bab ii tinjauan pustaka 2 -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari
aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang di buang karena sudah
tidak berguna atau diperlukan lagi (Tchobanoglous,et,al., 1993). Sedangkan
menurut Wasito (1970) sampah ialah segala zat padat atau semi padat yang
terbuang atau sudah tidak berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak
dapat membusuk kecuali zat-zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh
manusia (kotoran atau najis manusia). Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang
dimaksud dengan sampah ialah bahan buangan sebagai akibat aktivitas manusia
dan binatang, yang merupakan bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga di
buang sebagai barang yang sudah tidak berguna lagi.
Berikut adalah data jenis sampah dan jumlahnya selama setahun disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan Presentase Sampah di Indonesia
Jenis Sampah Jumlah
(juta ton/tahun) Persentase (%)
Sampah Dapur 22,4 58
Sampah Plastik 5,4 14
Sampah Kertas 3,6 9
Sampah Lainnya 2,3 6
Sampah Kayu 1,4 4
Sampah Kaca 0,7 2
Sampah Karet/Kulit 0,7 2
Sampah Kain 0,7 2
Sampah Metal 0,7 2
Sampah Pasir 0,5 1
TOTAL 38,5 100
2.2 Sampah Plastik
Plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk
pembuatan peralatan rumah tangga, otomotif dan sebagainya. Penggunaan bahan
plastik semakin lama semakin meluas karena sifatnya kuat dan tidak mudah rusak
oleh pelapukan. Produk plastik selain sangat dibutuhkan oleh masyarakat juga
mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan. Plastik bekas cukup sulit untuk
7
dikendalikan. Sebagai contoh, pembakaran plastik seperti PVC dapat
menimbulkan asap yang mengandung khlorin. Sampah plastik sangat potensial
mencemari lingkungan karena plastik merupakan bahan yang sulit terdegradasi
sehingga di timbun dalam penimbunan akhir akan memberikan banyak masalah
antara lain: (1) sampah plastik akan menempati bagian yang seharusnya dapat
digunakan oleh sampah lainnya; (2) karena ringan, dengan tanah penutup akhir
yang tidak baik, plastik cenderung terangkat ke permukaan dan mengotori
lingkungan sekitar; dan (3) jika terjadi kebakaran plastik menimbulkan zat-zat
yang berbahaya bagi kesehatan. Berikut adalah contoh dari sampah plastik
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1. Contoh Sampah Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang di bentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar
(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang untuk
penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah
satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang
dihasilkan dari penyulingan minyak atau gas alam. Sebagai Gambaran, untuk
membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar dkk.,
2011). Berdasarkan asumsi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari
penduduk Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang atau secara total
sebanyak 189 ribu ton sampah/hari. Dari jumlah tersebut 15% berupa sampah
plastik atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik/hari (Pahlevi, 2012).
Salah satu cara mengatasi sampah plastik adalah dengan melakukan daur
ulang (Recycle). Jenis plastik yang dapat di daur ulang di beri kode berupa nomer
8
untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya. Berikut adalah
penjelasan jenis plastik, kode, dan penggunaannya pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis plastik, kode dan penggunaannya
No. Jenis Plastik Penggunaannya
1 PET (polyethylene terephthalate) Botol kemasan air mineral, botolo
minyak goreng, jus, botol sambal,
botol obat dan botol kosmetik
2 HDPE (High-density Poliethylene) Botol obat, botol susu cair, jerigen
pelumas
3 PVC (Polyvinyl Chloride) Pipa selang air, pipa bangunan,
mainan, taplak meja dari plastik,
botol shampo dan botol sambal
4 LDPE (Low-density Polyethylene) Kantong kresek, tutup plastik, plastik
pembungkus daging beku, dan
berbagai macam plastik tipis
5 PP (Polypropylene) Cup plastik, tutup botol dari plastik,
mainan anak dan margarine
6 PS (Polystyrene) Kotak CD, sendok dan garpu plastik,
gelas plastik, atau styrofoam.
7. Other (O), jenis plastik lainnya
selain dari No.1 sampai 6
Botol susu bayi, plastik kemasan,
galon air minum, suku cadang mobil,
alat-alat rumah tangga, komputer,
alat-alat elektronik, sikat gigi dan
mainan lego (Sumber: Kurniawan, 2012)
2.3 Pengelolaan Sampah
Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan
merupakan sebuah permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan aktivitasnya, maka sampah semakin besar jumlah dan
variasinya. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak sederhana untuk
menangani sampah dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.
Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan secara
terpadu. Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar, industri dan
lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS)
tanpa melalui proses pemilahan dan pengolahan. Dari TPS, sampah kemudian
diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian di timbun.
Pengelolaan seperti ini mengabaikan nilai sampah sebagai sumber daya.
9
Sampah anorganik biasanya berupa botol, kertas, plastik, kaleng, sampah
bekas alat-alat elektronik dan lain-lain. Sampah ini sering kita jumpai di beberapa
tempat seperti sungai, halaman rumah, lahan pertanian dan di jalan-jalan. Sifatnya
sukar di urai oleh mikroorganisme, sehingga akan bertahan lama menjadi sampah.
Untuk mengatasi masalah sampah anorganik, dapat dilakukan cara-cara berikut
ini.
a. Reduce (Mengurangi Penggunaan)
Mengurangi sampah bisa dilakukan, yaitu dengan menerapkan pola hidup
sederhana dimana selalu memperhatikan hal-hal berikut:
a) Menentukan prioritas sebelum membeli barang;
b) Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak
dapat di daur ulang oleh alam;
c) Membeli produk yang tahan lama; dan
d) Menggunakan produk selama mungkin, tidak terlalu menganut mode.
Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai juga
merupakan salah satu perilaku yang menguntungkan, baik secara ekonomis
maupun ekologis, misalnya botol minuman, sirup dan alat elektronik. Sampah alat
elektronik dijual kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat
elektronik, karena memang biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk
digunakan.
b. Reuse (Menggunakan ulang)
Banyak sekali barang-barang yang setelah digunakan bisa digunakan ulang
dengan fungsi yang sama dengan fungsi awalnya tanpa melalui proses
pengolahan. Sebagai contoh, jika membeli botol minuman ukuran besar dan botol
tersebut digunakan kembali sebagai tempat minuman, maka sudah ikut
mengurangi jumlah sampah yang di buang ke lingkungan.
c. Recycle (Daur ulang)
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri
atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan
pembuatan produk/material bekas pakai. Material yang dapat di daur ulang
diantaranya:
10
a) Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim, kopi; baik yang putih bening
maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.
b) Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali
kertas yang berlapis (minyak atau plastik).
c) Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja,
besi rangka beton.
d) Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen dan ember.
