peralatan dan lingkungan kerja, data anthropometri juga dibutuhkan. Untuk

memenuhi keyamanan dalam menggunakan suatu alat, karena apabila tidak sesuai

dengan ukuran tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu akan mengakibatkan

stress tubuh yaitu berupa lelah, nyeri atau pusing.

2.9.2 Tingkat Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga karena

dalam jangka pendek dapat mengurangi ketenangan kerja, mengganggu

konsentrasi dan menyulitkan komunikasi. Dampak gangguan ini dalam jangka

panjang dapat menyebabkan merusak pendengaran (Sutalaksana dkk., 2006).

Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Soundlevel Meter. Pengukuran

kebisingan ini dilakukan untuk mengetahui faktor ergonomi seberapa besar

kebisingan mesin terutama terhadap operator mesin sehingga dapat menjalankan

mesin dengan nyaman dan aman.

Analisis tingkat kebisingan masih perlu dihitung karena dalam

mengoperasikan mesin operator harus merasa nyaman dan terhindar dari ganguan

kebisingan yang timbul akibat suara mesin tersebut. Intensitas kebisingan saat

bekerja dapat menyebabkan gangguan pendengaran (Sutalaksana dkk., 2006).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 7590:2011 mengenai pengukuran

kebisingan dalam pengujian kinerja mesin, pengukuran kebisingan dilakukan

dengan menempatkan alat pengukur kebisingan di dekat telinga operator dan

berjarak kira-kira 2 m dari sumber suara.

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Lama Jam Kerja per Harinya

sesuai dengan Standar tingkat kebisingan berdasarkan OSHA 1910.95

(Occupational Safety and Health Administration) dapat dilihat pada Tabel 5.

35

Tabel 5. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Lama Jam Kerja

Jam Kerja/Hari Tingkat Kebisingan (dB)

8 90

6 92

4 95

3 97

2 100

1 102

0,5 110

0,25 115 (Sumber: OSHA 1910.95)

Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan berpengaruh terhadap

durasi atau lamanya jam kerja, dimana semakin besar tingkat kebisingan maka

jumlah jam kerja per hari akan semakin menurun. Misalnya jika tingkat

kebisingan dibawah 90 dB maka jumlah jam kerja per hari adalah selama 8 jam.

Sedangkan pada tingkat kebisingan 100 dB, jumlah jam kerja per hari mengalami

penurunan yaitu selama 2 jam kerja per hari Pengukuran lama jam kerja dihitung

dengan Persamaan 47 mengacu pada prinsip persamaan OSHA dengan

mengambil tingkat kebisingan 90 dB dan 8 jam kerja/hari sebagai acuan awal.

…………………………………………………………….(47)

Dimana:

T = Jumlah jam kerja per hari (jam/hari)

L = Tingkat kebisingan (dB)

Setelah diketahui berapa lama waktu jam kerja seorang operator

menjalankan mesin pencacah plastik maka dapat dibuat jadwal operator dalam

menjalankan mesin pencacah plastik tersebut agar operator dapat bergantian dan

menjalankan mesin dengan aman dan nyaman.

Terkadang saat berada dilapangan, karena operator atau pegawainya

terbatas maka biasanya melebihi jam kerja yang ditentukan. Hal tersebut akan

berdampak jangka panjang pada masalah kesehatan dari operator mesin tersebut.

Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai kebisingan mesin

pencacah plastik untuk mengetahui tingkat kebisingan mesin pencacah sampah

plastik tersebut sehingga dapat diketahui berapa lama operator menjalankan mesin

selama sehari.

36

Sedangkan berdasarkan keputusan menteri Tenaga kerja dengan No.

Kep51/MEN/1990 lamanya kerja perhari berdasarkan tingkat kebisingan mesin

dapat dilihat pada Tabel 6. Kebisingan yang diakibatkan oleh mesin tidak boleh

lebih dari 140 dB walaupun hanya sesaat karena tingkat kebisingan tersebut akan

mengakibatkan gangguan pendengaran pada operator.

Tabel 6. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu kerja per hari Intensitas (dB)

8

Jam

85

4 88

2 91

1 94

30

Menit

97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12

Detik

115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139 (Sumber: Keputusan menteri tenaga kerja no Kep. 51/MEN/1990)

2.9.3 Tingkat Getaran Mesin

Getaran oleh peralatan atau mesin dapat mencapai operator atau pekerja

melalui beberapa cara, diantaranya getaran yang dihantarkan keseluruh tubuh

pekerja melalui badan mesin yang bergetar yang dikenal dengan istilah whole

body vibration. Cara yang lainnya, getaran dihantarkan melalui salah satu bagian

tubuh pekerja yang dalam banyak kasus adalah melalui tangan, pergelangan

tangan, lengan atau melalui kaki yang dikenal dengn istilah hand vibration

(Sanders and Cosmick, 1987).

Dampak atau pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya

sindroma getaran (vibration sindrome) atau lebih populer dikenal dengan istilah

mati rasa pada tangan atau jari yang disebabkan turunnya aliran darah kejari

37

tangan atau tangan operator. Untuk mengurangi efek negatif akibat penggunaan

peralatan bergetar dianjurkan untuk tidak melakukan kontak dengan getaran 50%

dari waktu kerja atau direkomendasikan untuk beristirahat setiap 1-1,5 jam

dengan gemastik tangan antara 5-10 menit (Istigno, 1971).

Secara umum getaran mekanis ini dapat mengganggu tubuh dalam hal:

1) Mempengaruhi konsentrasi kerja;

2) Mempercepat datangnya kelelahan; dan

3) Dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena

gangguan pada mata, saraf, peredaran darah, otot-otot, tulang dan lain-lain.

Klasifikasi getaran yang terjadi pada mesin mengacu pada ISO 10816-1:

1995(E) seperti yang tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Pedoman untuk Besarnya Getaran Pada Mesin, Mesin dengan Daya Kecil

(Kurang Dari 15 kW)

Good 0 to 0,71 mm/s

AcepTabel 0,72 to 1,81 mm/s

Still permissible 1,81 to 4,5 mm/s

Dangerous > 4,5 mm/s

Sumber : ISO 10816-1 (1995)

Getaran mesin yang diterima oleh operator dalam jangka waktu yang lama

akan mengakibatkan beberapa keluhan terhadap operator. Adapun hubungan

lamanya jam kerja operator dengan getaran mesin berdasarkan keputusan menteri

tenaga kerja No Kep.51/MEN/1999 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Ambang Batas Getaran

Jumlah Waktu per Hari Nilai Percepatan pada Frekuensi Dominan (m/s2)

4-8 jam 4

2-4 jam 6

1-2 jam 8

Kurang dari 1 jam 12 (Sumber: Keputusan menteri tenaga kerja No Kep.51/MEN/1999)