Pengolahan sampah anorganik dengan cara mendaur ulang merupakan salah
satu cara yang efektif, karena selain menguntungkan secara ekonomis juga secara
ekologis. Secara ideal kemudian pendekatan proses bersih tersebut dikembangkan
menjadi konsep hierarki urutan prioritas penanganan sampah secara umum, yaitu
(Damanhuri, 2010):
1) Langkah 1 Reduce (pembatasan):mengupayakan agar limbah yang dihasilkan
sesedikit mungkin.
2) Langkah 2 Reuse (Guna-ulang):bila limbah akhirnya terbentuk, maka
upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung.
3) Langkah 3 Recycle (daur-ulang):residu atau limbah yang tersisa atau tidak
dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau di olah untuk
dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.
4) Langkah 4 Treatment (olah): residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat
dimanfaatkan kemudian di olah, agar memudahkan penanganan berikutnya,
atau agar dapat secara aman di lepas ke lingkungan.
5) Langkah 5 Dispose (Singkir): residu/limbah yang tidak perlu di lepas
kelingkungan secara aman, yaitu melalui rekayasa yang baik dan aman
seperti menyingkirkan pada sebuah lahan-urug (landfill) yang di rancang dan
disiapkan secara baik.
6) Langkah 6 Remediasi: media lingkungan yang sudah tercecar akibat limbah
yang tidak terkelola secara baik, perlu direhabilitasi atau diperbaiki melalui
upaya rekayasa yang sesuai seperti bioremediasi dan sebagainya.
11
2.4 Bank Sampah
Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya
(Kasmir, 2012). Kemudian menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang
dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan ke masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Tujuan bank sampah adalah untuk membantu menangani pengolahan
sampah di Indonesia, untuk menyadarkan masyarakat akan lingkungan yang
sehat, rapih dan bersih, mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih berguna
dalam masyarakat untuk kerajinan dan lainnya. Bank sampah pertama kali
didirikan pada tahun 2008 di Kabupaten Bantul bernama Bank Sampah Gemah
Ripah atas prakarsa masyarakat setempat, yang berarti bersamaan tahunnya
dengan terbitnya UU No. 18 Tahun 2008, mendahuli terbitnya PP No. 81 Tahun
2012 dan peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012.
Sistem pengelolaan sampah dengan metode Bank Sampah dapat mereduksi
sampah rata-rata sekitar 0,14 kg/orang/hari (Irdam, 2013: 3). Mekanisme sistem
Bank Sampah adalah sebagai berikut:
1) Pemilihan Sampah Rumah Tangga
Nasabah harus memilah sampah sebelum disetorkan ke Bank Sampah.
Pemilihan sampah tergantung pada kesepakatan saat pembentukan bank sampah.
Misalnya berdasarkan kategori sampah organik dan anorganik. Biasanya, sampah
anorganik kemudian dipisahkan lagi berdasarkan jenis bahannya: plastik, kertas,
kaca dan lain-lain. Pengelompokan sampah akan memudahkan proses penyaluran
sampah akan memudahkan proses penyaluran sampah.
2) Penyetoran Sampah ke Bank
Waktu penyetoran sampah biasanya telah disepakati sebelumnya. Misalnya,
dua hari dalam sepekan setiap rabu dan sabtu. Penjadwalan ini maksudnya untuk
menyamakan waktu nasabah menyetor dan pengangkutan ke pengepul. Hal ini
agar sampah tidak bertumpuk di lokasi bank sampah.
12
3) Penimbangan
Sampah yang sudah di setor ke bank kemudian ditimbang. Berat sampah yang
disetorkan sudah ditentukan pada kesepakatan sebelumnya. Misalnya minimal
harus satu kilogram.
4) Pencacatan
Petugas akan mencatat jenis dan bobot sampah setelah penimbangan. Hasil
pengukuran tersebut lalu di konversi dalam nilai rupiah yang kemudian ditulis di
buku tabungan. Pada sistem bank sampah, tabungan biasanya bisa diambil setiap
tiga bulan sekali.
5) Pengangkutan
Bank sampah sudah bekerjasama dengan pengepul yang sudah di tunjuk dan
di sepakati. Sehingga setelah sampah terkumpul, ditimbang dan dicatat langsung
diangkut ke tempat pengelolaan sampah berikutnya.
2.5 Jenis-jenis Mesin Pencacah
Mesin pencacah termasuk salah satu mesin yang dibutuhkan pada bidang
pertanian dan bidang lainnya. Berikut ini adalah beberapa mesin yang fungsi
utamanya yaitu untuk mencacah atau memotong adalah sebagai berikut:
2.5.1 Mesin Pencacah Plastik
Mesin pencacah sampah plastik adalah mesin yang bertujuan untuk
mengolah sampah plastik menjadi serpihan-serpihan kecil sehingga memudahkan
untuk di olah kembali. Mesin pencacah sampah plastik ini memiliki sistem
mencacah dengan kontruksi alat cacah yang terdiri dari 6 pisau putar dan 4 pisau
tetap yang diikat pada dinding ruang pencacah. Mesin ini dioperasikan dengan
menggunakan motor listrik dengan menggunakan elemen transmisi puli dan
sabuk. Hasil dari mesin ini berupa serpihan sampah plastik kecil dengan ukuran
±10-15 mm. Mesin ini memiliki kapasitas sebesar ±20 kg/jam (Napitupulu, 2013).
Berikut adalah hasil proses uji coba mesin pencacah plastik disajikan pada Tabel
3.
13
Tabel 3. Data Proses Uji Coba
Uji Jenis Sampah
plastik
Tebal
( mm)
Berat
sampah
plastik
(gr)
Waktu
(menit)
Berat
sampah
yang di
cacah
Produksi
(kg)/jam
1 Cup minuman 0,3 250 5 250 3,0
2 Cup minuman 0,5 980 3 980 13,8
3 Ember plastik 1,5 1100 2,5 1100 19,2
4 Ember plastik 2,0 800 2 800 21,0 (Sumber: Napitupulu, 2013)
Tabel 3 menunjukan data ketebalan sampah plastik dan kecepatan
pencacahannya dimana semakin tebal sampah plastik yang di cacah maka akan
semakin cepat produksi sampah plastik. Hal itu terjadi karena sampah plastik yang
tebal lebih mudah untuk di cacah dibandingkan dengan sampah plastik yang
memiliki ketebalan lebih kecil. Berikut adalah contoh mesin pencacah plastik
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 2. Mesin Pencacah Sampah Plastik
2.5.2 Mesin Pencacah Kompos
Mesin pencacah sampah organik merupakan pengembangan dari mesin
pencacah sampah yang sudah ada. Prinsip kerjanya adalah motor akan
memutarkan blade dinamis kemudian sampah dimasukkan ke dalam hopper inlet
kemudian masuk ke ruang pencacahan dan sampah tersebut akan tercacah diantara
blade statis dan blade dinamis. Hasil pencacahan tersebut menjadi sampah yang
berukuran lebih kecil dan sampah cacahan tersebut akan langsung tertampung
oleh bak atau kantong (Suwiyanto, 2010).
14
Sistem kerja mesin ini pada dasarnya sama dengan gilingan martil (hammer
mill) berfungsi sebagai batang pemukul namun pada mesin ini batang pemukul
tersebut dapat diganti dengan batang pisau pemotong. Bahan yang di cacah
dengan mesin ini adalah serat, dedaunan dan sayuran.Mesin pencacah kompos
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 3. Mesin pencacah kompos
(Sumber: Suwiyanto, 2010)
2.5.3 Chopping Corn for Silage
Prinsip kerja mesin chopping corn for silage hampir sama dengan mesin
combine harvester yaitu pisau dengan akan memotong batang jagung kemudian
tanaman jagung yang terpotong tersebut akan masuk dan mengenai reel, reel dan
cutterbar akan mencacah tanaman jagung tersebut kemudian diarahkan pada
konveyor oleh silinder pengumpan, konveyor akan membawa hasil cacahan pohon
jagung pada silinder pemipil dan masuk ke penyaringan sehingga jagung yang
sudah dipipil akan jatuh melewati saringan dan masuk jalur grain kemudian
dihisap oleh blower dan masuk tank grain sedangkan cacahan batang dan daun
jagung tidak lolos saringan dan didorong oleh blower sehingga masuk jalur
cacahan dan keluar. Gambar 5 merupakan contoh dari chopping corn for silage.
Gambar 4. Chopping Corn of Silage
(Sumber: Persson, 1987)
15
2.5.4 Forage Chopper
Salah satu fungsi utama dari alat pencacah tanaman pakan ternak (forage
chopper) adalah memperkecil ukuran kemudian membawa produk hasil cacahan
tersebut kedalam bak truk. ASAE (American Society Agriculture Engineering)
Standar S472 membagi 2 tipe penanganan dalam pemanenan untuk makanan
ternak. Tipe pertama adalah pemotongan bahan dengan presisi dan tipe kedua
adalah pemotongan bahan dengan tidak presisi. Untuk tipe pemotongan dengan
presisi biasanya alat yang digunakan adalah tipe silinder pemotong (a cylindrical
cutterhead) yang dilengkapi dengan bagian pisau yang diam (stationary
contershear)(Srivastava, 1993). Pemotongan bahan pakan ternak dengan presisi
dibagi menjadi 3 mekanisme pemotongan yaitu tipe pertama dipotong lalu
dilempar, tipe kedua dipotong lalu dihembuskan dan tipe ketiga pemotongan
dengan sistem hembusan menggunakan fasilitas auger konveyor yang dipasang
diantara chopper dan blower (Srivastava, 1993). Gambar 6 merupakan contoh dari
mekanisme pemotongan.
Gambar 5. Mekanisme Pemotongan Pakan Ternak
(Sumber: Srivastava, 1993)
2.6 Tipe Pisau Pemotong
Pemotongan bahan pertanian (cutting) adalah salah satu operasi yang paling
sering dilakukan dan hampir selalu diterapkan saat panen. Operasi pengolahan
lainnya juga sering membutuhkan pemotongan (cutting). Selama proses
pemotongan terjadi berbagai deformasi terjadi pada materi, tergantung pada
bentuk ujung pisau dan kinematika dari proses cutting tersebut (Sitkei, 1986).
Pisau pemotong dapat dibedakan menjadi dua tipe dengan perbedaan yang dapat
dilihat dari konstruksi dan hasil potongannya. Pisau pemotong rumput terdiri dari
dua buah pisau antara lain reel dan bedknife. Reel merupakan pisau yang bergerak
melingkar sedangkan bedknife pisau yang diam. Reel terdiri dari beberapa pisau
16
(blade) yang ditempelkan pada rangka (Mardison, 2000). Adapun pisau pemotong
rumput dapat dilihat pada Gambar7.
Gambar 6. Pisau Pemotong Rumput
Adapun mekanisme kerja pisau pemotong rumput dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7. Mekanisme kerja pisau pemotong rumput
(Sumber: Mardison, 2000)
Pisau pemotong tipe slasher terdiri dari satu bilah pisau yang digerakkan
secara rotasi dengan kecepatan tinggi, sehingga menghasilkan daya pukul yang
kuat untuk memotong (Mardison, 2000).
2.7 Analisis Teknik
Aspek teknik yang dipertimbangkan dalam analisis teknik mesin pencacah
plastik adalah analisis yang meliputi: analisis kebutuhan daya, analisis unit
transmisi, analisis poros, analisis spi, analisis bantalan, analisis kekuatan rangka
dan analisis kekuatan las. Analisis teknik bertujuan untuk mengetahui kekuatan
bahan dari setiap komponen mesin yang dilakukan dengan cara perhitungan
secara teoritis dan pengamatan langsung yang terjadi di lapangan.
17
2.7.1 Kebutuhan Daya Penggerak
Analisis kebutuhan daya dilakukan untuk mengetahui daya yang diperlukan
oleh mesin dalam menjalankan mesin dari awal hingga akhir baik penggerak
transmisi, putaran silinder dan lain-lain. Perhitungan kebutuhan daya penggerak
dapat dihitung dengan Persamaan 1 (Singer dkk., 1995).
………………………………………………………(1)
Dimana:
Pp = Daya yang dibutuhkan motor penggerak (watt)
N = Kecepatan putaran puli (rpm)
Mp = Momen puntir (Nm)
Untuk menghasilkan daya tersebut, maka besarnya momen puntir silinder
pencacah dapat menggunakan Persamaan 2 (Hall et. al, 1993).
………………………………………………………..(2)
Dimana:
Fd = Gaya tangensial (N)
r = Jari-jari silinder pencacah (m)
Gaya tangensial pada silinder pencacah (Ft) dihitung dengan menggunakan
Persamaan 3 (Hall et. al. 1993).
……………………………………………………….(3)
Dimana:
mp = Massa silinder pencacah (kg)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Daya pencacahan dapat dihitung menggunakan Persamaan 4:
P =Pb–Pt....................................................................................(4)
Dimana:
Pb = daya pada saat proses pencacahan
Pt = daya sebelum proses pencacahan
Besarnya daya dapat dipengaruhi oleh konstruksi dan bahan dari silinder
yang digerakkan oleh mesin. Adapun untuk mesin pencacah yang memiliki
18
silinder dengan massa yang besar dapat berlaku prinsip roda gaya (flywheel).
Flywheel merupakan sebuah benda dengan berbagai macam bentuk silinder pejal
atau cakram yang memiliki massa dan jari-jari tertentu. Mekanisme penyimpanan
energinya menggunakan prinsip gerak rotasi, energi disimpan dalam bentuk
energi kinetik. Besarnya energi yang tersimpan pada flywheel tergantung pada
momen inersia dan kecepatannya saat berputar (Gopinath, 2008). Flywheel akan
menyimpan energi saat berputar karena dikenai gaya dalam bentuk energi kinetik
rotasi dan akan melepaskan energi tersebut saat gaya yang mengenainya
berkurang atau dihilangkan. Sebuah flywheel bisa berputar sampai puluhan ribu
RPM tergantung dari material yang menyusunnya, semakin padat dan keras
material suatu flywheel semakin bagus karena dengan volume yang kecil
massanya semakin besar dan selain itu juga akan semakin tahan jika diputar
dengan kecepatan tinggi (Aminudin dkk., 2007).
Beratnya roda gaya (flywheel) akan sangat berpengaruh pada besarnya
daya motor penggerak pada mesin. Adapun perhitungannya dapat menggunakan
Persamaan 5:
...........................................................................................(5)
Dimana:
W = Berat roda gaya
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
E = Energi kinetik
K = Jari-jari girasi flywheel
= Fluktuasi kecepatan flywheel
= Kecepatan sudut flywheel l(rad/s)
Besarnya energi kinetik flywheel dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6:
E = I. . ...........................................................................................(6)
Dimana:
E = Energi kinetik
I = Momen inersia (m4)
= Fluktuasi kecepatan flywheel
= Kecepatan sudut flywheel(rad/s)
19
Koefisien fluktuasi adalah variasi kecepatan yang diaplikasikan pada roda
gaya. Besarnya koefisien fluktuasi kecepatan roda gaya dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 7:
...........................................................................................(7)
Dimana:
= Fluktuasi kecepatan flywheel
= Kecepatan sudut maksimum flywheel (rad/s)
= Kecepatan sudut minimum flywheel (rad/s)
= Kecepatan sudut flywheel (rad/s)
2.7.2 Analisis Unit Transmisi
Analisis unit transmisi bertujuan untuk mengetahui dan menentukan jumlah
sabuk dan puli yang diperlukan dalam transmisi mesin yang kemudian dicocokkan
dengan kebutuhan diameter poros transmisi. Dalam menentukan panjang sabuk
yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 8 (Sularso dan
Suga, 1997):
……………………………(8)
Dimana:
L = Panjang sabuk (m)
C = Jarak antar dua sumbu poros (m)
Dp = Diameter puli besar (m)
dp = Diameter puli kecil (m)
Sabuk-V memiliki 5 tipe sabuk dengan ukuran luas penampang yang
berbeda-beda. Ukuran penampang sabuk-V disajikan pada Gambar 9.
Gambar 8. Ukuran Penampang Sabuk-V (Sumber : Sularso dan Suga, 1997)
20
Sudut kontak sabuk dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 (Hall
et. al. 1993):
………………………………………(9)
Dimana:
α1 = Sudut kontak sabuk
R = Jari-jari puli besar (m)
r = Jari-jari puli kecil (m)
Bila sabuk-V bekerja meneruskan momen, tegangan akan bertambah pada
sisi tarik T1 (bagian panjang sabuk yang menarik) dan berkurang pada sisi kendor
T2 (bagian panjang sabuk yang tidak menarik) dapat dihitung dengan Persamaan
10 (Sularso dan Suga, 1997):
…………………………………………………………(10)
Dimana:
T1 = Tegangan pada sisi kencang (N)
= Tegangan sabuk yang diijinkan (MPa)
A = Luas penampang sabuk (m2)
Sedangkan tegangan sisi kendor T2 dapat dihitung dengan mengunakan
Persamaan 11 (Sularso dan Suga, 1997):
…………………………………………………(11)
Dimana:
T2 = Tegangan pada sisi kendor (N)
ms = Massa sabuk (kg)
v = Kecepatan linier (m/s)
Kecepatan linier dapat dihitung dengan mengunakan Persamaan 12 (Sularso
dan Suga, 1997):
………………………………………………………..(12)
Dimana:
v = Kecepatan linier sabuk (m/s)
dm = Diameter puli motor penggerak (m)
N = Kecepatan putaran puli (rpm)
21
Besarnya daya persabuk dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan
13 (Hall et. al. 1993):
............................................................................(13)
Dimana:
Ps = Daya per sabuk (watt/sabuk)
Jumlah sabuk yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 14 (Sularso dan Suga, 1997):
…………………………………………………………….....(14)
Dimana:
ns = Jumlah sabuk
Pt = Daya yang tersedia (Watt )
Ps = Daya yang ditransmisikan per sabuk (Watt/sabuk)
Nilai kecepatan putar yang relatif besar akan menyebabkan getaran pada
sabuk yang mengakibatkan penurunan efisiensinya. Dalam hal demikian,
perencanaan harus diperbaiki dengan menggunakan sabuk yang lebih besar
penampangnya. Dalam transmisi yang menggunakan sabuk lebih dari satu harus
memperhatikan panjang, mutu dan sebagainya jangan sampai berbeda karena akan
mengakibatkan tegangan yang berbeda-beda pula. Maka dari itu untuk dapat
memelihara tegangan yang cukup dan sesuai pada sabuk, jarak poros puli harus
dapat diatur ke dalam maupun ke luar.
2.7.3 Analisis Poros
Poros merupakan bagian dari yang meneruskan tenaga bersama-sama
dengan putaran, dimana pada poros tersebut terpasang elemen-elemen pemindah
daya lainnya (Shigley, 1984). Besarnya diameter poros harus diperhitungkan
dengan cermat karena poros ini merupakan unit penyalur daya pada mesin
sehingga mesin dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Putaran yang cepat akan
mengakibatkan puntiran dan momen lentur pada poros, untuk mengurangi hal itu
diameter poros harus sesuai.
22
Analisis yang akan dilakukan terhadap poros meliputi kekuatan dan
diameter poros menggunakan perhitungan poros yang menerima beban puntir dan
beban lentur, karena poros ini meneruskan daya melalui sabuk dan puli. Untuk
analisis tersebut dilakukan perhitungan diameter poros dan putaran kritis yang
diijinkan.
Menurut Sularso dan Suga (1997), jika P adalah daya nominal output dari
motor penggerak, maka berbagai macam faktor keamanan biasanya dapat diambil
dalam perencanaan maka koreksi pertama dapat diambil kecil. Jika faktor koreksi
adalah f, maka daya rencana dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 15
(Sularso dan Suga, 1997):
Pd = fc x P.............................................................................................(15)
Dimana:
Pd = Daya yang direncanakan (Watt)
fc = Faktor koreksi daya
P = Daya nominal output motor penggerak (Watt)
Faktor koreksi untuk menghitung daya rencana menurut Sularso dan Suga
(1997) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai faktor koreksi daya (fc)
Daya yang ditransmisikan Fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5 (Sumber: Sularso dan Suga (1997))
Momen puntir (momen rencana) dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 16:
Pd = 9,74 x 105
……………………………………………………(16)
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus
dibatasi, untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja
normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 sampai 0,3 derajat
(Sularso dan Suga, 1997). Besarnya defleksi puntiran dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 17 (Hall at all, 1993):
23
……………………………………………………….(17)
Dimana:
= Defleksi puntiran (0)
ds = Diameter poros (m)
l = Panjang poros (m)
Mp = Momen puntir (kg.m)
G = Modulus geser (8,3 x 103) (kg/ mm
2)
Poros merupakan salah satu komponen penting dalam suatu putaran, dimana
besarnya diameter suatu poros mempengaruhi besarnya putaran. Besarnya
diameter poros dapat dihitung dengan Persamaan 18 (Sularso dan Suga, 1997):
……………………………(18)
Dimana:
ds = Diameter poros (m)
Kb = Faktor koreksi momen lentur
Nilai Kb adalah 1,5 untuk poros dengan momen lentur tetap, 1,5–
2,0 untuk beban lentur ringan, dan 2,0–3,0 untuk beban tumbukan
berat.
Mb = Momen lentur maksimal (Nm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
Nilai Kt adalah 1,0 untuk beban dikenakan secara halus, 1,0–1,5
jika terjadi sedikit lendutan dan tumbukan, 1,5-3,0 jika terjadi
tumbukan besar.
SS = Tegangan geser (MPa)
Nilai Ss adalah 55 Mpa untuk poros yang tidak ada alur spi, dan
40 Mpa untuk poros dengan alur spi (Muhaemin, M, dkk., 2008).
Nilai momen torsi yang bekerja dalam perhitungan diameter poros dihitung
dengan menggunakan Persamaan 19:
= (T1 – T2).r………………………………………………………..(19)
Dimana:
Mt = Momen torsi (Nm)
24
Putaran kritis poros adalah putaran tertinggi yang dapat ditahan oleh poros.
Untuk putaran poros tinggi, putaran kritis sangat penting untuk diperhitungkan.
Pada mesin-mesin yang dibuat secara baik, putaran kerja di dekat atau di atas
putaran kritis tidak terlalu berbahaya. Tetapi, demi keamanan, dapat diambil
pedoman secara umum bahwa putaran poros maksimum tidak boleh melebihi 80%
putaran kritisnya (Sularso dan Suga, 1997). Putaran kritis poros yang dimiliki
sebuah benda yang berputar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 20
(Sularso dan Suga, 1997):
…………………………………………………(20)
Dimana:
=Putaran kritis poros (rpm)
=Diameter poros ( mm)
l =Jarak antar bantalan ( mm)
W = Berat beban (kg)
2.7.4 Analisis Spi
Spi atau pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian seperti roda gigi, sprocket, kopling yang dipasang pada poros.
Momen diteruskan ke naf atau dari naf ke poros. Berdasarkan letaknya pada poros
spi dibedakan menjadi empat macam, yaitu pasak pelana, pasak rata, pasak benam
dan pasak singgung.
Bahan spi pada umumnya dipilih bahan yang memiliki kekuatan tarik lebih
dari 60 kg/mm2 lebih kuat dari porosnya, namun kadang-kadang sengaja dipilih
bahan yang lemah untuk spi sehingga spi akan lebih dahulu rusak dari pada poros
atau nafnya. Ini disebabkan karena harga spi lebih murah dan pemasangan spi
lebih mudah dari pada porosnya. Adapun karena ukuran lebar dan tebal spi sudah
distandarkan, maka beban yang ditimbulkan karena adanya gaya F disesuaikan
dengan menyesuaikan panjang spi. Namun demikian spi yang terlalu panjang tak
dapat menahan tekanan yang merata pada permukaan. Adapun untuk lebar spi
sebaiknya antara 25%-35% dari diameter poros (Sularso dan Suga, 1997). Karena
ukuran spi yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada
permukaan maka panjang spi harus diperhitungkan dengan baik. Adapun ukuran
25
panjang spi sebaiknya antara 0,75-1,5 dari diameter poros (Sularso dan Suga,
1997).
Mesin pencacah plastik ini juga terdapat spi yang berfungsi untuk
mengikat/mengunci puli dengan poros. Spi ini digunakan untuk mencegah
terjadinya slip pada putaran puli. Momen torsi pada spi dapat dihitung dengan
Persamaan 21:
= (T1 – T2).r………………………………………………………..(21)
Dimana:
Mts = Momen torsi (Nm)
T1 = Tegangan sisi kencang pada sabuk dan puli (N)
T2 = Tegangan sisi kendor pada sabuk dan puli (N)
r = jari-jari puli (m)
Gaya tangensial yang bekerja pada spi yang terletak pada komponen
elemen-elemen mesin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 22 (Hall
et. al. 1993):
...............................................................................................(22)
Dimana:
Fs = Gaya tangensial (N)
Mts = Momen torsi (Nm)
r = Jari-jari poros (m)
Untuk menghitung ukuran spi yang digunakan berlaku Persamaan 23 dan 24
(Shigley, 1986):
..........................................................................................(23)
....................................................................................................(24)
Dimana:
A = Luas Spi, l x t (m2)
F = Gaya (N)
τa = Allowable shear stress (MPa)
Pada spi dapat terjadi gaya geser pada penampang b x l karena adanya gaya
F (N) dengan demikian tegangan geser spi dapat dihitung berdasarkan Persamaan
25 (Sularso dan Suga, 1997):
26
………………………………………………………………..(25)
Dimana:
= Tegangan geser (N/m2)
F = Gaya tangensial (N)
b = lebar spi (m)
l = panjang spi (m)
Kemudian dibandingkan dengan tegangan geser yang diizinkan dihitung
dengan menggunakan Persamaan 26:
………………………………………………………..(26)
Dimana:
= Tegangan geser yang diizinkan (N/m2)
= Kekuatan tarik bahan (N/m2)
= Faktor keamanan, umumnya bernilai 6
= Faktor keamanan, 1-1,5 untuk beban perlahan, 1,5-3 untuk
tumbukan ringan, 3-5 untuk tumbukan berat.
2.7.5 Analisis Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan
panjang waktu pakainya. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan
poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak
berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat
bekerja dengan semestinya (Sularso dan Suga, 1997).
Beban yang ditopang oleh poros ketika proses pencacahan berlangsung
merupakan gabungan dari beberapa berat antara lain beban puli dan tegangan
sabuk. Nilai beban tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 27
(Sularso dan Suga, 1997):
...............................................................(27)
Dimana:
w1,2,..n = beban radial komponen mesin (kg)
Beban tersebut merupakan beban radial yang bisa dihitung dengan
menggunakan Persamaan 28 (Sularso dan Suga, 1997):
27
............................................................................................(28)
Dimana:
Pr = Beban radial yang ditumpu
fw = Faktor beban, nilainya sebesar 1,1 - 1,3 untuk kerja biasa
Fr = Beban radial yang dibawa poros
Faktor kecepatan untuk bantalan bola dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 29 (Sularso dan Suga, 1997):
……………………………………………………..........(29)
Dimana:
fn = Faktor kecepatan
n = Putaran poros
Sedangkan perhitungan faktor umur untuk bantalan dapat dihitung dengan
Persamaan 30 (Sularso dan Suga, 1997):
…………………………………………………………....(30)
Dimana:
fh = Faktor umur
Cb = Beban nominal dinamis spesifik (kg)
Pr = Beban ekuivalen dinamis (kg)
Umur nominal untuk bantalan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 31 (Sularso dan Suga, 1997):
Lh = 500. fh3…………………………………………………………....(31)
2.7.6 Analisis Kekuatan Rangka
Rangka berfungsi sebagai penahan beban yang berada diatasnya dimana
rangka tersebut akan mengalami defleksi dan lengkungan sebagai akibat dari
beban yang ditopangnya. Rangka mesin merupakan penyangga atau kedudukan
dari semua komponen mesin. Analisis rangka dihitung berdasarkan lendutan dan
beban kritis yang diizinkan. Beban yang dapat ditopang oleh baris menggunakan
Persamaan 32 (Singer dkk., 1995):
= EI
PL
48
3
……………………………………………………………(32)
28
Dimana:
= lendutan yang diizinkan (m)
P = Beban yang bekerja pada rangka (kg)
L = Panjang kolom baris (m)
E = Modulus elastisitas rangka (kg/m2)
I = Momen inersia rangka (m4)
Kemudian lendutan yang terjadi akibat dari beban yang ditopang oleh
rangka dibandingkan dengan lendutan izin menggunakan Persamaan 33 (Singer
dkk.,1995):
= 1
300
1L ………………………………………………………….(33)
Pada kolom jari-jari girasi dihitung dengan menggunakan Persamaan 34:
k = ……………………………………………………………….(34)
Dimana:
k = jari-jari girasi
I = Momen inersia (m4)
A = Luas permukaan bidang rangka (m2)
2.7.7 Analisis Kekuatan Las
Pengelasan adalah metode pengikat logam dengan leburan. Terdapat dua
tipe utama las yaitu las temu dan las sudut. Kekuatan las ini dapat menopang
beban rangka jika kekuatan las temu lebih besar dari gaya yang bekerja pada
rangka (Singer dkk., 1995). Kekuatan las dapat dihitung menggunakan Persamaan
36 (Shigley, 1986):
……………………………………………………..(36)
Dimana:
Fl = Gaya yang bekerja pada rangka (N)
σ = Tegangan izin (N/m2)
h = Tebal bidang las (m)
l = Panjang bidang las (m)
29
2.7.8 Kapasitas Teoritis Pencacahan
Kapasitas teoritis pencacahan merupakan kemampuan mesin untuk
mencacah bahan per satuan waktu yang diketahui berdasarkan perhitungan.
Kapasitas teoritis dihitung dengan menggunakan Persamaan 37 (Srivastava,
1993):
………………………………………………(37)
Dimana:
= Kapasitas teoritis (kg/s)
= Densitas bahan (kg/m3)
= luas area pencacahan (cm2)
= banyaknya pisau pencacah
= panjang potongan teoritis (mm)
= kecepatan putar silinder pencacah (rev/m)
Panjang potongan teoritis dapat dihitung dan direncanakan menggunakan
Persamaan 38 (Srivastava, 1993):
Lc = ………………………………………………………….......(38)
Dimana:
Lc = panjang potongan teoritis (m)
= kecepatan pengumpanan (m/s)
= banyaknya pisau pencacah
= kecepatan putar silinder pencacah (rev/m)
2.8 Uji Kinerja
Uji kinerja mesin pencacah plastik bertujuan untuk mengevaluasi
kemampuan mesin tersebut yang dioperasikan pada kondisi optimum. Pengukuran
parameter yang dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja mesin pencacah plastik
yang meliputi: kapasitas teoritis mesin pencacah plastik, kapasitas aktual mesin
pencacah plastik, efisiensi mesin pencacah plastik, konsumsi bahan bakar,
konsumsi daya, energi spesifik, rendemen pencacahan, persentase panjang
cacahan, tingkat kebisingan dan getaran.
30
2.8.1 Kerapatan Kamba
Kerapatan kamba atau bulk density dipakai untuk menghitung kapasitas
teoritis dan menghitung banyaknya jumlah plastik yang dimasukan ke dalam inlet,
kerapatan kamba tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 39:
Kerapatan kamba = …………………………………………………(39)
Dimana:
= Massa plastik (kg)
V = Volume bak yang digunakan (m3)
2.8.2 Kapasitas Aktual Pencacah Plastik
Kapasitas aktual mesin pencacah plastik ini dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 40:
……………………………………………………………..(40)
Dimana:
Kap = Kapasitas aktual pencacahan (kg/jam)
Bbh = Massa total bahan cacahan yang keluar dari mesin pencacah
selama waktu tertentu (kg)
t = Waktu yang ditentukan untuk keluaran bahan cacahan (jam)
2.8.3 Efisiensi Pencacahan
Efisiensi adalah perbandingan antara kapasitas aktual dengan kapasitas
teoritis. Efisiensi pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 41:
.....................................................................................(41)
Dimana:
η = efisiensi mesin
Kap = kapasitan aktual (kg/jam)
Kt = kapasitas teoritis (kg/jam)
2.8.4 Konsumsi Bahan Bakar
Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan untuk mengetahui volume
bahan bakar yang dikonsumsi oleh mesin untuk proses operasi pencacahan per
31
satuan waktu. Konsumsi bahan bakar dihitung dengan menggunakan Persamaan
42:
……………………………………………………………....(42)
Dimana:
FC = konsumsi bahan bakar (liter/jam)
FV = volume bahan bakar (liter)
t2 = waktu beroperasi motor penggerak (jam)
2.8.5 Kebutuhan Daya Pencacahan
Kebutuhan daya mesin pada saat mesin pencacah plastik dioperasikan harus
diketahui sebagai perbandingan dengan hasil perhitungan dengan data yang
sebenarnya pada mesin. Kebutuhan daya silinder pencacah agar dapat memotong
plastik dengan baik dapat didekati dengan Persamaan 43:
Pc = ……………………………………………………………(43)
Dimana:
Pc = daya pencacahan (N.m/s) atau Watt
T = torsi pencacahan (N.m)
N = kecepatan putar (put/menit)
Dari Persamaan 43, dapat dijelaskan bahwa semakin besar torsi yang
dibutuhkan untuk mencacah bahan, maka semakin besar pula kebutuhan daya
penggeraknya dan semakin besar kecepatan putar yang terjadi maka semakin
besar pula kebutuhan daya pemotongan yang terjadi.
2.8.6 Energi Spesifik
Energi spesifik pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
44:
………………………………………………………….(44)
Dimana:
Esp = Energi spesifik pencacahan (kJ/kg)
Pap = Daya aktual (kW)
Kap = Kapasitas aktual (kg/jam)
32
2.8.7 Rendemen Pencacahan
Uji rendemen dilakukan dengan mempersentasikan panjang plastik yang
tercacah dengan keseluruhan plastik yang dimasukan kedalam mesin. Persentase
rendemen dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 45 (Smith, 2000):
.....................................................................................(45)
Dimana:
R = Rendemen bahan (%)
mt = Massa cacahan plastik yang keluar (kg)
min = Massaplastik yang masuk (kg)
2.8.8 Persentase Panjang Cacahan
Persentase panjang keluaran cacahan plastik dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 46:
.......................................................................(46)
Dimana:
Ppk = persentase panjang keluaran hasil cacahan plastik (%)
Bb1 = massa cacahan plastik yang panjangnya kurang dari 1cm (kg)
Bb2 = massa cacahan plastik yang panjangnya lebih dari 1cm (kg)
2.9 Kajian Ergonomi
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memerlukan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat
sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi
dan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Kecelakaan kerja paling banyak terjadi disebabkan oleh kesalahan
manusia, baik dari aspek kompetensi para pekerja konstruksi maupun pemahaman
arti pentingnya penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja (Bagyo, 2006).
2.9.1 Anthropometri
Anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metr yang
berarti ukuran. Secara definitif anthropometri adalah studi yang berkaitan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya memiliki bentuk,
33
ukuran, dan berat tubuh yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya
(Nugroho, 2008). Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan
secara luas antara lain dalam hal:
a. Perancangan areal kerja;
b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas;
c. Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja, komputer; dan
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran tubuh manusia antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Keacakan (random)
Hal ini menjelaskan bahwa walaupun telah terdapat dalam satu kelompok
populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku atau bangsa, kelompok usia
dan pekerjaaannya, namun masih ada perbedaan yang cukup signifikan antara
berbagai macam masyarakat.
2) Jenis Kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki pada umumnya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul dan sebagainya.
3) Suku Bangsa
Setiap suku bangsa atau kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik
yang akan berbeda satu dengan lainnya.
4) Usia
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan
umur sekitar 20 tahun. Variasi ini digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu
balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Hal ini sangat berpengaruh
terutama jika desain diaplikasikan untuk anthropometri anak-anak atau yang
lainnya. Anthropometri akan terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun
sesudah usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk
perlambatan pertumbuhan.
34
5) Jenis Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi
karyawan. Misalnya, buruh dermaga harus mempunyai postur tubuh yang relatif
besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya.
Tujuan menganalisis anthropometri ini adalah untuk mengetahui kelayakan
mesin ditinjau dari sisi anthropometri. Selain untuk keperluan perancangan
peralatan dan lingkungan kerja, data anthropometri juga dibutuhkan. Untuk
memenuhi keyamanan dalam menggunakan suatu alat, karena apabila tidak sesuai
dengan ukuran tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu akan mengakibatkan
stress tubuh yaitu berupa lelah, nyeri atau pusing.
2.9.2 Tingkat Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga karena
dalam jangka pendek dapat mengurangi ketenangan kerja, mengganggu
konsentrasi dan menyulitkan komunikasi. Dampak gangguan ini dalam jangka
panjang dapat menyebabkan merusak pendengaran (Sutalaksana dkk., 2006).
Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Soundlevel Meter. Pengukuran
kebisingan ini dilakukan untuk mengetahui faktor ergonomi seberapa besar
kebisingan mesin terutama terhadap operator mesin sehingga dapat menjalankan
mesin dengan nyaman dan aman.
Analisis tingkat kebisingan masih perlu dihitung karena dalam
mengoperasikan mesin operator harus merasa nyaman dan terhindar dari ganguan
kebisingan yang timbul akibat suara mesin tersebut. Intensitas kebisingan saat
bekerja dapat menyebabkan gangguan pendengaran (Sutalaksana dkk., 2006).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 7590:2011 mengenai pengukuran
kebisingan dalam pengujian kinerja mesin, pengukuran kebisingan dilakukan
dengan menempatkan alat pengukur kebisingan di dekat telinga operator dan
berjarak kira-kira 2 m dari sumber suara.
Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Lama Jam Kerja per Harinya
sesuai dengan Standar tingkat kebisingan berdasarkan OSHA 1910.95
(Occupational Safety and Health Administration) dapat dilihat pada Tabel 5.
35
Tabel 5. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Lama Jam Kerja
Jam Kerja/Hari Tingkat Kebisingan (dB)
8 90
6 92
4 95
3 97
2 100
1 102
0,5 110
0,25 115 (Sumber: OSHA 1910.95)
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan berpengaruh terhadap
durasi atau lamanya jam kerja, dimana semakin besar tingkat kebisingan maka
jumlah jam kerja per hari akan semakin menurun. Misalnya jika tingkat
kebisingan dibawah 90 dB maka jumlah jam kerja per hari adalah selama 8 jam.
Sedangkan pada tingkat kebisingan 100 dB, jumlah jam kerja per hari mengalami
penurunan yaitu selama 2 jam kerja per hari Pengukuran lama jam kerja dihitung
dengan Persamaan 47 mengacu pada prinsip persamaan OSHA dengan
mengambil tingkat kebisingan 90 dB dan 8 jam kerja/hari sebagai acuan awal.
…………………………………………………………….(47)
Dimana:
T = Jumlah jam kerja per hari (jam/hari)
L = Tingkat kebisingan (dB)
Setelah diketahui berapa lama waktu jam kerja seorang operator
menjalankan mesin pencacah plastik maka dapat dibuat jadwal operator dalam
menjalankan mesin pencacah plastik tersebut agar operator dapat bergantian dan
menjalankan mesin dengan aman dan nyaman.
Terkadang saat berada dilapangan, karena operator atau pegawainya
terbatas maka biasanya melebihi jam kerja yang ditentukan. Hal tersebut akan
berdampak jangka panjang pada masalah kesehatan dari operator mesin tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai kebisingan mesin
pencacah plastik untuk mengetahui tingkat kebisingan mesin pencacah sampah
plastik tersebut sehingga dapat diketahui berapa lama operator menjalankan mesin
selama sehari.
36
Sedangkan berdasarkan keputusan menteri Tenaga kerja dengan No.
Kep51/MEN/1990 lamanya kerja perhari berdasarkan tingkat kebisingan mesin
dapat dilihat pada Tabel 6. Kebisingan yang diakibatkan oleh mesin tidak boleh
lebih dari 140 dB walaupun hanya sesaat karena tingkat kebisingan tersebut akan
mengakibatkan gangguan pendengaran pada operator.
Tabel 6. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu kerja per hari Intensitas (dB)
8
Jam
85
4 88
2 91
1 94
30
Menit
97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12
Detik
115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139 (Sumber: Keputusan menteri tenaga kerja no Kep. 51/MEN/1990)
2.9.3 Tingkat Getaran Mesin
Getaran oleh peralatan atau mesin dapat mencapai operator atau pekerja
melalui beberapa cara, diantaranya getaran yang dihantarkan keseluruh tubuh
pekerja melalui badan mesin yang bergetar yang dikenal dengan istilah whole
body vibration. Cara yang lainnya, getaran dihantarkan melalui salah satu bagian
tubuh pekerja yang dalam banyak kasus adalah melalui tangan, pergelangan
tangan, lengan atau melalui kaki yang dikenal dengn istilah hand vibration
(Sanders and Cosmick, 1987).
Dampak atau pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya
sindroma getaran (vibration sindrome) atau lebih populer dikenal dengan istilah
mati rasa pada tangan atau jari yang disebabkan turunnya aliran darah kejari
37
tangan atau tangan operator. Untuk mengurangi efek negatif akibat penggunaan
peralatan bergetar dianjurkan untuk tidak melakukan kontak dengan getaran 50%
dari waktu kerja atau direkomendasikan untuk beristirahat setiap 1-1,5 jam
dengan gemastik tangan antara 5-10 menit (Istigno, 1971).
Secara umum getaran mekanis ini dapat mengganggu tubuh dalam hal:
1) Mempengaruhi konsentrasi kerja;
2) Mempercepat datangnya kelelahan; dan
3) Dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena
gangguan pada mata, saraf, peredaran darah, otot-otot, tulang dan lain-lain.
Klasifikasi getaran yang terjadi pada mesin mengacu pada ISO 10816-1:
1995(E) seperti yang tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Pedoman untuk Besarnya Getaran Pada Mesin, Mesin dengan Daya Kecil
(Kurang Dari 15 kW)
Good 0 to 0,71 mm/s
AcepTabel 0,72 to 1,81 mm/s
Still permissible 1,81 to 4,5 mm/s
Dangerous > 4,5 mm/s
Sumber : ISO 10816-1 (1995)
Getaran mesin yang diterima oleh operator dalam jangka waktu yang lama
akan mengakibatkan beberapa keluhan terhadap operator. Adapun hubungan
lamanya jam kerja operator dengan getaran mesin berdasarkan keputusan menteri
tenaga kerja No Kep.51/MEN/1999 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Ambang Batas Getaran
Jumlah Waktu per Hari Nilai Percepatan pada Frekuensi Dominan (m/s2)
4-8 jam 4
2-4 jam 6
1-2 jam 8
Kurang dari 1 jam 12 (Sumber: Keputusan menteri tenaga kerja No Kep.51/MEN/1999)